Tinjauan Pustaka Sisa Makanan PDF
Tinjauan Pustaka Sisa Makanan PDF
id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Sisa Makanan
a. Pengertian Sisa Makanan
Sisa makanan adalah jumlah makanan/ bahan makanan yang
tidak dimakan. Sisa makanan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Waste,
adalah bahan makanan yang tidak dapat diolah karena rusak, hilang atau
terbuang, dan 2) Plate waste, adalah sisa makanan yang terbuang karena
setelah disajikan tidak dihabiskan oleh konsumen (Soenardi & Tim
Yayasan Gizi Kuliner Jakarta, 2014).
Sisa makanan di rumah sakit didefinisikan sebagai jumlah
makanan yang disajikan yang tidak dimakan oleh pasien (Ferreira et al.,
2013; Díaz & García, 2013). Sisa makan adalah sisa makanan yang tidak
dimakan setelah disajikan kepada pasien di rumah sakit (Alshqaqeeq et
al., 2018). Sisa makanan mengacu pada makanan yang layak untuk
dikonsumsi manusia, tetapi belum dimakan karena beberapa alasan,
termasuk standar penampilan, salah pengertian, dan kelebihan pasokan
(Van Bemmel & Parizeau, 2020). Sisa makanan juga merupakan
hilangnya nutrisi berharga (baik makro-dan mikronutrien) (El Bilali,
2018).
Tingginya tingkat sisa makanan dapat menyiratkan tantangan
terkait malnutrisi di rumah sakit dan pengelolaannya dapat dikenakan
biaya keuangan dan lingkungan yang lebih besar (Goonan et al., 2014).
Menurut para ahli (Chik et al., 2019), sisa makanan dapat dinilai dengan
berbagai metodologi dan dinyatakan dalam berbagai istilah, seperti
proporsi makanan yang disajikan yang tidak dimakan, dan jumlah kalori
atau nutrisi yang tidak dimakan.
Wani et al. (2019) menyatakan sisa makanan adalah proporsi
makanan yang tidak habis, sejumlah energi maupun zat gizi yang tidak
dikonsumsi dari makanan yang telah disajikan sebelumnya. Meskipun
15
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16
sisa makanan ini dipengaruhi oleh faktor individu dan variasinya dari
hari ke hari, tetap menjadi masalah yang masih susah dipecahkan di
berbagai penyelenggaraan makanan.
Penelitian di New Zealand dari Goonan et al. (2014)
menunjukkan dari total limbah yang dihasilkan di rumah sakit, hampir
50% diantaranya adalah limbah dari makanan. Limbah makanan dari
layanan makanan rumah sakit dapat dibagi menjadi limbah dapur dan
limbah piring dan sebagian besar penelitian tentang limbah makanan di
rumah sakit terutama didasarkan pada limbah piring individu terutama
karena pengaruh langsungnya terhadap hasil gizi pasien. Limbah piring
seperti di rumah sakit mengacu pada sisa makanan yang disajikan yang
ditinggalkan dan tidak dimakan oleh pasien (Alam et al., 2008;
Comstock et al., 1981; Yang et al., 2016).
b. Faktor Penyebab Sisa Makanan
Hingga saat ini, tingginya sisa makanan masih menjadi
tantangan tersendiri. Wani et al. (2019) mengungkapkan beberapa faktor
yang memengaruhinya adalah:
1) Jenis kelamin
Paling banyak ditemukan sisa makanan pada perempuan daripada
laki-laki.
2) Umur
Paling banyak ditemukan sisa makanan pada orang yang berumur di
atas 65 tahun
3) Makanan tambahan
4) Cita rasa makanan
Cita rasa makanan yang enak dapat menurunkan sisa makanan
pasien.
5) Adaptasi dengan lingkungan
Sisa makanan ditemukan lebih banyak pada orang yang tidak dapat
beradaptasi dengan lingkungan.
Syauqiyatullah et al. (2020) menyampaikan sisa makanan
dipengaruhi oleh faktor internal, eksternal dan lingkungan pasien.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17
Faktor internal termasuk dalam faktor yang berasal dari dalam diri
pasien sendiri, seperti keadaan psikis, fisik, dan kebiasaan makan.
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri pasien, meliputi
penampilan makanan dan rasa makanan. Faktor terakhir, yaitu faktor
lingkungan, termasuk jadwal/waktu pemberian makanan, makanan dari
luar rumah sakit, alat makan dan keramahan penyaji/pramusaji makanan.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya sisa makanan,
seperti tampak pada gambar berikut ini:
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
Keterangan:
1) Sesi 1: Asesmen dan Diagnosa Awal
Dalam sessi ini, terapis (konselor) diharapkan mampu:
a) Melakukan asesmen, observasi, anamnese, dan analisis gejala,
demi menegakkan diagnosa awal mengenai gangguan yang
terjadi
b) Memberikan dukungan dan semangat kepada klien untuk
melakukan perubahan
c) Memperoleh komitmen dari klien untuk melakukan terapi dan
pemecahan masalah terhadap gangguan yang dialami
d) Menjelaskan kepada klien formulasi masalah dan situasi kondisi
yang dihadapi.
2) Sessi 2: Mencari emosi negatif, pikiran otomatis, dan keyakinan
utama yang berhubungan dengan gangguan
Beberapa tokoh meyakini bahwa sessi ini sebaiknya
dilakukan di sessi (paling tidak) 8-10. Namun pada prakteknya sessi
ini lebih mudah dilakukan segera setelah asesmen dan diagnosa,
selain karena tuntutan klien akan gambaran yang lebih jelas dalam
waktu yang singkat, klien juga menuntut adanya manfaat terapi yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
kondisi stres bisa dikendalikan maka penurunan kadar gula dalam darah
juga dapat menurun (Ekowati et al., 2013). Oleh karena itu untuk
mengontrol respon terhadap regulasi glukosa darah, diperlukan modulasi
persepsi positif. Persepsi positif kemudian akan menginduksi hipotalamus
untuk mensekresi hormon yang memodulasi sistem kekebalan. Modulasi,
pada gilirannya, menghasilkan aktivitas aksis HPA yang lebih rendah yang
mengarah ke tingkat kortisol yang lebih rendah. Penurunan kadar kortisol
mempengaruhi metabolisme yang menurunkan resistensi insulin
(meningkatkan pengambilan glukosa darah ke dalam sel dan jaringan) dan
mencegah glukogenesis. Oleh karena itu kadar glukosa darah terkontrol
(Pahlevi et al., 2017).
Cognitive-behavioral psychotherapy (CBT) adalah salah satu teknik
terapi yang digunakan dalam psikoneuroimunologi untuk menciptakan
persepsi positif. Dalam terapi yang diterapkan pada psikoneuroimunologi
ini, cara berpikir tentang respons imun dijelaskan kepada orang tersebut.
Berbagai strategi kognitif telah membantu mengidentifikasi keyakinan tidak
sehat yang mempengaruhi kondisi kesehatan individu. Secara umum, proses
terapi yang perlu diikuti yaitu: identifikasi keyakinan yang tidak sehat,
kenali hubungan antara pikiran - emosi - perilaku, periksa bukti yang
mendukung atau menentang pikiran, perbaiki pikiran yang menyimpang,
dan ganti kognisi dengan keyakinan yang sehat (Fuenmayor & de Fernandez,
2021). Dengan adanya terapi ini diharapkan pasien DM Tipe 2 dapat
mengubah perilakunya sehingga pasien mau mengatur pola makan dan
patuh terhadap diet DM Tipe 2 yang telah diterapkan rumah sakit.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48
B. Kerangka Berpikir
Hiperglikemia
Konseling Gizi
Penatalaksanaan Diet DM
Tipe 2
Sisa
Makanan
49
50
C. Hipotesis
1. Ada perbedaan sisa makan sebelum dan sesudah Konseling Gizi Metode
CBT (Cognitive Behaviour Therapy) pada Pasien DM Tipe 2 di RSU Islam
Klaten.
2. Ada perbedaan kadar gula darah sebelum dan sesudah Konseling Gizi
Metode CBT (Cognitive Behaviour Therapy) pada Pasien DM Tipe 2 di
RSU Islam Klaten.