Anda di halaman 1dari 16

STUDI KONSUMEN DAN MUTU ASUHAN GIZI RUMAH SAKIT

“SISA MAKANAN”

Disusun oleh :

Kelompok 5

Dita Chairunisa
Franli Manaida
Khrisma Tamalihis
Mizzy Wowor
Stesya Londo

POLTEKKES KEMENKES MANADO


JURUSAN GIZI
TAHUN 2018
DAFTAR ISI

Kata pengantar ....................................................................................................................

Daftar isi ..............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang.. .......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

1. Definisi Sisa Makanan… ........................................................................................


a. Food Waste… ...................................................................................................
b. Plate Waste .......................................................................................................
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sisa Makanan Pasien… .................................
a. Umur… .............................................................................................................
b. Jenis Kelamin.. ..................................................................................................
c. Tingkat Pendidikan ...........................................................................................
d. Jenis Penyakit.. ..................................................................................................
e. Jenis Diet ...........................................................................................................
f. Cita Rasa Makanan… .......................................................................................
3. Metode Comstock…. ..............................................................................................

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan… .........................................................................................................
2. Saran.. ......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Rumah sakit merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan yang

berupaya mencapai pemulihan penderita. Pelayanan kesehatan di rumah sakit

merupakan kegiatan terpadu yang mencakup empat fungsi rumah sakit yaitu

preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif dalam rangka meningkatkan kesehatan

konsumen atau klien. Salah satu kegiatan kuratif yang dilaksanakan rumah sakit

adalah pelayanan gizi. Pelayanan gizi di rumah sakit menduduki tempat yang sama

penting dengan pelayanan pengobatan, medis dan yang lainnya. Pengelolaan

penyelenggaraan makanan di rumah sakit bertujuan agar penderita yang dirawat

memperoleh makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizinya dan dapat mempercepat

penyembuhan penyakit serta memperpendek hari rawat inap.

Beberapa institusi yang menyelenggarakan makanan, rumah sakit merupakan

institusi yang terpenting. Disamping sebagai salah satu komponen kegiatan dalam

upaya penyembuhan penyakit, makanan yang disajikan di rumah sakit sering

dijadikan sebagai contoh bagi masyarakat dalam kehidupan sehari–hari. Makanan

yang diberikan dan makanan yang dilarang untuk orang sakit selama dirawat di

rumah sakit akan dianggap sebagai patokan dalam pengaturan makanan sehari–hari.

Pandangan itu tumbuh karena makanan yang disajikan boleh atau dilarang

berdasarkan anjuran dan di bawah pengawasan dokter, ahli gizi dan perawat rumah

sakit.
Makanan bagi pasien di rumah sakit berfungsi untuk mempertahankan daya

tahan tubuh dan membantu mempercepat proses penyembuhan. Makanan yang

disajikan harus memenuhi kebutuhan baik kualitas maupun kuantitasnya. Hidangan

makanan yang memenuhi kebutuhan gizi dan terkonsumsi habis akan mempercepat

penyembuhan dan memperpendek hari perawatan. Daya terima makanan merupakan

suatu kemampuan seseorang dalam mengkonsumsi makanan yang disajikan. Daya

terima makanan dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan dalam

penyelenggaraan makanan di rumah sakit dan sebagai tolak ukur dalam pencapaian

dan pemenuhan standar pelayanan minimal.

Salah satu makanan yang disajikan di rumah sakit adalah makanan lunak.

Makanan lunak diberikan kepada pasien sesudah operasi tertentu, pasien dengan

penyakit infeksi dengan kenaikan suhu tubuh tidak terlalu tinggi serta pasien dengan

penyakit kesulitan mengunyah dan menelan. Makanan ini cukup mengandung zat–zat

gizi jika pasien mampu mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan gizinya. Daya terima pasien makanan lunak merupakan

banyaknya makanan lunak yang dikonsumsi pasien, yang dapat dilihat dari sisa

makanan yang tidak dimakan oleh pasien. Makanan lunak diberikan kepada pasien

yang secara fisik dan psikis tidak dapat mengkonsumsi makanan biasa. Kelemahan

dari makanan lunak adalah kadar air yang tinggi sehingga volumenya besar dan

bumbu yang digunakan tidak boleh merangsang. Hal ini seringkali membuat

makanan menjadi hambar sehingga dapat mempengaruhi daya terima pasien yang

pada akhirnya terdapat sisa makanan di piring.


Rendahnya daya terima makanan pasien yang ditunjukkan dengan tingginya

sisa makanan merupakan masalah yang serius untuk segera ditangani karena makanan

yang disajikan di rumah sakit telah memperhitungkan jumlah dan mutu menurut

kebutuhan pasien. Oleh karena itu, seluruh makanan yang disajikan harus dihabiskan

hanya oleh pasien demi tercapainya keberhasilan penyelenggaraan makanan di rumah

sakit. Akibat yang ditimbulkan dari rendahnya daya terima makanan pasien ini, antara

lain banyaknya biaya yang terbuang serta mengakibatkan kurangnya asupan makan

pasien sehingga terjadi kekurangan intake gizi esensial yang dapat menurunkan status

gizi selama dirawat di rumah sakit. Terjadinya malnutrisi selama perawatan di rumah

sakit merugikan karena meningkatnya biaya tambahan untuk pengobatan pasien dan

masalah efisiensi anggaran makan pasien di rumah sakit. Malnutrisi merupakan

masalah gizi pada pasien rawat inap di rumah sakit. Adanya sisa makanan yang tidak

dapat dihabiskan oleh pasien mengakibatkan kebutuhan gizi pasien tidak terpenuhi

sehingga menimbulkan malnutrisi di rumah sakit.


BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi sisa makanan

Keberhasilan suatu penyelenggaraan makanan sering dikaitkan dengan adanya

sisa makanan. Sisa makanan menunjukkan adanya pemberian makanan yang kurang

optimal, sehingga sisa makanan merupakan salah satu indikator yang sederhana yang

dapat digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan pelayanan gizi rumah sakit (Kemenkes

RI, 2013). Tingginya sisa makanan mengakibatkan kebutuhan gizi pasien tidak adekuat

dan secara ekonomis menunjukkan banyaknya biaya yang terbuang. Adanya biaya yang

terbuang menyebabkan anggaran makanan kurang efisien dan efektif, sehingga

pengelolaan biaya makan tidak mencapai tujuan yang optimal.

Sisa makanan adalah jumlah makanan yang tidak habis dikonsumsi setelah makanan

disajikan (Hirch, 1979).

Sisa makanan merupakan suatu dampak dari sistem pelayanan gizi di rumah

sakit.Hal ini merupakan suatu implementasi dari pelayanan gizi dan aspek perilaku

pasien.Banyaknya sisa makanan dalam piring pasien mengakibatkan masukan gizi

kurang selama pasien dirawat. Kebutuhan gizi merupakan salah satu faktor yang

harus diperhatikan ataudipertimbangkan dalam menyusun menu pasien, karena untuk

orang sakit kebutuhan gizi akan meningkat. Pemberian makanan sehat yang terdiri

dari makanan pokok, lauk, sayur-sayuran dan buah dalam jumlah yang cukup

dandapat dihabiskan oleh pasien (Moehji, 1999). Secara umum pengertian sisa

makanan adalah makanan yang bukan hanya tidak dihabiskan oleh pasien pada saat
makanan disajikan, tapi termasuk juga kehilangan bahan makanan atau makanan pada

saat proses seperti persiapan dan pengiriman bahan makanan. Secara khusus,

pengertian sisa makanan dikategorikan menjadi dua :

a. Food Waste

Sisa makanan atau bahan makanan yang tidak dikonsumsi oleh pasien

akibatkehilangan pada waktu proses pembelian, persiapan, pemasakan

dan pengiriman makanan.

b. Plate Waste

Adalah sisa makanan di piring/ plato yang tidak dihabiskan oleh

pasien dan dinyatakan dalam persentase .

Menurut Soegianto (2008), sisa makanan pasien di rumah sakit ditimbulkan

oleh sedikitnya konsumsi makanan oleh pasien. Terdapat beberapa hal yang

mempengaruhi perilaku konsumsi pasien, sehingga menimbulkan sisa makanan, yaitu

anoreksia, input di luar diet, motivasi rendah, makanan yang kurang enak, atau

makanan yang terlalu banyak. Pemberian makanan di rumah sakit dipengaruhi oleh

beberapa faktor terkait bagaimana seseorang memilih makanannya.Faktor-faktor

tersebut adalah kesenangan serta ketidaksenangan, kebiasaan, daya beli serta

ketersediaan makanan, kepercayaan serta ketahayulan, aktualisasi diri, faktor agama

serta psikologis, dan pertimbangan gizi serta kesehatan (Hartono dalam Indah, 2013).

Menurut Almatsier (1992), sisa makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis

kelamin, tingkat pendidikan, kelompok umur, cita rasa makanan, kelas perawatan,

lama perawatan dan penyakit mempengaruhi sisa makanan pasien. Jika faktor-faktor
ini baik, maka persepsi pasien terhadap makanan yang disajikan akan baik sehingga

makanan yang disajikan dikonsumsi habis. Jika persepsi pasien terhadap makanan

yang disajikan kurang, maka makanan yang disajikan tidak dikonsumsi habis dan

akan meninggalkan sisa.

Moehji (1999) mengatakan, ada berbagai faktor yang mempengaruhi

terjadinya sisa makanan. Sisa makanan terjadi bukan hanya karena nafsu makan yang

ada dalam diri seseorang, tetapi ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya sisa

makanan antara lain faktor yang berasal dari luar pasien sendiri atau faktor eksternal

dan faktor yang berasal dari dalam pasien atau faktor internal. Sementara itu, faktor

eksternal lain yang berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan adalah sikap

petugas ruangan, jadwal makan atau waktu pembagian makan, suasana lingkungan

tempat perawatan, makanan dari luar RS, dan mutu makanan.

Sedangkan menurut Gutawa (2013), banyak faktor yang mungkin menyebabkan

makanan sisa yaitu pasien, lingkungan dan makanan.

Dari sisi pasien, makanan sisa bisa terjadi karena stres karena perawatan

medis, kesukaan makanan, tidak mampu makan sendiri, nafsu makan buruk dan

kondisi kesehatan buruk. Faktor lingkungan yang bisa menyebabkan makanan sisa

adalah suasana yang tidak menyenangkan atau kehadiran orang lain. Dari sisi

makanan yang bisa menyebabkan makanan sisa adalah porsi terlalu besar, persiapan

makanan, penampilan makanan, suhu makanan, jadwal makanan, rasa makanan yang

tidak enak dan menerima makanan yang salah (Soenardi, 2014).


2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sisa Makanan Pasien

a. Umur

Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu

benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Semisal, umur manusia

dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung

(Hardiwinoto, 2011). Jenis perhitungan umur/usia :

- Usia kronologis

Usia kronologis adalah perhitungan usia yang dimulai dari saat

kelahiran seseorang sampai dengan waktu penghitungan usia.

- Usia mental

Usia mental adalah perhitungan usia yang didapatkan dari taraf

kemampuan mental seseorang. Misalkan seorang anak secara

kronologis berusia empat tahun akan tetapi masih merangkak dan

belum dapat berbicara dengan kalimat lengkap dan menunjukkan

kemampuan yang setara dengan anak berusia satu tahun, maka

dinyatakan bahwa usia mental anak tersebut adalah satu tahun.

- Usia biologis

Usia biologis adalah perhitungan usia berdasarkan kematangan

biologis yang dimiliki oleh seseorang.


b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin (bahasa Inggris: sex) adalah kelas atau kelompok yang

terbentuk dalam suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya

proses reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu. Jenis

kelamin merupakan suatu akibat dari dimorfisme seksual, yang pada manusia dikenal

menjadi laki-laki dan perempuan.Pada kebanyakan hewan non-hermafrodit,

tumbuhan berumah dua (dioecious), dan berbagai organisme rendah orang

menyebutnyajantan dan betina.Jantan adalah kelompok yang

menyediakanspermatozoid (sel gamet yang aktif bergerak), sedangkan betina adalah

kelompok yang menyediakan sel gamet yang statik dan menunggu untuk

dibuahi.Adanya alat kelamin yang khas untuk masing-masing seringkali dijadikan

penciri bagi masing-masing jenis kelamin.Sebagai tambahan, sering kali tampak ciri-

ciri sekunder yang terjadi seperti pada manusia (misalnya payudara dan sebaran

rambut), banyak unggas (seperti pada ayam dan merak, serta sejumlah mamalia

(contoh yang mudah terlihat adalah singa).Jenis kelamin dibagi 2 yaitu laki-laki dan

perempuan.

c. Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan,keterampilan, dan kebiasaan

sekelompok orang yang ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui

pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan

orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak. Setiap pengalaman yang

memiliki efek formatif pada cara orang berpikir, merasa, atau tindakan dapat
dianggap pendidikan. Pendidikan umumnya dibagi menjadi tahap seperti prasekolah,

sekolah dasar, sekolah menengah dan kemudian perguruan tinggi, universitas atau

magang.

Pendidikan mempunyai peran penting dalam proses tumbuh kembang seluruh

kemampuan dan perilaku manusia. Semakin tinggi pendidikan akan semakin

berkualitas pengetahuan seseorang dan merupakan faktor yang mempengaruhi

persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide baru (Notoatmodjo, 2003).

Tingkat pendidikan dibagi menjadi:

1. Belum Sekolah

2. SD

3. SMP

4. SMA/SMK

5. Perguruan Tinggi

d. Jenis Penyakit

Penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang

menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang terkait

atau berhubungan dengannya. Kadang kala istilah ini digunakan secara umum untuk

menerangkan kecederaan, kecacatan, sindrom, simptom, keserongan tingkah laku,

dan variasi biasa sesuatu struktur atau fungsi, sementara dalam konteks lain boleh

dianggap sebagai kategori yang boleh dibedakan.


e. Jenis Diet

Setiap orang dalam hidupnya selalu membutuhkan dan mengkonsumsi

berbagai bahan makanan baik dalam keadaan sehat ataupun sakit.Menurut Moehji

(1999) makanan dalam upaya penyembuhan penyakit berfungsi sebagai salah satu

bentuk terapi, penunjang pengobatan atau tindakan medis.Pemberian makanan pada

orang sakit harus disesuaikan dengan keadaan penyakitnya dengan memperhatikan

konsistensi makanan dan kandungan gizinya agar orang sakit memperoleh zat gizi

sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan zat gizi pada setiap individu dipengaruhi

oleh faktor umur, jenis kelamin, aktivitas, komplikasi penyakit dan faktor stress

(Depkes 2003). Makanan merupakan suatu bentuk terapi yang bertujuan untuk

memelihara status gizi secara normal atau optimal walaupun terjadi peningkatan

kebutuhan gizi akibat penyakit yang dideritanya.Disamping itu untuk memperbaiki

terjadinya defisiensi zat gizi serta kelebihan atau kekurangan berat badan pasien.

f. Cita Rasa Makanan

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi daya terima makanan pasien di

rumah sakit.Lau dan Gregoire tahun 1998 dalam penelitiannya membuktikan bahwa

kualitas makanan perlu diperhatikan agar dapat meningkatkan kepuasan

pasien.Kualitas makanan merupakan indikator penting terhadap tingkat kepuasan

pasien. Makanan yang mempunyai cita rasa tinggi adalah makanan yang apabila

disajikan akan menyebarkan aroma yang lezat, penampilannya menarik dan

mempunyai rasa yang enak. Cita rasa makanan terdiri dari dua aspek yaitu
penampilan makanan pada saat dihidangkan dan rasa makanan pada waktu makanan

itu dimakan (Moehji, 1992).

3. Metode Comstock

Pengamatan konsumsi makanan atau sisa makanan merupakan cara

yangsederhana dan sangat penting untuk dievaluasi. Menimbang langsung sisa

makanan yangtertinggal di piring adalah metode yang paling akurat, tetapi metode ini

mempunyaikelemahan-kelemahan yaitu memerlukan waktu yang banyak, peralatan

khusus dan stafyang terlatih, sehingga metode ini tidak mungkin dilakukan untuk

penelitian besar. Salahsatu cara yang dikembangkan untuk menilai konsumsi

makanan pasien adalah metodetaksiran visual skala Comstock. Metode ini lebih

menguntungkan karena mudah dilakukan,tidak mahal dan tidak membutuhkan

banyak waktu (Kirks, 1985 dalam Nida, 2011).

Metode taksiran visual dengan menggunakan skala pengukuran dikembangkanoleh

Comstock dengan menggunakan skor skala 6 poin dengan kriteria sebagai berikut :

- 0 :Jika tidak ada porsi makanan yang tersisa (100% dikonsumsi)

- 1:Jika tersisa ¼ porsi ( hanya 75% yang dikonsumsi)

- 2 :Jika tersisa ½ porsi ( hanya 50% yang dikonsumsi)

- 3 :Jika tersisa ¾ porsi (hanya 25% yang dikonsumsi)

- 4 :Jika tersisa hampir mendekati utuh (hanya dikonsumsi sedikit atau

5%)

- 5 : Jika makanan tidak dikonsumsi sama sekali (utuh)


Skala Comstock tersebut pada mulanya digunakan para ahli biotetik

untukmengukur sisa makanan. Untuk memperkirakan berat sisa makanan yang

sesungguhnya,hasil pengukuran dengan skala comstock tersebut kemudian dikonversi

kedalam persendan dikalikan dengan berat awal. Hasil dari penelitian tersebut juga

menunjukkan adanyakorelasi yang kuat antara taksiran visual dengan persentasi sisa

makanan(Comstock,1981). Metode taksiran visual mempunyai kelebihan dan

kekurangan. Kelebihan darimetode taksiran visual antara lain waktu yang diperlukan

relatif cepat dan singkat, tidakmemerlukan alat yang banyak dan rumit, menghemat

biaya dan dapat mengetahui sisamakanan menurut jenisnya. Sedangkan kekurangan

dari metode taksiran visual antara laindiperlukan penaksir (estimator) yang terlatih,

teliti, terampil, memerlukan kemampuanmenaksir dan pengamatan yang tinggi dan

sering terjadi kelebihan dalam menaksir (overestimate) atau kekurangan dalam

menaksir (under estimate) (Comstock, 1981).


BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Keberhasilan suatu pelayanan gizi antara lain dikaitkan dengan daya terima pasien
terhadap makanan yang disajikan dengan melihat sisa makanan yang ada, sehingga
pencatatan sisa makanan merupakan salah satu cara penentuan dari evaluasi yang
sederhana dan dapat dipakai sebagai indikator keberhasilan pelayanan gizi. Sisa
makanan adalah bahan makanan atau makanan yang tidak habis dikonsumsi. Istilah
sisa makanan dibagi dalam dua pengertian yaitu waste adalah bahan makanan yang
hilang karena tidak dapat diolah atau tercecer, dan plate waste adalah makanan yang
terbuang karena setelah disajikan tidak habis dikonsumsi . Sisa makanan adalah
jumlah makanan yang tidak dimakan oleh pasien dari yang disajikan oleh rumah sakit
menurut jenis makanannya.
2. Saran
Perlu adanya peningkatan mutu pelayanan makanan khususnya mampu
memberikan perhatian yang tinggi terhadap pasien yang berobat dan menjalani
perawatan. Rumah sakit mampu memberikan penerimaan kritikan dan saran dari
pasien terhadap kualitas makanan dan menu yang disajikan untuk pasien di rumah
sakit. Selain itu bagi instalasi gizi terutama di dapur mampu mengontrol asupan kadar
bumbu yang diberikan untuk pemasakan makanan, sehingga pasien akan puas
terhadap menu makanan rumah sakit.
rumah sakit mampu memberikan penerimaan kritikan dan saran dari pasien terhadap

kualitas makanan dan menu yang disajikan untuk pasien di rumah sakit. Selain itu

bagi instalasi gizi terutama di dapur mampu mengontrol asupan kadar bumbu yang

diberikan untuk pemasakan makanan, sehingga pasien akan puas terhadap menu

makanan rumah sakit


DAFTAR PUSTAKA

http://misbahulilmi.blogspot.co.id/2016/01/faktor-faktor-yang-berhubungan

dengan.html

https://prezi.com/9-_db2zoirbj/gambaran-sisa-makanan-lauk-nabati-pada-pasien-di-

bangsal-ana/

Persepsi pasien Terhadap makanan di Rumah Sakit. Gizi Indonesia, 1992

Konsep “Better Hospital Food”, 2013

Pengaruh Makanan dan Diit Untuk Penyembuhan Penyakit, 1999

Anda mungkin juga menyukai