Seperti pada pembahasan barisan bilangan real, ketika dihadapkan dengan sebuah barisan,
akan dibahas perilaku ( f n ) ketika n → ∞. Dalam kata lain, kita ingin mempelajari kekonvergenan
barisan ( f n ) pada A.
Perhatikan bahwa untuk setiap x ∈ A , f n ( x ) membentuk suatu barisan bilangan real, maka
kekonvergenan barisan fungsi ( f n ) dapat didefinisikan melalui kekonvergenan barisan bilangan
f n ( x ) → f ( x ) ketika n→ ∞ .
Dalam hal ini, barisan ( f n ) disebut konvergen titik demi titik ke f, dan dituliskan
f n→ f .
f n ( x )=x , x ∈ [ 0 ,1 ]
n
Untuk mendapatkan gambaran tentang apa yang terjadi, gambarlah grafik beberapa buah fungsi
f n dan juga grafik fungsi f, pada sebuah sistem koordinat yang sama.
Dalam Contoh 1 kita melihat bahwa f n kontinu pada [0,1] untuk tiap n ∈ N, namun f tidak
kontinu pada [0,1]. Jadi, kekonvergenan titik demi titik secara umum tidak mempertahankan sifat
kekontinuan fungsi. Padahal, dalam aplikasinya, ini merupakan salah satu isu penting. Oleh
karena itu, dalam pembahasan berikutnya, kita akan mempelajari jenis kekonvergenan barisan
fungsi yang lebih kuat, yang mempertahankan antara lain sifat kekontinuan fungsi
2. Untuk masing-masing barisan fungsi di bawah ini, tentukan sebuah fungsi f yang
merupakan limitnya (titik demi titik).
n
(b) f n ( x) :=nx ( 1−x 2) , x ∈[0 , 1].
3. Deret fungsi didefinisikan sebagai limit titik demi titik dari barisan jumlah parsial
, bila barisan jumlah parsial ini konvergen. Jika barisan jumlah parsial tersebut
konvergen titik demi titik ke fungsi s pada A, maka s disebut sebagai jumlah deret pada A.
Dalam hal ini, kita tuliskan
fn → f (seragam), n → ∞.
Jelas bahwa kekonvergenan seragam akan mengakibatkan kekonvergenan titik demi titik.
(Dalam perkataan lain, kekonvergenan titik demi titik merupakan syarat perlu untuk
kekonvergenan seragam.)
Perhatikan bahwa ketaksamaan setara dengan
Bila ini berlaku untuk setiap n ≥ N dan x ∈ A, maka grafik fungsi fn pada A berada di antara ‘pita’
[ ] yang mempunyai lebar 2 dan median grafik fungsi f, sebagaimana diilustrasikan
dalam Gambar 16.1.
Gambar 16.1 Pita dengan lebar 2 dan median grafik fungsi f.
Contoh 2. Barisan fungsi ( f n ) dengan fn(x) := xn, x ∈ [0,1], tidak konvergen seragam ke f pada
[0,1], dengan
{
f ( x )= 0 , 0 ≤ x<1
1 , x=1
( 1
4
1
)
Di sini, pita f − , f + tidak akan memuat grafik fn untuk n berapa pun.
4
Lemma berikut (yang merupakan negasi dari definisi kekonvergenan seragam) dapat
dipakai untuk menyelediki ketidakkonvergenan seragam suatu barisan fungsi.
Lemma 3. Barisan fungsi ( f n ) tidak konvergen seragam ke fungsi f pada A jika dan hanya jika
sehingga
.
()
1
1 1 k
ϵ
Contoh 2 dapat dibuktikan dengan mengambil 0 = ,n =k , dan x k = , sehingga
4 k 2
.
Ketidakkonvergenan seragam barisan dalam Contoh 2 juga dapat dijelaskan dengan teorema di
bawah ini (yang mengatakan bahwa kekonvergenan seragam mempertahankan sifat
kekontinuan).
Teorema 4. Misalkan ( f n )konvergen seragam ke f pada suatu interval I ⊆ R. Jika f n kontinu di c
∈ I untuk tiap n ∈ N, maka f juga kontinu di c.
Bukti. Ambil sembarang ϵ >0 , pilih N ∈ N sedemikian sehingga untuk setiap n ≥ N dan x ∈ I
berlaku
.
Karena fN kontinu di c, maka suatu interval Iδ(c) ⊆ I yang memuat c sedemikian sehingga untuk
setiap x ∈ Iδ(x) berlaku
‖f ‖A ={|
f ( x )|: x∈ A }
.
Lemma 5. Misalkan fn terbatas pada A untuk tiap n ∈ N. Maka, barisan (f_n ) konvergen
seragam ke f pada A jika dan hanya jika ‖f n−f ‖A → 0 ketika n → ∞ .
‖f n−f ‖[ 0 ,1 ] =1.
untuk tiap n ∈ N.
Dengan menggunakan norma seragam, kita peroleh pula kriteria berikut untuk
kekonvergenan seragam suatu barisan fungsi.
Bukti. Misalkan (f_n ) konvergen seragam ke f pada A. Diberikan > 0 sembarang, pilih N ∈ N
sedemikian sehingga untuk setiap n ≥ N berlaku .
Akibatnya, jika m,n ≥ N, maka
Sebaliknya, misalkan untuk setiap > 0 terdapat N ∈ N sedemikian sehingga untuk m,n ≥ N
kita mempunyai . Maka, untuk setiap x ∈ A, berlaku
untuk m,n ≥ N. Ini berarti bahwa hfn(x)i merupakan barisan Cauchy di R, dan karenanya ia
merupakan barisan yang konvergen, katakanlah ke f(x). Selanjutnya, untuk setiap x ∈ A, kita
mempunyai
2. Misalkan ( f n ) dan ( gn ) adalah barisan fungsi terbatas pada A, yang konvergen seragam ke f
dan g pada A (berturut-turut). Tunjukkan bahwa hfngni konvergen seragam ke fg pada A.
3. Misalkan ( f n ) adalah barisan fungsi pada A dan |fn(x)| ≤ Mn untuk tiap x ∈ A dan n ∈ N.
∞ ∞
Buktikan jika ∑ M k konvergen, maka deret fungsi ∑ f k konvergen seragam pada A.
k =1 k =1
Bab 2. Deret Bilangan Kompleks
Pendahuluan
Analisis komples adalah salah satu mata kuliah di program studi pendidikan matematika. Dalam
mata kuliah ini dipelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan bilangan kompleks baik itu
operasi-operasi yang berlaku, fungsi bilangan kompleks, dan lain-lain. Diantaranya juga
dipelajari tentang deret bilangan kompleks. Untuk lebih memahami deret bilangan kompleks
beserta teorema dan aturan yang berlaku dalam deret bilangan kompleks itu sendiri maka dosen
member tugas pembuatan makalah mengenai deret bilangan kompleks. Oleh sebab itu penulis
membuat makalah ini untuk lebih memahami mengenai deret bilangan kompleks sekaligus
menyelesaikan tugas dari dosen.
lim S n
z 1 + z 2 +z 3 + .. .+ z n +. .. . Jadi dalam symbol dituliskan n→∞
zn ∑
=n=1
Definisi:
∞
∑ zn lim S n=S
- Deretn=1 konvergen ke S jika dan hanya jika n→∞
∞
∑ zn lim S n
- Deretn=1 divergen ke S jika dan hanya jika n→∞ tidak ada.
Contoh :
∞
Dari barisan
( )
5i
n
5i 5i 5i
, , ,...
2 = 2 4 8 dibentuk deret
∑ 2n
n=1
5i
. Tentukanlah apakah deret tersebut
konvergen atau divergen!
Penyelesaian :
∞
lim S n
n→∞
∑
=n=1
5i ∞
n
1 1 1
( 1
∑ 5 i 2 1 + 22 + 23 +.. . 2 n +.. .
2 = n=1 )
1
a=
Bagian ruas kanan yang didalam kurung merupakan deret geometri dengan suku pertama 2
1 a
r=
dan 2 dan jumlah tak hingganya adalah 1−r =1.
∞
5i
lim S n ∑ 2n
Maka diperoleh limit n→∞ = 5 i . Jadi deret n=1 konvergen ke 5 i .
2.1.2. Uji Kekonvergenan Pada Deret Bilangan Kompleks
2.1.2.1. Teorema Kekonvergenan
Teorema
∞
Diberikan deret bilangan kompleks ∑ z n dengan z n=x n +iy n ; x n , y n ∈ R
n =1
∞ ∞ ∞
∞
a. j ika ∑ z n konvergen, maka nlim z n=0 .
→∞
n=1
Bukti (a):
∞ ∞
(⇒) Misalkan deret ∑ z n konvergen ke a+ ib, sehingga ∑ z n =a+ib .
n =1 n =1
∞ ∞
Akan ditunjukan bahwa deret ∑ x n konvergen ke a dan deret ∑ y n konvergen ke b .
n =1 n =1
∑ z n =lim
n→ ∞
S n=lim ¿ ¿ ¿Akibatnya diperoleh,
n→∞
n =1
n n
lim ∑ x k =a dan lim ∑ y k =b
n → ∞ k=1 n → ∞ k=1
n n n n
Karena ∑ x k dan ∑ y k berturut-turut merupakan jumlah bagian dari ∑ x n dan ∑ y n, maka
k =1 k =1 n =1 n =1
n n
∑ x n dan ∑ y n konvergen.
n =1 n =1
n n
( ⇐ ) Misalkan ∑ x n konvergen ke a dan ∑ y n konvergen ke b .
n =1 n =1
n
Akan ditunjukan ∑ z n konvergen ke a+ ib.
n =1
n n
Karena Sn=∑ x k + ∑ y k ,
k=1 k=1
∞
Menurut teorema diperoleh nlim S n=a+ib. Karena lim S =¿ ∑ z ¿,
→∞ n n
n→∞ n =1
∞
diperoleh ∑ z n =a+ib .
n =1
∞
Jadi terbukti bahwa ∑ z n konvergen.
n =1
Bukti (b):
∞
Diketahui ∑ zn konvergen, berarti terdapat bilangan kompleks z sehingga berlaku
n =1
∑ z n =lim
n→ ∞
S n=z
n =1
ε
Jadi untuk setiap bilangan ε > 0terdapat bilangan asli n 0 sehingga jika n> n0 berlaku |S n−1 −z|<
2
ε
dan |S n−z|<
2
Teorema
| |
Z n +1
∞
Diberikan deret dengan suku-suku tak negatif ∑ Z n dan lim =L.
n =1 n→∞ Zn
∞
a. Jika L < 1, maka ∑ Z nkonvergen
n =1
∞
b. Jika L > 1, maka ∑ Z ndivergen
n =1
Bukti:
Karena lim
n→∞ | |
Z n +1
Zn
=L, terdapat bilangan asli n 0 Sehingga jikan> n0 berlaku
Z n+1
Zn
−L < ε
| | |
Diperoleh jika n> n0 berlaku
| | Z n +1
Zn
< ε + L=r −L+ L=r atau ¿ Z n+1|¿ r|Z n∨¿ ………………… (*)
|Z n +1|¿ r|Z n |
0 0
2
¿ Z n +2∨¿ r ∨Z n ∨¿
0 0
¿ Z n +3|¿ r |Z n ∨¿
0
3
0
|Z n0+k
|¿ r k| Z n | , k ∈ N …………………… (**)
0
∞
Deret ∑ r k ∨Z 0∨¿ ¿ adalah deret konvergen, karena merupakan deret geometri dengan ratio r <
k =1
1.
∞
Dari (**) dan menggunakan uji banding, diperoleh bahwa deret ∑ ¿ Z n + k ∨¿ ¿ konvergen. 0
k =1
∞ ∞
Deret ∑ ¿ Z n + k ∨¿ ¿ berbeda dari deret ∑ ¿ Z n∨¿ ¿ dalam n 0 suku pertama.
0
k =1 k =1
∞
Jadi deret ∑ ¿ Z n∨¿ ¿ konvergen sehingga deret yang diberikan konvergen mutlak.
k =1
Hal ini berarti untuk setiap bilangan ε > 0 terdapat bilangan n 0 ∈ N sehingga jika n> n0 berlaku
lim
n→∞ | |
Z n +1
Zn
< ε.
Z n +1
Perhatikan bahwa 1<¿ ∨¿ ε jika dan hanya jika |Z n|<|Z n+1|< ε
Zn
Diambil n=n0 , n 0+1 ,n 0+2 , … . , sehingga diperoleh
|Z n |<|Z n +1|
0 0
……………………………
Akibatnya nlim
→∞
Z n ≠ 0.
∞
Karena nlim
→∞
Z n ≠ 0, diperoleh deret ∑ Z divergen.
n
n =1
∞ ∞
1
(c) Misalkan deret ∑ Z n=∑ ,
n =1 n=1 np
| | |
Z n +1
|
p
1 n
Diperoleh lim =lim p
.
n→∞ Zn n →∞ ( n+ 1 ) 1
| |
p
n
¿ lim
n→∞ ( n+1 ) p
|( ) |
p
n
¿ lim =1
n → ∞ n+ 1
∞
1
Deret ∑ konvergen untuk p > 1 dan divergen untuk p ≤1 .
n =1 np
∞
Jadi deret ∑ Z n dapat konvergen dan dapat juga divergen, sedangkan yang divergen memenuhi
n =1
lim
n→∞ | |
Z n +1
Zn
=1.
Contoh :
∞ n
(2+ 2i)
Tunjukkan bahwa deret ∑ konvergen dengan menggunakan uji ratio.
n =1 n!
Penyelesaian:
n n +1
(2+2 i) (2+2 i)
Misalkan Z n= , maka Z n+1=
n! (n+1)!
Diperoleh,
Jadi menurut uji ratio, diperoleh bahwa deret tersebut konvergen mutlak.
{
n =1
∞
L<1 , ∑ z n konvergen mutlak
n=1
∞
L>1 , ∑ z n divergen
n=1
L=1 , uji gagal
lim n
√ | z n |=L
n←∞
Contoh :
∞
n+1
∑ 2n . n
Tunjukkan bahwa deret n=1 konvergen dengan menggunakan uji akar .
Penyelesaian :
Berikut akan dipaparkan menggunakan uji akar. Kesimpulan dari uji akar ini sama dengan uji
rasio.
( )
1
ρ=lim n
√
n+1 lim 1 n+1
n
n→∞ 2 . n = n→∞ 2 n
n
n+1 n+1 1
Perhatikan bentuk n di atas, jika n→ ∞ maka n = 1. Perhatikan juga bentuk n . Jika
1
n→ ∞ maka n = , sehingga limit diatas memiliki bentuk :
( )
1
1 n+1 1 0 1
lim n
x1
n→∞ 2 n =2 =2
∞
n+1
∑ 2n . n
Karena nilai limitnya < 1, maka deret n=1 konvergen.
Penyelesaian :
Coba lakukan pengujian dengan uji rasio, maka akan diperoleh hasil perhitungan L=1 , dengan
demikian kita tidak dapat menentukan apakah deret tersebut konvergen atau divergen dengan uji
rasio. Inilah saatnya menggunakan uji integral.
Lihat penjelasan teori diatas mengenai uji integral. Kita ubah notasi n menjadi peubah kontinu x,
1
f ( x )=
sehingga diperoleh x 2 . Kita lakukan pengintegralan terhadap fungsi kontinu ini
∞
∫ 12 dx=− 1x |∞1 =−( ∞1 − 11 )=−( 0−1 )=1
1 x
∞
1
∑ n2
Integral fungsi ini bersifat konvergen (ada hasilnya) dengan demikian deret n=1 konvergen
lim z n =0 z n+1≤z n
Andaikan : n→∞ ,
Untuk setiap n yang lebih besar dari suatu bilangan bulat M tertentu, maka deret yang diketahui
tersebut konvergen.
Contoh:
∞ n
∑ n2i+i
Tunjukanlah bahwa deret n=1 merupakan deret konvergen dengan melakukan uji deret
berganti tanda.
Penyelesaian :
i n+1 n2 +i i ( n2 +i ) in 2 −1
L=lim 2
x =lim = lim =i
n →∞ ( n+1 ) +i i n n →∞ ( n+1 )2 +i n→∞ n2 +2 n+1+i
Kita uji dengan pembanding sekali lagi, syaratnya harus hati-hati dalam memilih deret
∞ n
∑ ni 2
pembanding. Untuk kasus ini kita pilih n=1 sebagai deret pembanding. Namun bagaimana kita
menguji deret ini ? coba kita uraikan deret ini
∞
i n i −1 −l 1
∑ 2 = 1 + 4 + 9 +16 +. . .
n=1 n
Tempat pada bagian pembilang berubah tanda dari i ,−1,−i ,1 . Dengan demikian uji deret berganti
tanda merupakan uji yang paling tepat untuk deret ini. Lihat lagi teorema untuk deret berganti
∞
in
∑ 2 n
tanda. Pada deret n=1 n yang membuat berganti tanda adalah i , dengan demikian pemeriksaan
∞ n
1 1
1
lim
1
=0 2
≤ 2
→∑ i2
dan ( n+1 ) n
2 2
dilakukan terhadap bagian n . Ternyata n→∞ n n=1 n konvergen.
∞ ∞ n ∞ n
∞
in in i i
∑ n2 2 ∑ 2 ∑ 2 ∑
Karena n=1 konvergen, sementara n=1 n +i ¿ n=1 n , maka deret n=1 n +i juga konvergen.
2.1.2.6. Uji Banding
Teorema
∞ ∞
a. Jika ∑ |w n| konvergen, maka ∑ | z n| konvergen (mutlak)
n =1 n =1
∞ ∞
b. Jika ∑ | z n| divergen, maka ∑ |w n| divergen.
n =1 n =1
Bukti:
∞
(a) Diketahui |z n|≤|w n| dan ∑ |w n| konvergen.
n =1
∞
Akan dibuktikan ∑ | z n| konvergen mutlak.
n =1
∞
Misalkan { Sn } adalah barisan jumlah bagian untuk deret ∑|z n| dan {T n } adalah barisan jumlah
n =1
∞ ∞
bagian untuk deret ∑ |w n|. Karena ∑ |w n| konvergen, berarti terdapat bilangan real M sehingga
n =1 n =1
|T n|≤ M . Karena |z n|≤|w n|, diperoleh Sn ≤T n ≤ M untuk setiap n ∈ N .Karena barisan { Sn } sebagai
∞
jumlah bagian dari deret ∑|z n|, sehingga berlaku |S n|≤ M untuk suatu bilangan real M .
n =1
∞
Akibatnya ∑ | z n| konvergen.
n =1
∞ ∞
(b) Diketahui |z n|≤|w n| dan ∑ | z n| divergen. Akan dibuktikan ∑ |w n| divergen. Andaikan deret
n =1 n =1
∞ ∞
∑|w n| konvergen. Karena |z n|≤|w n| sehingga dari (a) diperoleh barisan deret ∑|z n| konvergen.
n =1 n =1
Hal ini bertentangan dengan hipotesis yang diketahui jadi pengandaian di atas salah, haruslah
∞
deret ∑ |w n| divergen.
n =1
Contoh :
1 1 1 1 1
Ujilah kekonvergenan deret + + + + …+ 2 +… dengan menggunakan uji banding.
2 5 10 17 n +1
Penyelesaian:
1 1
Diketahui: Bentuk umum deret di atas adalah 2 , 2 =z n. Kita buat fungsi pembandingnya
n +1 n +1
∞
1 1 1
yaitu
n
2
=w n. Sehingga berdasarkan definisi adalah 2
<
n +1 n
2 . Kemudian deret ∑ n12 konvergen.
n =1
Bukti:
∑ n12 =lim 1
n→∞ n
2
n =1
1
f ( x )= 2
x
∞ ∞
( )
∫ x12 dx=∫ x−2 dx=− ∞1 − 11 =−( 0−1 )=1.
1 1
∞
Terbukti. Karena ∑ n12 konvergen, maka berdasarkan uji banding diperoleh bahwa deret
n =1
∞
1
∑ n ( n+1 )
2. n=1
∞
( 3+i )2n
∑
3. n=1 ( 2 n ) !
∑( )
∞ (n−1 )
i
4. n=1 2
∞ 2n
∑ in
5. n=1
A. Kunci Jawaban
∞
( 1+ 2i )n
∑ n!
n=1
1.
Kita lakukan uji rasio dari deret diatas
∞
(1+2 i )n ∞
( 1+2 i )n+1
z n =∑ z n+1= ∑
n=1 n ! dan n=1 ( n+1 ) !
∞
( 1+2 i )( 1+2 i )n n! ∞
( 1+2 i )
=∑ x =∑ =0
n=1 ( n+1 ) . n ! ( 1+2 i )n n=1 ( n+1 )
( 1+ 2i )n ∞
∑
Karena nilai L=0 , maka deret n=1 n! adalah deret konvergen
∞
1
∑ n ( n+1 )
n=1
2.
Kita lakukan uji banding dari deret diatas
∞
1
z n =∑
Diketahui n=1 n ( n+1 ) .
1 1
Dalam hal ini di dapat
|wn|= =
n . n n2
Kita cari nilai deret |wn|
∞ ∞
∞ ∞
1 1
Karena ∑ 2 konvergen, maka sesuai teorema uji banding ∑ juga konvergen. Sebab
n =1 n n =1 n ( n+1 )
|z n|≤|w n|
∞ 2n
(3+i)
3. ∑ (2 n ) !
n =1
2
(3+i)
¿ lim
n → ∞ ( 2 n+2 ) (2 n+1)!
9+6 i−1
¿ lim 2
=0
n→∞ 4 n +6 n+ 2
∑( )
∞ (n−1)
i
4.
n =1 2
Kita lakukan uji konvergen mutlak
() ()
(n−1) (n−1 )
i 1
z n=
2
|z n|= 2
()
∞ ∞ (n+1 )
1 1 1
Deret ∑ | z n|=∑ =1+ + + …
n =1 n=1 2 2 4
1
1−
2
Deret di atas merupakan deret ukur yang konvergen ke =1
1
2
()
∞ (n−1)
i
Jadi deret ∑ konvergen.
n =1 2
∞ 2n
5. ∑ in
n =1
∞ 2n ∞ n
(−1)
∑ in =∑ n =−1+ 12 − 13 + 14 + …
n =1 n=1
1
Menurut teorema deret bilangan real yang berayun dengan a n= monoton turun, maka deret
n
tersebut konvergen.
Jika ditinjau lebih lanjut deret
|| | |
∞ ∞
i2 n (−1)n ∞
1 1 1 1
∑ =∑
n n=1 n
=∑ =¿ 1+ + + +… ¿
n 2 3 4
n =1 n=1
Kekonvergenan deret pangkat pada suatu titik berhubungan dengan kekonvergenan deret
bilangan kompleks. Hal ini disajikan pada definisi berikut.
Definisi
∞
∑ an (z−c )n
Deret pangkat n=0 konvergen pada titik z0 jika dan hanya jika
∞
∑ an ( z 0 −c )n
n=0 merupakan deret bilangan kompleks yang konvergen
∞ ∞
∑ an (z0−c ) n
∑ an (z−c )n
Jika deret bilangan kompleks n=0 divergen, maka deret pangkat n=0
konvergen di suatu titik mengakibatkan konvergen mutlak di setiap bilangan kompleks dengan
syarat tertentu. Situasi ini disajikan pada teorema berikut.
Teorema
∞ ∞
∑ an z n
∑ an z n
Jika deret pangkat n=0 konvergen di z0 (n=0 konvergen) dengan z0 ≠ 0, maka
∞
∑ an z n
Deret pangkat n=0 konvergen mutlak disetiap nilai z dengan |z| < |z0|.
Bukti :
∞
ε>0 ∑ an z n lim an z n=0
0
Diberikan bilangan sebarang. Karena deret n=0 kovergen, maka n→∞ . Hal ini
n
berarti terdapat bilangan asli n0 sehingga jika n > n0 berlaku
|an z 0 |<ε .
z |z|
Untuk setiap bilangan kompleks z, berlaku
0≤|z|<|z 0| dan akibatnya adalah 0≤| z0|=|z 0|<1 . Oleh
karena itu, diperoleh
zn z n
|an z n|=|an z n . |=|a n z n|| |
0 zn 0 z0
0
lim an z n=0
0
|an z n|<M
Karena n→∞ , terdapat bilangan real M >0 sehingga berlaku 0 . Jadi diperoleh
∞ ∞
z n
∑ |a n z n|≤ ∑ z| M|
n=n0 +1 n=n +1 0
0
z ∞
z n ∞
z n
0≤| |<1
z0
∑ M|
z0
| ∑ M| |
z0
Karena dan n=n0 +1 suatu deret ukur, maka deret n=n0 +1 konvergen. Karena
∞ ∞ n ∞
∑ |a n z |≤ ∑ M| zz | ∑
∞
n
∑ n
|an z | an zn
n=n0 +1 n=n +1
0
0
konvergen, maka n=n0 +1 konvergen. Akibatnya deret n=n0 +1 konvergen.
∞
∑ an z n
Jadi terbukti bahwa deret n=0 konvergen.
Teorema
∞ ∞
∑ an z n z1 ∑ an zn z∈C
Jika deret n=0 divergen di , maka deret n=0 divergen untuk setiap dengan
|z|>|z 1| .
Bukti:
∞ z
∑ an z1n lim ak z | |>1
Karena deret n=0 divergen, maka n→∞ 1k
tidak ada. Karena |z| > |z |, diperoleh z 1 .
1
Akibatnya
()
∞ ∞
z n ∞ z n
∑ |an zn|= ∑ |an z n . 1
|= ∑ |an z n|| |
z1 n=0 1 z 1
n=0 n=0
∞ n ∞
z
∑ | zz1| | 1| ∑ |an zn|
Deret n=0 merupakan deret ukur yang divergen, sebab z >1. Jadi deret n=0 divergen.
∞
∑ an z n
Akibatnya deret n=0 divergen.
∞
∑ an (z−c )n ρ , 0 ≤ ρ≤ ∞
Setiap deret pangkat n=0 terdapat bilangan tunggal yang dinamakan
jari-jari kekonvergenan deret yang memenuhi sifat-sifat sebagai berikut:
∞
ρ=0
∑ an (z−c )n
n=0
(1) Jika , maka deret konvergen di z = c dan divergen di z ≠ c.
∞
0< ρ<∞
∑ an (z−c )n
n=0
(2) Jika , maka deret konvergen mutlak untuk setiap z dengan |z – c|
< ρ dan divergen untuk setiap z dengan |z – c| > ρ .
∞
ρ=∞
∑ an (z−c )n
n=0
(3) Jika , maka deret konvergen mutlak untuk setiap z.
∞
ρ ∑ an (z−c )n
Bilangan dinamakan jari-jari kekonvergenan deret pangkat n=0 , sedangkan {z c: |z –
c| < ρ } dinamakan daerah kekonvergenan dan |z – c| = ρ disebut lingkaran kekonvergen.
∞
∑ an (z−c )n ρ
Kekonvergenan n=0 untuk z dengan |z – c| = silahkan periksa sendiri. Daerah
kekonvergenan
∞
∑ an (z−c )n
deret pangkat n=0 digambarkan seperti berikut ini.
Masalah penentuan daerah kekonvergenan deret pangkat kompleks diperoleh dengan mencari
∞
∑ an (z−c )n
jari-jari kekonvergenan deret pangkat n=0 , yaitu:
(a) ρ=lim
n →∞ | |
an
an+1
1
ρ=lim
(b) n →∞
1
|an|n
Penyelesaian:
1 1
Misalkan a n= maka a n+1= dan
n n+1
||
1
| |
a
ρ=lim n =lim
n →∞ an+1 n→∞
n
1
n+1
= lim
n→ ∞
n+ 1
n | |
=1.
∞ n ∞ n
∑ zn ∑ zn
Sehingga n=0 konvergen pada |z| > 1. Jika z = 1, maka deret n=0 merupakan deret harmonik,
∞ n
∑ zn
sehingga n=0 divergen.
Penyelesaian :
1
a n=
(n+1)3 . 4 n+1
Misalkan dan jari-jari kekonvergenannya adalah
an (n+2 )3 . 4n+1
ρ=lim | | =lim | |
n→∞ an+1 n→∞ (n+1 )3 . 4 n
4(n+ 2)3
=lim 3
n→∞ (n+1 )
=4
( z +2 )n
∞
∑ 3 n
Jadi n=0 (n+1) . 4 konvergen pada |z + 2| < 4 dan divergen pada |z + 2| > 4. Dilain pihak
∞
( z +2 )n
∑ 3 n
n=0 (n+ 1) . 4 juga konvergen pada lingkaran |z + 2| = 4, karena
| |
∞
( z +2 )n ∞
1
∑ =∑
( n+ 1 ) 4 n=0 ( n+1 )3
3 n
<∞ .
n=0
n=0
∞
( Z+ πi )n
c .∑
n =0 2n
2. Tentukan daerah kekonvergenan deret berikut :
∞ n
z
a.∑ n
n=0 3 +1
∞
( z−i )2 n
b.∑
n=0 n2
Kunci Jawaban
Jawaban latihan soal
1. Menentukan jari-jari :
∞ ∞
zn 1
a.∑ n ∑ n
= × zn
n=0 2 n=0 2
1 1
Perhatikan bahwa, a n= n
, an +1= n+1
2 2
||
1
| |
an
| | | |
n n +1 n
2 2 2 ×2
ρ=lim = lim =lim n =lim n
=2
n →∞ an+1 n→∞ 1 n →∞ 2 n →∞ 2
n+1
2
∞
b . ∑ e n ( z+2 )
n
n=0
| | | | | |
an n n
e e
ρ=lim = lim n+1 =lim n =e
n →∞ an+1 n → ∞ e n→∞ e × e
∞
( Z+ πi )n ∞ 1
c .∑ n
=∑ n × ( Z + πi )n
n =0 2 n=0 2
1 1
Perhatikan bahwa a n= n
, an +1= n+1
2 2
||
1
| |
an
| | | |
n n +1 n
2 2 2 ×2
ρ=lim = lim =lim n =lim n
=2
n →∞ an+1 n→∞ 1 n →∞ 2 n →∞ 2
n+1
2
1 1
Perhatikan bahwa a n= n
, an +1= n+1
3 +1 3 +1
| |
1
| |
an
| | | | ||
n n+1 n
3 +1 3 +1 3 × 3+1 4
ρ=lim = lim =lim n =lim n
=lim =4
n →∞ an+1 n→∞ 1 n →∞ 3 +1 n→∞ 3 +1 n→∞ 1
n+1
3 +1
Jadi
∞ n
∑ 3nz+1
n=0
∞
( z−i )2 n ∞ 1
b.∑ 2
=∑ 2 × ( z−i )2 n
n=0 n n =0 n
1 1
Perhatikan bahwa a n= 2
, an +1= .
n ( n+1 )2
| |
1
| | | | | |
2
an n
2
( n+1 ) 2
n +2 n+1
ρ=lim = lim =lim 2
= lim 2
=1
n →∞ an+1 n→∞ 1 n→∞ n n→∞ n
2
( n+1 )
Jadi,
∞
( z−i )2 n
∑ n2
n=0
konvergen pada|z−i|<1 dan divergen pada |z−i|>1
2.3. Pertemuan 5: Deret Taylor Dan Maclaurin
menarik untuk diteliti. Salah satunya adalah menyatakan fungsi yang sama kedalam turunan-
f ( n) (0 )=n(n−1)(n−2).. . 3 .2 .1 . an .. (n)
f ( n )(0 )
a n=
Dari persamaan terakhir ini diperoleh kenyataan bahwa n! berlaku pada persamaan
sebelumya: ke-(1),(2),…(n-1).
f 1( 0 ) f 11 (0 ) 2 f ( 3) ( 0) 3 f ( n)( 0 ) n
f ( x )=f ( 0 )+ x+ x + x +.. .+ x
1! 2! 3! n! ……(**)
Gagasan ini berkembang tidak hanya merubah polinomial kedalam suku-suku yang
mengandung turunan-turunannya, tapi boleh jadi sembarang fungsi dapat diperlakukan sama.
Temuan ini sudah barang tentu dengan anggapan bahwa f ( x ) kontinu dalam interval [a,b] dan
( n)
dapat di differensialkan sampai tingkat ke n dalam (a,b) pada x = 0 atau f ( 0 )=ada , tepatnya
f 1( 0 ) f 11 ( 0 ) 2 f ( 3) ( 0) 3 f ( n)( 0 ) n
f ( x )=f ( 0 )+ x+ x + x +.. .+ x
1! 2! 3! n!
disebut deret Mac Laurin.
Sebenarnya deret Mac Laurin ini kejadian khusus dari deret yang dikembangkan Brook Taylor
(1685-1731) - salah seorang murid Newton.
tersebut tunggal. Setiap fungsi analitik dapat disajikan dalam deret pangkat. Apabila f ( z )
analitik di dalam lingkaran C maka f ( z ) dapat disajikan dalam deret Taylor atau deret
MacLaurin bergantung pada pusat deretnya.
Definisi
f (n) (z o )
∞
Deret Taylor adalah Deret pangkat f ( z )=f ( z o ) + ∑ ( z−z o ) n yang analitik pada daerah
n=1 n!
D={z :|z −z o|<r }
Teorema Taylor
Jika fungsi f analitik pada daerah terbuka D={z :|z −z o|<r }, maka f(z) untuk setiap z ∈ D
dapat dinyatakan ke dalam deret pangkat
(n )
∞ ∞
f ( zo )
f ( z )=∑ an ( z−z o ) =f ( z o ) + ∑
n
( z−z o )n ,
n=0 n =1 n!
( n)
f (z o )
Dengan a n= .
n!
Bukti :
Diambil lintasan
❑
1 f (t)
C={t ∈ D :|t−z o|=r } ; z ∈∫ ( C ) , dan f ( z )= ∮ dt .
2 πi c t− z
Karena
1 1
=
t−z ( t−z o ) −(z−z o )
1
¿
(
( t−z o ) 1− t−z
o
o
z−z
)
[ ]
n
(z −z o)
2 n−1 n
1 z −z o (z− z o) (z−z o ) ( t−z o)
¿ 1+ + + …+ +
t−z o t−z o (t−z o ) 2
(t−z o )
n−1
z−z o
1−
t−z o
2 n−1 n
1 z−z o (z−z o) (z−z o ) ( z−z o)
¿ + 2
+ 3
+ …+ n
+ n
t−z o (t−z o ) (t−z o ) (t− z o) ( t−z o ) (t−z )
maka,
❑
1 f (t)
f ( z )= ∮
2 πi C t−z
dt
[ ]
❑ ❑ ❑ ❑ ❑
1 f (t ) f (t) f (t) f (t ) 1 f
¿
2 πi
∮ t−z dt +(z−z o )∮ (t−z )2 dt +(z −z o) ∮ (t−z )3 dt +…+(z−z o ) ∮ (z−z )n dt + 2 πi (z −z o) ∮ t−z
2 n−1 n
C o C o C o C o C ( o
Menurut Teorema Integral Cauchy, jika f analitik pada C ∪ ∫ (C) dan z o ∈∫ ( C), maka
❑ ❑
1 f (t) n! f (t)
f ( z o )= ∮
2 πi C t−z o
n
dt dan f ( z o )=
2 πi
∮ n−1
dt
C (t−z o )
| ( ) |
❑ n
1 z−z dt
|R n|= 2 πi ∮ f (t) t−z o t−z
C o
Karena f analitik pada C ∪ ∫ ( C ) , maka terdapat bilangan real M >0 sehingga berlaku |f ( z )|≤ M
untuk setiap z ∈ C ∪ ∫ C
|∮ |
❑
f ( t ) dt ≤ Ml ( C ) , dengan M =maks|f (z )|
C
( ) ( ) ( )
n n n
1 |z−z o| 1 |z−z o| 1 |z−z o|
0 ≤|Rn|≤ M . .2 πr=Mr . =k
2π r r −|z−z o| r r ( z−z o ) r
Mr
dengan k =
r−|z−z o|
( )
n
Karena
|z−z o| |z−z o|
<1, maka lim =0 .
r n→∞ r
Bukti (a) :
Fungsi f ( z )=e z adalah fungsi utuh, analitik pada C. Jadi jari-jari kekonvergenan deret
MacLaurinnya adalah ρ=∞. Karena f ( z )=e z analitik pada C, diperoleh f ( 0 )=1 dan f n ( z )=e z
untuk setiap n ∈ N . Jadi f n ( 0 )=1.
Bukti (b) :
f ( z )=sin z , f ( 0 )=0
'( z ) z−z 0 z−0
f = (cos z 0), f ' ( 0 ) = ( cos 0)
1 1
2
'' ( z−z 0 ) '' ( z −0 )2
f (z )= (−sin z 0 ), f (0)= (−sin 0)
2! 2!
3
( z− z0 ) ( z−0 )3
f ' ' ' (z )= (−cos z 0), f ' ' ' ( 0 ) = (−cos 0)
3! 3!
…………………………………
Sehingga
∞
(−1 )n 2 n+1 z3 z5
sin z=∑ z =z − + −… ,|z|<∞
n=0 ( 2 n+1 ) ! 3 ! 5!
Bukti (c) :
f ( z )=cos z , f ( 0 )=1
'( z ) z−z 0 z−0
f = (−sin z 0 ) , f ' ( 0 )= (−sin 0)
1 1
2
'' ( z−z 0 ) '' ( z−0 )2
f (z )= (−cos z 0), f (0)= (−cos 0)
2! 2!
3
' ' ' ( z) ( z−z 0 ) ( z −0 )3
f = (sin z 0), f ' ' ' ( 0 )= (sin 0)
3! 3!
…………………………………
Sehingga
∞
(−1 )n 2 n z2 z4
cos z=∑ z =1− + −… ,|z|<∞
n=0 ( 2 n ) ! 2! 4 !
Bukti (d) :
f ( z )=sinh z , f ( 0 )=0
'( z ) z−z 0 z−0
f = (cosh z 0 ), f ' ( 0 )= (cosh 0)
1 1
2
'' ( z−z 0 ) '' ( z−0 )2
f (z )= ( sinh z 0 ), f (0)= (sinh 0)
2! 2!
3
' ' ' ( z) ( z−z 0 ) ( z−0 )3
f = (cosh z 0), f ' ' ' ( 0 ) = (cosh 0)
3! 3!
…………………………………
Sehingga
∞
z 2 n+1 z3 z 5
sinh z=∑ =z + + + … ,| z|<∞
n=0 ( 2 n+1 ) ! 3! 5!
Bukti (e) :
f ( z )=cosh z , f ( 0 )=1
'( z ) z−z 0 z−0
f = (sinh z 0 ) , f ' ( 0 )= (sinh 0)
1 1
2
'' ( z−z 0 ) '' ( z−0 )2
f (z )= ( cosh z 0 ), f (0)= (cosh 0)
2! 2!
3
' ' ' ( z) ( z−z 0 ) ( z−0 )3
f = (sinh z 0), f ' ' ' ( 0 )= (sinh 0)
3! 3!
…………………………………
∞
z2 n z2 z4
Sehingga cosh z=∑ =1+ + +… ,|z|< ∞
n=0 ( 2 n) ! 2! 4!
Bukti (f) :
1
Misalkan f ( z )= . Titik singular dari fungsi f adalah z=1.
1−z
Jadi jari-jari kekonvergenan deret MacLaurin f adalah
ρ=¿ jarak dari 0 ke titik singular yang terdekat ¿ 1
1
f ( z )= , f ( 0 )=1
1−z
1
f ' ( z )= , f ' ( 0 )=1
( 1−z )2
'' 2 ''
f (z )= 3
, f (0)=2
(1−z )
6
f '' ' ( z)= , f ' ' ' ( 0 ) =6
( 1−z )4
…………………………………
n n! n
f ( z )= n +1
, f ( 0 ) =n !
( 1−z )
1
Dengan demikian deret MacLaurin dari f ( z )= adalah
1−z
∞ n
1 f ( 0) n
f ( z )= =f ( 0 ) + ∑ z ,|z|<1
1−z n=1 n !
∞ ∞
n!
¿ 1+ ∑ z n=1+ ∑ z n
n=1 n ! n=1
∞
¿ ∑ zn
n=0
1
Dengan demikian deret MacLaurin dari f ( z )= adalah
1−z
∞ n
1 f (0) n
f ( z )= =f ( 0 )+ ∑ z ,|z|< 1
1+ z n=1 n !
∞
n! n
¿−1+∑ z
n=1 n!
∞
¿−1+∑ z n
n=1
∞
¿ ∑ (−1)n z n
n=0
Contoh Soal
1
1. Tentukan deret Taylor dari f ( z )= disekitar ¿ i !
1+ z
Penyelesaian :
1 1
f ( z )= , f ( i )=
1+ z 1+i
' −1 ' −1
f ( z )= 2
, f (i ) =
( 1+ z ) ( 1+i )2
2
f left (z right ) = {2} over {{left (1+z right )} ^ {3}} , f ( i )=
( 1+ i )3
'' ' −6 −1
f ( z )= 4
, f ' ' ' ( i )=
( 1+ z ) (1+i )4
(−1 )n . n! n (−1 )n . n!
f n ( z )= , f ( i ) =
(1+ z )n+1 (1+i)n +1
1
Jadi deret Taylor dari f ( z )= disekitar z=i adalah
1+ z
1
∞
f ( n) ( i ) 1
∞
(−1 )n ∞
(−1)n
f ( z )= =f ( i ) + ∑ ( z−i )n= +∑ n +1
( z−i ) n
= ∑ (1+i)n+1 ( z−i )n
1+ z n=1 n ! 1+i n=1 ( 1+i ) n=0
1−z
2. Uraikan f ( z )= disekitar z=1.
1+2 z
Penyelesaian :
( )
1 1 1
=
1+ 2 z 2 1
+z
2
( )
1 1
¿
2 3
+ ( z −1 )
2
( ( ))
1 1
¿
3 z −1
1+
3
2
( )
∞ ∞
1 n z−1
n
(−1 )n 2n ( z−1 )n
¿ ∑
3 n=0
( −1 )
3
= ∑ 3n +1
n=0
2
Jadi diperoleh
∞ n n n+1
1−z (−1 ) 2 ( z−1 )
f ( z )= =−∑
1+2 z n=0 3n+1
∞
(−1 )n 2n ( z−1 )n +1
¿∑
n=0 3n +1
∞
3. Hitunglah ∑ (−1 ) n z .
n n
n=0
Penyelesaian :
∞ ∞
n=0 n=0
∞
d n
¿ z ∑ (−1 ) (z )
n
n =0 dz
∞
d
¿z ∑ (−1 )n ( z n )
dz n=0
¿z
d 1
dz 1+ z( )
¿z
(( ) )
−1
1+ z 2
−z
¿
( 1+ z )2
Kunci Jawaban
1 1
1. f ( z )= 2
, f ( i )= 2
z i
' −3 −2 ' −2
f ( z )=−2 z = 3
, f ( i )= 3
z i
6
f left (z right ) = {6z} ^ {-4} = {6} over {{z} ^ {4}} , f ( i )= 4
i
(−1 )n ( n+1 ) n !
∞
1 i n+1
¿ 2 +∑ ¿
i n=1 n!
∞ n
1 (−1 ) ( n+1 )
¿ 2 +∑ ¿
i n=1 i n+1
∞
(−1 )n ( n+1 )
¿∑ ¿
n=0 i n+ 1
∞
( z −i )n
¿ ∑ (−1 ) ( n+1 ) n +2 n
n=0 i
z
2. f ( z )=e , f ( 1 )=e
'( z ) z
f =e , f ' ( 1 ) =e
f left (z right ) = {e} ^ {z} , f ( 1 )=e
'' ' ( z) z
f =e , f ' ' ' ( 1 )=e
n z n
f ( z )=e , f ( 1 )=e
( n)
f ( zo ) ∞
f ( z )=f ( z o ) + ∑ ( z −z o )n
n=1 n!
∞ (n )
f ( 1)
¿ f ( 1 ) +∑
n
( z−1 )
n=1 n!
∞ ∞
e e
¿ e +∑ (z−1)n =∑ ( z−1)n
n=1 n! n=o n !
Bab 4. Deret Fourier
f(t+2p) = f(t)
0 2p 4p 6p t
Jadi 4p juga perioda fungsi f. Dengan cara serupa, akan diperoleh perioda-perioda fungsi f,
yaitu 4p, 6p, 8p,.... Secara umum dapat dikatakan bila 2p adalah perioda fungsi f, maka 2np
(n=1,2,3,...) juga merupakan perioda f.
Perioda terkecil suatu fungsi disebut Perioda Dasar (fundamental period). Tidak semua
fungsi periodik mempunyai perioda dasar (misalnya fungsi konstan y=k).
Contoh 1
1. f(t) = k , k konstan.
Setiap bilangan real positif 2p merupakan perioda fungsi f sebab f(t+2p) = k = f(t).
Mengingat tidak ada nilai 2p terkecil untuk f tersebut, maka fungsi f tidak mempunyai
perioda dasar.
2. g(t)=sin(t), dengan suatu bilangan real positif, maka perioda dasar fungsi g adalah
2/.
3. h(t)=tan(t), adalah suatu fungsi periodik dengan perioda dasar , meskipun tan ( π /2+ nπ )
=tidak terdefinisi untuk n=1,2,3,...
4. y(x)=sin(3x)+cos(2x) adalah fungsi periodik dengan perioda dasar 2, sebab :
sin(3x), perioda dasar T1=2/3
1.5
0.5
-1
-1.5
-2
( )
∞
nπx nπx
f ( x )= ∑ cos + sin
5. n=1 p p , p konstan. Perioda dasar f adalah T=KPK{2p , 2p/2 ,2p/3
,2p/4 ,}=2p.
Untuk selanjutnya, perioda dasar disebut perioda saja.
p p
∫ f ( x) sin nπx
p
dx dan ∫ f ( x) cos nπx
p
dx
-p -p ada, untuk n=0,1,2,...
( )
∞
nπx nπx
f ( x )= 12 a0 + ∑ a n cos + bn sin
n=1 p p
dengan
p
1
a n=
p
∫ f (x ) cos nπx
p
dx
-p , n=0,1,2,3,....
p
1
b n=
p
∫ f (x ) sin nπxp dx
-p , n=1,2,3,....
Contoh 2:
f(t)=¿ {0 , −π<t<0¿¿¿¿
Akan dicari deret fourier f.
Penyelesaian
Perioda f adalah 2p=-(-)=2, jadi p=
π 0 π
1 1 1
a n= ∫ f(t ) cos nt dt = ∫ 0⋅cos nt dt + ∫ sin t cos nt dt
π −π π −π π0
[ { }]
π
1 1 cos (1 - n ) t cos (1 + n ) t
- +
=
π 2 1 -n 1+ n 0
=
2π 1 - n[
-1 cos ( π - n π )
+
cos (π + n π )
1+ n
-
1
1-n
+
1
1+ n ( )]
1 + cos n π
2
= π (1 - n ) , n1
untuk n=1
π
1 sin 2t π
a 1= ∫ sin t cos t dt = | =0
π0 2π 0
π 0 0
1 1 1
b n= ∫ f(t ) sin nt dt = ∫ 0⋅sin nt dt + ∫ sin t sin nt dt
π −π π −π π −π
[{ }]
π
1 1 sin (1 - n ) t sin (1 + n ) t
- =0
=
π 2 1-n 1+ n 0 , n1
untuk n=1
π
b 1=
1
π
∫ sin2 t dt = 1π ( 2t - sin42t ) ]π0 = 12
0
¿ +
π 2
-
π 3 (
1 sin t 1 cos 2t cos 4t cos 6t cos 8t
+
15
+
35
+
63
+ .. . )
1 sin t y=f(t)
f ( t )= +
π 2
1 sin t cos 2t
f ( t )= + -
π 2 3π
Sifat 1
a. Jika f suatu fungsi ganjil, yaitu f(-x)=-f(x), x maka deret fourier fungsi f hanya memuat
suku-suku sinus saja (konstanta fourier an=0, n). Deret yang terjadi disebut Deret Sinus.
b. Jika f suatu fungsi genap, yaitu f(-x)=f(x), x maka deret fourier fungsi f hanya memuat
suku-suku cosinus saja (konstanta fourier bn=0, n). Deret yang terjadi disebut Deret
Cosinus.
Contoh 3
Penyelesaian
Karena f(-x)=-x=f(x), x berarti f fungsi ganjil, maka menurut sifat di atas konstanta
fourier an=0. Jadi hanya dicari bn saja
4 4
1 nπx 1 nπx
b n= ∫ f(t ) sin dx = ∫ x sin dx (int egral parsial )
4 -4 4 4 −4 4
¿
(
1 16
2 n2 π 2
sin
nπx 4 x
4
−
nπ
cos
nπx 4
4 0
=
)
( −1 ) n+1 8
nπ
, n=1 ,2 , 3 ,⋯
Diperoleh
8 ∞
(−1 )n+1 nπx
f ( x )=
π
∑ n sin 4
n=1
2
1 nπt 16 16
a n= ∫ ( 4-t 2 ) cos dt =− 2 2 cos (nπ )=(−1 )n+1 2 2 , n≠0
2 -2 2 n π n π untuk n=0
2
1 16
a 0= ∫ ( 4-t 2 ) dt =
2 -2 3
Diperoleh
8 16
3 π (
πt 1
f ( t )= + 2 cos − 2 cos
2 2
2 πt 1
2 3
+ 2 cos
3 πt 1
2
− 2 cos
4
4 πt
2
+⋯
)
Hasil lain yang diperoleh dari ekspansi fourier f tersebut adalah jika diambil t=0, maka :
4=
8 16
(
1 1 1
f ( 0)= + 2 1− 2 + 2 − 2 +⋯
3 π 2 3 4 )
π2 1 1 1
=1− 2 + 2 − 2 +⋯
12 2 3 4
Berikut adalah teorema yang menyatakan syarat cukup kekonvergenan deret fourier suatu fungsi.
Teorema 1
2.
1
2
( f ( x + )+f ( x− )) , bila f diskontinu di x.
Keterangan
Contoh 4
π ∞ 1−(−1)n
+∑
4 n=1 2
n π ( 1
cos nt + sin nt
n )
konvergen ke f(t) untuk setiap t(-,)\{0} dan konvergen ke
1
2
( f ( x + )+f ( x− )) = 12 ( π +0 )= 12 π
di titik x=0, meskipun f(0) = ½ .
Hingga di sini fungsi yang diperderetkan ke deret fourier adalah fungsi-fungsi yang
terdefinisi pada suatu interval bentuk (-p,p). Kenyataannya, ada fungsi-fungsi yang terdefinisi
pada interval bentuk (0,p). Untuk memperoleh ekspansi fourier fungsi semacam ini dapat
dilakukan dengan mendefinisikan fungsi f pada interval (-p,0), sehingga f terdefinisi pada (-p,p).
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk tujuan ini :
1. Didefinisikan fungsi f pada interval (-p,0) dengan aturan f(-t)=f(t), jadi diperoleh suatu
fungsi genap pada interval (-p,p). Dengan demikian f dapat diperderetkan ke Deret Cosinus
2. Didefinisikan fungsi f pada interval (-p,0) dengan aturan f(-t)=-f(t), jadi diperoleh suatu
fungsi ganjil pada interval (-p,p). Dengan demikian f dapat diperderetkan ke Deret Sinus.
3. Didefinisikan fungsi f pada interval (-p,0) dengan aturan f(t)=f(t+p). Dengan demikian f
dapat diperderetkan ke deret fourier pada interval (-p,p).
Deret cosinus atau deret sinus yang diperoleh dengan cara di atas dikenal sebagai half-range
expansions.
Contoh 5
diperoleh deret
-2 2
4 16 ∞ (−1 )n nπt
f ( t )= + 2 ∑ 2
cos
3 π n=1 n 2
(b). Diambil
f(t)=¿ {−t 2 , −2<t≤0 ¿ ¿¿¿ yaitu f fungsi ganjil,
-2 2
diperoleh deret :
f ( t )= ∑
π n=1(
8 ∞ (−1 )n+1
n
2
+ 3 2 ( (−1)n −1 ) sin
n π
nπt
2 )
(c). Diambil
f(t)=¿ {( t+2) , −2<t≤0 ¿ ¿¿¿ ,
2
-2 2
diperoleh deret
)
4 4 ∞ 1
f t= + ∑
(
3 π n=1 nπ 2
cos nπt−
1
n (
sin nπt )
2.3. Identitas Parseval
Teorema 2:
Bila fungsi f dapat diekspansikan ke dalam deret fourier yang konvergen seragam
(uniformly convergence) ke f(t) pada interval (-p,p), maka :
p ∞
1
p ∫ ( f (t ))2 dt= 12 a 20+ ∑ ( a2n +b2n )
−p n=1
Bukti:
( )
∞
nπt nπt
f (t )=2 a0 + ∑ an cos
1
+ bn sin
n=1 p p
( )
∞
nπt nπt
a0 f (t )+ ∑ an f (t )cos
2 1
( f (t )) =2 + b n f ( x )sin
n=1 p p
( )
p p ∞ p p
nπt nπt
∫ ( f (t )) 2 1
dt=2 a 0 ∫ f (t )dt + ∑ an ∫ f (t )cos
p
dt+ bn ∫ f ( x)sin
p
dt
−p −p n=1 −p −p
∞
¿ 12 pa 20 + p ∑ ( a 2n+b 2n)
n=1 terbukti.
Sifat 2:
p p
nπx nπx
∫ sin
p
dx= ∫ cos
p
dx=0 , n=1 ,2 , 3 ,⋯
1. -p -p
p p
∫ sin mπx
p
sin
nπx
p
dx= ∫ cos
mπx
p
cos
nπx
p
dx=¿ { 0 , m≠n ¿¿¿¿¿
2. -p -p
p
∫ sin mπx
p
cos
nπx
p
dx=0
3. -p
d4 y
EI 4 =w ( x )
dx ..................................... ()
w(x)
L
y x
d2 y d2 y
| x =0= 2 | x= L=0
dx 2 dx
Untuk mendapatkan penyelesaian persamaan () dengan deret Fourier, maka dapat diasumsikan
y(x) suatu deret sinus, yaitu
( nπxL )
∞
y ( x )= ∑ b n sin
n=1 ............................. ()
( ) ∫ w ( x ) sin ( nπx
L )
∞
nπx 2
w ( x ) =∑ B n sin Bn= dx
n=1 L , dengan
L 0 ........ ()
L4 B n
π4 ∞ 4
( ) ( ) ⇔ b = n π EI
∞
nπx nπx
EI 4 ∑ n b n sin =∑ B n sin n
L n=1 L n=1 L 4 4
.
b.
f ( x )= ¿ {0 , −π<x<0¿¿¿¿
∞
(−1 )n+1
f ( x )=π +2 ∑ sin nx
Kunci : a). n=1 n
1−(−1 )n
( )
∞
π 1
f ( x )= + ∑ 2
cos nx + sin nx
b). 4 n=1 n π n
2. Tinjau suatu balok panjang L dengan kedua ujung ditumpu sederhana. Bila beban per
satuan panjang diberikan oleh persamaan w(x)=w0x/L, 0<x<L maka diperoleh persamaan
lendutan y(x), yaitu :
d 4 y w0 x
EI =
dx 4 L
2 w 0 L4 ∞
(−1)n+1 nπx
y ( x )= 5
π EI
∑ n 5
sin
L
b). n=1
f ( x )= { 0 , −π < x <0
x , 0< x < π
c). Andai f(x) diperderetkan ke dalam Deret Fourier, apakah akan menghasilkan Deret
Sinus, Deret Cosinus atau bukan kedua-duanya
6. Buatlah sketsa grafik dan tentukan perioda dasar fungsi-fungsi periodik berikut :
a. f(x)=sin(2x)
b. g(x)=cos(3x)+1
c. h(x)=2sin(x/2)
y
y=f(x)
0 2 5 x