Anda di halaman 1dari 191

matematika teknik 2

elektro - universitas jember


Fungsi dan Grafik
Diferensial dan Integral
Analisis Rangkaian Listrik
dan
dirangkum dari buku :

Hak cipta pada penulis, 2010


SUDIRHAM, SUDARYATNO
Darpublic, Bandung


Alamat pos: Kanayakan D-30, Bandung, 40135.
Fax: (62) (22) 2534117
I
n
i
t
i
a
l

D









Daftar Isi Buku 1 105
Bab 9: Turunan Fungsi-Fungsi (1) 105
Pengertian Dasar. Mononom. Polinom. Nilai Puncak.
Garis Singgung.
Bab 10: Turunan Fungsi-Fungsi (2) 121
Fungsi Perkalian Dua Fungsi. Fungsi Pangkat Dari
Suatu Fungsi. Fungsi Rasional. Fungsi Implisit. Fungsi
Berpangkat Tidak Bulat. Kaidah Rantai. Diferensial dx
dan dy.
Bab 11: Turunan Fungsi-Fungsi (3) 133
Fungsi Trigonometri. Fungsi Trigonimetri Inversi.
Fungsi Trigonometri Dari Suatu Fungsi. Fungsi
Logaritmik. Fungsi Eksponensial.
Bab 12: Integral (1) 141
Integral Tak Tentu. Penggunaan Integral Tak Tentu.
Luas Sebagai Suatu Integral. Penggunaan Dalam
Praktek.
Bab 13: Integral (2) 161
Luas Sebagai Suatu Integral - Integral Tentu. Penerapan
Integral. Luas Bidang Di Antara Dua Kurva.
Bab 14: Integral (3) 169
Volume Sebagai Suatu Integral. Panjang Kurva. Nilai
Rata-Rata Suatu Fungsi. Pendekatan Numerik.
Bab 15: Persamaan Diferensial 179
Pengertian. Solusi. Persamaan Diferensial Orde Satu
Dengan Peubah Yang Dapat Dipisahkan. Persamaan
Diferensial Homogen Orde Satu. Persamaan Diferensial
Linier Orde Satu. Solusi Pada Berbagai Fungsi
Pemaksa.
Bab 16: Persamaan Diferensial (2) 193
Persamaan Diferensial Linier Orde Dua. Tiga
Kemungkinan Bentuk Solusi.

Bab 3: Transformasi Laplace 55
Transformasi Laplace. Tabel Transformasi Laplace. Sifat-Sifat
Transformasi Laplace. Transformasi Balik. Solusi Persamaan
Rangkaian Menggunakan Transformasi Laplace.
Bab 4: Analisis Menggunakan Transformasi Laplace 85
Hubungan Tegangan-Arus Elemen di Kawasan s. Konsep
Impedansi di Kawasan s. Representasi Elemen di Kawasan s.
Transformasi Rangkaian. Hukum Kirchhoff. Kaidah-Kaidah
Rangkaian. Teorema Rangkaian. Metoda-Metoda Analisis.
Bab 10: Transformasi Fourier 195
Deret Fourier. Transformasi Fourier. Transformasi Balik.
Sifat-Sifat Transformasi Fourier. Ringkasan.
Bab 11: Analisis Menggunakan Transformasi Fourier 221
Transformasi Fourier dan Hukum Rangkaian. Konvolusi dan
Fungsi Alih. Energi Sinyal.
Daftar Isi Buku 2 201


105
Bab 9
Turunan Fungsi-Fungsi (1)
(Fungsi Mononom, Fungsi Polinom)

9.1. Pengertian Dasar
Kita telah melihat bahwa apabila koordinat dua titik yang terletak pada
suatu garis lurus diketahui, misalnya [x
1,
y
1
] dan [x
2
,y
2
], maka kemiringan
garis tersebut dinyatakan oleh persamaan
) (
) (
1 2
1 2
x x
y y
x
y
m

=
(9.1)
Untuk garis lurus, m bernilai konstan dimanapun titik [x
1,
y
1
] dan [x
2
,y
2
]
berada. Bagaimanakah jika yang kita hadapi bukan garis lurus melainkan
garis lengkung? Perhatikan Gb.9.1.
(a)
(b)
Gb.9.1. Tentang kemiringan garis.
Pada Gb.9.1.a. y/x merupakan kemiringan garis lurus P
1
P
2
dan bukan
kemiringan garis lengkung y = f(x). Jika x kita perkecil, seperti terlihat
pada Gb.9.1.b., y/x menjadi y/x yang merupakan kemiringan
garis lurus P
1
P
2
. Jika x terus kita perkecil maka kita dapatkan
P
1

y
x
x
y
P
2

y = f(x)
P
1

y
x
x
y
P
2

y = f(x)
106 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

kemiringan garis lurus yang sangat dekat dengan titik P
1
, dan jika x
mendekati nol maka kita mendapatkan kemiringan garis singgung kurva
y di titik P
1
. Jadi jika kita mempunyai persamaan garis
) (x f y = == =
dan
melihat pada suatu titik tertentu [x,y], maka pada kondisi dimana x
mendekati nol, persamaan (9.1) dapat kita tuliskan
) (
) ( ) (
lim lim
0 0
x f
x
x f x x f
x
y
x x
=

+
=


(9.2)
) (x f
merupakan fungsi dari x karena untuk setiap posisi titik yang kita
tinjau
) (x f
memiliki nilai berbeda;
) (x f
disebut fungsi turunan dari
) (x f
, dan kita tahu bahwa dalam hal garis lurus,
) (x f
bernilai konstan
dan merupakan kemiringan garis lurus tersebut. Jadi formulasi (9.1) tidak
hanya berlaku untuk garis lurus. Jika x mendekati nol, maka ia dapat
diaplikasikan juga untuk garis lengkung, dengan pengertian bahwa
kemiringan m adalah kemiringan garis lurus yang menyinggung kurva
lengkung di titik [x,y]. Perhatikan Gb. 9.2.

Gb.9.2. Garis singgung pada garis lengkung.
Jika fungsi garis lengkung adalah
) (x f y =
maka
) (x f
pada titik [x
1
,y
1
]
adalah kemiringan garis singgung di titik [x
1
,y
1
], dan f (x) di titik (x
2
,y
2
)
adalah kemiringan garis singgung di [x
2
,y
2
]. Bagaimana mencari f (x)
akan kita pelajari lebih lanjut.
Jika pada suatu titik x
1
di mana
x
y
x

0
lim
seperti yang dinyatakan oleh
(9.2) benar ada, fungsi f(x) memiliki turunan di titik tersebut dan
dikatakan sebagai dapat didiferensiasi di titik tersebut dan nilai
(x
1
,y
1
)
(x
2
,y
2
)
x
y


107
x
y
x

0
lim
merupakan nilai turunan di titik tersebut (ekivalen dengan
kemiringan garis singgung di titik tersebut).
Persamaan (9.2) biasanya ditulis
) (
) ( ) (
lim
lim ) (
0
0
x f
x
x f x x f
x
y
y
dx
d
dx
dy
x
x
=

+
=

= =


(9.3)
dx
dy
kita baca turunan terhadap x dari fungsi y, atau turunan fungsi y
terhadap x. Penurunan ini dapat dilakukan jika y memang merupakan
fungsi x. Jika tidak, tentulah penurunan itu tidak dapat dilakukan.
Misalnya y merupakan fungsi t ,
) (t f y =
; maka penurunan y hanya bisa
dilakukan terhadap t, tidak terhadap x.
) (
) (
t f
dt
t df
dt
dy
y = = =

9.2. Fungsi Mononom
Kita lihat uraian-uraian berikut ini.
1).
k x f y = = ) (
0
, bernilai konstan. Di sini
0
0 ) ( ) (
lim
0
0
=

+
=
x x
x f x x f
y
x

2). x x f y 2 ) (
1 1
= =

2
2 2 ) ( 2
lim ) (
0
1
=

+
=
x
x
x
x x x
x f
x

108 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral


Gb.9.3. Fungsi mononom y = 2x dan turunannya.
Kurva
) (
1
x f
membentuk garis lurus sejajar sumbu-x; ia bernilai
konstan 2 untuk semua x.
3).
2
2 2
2 ) ( x x f y = =

x x x
x
x x x x x
x
x x x
x f
x
x x
4 ) 2 2 2 ( lim
2 ) 2 ( 2
lim
2 ) ( 2
lim ) (
0
2 2 2
0
2 2
0
2
= + =

+ +
=

+
=



Turunan fungsi ini membentuk kurva garis lurus dengan kemiringan
4.
4).
3
3 3
2 ) ( x x f y = =


2 2 2 2
0
3 3 3 2 3
0
3 3
0
3
6 2 3 2 3 2 lim
2 ) 3 3 ( 2
lim
2 ) ( 2
lim ) (
x x x x x
x
x x x x x x x
x
x x x
x f
x
x
x
= + + =

+ + +
=

+
=




Turunan fungsi ini membentuk kurva parabola.
0
2
4
6
8
10
0 1 2 3 4 5
x
y
x x f 2 ) (
1
= == =

2 ) (
1
= == =

x f



109
5). Secara umum, turunan mononom
n
mx x f y = = ) (
(9.4)
adalah
) 1 (
) (

=
n
x n m y
(9.5)
Jika n pada (9.4) bernilai 1 maka kurva fungsi
) (x f y =
akan
berbentuk garis lurus dan turunannya akan berupa nilai konstan,
k x f y = = ) (

Jika n > 1, maka turunan fungsi akan merupakan fungsi x,
) (x f y =
. Dengan demikian maka fungsi turunan ini dapat
diturunkan lagi dan kita mendapatkan fungsi turunan berikutnya
) (x f y =
yang mungkin masih juga merupakan fungsi x dan masih dapat
diturunkan lagi untuk memperoleh fungsi turunan berikutnya lagi
) (x f y =
dan demikian seterusnya.
dx
dy
x f y = = ) (
kita sebut turunan pertama,
2
2
) (
dx
y d
x f y = =
turunan kedua,
3
3
) (
dx
y d
x f y = =
turunan ke-tiga, dst.
Contoh:
3
4 4
2 ) ( x x f y = =

12 ; 12 ) 2 ( 6 ; 6 ) 3 ( 2
4
) 1 2 (
4
2 ) 1 3 (
4
= = = = =

y x x y x x y
6) Dari (9.4) dan (9.5) kita dapat mencari titik-potong antara kurva suatu
fungsi dengan kurva fungsi turunannya.
Fungsi mononom
n
mx x f y = = ) (
memiliki turunan
) 1 (
) (

=
n
x n m y
. Koordinat titik potong P antara kurva mononom
f(x) dengan turunan pertamanya diperoleh dengan
110 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

) 1 (
) (

= =
n n
x n m mx y y


n x =
P
dan
n
mx y
P P
=

Koordinat titik potong kurva mononom dengan kurva-kurva turunan
selanjutnya dapat pula dicari.
Gb.9.4. memperlihatkan kurva mononom
4
x y = dan turunan-
turunannya
3
4x y = ,
2
12x y = , x y 24 = , 24 = y .

Gb.9.4. Mononom dan fungsi turunan-nya.
9.3. Fungsi Polinom
Polinom merupakan jumlah terbatas dari mononom. Kita lihat contoh-
contoh berikut.
1).
2 4 ) (
1 1
+ = = x x f y

{ } { }
4
2 4 2 ) ( 4
lim ) (
1
=

+ + +
=
x
x x x
x f
x x

Kurva fungsi ini dan turunannya terlihat pada Gb.9.5.

-100
0
100
200
-3 -2 -1 0 1 2 3 4
4
x y =
3
4x y =
2
12x y =
x y 24 =
24 = y
2
12x y =
3
4x y =


111

Gb.9.5. f
1
(x) = 4x + 2 dan turunannya.
Suku yang bernilai konstan pada f
1
(x), berapapun besarnya, positif
maupun negatif, tidak memberikan kontribusi dalam fungsi turunannya.
2).
) 2 ( 4 ) (
2 2
= = x x f y

8 4 ) (
2
= x x f


4 ) (
2
= x f


Gb.9.6. f
2
(x) = 4(x 2) dan turunannya.
3).
5 2 4 ) (
2
3 3
+ = = x x x f y

{ } { }
2 8 2 2 4
5 2 4 5 ) ( 2 ) ( 4
lim
2 2
0
3
+ = + =

+ + + +
=

x x
x
x x x x x x
y
x

4).
5 2 4 5 ) (
2 3
4 4
+ + = = x x x x f y

{ } { }
2 8 15 2 2 4 3 5
5 2 4 5 5 ) ( 2 ) ( 4 ) ( 5
lim
2 2
2 3 2 3
0
4
+ + = + + =

+ + + + + + +
=

x x x x
x
x x x x x x x x x
y
x

) 2 ( 4 ) (
2
= == = x x f

4 ) (
2
= == =

x f

-15
-10
-5
0
5
10
-1 0 1 2 3 4
x
y
f
1
(x) = 4x + 2
f
1
(x) = 4
-4
-2
0
2
4
6
8
10
-1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2 x
y
112 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

5) Secara Umum: Turunan suatu polinom, yang merupakan jumlah
beberapa mononom, adalah jumlah turunan masing-masing
mononom dengan syarat setiap mononom yang membentuk polinom
itu memang memiliki turunan.
9.4. ilai Puncak
Kita telah melihat bahwa turunan fungsi di suatu nilai x merupakan
kemiringan garis singgung terhadap kurva fungsi di titik [x,y]. Jika titik
[x
p
,y
p
] adalah titik puncak suatu kurva, maka garis singgung di titik
[x
p
,y
p
]

tersebut akan berupa garis mendatar yang kemiringannya nol.
Dengan kata lain posisi titik puncak suatu kurva adalah posisi titik di
mana turunan pertama fungsi bernilai nol.
Polinom Orde Dua. Kita ambil contoh fungsi polinom orde dua (fungsi
kuadrat):
13 15 2
2
+ + = x x y
Turunan pertama fungsi ini adalah
15 4 + = x y
Jika kita beri y = 0 maka kita dapatkan nilai x
p
dari titik puncak yaitu
x
p
= (15/4) = 3,75
Jika nilai x
p
ini kita masukkan ke fungsi asalnya, maka akan kita
dapatkan nilai puncak y
p
.
125 , 15 13 ) 75 , 3 ( 15 2(-3,75)
13 15 2
2
2
= + + =
+ + =
p p p
x x y

Secara umum, x
p
dari fungsi kuadrat c bx ax y + + =
2
dapat diberoleh
dengan membuat
0 2 = + = b ax y (9.6)
sehingga diperoleh
a
b
x
p
2
= (9.7)


113
Nilai puncak, y
p
dari fungsi kuadrat c bx ax y + + =
2
dapat diperoleh
dengan memasukkan x
p

a
ac b
c
a
b
c bx ax y
p p p
4
4
4
2 2
2

= + = + + = (9.8)
Maksimum dan Minimum. Bagaimanakah secara umum menentukan
apakah suatu nilai puncak merupakan nilai minimum atau maksimum?
Kita manfaatkan karakter turunan kedua di sekitar nilai puncak. Lihat
Gb.9.7.

Gb.9.7. Garis singgung di sekitar titik puncak.
Turunan pertama di suatu titik pada kurva adalah garis singgung pada
kurva di titik tersebut. Di sekitar titik maksimum, mulai dari kiri ke
kanan, kemiringan garis singgung terus menurun sampai menjadi nol di
titik puncak kemudian menjadi negatif. Ini berarti turunan pertama y di
sekitar titik maksimum terus menurun dan berarti pula turunan kedua di
titik maksimum bernilai negatif.
Sebaliknya, di sekitar titik minimum, mulai dari kiri ke kanan,
kemiringan garis singgung terus meningkat sampai menjadi nol di titik
puncak kemudian menjadi positif. Ini berarti turunan pertama y di sekitar
titik minimum terus menurun dan berarti pula turunan kedua di titik
minimum bernilai positif.
Jadi apabila turunan kedua di titik puncak bernilai negatif, titik puncak
tersebut adalah titik maksimum. Apabila turunan kedua di titik puncak
bernilai positif, titik puncak tersebut adalah titik minimum.
y
x
Q
P
y
y
114 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Dalam kasus fungsi kuadrat c bx ax y + + =
2
, turunan pertama adalah
b ax y + = 2 dan turunan kedua adalah a y 2 = . Jadi pada fungsi
kuadrat, apabila a bernilai positif maka ia memiliki nilai minimum; jika a
negatif ia memiliki nilai maksimum.
Contoh: Kita lihat kembali contoh fungsi kuadrat yang dibahas di
atas.
13 15 2
2
+ + = x x y
Nilai puncak fungsi ini adalah 125 , 15 =
p
y dan ini merupakan
nilai minimum, karena turunan keduanya 4 = y adalah positif.
Lihat pula Gb.10.5.c.
Contoh: Kita ubah contoh di atas menjadi:
13 15 2
2
+ + = x x y
Turunan pertama fungsi menjadi
75 , 3 memberi 0 jika yang , 15 4 + = =

+ =

p
x y x y
Nilai puncak adalah
125 , 41 13 75 , 3 15 2 )^ 75 , 3 ( 2 + = + + =
p
y
Turunan kedua adalah 4 = y bernilai negatif. Ini berarti
bahwa nilai puncak tersebut adalah nilai maksimum.
Contoh: Dua buah bilangan positif berjumlah 20. Kita diminta
menentukan kedua bilangan tersebut sedemikian rupa
sehingga perkaliannya mencapai nilai maksimum,
sementara jumlahnya tetap 20.
Jika salah satu bilangan kita sebut x maka bilangan yang
lain adalah (20x). Perkalian antara keduanya menjadi
2
20 ) 20 ( x x x x y = =
Turunan pertama yang disamakan dengan nol akan
memberikan nilai x yang memberikan y
puncak
.
0 2 20 = = x y memberikan x = 10


115
dan nilai puncaknya adalah
100 100 200 = =
puncak
y
Turunan kedua adalah 2 = y ; ia bernilai negatif. Jadi
y
puncak
yang kita peroleh adalah nilai maksimum; kedua
bilangan yang dicari adalah 10 dan (2010) = 10. Kurva
dari fungsi dalam contoh ini terlihat pada Gb.9.8.

Kurva tersebut memotong sumbu-x di
20 dan 0 0 ) 20 (
2 1
= = = = x x x x y
Dalam contoh di atas kita memperoleh hanya satu nilai maksimum;
semua nilai x yang lain akan memberikan nilai y dibawah nilai
maksimum y
puncak
yang kita peroleh. Nilai maksimum demikian ini kita
sebut nilai maksimum absolut.
Jika seandainya y
puncak
yang kita peroleh adalah nilai minimum, maka ia
akan menjadi minimum absolut, seperti pada contoh berikut.
Contoh: Dua buah bilangan positif berselisih 20. Kita diminta
menentukan kedua bilangan tersebut sedemikian rupa
sehingga perkaliannya mencapai nilai minimum, sementara
selisihnya tetap 20.
Jika salah satu bilangan kita sebut x (positif) maka bilangan
yang lain adalah (x + 20). Perkalian antara keduanya
menjadi
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
-5 0 5 10 15 20 25
y
x
Gb.9.8. Kurva ) 20 ( x x y =
116 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

x x x x y 20 ) 20 (
2
+ = + =
Turunan pertama yang disamakan dengan nol akan
memberikan nilai x yang memberikan y
puncak
.
0 20 2 = + = x y sehingga x = 10
dan nilai puncak adalah
100 200 100 = =
puncak
y
Turunan kedua adalah 2 + = y ; ia bernilai positif. Jadi
y
puncak
yang kita peroleh adalah nilai minimum; kedua
bilangan yang dicari adalah 10 dan (10+20) = +10.
Kurva fungsi dalam contoh ini terlihat pada Gb.9.9.

Gb.9.9. Kurva ) 20 ( + = x x y
Polinom Orde Tiga. Fungsi pangkat tiga diberikan secara umum oleh
d cx bx ax y + + + =
2 3
(9.10)
Turunan dari (10.29) adalah
c bx ax y + + = 2 3
2
(9.11)
Dengan membuat 0 = == =

y kita akan mendapatkan x
p
.
c bx ax y
p p
+ + = =

2 3 0
2

Ada dua posisi nilai puncak, yaitu
-120
-100
-80
-60
-40
-20
0
20
40
-25 -20 -15 -10 -5 0 5
x
y


117

a
ac b b
a
ac b b
x x
p p
3
3

6
12 4 2
,
2
2
2 1

=

=
(9.12)
Dengan memasukkan x
p1
dan x
p2
ke penyataan fungsi (10.11) kita peroleh
nilai puncak y
p1
dan y
p2
. Namun bila x
p1
= x
p2
berarti dua titik puncak
berimpit atau kita sebut titik belok.
Contoh: Kita akan mencari di mana letak titik puncak dari kurva
fungsi 3 3 2
2 3
+ = x x y dan apakah nilai puncak
merupakan nilai minimum atau maksimum.
Jika turunan pertama fungsi ini kita samakan dengan nol,
akan kita peroleh nilai x di mana puncak-puncak kurva
terjadi.
1 dan 0 memberikan
0 ) 1 ( 6 6 6
2
= =
= = =
x x
x x x x y

Memasukkan nilai x yang diperoleh ke persamaan asalnya
memberikan nilai y, yaitu nilai puncaknya.
2 memberikan 1
3 memberikan 0
+ = =
+ = =
puncak
puncak
y x
y x

Jadi posisi titik puncak adalah di P[0,3] dan Q[1,2]. Apakah
nilai puncak y
puncak
minimum atau maksimum kita lihat dari
turunan kedua dari fungsi y
6 1 Untuk
6 0 Untuk
6 12
+ = =
= =
=
y x
y x
x y

Jadi nilai puncak di P[0,3] adalah suatu nilai maksimum,
sedangkan nilai puncak di Q[1,2] adalah minimum. Kurva
dari fungsi dalam contoh ini terlihat pada Gb.9.10.
118 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral


Gb.9.10. Kurva 3 3 2
2 3
+ = x x y dan garis singgung di R.
9.5. Garis Singgung
Persamaan garis singgung pada titik R yang terletak di kurva suatu fungsi
) (x f y = secara umum adalah mx y
s
= dengan kemiringan m adalah
turunan pertama fungsi di titik R.
Contoh: Lihat fungsi 3 3 2
2 3
+ = x x y yang kurvanya diberikan
pada Gb.9.10.
Turunan pertama adalah ) 1 ( 6 6 6
2
= = x x x x y . Titik R dengan
absis 2
R
= x , memiliki ordinat 7 3 4 3 8 2
R
= + = y ; jadi
koordinat R adalah R(2,7). Kemiringan garis singgung di titik R
adalah 12 1 2 6 = = m .
Persamaan garis singgung K x y
s
+ =12 . Garis ini harus melalui
R(2,7) dengan kata lain koordinat R harus memenuhi persamaan
garis singgung. Jika koordinat R kita masukkan ke persamaan
garis singgung akan kita dapatkan nilai K.
K x y
s
+ =12 K + = 2 12 7 17 24 7 = = K .
Persamaan garis singgung di titk R adalah 17 12 = x y
s

-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
-2
-1,5
-1
-0,5 0 0,5 1 1,5 2 2,5
P[0,3] Q[1,2]
x
y
y
s
R



119
9.6. Contoh Hubungan Diferensial
Berikut ini adalah beberapa contoh relasi diferensial. (ref. [3] Bab-2)
Arus Listrik. Arus litrik adalah jumlah muatan listrik yang mengalir per
detik, melalui suatu luas penampang tertentu. Ia merupakan laju aliran
muatan. Kalau arus diberi simbol i dan muatan diberi simbol q maka
dt
dq
i =
Satuan arus adalah ampere (A), satuan muatan adalah coulomb (C). Jadi
1 A = 1 C/detik.
Tegangan Listrik. Tegangan listrik didefinisikan sebagai laju perubahan
energi per satuan muatan. Kalau tegangan diberi simbol v dan energi
diberi simbol w, maka
dq
dw
v =
Satuan daya adalah watt (W). Satuan energi adalah joule (J). Jadi 1 W =
1 J/detik.
Daya Listrik. Daya listrik didefinisikan sebagai laju perubahan energi.
Jika daya diberi simbol p maka
dt
dw
p =
Dari definisi tegangan dan arus kita dapatkan vi
dt
dq
dq
dw
dt
dw
p = = =
Karakteristik Induktor. Karakteristik suatu piranti listrik dinyatakan
dengan relasi antara arus yang melewati piranti dengan tegangan yang
ada di terminal piranti tersebut. Jika L adalah induktansi induktor, v
L
dan
i
L
masing-masing adalah tegangan dan arus-nya, maka relasi antara arus
dan tegangan induktor adalah
dt
di
L v
L
L
=
Karakteristik Kapasitor. Untuk kapasitaor, jika C adalah kapasitansi
kapasitor, v
C
dan i
C
adalah tegangan dan arus kapasitor, maka
dt
dv
C i
c
C
=
120 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Soal-Soal
1. Carilah turunan fungsi-fungsi berikut untuk kemudian menentukan
nilai puncak
8 2 4
; 2 12 3
; 7 10 5
2
3
2
2
2
1
+ + =
+ =
=
x x y
x x y
x x y

2. Carilah turunan fungsi-fungsi berikut untuk kemudian menentukan
nilai puncak
2 3 7
3
2 3 4
2
2 3
1
21 7 3
; 6 2 7
; 2 4 5 2
x x x y
x x x y
x x x y
+ =
+ + =
+ =


121
Bab 10
Turunan Fungsi-Fungsi (2)
(Fungsi Perkalian Fungsi, Fungsi Pangkat Dari
Fungsi, Fungsi Rasional, Fungsi Implisit)
10.1. Fungsi Yang Merupakan Perkalian Dua Fungsi
Misalkan kita memiliki dua fungsi x,
) (x v
dan
) (x w
, dan kita hendak
mencari turunan terhadap x dari fungsi
vw y =
. Misalkan nilai x berubah
sebesar x, maka fungsi w berubah sebesar w, fungsi v berubah sebesar
v, dan fungsi y berubah sebesar y. Perubahan ini terjadi sedemikian
rupa sehingga setelah perubahan sebesar x hubungan
vw y =
tetap
berlaku, yaitu
) (
) )( ( ) (
v w v w w v vw
w w v v y y
+ + + =
+ + = +
(10.1)
Dari sini kita dapatkan
x
w v
x
v
w
x
w
v
x
vw v w v w w v wv
x
y y y
x
y

=

+ + +
=

+
=


) ( ) (
(10.2)
Jika x mendekati nol maka demikian pula v dan w, sehingga
x
w v



juga mendekati nol. Persamaan (10.2) akan memberikan
dx
dv
w
dx
dw
v
dx
vw d
dx
dy
+ = =
) (
(10.3)
Inilah formulasi turunan fungsi yang merupakan hasilkali dari dua
fungsi.
Contoh: Kita uji kebenaran formulasi ini dengan melihat suatu fungsi
mononom
5
6x y =
yang kita tahu turunannya adalah
4
30x y =
. Kita
pandang sekarang fungsi y sebagai perkalian dua fungsi
vw y =

dengan
3
2x v =
dan
2
3x w=
. Menurut (10.3) turunan dari y menjadi
122 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

4 4 4 2 2 3
2 3
30 18 12 6 3 6 2
) 3 2 (
x x x x x x x
dx
x x d
y = + = + =

=

Ternyata sesuai dengan apa yang diharapkan.
Bagaimanakah
dx
uvw d ) (
jika u, v, w ketiganya adalah fungsi x. Kita
aplikasikan (10.3) secara bertahap seperti berikut.
dx
du
vw
dx
dv
uw
dx
dw
uv
dx
du
v
dx
dv
u w
dx
dw
uv
dx
uv d
w
dx
dw
uv
dx
w uv d
dx
uvw d
) ( ) ( ) (
) (
) (
) (
) )( ( ) (
+ + =
)
`

+ + =
+ = =
(10.4)
Contoh: Kita uji formula ini dengan mengambil fungsi penguji
sebelumnya, yaitu
5
6x y =
yang kita tahu turunannya adalah
4
30x y =
. Kita pandang sekarang fungsi y sebagai perkalian tiga
fungsi
uvw y =
dengan x u 2 = ,
2
3x v = , dan x w = . Menurut
(10.9) turunan dari y adalah
4 4 4 4 2
2 2 2
30 12 12 6 ) 4 )( (3x
) 6 )( 2 ( ) 1 )( 3 2 (
) (
x x x x x x
x x x x x
dx
uvw d
dx
dy
= + + = +
+ = =

Ternyata sesuai dengan yang kita harapkan.
10.2. Fungsi Yang Merupakan Pangkat Dari Suatu Fungsi
Yang dimaksud di sini adalah bagaimana turunan
dx
dy
jika y = v
n
dengan
v adalah fungsi x, dan n adalah bilangan bulat. Kita ambil contoh fungsi
v v v v y = =
2 3 6
1
dengan v merupakan fungsi x. Jika kita
aplikasikan formulasi (10.4) akan kita dapatkan


123
dx
dv
v
dx
dv
v
dx
dv
v v
dx
dv
v
dx
dv
v
dx
dv
v
dx
dv
v
dx
dv
v v
dx
dv
v
dx
dv
v v
dx
dv
v
dx
dv
v v
dx
dv
v v
dx
dv
v v
dx
dy
5
4 5 5 5
2
2 3 4 5
3
2
2
3 2 3 1
6
2

) ( ) ( ) (
=
|

\
|
+ + + + =
|
|

\
|
+ + |

\
|
+ + =
+ + =

Contoh ini memperlihatkan bahwa
dx
dv
v
dx
dv
dv
dv
dx
dv
5
6 6
6 = =

yang secara umum dapat kita tulis
dx
dv
nv
dx
dv
n
n
1
=
(10.5)
Contoh: Kita ambil contoh yang merupakan gabungan antara
perkalian dan pangkat dua fungsi.
2 3 3 2
) 1 ( ) 1 ( + = x x y

Kita gabungkan relasi turunan untuk perkalian dua fungsi dan
pangkat suatu fungsi.
) 1 2 ( ) 1 )( 1 ( 6
) 1 ( ) 1 ( 6 ) 1 ( ) 1 ( 6
2 ) 1 ( 3 ) 1 ( ) 3 )( 1 ( 2 ) 1 (
) 1 (
) 1 (
) 1 (
) 1 (
3 2 2 3
2 2 2 3 3 3 2 2
2 2 2 3 2 3 3 2
3 2
2 3
2 3
3 2
+ + =
+ + + =
+ + + =
+
+

+ =
x x x x x
x x x x x x
x x x x x x
dx
x d
x
dx
x d
x
dx
dy

124 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

10.3. Fungsi Rasional
Fungsi rasional merupakan rasio dari dua fungsi
w
v
y =
(10.6)
Tinjauan atas fungsi demikian ini hanya terbatas pada keadaan 0 w .
Kita coba memandang fungsi ini sebagai perkalian dari dua fungsi:
1
= vw y
(10.7)
Kalau kita aplikasikan (10.3) pada (10.7) kita peroleh
|

\
|
=
+

= + =
+ = = |

\
|
=


dx
dw
v
dx
dv
w
w
dx
dv
w dx
dv
w
v
dx
dv
w
dx
dv
vw
dx
dv
w
dx
dw
v
dx
vw d
w
v
dx
d
dx
dy
2
2
1 2
1
1 1
1
1
) (

atau
2
w
dx
dw
v
dx
dv
w
w
v
dx
d
|

\
|

= |

\
|
(10.8)
Inilah formulasi turunan fungsi rasional. Fungsi v dan w biasanya
merupakan polinom dengan v mempunyai orde lebih rendah dari w.
(Pangkat tertinggi peubah x dari v lebih kecil dari pangkat tertinggi
peubah x dari w).
Contoh:
1).
3
2
3
x
x
y

=

4
2
6
2 4 4
6
2 2 3
9 ) 9 3 ( 2

) 3 )( 3 ( ) 2 (
x
x
x
x x x
x
x x x x
dx
dy
+
=

=

=

2).
2
2
1
x
x y + =



125
3
2
2
2
4
2 1 0
2
x
x
x x
x
dx
dy
=

+ =
3).
1 dengan ;
1
1
2
2
2

+
= x
x
x
y
(agar penyebut tidak nol)
2 2 2 2
3 3
2 2
2 2
) 1 (
4
) 1 (
2 2 2 2

) 1 (
2 ) 1 ( 2 ) 1 (

+
=
x
x
x
x x x x
x
x x x x
dx
dy

10.4. Fungsi Implisit
Sebagian fungsi implisit dapat diubah ke dalam bentuk explisit namun
sebagian yang lain tidak. Untuk fungsi yang dapat diubah dalam bentuk
eksplisit, turunan fungsi dapat dicari dengan cara seperti yang sudah kita
pelajari di atas. Untuk mencari turunan fungsi yang tak dapat diubah ke
dalam bentuk eksplisit perlu cara khusus, yang disebut diferensiasi
implisit. Dalam cara ini kita menganggap bahwa fungsi y dapat
didiferensiasi terhadap x. Kita akan mengambil beberapa contoh.
Contoh:
1).
8
2 2
= + + y xy x
. Fungsi implisit ini merupakan sebuah
persamaan. Jika kita melakukan operasi matematis di ruas kiri,
maka operasi yang sama harus dilakukan pula di ruas kanan agar
kesamaan tetap terjaga. Kita lakukan diferensiasi (cari turunan) di
kedua ruas, dan kita akan peroleh
y x
dx
dy
y x
dx
dy
y
dx
dx
y
dx
dy
x x
= +
= + + +
2 ) 2 (
0 2 2

Untuk titik-titik di mana
0 ) 2 ( + y x
kita peroleh turunan
y x
y x
dx
dy
2
2
+
+
=

Untuk suatu titik tertentu, misalnya [1,2], maka
126 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

8 , 0
4 1
2 2
=
+
+
=
dx
dy
.
Inilah kemiringan garis singgung di titik [1,2] pada kurva fungsi y
bentuk implisit yang sedang kita hadapi.
2).
4 3 4
4 3 4
= + y xy x
. Fungsi implisit ini juga merupakan sebuah
persamaan. Kita lakukan diferensiasi pada kedua ruas, dan kita
akan memperoleh
0 12 4 ) 3 ( 4 4
0
) 3 ( ) 4 (
4 4
3 3 2 3
4
3
3
3
= + +
= + +
dx
dy
y y
dx
dy
y x x
dx
y d
dx
x d
y
dx
dy
x x

) ( 4 ) 12 12 (
3 3 3 2
y x
dx
dy
y xy + =

Di semua titik di mana
0 ) (
3 2
y xy
kita dapat memperoleh
turunan
) ( 3
) (
3 2
3 3
y xy
y x
dx
dy

+
=

10.5. Fungsi Berpangkat Tidak Bulat
Pada waktu kita mencari turunan fungsi yang merupakan pangkat dari
suatu fungsi lain, y = v
n
, kita syaratkan bahwa n adalah bilangan bulat.
Kita akan melihat sekarang bagaimana jika n merupakan sebuah rasio
q
p
n =
dengan p dan q adalah bilangan bulat dan q 0, serta v adalah
fungsi yang bisa diturunkan.
q p
v y
/
=
(10.9)
Fungsi (10.9) dapat kita tuliskan
p q
v y =
(10.10)
yang merupakan bentuk implisit fungsi y. Jika kita lakukan diferensiasi
terhadap x di kedua ruas (10.10) kita peroleh
dx
dv
pv
dx
dy
qy
p q 1 1
=



127
Jika y 0, kita dapatkan
dx
dv
qy
pv
dx
v d
dx
dy
q
p q p
1
1 /
) (

= =
(10.11)
Akan tetapi dari (10.9) kita lihat bahwa
( )
) / (
1
/ 1 q p p
q
q p q
v v y

= =

sehingga (10.11) menjadi
dx
dv
v
q
p
dx
dv
v
q
p
dx
dv
qv
pv
dx
v d
dx
dy
q p
q p p p
q p p
p q p
1 ) / (
) / ( ) 1 (
) / (
1 /


) (

=
=
= =
(10.12)
Formulasi (10.12) ini mirip dengan (10.5), hanya perlu persyaratan
bahwa v 0 untuk p/q < 1.

10.6. Kaidah Rantai
Apabila kita mempunyai persamaan
) ( dan ) ( t f y t f x = = (10.13)
maka relasi antara x dan y dapat dinyatakan dalam t. Persamaan demikian
disebut persamaan parametrik, dan t disebut parameter. Jika kita
eliminasi t dari kedua persamaan di atas, kita dapatkan persamaan yang
berbentuk
) (x F y =
(10.14)
Bagaimanakah
) (x F
dx
dy

=
dari (10.14) ber-relasi dengan
) ( dan ) ( t f
dt
dx
t g
dt
dy
= =
?
Pertanyaan ini terjawab oleh kaidah rantai berikut ini.
128 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Jika
) (x F y =
dapat diturunkan terhadap x dan
) (t f x =
dapat diturunkan terhadap t, maka
( ) ) ( ) ( t g t f F y = =
dapat diturunkan terhadap t
menjadi

dt
dx
dx
dy
dt
dy
=
(10.15)
Relasi ini sudah kita kenal.
10.7. Diferensial dx dan dy
Pada pembahasan fungsi linier kita tuliskan kemiringan garis, m, sebagai
) (
) (
1 2
1 2
x x
y y
x
y
m

=

kita lihat kasus jika x mendekati nol namun tidak sama dengan nol.
Limit ini kita gunakan untuk menyatakan turunan fungsi y(x) terhadap x
pada formulasi
) ( lim
0
x f
x
y
dx
dy
x
=

=


Sekarang kita akan melihat dx dan dy yang didefinisikan sedemikian rupa
sehingga rasio dy/dx , jika dx 0, sama dengan turunan fungsi y terhadap
x. Hal ini mudah dilakukan jika x adalah peubah bebas dan y merupakan
fungsi dari x:
) (x F y = (10.16)
Kita ambil definisi sebagai berikut
1. dx, kita sebut sebagai diferensial x, merupakan bilangan nyata
berapapun nilainya, dan merupakan peubah bebas yang lain
selain x;
2. dy, kita sebut sebagai diferensial y, adalah fungsi dari x dan dx
yang dinyatakan dengan
dx x F dy ) ( ' = (10.17)
Kita telah terbiasa menuliskan turunan fungsi y terhadap x sebagai


129
) (x f
dx
dy
= .
Perhatikanlah bahwa ini bukanlah rasio dari dy terhadap dx melainkan
turunan fungsi y terhadap x. Akan tetapi jika kita bersikukuh memandang
relasi ini sebagai suatu rasio dari dy terhadap dx maka kita juga akan
memperoleh relasi (10.17), namun sesungguhnya (10.17) didefinisikan
dan bukan berasal dari relasi ini.
Pengertian terhadap dy lebih jelas jika dilihat secara geometris seperti
terlihat pada Gb.10.1. Di titik P pada kurva, jika nilai x berubah sebesar
dx satuan, maka di sepanjang garis singgung di titik P nilai y akan
berubah sebesar dy. Diferensial dx dianggap bernilai positif jika ia
mengarah ke kanan dan negatif jika mengarah ke kiri. Diferensial dy
dianggap bernilai positif jika ia mengarah ke atas dan negatif jika
mengarah ke bawah.

Gb.10.1. Penjelasan geometris tentang diferensial.
= tan
dx
dy
; dx dy ) (tan =
1.
dx
dy
adalah laju perubahan y terhadap perubahan x.
2. dy adalah besar perubahan nilai y sepanjang garis
singgung di titik P pada kurva, jika nilai x berubah
sebesar dx skala.
P
dx
dy

P
dx
dy

P
dx
dy

P
dx
dy

y
x
x
x
x
y
y y
130 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Dengan pengertian diferensial seperti di atas, kita kumpulkan formula
turunan fungsi dan formula diferensial fungsi dalam Tabel-10.1. Dalam
tabel ini v adalah fungsi x.
Tabel-10.1
Turunan Fungsi Diferensial
1. 0 =
dx
dc
; c = konstan
1. 0 = dc ; c = konstan
2.
dx
dv
c
dx
dcv
=
2. cdv dcv =
3.
dx
dw
dx
dv
dx
w v d
+ =
+ ) (

3. dw dv w v d + = + ) (
4.
dx
dv
w
dx
dw
v
dx
dvw
+ =
4. wdv vdw vw d + = ) (
5.
2
w
dx
dw
v
dx
dv
w
dx
w
v
d

=
|

\
|

5.
2
w
vdw wdv
w
v
d

= |

\
|

6.
dx
dv
nv
dx
dv
n
n
1
=
6. dv nv dv
n n 1
=
7.
1
=
n
n
cnx
dx
dcx

7. dx cnx cx d
n n 1
) (

=
Ada dua cara untuk mencari diferensial suatu fungsi.
1. Mencari turunannya lebih dulu (kolom kiri Tabel-10.1),
kemudian dikalikan dengan dx.
2. Menggunakan langsung formula diferensial (kolom kanan
Tabel-10.1)
Kita ambil suatu contoh: cari dy dari fungsi
6 5 3
2 3
+ = x x x y


131
Turunan y adalah : 5 6 3
2
+ = x x y
sehingga dx x x dy ) 5 6 3 (
2
+ =
Kita dapat pula mencari langsung dengan menggunakan formula dalam
tabel di atas:
dx x x
dx xdx dx x d x d x d x d dy
) 5 6 3 (
5 6 3 ) 6 ( ) 5 ( ) 3 ( ) (
2
2 2 3
+ =
+ = + + + =


132 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Soal-Soal : Carilah turunan fungsi-fungsi berikut.
3 2 2
4 3
2 3
) 1 ( ) 2 (
; ) 2 (
; ) 3 ( ) 1 (

+ + =
=
+ =
x x y
x x y
x x y

1 3
2
;
1
1
;
1
1 2
2
2
2
+
=
|

\
|

+
=

+
=
x
x
y
x
x
y
x
x
y

2
2
; 1
;
; 2
3 3
2 2 2 2
2
=

= +
+ =
+ = +
y x
y x
y x
y x y x
y x y xy





133
Bab 11
Turunan Fungsi-Fungsi (3)
(Fungsi-Fungsi Trigonometri, Trigonometri
Inversi, Logaritmik, Eksponensial)
11.1. Turunan Fungsi Trigonometri
Jika x y sin = maka
x
x x x x x
x
x x x
dx
x d
dx
dy

+
=

+
= =
sin sin cos cos sin

sin ) sin( sin

Untuk nilai yang kecil, x menuju nol, sinx = x dan cosx = 1. Oleh
karena itu

x
dx
x d
cos
sin
=
(11.1)
Jika x y cos = maka
x
x x x x x
x
x x x
dx
x d
dx
dy

+
= =
cos sin sin cos cos

cos ) cos( cos

Jik x menuju nol, maka sinx = x dan cosx = 1. Oleh karena itu
x
dx
x d
sin
cos
=
(11.2)
Turunan fungsi trigonometri yang lain tidak terlalu sulit untuk dicari.
x
x x
x x x
x
x
dx
d
dx
x d
2
2 2
2
sec
cos
1
cos
) sin ( sin cos
cos
sin tan
= =

= |

\
|
=
x
x x
x x x
x
x
dx
d
dx
x d
2
2 2
2
csc
sin
1
sin
) (cos cos sin
sin
cos cot
=

=

= |

\
|
=
x x
x
x
x
x
x dx
d
dx
x d
tan sec
cos
sin
cos
) sin ( 0
cos
1 sec
2 2
= =

=
|

\
|
=
x x
x
x
x
x
x dx
d
dx
x d
cot csc
sin
cos
sin
) (cos 0
sin
1 csc
2 2
=

= |

\
|
=
134 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Soal-Soal: Carilah turunan fungsi-fungsi berikut.
x y x y x y
2 2 2
cos 3 ; ) 3 ( sin 5 ; ) 4 tan( = = =
) 2 cos( ) 2 ( sin ; ) 6 3 cot(
3
x x y x y = + =
2 4 4
) cot (csc ; tan sec x x y x x y + = =
Contoh-Contoh Dalam Praktik Rekayasa. Berikut ini kita akan melihat
turunan fungsi trigonometri dalam rangkaian listrik. (ref. [3] Bab-4).
1). Tegangan pada suatu kapasitor merupakan fungsi sinus v
C
=
200sin400t volt. Kita akan melihat bentuk arus yang mengalir pada
kapasitor yang memiliki kapasitansi C = 210
-6
farad ini.
Hubungan antara tegangan kapasitor v
C
dan arus kapasitor i
C
adalah
dt
dv
C i
C
C
=
Arus yang melalui kapasitor adalah
( ) ampere 400 cos 160 , 0 400 sin 200 10 2
6
t t
dt
d
dt
dv
C i
C
C
= = =
Daya adalah perkalian tegangan dan arus. Jadi daya yang diserap
kapasitor adalah
watt 800 sin 16
400 sin 400 cos 32 400 cos 16 , 0 400 sin 200
t
t t t t i v p
C C C
=
= = =

Bentuk kurva tegangan dan arus terlihat pada gambar di bawah ini.

Pada waktu tegangan mulai naik pada t = 0, arus justru sudah mulai
menurun dari nilai maksimumnya. Dengan kata lain kurva arus
mencapai nilai puncak-nya lebih dulu dari kurva tegangan; dikatakan
-200
-100
0
100
200
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05
v
C
p
C
i
C
v
C
i
C
p
C
t [detik]


135
bahwa arus kapasitor mendahului tegangan kapasitor. Perbedaan
kemunculan ini disebut perbedaan fasa yang untuk kapasitor
besarnya adalah 90
o
; jadi arus mendahului tegangan dengan beda
fasa sebesar 90
o
.
Kurva daya bervariasi secara sinusoidal dengan frekuensi dua kali
lipat dari frekuensi tegangan maupun arus. Variasi ini simetris
terhadap sumbu waktu. Kapasitor menyerap daya selama setengah
perioda dan memberikan daya selama setengah perioda berikutnya.
Secara keseluruhan tidak akan ada penyerapan daya netto; daya ini
disebut daya reaktif.
2). Arus pada suatu inductor L = 2,5 henry merupakan fungsi sinus
terhadap waktu sebagai i
L
= 0,2cos400t ampere. Berapakah
tegangan antara ujung-ujung induktor dan daya yang diserapnya ?
Hubungan antara tegangan induktor v
L
dan arus induktor i
L
adalah
dt
di
L v
L
L
=
( ) t t t
dt
d
dt
di
L v
L
L
400 sin 200 400 400 sin 2 , 0 5 , 2 400 cos 2 , 0 5 , 2 = = = =

Daya yang diserap inductor adalag tegangan kali arusnya.
W 800 sin 20
400 cos 400 sin 40 ) 400 cos 2 . 0 ( 400 sin 200
t
t t t t i v p
L L L
=
= = =

Kurva tegangan, arus, dan daya adalah sebagai berikut.

Kurva tegangan mencapai nilai puncak pertama-nya lebih awal dari
kurva arus. Jadi tegangan mendahului arus atau lebih sering
dikatakan bahwa arus ketinggalan dari tegangan (hal ini merupakan
kebalikan dari kapasitor). Perbedaan fasa di sini juga 90
o
, artinya
arus ketinggalan dari tegangan dengan sudut fasa 90
o
.
Daya bervariasi secara sinus dan simetris terhadap sumbu waktu,
yang berarti tak terjadi transfer energi netto; ini adalah daya reaktif.
v
L
i
L
p
L
v
L

p
L
i
L
t[detik]
-200
-100
0
100
200
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05
136 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

11.2. Turunan Fungsi Trigonometri Inversi
1) x y
1
sin

=
y x sin = ydy dx cos =
y dx
dy
cos
1
=
2
1
1
x
dx
dy

=

2) x y
1
cos

=
y x cos = ydy dx sin =
y dx
dy
sin
1
=
2
1
1
x
dx
dy

=

3) x y
1
tan

=
y x tan = dy
y
dx
2
cos
1
=
y
dx
dy
2
cos =
2
1
1
x
dx
dy
+
=

4) x y
1
cot

=
y x cot = dy
y
dx
2
sin
1
=
y
dx
dy
2
sin =
2
1
1
x
dx
dy
+

=

x
1
2
1 x
y
x
1 2
1 x
y
x
1
2
1 x +
y
x
1
2
1 x +
y


137
5) x y
1
sec

=
y
y x
cos
1
sec = = dy
y
x
dx
2
cos
) sin ( 0
=
1
1

1
1
sin
cos
2
2
2
2

=
|
|

\
|

= =
x x
x
x
x
y
y
dx
dy


6) x y
1
csc

=
y
y x
sin
1
csc = = dy
y
x
dx
2
sin
) (cos 0
=

1
1

1
1
cos
sin
2
2
2
2

=
x x
x
x
x
y
y
dx
dy


Soal-Soal
1). Jika ) 5 . 0 ( sin
1
= carilah cos , tan , sec , dan csc .
2). Jika ) 5 . 0 ( cos
1
=

carilah sin , tan , sec , dan csc .
3). Hitunglah ) 1 ( sin ) 1 ( sin
1 1


.
4). Hitunglah ) 1 ( tan ) 1 ( tan
1 1


.
5). Hitunglah ) 2 ( sec ) 2 ( sec
1 1


.
11.3. Fungsi Trigonometri Dari Suatu Fungsi
Jika v = f(x), maka
dx
dv
v
dx
dv
dv
v d
dx
v d
cos
) (sin ) (sin
= =

dx
dv
v
dx
dv
dv
v d
dx
v d
sin
) (cos ) (cos
= =

1
x
1
2
x
y
1
x
1
2
x
y
138 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

dx
dv
v
dx
dv
x
x x
v
v
dx
d
dx
v d
2
2
2 2
sec
cos
sin cos
cos
sin ) (tan
=
+
= |

\
|
=

dx
dv
v
v
v
dx
d
dx
v d
2
csc
sin
cos ) (cot
= |

\
|
=
. (Buktikan!).
dx
dv
v v
dx
dv
v
v
v dx
d
dx
v d
tan sec
cos
sin 0
cos
1 ) (sec
2
=
+
= |

\
|
=

dx
dv
v v
v dx
d
dx
v d
cot csc
sin
1 ) (csc
= |

\
|
=
. (Buktikan!).
Jika w = f(x), maka
dx
dw
w
dx
w d
2
1
1
1 ) (sin

. (Buktikan!).
dx
dw
w
dx
w d
2
1
1
1 ) (cos

. (Buktikan!).
dx
dw
w
dx
w d
2
1
1
1 ) (tan
+
=

. (Buktikan!).
dx
dw
w
dx
w d
2
1
1
1 ) (cot
+
=

. (Buktikan!).
dx
dw
w w
dx
w d
1
1 ) (sec
2
1

. (Buktikan!).
dx
dw
w w
dx
w d
1
1 ) (csc
2
1

. (Buktikan!).
Soal-Soal : Carilah turunan fungsi-fungsi berikut.
x y
x
y
x y x y
4 sec ;
3
tan
3
1
) 2 ( cos ; ) 5 , 0 ( sin
1 1
1 1


= =
= =



139
11.4. Turunan Fungsi Logaritmik
Walaupun kita belum membicarakan tentang integral, kita telah
mengetahui bahwa fungsi
x x f ln ) ( =
didefinisikan melalui suatu
integrasi (lihat bahasan tentang fungsi logaritmik sub-bab 8.1)
) 0 (
1
ln ) (
1
> = =

x dt
t
x x f
x

y = ln x adalah luas bidang yang dibatasi oleh kurva (1/t) dan sumbu-t, di
selang antara t = 1 dan t = x pada Gb.11.1.

Gb.11.1. Definisi lnx dan turunan lnx secara grafis.

Kita lihat pula
|
|

\
|

+ x x
x
dt
t x x
x x x 1 1 ) ln( ) ln(
(11.3)
Apa yang berada dalam tanda kurung (11.3) adalah luas bidang yang
dibatasi oleh kurva (1/t) dan sumbu-t, antara t = x dan t = x + x. Luas
bidang ini lebih kecil dari luas persegi panjang (x 1/x). Namun jika
x makin kecil, luas bidang tersebut akan makin mendekati (x 1/x);
dan jika x mendekati nol luas tersebut sama dengan (x 1/x). Pada
keadaan batas ini (11.3) akan bernilai (1/x). Jadi
x dx
x d 1 ln
=
(11.4)
0
1
2
3
4
5
6
0 1 2 3 4
x
y
x t
1/x
1/t

lnx

ln(x+x)lnx
x+x
1/(x+x)
140 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Jika v adalah v = f(x), kita mencari turunan dari lnv dengan
memanfaatkan kaidah rantai. Kita ambil contoh:
4 3
2
+ = x v

4 3
6 ) 4 3 (
4 3
1 ln ln
2
2
2
+
=
+
+
= =
x
x
dx
x d
x
dx
dv
dv
v d
dx
v d

Soal-Soal: Carilah turunan fungsi-fungsi berikut.
) ln(ln ; ) ln(cos ;
2 2
ln ; ) 2 ln(
2
x y x y
x
x
y x x y = =
+
= + =
11.5. Turunan Fungsi Eksponensial
Fungsi eksponensial berbentuk
x
e y =
(11.5)
Persamaan (11.5) berarti
x e x y = = ln ln
, dan jika kita lakukan
penurunan secara implisit di kedua sisinya akan kita dapatkan
1
1 ln
= =
dx
dy
y dx
y d
atau
x
e y
dx
dy
= =
(11.6)
Jadi turunan dari e
x
adalah e
x
itu sendiri. Inilah fungsi eksponensial yang
tidak berubah terhadap operasi penurunan yang berarti bahwa penurunan
dapat dilakukan beberapa kali tanpa mengubah bentuk fungsi. Turunan-
turunan dari
x
e y =
adalah
x
e y =
x
e y =
x
e y = dst.
Formula yang lebih umum adalah jika eksponennya merupakan suatu
fungsi, ) (x v v = .
dx
dv
e
dx
dv
dv
de
dx
de
v
v v
= = (11.7)
Kita ambil contoh:
x
e y
1
tan

=
2
tan 1
tan
1
tan
1
1
x
e
dx
x d
e
dx
dy
x
x
+
= =



Soal-Soal: Carilah turunan fungsi-fungsi berikut.
2
;
2
x x
x
e e
y e x y

= = ;
x x
x x
x x
e y e y
e e
e e
y
/ 1 sin
; ;
1
= =
+




141
Bab 12
Integral (1)
(Macam Integral, Pendekatan umerik)

Dalam bab sebelumnya, kita mempelajari salah satu bagian utama
kalkulus, yaitu kalkulus diferensial. Berikut ini kita akan membahas
bagian utama kedua, yaitu kalkulus integral.
Dalam pengertian sehari-hari, kata integral mengandung arti
keseluruhan. Istilah mengintegrasi bisa berarti menunjukkan
keseluruhan atau memberikan total; dalam matematika berarti
menemukan fungsi yang turunannya diketahui.
Misalkan dari suatu fungsi f(x) yang diketahui kita diminta untuk
mencari suatu fungsi y sedemikian rupa sehingga dalam rentang nilai x
tertentu, misalnya a< x < b, dipenuhi persamaan
) (x f
dx
dy
= (12.1)
Persamaan seperti (12.1) ini, yang menyatakan turunan fungsi sebagai
fungsi x (dalam beberapa hal ia mungkin juga merupakan fungsi x dan y)
disebut persamaan diferensial. Sebagai contoh:
0 3 6
6 5 2
2 2
2
2
2
= + +
+ + =
y x
dx
dy
xy
dx
y d
x x
dx
dy

Pembahasan yang akan kita lakukan hanya mengenai bentuk persamaan
diferensial seperti contoh yang pertama.
12.1. Integral Tak Tentu
Suatu fungsi ) (x F y = dikatakan sebagai solusi dari persamaan
diferensial (12.1) jika dalam rentang a< x < b ia dapat diturunkan dan
dapat memenuhi
) (
) (
x f
dx
x dF
= (12.2)
Perhatikan bahwa jika F(x) memenuhi (12.2) maka K x F + ) ( dengan K
adalah suatu nilai tetapan sembarang, juga akan memenuhi (12.2) sebab
142 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

| |
0
) ( ) ( ) (
+ = + =
+
dx
x dF
dx
dK
dx
x dF
dx
K x F d
(12.3)
Jadi secara umum dapat kita tuliskan
K x F dx x f + =

) ( ) ( (12.4)
yang kita baca: integral f(x) dx adalah F(x) ditambah K.
Persamaan (12.2) dapat pula kita tulisan dalam bentuk diferensial, yaitu
dx x f x dF ) ( ) ( =
yang jika integrasi dilakukan pada ruas kiri dan kanan akan memberikan

= dx x f x dF ) ( ) ( (12.5)
Jika kita bandingkan (12.5) dan (12.4), kita dapat menyimpulkan bahwa
K x F x dF + =

) ( ) ( (12. 6)
Jadi integral dari diferensial suatu fungsi adalah fungsi itu sendiri
ditambah suatu nilai tetapan. Integral semacam ini disebut integral tak
tentu; masih ada nilai tetapan K yang harus dicari.
Kita ambil dua contoh untuk inegrasi integrasi tak tentu ini
1) Cari solusi persamaan diferensial
4
5x
dx
dy
=
Kita tuliskan persamaan tersebut dalam bentuk diferensial
dx x dy
4
5 =
Menurut relasi (9.4) dan (9.5) di Bab-9,
dx x x d
4 5
5 ) ( =
Oleh karena itu
K x x d dx x y + = = =

5 5 4
) ( 5
2). Carilah solusi persamaan y x
dx
dy
2
=
Kita tuliskan dalam bentuk diferensial dx y x dy
2
= dan kita
kelompokkan peubah dalam persamaan ini sehingga ruas kiri


143
mengandung hanya peubah tak bebas y dan ruas kanan hanya
mengandung peubah bebas x. Proses ini kita lakukan dengan membagi
kedua ruas dengan y.
dx x dy y
2 2 / 1
=


Ruas kiri memberikan diferensial ( ) dy y y d
2 / 1 2 / 1
2

= dan ruas kanan
memberikan diferensial dx x x d
2 3
3
1
= |

\
|
, sehingga
( ) |

\
|
=
3 2 / 1
3
1
2 x d y d
Jika kedua ruas diintegrasi, diperoleh
2
3
1
2 / 1
3
1
2 K x K y + = + atau
K x K K x y + = + =
3
1 2
3 2 / 1
3
1
3
1
2
Dua contoh telah kita lihat. Dalam proses integrasi seperti di atas terasa
adanya keharusan untuk memiliki kemampuan menduga jawaban.
Beberapa hal tersebut di bawah ini dapat memperingan upaya pendugaan
tersebut.
1. Integral dari suatu diferensial dy adalah y ditambah konstanta
sembarang K.
K y dy + =


2. Suatu konstanta yang berada di dalam tanda integral dapat
dikeluarkan

= dy a ady
3. Jika bilangan n 1, maka integral dari y
n
dy diperoleh dengan
menambah pangkat n dengan 1 menjadi (n + 1) dan membaginya
dengan (n + 1).
1 jika ,
1
1
+
+
=
+

n K
n
y
dy y
n
n

Penggunaan Integral Tak Tentu. Dalam integral tak tentu, terdapat
suatu nilai K yang merupakan bilangan nyata sembarang. Ini berarti
144 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

bahwa integral tak tentu memberikan hasil yang tidak tunggal melainkan
banyak hasil yang tergantung dari berapa nilai yang dimiliki oleh K.
Dalam pemanfaatan integral tak tentu, nilai K diperoleh dengan
menerapkan apa yang disebut sebagai syarat awal atau kondisi awal.
Kita akan mencoba memahami melalui pengamatan kurva. Jika kita
gambarkan kurva
2
10x y = kita akan mendapatkan kurva bernilai
tunggal seperti Gb.12.1.a. Akan tetapi jika kita melakukan integrasi

dx
x
3
10
3
tidak hanya satu kurva yang dapat memenuhi syarat akan
tetapi banyak kurva seperti pada Gb.12.1.b; kita akan mendapatkan satu
kurva jika K dapat ditentukan.

a) b)
Gb.12.1. Integral tak tentu memberikan banyak solusi.
Sebagai contoh kita akan menentukan posisi benda yang bergerak dengan
kecepatan sebagai fungsi waktu yang diketahui. Kecepatan sebuah benda
bergerak dinyatakan sebagai t at v 3 = = , dengan v adalah kecepatan, a
adalah percepatan yang dalam soal ini bernilai 3, t waktu. Kalau posisi
awal benda adalah 3
0
= s

pada waktu t = 0,

tentukanlah posisi benda
pada t = 4.
Kita ingat pengertian-pengertian dalam mekanika bahwa kecepatan
adalah laju perubahan jarak,
dt
ds
v = ; sedangkan percepatan adalah laju
perubahan kecepatan,
dt
dv
a = . Karena kecepatan sebagai fungsi t
diketahui, dan kita akan mencari posisi (jarak), maka kita gunakan relasi
dt
ds
v = yang memberikan vdt ds =
50
100
-5 -3 -1 1 3 5
x
y = 10x
2
50
100
-5 -3 -1 1 3 5
K
1
K
2
K
3
y
y
i
= 10x
2
+K
i
y
x


145
sehingga integrasinya memberikan

+ = + = = K t K
t
atdt s
2
2
5 , 1
2
3
Kita terapkan sekarang kondisi awal, yaitu 3
0
= s

pada t = 0.
K + = 0 3 yang memberikan 3 = K
Dengan demikian maka s sebagai fungsi t menjadi 3 5 , 1
2
+ = t s
sehingga pada t = 4 posisi benda adalah 27
4
= s
Luas Sebagai Suatu Integral. Kita akan mencari luas bidang yang
dibatasi oleh suatu kurva ) (x f y = , sumbu-x, garis vertikal x = p, dan x
= q. Sebagai contoh pertama kita ambil fungsi tetapan 2 = y seperti
terlihat pada Gb.12.2.

Gb.12.2. Mencari luas bidang di bawah y = 2.
Jika luas dari p sampai x

adalah A
px
, dan kita bisa mencari fungsi
pertambahan luas A
px
yaitu pertambahan luas jika x bertambah menjadi
x+x, maka kita dapat menggunakan fungsi pertambahan tersebut mulai
dari x = p sampai x = q untuk memperoleh A
pq
yaitu luas dari p sampai q.
Pertambahan luas yang dimaksud tentulah
x A
px
= 2 atau ) ( 2 x f
x
A
px
= =

(12.7)
Jika x diperkecil menuju nol maka kita dapatkan limit
2 ) ( lim
0
= = =


x f
dx
dA
x
A
px px
x
(12.8)
Dari (12.8) kita peroleh
K x dx dA A
px px
+ = = =

2 2 (12.9)
p x x+x q

y
x
y = f(x) =2
0
2
A
px
A
px

146 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Kondisi awal (kondisi batas) adalah A
px
= 0 untuk x = p. Jika kondisi ini
kita terapkan pada (12.9) kita akan memperoleh nilai K yaitu
K p + = 2 0 atau p K 2 = (12.10)
sehingga
p x A
px
2 2 = (12.11)
Kita mendapatkan luas A
px
(yang dihitung mulai dari x = p) merupakan
fungsi x. Jika perhitungan diteruskan sampai x = q kita peroleh
) ( 2 2 2 p q p q A
pq
= = (12.12)
Inilah hasil yang kita peroleh, yang sudah kita kenal dalam planimetri
yang menyatakan bahwa luas segi empat adalah panjang kali lebar yang
dalam kasus kita ini panjang adalah (q p) dan lebar adalah 2.
Bagaimanakah jika kurva yang kita hadapi bukan kurva dari fungsi
tetapan? Kita lihat kasus fungsi sembarang dengan syarat bahwa ia
kontinyu dalam rentang q x p seperti digambarkan pada Gb.12.3.

Gb.12.3. Fungsi sembarang kontinyu dalam b x a
Dalam kasus ini, A
px
bisa memiliki dua nilai tergantung dari apakah
dalam menghitungnya kita memilih A
px
= f(x)x atau A
px
= f(x+x)x.
Namun kita akan mempunyai nilai
x x x f x x f x x f A
px
+ = ) ( ) ( ) (
0
(12.13)
dengan x
0
adalah suatu nilai x yang terletak antara x dan x+x. Jika x
kita buat mendekati nol kita akan mempunyai
x x x f x x f x x f A
px
+ = = = ) ( ) ( ) (
0
(12.14)
Dengan demikian kita akan mendapatkan limit
p x x+x q
y
x
y = f(x)
0
A
px

f(x)
f(x+x

)
A
px


147
) ( lim
0
x f
dx
dA
x
A
px px
x
= =


(12.15)
Dari sini kita peroleh
K x F dx x f dA A
px px
+ = = =

) ( ) ( (12.16)
Dengan memasukkan kondisi awal A
px
= 0 untuk x = p dan kemudian
memasukkan nilai x = q kita akan memperoleh
|
q
p pq
x F p F q F A ) ( ) ( ) ( = = (12.17)
12.2. Integral Tentu
Integral tentu merupakan integral yang batas-batas integrasinya jelas.
Konsep dasar integral tentu adalah luas bidang yang dipandang sebagai
suatu limit. Kita akan menghitung luas bidang yang dibatasi oleh suatu
kurva y = f(x), sumbu-x, garis x = p, dan x = q, yaitu luas bagian yang
diarsir pada Gb.12.4.a.
Sebutlah luas bidang ini A
pq
. Bidang ini kita bagi dalam n segmen dan
kita akan menghitung luas setiap segmen dan kemudian
menjumlahkannya untuk memperoleh A
pq
. Jika penjumlahan luas segmen
kita lakukan dengan menghitung luas segmen seperti tergambar pada
Gb.12.4.b, kita akan memperoleh luas yang lebih kecil dari dari luas
yang kita harapkan; sebutlah jumlah luas segmen ini A
pqb
(jumlah luas
segmen bawah).
Jika penjumlahan luas segmen kita lakukan dengan menghitung luas
segmen seperti tergambar pada Gb.12.4.c, kita akan memperoleh luas
yang lebih besar dari dari luas yang kita harapkan; sebutlah jumlah luas
segmen ini A
pqa
(jumlah luas segmen atas).
Kedua macam perhitungan tersebut di atas akan mengakibatkan
terjadinya error. Antara A
pqb
dan A
pqa
ada selisih seperti terlihat pada
Gb.12.4.d. Jika x
0k
adalah suatu nilai x di antara kedua batas segmen ke-
k, yaitu antara x
k
dan (x
k
+x), maka berlaku
) ( ) ( ) (
0
x x f x f x f
k k k
+ (12.18)
148 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

(a)
(b)

(c)
(d)
Gb.12.4. Menghitung luas bidang di bawah kurva.
Jika pertidaksamaan (12.18) dikalikan dengan x
k
yang yang cukup kecil
dan bernilai positif, maka
k k k k k k
x x x f x x f x x f + ) ( ) ( ) (
0
(12.19)
Jika luas segmen di ruas kiri, tengah, dan kanan dari (12.19) kita
jumlahkan dari 1 sampai n (yaitu sebanyak jumlah segmen yang kita
buat), kita akan memperoleh
p x
2
x
k
x
k+1
x
n

y
x
y = f(x)
0
p x
2
x
k
x
k+1
x
n

y
x
y = f(x)
0
p x
2
x
k
x
k+1
x
n

y
x
y = f(x)
0
p x
2
x
k
x
k+1
x
n

y
x
y = f(x)
0


149
k
n
k
k
n
k
k k
n
k
k k
x x x f x x f x x f +

= = = 1 1
0
1
) ( ) ( ) ( (12.20)
Ruas paling kiri adalah jumlah luas segmen bawah, A
pqb
; ruas paling
kanan adalah jumlah luas segmen atas, A
pqa
; ruas yang di tengah adalah
jumlah luas segmen pertengahan, kita namakan A
n
. Jelaslah bahwa
pqa n pqb
A A A (12.21)
Nilai A
n
dapat dipakai sebagai pendekatan pada luas bidang yang kita
cari. Error yang terjadi sangat tergantung dari jumlah segmen, n. Jika n
kita perbesar menuju tak hingga dan semua x
k
menuju nol, maka luas
bidang yang kita cari adalah
pqa
x
n
x
pqb
x
pq
A A A A
k k k
0 0 0
lim lim lim

= = = (12.22)
Jadi apabila kita menghitung limitnya, kita akan memperoleh nilai limit
yang sama, apakah kita menggunakan penjumlahan segmen bawah, atau
atas, atau pertengahannya. Limit yang sama ini disebut integral tertentu,
dituliskan

=
q
p
pq
dx x f A ) ( (12.23)
Integral tertentu (12.23) ini terkait dengan integral tak tentu (9.12)
| ) ( ) ( ) ( ) ( p F q F x F dx x f A
q
p
q
p
pq
= = =

(12.24)
Jadi untuk memperoleh limit bersama dari penjumlahan segmen bawah,
penjumlahan segmen atas, maupun penjumlahan segmen pertengahan
dari fungsi f(x) dalam rentang p x q, kita cukup melakukan:
a. integrasi untuk memperoleh

= dx x f x F ) ( ) ( ;
b. masukkan batas atas x = q untuk mendapat F(q);
c. masukkan batas bawah x = p untuk mendapat F(p);
d. kurangkan perolehan batas bawah dari batas atas, F(q) F(p).
Walaupun dalam pembahasan di atas kita mengambil contoh fungsi yang
bernilai positif dalam rentang q x p , namun pembahasan itu
berlaku pula untuk fungsi yang dalam rentang q x p sempat
bernilai negatif. Kita hanya perlu mendefinisikan kembali apa yang
disebut dengan A
px
dalam pembahasan sebelumnya. Pendefinisian yang
baru ini akan berlaku umum, yaitu
150 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

A
px
adalah luas bidang yang dibatasi oleh ) (x f y = dan
sumbu-x dari p sampai x, yang merupakan jumlah luas bagian
yang berada di atas sumbu-x dikurangi dengan luas bagian
yang di bawah sumbu-x.
Agar lebih jelas kita mengambil contoh pada Gb 13.2. Kita akan
menghitung luas antara x x y 12
3
= dan sumbu-x dari x = 3 sampai x
= +3. Bentuk kurva diperlihatkan pada Gb.12.5.

Di sini terlihat bahwa dari x = 3 sampai 0 kurva berada di atas sumbu-x
dan antara x = 0 sampai +3 kurva ada di bawah sumbu-x. Untuk bagian
yang di atas sumbu-x kita mempunyai luas
75 , 33 ) 54 25 , 20 ( 0 6
4
) 12 (
0
3
2
4
0
3
3
= =
(
(

(
= =

x
x
dx x x A
a

Untuk kurva yang di bawah sumbu-x kita dapatkan
75 , 33 ) 0 ( 54 25 , 20 6
4
) 12 (
3
0
2
4
3
0
3
= =
(
(

(
= =

x
x
dx x x A
b

Luas yang kita cari adalah luas bagian yang berada di atas sumbu-x
dikurangi dengan luas bagian yang di bawah sumbu-x
5 , 67 ) 755 , 33 ( 75 , 33 = = =
b a pq
A A A
Contoh ini menunjukkan bahwa dengan pengertian yang baru mengenai
A
px
, formulasi
( ) ) ) ( ) ( p F q F dx x f A
q
p
= =


tetap berlaku untuk kurva yang memiliki bagian baik di atas maupun di
bawah sumbu-x.
Gb.12.5. Kurva x x y 12
3
=
- 20
- 10

0
10

20

- 4

- 3

-2

-1

0

1

2

3

4



x


x x y 12
3
=


151
Dengan demikian maka untuk bentuk kurva seperti pada Gb.12.6. kita
dapatkan
4 3 2 1
A A A A A
pq
+ + =
yang kita peroleh dari ( ) ) ) ( ) ( p F q F dx x f A
q
p
pq
= =



Gb.12.6. Kurva memotong sumbu-x di beberapa titik.
Luas Bidang Di Antara Dua Kurva. Kita akan menghitung luas bidang
di antara kurva ) (
1 1
x f y = dan ) (
2 2
x f y = pada batas antara x = p dan x
= q . Kurva yang kita hadapi sudah barang tentu harus kontinyu dalam
rentang q x p . Kita tetapkan bahwa kurva ) (
1 1
x f y = berada di atas
) (
2 2
x f y = meskipun mungkin mereka memiliki bagian-bagian yang
berada di bawah sumbu-x. Perhatikan Gb.12.7.

Gb.12.7. Menghitung luas bidang antara dua kurva.
Rentang q x p kita bagi dalam n segmen, yang salah satunya
diperlihatkan pada Gb.12.7. dengan batas kiri x dan batas kanan (x+x),
dimana n p q x / ) ( = .
p


q
y
x

0
y
1
y
2
x x+x
p
q
y
x
A
4
A
1
A
2
A
3
y = f(x)
152 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Luas segmen dapat didekati dengan
{ } x x f x f A
segmen
= ) ( ) (
2 1
(12.25)
yang jika kita jumlahkan seluruh segmen akan kita peroleh
{ }

=
=
=
x q x
p x
n
segmen
x x f x f A ) ( ) (
2 1
1
(12.25)
Dengan membuat n menuju tak hingga sehingga x menuju nol kita
sampai pada suatu limit
{ }

= =

q
p
n
segmen pq
dx x f x f A A ) ( ) ( lim
2 1
1
(12.26)
Kita lihat beberapa contoh.
1). Jika 4
1
= y dan 2
2
= y berapakah luas bidang antara y
1
dan y
2

dari x
1
= p = 2 sampai x
2
= q = +3.
{ } | 30 ) 12 ( 18 6 ) 2 ( 4 (
3
2
3
2
= = = =
+

x dx A
pq

Hasil ini dengan mudah dijakinkan menggunakan planimetri. Luas
yang dicari adalah luas persegi panjang dengan lebar 6
2 1
= y y
dan panjang 5
1 2
= x x .
2). Jika
2
1
x y = dan 4
2
= y berpakah luas bidang yang dibatasi oleh y
1

dan y
2
.
Terlebih dulu kita cari batas-batas integrasi yaitu nilai x pada
perpotongan antara y
1
dan y
2
.
2 , 2 4
2 1
2
2 1
= = = = = = q x p x x y y
Perhatikan bahwa y
1
adalah fungsi pangkat dua dengan titik puncak
minimum yang berada pada posisi [0,0]. Oleh karena itu bagian
kurva y
1
yang membatasi bidang yang akan kita cari luasnya, berada
di di bawah y
2
= 4.
3
32
3
16
3
16
3
8
8
3
8
8
3
4 ) 4 (
2
2 -
3
2
2
2
=

= |

\
|
|

\
|
=
(
(

(
|
|

\
|
= =

x
x dx x A
pq

Jika kita terbalik dalam memandang posisi y
1
terhadap y
2
kita akan
melakukan kesalahan:


153
0
3
16
3
16
8
3
8
8
3
8
4
3
) 4 ( *
2
2 -
3
2
2
2
=
+

= |

\
|
+

\
|
=
(
(

(
|
|

\
|
= =

x
x
dx x A
pq

3). Jika 2
2
1
+ = x y dan x y =
2
berapakah luas bidang yang
dibatasi oleh y
1
dan y
2
.
Terlebih dulu kita perhatikan karakter fungsi-fungsi ini. Fungsi
y
1
adalah fungsi kuadrat dengan titik puncak maksimum yang
memotong sumbu-y di y = 2. Fungsi y
2
adalah garis lurus
melalui titik asal [0,0] dengan kemiringan negatif 1, yang
berarti ia menurun pada arah x positif. Dengan demikian maka
bagian kurva y
1
yang membatasi bidang yang akan kita cari
luasnya berada di atas y
2
.
Batas integrasi adalah nilai x pada perpotongan kedua kurva.

2
2
8 1 1
; 1
2
8 1 1
0 2 atau 2
2
2
2
1
2 2
2 1
=

+
= = =

+ +
= =
= + + = + =
q x p x
x x x x y y

5 , 4 2
2
1
3
1
4 2
3
8

2
2 3
) 2 (
2
1
2 3
2
1
2
= |

\
|
+

\
|
+ + =
(
(

(
|
|

\
|
+ + = + + =

x
x x
dx x x A
pq

Penerapan Integral Tentu. Pembahasan di atas terfokus pada
penghitungan luas bidang di bawah suatu kurva. Dalam praktik kita tidak
selalu menghitung luas melainkan menghitung berbagai besaran fisis,
yang berubah terhadap waktu misalnya. Perubahan besaran fisis ini dapat
pula divisualisasi dengan membuat absis dengan satuan waktu dan
ordinat dengan satuan besaran fisis yang dimaksud. Dengan demikian
seolah-olah kita menghitung luas bidang di bawah kurva. Berikut ini dua
contoh dalam kelistrikan.
1). Sebuah piranti menyerap daya 100 W pada tegangan konstan
200V. Berapakah energi yang diserap oleh piranti ini selama 8
jam ?
154 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Daya adalah laju perubahan energi. Jika daya diberi simbol p
dan energi diberi simbol w, maka
dt
dw
p =
yang memberikan

= pdt w

Perhatikan bahwa peubah bebas di sini adalah waktu, t. Kalau
batas bawah dari wktu kita buat 0, maka batas atasnya adalah 8,
dengan satuan jam. Dengan demikian maka energi yang diserap
selama 8 jam adalah
[kWh] hour Watt kilo 8 , 0
[Wh] r Watt.hou 800 100 100
8
0
8
0
8
0
=
= = = =

t dt pdt w

2). Arus yang melalui suatu piranti berubah terhadap waktu sebagai
i(t) = 0,05 t ampere. Berapakah jumlah muatan yang
dipindahkan melalui piranti ini antara t = 0 sampai t = 5 detik ?
Arus i adalah laju perubahan transfer muatan, q.
dt
dq
i =
sehingga

= idt q

Jumlah muatan yang dipindahkan dalam 5 detik adalah
coulomb 625 , 0
2
25 , 1

2
05 , 0
05 , 0
5
0
5
0
2
5
0
= = = = =

t tdt idt q
Pendekatan umerik. Dalam pembahasan mengenai integral tentu, kita
fahami bahwa langkah-langkah dalam menghitung suatu integral adalah:
1. Membagi rentang f(x) ke dalam n segmen; agar proses
perhitungan menjadi sederhana buat segmen yang sama lebar,
x.
2. Integral dalam rentang p x q dari f(x) dihitung sebagai

=

=
n
k
k k
x
q
p
x x f dx x f
1
0
) ( lim ) (
dengan f(x
k
) adalah nilai f(x) dalam interval x
k
yang
besarnya akan sama dengan nilai terendah dan tertinggi
dalam segmen x
k
jika x menuju nol.


155
Dalam aplikasi praktis, kita tentu bisa menetapkan suatu nilai x
sedemikian rupa sehingga jika kita mengambil f(x
k
) sama dengan nilai
terendah ataupun tertinggi dalam x
k
, hasil perhitungan akan lebih rendah
ataupun lebih tinggi dari nilai yang diharapkan. Namun error yang terjadi
masih berada dalam batas-batas toleransi yang dapat kita terima. Dengan
cara ini kita mendekati secara numerik perhitungan suatu integral, dan
kita dapat menghitung dengan bantuan komputer.
Sebagai ilustrasi kita akan menghitung kembali luas bidang yang dibatasi
oleh kurva x x y 12
3
= dengan sumbu-x antara x = 3 dan x = +3. Luas
ini telah dihitung dan menghasilkan 5 , 67 =
pq
A . Kali ini perhitungan

=
3
3
3
) 12 ( dx x x A
pq
akan kita lakukan dengan pendekatan numerik
dengan bantuan komputer. Karena yang akan kita hitung adalah luas
antara kurva dan sumbu-x, maka bagian kurva yang berada di bawah
sumbu-x harus dihitung sebagai positif. Jika kita mengambil nilai x =
0,15 maka rentang 3 3 x akan terbagi dalam 40 segmen.
Perhitungan menghasilkan
4 , 67 39875 , 67 ) 12 (
40
1
3
= =

= k
k k pq
x x A
Error yang terjadi adalah sekitar 0,15%.
Jika kita mengambil x = 0,05 maka rentang 3 3 x akan terbagi
dalam 120 segmen. Perhitungan menghasilkan
5 , 67 48875 , 67 ) 12 (
120
1
3
= =

= k
k k pq
x x A
Error yang terjadi adalah sekitar 0,02%.
Jika kita masih mau menerima hasil perhitungan dengan error 0,2%,
maka hasil pendekatan numerik sebesar 67,4 cukup memadai.
Perhitungan numerik di atas dilakukan dengan menghitung luas setiap
segmen sebagai hasilkali nilai minimum ataupun nilai maksimum
masing-masing segmen dengan x. Satu alternatif lain untuk menghitung
luas segmen adalah dengan melihatnya sebagai sebuah trapesium. Luas
setiap segmen menjadi
156 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

( ) 2 / ) ( ) (
min
x x f x f A
kmaks k segmen
+ = (12.27)
Perhitungan pendekatan numerik ini kita lakukan dengan bantuan
komputer. Kita bisa memanfaatkan program aplikasi yang ada, ataupun
menggunakan spread sheet jika fungsi yang kita hadapi cukup sederhana.
Soal-Soal:
1. Carilah titik-titik perpotongan fungsi-fungsi berikut dengan
sumbu-x kemudian cari luas bidang yang dibatasi oleh kurva
fungsi dengan sumbu-x.
x y y x x y = =
3 2 2
; 2
2. Carilah luas bidang yang dibatasi oleh kurva dan garis berikut.
3 garis dan 2 kurva antara Luas
4 garis dan kurva antara Luas
2
2
= =
= =
x x x y
x x y

3. Carilah luas bidang yang dibatasi oleh dua kurva berikut.
2 4
2x x y = dan
2
2x y =
5 2
2
= x y dan 5 2
2
+ = x y

12.3. Volume Sebagai Suatu Integral
Di sub-bab sebelumnya kita menghitung luas bidang sebagai suatu
integral. Berikut ini kita akan melihat penggunaan integral untuk
menghitung volume.
Balok. Kita ambil contoh sebuah balok
seperti tergambar pada Gb.12.8. Balok ini
dibatasi oleh dua bidang datar paralel di p
dan q. Balok ini diiris tipis-tipis dengan tebal
irisan x sehingga volume balok, V,
merupakan jumlah dari volume semua irisan.
Gb.12.8. Balok
Jika A(x) adalah luas irisan di sebelah kiri dan A(x+x) adalah luas irisan
di sebelah kanan maka volume irisan V adalah
x x x A V x x A + ) ( ) (
Volume balok V adalah
x


157

=
q
p
x x A V ) (
dengan ) (x A adalah luas rata-rata irisan antara A(x) dan A(x+x).
Apabila x cukup tipis dan kita mengambil A(x) sebagai pengganti ) (x A
maka kita memperoleh pendekatan dari nilai V, yaitu


q
p
x x A V ) (
Jika x menuju nol dan A(x) kontinyu antara p dan q maka

= =

q
p
q
p
o x
dx x A x x A V ) ( ) ( lim (12.28)
Rotasi Bidang Segitiga Pada Sumbu-x.
Satu kerucut dapat dibayangkan sebagai
segitiga yang berputar sekitar salah satu
sisinya. Sigitiga ini akan menyapu satu
volume kerucut seperti terlihat pada
Gb.12.9. Segitiga OPQ, dengan OQ
berimpit dengan sumbu-x, berputar
mengelilingi sumbu-x.
Gb.12.9. Rotasi Segitiga OPQ
mengelilingi sumbu-x
Formula (12.28) dapat kita terapkan disini. Dalam hal ini A(x) adalah
luas lingkaran dengan jari-jari r(x); sedangkan r(x) memiliki persamaan
garis OP.
| |

= = =
h h h
dx x m dx x r dx x A V
0
2 2
0
2
0
) ( ) ( (12.29)
dengan m adalah kemiringan garis OP dan h adalah jarak O-Q. Formula
(12.29) akan memberikan volume kerucut
3 3
PQ/OQ) (
3
2
3 2 3 2
kerucut
h
r
h h m
V =

= (12.30)
dengan OQ = h dan r adalah nilai PQ pada x = h.
Bagaimanakah jika OQ tidak berimpit dengan sumbu-x? Kita akan
memiliki kerucut yang terpotong di bagian puncak. Volume kerucut
y
x
x
x
O
Q
P
158 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

terporong demikian ini diperoleh dengan menyesuaikan persamaan garis
OP. Jika semula persamaan garis ini berbentuk mx y = berubah menjadi
b mx y + = dengan b adalah perpotongan garis OP dengan sumbu-y.
Rotasi Bidang Sembarang. Jika f(x)
kontinyu pada b x a , rotasi bidang
antara kurva fungsi ini dengan sumbu-x
antara b x a sekeliling sumbu-x akan
membangun suatu volume benda yang
dapat dihitung menggunakan relasi (12.10).

Gb.12.10. Rotasi bidang
mengelilingi sumbu-x
Dalam menghitung integral (12.28) penyesuaian harus dilakukan pada
A(x) dan batas-batas integrasi.
( ) ( )
2 2
) ( ) ( ) ( x f x r x A = =
sehingga ( )

=
b
a
dx x f V
2
) ( (12.31)
Gabungan Fungsi Linier. Jika f(x) pada
(12.31) merupakan gabungan fungsi linier,
kita akan mendapatkan situasi seperti pada
Gb.12.11.

Gb.12.11. Fungsi f(x) merupakan
gabungan fungsi linier.
Fungsi f(x) kontinyu bagian demi bagian. Pada Gb.12.11. terdapat tiga
rentang x dimana fungsi linier kontinyu. Kita dapat menghitung volume
total sebagai jumlah volume dari tiga bagian.
Fungsi f(x) Memotong Sumbu-x. Formula (12.29) menunjukkan bahwa
dalam menghitung volume, f(x) dikuadratkan. Oleh karena itu jika ada
bagian fungsi yang bernilai negatif, dalam penghitungan volume bagian
ini akan menjadi positif.
12.4. Panjang Kurva Pada Bidang Datar
Jika kurva ) (x f y = kita bagi dalam n segmen masing-masing selebar
x, maka l dalam segmen tersebut adalah
y
x
x
x
0 a
b
f(x)
y
x
x
x
0 a b
2000


159
2 2
y x PQ l + = =
Salah satu segmen diperlihatkan pada Gb.12.12.
Ada satu titik P yang terletak pada kurva di segmen ini yang terletak
antara P dan Q di mana turunan fungsi ) (P y , yang merupakan garis
singgung di P, sejajar dengan PQ. Menggunakan pengertian ) (P y ini,
l dapat dinyatakan sebagai
( ) | | ( ) x y x y x l + = + =
2 2 2
) P ( 1 ) P (

Gb.12.12. Salah satu segmen pada kurva ) (x f y = .
Setiap segmen memiliki ) (P y masing-masing yaitu
k
y , dan l
masing-masing yaitu l
k
. Jika n dibuat menuju , panjang kurva dari x =
a ke x = b adalah
( ) ( ) x y x y l l
n
k
k
x
n
k
k
n
n
k
k
n
ab
+ = + = =

=

=

=

1
2
0
1
2
1
1 lim 1 lim lim
atau dx
dx
dy
l
b
a
ab

|

\
|
+ =
2
1 (12.32)
Perlu kita ingat bahwa panjang suatu kurva tidak tergantung dari posisi
sumbu koordinat. Oleh karena itu (12.32) dapat ditulis juga sebagai
dy
dy
dx
l
b
a
ab

|
|

\
|
+ =
2
1 dengan a dan b adalah batas-batas peubah
bebas.
P
y
x
x
y
Q
y = f(x)
l
a b
160 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

12.5. ilai Rata-Rata Suatu Fungsi
Untuk fungsi ) (x f y = yang kontinyu dalam rentang q x p nilai
rata-rata fungsi ini didefinisikan sebagai

=
q
p
x rr
dx x f
p q
y ) (
1
) ( (12.33)
(Penulisan (y
rr
)
x
untuk menyatakan nilai rata-rata fungsi x)
Definisi (12.33) dapat kita tuliskan

=
q
p
x rr
dx x f p q y ) ( ) ( ) ( (12.34)
Ruas kanan (12.34) adalah luas bidang antara kurva fungsi ) (x f y =
dengan sumbu-x mulai dari x = p sampai x = q. Ruas kiri (12.34) dapat
ditafsirkan sebagai luas segi empat dengan panjang (q p) dan lebar
(y
rr
)
x
. Namun kita perlu hati-hati sebab dalam menghitung ruas kanan
(12.34) sebagai luas bidang antara kurva fungsi ) (x f y = dengan sumbu-
x bagian kurva yang berada di bawah sumbu-x memberi kontribusi positif
pada luas bidang yang dihitung; sedangkan dalam menghitung nilai rata-
rata (12.33) kontibusi tersebut adalah negatif.
Sebagai contoh, kita ambil fungsi x x y 12
3
= . Luas bidang antara
x x y 12
3
= dengan sumbu-x dari x = 3 sampai x = +3 adalah positif,
5 , 67 =
pq
A (telah pernah kita hitung). Sementara itu jika kita
menghitung nilai rata-rata fungsi ini dari x = 3 sampai x = +3 hasilnya
adalah (y
rr
)
x
= 0 karena bagian kurva yang berada di atas dan di bawah
sumbu-x akan saling meniadakan.



161
Bab 13
Integral (2)
(Integral Tak Tentu)
Dalam bab sebelumnya kita telah mengenal macam-macam perhitungan
integral. Salah satu cara mudah untuk menghitung integral adalah dengan
pendekatan numerik, walaupun cara ini memberikan hasil yang
mengandung error. Namun error dalam pendekatan numerik bisa ditekan
sampai pada batas-batas toleransi. Dalam bab ini kita akan melihat
perhitungan integral tak tentu secara analitis dari macam-macam fungsi.
13.1. Integral Fungsi Tetapan:

adx
K ax adx + =

karena adx dax =


Contoh: K x dx y + = =

2 2
13.2. Integral Fungsi Mononom:

dx x
n

Karena dx x dx
n n 1
= dengan syarat n 1, maka K
n
x
dx x
n
n
+
+
=
+

1
1

Contoh: K x dx x dx x y + = = =

3 2 2
3
2
2 2
13.3. Integral Fungsi Polinom

+ dx x x
m n
) (
Polinom merupakan jumlah terbatas dari mononom. Integral suatu
polinom sama dengan jumlah integral mononom yang menyusunnya.
Karena dx x dx x x x d
m n m n
+ = + ) ( maka
1 , 1 syarat dengan ,
1 1
) (
1 1
+
+
+
+
= +
+ +

m n K
m
x
n
x
dx x x
m n
m n

Soal-Soal : Carilah integral tak tentu berikut ini.


+ + + +
+
dx x x x dx x x
dx x dx x xdx dx
) 2 4 6 4 ( ; ) 4 2 (
; ) 5 2 ( ; 4 ; 2 ; 5
2 3
1
0
2
4

162 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

13.4. Integral Fungsi Pangkat Dari Fungsi:

dx v
n

Jika v adalah polinom, maka

+
+
=
+
K dv
n
v
dv v
n
n
1
1
karena
dv v
n
v
d
n
n
=
+
+
1
1
dengan syarat n 1. Formulasi ini digunakan untuk
mencari

dx v
n
.
Contoh: Hitunglah

+ = dx x y
2
) 1 2 (
Misalkan 1 2 + = x v dx dv 2 =
2
dv
dx =
K x x x
K
x x x
K
v
dv
v
dx x y
+ + + + =
+
+ + +
= + = = + =

6
1
2
3
4

6
1 6 12 8
6 2
) 1 2 (
2 3
2 3 3 2
2
Kita coba untuk meyakinkan hasil ini dengan hasil yang akan
diperoleh jika polinom kita kuadratkan lebih dulu.
K x
x x
dx x x dx x y + + + = + + = + =

2
4
3
4
) 1 4 4 ( ) 1 2 (
2 3
2 2

Hasil perhitungan sama dengan hasil sebelumnya,
6 / 1 + = K K .
Contoh: Hitunglah


= dx
x
x
y
2
1
3

Misalkan
x
dv
dx x
dx
dv
v x
2
2 1
2

= = =
2
2 / 1
2 / 1
2 / 1
2
1 3
2 / 1 2
3
2
3
2
3
1
3
y x
v
dv v
x
dv
v
x
dx
x
x
= = =

=



Soal-Soal : Carilah integral tak tentu berikut ini.

+ + dx x dx x 1 4 ; ) 1 (
2
;

+
+
+ dx
x
x
dx
x
dx x
1 2
;
) 2 3 (
1
; 5 2
2
2



163
13.5. Integral Fungsi Berpangkat -1:

v
dv

Karena
v
dv
v d = ) (ln , maka K v
v
dv
+ =

ln . Integrasi ini
memecahkan masalah persyaratan n 1 pada integrasi

dx v
n
.
Contoh: Carilah integral

+
= dx
x
x
y
1
2
2

Misalkan
x
dv
dx x
dx
dv
x v
2
2 1
2
= = + =

+ + = + = =
+
= K x K v
x
dv
v
x
dx
x
x
y ) 1 ln( ln
2
2
1
2
2
2

Soal-Soal: Carilah integral tak tentu berikut ini.

+
+

+
1 4
;
1
;
1
;
3 2
;
4
;
3 2
2 2 3
2
x
xdx
x
xdx
x
xdx
x
dx
x
dx x
x
dx

13.6. Integral Fungsi Eksponensial:

dv e
v

Karena dv e de
v v
= maka K e dv e
v v
+ =


Soal-Soal:

+
x
x
x x x
e
dx e
dx e dx xe dx e
2 1
; ; ;
3 / 2
2

13.7. Integral Tetapan Berpangkat Fungsi :

dv a
v

Karena adv a da
v v
ln = maka K
a
a
dv a
v
v
+ =

ln

Contoh: Carilah

= dx y
x 2
3
Misalkan v = 2x
2
2
dv
dx
dx
dv
= =

+ = = = K dv dx y
x v
x
3 ln
3
2
1
2
3
3
2
2

164 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

13.8. Integral Fungsi Trigonometri
Karena vdv v d cos sin = maka K v dx v + =

sin cos
Karena vdx v d sin cos = maka K v dx v + =

cos sin
Relasi diferensial dan integral fungsi trigonometri yang lain
termuat dalam Tabel-13.1.
Contoh: Carilah integral tak tentu

= xdx y 2 sin
Misalkan
2
2 2
dv
dx
dx
dv
x v = = =
2
2 cos
2
cos
2
sin
2 sin
x v
dv
v
xdx y =

= = =


Soal-Soal : Carilah integral tak tentu berikut ini.

+ xdx dx x xdx 3 cos 4 ; ) 2 2 cos( ; 4 sin .

xdx x dx x x cos sin ; cos sin 2
2
.

axdx xdx
2 2
cos ; sin


dx
x
x
xdx x
2 cos 2
2 sin
; sin cos
2
.
13.9. Integral Fungsi Hiperbolik
Karena v v d cosh ) (sinh = maka K v vdv + =

sinh cosh
Karena vdv v d sinh ) (cosh = maka K v vdv + =

cosh sinh
Relasi diferensial dan integral fungsi hiperbolik yang lain termuat
dalam Tabel-13.1.
Contoh: Carilah

+ = dx x y ) 1 2 cosh(
Misalkan
2
2 1 2
dv
dx
dx
dv
x v = = + =
K x
K v dv v dx x y
+ + =
+ = = + =

) 1 2 sinh(
2
1

sinh
2
1
) cosh(
2
1
) 1 2 cosh(



165
Soal-Soal: Carilah integral berikut

xdx dx
x
x
xdx xdx dx
x
x
2
4
2
tanh ;
cosh
sinh
; 2 cosh ; tanh ;
sinh

13.10. Integral Menghasilkan Fungsi Trigonometri Inversi
Integral fungsi-fungsi yang berbentuk


2
1 v
dv
,

+
2
1 v
dv
,

1
2
v v
dv
dan setrusnya mulai nomer 20 sampai 31,
menghasilkan fungsi-fungsi trigonometri inversi.
Contoh: Carilah


=
2
4 1 x
dx
y

Jika kita membuat pemisalan
2
4 1 x v = maka x
dx
dv
8 = atau
x
dv
dx
8
= . Kalau pemisalan ini kita masukkan dalam persoalan
integral yang diberikan, kita akan mendapatkan bentuk
x
dv
v
8
2 / 1



yang tidak dapat diproses lebih lanjut; persoalan integral tidak dapat
ter-transformasi menjadi integral dalam peubah v.
Namun bentuk


2
4 1 x
dx
ini dapat kita transformasi menjadi bentuk
yang termuat dalam Tabel-13.1, yaitu nomer 20. Kita misalkan v = 2x
yang akan memberikan 2 =
dx
dv
atau
2
dv
dx = . Persoalan integral kita
menjadi


=

=
2 2 2
1
2
1
1 2 4 1 v
dv
v
dv
x
dx
y
yang menghasilkan
K x K v y + = + =

) 2 ( sin
2
1
sin
2
1
1 1

Soal-Soal: Carilah integral tak tentu berikut ini.


+ + +

1
;
4
;
4
;
1
;
4 1
2
2 2 2 2
x
dx
x x
dx
x
dx
x
dx
x
dx

166 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

13.11. Relasi Diferensial dan Integral
Berikut ini daftar formula untuk deferensial beserta pasangan integralnya.
Beberapa di antaranya perlu untuk diingat, misalnya formula 1 sampai 9
dan 16, 17 yang sering kita temui.
Tabel-13.1.
1. dx
dx
dv
dv =
1. K v dv + =


2. kdv kv d = ) (
2.

= dv k kdv
3. dw dv w v d + = + ) ( 3.

+ = + dw dv dw dv ) (

4. dv nv dv
n n 1
= 4. C
n
v
dv v
n
n
+
+
=
+

1
1
; n1
5.
v
dv
v d = ) (ln 5. K v
v
dv
+ =

ln
6. dv e de
v v
=
6. K e dv e
v v
+ =


7. adv a da
v v
ln =
7. K
a
a
dv a
v
v
+ =

ln

8. vdv v d cos ) (sin =
8. K v vdv + =

sin cos
9. vdv v d sin ) (cos =
9. K v vdv + =

cos sin
10. vdv v d
2
sec ) (tan =
10.

+ = K v vdv tan sec


2

11. vdv v d
2
csc ) (cot =
11. K v vdv + =

cot csc
2

12. vdv v v d tan sec ) (sec =
12. K v vdv + =

sec tan sec


13. vdv v v d cot csc ) (csc =
13. K v vdv + =

csc cot csc


14. v v d cosh ) (sinh =
14. K v vdv + =

sinh cosh
15. vdv v d sinh ) (cosh =
15. K v vdv + =

cosh sinh
16. vdv v d
2
h sec ) (tanh =
16. K v vdv + =

tanh h sec
2



167
17. vdv v d
2
h csc ) (coth =
17. K v vdv + =

coth h csc
2

18. vdv v v d tanh h sec ) sech ( =
18. K v vdv v + =

sech tanh h sec


19. vdv v v d coth h csc ) csch ( =
19. K v vdv v + =

cosh coth csch


20.
2
1
1
) (sin
v
dv
v d


20.

+ =


K v
v
dv
1
2
sin
1

21.
2
1
1
) (cos
v
dv
v d


21.

+ =


K v
v
dv
1
2
cos
1

22.
2
1
1
tan
v
dv
v d
+
=

22.

+ =
+

K v
v
dv
1
2
tan
1

23.
2
1
1
cot
v
dv
v d
+

23.

+ =
+

K v
v
dv
1
2
cot
1

24.
1
sec
2
1

v v
dv
v d 24.

+ =


K v
v v
dv
1
2
sec
1
, v >0
25.
1
csc
2
1

v v
dv
v d
25.

+ =


K v
v v
dv
1
2
csc
1
, v >0
26.
2
1
1
) (sinh
v
dv
v d
+
=


26.

+ =
+

K v
v
dv
1
2
sinh
1

27.
1
) (cosh
2
1

v
dv
v d
27.

+ =


K v
v
dv
1
2
cosh
1

28.
2
1
1
) (tanh
v
dv
v d


28.

+ =


K v
v
dv
1
2
tanh
1
; jika |v|<1
29.
2
1
1
) (coth
v
dv
v d

29.

+ =


; coth
1
1
2
K v
v
dv
jika |v|>1
30.
2
1
1
) h (sec
v v
dv
v d

30.

+ =


; h sec
1
1
2
K v
v v
dv

31.
2
1
1
) h (csc
v v
dv
v d
+

31.

+ =
+

; h csc
1
1
2
K v
v v
dv

168 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Catatan Tentang Isi Tabel-13.1.
Dengan menggunakan relasi-relasi dalam Tabel-13.1 kita dapat
melakukan proses integrasi fungsi-fungsi mencakup:
Fungsi mononom dan polinom:

vdv
Fungsi polinom berpangkat:

v
dv
dv v
n
;
Fungsi exponensial:

dv a dv e
v v
;
Fungsi trigonometri:

vdv cos ;

vdv sin ;

vdv
2
sec ;

vdv
2
csc ;

vdv tan sec ;

vdv cot csc .


tetapi tidak:

vdv tan ;

vdv cot ;

vdv sec ;

vdv csc .
Fungsi hiperbolik:

vdv cosh ;

vdv sinh ;

vdv
2
h sec ;

vdv
2
h csc ;

vdv v tanh h sec ;

vdv v coth csch .


tetapi tidak:

vdv tanh ;

vdv coth ;

vdv h sec ;

vdv h csc .
Integrasi fungsi aljabar yang menghasilkan fungsi trigonometri
inversi dan fungsi hiperbolik inversi, seperti


2
1 v
dv
;

+
2
1 v
dv
;

1
2
v v
dv
;

+
2
1 v
dv
;

1
2
v
dv
;


2
1 v
dv
;


2
1 v v
dv
;

+
2
1 v v
dv
.
tetapi tidak mengintegrasi fungsi inversi seperti


vdv
1
sin
;


xdx
1
tan
;


vdv
1
sinh ;


vdv
1
tanh
Tabel-13.1 tidak memuat relasi integrasi fungsi-fungsi aljabar yang
berbentuk


+
dsb ; ; ;
2 2 2 2
2 2
dv a v dv v a
v a
dv



169
Bab 14
Integral (3)
(Integral Tentu)
14.1. Luas Sebagai Suatu Integral. Integral Tentu
Integral tentu merupakan integral yang batas-batas integrasinya jelas.
Konsep dasar dari integral tertentu adalah luas bidang yang dipandang
sebagai suatu limit.
Kita akan menghitung luas bidang yang dibatasi oleh suatu kurva y =
f(x), sumbu-x, garis vertikal x = p, dan x = q, yaitu luas bagian yang
diarsir pada Gb.14.1.a.
Sebutlah luas bidang ini A
pq
. Bidang ini kita bagi dalam n segmen dan
kita akan menghitung luas setiap segmen dan kemudian
menjumlahkannya untuk memperoleh A
pq
.
Jika penjumlahan luas segmen kita lakukan dengan menghitung luas
segmen seperti tergambar pada Gb.14.1.b, kita akan memperoleh luas
yang lebih kecil dari dari luas yang kita harapkan; sebutlah jumlah luas
segmen ini A
pqb
(jumlah luas segmen bawah).
Jika penjumlahan luas segmen kita lakukan dengan menghitung luas
segmen seperti tergambar pada Gb.14.1.c, kita akan memperoleh luas
yang lebih besar dari dari luas yang kita harapkan; sebutlah jumlah luas
segmen ini A
pqa
(jumlah luas segmen atas).
Kedua macam perhitungan tersebut di atas akan mengakibatkan
terjadinya galat (error). Antara mereka ada selisih seperti digambarkan
pada Gb.14.1.d.
Jika x
0k
adalah suatu nilai x di antara kedua batas segmen ke-k, yaitu
antara x
k
dan (x
k
+x), maka berlaku
) ( ) ( ) (
0
x x f x f x f
k k k
+ (14.1)
Jika pertidaksamaan (14.1) dikalikan dengan x
k
yang yang cukup kecil
dan bernilai positif, maka
k k k k k k
x x x f x x f x x f + ) ( ) ( ) (
0
(14.2)

170 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

(a)
(b)
(c)
(d)
Gb.14.1. Menghitung luas bidang di bawah kurva.
p x
2
x
k
x
k+1
x
n
q
y
x
y = f(x)
0
p x
2
x
k
x
k+1
x
n
q
y
x
y = f(x)
0
p x
2
x
k
x
k+1
x
n
q
y
x
y = f(x)
0
p x
2
x
k
x
k+1
x
n
q
y
x
y = f(x)
0


171
Sekarang luas segmen di ruas kiri, tengah, dan kanan dari (14.2) kita
jumlahkan dari 1 sampai n (yaitu sebanyak jumlah segmen yang kita
buat), kita akan memperoleh
k
n
k
k
n
k
k k
n
k
k k
x x x f x x f x x f +

= = = 1 1
0
1
) ( ) ( ) ( (14.3)
Ruas paling kiri adalah jumlah luas segmen bawah, A
pqb
; ruas paling
kanan adalah jumlah luas segmen atas, A
pqa
; ruas yang di tengah adalah
jumlah luas segmen pertengahan, kita namakan A
n
. Jelaslah bahwa
pqa n pqb
A A A (14.4)
Nilai A
n
dapat dipakai sebagai pendekatan pada luas bidang yang kita
cari. Galat (error) yang terjadi sangat tergantung dari jumlah segmen, n.
Jika n kita perbesar menuju tak hingga, seraya menjaga agar semua x
k

menuju nol, maka luas bidang yang kita cari adalah
pqa n pqb pq
A A A A lim lim lim = = = (14.5)
Jadi apabila kita menghitung limitnya, kita akan memperoleh nilai limit
yang sama, apakah kita menggunakan penjumlahan segmen bawah, atau
atas, atau pertengahannya. Limit yang sama ini disebut integral tertentu,
dituliskan

=
q
p
pq
dx x f A ) ( (14.6)
Integral tertentu (14.6) ini terkait dengan integral tak tentu (9.12)
| ) ( ) ( ) ( ) ( p F q F x F dx x f A
q
p
q
p
pq
= = =

(14.7)
Jadi untuk memperoleh limit bersama dari penjumlahan segmen bawah,
penjumlahan segmen atas, maupun penjumlahan segmen pertengahan
dari fungsi f(x) dalam rentang p x q, kita cukup melakukan:
a. integrasi untuk memperoleh

= dx x f x F ) ( ) ( ;
b. masukkan batas atas x = q untuk mendapat F(q);
c. masukkan batas bawah x = p untuk mendapat F(p);
d. kurangkan perolehan batas bawah dari batas atas, F(q) F(p).

172 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Walaupun dalam pembahasan di atas kita mengambil contoh fungsi yang
bernilai positif dalam rentang q x p , namun pembahasan itu berlaku
pula untuk fungsi yang dalam rentang q x p sempat bernilai negatif.
Kita hanya perlu mendefinisikan kembali apa yang disebut dengan A
px

dalam pembahasan sebelumnya. Pendefinisian yang baru ini akan
berlaku umum, yaitu
A
px
adalah luas bidang yang dibatasi oleh ) (x f y = == = dan sumbu-x
dari p sampai x, yang merupakan jumlah luas bagian yang berada di
atas sumbu-x dikurangi dengan luas bagian yang di bawah sumbu-x.
Agar lebih jelas kita mengambil contoh pada Gb 14.2.

Gb.14.2. Kurva x x y 12
3
= == =
Kita akan menghitung luas antara x x y 12
3
= dan sumbu-x dari x = 3
sampai x = +3. Bentuk kurva diperlihatkan pada Gb.14.2
Di sini terlihat bahwa dari x = 3 sampai 0 kurva berada di atas sumbu-x
dan antara x = 0 sampai +3 kurva ada di bawah sumbu-x. Untuk bagian
yang di atas sumbu-x kita mempunyai luas
75 , 33 ) 54 25 , 20 ( 0
6
4
) 12 (
0
3
2
4
0
3
3
= =
(
(

(
= =

x
x
dx x x A
a

Untuk kurva yang di bawah sumbu-x kita dapatkan
75 , 33 ) 0 ( 54 25 , 20
6
4
) 12 (
3
0
2
4
3
0
3
= =
(
(

(
= =

x
x
dx x x A
b


-20

-10

0

10

20

-4 -3

-2

-1

0

1

2

3

4

y


x


y

=

x
3
12x



173
Luas yang kita cari adalah luas bagian yang berada di atas sumbu-x
dikurangi dengan luas bagian yang di bawah sumbu-x
5 , 67 ) 755 , 33 ( 75 , 33 = = =
b a pq
A A A
Contoh ini menunjukkan bahwa dengan pengertian yang baru mengenai
A
px
, formulasi
( ) ) ) ( ) ( p F q F dx x f A
q
p
= =


tetap berlaku untuk kurva yang memiliki bagian baik di atas maupun di
bawah sumbu-x.
Dengan demikian maka untuk bentuk kurva seperti pada Gb.14.3. kita
dapatkan
4 3 2 1
A A A A A
pq
+ + =
yang kita peroleh dari
( ) ) ) ( ) ( p F q F dx x f A
q
p
pq
= =



Gb.14.3. Kurva memotong sumbu-x di beberapa titik.
p
q
y
x
A
4
A
1
A
2
A
3
y = f(x)
174 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

14.2. Luas Bidang Di Antara Dua Kurva
Kita akan menghitung luas bidang di antara kurva ) (
1 1
x f y = dan
) (
2 2
x f y = pada batas antara x = p dan x = q . Kurva yang kita hadapi
sudah barang tentu harus kontinyu dalam rentang q x p . Kita
tetapkan bahwa kurva ) (
1 1
x f y = berada di atas ) (
2 2
x f y = meskipun
mungkin mereka memiliki bagian-bagian yang berada di bawah sumbu-x.
Perhatikan Gb.14.4.
Rentang q x p kita bagi dalam n segmen, yang salah satunya
diperlihatkan pada Gb.14.4. dengan batas kiri x dan batas kanan (x+x),
dimana n p q x / ) ( = .

Gb.14.4. Menghitung luas bidang antara dua kurva.
Luas segmen dapat didekati dengan
{ } x x f x f A
segmen
= ) ( ) (
2 1
(14.8)
yang jika kita jumlahkan seluruh segmen akan kita peroleh
{ }

=
=
=
x q x
p x
n
segmen
x x f x f A ) ( ) (
2 1
1
(14.9)
Dengan membuat n menuju tak hingga sehingga x menuju nol kita
sampai pada suatu limit
{ }

= =

q
p
n
segmen pq
dx x f x f A A ) ( ) ( lim
2 1
1
(14.10)
Kita akan melihat beberapa contoh
Contoh 1: Jika 4
1
= y dan 2
2
= y berapakah luas bidang antara y
1

dan y
2
dari x
1
= p = 2 sampai x
2
= q = +3.
{ } | 30 ) 12 ( 18 6 ) 2 ( 4 (
3
2
3
2
= = = =
+

x dx A
pq

p


q
y
x

0
y
1
y
2
x x+x
A
px



175
Hasil ini dengan mudah dijakinkan menggunakan planimetri. Luas
yang dicari adalah luas persegi panjang dengan lebar 6
2 1
= y y
dan panjang 5
1 2
= x x .
Contoh 2: Jika
2
1
x y = dan 4
2
= y berpakah luas bidang yang dibatasi
oleh y
1
dan y
2
.
Terlebih dulu kita cari batas-batas integrasi yaitu nilai x pada
perpotongan antara y
1
dan y
2
.
2 , 2
4
2 1
2
2 1
= = = =
= =
q x p x
x y y

Perhatikan bahwa y
1
adalah fungsi pangkat dua dengan titik puncak
minimum yang berada pada posisi [0,0]. Oleh karena itu bagian
kurva y
1
yang membatasi bidang yang akan kita cari luasnya, berada
di di bawah y
2
= 4.
3
32
3
16
3
16
3
8
8
3
8
8
3
4 ) 4 (
2
2 -
3
2
2
2
=

= |

\
|
|

\
|

(
(

(
|
|

\
|
== =

x
x dx x A
pq

Jika kita terbalik dalam memandang posisi y
1
terhadap y
2
kita akan
melakukan kesalahan:
0
3
16
3
16
8
3
8
8
3
8
4
3
) 4 ( *
2
2 -
3
2
2
2
=
+

= |

\
|
+

\
|

(
(

(
|
|

\
|
= =

x
x
dx x A
pq

Contoh 3: Jika 2
2
1
+ = x y dan x y =
2
berapakah luas bidang yang
dibatasi oleh y
1
dan y
2
.
Terlebih dulu kita perhatikan karakter fungsi-fungsi ini. Fungsi y
1

adalah fungsi kuadrat dengan titik puncak maksimum yang
memotong sumbu-y di y = 2. Fungsi y
2
adalah garis lurus melalui
titik asal [0,0] dengan kemiringan negatif 1, yang berarti ia
menurun pada arah x positif. Dengan demikian maka bagian kurva y
1

yang membatasi bidang yang akan kita cari luasnya berada di atas y
2
.
176 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Batas integrasi adalah nilai x pada perpotongan kedua kurva.
2
2
8 1 1
; 1
2
8 1 1
0 2 atau 2
2
2
2
1
2 2
2 1
=

+
= = =

+ +
= =
= + + = + =
q x p x
x x x x y y

5 , 4 2
2
1
3
1
4 2
3
8

2
2 3
) 2 (
2
1
2 3
2
1
2
= |

\
|
+

\
|
+ + =
(
(

(
|
|

\
|
+ + = + + =

x
x x
dx x x A
pq

14.3. Penerapan Integral
Pembahasan di atas terfokus pada penghitungan luas bidang di bawah
suatu kurva. Demikian juga di bab sebelumnya. Hal tersebut dilakukan
untuk memudahkan visualisasi. Dalam praktek kita tidak selalu
menghitung luas melainkan menghitung berbagai besaran fisis yang
berubah terhadap waktu misalnya. Perubahan besaran fisis ini dapat pula
divisualisasi dengan membuat absis dengan satuan waktu dan ordinat
dengan satuan besaran fisis yang dimaksud. Dengan demikian seolah-
olah kita menghitung luas bidang di bawah kurva. Berikut ini dua contoh
dalam kelistrikan.
Contoh 1: Sebuah piranti menyerap daya 100 W pada tegangan konstan
200V. Berapakah energi yang diserap oleh piranti ini selama 8 jam ?
Daya adalah laju perubahan energi. Jika daya diberi simbol p dan
energi diberi simbol w, maka
dt
dw
p = yang memberikan

= pdt w
Perhatikan bahwa peubah bebas di sini adalah waktu, t. Kalau batas
bawah dari waktu kita buat 0, maka batas atasnya adalah 8, dengan
satuan jam. Dengan demikian maka energi yang diserap selama 8
jam adalah
[kWh] hour Watt kilo 8 , 0 [Wh] r Watt.hou 800
100 100
8
0
8
0
8
0
= =
= = =

t dt pdt w



177
Contoh 2: Arus yang melalui suatu piranti berubah terhadap waktu
sebagai i(t) = 0,05 t ampere. Berapakah jumlah muatan yang dipindahkan
melalui piranti ini antara t = 0 sampai t = 5 detik ?
Arus i adalah laju perubahan transfer muatan, q.
dt
dq
i = sehingga

= idt q
Jumlah muatan yang dipindahkan dalam 5 detik adalah
coulomb 625 , 0
2
25 , 1
2
05 , 0
05 , 0
5
0
5
0
2
5
0
= = = = =

t tdt idt q
14.4. Pendekatan umerik
Dalam pembahasan mengenai integral tentu, kita fahami bahwa langkah-
langkah dalam menghitung suatu integral adalah:
1. Membagi rentang f(x) ke dalam n segmen; agar proses
perhitungan menjadi sederhana buat segmen yang sama lebar,
x.
2. Integral dalam rentang p x q dari f(x) dihitung sebagai

=

=
n
k
k k
x
q
p
x x f dx x f
1
0
) ( lim ) (
dengan f(x
k
) adalah nilai f(x) dalam interval x
k
yang besarnya akan
sama dengan nilai terendah dan tertinggi dalam segmen x
k
jika x
menuju nol.
Dalam aplikasi praktis, kita tentu bisa menetapkan suatu nilai x
sedemikian rupa sehingga jika kita mengambil f(x
k
) sama dengan nilai
terendah ataupun tertinggi dalam x
k
, hasil perhitungan akan lebih rendah
ataupun lebih tinggi dari nilai yang diharapkan. Namun error yang terjadi
masih berada dalam batas-batas toleransi yang dapat kita terima. Dengan
cara ini kita mendekati secara numerik perhitungan suatu integral, dan
kita dapat menghitung dengan bantuan komputer.
Sebagai ilustrasi kita akan menghitung kembali luas bidang yang dibatasi
oleh kurva x x y 12
3
= dengan sumbu-x antara x = 3 dan x = +3. Lauas
178 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

ini telah dihitung dan menghasilkan 5 , 67 =
pq
A . Kali ini kita melakukan
perhitungan pendekatan secara numerik dengan bantuan komputer.

=
3
3
3
) 12 ( dx x x A
pq

Karena yang akan kita hitung adalah luas antara kurva dan sumbu-x,
maka bagian kurva yang berada di bawah sumbu-x harus dihitung sebagai
positif. Jika kita mengambil nilai x = 0,15 maka rentang 3 3 x
akan terbagi dalam 40 segmen. Perhitungan menghasilkan
4 , 67 39875 , 67 ) 12 (
40
1
3
= =

= k
k k pq
x x A
Error yang terjadi adalah sekitar 0,15%.
Jika kita mengambil x = 0,05 maka rentang 3 3 x akan terbagi
dalam 120 segmen. Perhitungan menghasilkan
5 , 67 48875 , 67 ) 12 (
120
1
3
= =

= k
k k pq
x x A
Error yang terjadi adalah sekitar 0,02%.
Jika kita masih mau menerima hasil perhitungan dengan error 0,2%,
maka hasil pendekatan numerik sebesar 67,4 cukup memadai.
Perhitungan numerik di atas dilakukan dengan menghitung luas setiap
segmen sebagai hasilkali nilai minimum ataupun nilai maksimum
masing-masing segmen dengan x. Satu alternatif lain untuk menghitung
luas segmen adalah dengan melihatnya sebagai sebuah trapesium. Luas
setiap segmen menjadi
( ) 2 / ) ( ) (
min
x x f x f A
kmaks k segmen
+ = (14.13)
Perhitungan pendekatan numerik ini kita lakukan dengan bantuan
komputer. Kita bisa memanfaatkan program aplikasi yang ada, ataupun
menggunakan spread sheet jika fungsi yang kita hadapi cukup sederhana.



179
Bab 15
Persamaan Diferensial
(Orde Satu)

15.1. Pengertian
Persamaan diferensial adalah suatu persamaan di mana terdapat satu atau
lebih turunan fungsi. Persamaan duferensial diklasifikasikan sebagai:
1. Menurut jenis atau tipe: ada persamaan diferensial biasa dan
persamaan diferensial parsial. Jenis yang kedua tidak kita
pelajari di buku ini, karena kita hanya meninjau fungsi dengan
satu peubah bebas.
2. Menurut orde: orde persamaan diferensial adalah orde tertinggi
turunan fungsi yang ada dalam persamaan.
3
3
dx
y d
adalah orde
tiga;
2
2
dx
y d
adalah orde dua;
dx
dy
adalah orde satu.
3. Menurut derajat: derajat suatu persamaan diferensial adalah
pangkat tertinggi dari turunan fungsi orde tertinggi.
Sebagai contoh:
x
e
x
y
dx
y d
dx
y d
=
+
+
|
|

\
|
+
|
|

\
|
1
2
5
2
2
2
3
3
adalah persamaan
diferensial biasa, orde tiga, derajat dua.
Dalam buku ini kita hanya akan membahas persamaan diferensial biasa,
orde satu dan orde dua, derajat satu.
15.2. Solusi
Suatu fungsi y = f(x) dikatakan merupakan solusi suatu persamaan
diferensial jika persamaan tersebut tetap terpenuhi dengan digantikannya
y dan turunannya dalam persamaan tersebut oleh f(x) dan turunannya.
Kita ambil satu contoh:
180 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

x
ke y

= adalah solusi dari persamaan
0 = + y
dt
dy
karena turunan
x
ke y

= adalah
x
ke
dt
dy

=
, dan jika ini kita masukkan dalam
persamaan akan kita peroleh 0 = +
x x
ke ke
Persamaan terpenuhi.
Pada contoh di atas kita lihat bahwa persamaan diferensial orde satu
mempunyai solusi yang melibatkan satu tetapan sembarang yaitu k. Pada
umumnya suatu persamaan orde n akan memiliki solusi yang
mengandung n tetapan sembarang. Pada persamaan diferensial orde dua
yang akan kita bahas di bab berikutnya, kita akan menemukan solusi
dengan dua tetapan sembarang. Nilai dari tetapan ini ditentukan oleh
kondisi awal.
15.3. Persamaan Diferensial Orde Satu Dengan Peubah Yang Dapat
Dipisahkan
Solusi suatu persamaan diferensial bisa diperoleh apabila peubah-peubah
dapat dipisahkan; pada pemisahan peubah ini kita mengumpulkan semua
y dengan dy dan semua x dengan dx. Jika hal ini bisa dilakukan maka
persamaan tersebut dapat kita tuliskan dalam bentuk
0 ) ( ) ( = + dx x g dy y f (15.1)
Apabila kita lakukan integrasi kita akan mendapatkan solusi umum
dengan satu tetapan sembarang K, yaitu

= + K dx x g dy y f ) ) ( ) ( (15.2)
Kita ambil dua contoh.
1).
y x
e
dx
dy

= . Persamaan ini dapat kita tuliskan
y
x
e
e
dx
dy
=
sehingga kita dapatkan persamaan dengan peubah terpisah
0 = dx e dy e
x y
dan K dx e dy e
x y
=


sehingga K e e
x y
= atau K e e
x y
+ =


181
2).
xy dx
dy 1
= . Pemisahan peubah akan memberikan bentuk
0 =
x
dx
ydy dan K
x
dx
ydy =


sehingga K x
y
= ln
2
2
atau K x y + =
2
ln
15.4. Persamaan Diferensial Homogen Orde Satu
Suatu persamaan disebut homogen jika ia dapat dituliskan dalam bentuk
|

\
|
=
x
y
F
dx
dy
(15.3)
Persamaan demikian ini dapat dipecahkan dengan membuat peubah
bebas baru
x
y
v =
Dengan peubah baru ini maka
vx y = dan
dx
dv
x v
dx
dy
+ =
Persamaan (14.2) menjadi
) (v F
dx
dv
x v = + (15.4)
yang kemudian dapat dicari solusinya melalui pemisahan peubah.
0
) (
=

+
v F v
dv
x
dx
(15.5)
Solusi persamaan aslinya diperoleh dengan menggantikan v dengan y/x
setelah persamaan terakhir ini dipecahkan.
Kita ambil contoh: 0 2 ) (
2 2
= + + xydy dx y x
Persamaan ini dapat kita tulis
0 2 ) 1 (
2
2
2
= + + xydy dx
x
y
x
atau

182 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

dy
x
y
dx
x
y
2 ) 1 (
2
2
= +
sehingga
) / (
) / ( 2
) / ( 1
2
x y F
x y
x y
dx
dy
=
+
=

yang merupakan bentuk persamaan homogen.
Peubah baru v = y/x memberikan
vx y = dan
dx
dv
x v
dx
dy
+ =
dan membuat persamaan menjadi
v
v
dx
dv
x v
2
1
2
+
= + atau
v
v
v
v
v
dx
dv
x
2
3 1
2
1
2 2
+
=
+
=
Dari sini kita dapatkan
x
dx
v v
dv
=
+ 2 / ) 3 1 (
2
atau 0
3 1
2
2
=
+
+
v
vdv
x
dx

Kita harus mencari solusi persamaan ini untuk mendapatkan v
sebagai fungsi x. Kita perlu pengalaman untuk ini.
Kita tahu bahwa
x dx
x d 1 ) (ln
= . Kita coba hitung
) 6 (
3 1
1

) 3 1 (
) 3 1 (
) 3 1 ln( ) 3 1 ln(
2
2
2
2 2
x
x
dx
x d
x d
x d
dx
x d
+
=
+
+
+
=
+

Kembali ke persamaan kita. Dari percobaan perhitungan di atas
kita dapatkan solusi dari
0
3 1
2
2
=
+
+
v
vdv
x
dx

adalah K K v x = = + + ln
3
1
) 3 1 ln(
3
1
ln
2
atau
K K v x = = + + ln ) 3 1 ln( ln 3
2
sehingga K v x = + ) 3 1 (
2 3

Dalam x dan y solusi ini adalah
( ) K x y x = +
2 3
) / ( 3 1 atau ( ) K y x x = +
2 2
3


183
15.5. Persamaan Diferensial Linier Orde Satu
Dalam persamaan diferensial linier, semua suku berderajat satu atau nol.
Dalam menentukan derajat ini kita harus memperhitungkan pangkat dari
peubah dan turunannya; misal y(dy/dx) adalah berderajat dua karena y
dan dy/dx masing-masing berpangkat satu dan harus kita jumlahkan
untuk menentukan derajat dari y(dy/dx).
Persamaan diferensial orde satu yang juga linier dapat kita tuliskan
dalam bentuk
Q Py
dx
dy
= + (15.6)
dengan P dan Q merupakan fungsi x atau tetapan. Persamaan diferensial
bentuk inilah selanjutnya akan kita bahas dan kita akan membatasi pada
situasi dimana P adalah suatu tetapan. Hal ini kita lakukan karena kita
akan langsung melihat pemanfaatan praktis dengan contoh yang terjadi
pada analisis rangkaian listrik.
Dalam analisis rangkaian listrik, peubah fisis seperti tegangan dan arus
merupakan fungsi waktu. Oleh karena itu persamaan diferensial yang
akan kita tinjau kita tuliskan secara umum sebagai
) (t f by
dt
dy
a = + (15.7)
Persamaan diferensial linier orde satu seperti ini biasa kita temui pada
peristiwa transien (atau peristiwa peralihan) dalam rangkaian listrik. Cara
yang akan kita gunakan untuk mencari solusi adalah cara pendugaan.
Peubah y adalah keluaran rangkaian (atau biasa disebut tanggapan
rangkaian) yang dapat berupa tegangan ataupun arus sedangkan nilai a
dan b ditentukan oleh nilai-nilai elemen yang membentuk rangkaian.
Fungsi f(t) adalah masukan pada rangkaian yang dapat berupa tegangan
ataupun arus dan disebut fungsi pemaksa atau fungsi penggerak.
Persamaan diferensial seperti (15.7) mempunyai solusi total yang
merupakan jumlah dari solusi khusus dan solusi homogen. Solusi khusus
adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan (15.7) sedangkan solusi
homogen adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan homogen
0 = + by
dt
dy
a (15.8)
184 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Hal ini dapat difahami karena jika f
1
(t) memenuhi (15.7) dan fungsi f
2
(t)
memenuhi (15.8), maka y = (f
1
+f
2
) akan memenuhi (15.7) sebab
( )
0
) (
1
1
2
2
1
1
2 1
2 1
+ + = + + + =
+ +
+
= +
bf
dt
df
a bf
dt
df
a bf
dt
df
a
f f b
dt
f f d
a by
dt
dy
a

Jadi y = (f
1
+f
2
) adalah solusi dari (15.7), dan kita sebut solusi total yang
terdiri dari solusi khusus f
1
dari (15.7) dan solusi homogen f
2
dari (15.8).
Peristiwa Transien. Sebagaimana telah disebutkan, persamaan
diferensial seperti (14.7) dijumpai dalam peristiwa transien, yaitu selang
peralihan dari suatu keadaan mantap ke keadaan mantap yang lain..
Peralihan kita anggap mulai terjadi pada t = 0 dan peristiwa transien yang
kita tinjau terjadi dalam kurun waktu setelah mulai terjadi perubahan
yaitu dalam kurun waktu t > 0. Sesaat setelah mulai perubahan kita beri
tanda t = 0
+
dan sesaat sebelum terjadi perubahan kita beri tanda t = 0

.
Solusi Homogen. Persamaan (15.8) menyatakan bahwa y ditambah
dengan suatu koefisien konstan kali dy/dt, sama dengan nol untuk semua
nilai t. Hal ini hanya mungkin terjadi jika y dan dy/dt berbentuk sama.
Fungsi yang turunannya mempunyai bentuk sama dengan fungsi itu
sendiri adalah fungsi eksponensial. Jadi kita dapat menduga bahwa solusi
dari (15.8) mempunyai bentuk eksponensial y = K
1
e
st
. Jika solusi dugaan
ini kita masukkan ke (15.8), kita peroleh
( ) 0 atau 0
1 1 1
= + = + y b as K e bK se aK
st st
(15.9)
Peubah y tidak mungkin bernilai nol untuk seluruh t dan K
1
juga tidak
boleh bernilai nol karena hal itu akan membuat y bernilai nol untuk
seluruh t. Satu-satunya cara agar persamaan (15.9) terpenuhi adalah
0 = + b as (15.10)
Persamaan (15.10) ini disebut persamaan karakteristik sistem orde
pertama. Persamaan ini hanya mempunyai satu akar yaitu s = (b/a). Jadi
solusi homogen yang kita cari adalah
t a b st
a
e K e K y
) / (
1 1

= = (15.11)
Nilai K
1
masih harus kita tentukan melalui penerapan suatu persyaratan
tertentu yang kita sebut kondisi awal yaitu kondisi pada t = 0
+
sesaat


185
setelah mulainya perubahan keadaan. Ada kemungkinan bahwa y telah
mempunyai nilai tertentu pada t = 0
+
sehingga nilai K
1
haruslah
sedemikian rupa sehingga nilai y pada t = 0
+
tersebut dapat dipenuhi.
Akan tetapi kondisi awal ini tidak dapat kita terapkan pada solusi
homogen karena solusi ini baru merupakan sebagian dari solusi. Kondisi
awal harus kita terapkan pada solusi total dan bukan hanya untuk solusi
homogen saja. Oleh karena itu kita harus mencari solusi khusus lebih
dulu agar solusi total dapat kita peroleh untuk kemudian menerapkan
kondisi awal.
Solusi khusus. Solusi khusus dari (15.7) tergantung dari bentuk fungsi
pemaksa f(t). Seperti halnya dengan solusi homogen, kita dapat
melakukan pendugaan pada solusi khusus. Bentuk solusi khusus haruslah
sedemikian rupa sehingga jika dimasukkan ke persamaan (15.7) maka
ruas kiri dan ruas kanan persamaan itu akan berisi bentuk fungsi yang
sama. Jika solusi khusus kita sebut y
p
, maka y
p
dan turunannya harus
mempunyai bentuk sama agar hal tersebut terpenuhi. Untuk berbagai
bentuk f(t), solusi khusus dugaan y
p
adalah sebagai berikut.
. cosinus maupun sinus fungsi umum bentuk
adalah sin cos
sin cos
maka , cos ) ( atau , sin ) ( Jika
al eksponensi
maka al, eksponensi ) ( Jika
konstan maka konstan, ) ( Jika
0 maka , 0 ) ( Jika
t K t K y
t K t K y
t A t f t A t f
Ke y
Ae t f
K y A t f
y t f
s c
s c p
t
p
t
p
p
+ =
+ =
= =
= =
= =
= = = =
= =

: Perhatikan

Solusi total. Jika solusi khusus kita sebut y
p
, maka solusi total adalah
t s
p a p
e K y y y y

1
+ = + = (15.12)
Pada solusi lengkap inilah kita dapat menerapkan kondisi awal yang akan
memberikan nilai K
1
.
Kondisi Awal. Kondisi awal adalah kondisi pada awal terjadinya
perubahan yaitu pada t = 0
+
. Dalam menurunkan persamaan diferensial
pada peristiwa transien kita harus memilih peubah yang disebut peubah
186 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

status. Peubah status harus merupakan fungsi kontinyu. Nilai peubah ini,
sesaat sesudah dan sesaat sebelum terjadi perubahan harus bernilai sama.
Jika kondisi awal ini kita sebut y(0
+
) maka
) 0 ( ) 0 (
+
= y y (15.13)
Jika kondisi awal ini kita masukkan pada dugaan solusi lengkap (14.12)
akan kita peroleh nilai K
1
.
) 0 ( ) 0 ( ) 0 ( ) 0 (
1 1
+ + + +
= + =
p p
y y K K y y (15.14)
y
p
(0
+
) adalah nilai solusi khusus pada t = 0
+
. Nilai y(0
+
) dan y
p
(0
+
) adalah
tertentu (yaitu nilai pada t = 0
+
). Jika kita sebut
0
) 0 ( ) 0 ( A y y
p
=
+ +
(15.15)
maka solusi total menjadi
t s
p
e A y y

0
+ = (15.16)
15.6. Solusi Pada Berbagai Fungsi Pemaksa
Tanpa Fungsi Pemaksa, f(t) = 0. Jika f(t) =0 maka solusi yang akan kita
peroleh hanyalah solusi homogen saja. Walaupun demikian, dalam
mencari soluai kita akan menganggap bahwa fungsi pemaksa tetap ada,
akan tetapi bernilai nol. Hal ini kita lakukan karena kondisi awal harus
diterapkan pada solusi total, sedangkan solusi total harus terdiri dari
solusi homogen dan solusi khusus (walaupun mungkin bernilai nol).
Kondisi awal tidak dapat diterapkan hanya pada solusi homogen saja
atau solusi khusus saja.
Contoh: Dari suatu analisis rangkaian diperoleh persamaan
0 1000 = + v
dt
dv

untuk t > 0. Kondisi awal adalah v(0
+
) = 12 V.
t st
p
p
t
a
e A e A v v
v
e A v
s s
1000
0 0
1000
0
0 : total solusi Dugaan
pemaksa) fungsi ada tidak (karena 0 : khusus solusi Dugaan
: homogen solusi Dugaan
1000 0 1000 : tik karakteris Persamaan

+ = + =
=
=
= = +



187
V 12 : menjadi total Solusi
12 0 12 : memberikan
total solusi dugaan pada awal kondisi Penerapan
V. 12 ) 0 ( ) 0 ( : awal Kondisi
1000
0 0
t
e v
A A
v v

+
=
= + =
= =

Contoh: Pada kondisi awal v(0
+
) = 10 V, analisis transien
menghasilkan persamaan
0 3 = + v
dt
dv

V 10 : menjadi total Solusi
0 10 : memberikan awal kondisi Penerapan
V 10 ) 0 ( : awal Kondisi
: total solusi Dugaan
0 : khusus solusi Dugaan
: homogen solusi Dugaan
3 0 3 : tik karakteris Persamaan
3
0
3
0
3
0
t
t
p
p
t
a
e v
A
v
e A v v
v
e A v
s s

=
+ =
=
+ =
=
=
= = +


Fungsi Pemaksa Berbentuk Anak Tangga. Kita telah mempelajari
bahwa fungsi anak tangga adalah fungsi yang bernilai 0 untuk t < 0 dan
bernilai konstan untuk t > 0. Jadi jika kita hanya meninjau keadaan
untuk t > 0 saja, maka fungsi pemaksa anak tangga dapat kita tuliskan
sebagai f(t) = A (tetapan).
Contoh: Suatu analisis rangkaian memberikan persamaan
12 10
3
= +

v
dt
dv

dengan kondisi awal v(0
+
) = 0 V.
t
a
e A v
s s
1000
0
3 3
: homogen solusi Dugaan
1000 10 / 1 0 1 10 : tik karakteris Persamaan


=
= = = +

188 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Karena f(t) = 12 konstan, kita dapat menduga bahwa solusi khusus
akan bernilai konstan juga karena turunannya akan nol sehingga
kedua ruas persamaan tersebut dapat berisi suatu nilai konstan.
V 12 12 : menjadi total Solusi
12 12 0 : memberikan awal kondisi Penerapan
. 0 ) 0 ( ) 0 ( : awal Kondisi
V 12 : total solusi Dugaan
12 12 0 : persamaan ke ini dugaan Masukkan
: khusus solusi Dugaan
1000
0 0
1000
0
t
t
p p
p
e v
A A
v v
e A v
v K v
K v

=
= + =
= =
+ =
= = +
=

Contoh: Pada kondisi awal v(0
+
) = 11 V, analisis transien
menghasilkan persamaan
200 5 = + v
dt
dv

V. 29 40 : total Tanggapan
29 40 11
: memberikan awal kondisi Penerapan V. 11 ) 0 ( : awal Kondisi
40 : lengkap solusi Dugaan
40 200 5 0 : khusus solusi Dugaan
: homogen solusi Dugaan
5 0 5 : tik karakteris Persamaan
5
0 0
5
0
5
0
5
0
t
t t
p
p p
t
a
e v
A A
v
e A e A v v
v K K v
e A v
s s

=
= + =
=
+ = + =
= = + =
=
= = +

Fungsi Pemaksa Berbentuk Sinus. Berikut ini kita akan mencari solusi
jika fungsi pemaksa berbentuk sinus. Karena solusi homogen tidak
tergantung dari bentuk fungsi pemaksa, maka pencarian solusi homogen
dari persamaan ini sama seperti apa yang kita lihat pada contoh-contoh
sebelumnya. Jadi dalam hal ini perhatian kita lebih kita tujukan pada
pencarian solusi khusus.
Dengan pengertian bahwa kita hanya memandang kejadian pada t > 0,
bentuk umum dari fungsi sinus yang muncul pada t = 0 kita tuliskan
) cos( + = t A y


189
Melalui relasi
{ } = + = sin sin cos cos ) cos( t t A t A y
bentuk umum fungsi sinus dapat kita tuliskan sebagai
= =
+ =
sin dan cos dengan
sin cos
A A A A
t A t A y
s c
s c

Dengan bentuk umum seperti di atas kita terhindar dari perhitungan
sudut fasa , karena sudut fasa ini tercakup dalam koefisien A
c
dan A
s
.
Koefisien A
c
dan A
s
tidak selalu ada. Jika sudut fasa = 0 maka A
s
= 0
dan jika = 90
o
maka A
c
= 0. Jika kita memerlukan nilai sudut fasa dari
fungsi sinus yang dinyatakan dengan pernyataan umum, kita dapat
menggunakan relasi
c
s
A
A
= tan .
Turunan fungsi sinus akan berbentuk sinus juga. Oleh karena itu,
penjumlahan y = sint dan turunannya akan berbentuk fungsi sinus juga.
t A t A
dt
y d
t A t A
dt
dy
t A t A y
s c
s c
s c
=
+ =
+ =
sin cos
; cos sin
; sin cos
2 2
2
2

Contoh: Pada kondisi awal v(0
+
) = 0 V suatu analisis transien
menghasilkan persamaan t v
dt
dv
10 cos 100 5 = +
t
a
e A v
s s
5
0
: homogen solusi Dugaan
5 0 5 : tik karakteris Persamaan

=
= = +

Fungsi pemaksa berbentuk sinus. Solusi khusus kita duga akan
berbentuk sinus juga.
190 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

V 4 10 sin 8 10 cos 4 : Jadi
4 4 0 : awal kondisi Penerapan
. 0 ) 0 ( awal Kondisi
10 sin 8 10 cos 4 : total solusi Dugaan
10 sin 8 10 cos 4 : khusus Solusi
8 dan 4 100 5 20 2
100 5 10 dan 0 5 10
10 cos 100 10 sin 5 10 cos 5 10 cos 10 10 sin 10
: memberikan persamaan ke ini khusus solusi Substitusi
10 sin 10 cos
: khusus solusi Dugaan
5
0 0
5
0
t
t
p
s c c c c s
c s s c
s c s c
s c p
e t t v
A A
v
e A t t v
t t v
A A A A A A
A A A A
t t A t A t A t A
t A t A v

+ =
= + =
=
+ + =
+ =
= = = + =
= + = +
= + + +
+ =

Contoh: Apabila kondisi awal adalah v(0
+
) = 10 V, bagaimanakah
solusi pada contoh sebelum ini?
Solusi total telah diperoleh; hanya kondisi awal yang berubah.
V 6 10 sin 8 10 cos 4 : Jadi
6 4 10 10 ) 0 ( awal Kondisi
10 sin 8 10 cos 4 : total Solusi
5
0 0
5
0
t
t
e t t v
A A v
e A t t v

+ + =
= + = =
+ + =

Ringkasan. Solusi total terdiri dari solusi khusus dan solusi homogen.
Solusi homogen merupakan bagian transien dengan konstanta waktu
yang ditentukan oleh tetapan-tetapan dalam persamaan, yang dalam hal
rangkaian listrik ditentukan oleh nilai-nilai elemen rangkaian. Solusi
khusus merupakan solusi yang tergantung dari bentuk fungsi pemaksa,
yang dalam hal rangkaian listrik ditentukan oleh masukan dari luar;
solusi khusus merupakan bagian mantap atau kondisi final.



191


Soal-Soal:
1. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
5 ) 0 ( , 0 15 b).
; 10 ) 0 ( , 0 10 . a)
= = +
= = +
+
+
v v
dt
dv
v v
dt
dv

2. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
005 , 0 ) 0 ( , 0 10 b).
; 2 ) 0 ( , 0 8 . a)
4
= = +
= = +
+
+
i i
dt
di
i i
dt
di

Solusi khusus :
ditentukan oleh fungsi pemaksa.
merupakan komponen mantap;
tetap ada untuk t .
Solusi homogen :
tidak ditentukan oleh fungsi pemaksa.
merupakan komponen transien; hilang pada t
; sudah dapat dianggap hilang pada t = 5.
konstanta waktu = a/b pada (14.10)

+ =
/
0
) (
t
p
e A t y y
192 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

3. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
5 ) 0 ( , ) ( 10 10 b).
; 0 ) 0 ( , ) ( 10 10 . a)
= = +
= = +
+
+
v t u v
dt
dv
v t u v
dt
dv

4. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
02 , 0 ) 0 ( , ) ( 100 10 b).
; 0 ) 0 ( , ) ( 100 10 . a)
4
4
= = +
= = +
+
+
i t u i
dt
di
i t u i
dt
di

5. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
5 ) 0 ( , ) ( ) 5 cos( 10 10 b).
; 0 ) 0 ( , ) ( ) 5 cos( 10 5 . a)
= = +
= = +
+
+
v t u t v
dt
dv
v t u t v
dt
dv





193

Bab 16
Persamaan Diferensial (2)
(Orde Dua)


16.1. Persamaan Diferensial Linier Orde Dua
Secara umum persamaan diferensial linier orde dua berbentuk
) (
2
2
t f cy
dt
dy
b
dt
y d
a = + + (16.1)
Pada persamaan diferensial orde satu kita telah melihat bahwa solusi
total terdiri dari dua komponen yaitu solusi homogen dan solusi khusus.
Hal yang sama juga terjadi pada persamaan diferensial orde dua yang
dengan mudah dapat ditunjukkan secara matematis seperti halnya pada
persamaan orde pertama. Perbedaan dari kedua macam persamaan ini
terletak pada kondisi awalnya. Pada persamaan orde dua terdapat dua
kondisi awal dan kedua kondisi awal ini harus diterapkan pada dugaan
solusi total. Dua kondisi awal tersebut adalah
) 0 ( ' ) 0 ( dan ) 0 ( ) 0 (
+ +
= = y
dt
dy
y y (16.2)
Solusi homogen. Solusi homogen diperoleh dari persamaan rangkaian
dengan memberikan nilai nol pada ruas kanan dari persamaan (4.25),
sehingga persamaan menjadi
0
2
2
= + + cy
dt
dy
b
dt
y d
a (16.3)
Agar persamaan ini dapat dipenuhi, y dan turunannya harus mempunyai
bentuk sama sehingga dapat diduga y berbentuk fungsi eksponensial y
a
=
Ke
st
dengan nilai K dan s yang masih harus ditentukan. Kalau solusi
dugaan ini dimasukkan ke (16.3) akan diperoleh :
( ) 0 atau 0
2 2
= + + = + + c bs as Ke cKe bKse e aKs
st st st st
(16.4)
194 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Fungsi e
st
tidak boleh nol untuk semua nilai t . Kondisi K = 0 juga tidak
diperkenankan karena hal itu akan berarti y
a
= 0 untuk seluruh t. Satu-
satunya jalan agar persamaan ini dipenuhi adalah
0
2
= + + c bs as (16.4)
Persamaan ini adalah persamaan karakteristik persamaan diferensial
orde dua. Secara umum, persamaan karakteristik yang berbentuk
persamaan kwadrat itu mempunyai dua akar yaitu:
a
ac b b
s s
2
4
,
2
2 1

= (16.5)
Akar-akar persamaan ini mempunyai tiga kemungkinan nilai, yaitu: dua
akar riil berbeda, dua akar sama, atau dua akar kompleks konjugat.
Konsekuensi dari masing-masing kemungkinan nilai akar ini terhadap
bentuk solusi akan kita lihat lebih lanjut. Untuk sementara ini kita
melihat secara umum bahwa persamaan karakteristik mempunyai dua
akar.
Dengan adanya dua akar tersebut maka kita mempunyai dua solusi
homogen, yaitu:
t s
a
t s
a
e K y e K y
2 1
2 2 1 1
dan = = (16.6)
Jika y
a1
merupakan solusi dan y
a2
juga merupakan solusi, maka jumlah
keduanya juga merupakan solusi. Jadi solusi homogen yang kita cari
akan berbentuk
t s t s
a
e K e K y
2 1
2 1
+ = (16.7)
Konstanta K
1
dan K
2
kita cari melalui penerapan kondisi awal pada
solusi total.
Solusi Khusus. Sulusi khusus kita cari dari persamaan (16.1). Solusi
khusus ini ditentukan oleh bentuk fungsi pemaksa, f(t). Cara menduga
bentuk solusi khusus sama dengan apa yang kita pelajari pada persamaan
orde satu. Kita umpamakan solusi khusus y
khusus
= y
p
.
Solusi Total. Dengan solusi khusus y
p
maka solusi total menjadi
t s t s
p a p
e K e K y y y y
2 1
2 1
+ + = + = (16.8)


195
16.2. Tiga Kemungkinan Bentuk Solusi
Sebagaimana disebutkan, akar-akar persamaan karakteristik yang
berbentuk umum as
2
+ bs + c = 0 dapat mempunyai tiga kemungkinan
nilai akar, yaitu:
a). Dua akar riil berbeda, s
1
s
2
, jika {b
2
4ac } > 0;
b). Dua akar sama, s
1
= s
2
= s

, jika {b
2
4ac } = 0
c). Dua akar kompleks konjugat s
1
, s
2
= j , jika {b
2
4ac } < 0.
Tiga kemungkinan nilai akar tersebut akan memberikan tiga
kemungkinan bentuk solusi yang akan kita lihat berikut ini, dengan
contoh solusi pada persamaan diferensial tanpa fungsi pemaksa.
Dua Akar yata Berbeda. Kalau kondisi awal y(0
+
) dan dy/dt (0
+
) kita
terapkan pada solusi total (16.8), kita akan memperoleh dua persamaan
yaitu
2 2 1 1 2 1
) 0 ( ) 0 ( ' dan ) 0 ( ) 0 ( K s K s y y K K y y
p p
+ +

= + + =
+ + + +
(16.9)
yang akan menentukan nilai K
1
dan K
2
. Jika kita sebut
) 0 ( ) 0 ( dan ) 0 ( ) 0 (
0 0
+ + + +

= =
p p
y y B y y A (16.10)
maka kita peroleh
0 2 2 1 1 0 2 1
dan B K s K s A K K = + = +
dan dari sini kita memperoleh
2 1
0 0 1
2
1 2
0 0 2
1
dan
s s
B A s
K
s s
B A s
K

=
sehingga solusi total menjadi
t s t s
p
e
s s
B A s
e
s s
B A s
y y
2 1
2 1
0 0 1
1 2
0 0 2

+ = (16.11)
Berikut ini kita lihat suatu contoh. Seperti halnya pada persamaan orde
pertama, pada persamaan orde dua ini kita juga mengartikan solusi
persamaan sebagai solusi total. Hal ini didasari oleh pengertian tentang
kondisi awal, yang hanya dapat diterapkan pada solusi total. Persamaan
yang hanya mempunyai solusi homogen kita fahami sebagai persamaan
dengan solusi khusus yang bernilai nol.
196 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Contoh: Dari analisis transien suatu rangkaian listrik diperoleh
persamaan
0 10 4 10 5 , 8
6 3
2
2
= + + v
dt
dv
dt
v d

dengan kondisi awal v(0
+
)=15 V dan dv/dt(0
+
) = 0
berbeda). riil akar dua ( 8000 , 500
4 ) 25 , 4 ( 10 4250 , : akar - akar
0 10 4 10 5 , 8 : ik karkterist Persamaan
2 1
2 3
2 1
6 3 2
= =
=
= + +
s s
s s
s s

homogen). solusi dari terdiri (hanya
V 16 : total Solusi
1 15 16
8000 500
) 8000 ( 15 15

) 15 ( 0 0 ) 0 ( b).
15 15 V 15 ) 0 ( ) 0 ( a).
: awal Kondisi
nol) homogen (solusi
0 : total solusi Dugaan
8000 500
1 2
2 1
2
1
2 1 1 1 2 2 1 1
1 2 2 1
8000
2
500
1
t t
t t
e e v
K K
s s
s
K
s K s K s K s K
dt
dv
K K K K v v
e K e K v

+
+

=
= = =
+

=

=
+ = + = =
= + = = =
+ + =

Dua Akar yata Sama Besar. Kedua akar yang sama besar tersebut
dapat kita tuliskan sebagai
0 dengan ; dan
2 1
+ = = s s s s (16.12)
Dengan demikian maka solusi total dapat kita tulis sebagai
t s st
p
t s t s
p
e K e K y
e K e K y y
) (
2 1
2 1

2 1
+
+ + =
+ + =
(16.13)
Kalau kondisi awal pertama y(0
+
) kita terapkan, kita akan memperoleh
0 2 1
2 1
) 0 ( ) 0 (
) 0 ( ) 0 (
A y y K K
K K y y
p
p
= = +
+ + =
+ +
+ +

Jika kondisi awal kedua dy/dt (0
+
) kita terapkan, kita peroleh


197
0 2 2 1
2 1
) 0 ( ) 0 ( ) (
) ( ) 0 ( ) 0 (
B y y K s K K
s K s K y y
p
p
= = + +
+ + + =
+ +
+ +

Dari kedua persamaan ini kita dapatkan

= = +
s A B
A K
s A B
K B K s A
0 0
0 1
0 0
2 0 2 0


(16.14)
Solusi total menjadi
st
t
p
st t
p
t s st
p
e
e
s A B A y
e e
s A B s A B
A y
e
s A B
e
s A B
A y y

1
) (


0 0 0
0 0 0 0
0
) ( 0 0 0 0
0
(
(

|
|

\
|

+ + =
(

+ |

\
|

+ =

+ |

\
|

+ =

+
(16.15.a)
Karena
1
lim
1
lim
0

0
t
e e
t t
=
|
|

\
|

=
|
|

\
|



maka solusi total dapat kita tulis
| |
st
p
e t s A B A y y ) (
0 0 0
+ + = (16.15.b)
Solusi total seperti dinyatakan oleh (16.15.b) merupakan bentuk khusus
yang diperoleh jika persamaan karakteristik mempunyai dua akar sama
besar. A
0
dan B
0
mempunyai nilai tertentu yang ditetapkan oleh kondisi
awal. Dengan demikian kita dapat menuliskan (16.15.b) sebagai
| |
st
b a p
e t K K y y + + = (16.15.c)
dengan nilai K
a
yang ditentukan oleh kondisi awal, dan nilai K
b

ditentukan oleh kondisi awal dan s. Dalam rangkaian listrik, nilai s
tergantung dari elemen-elemen yang membentuk rangkaian dan tidak ada
kaitannya dengan kondisi awal. Dengan kata lain, jika kita mengetahui
bahwa persamaan karakteristik rangkaian mempunyai akar-akar yang
sama besar (akar kembar) maka bentuk tanggapan rangkaian akan seperti
yang ditunjukkan oleh (16.15.c).
198 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

Contoh: Pada kondisi awal v(0
+
)=15 V dan dv/dt(0
+
)=0, analisis
transien rangkaian listrik memberikan persamaan
0 10 4 10 4
6 3
2
2
= + + v
dt
dv
dt
v d

( ) ( ) . 0 karena , 0
: berbentuk akan total solusi
itu karena oleh besar; sama akar dua terdapat sini Di
2000 10 4 10 4 2000 , : akar - akar
0 10 4 4000 : tik karakteris Persamaan
6 6
2 1
6 2
= + + = + + =
= = =
= + +
p
st
b a
st
b a p
v e t K K e t K K v v
s s s
s s

( )
( ) V 30000 15 : Jadi
30000 0 ) 0 (
memberikan
0 ) 0 ( kedua awal kondisi Aplikasi
. 15 ) 0 (
memberikan ini total solusi pada pertama awal kondisi Aplikasi
2000t
a b a b
st
b a
st
b
a
e t v
s K K s K K
dt
dv
e s t K K e K
dt
dv
dt
dv
K v

+
+
+
+ =
= = + = =
+ + =
=
= =

Akar-Akar Kompleks Konjugat. Kita belum membahas bilangan
kompleks di buku ini. Kita baru memandang fungsi-fungsi yang
memiliki nilai bilangan nyata. Namun agar pembahasan menjadi
lengkap, berikut ini diberikan solusinya.
Dua akar kompleks konjugat dapat dituliskan sebagai
= + = j s j s
2 1
dan
Solusi total dari situasi ini adalah
( )
t t j t j
p
t j t j
p
e e K e K y
e K e K y y
+
+
+ + =
+ + =


2 1
) (
2
) (
1
(16.16)
Aplikasikan kondisi awal yang pertama, y(0
+
),


199
( )
0 2 1
2 1
) 0 ( ) 0 (
) 0 ( ) 0 (
A y y K K
K K y y
p
p
= = +
+ + =
+ +
+ +

Aplikasi kondisi awal yang kedua, ) 0 ( ) 0 (
+ +
= y
dt
dv
,
( )
( )
t t j t j
t t j t j
p
e e K e K
e e K j e K j
dt
dy
dt
dy


+ +
+ =


2 1
2 1

Kita akan memperoleh
( ) ( )
( ) ( )
0 2 1 2 1
2 1 2 1
) 0 ( ) 0 (
) 0 ( ) 0 ( ) 0 (
B y y K K K K j
K K K j K j y y
dt
dy
p
p
= = + +
+ + + = =
+ +
+ + +

( ) ( )


= = + +
= +
j
A B
K K B K K K K j
A K K
0 0
2 1 0 2 1 2 1
0 2 1

2
/ ) (

2
/ ) (
0 0 0
2
0 0 0
1

=
+
=
j A B A
K
j A B A
K

Solusi total menjadi
t
p
t
t j t j t j t j
p
t t j t j
p
e t
A B
t A y
e
j
e e A B e e
A y
e e
j A B A
e
j A B A
y y

+ +
+
|
|

\
|


+ + =
|
|

\
|


+
+
+ =
|

\
|
+
+
+ =
sin
) (
cos

2
) (
2


2
/ ) (
2
/ ) (
0 0
0

0 0
0
0 0 0 0 0 0

(16.17)
A
0
dan B
0
mempunyai nilai tertentu yang ditetapkan oleh kondisi awal
sedangkan dan memiliki nilai tertentu (dalam rangkaian listrik
ditentukan oleh nilai elemen rangkaian). Dengan demikian solusi total
dapat kita tuliskan sebagai
( )
t
b a p
e t K t K y y

+ + = sin cos (16.18)
200 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral

dengan K
a
dan K
b
yang masih harus ditentukan melalui penerapan
kondisi awal. Ini adalah bentuk solusi total khusus untuk persamaan
diferensial yang memiliki persamaan karakteristik dengan dua akar
kompleks konjugat.
Persamaan (16.8) menunjukkan bahwa bila persamaan karakteristik
memberikan dua akar kompleks konjugat, maka solusi persamaan
diferensial orde dua akan terdiri dari solusi khusus y
p
ditambah fungsi
sinus yang teredam.

Soal-Soal:
1. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
5 ) 0 ( , 0 ) 0 ( ; 0 5 4 c).
10 ) 0 ( , 0 ) 0 ( ; 0 4 4 b).
15 ) 0 ( , 0 ) 0 ( ; 0 10 7 . a)
2
2
2
2
2
2
= = = + +
= = = + +
= = = + +
+ +
+ +
+ +
dt
dv
v v
dt
dv
dt
v d
dt
dv
v v
dt
dv
dt
v d
dt
dv
v v
dt
dv
dt
v d

2. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
10
) 0 (
, 5 ) 0 ( ; ) ( 100 25 8 c).
10
) 0 (
, 5 ) 0 ( ; ) ( 100 25 10 b).
25
) 0 (
, 5 ) 0 ( ; ) ( 100 24 10 . a)
2
2
2
2
2
2
= = = + +
= = = + +
= = = + +
+
+
+
dt
dv
v t u v
dt
dv
dt
v d
dt
dv
v t u v
dt
dv
dt
v d
dt
dv
v t u v
dt
dv
dt
v d

3. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
0 ) 0 ( , 0 ) 0 ( , ) ( ] 1000 [cos 100 8 6 . a)
2
2
= = = + +
+ +
dt
dv
v t u t v
dt
dv
dt
v d

0 ) 0 ( , 0 ) 0 ( , ) ( ] 1000 [cos 100 9 6 b).
2
2
= = = + +
+ +
dt
dv
v t u t v
dt
dv
dt
v d

0 ) 0 ( , 0 ) 0 ( , ) ( ] 1000 [cos 100 10 2 c).
2
2
= = = + +
+ +
dt
dv
v t u t v
dt
dv
dt
v d



BUKU 2
201 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral


55
BAB 3
Transformasi Laplace


Kita telah melihat bahwa analisis di kawasan fasor lebih sederhana
dibandingkan dengan analisis di kawasan waktu karena tidak melibatkan
persamaan diferensial melainkan persamaan-persamaan aljabar biasa.
Akan tetapi analisis ini terbatas hanya untuk sinyal sinus dalam keadaan
mantap. Berikut ini kita akan mempelajari analisis rangkaian di kawasan
s, yang dapat kita terapkan pada analisis rangkaian dengan sinyal sinus
maupun bukan sinus, keadaan mantap maupun keadaan peralihan.
Dalam analisis di kawasan s ini, sinyal-sinyal fungsi waktu f(t),
ditransformasikan ke kawasan s menjadi fungsi s, F(s). Sejalan dengan
itu pernyataan elemen rangkaian juga mengalami penyesuaian yang
mengantarkan kita pada konsep impedansi di kawasan s. Perubahan
pernyataan suatu fungsi dari kawasan t ke kawasan s dilakukan melalui
Transformasi Laplace, yang secara matematis didefinisikan sebagai suatu
integral


=
0
) ( ) ( dt e t f s
st
F
dengan s merupakan peubah kompleks, s = + j. Batas bawah integrasi
ini adalah nol yang berarti bahwa dalam analisis rangkaian di kawasan s
kita hanya meninjau sinyal-sinyal kausal.
Dengan melakukan transformasi sinyal dari kawasan t ke kawasan s,
karakteristik i-v elemenpun mengalami penyesuaian dan mengantarkan
kita pada konsep impedansi dimana karakteristik tersebut menjadi fungsi
s. Dengan sinyal dan karakteristik elemen dinyatakan di kawasan s, maka
persamaan rangkaian tidak lagi berbentuk persamaan integrodiferensial
melainkan berbentuk persamaan aljabar biasa sehingga penanganannya
menjadi lebih mudah. Hasil yang diperoleh sudah barang tentu akan
merupakan fungsi-fungsi s. Jika kita menghendaki suatu hasil di kawasan
waktu, maka kita lakukan transformasi balik yaitu transformasi dari
fungsi s ke fungsi t.
56 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
Di bab ini kita akan membahas mengenai transformasi Laplace, sifat
transformasi Laplace, pole dan zero, transformasi balik, solusi persamaan
diferensial, serta transformasi bentuk gelombang dasar.
Setelah mempelajari analisis rangkaian menggunakan transformasi
Laplace bagian pertama ini, kita akan
memahami transformasi Laplace beserta sifat-sifatnya;
mampu melakukan transformasi berbagai bentuk gelombang
sinyal dari kawasan t ke kawasan s.
mampu mencari transformasi balik dari pernyataan bentuk
gelombang sinyal dari kawasan s ke kawasan t.
3.1. Transformasi Laplace
Melalui transformasi Laplace kita menyatakan suatu fungsi yang semula
dinyatakan sebagai fungsi waktu, t, menjadi suatu fungsi s di mana s
adalah peubah kompleks. Kita ingat bahwa kita pernah
mentransformasikan fungsi sinus di kawasan waktu menjadi fasor,
dengan memanfaatkan bagian nyata dari bilangan kompleks. Dengan
transformasi Laplace kita mentransformasikan tidak hanya fungsi sinus
akan tetapi juga fungsi-fungsi yang bukan sinus.
Transformasi Laplace dari suatu fungsi f(t) didefinisikan sebagai


=
0
) ( ) ( dt e t f s
st
F (3.1)
dengan notasi :


= =
0
) ( ) ( )] ( [ dt e t f s t f
st
F L (3.2)
Dengan mengikuti langsung definisi ini, kita dapat mencari transformasi
Laplace dari suatu model sinyal, atau dengan kata lain mencari
pernyataan sinyal tersebut di kawasan s. Berikut ini kita akan
mengaplikasikannya untuk bentuk-bentuk gelombang dasar.
3.1.1. Pernyataan Sinyal Anak Tangga di Kawasan s.
Pernyataan sinyal anak tangga di kawasan t adalah ) ( ) ( t Au t v = .
Transformasi Laplace dari bentuk gelombang ini adalah


+
= = =

0
) (
0 0
) ( ] [
j
Ae
dt Ae dt e t Au Au(t)
t j
st st
L
Batas atas, dengan > 0, memberikan nilai 0, sedangkan batas bawah
memberikan nilai A/s.

57
Jadi
s
A
t Au = )] ( [ L (3.3)
3.1.2. Pernyataan Sinyal Eksponensial di Kawasan s
Transformasi Laplace bentuk gelombang eksponensial beramplitudo A,
yaitu v(t) = Ae
at
u(t) , adalah


+
= = =

0
) (
0
) (
0
) ( )] ( [
a s
Ae
Ae dt e t u e A t u Ae
t a s
t a s st -at at
L
Dengan a > 0, batas atas memberikan nilai 0 sedangkan batas bawah
memberikan A/(s+a).
Jadi
a s
A
t u Ae
at
+
=

] ) ( [ L (3.4)
3.1.3. Sinyal Sinus di Kawasan s
Transformasi Laplace bentuk gelombang sinus v(t)

= (A cos t) u(t)
adalah :
| | dt e t A dt e t u t A t u t A
st st



= =
0 0
) cos ( ) ( ) cos ( ) ( ) cos ( L
Dengan memanfaatkan hubungan Euler 2 / ) ( cos
t j t j
e e

+ = , ruas
kanan persamaan di atas menjadi
2 2
) (
0
) (
0 0

2 2 2
+
=
+ =
+



s
As
dt e
A
dt e
A
dt e
e e
A
t s j t s j st
t j t j

Jadi | |
2 2
) ( ) cos (
+
=
s
s
A t u t A L (3.5)
Dengan cara yang sama, diperoleh
| |
2 2
) ( ) sin (
+

=
s
A t u t A L (3.6)
58 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
3.2. Tabel Transformasi Laplace
Transformasi Laplace dari bentuk gelombang anak tangga, eksponensial,
dan sinus di atas merupakan contoh bagaimana suatu transformasi
dilakukan. Kita lihat bahwa amplitudo sinyal, A, selalu muncul sebagai
faktor pengali dalam pernyataan sinyal di kawasan s. Transformasi dari
beberapa bentuk gelombang yang lain termuat dalam Tabel-3.1. dengan
mengambil amplitudo bernilai satu satuan. Tabel ini, walaupun hanya
memuat beberapa bentuk gelombang saja, tetapi cukup untuk keperluan
pembahasan analisis rangkaian di kawasan s yang akan kita pelajari di
buku ini.
Untuk selanjutnya kita tidak selalu menggunakan notasi L[f(t)]
sebagai pernyataan dari transformasi Laplace dari f(t), tetapi
kita langsung memahami bahwa pasangan fungsi t dan
transformasi Laplace-nya adalah seperti : f(t) F(s) , v
1
(t)
V
1
(s) , i
4
(t) I
4
(s) dan seterusnya. Dengan kata lain kita
memahami bahwa V(s) adalah pernyataan di kawasan s dari
v(t), I(s) adalah penyataan di kawasan s dari i(t) dan
seterusnya.
COTOH-3.1: Carilah transformasi Laplace dari bentuk gelombang
berikut:
) ( 3 ) ( c).
; ) ( ) 10 sin( 5 ) ( b). ; ) ( ) 10 cos( 5 ) ( a).
2
3
2 1
t u e t v
t u t t v t u t t v
t
=
= =

Penyelesaian : Dengan mnggunakan Tabel-3.1 kita peroleh :
2
3
) ( ) ( 3 ) ( c).
100 s
50
) 10 (
10 5
) ( ) ( ) 10 sin( 5 ) ( b).
100
5
) 10 (
5
) ( ) ( ) 10 cos( 5 ) ( a).
3
2
3
2 2 2
2 2
2 2 2
1 1
+
= =
+
=
+

= =
+
=
+
= =

s
s t u e t v
s
s t u t t v
s
s
s
s
s t u t t v
t
V
V
V


59

Tabel 3.1. Pasangan Transformasi Laplace
Pernyataan Sinyal
di Kawasan t : f(t)
Pernyataan Sinyal di
Kawasan s : L[f(t)]=F(s)
impuls : (t)
1
anak tangga : u(t)
s
1

eksponensial : [e
at
]u(t)
a s +
1

cosinus : [cos t] u(t)
2 2
+ s
s

sinus : [sin t] u(t)
2 2
+

s

cosinus teredam : [e
at
cos t] u(t)
( )
2 2
+ +
+
a s
a s

sinus teredam : [e
at
sin t] u(t)
( )
2 2
+ +

a s

cosinus tergeser : [cos (t + )] u(t)
2 2
sin cos
+

s
s

sinus tergeser : [sin (t + )] u(t)
2 2
cos sin
+
+
s
s

ramp : [ t ] u(t)
2
1
s

ramp teredam : [ t e
at
] u(t)
( )
2
1
a s +

60 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
3.3. Sifat-Sifat Transformasi Laplace
3.3.1. Sifat Unik
Sifat ini dapat dinyatakan sebagai berikut.
Jika f(t) mempunyai transformasi Laplace F(s) maka transformasi
balik dari F(s) adalah f(t).
Dengan kata lain
Jika pernyataan di kawasan s suatu bentuk gelombang v(t)
adalah V(s), maka pernyataan di kawasan t suatu bentuk
gelombang V(s) adalah v(t).
Bukti dari pernyataan ini tidak kita bahas di sini. Sifat ini memudahkan
kita untuk mencari F(s) dari suatu fungsi f(t) dan sebaliknya mencari
fungsi f(t) dari dari suatu fungsi F(s) dengan menggunakan tabel
transformasi Lapalace. Mencari fungsi f(t) dari suatu fungsi F(s) disebut
mencari transformasi balik dari F(s), dengan notasi L

1
[F(s)] = f(t) . Hal
terakhir ini akan kita bahas lebih lanjut setelah membahas sifat-sifat
transformasi Laplace.
3.3.2. Sifat Linier
Karena transformasi Laplace adalah sebuah integral, maka ia bersifat
linier.
Transformasi Laplace dari jumlah beberapa fungsi t adalah
jumlah dari transformasi masing-masing fungsi.
Jika ) ( ) ( ) (
2 2 1 1
t f A t f A t f + = maka transformasi Laplace-nya adalah
| |
) ( ) (
) ( ) ( ) ( ) ( ) (
2 2 1 1
0
2 2
0
1 1
0
2 2 1 1
s A s A
dt t f A dt t f A dt e t f A t f A s
st
F F
F
+ =
+ = + =



(3.7)
dengan F
1
(s) dan F
2
(s) adalah transformasi Laplace dari f
1
(t) dan f
2
(t).
COTOH-3.2: a). Carilah transformasi Laplace dari :
) ( ) 3 1 ( ) (
2
1
t u e t v
t
+ =
b). Jika transformasi Laplace sinyal eksponensial
Ae
at
u(t) adalah 1/(s+a), carilah transformasi dari
v
2
(t)=Acost u(t).

61
Penyelesaian :
2
3 1
) ( ) ( ) 3 1 ( ) ( a).
1
2
1
+
+ = + =

s s
s t u e t v
t
V
( )
2 2 2 2
2
2
2
2
1 1
2
) (
) ( ) (
2

) (
2
) ( ) cos( b).
+
=
|
|

\
|
+
=
|
|

\
|
+
+

=
+ =
+
= =


s
As
s
s A
j s j s
A
s
t u e t u e
A
t u
e e
A t u t A (t) v
t j t j
t j t j
V

3.3.3. Integrasi
Sebagaimana kita ketahui karakteristik i-v kapasitor dan induktor
melibatkan integrasi dan diferensiasi. Karena kita akan bekerja di
kawasan s, kita perlu mengetahui bagaimana ekivalensi proses integrasi
dan diferensiasi di kawasan t tersebut. Transformasi Laplace dari
integrasi suatu fungsi dapat kita lihat sebagai berikut.
Misalkan ) ( ) (
0
1
dx x f t f
t

= . Maka
dt t f
s
e
dx x f
s
e
dt e dx x f s
st
t
st
st
t


(
(

|
|

\
|

=
|
|

\
|
=
0
1
0
0
1
0
0
1
) ( ) ( ) ( ) ( F
Suku pertama ruas kanan persamaan di atas akan bernilai nol untuk t =
karena e
st
= 0 pada t , dan juga akan bernilai nol untuk t = 0 karena
integral yang di dalam tanda kurung akan bernilai nol (intervalnya nol).
Tinggallah suku kedua ruas kanan; jadi
s
s
dt e t f
s
dt t f
s
e
s
st
st
) (
) (
1
) ( ) (
1
0
1
0
1
F
F = =


(3.8)
Jadi secara singkat dapat kita katakan bahwa :
transformasi dari suatu integrasi bentuk gelombang f(t) di kawasan t
dapat diperoleh dengan cara membagi F(s) dengan s.

62 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
COTOH-3.3: Carilah transformasi Laplace dari fungsi ramp r(t)=tu(t).
Penyelesaian :
Kita mengetahui bahwa fungsi ramp adalah integral dari fungsi anak
tangga.
2
0 0
0
1
) ( ) (
) ( ) ( ) (
s
dt e dx x u s
dx x u t tu t r
st
t
t
=
|
|

\
|
=
= =

R

Hasil ini sudah tercantum dalam Tabel.3.1.
3.3.4. Diferensiasi
Transformasi Laplace dari suatu diferensiasi dapat kita lihat sebagai
berikut.
Misalkan
dt
t df
t f
) (
) (
1
= maka
| |



= =
0
1
0
1
0
1
) )( ( ) (
) (
) ( dt e s t f e t f dt e
dt
t df
s
st st st
F
Suku pertama ruas kanan bernilai nol untuk t = karena e
st
= 0 untuk
t , dan bernilai f(0) untuk t = 0. Dengan demikian dapat kita
tuliskan
) 0 ( ) ( ) 0 ( ) (
) (
1 1
0
1
f s s f dt e t f s
dt
t df
st
= =
(


F L (3.9)
Transformasi dari suatu fungsi t yang diperoleh melalui
diferensiasi fungsi f(t) merupakan perkalian dari F(s) dengan s
dikurangi dengan nilai f(t) pada t = 0.

COTOH-3.4: Carilah transformasi Laplace dari fungsi cos(t) dengan
memandang fungsi ini sebagai turunan dari sin(t).
Penyelesaian :

63
2 2 2 2
) 0 sin(
1
) (
) sin( 1
) cos( ) (
+
=
|
|

\
|

+

= =
s
s
s
s s
dt
t d
t t f
F

Penurunan di atas dapat kita kembangkan lebih lanjut sehingga kita
mendapatkan transformasi dari fungsi-fungsi yang merupakan fungsi
turunan yang lebih tinggi.
) 0 ( ) 0 ( ) 0 ( ) ( ) (
) (
) ( jika
) 0 ( ) 0 ( ) ( ) (
) (
) ( jika
1 1 1
2
1
3
3
1
3
1 1 1
2
2
1
2
f f s f s s s s
dt
t f d
t f
f sf s s s
dt
t f d
t f
= =
= =
F F
F F
(3.10)
3.3.5. Translasi di Kawasan t
Sifat transformasi Laplace berkenaan dengan translasi di kawasan t ini
dapat dinyatakan sebagai berikut
Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s), maka
transformasi Laplace dari f(ta)u(ta) untuk a > 0 adalah
e
as
F(s).
Hal ini dapat kita lihat sebagai berikut. Menurut definisi, transformasi
Laplace dari f(ta)u(ta) adalah



0
) ( ) ( dt e a t u a t f
st

Karena u(ta) bernilai nol untuk t < a dan bernilai satu untuk t > a ,
bentuk integral ini dapat kita ubah batas bawahnya serta tidak lagi
menuliskan faktor u(ta), menjadi



=
a
st st
dt e a t f dt e a t u a t f ) ( ) ( ) (
0

Kita ganti peubah integrasinya dari t menjadi dengan suatu hubungan
= (ta). Dengan penggantian ini maka dt menjadi d dan = 0 ketika t =
a dan = ketika t = . Persamaan di atas menjadi
64 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
) ( ) (
) ( ) ( ) (
0
0
) (
0
s e d e f e
d e f dt e a t u a t f
as s as
a s st
F


= =
=


(3.11)
COTOH-3.5: Carilah transformasi
Laplace dari bentuk gelombang
sinyal seperti yang tergambar di
samping ini.
Penyelesaian :
Model bentuk gelombang ini dapat
kita tuliskan sebagai
) ( ) ( ) ( a t Au t Au t f = .
Transformasi Laplace-nya adalah :
s
e A
s
A
e
s
A
s
as
as
) 1 (
) (


= = F
3.3.6. Translasi di Kawasan s
Sifat mengenai translasi di kawasan s dapat dinyatakan sebagai berikut.
Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s) , maka
transformasi Laplace dari e
t
f(t) adalah F(s + ).
Bukti dari pernyataan ini dapat langsung diperoleh dari definisi
transformasi Laplace, yaitu
) ( ) ( ) (
0
) (
0
+ = =


+


s dt e t f dt e t f e
t s st t
F (3.19)
Sifat ini dapat digunakan untuk menentukan transformasi fungsi teredam
jika diketahui bentuk transformasi fungsi tak teredamnya.
COTOH-3.6: Carilah transformasi Laplace dari fungsi-fungsi ramp
teredam dan sinus teredam berikut ini :
) ( cos b). ; ) ( a).
2 1
t u t e v e t tu v
t t
= =


Penyelesaian :
f(t)
A
0 a t

65
2 2
2 2
2 2
2
1 1
2
) (
) ( ) ( cos ) ( jika maka
, ) ( ) ( cos ) untuk Karena b).

) (
1
) ( ) ( ) ( jika maka
,
1
) ( ) ( ) ( untuk Karena a).
+ +
+
= =
+
= =
+
= =
= =


s
s
s t u t e t v
s
s
s t u t t v
s
s e t tu t v
s
s t tu t v
t
t
V
V
V
F
(

3.3.7. Pen-skalaan (scaling)
Sifat ini dapat dinyatakan sebagai :
Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s) , maka untuk a
> 0 transformasi dari f(at) adalah |

\
|
a
s
F
a
1
.
Bukti dari sifat ini dapat langsung diperoleh dari definisinya. Dengan
mengganti peubah t menjadi = at maka transformasi Laplace dari f(at)
adalah:


\
|
= =
0

0
1
) (
1
) (
a
s
a
d e f
a
dt e at f
a
s
st
F (3.12)
Jadi, jika skala waktu diperbesar (a > 1) maka skala frekuensi s mengecil
dan sebaliknya apabila skala waktu diperkecil (a < 1) maka skala
frekuensi menjadi besar.
3.3.8. ilai Awal dan ilai Akhir
Sifat transformasi Laplace berkenaan dengan nilai awal dan nilai akhir
dapat dinyatakan sebagai berikut.
0
0
) ( lim ) ( lim : akhir Nilai
) ( lim ) ( lim : awal Nilai

+
=
=
s t
s t
s s t f
s s t f
F
F

Jadi nilai f(t) pada t = 0
+
di kawasan waktu (nilai awal) sama dengan
nilai sF(s) pada tak hingga di kawasan s. Sedangkan nilai f(t) pada t =
66 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
(nilai akhir) sama dengan nilai sF(s) pada titik asal di kawasan s. Sifat
ini dapat diturunkan dari sifat diferensiasi.
COTOH-3.7: Transformasi Laplace dari suatu sinyal adalah
) 20 )( 5 (
3
100 ) (
+ +
+
=
s s s
s
s V
Carilah nilai awal dan nilai akhir dari v(t).
Penyelesaian :
Nilai awal adalah :
0
) 20 )( 5 (
3
100 lim ) ( lim ) ( lim
0
=
(

+ +
+
= =

+
s s s
s
s s s t v
s
s t
V
Nilai akhir adalah :
3
) 20 )( 5 (
3
100 lim ) ( lim ) ( lim
0
0
=
(

+ +
+
= =


s s s
s
s s s t v
s
s t
V
Tabel 3.2. memuat sifat-sifat transformasi Laplace yang dibahas di atas
kecuali sifat yang terakhir yaitu konvolusi. Konvolusi akan dibahas di
bagian akhir dari pembahasan mengenai transformasi balik.

67
Tabel 3.2. Sifat-sifat Transformasi Laplace
Pernyataan f(t) Pernyataan F(s) =L[f(t)]
linier : A
1
f
1
(t) + A
2
f
2
(t) A
1
F
1
(s) + A
2
F
2
(s)
integrasi :

t
dx x f
0
) (
s
s) ( F

diferensiasi :
dt
t df ) (

) 0 ( ) (

f s sF
2
2
) (
dt
t f d

) 0 ( ) 0 ( ) (
2
f sf s s F
3
3
) (
dt
t f d

) 0 ( ) 0 (
) 0 ( ) (
2 3



f sf
f s s s F

linier : A
1
f
1
(t) + A
2
f
2
(t)
A
1
F
1
(s) + A
2
F
2
(s)
translasi di t: | | ) ( ) ( a t u a t f
) (s e
as
F


translasi di s : ) (t f e
at
) ( a s + F
penskalaan : ) (at f
|

\
|
a
s
a
F
1

nilai awal :
0
) ( lim
+ t
t f

) ( lim
s
s sF
nilai akhir :

) ( lim
t
t f
0
) ( lim
s
s sF
konvolusi : dx x t f x f
t
) ( ) (
0
2 1


) ( ) (
2 1
s s F F
68 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
3.4. Transformasi Balik
Berikut ini kita akan membahas mengenai transformasi balik, yaitu
mencari f(t) dari suatu F(s) yang diketahui. Jika F(s) yang ingin dicari
transformasi baliknya ada dalam tabel transformasi Laplace yang kita
punyai, pekerjaan kita cukup mudah. Akan tetapi dalam analisis
rangkaian di kawasan s, pada umumnya F(s) berupa rasio polinomial
yang bentuknya tidak sesederhana dan tidak selalu ada pasangannya
seperti dalam tabel. Untuk mengatasi hal itu, F(s) kita uraikan menjadi
suatu penjumlahan dari bentuk-bentuk yang ada dalam tabel, sehingga
kita akan memperoleh f(t) sebagai jumlah dari bentuk-bentuk gelombang
sederhana. Dengan perkataan lain kita membuat F(s) menjadi
transformasi dari suatu gelombang komposit dan kelinieran dari
transformasi Laplace akan memberikan transformasi balik dari F(s) yang
berupa jumlah dari bentuk-bentuk gelombang sederhana. Sebelum
membahas mengenai transformasi balik kita akan mengenal lebih dulu
pengertian tentang pole dan zero.
3.4.1. Pole dan Zero
Pada umumnya, transformasi Laplace berbentuk rasio polinom
0 1
1
1
0 1
1
1
) (
a s a s a s a
b s b s b s b
s
n
n
n
n
m
m
m
m
+ + + +
+ + + +
=

L
L
F (3.13)
yang masing-masing polinom dapat dinyatakan dalam bentuk faktor
menjadi
) ( ) )( (
) ( ) )( (
) (
2 1
2 1
n
m
p s p s p s
z s z s z s
K s


=
L
L
F (3.14)
dengan K = b
m
/a
n
dan disebut faktor skala.
Akar-akar dari pembilang dari pernyataan F(s) di atas disebut zero
karena F(s) bernilai nol untuk s = z
k
(k = 1, 2, m). Akar-akar dari
penyebut disebut pole karena pada nilai s = p
k
(k = 1, 2, n) nilai
penyebut menjadi nol dan nilai F(s) menjadi tak-hingga. Pole dan zero
disebut frekuensi kritis karena pada nilai-nilai itu F(s) menjadi nol atau
tak-hingga.
Peubah s merupakan peubah kompleks s = + j. Dengan demikian kita
dapat memetakan pole dan zero dari suatu F(s) pada bidang kompleks
dan kita sebut diagram pole-zero. Titik pole diberi tanda dan titik
zero diberi tanda o . Perhatikan contoh 3.8. berikut.

69
COTOH-3.8: Gambarkan diagram pole-zero dari
s
s
b a s
a s A
s
s
s
1
) ( c).
) (
) (
) ( b).
1
1
) ( a).
2 2
=
+ +
+
=
+
= F F F
Penyelesaian :
a). Fungsi ini mempunyai pole di s = 1
tanpa zero
tertentu.

b). Fungsi ini mempunyai zero di s = a.
Pole dapat dicari dari
jb a s b a s = = + + di pole 0 ) (
2 2

c). Fungsi ini tidak mempunyai zero tertentu
sedangkan pole terletak di titik asal, s = 0 +
j0.

3.4.2. Bentuk Umum F(s)
Bentuk umum F(s) adalah seperti (3.14) yaitu
) ( ) )( (
) ( ) )( (
) (
2 1
2 1
n
m
p s p s p s
z s z s z s
K s


=
L
L
F
Jika jumlah pole lebih besar dari jumlah zero, jadi n > m, kita katakan
bahwa fungsi ini merupakan fungsi rasional patut. Jika fungsi ini
memiliki pole yang semuanya berbeda, jadi p
i
p
j
untuk i j , maka
dikatakan bahwa F(s) mempunyai pole sederhana. Jika ada pole yang
berupa bilangan kompleks kita katakan bahwa fungsi ini mempunyai
pole kompleks. Jika ada pole-pole yang bernilai sama kita katakan bahwa
fungsi ini mempunyai pole ganda.

j

1

j

j
+jb
a
jb
70 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
3.4.3. Fungsi Dengan Pole Sederhana
Apabila fungsi rasional F(s) hanya mempunyai pole sederhana, maka ia
dapat diuraikan menjadi berbentuk
) ( ) ( ) (
) (
2
2
1
1
n
n
p s
k
p s
k
p s
k
s

+ +

= L F (3.15)
Jadi F(s) merupakan kombinasi linier dari beberapa fungsi sederhana;
konstanta k yang berkaitan dengan setiap fungsi pembangun F(s) itu kita
sebut residu. Kita ingat bahwa transformasi balik dari masing-masing
fungsi sederhana itu berbentuk ke
t
. Dengan demikian maka
transformasi balik dari F(s) menjadi
t p
n
t p t p
n
e k e k e k t f + + + = L
2 1
2 1
) ( (3.16)
Persoalan kita sekarang adalah bagaimana menentukan residu. Untuk
mencari k
1
, kita kalikan kedua ruas (3.15) dengan (s p
1
) sehingga faktor
(s p
1
) hilang dari ruas kiri sedangkan ruas kanan menjadi k
1
ditambah
suku-suku lain yang semuanya mengandung faktor (s p
1
). Kemudian
kita substitusikan s = p
1
sehingga semua suku di ruas kanan bernilai nol
kecuali k
1
dan dengan demikian diperoleh nilai k
1
. Untuk mencari k
2
, kita
kalikan kedua ruas (3.15) dengan (s p
2
) kemudian kita substitusikan s =
p
2
; demikian seterusnya sampai semua nilai k diperoleh, dan transformasi
balik dapat dicari.
COTOH-3.9: Carilah f(t) dari fungsi transformasi berikut.
) 4 )( 1 (
) 2 ( 6
) ( c).
;
) 3 )( 1 (
) 2 ( 4
) ( b). ;
) 3 )( 1 (
4
) ( a).
+ +
+
=
+ +
+
=
+ +
=
s s s
s
s
s s
s
s
s s
s
F
F F

Penyelesaian :
a).
3 1 ) 3 )( 1 (
4
) (
2 1
+
+
+
=
+ +
=
s
k
s
k
s s
s F

71
2
3 1
4
1 substitusi
) 1 (
3 ) 3 (
4
) 1 ( ) (
1 1
2
1
= =
+
=
+
+
+ =
+
+
k k s
s
s
k
k
s
s s F

t t
e e t f
s s
s
k k s s s
3
2 2
2 2 ) (
3
2
1
2
) (
2
1 3
4
3 substitusi dan ) 3 ( ) (

=
+

+
+
=
= =
+
= +
F
F

b).
3 1 ) 3 )( 1 (
) 2 ( 4
) (
2 1
+
+
+
=
+ +
+
=
s
k
s
k
s s
s
s F
t t
e e t f
s s
s
k k s s s
k k s s s
3
2 2
1 1
2 2 ) (
3
2
1
2
) (
2
1 3
) 2 3 ( 4
3 substitusi dan ) 3 ( ) (
2
3 1
) 2 1 ( 4
1 substitusi dan ) 1 ( ) (

+ =
+
+
+
=
= =
+
+
= +
= =
+
+
= +
F
F
F

c).
4 1 ) 4 )( 1 (
) 2 ( 6
) (
3 2 1
+
+
+
+ =
+ +
+
=
s
k
s
k
s
k
s s s
s
s F
Dengan cara seperti di a) dan b) kita peroleh
t t
s
s s
e e t f
s s s
s
s s
s
k
s s
s
k
s s
s
k
4
4
3
1
2
0
1
2 3 ) (
4
1
1
2 3
) (
1
) 1 (
) 2 ( 6

; 2
) 4 (
) 2 ( 6
; 3
) 4 )( 1 (
) 2 ( 6

=
= =
=
+

+
+

+ =
=
+
+
=
=
+
+
= =
+ +
+
=
F

3.4.4 Fungsi Dengan Pole Kompleks
Secara fisik, fungsi F(s) merupakan rasio polinomial dengan koefisien
riil. Jika F(s) mempunyai pole kompleks yang berbentuk p = + j,
maka ia juga harus mempunyai pole lain yang berbentuk p* = j;
72 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
sebab jika tidak maka koefisien polinomial tersebut tidak akan riil. Jadi
untuk sinyal yang memang secara fisik kita temui, pole kompleks dari
F(s) haruslah terjadi secara berpasangan konjugat. Oleh karena itu uraian
F(s) harus mengandung dua suku yang berbentuk
L L +
+ +
+
+
+ =
j s
k
j s
k
s
*
) ( F (3.17)
Residu k dan k* pada pole konjugat juga merupakan residu konjugat
sebab F(s) adalah fungsi rasional dengan koefisien rasional. Residu ini
dapat kita cari dengan cara yang sama seperti mencari residu pada uraian
fungsi dengan pole sederhana. Kita cukup mencari salah satu residu dari
pole kompleks karena residu yang lain merupakan konjugatnya.
Transformasi balik dari dua suku dengan pole kompleks akan berupa
cosinus teredam. Tansformasi balik dari dua suku pada (3.17) adalah
) cos( 2
2
2


* ) (
) ( ) (
)) ( ( )) ( (
) ( ) (
) ( ) (
+ =
+
=
+ =
+ =
+ =

+ +

+ + +
+
+
t
t j t j
t
t j t j
t j j t j j
t j t j
k
e k
e e
e k
e k e k
e e k e e k
e k ke t f
(3.18)
Jadi f(t) dari (3.17) akan berbentuk :
L L + + + =

) cos( 2 ) (
t
e k t f
COTOH-3.10: Carilah transformasi balik dari
) 8 4 (
8
) (
2
+ +
=
s s s
s F
Penyelesaian :
Fungsi ini mempunyai pole sederhana di s = 0, dan pole kompleks
yang dapat ditentukan dari faktor penyebut yang berbentuk kwadrat,
yaitu
2 2
2
32 16 4
j s =

=

73
Uraian dari F(s) , penentuan residu, serta transformasi baliknya
adalah sebagai berikut.
1
8
8
) 8 4 (
8

2 2 2 2
) 8 4 (
8
) (
0
2
1
2 2 1
2
= =
+ +
=
+ +
+
+
+ =
+ +
=
=

s
s
s s s
k
j s
k
j s
k
s
k
s s s
s F

) 4 / 3 (
2
) 4 / 3 (
2 2
2 2
2
2
2
2


2
2
8 8
8
) 2 2 (
8

) 2 2 (
) 8 4 (
8

+ =
+ =
=
=

=
+ +
=
+
+ +
=
j
j
j s
j s
e k
e
j j s s
j s
s s s
k

| |
) 4 / 3 2 cos( 2 ) (

2
2
) (
2
2
2
2
) (
2
) 2 4 / 3 ( ) 2 4 / 3 ( 2
) 2 2 ( ) 4 / 3 ( ) 2 2 ( ) 4 / 3 (
+ + =
+ + =
+ + =

+ +
+
t e t u
e e e t u
e e e e t u f(t)
t
t j t j t
t j j t j j

3.4.5. Fungsi Dengan Pole Ganda
Pada kondisi tertentu, fungsi F(s) dapat mempunyai pole ganda.
Penguraian F(s) yang demikian ini dilakukan dengan memecah faktor
yang mengandung pole ganda dengan tujuan untuk mendapatkan bentuk
fungsi dengan pole sederhana yang dapat diuraikan seperti biasanya.
Untuk jelasnya kita ambil suatu fungsi yang mengandung pole ganda
(dua pole sama) seperti pada (3.19) berikut ini.
2
2 1
1
) )( (
) (
) (
p s p s
z s K
s


= F (3.19)
Dengan mengeluarkan salah satu faktor yang mengandung pole ganda
kita dapatkan
74 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
(

=
) )( (
) ( 1
) (
2 1
1
2
p s p s
z s K
p s
s F (3.20)
Bagian yang didalam tanda kurung dari (3.20) mengandung pole
sederhana sehingga kita dapat menguraikannya seperti biasa.
2
2
1
1
2 1
1
1
) )( (
) (
) (
p s
k
p s
k
p s p s
z s K
s

=
(



= F (3.21)
Residu pada (3.21) dapat ditentukan, misalnya k
1
= A dan k
2
= B , dan
faktor yang kita keluarkan kita masukkan kembali sehingga (3.20)
menjadi
2
2
1 2 2 1 2
) (
) )( (
1
) (
p s
B
p s p s
A
p s
B
p s
A
p s
s

+

=
(

+

= F
dan suku pertama ruas kanan diuraikan lebih lanjut menjadi
2
2
2
12
1
11
) (
) (
p s
B
p s
k
p s
k
s

= F (3.22)
Transformasi balik dari (3.22) adalah
t p t p t p
Bte e k e k t f
2 2 1
12 11
) ( + + = (3.23)
COTOH-3.11: Tentukan transformasi balik dari fungsi:
2
) 2 )( 1 (
) (
+ +
=
s s
s
s F
Penyelesaian :
2
) 1 (
1
) 2 (

2 1 ) 2 (
1


) 2 )( 1 ( ) 2 (
1
) 2 )( 1 (
) (
2
2
1
1
2 1
2
=
+
= =
+
=
(

+
+
+ +
=
(

+ + +
=
+ +
=
= = s s
s
s
k
s
s
k
s
k
s
k
s
s s
s
s
s s
s
s F


75
2
12 11
2
) 2 (
2
2 1


) 2 (
2
) 2 )( 1 (
1
2
2
1
1
) 2 (
1
) (
+
+
+
+
+
=
+
+
+ +

=
(

+
+
+

+
=
s
s
k
s
k
s
s s s s s
s F
t t t
s s
te e e t f
s
s s
s
s
k
s
k
2 2
2
2
12
1
11
2 ) (
) 2 (
2
2
1
1
1
) (
1
1
1
1
2
1


= =
+ + =
+
+
+
+
+

=
=
+

= =
+

=
F

3.4.6. Konvolusi
Transformasi Laplace menyatakan secara timbal balik bahwa
) ( ) ( (s) maka ) ( ) ( ) ( jika
2 1 2 1
s s t f t f t f F F F + = + =
) ( ) ( (t) maka ) ( ) ( ) ( jika
2 1 2 1
t f t f f s s s + = + = F F F
Kelinieran dari transformasi Laplace ini tidak mencakup perkalian. Jadi
) ( ) ( ) ( maka ) ( ) ( ) ( jika
2 1 2 1
t f t f t f s s s = F F F
Mencari fungsi f(t) dari suatu fungsi F(s) yang merupakan hasil kali dua
fungsi s yang berlainan, melibatkan sifat transformasi Laplace yang kita
sebut konvolusi. Sifat ini dapat dinyatakan sebagai berikut.
| |

= =
=
=

t t
d t f f d t f f t f s
s s s
0
1 2
0
2 1
1
2 1
) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (
maka ) ( ) ( ) ( jika
F
F F F
L
(3.24)
Kita katakan bahwa transformasi balik dari perkalian dua F(s) diperoleh
dengan melakukan konvolusi dari kedua bentuk gelombang yang
bersangkutan. Kedua bentuk integral pada (3.24) disebut integral
konvolusi.
Pandanglah dua fungsi waktu f
1
() dan f
2
(t). Transformasi Laplace
masing-masing adalah


=
0
1 1
) ( ) ( d e f s
s
F dan


=
0
2 2
) ( ) ( dt e t f s
st
F .
76 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
Jika kedua ruas dari persamaan pertama kita kalikan dengan F
2
(s) akan
kita peroleh


=
0
2 1 2 1
) ( ) ( ) ( ) ( d s e f s s
s
F F F .
Sifat translasi di kawasan waktu menyatakan bahwa e
s
F
2
(s) adalah
transformasi Laplace dari [ f
2
(t) ] u(t) sehingga persamaan tersebut
dapat ditulis




(

=
0 0
2 1 2 1
) ( ) ( ) ( ) ( ) ( d dt e t u t f f s s
st
F F
Karena untuk > t nilai u(t) = 0, maka integrasi yang berada di dalam
kurung pada persamaan di atas cukup dilakukan dari 0 sampai t saja,
sehingga

=
0 0
2 1
0 0
2 1 2 1
) ( ) (
) ( ) ( ) ( ) (
d dt e t f f
d dt e t f f s s
t
st
t
st
F F

Dengan mempertukarkan urutan integrasi, kita peroleh
(

=
(


t
st
t
d t f f dt e d t f f s s
0
2 1
0 0
2 1 2 1
) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( L F F
COTOH-3.12: Carilah f(t) dari F(s) berikut.
) (
1
) ( c).

) )( (
1
) ( b).
) (
1
) ( a).
2
2
a s s
s
b s a s
s
a s
s
+
=
+ +
=
+
=
F
F F

Penyelesaian : a). Fungsi ini kita pandang sebagai perkalian dari
dua fungsi.

77
at
t
at
t
ax at ax
t
x t a ax
t
at
te dx e dx e
dx e e dx x t f x f t f
e t f t f
a s
s s s s s
+

= = =
= =
= =
+
= = =


0 0
0
) (
0
2 1
2 1
2 1 2 1

) ( ) ( ) (
) ( ) (

) (
1
) ( ) ( dengan ) ( ) ( ) ( F F F F F

b). Fungsi ini juga merupakan perkalian dari dua fungsi.
bt at
e t f e t f
b s
s
a s
s
s s s

= =
+
=
+
=
=
) ( dan ) (
) (
1
) ( dan
) (
1
) (
dengan ) ( ) ( ) (
2 1
2 1
2 1
F F
F F F

( )
b a
e e
b a
e e
b a
e
e dx e e
dx e e dx x t f x f t f
bt at t b a bt
t
x b a
bt
t
x b a bt
t
x t b ax
t
+

=
+

=
(
(

+
= =
= =
+
+
+



1


) ( ) ( ) (
) (
0
) (
0
) (
0
) (
0
2 1

c). Fungsi ketiga ini juga dapat dipandang sebagai perkalian dua
fungsi.
2 2
0
2
0
0
0 0
) (
0
2 1
2 1
2
2
1 2 1
1

1 0


0

) ( ) ( ) (
) ( dan ) (
1
) ( dan
1
) ( dengan ) ( ) ( ) (
a
e at
a
e
a
te
e
a
e
a
te
e dx
a
e
a
xe
e
dx xe e dx xe dx x t f x f t f
e t f t t f
a s
s
s
s s s s
at at at
at
t
ax at
at
t
ax
t
ax
at
t
ax at
t
x t a
t
at

+
=
(
(

=
(
(
(

=
(
(
(

=
= = =
= =
+
= = =


F F F F F

78 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
3.5. Solusi Persamaan Rangkaian Menggunakan Transformasi
Laplace
Dengan menggunakan transformasi Laplace kita dapat mencari solusi
suatu persamaan rangkaian (yang sering berbentuk persamaan
diferensial) dengan lebih mudah. Transformasi akan mengubah
persamaan diferensial menjadi persamaan aljabar biasa di kawasan s
yang dengan mudah dicari solusinya. Dengan mentransformasi balik
solusi di kawasan s tersebut, kita akan memperoleh solusi dari persamaan
diferensialnya.
COTOH-3.13: Gunakan transformasi Laplace untuk mencari solusi
persamaan berikut.
5 ) 0 ( , 0 10 = = +
+
v v
dt
dv

Penyelesaian :
Transformasi Laplace persamaan diferensial ini adalah
10
5
) ( 0 ) ( 10 5 ) (
atau 0 ) ( 10 ) 0 ( ) (
+
= = +
= +
+
s
s s s s
s v s s
V V V
V V

Transformasi balik memberikan
t
e t v
10
5 ) (

=
Transformasi Laplace dapat kita manfaatkan untuk mencari solusi dari
persamaan diferensial dalam analisis transien. Langkah-langkah yang
harus dilakukan adalah :
1. Menentukan persamaan diferensial rangkaian di kawasan waktu.
2. Mentransformasikan persamaan diferensial yang diperoleh pada
langkah 1 ke kawasan s dan mencari solusinya.
3. Transformasi balik solusi yang diperoleh pada langkah 2 untuk
memperoleh tanggapan rangkaian.

79
COTOH-3.14: Saklar S pada rangkaian di samping ini ditutup pada t =
0. Tentukan tegangan kapasitor untuk t > 0 jika sesaat sebelum S
ditutup tegangan kapasitor 2 V.
Penyelesaian
:
Langkah
pertama
adalah
menentukan
persamaan rangkaian untuk t > 0. Aplikasi HTK memberikan
0 2 6 atau 0 100 6 = + + = + +
C
C
C
v
dt
dv
v i .
Langkah kedua adalah mentransformasikan persamaan ini ke
kawasan s, menjadi
0 ) ( 2 ) ( 2
6

atau 0 ) ( ) 0 ( ) ( 2
6
= + +
= + +
s s s
s
s v s s
s
C C
C C C
V V
V V

Pemecahan persamaan ini dapat diperoleh dengan mudah.
5 , 0
5 6
) (
5
3
dan 6
) 5 , 0 (
3
5 , 0 ) 5 , 0 (
3
) (
5 , 0
2
0
1
2 1
+
=
=
+
= =
+
+
=
+
+ =
+
+
=
=
=
s s
s
s
s
k
s
s
k
s
k
s
k
s s
s
s
C
s
s
C
V
V

Langkah terakhir adalah mentransformasi balik V
C
(s) :
V 5 6 ) (
5 , 0 t
C
e t v

=
+

100
S

12 V
i
+
v
C


0,02F
80 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
COTOH-3.15: Pada rangkaian di samping ini, saklar S dipindahkan
dari posisi 1 ke 2 pada t = 0. Tentukan i(t) untuk t > 0, jika sesaat
sebelum saklar dipindah tegangan kapasitor 4 V dan arus induktor 2
A.

Penyelesaian :
Aplikasi HTK pada rangkaian ini setelah saklar ada di posisi 2 ( t > 0
) memberikan

= + + + +
= + + + +
0 4 13 6 6
atau 0 ) 0 (
1
6 6
idt
dt
di
i
v idt
C dt
di
L i
C

Transformasi Laplace dari persamaan rangkaian ini menghasilkan
0
4 ) (
13 2 ) ( ) ( 6
6
atau 0
4 ) (
13 ) 0 ( ) ( ) ( 6
6
= + + + +

= + + + +

s s
s
s s s
s
s s
s
i s s s
s
I
I I
I
I I

Pemecahan persamaan ini adalah :
2 3 2 3 ) 2 3 )( 2 3 (
2 2

13 6
2 2
) (
1 1
2
j s
k
j s
k
j s j s
s
s s
s
s
+ +
+
+
=
+ + +
+
=
+ +
+
=

I

2 3
2
2 3
2
) (
2 2 1 1
2 3
2 2
o o
o o
45 45
45
1
45
2 3
1
j s
e
j s
e
s
e k e j
j s
s
k
j j
j j
j s
+ +
+
+
=
= = + =
+ +
+
=


+ =
I

1/13 F

+

1 H

6

6 V

+
v
C


i

S

1

2

Bagian
lain
rangkaian

81
Transformasi balik dari I(s) memberikan
A ) 2 sin 2 (cos 2
2 2 ) (
3
) 2 3 ( 45 ) 2 3 ( 45
o o
t t e
e e e e t i
t
t j j t j j
=
+ =

+




82 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
Soal-Soal
1. Carilah pernyataannya di kawasan s sinyal-sinyal berikut ini.
) ( ] 4 2 [ 10 ) (
); ( ] [ 10 ) (
) ( ] 4 1 [ 10 ) (
); ( ] 1 [ 10 ) (
4 2
4
4 2
3
2
2
1
t u e e t v
t u e e t v
t u t t v
t u e t v
t t
t t
t

=
=
+ =
=

2. Carilah pernyataannya di kawasan s sinyal-sinyal berikut ini.
) ( ] 10 sin 2 1 [ 15 ) (
); ( ] 10 cos 20 [cos 15 ) (
) ( ] 20 sin 20 [cos 15 ) (
); ( )] 30 20 [sin( 15 ) (
4
3
2
o
1
t u t t v
t u t t t v
t u t t t v
t u t t v
=
=
=
=

3. Carilah pernyataannya di kawasan s sinyal-sinyal berikut ini.
) ( )] 10 sin 2 1 ( [ 20 ) (
); ( )] 10 cos 20 (cos [ 20 ) (
) ( )] 20 sin 20 (cos [ 20 ) (
); ( )] 30 20 sin( [ 20 ) (
2
4
2
3
2
2
o 2
1
t u t e t v
t u t t e t v
t u t t e t v
t u t e t v
t
t
t
t
=
=
=
=


4. Carilah pernyataannya di kawasan s sinyal-sinyal berikut ini.
) ( ] 10 sin [ 20 ) (
); ( 20 ) (
) ( )] 20 )(sin 20 [(cos 15 ) (
); ( )] 10 [cos 15 ) (
2
4
2
3
2
2
1
t u t e t v
t u te t v
t u t t t v
t u t t v
t
t

=
=
=
=


83
5. Berikut ini adalah pernyataan sinyal di kawasan s. Carilah
pernyataannya di kawasan waktu t.
) 4 )( 3 )( 2 (
) (
;
) 3 )( 2 (
) (
) 3 )( 2 (
) (
;
) 3 )( 2 (
1
) (
2
4
2
3
2
1
+ + +
=
+ +
=
+ +
=
+ +
=
s s s
s
s
s s
s
s
s s
s
s
s s
s
V
V
V
V

6. Carilah pernyataan di kawasan waktu dari sinyal yang dinyatakan di
kawasan s berikut ini.
9 ) 2 (
) (
;
9 ) 2 (
) (
;
9 ) 2 (
1
) (
2
2
3
2
2
2
1
+ +
=
+ +
=
+ +
=
s
s
s
s
s
s
s
s
V
V
V

7. Berikut ini adalah pernyataan sinyal di kawasan s; carilah
pernyataannya di kawasan waktu.
) 3 (
1
) (
;
) 3 (
1
) (
;
) 3 (
1
) (
3
2
1
+
=
+
=
+
=
s s
s
s s
s
s
s
V
V
V

84 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
8. Berikut ini adalah pernyataan sinyal di kawasan s; carilah
pernyataannya di kawasan waktu.
25 6
10
) (
;
16 8
10
) (
;
16 10
10
) (
2
3
2
2
2
1
+ +
=
+ +
=
+ +
=
s s
s
s s
s
s s
s
V
V
V

9. Carilah pernyataannya di kawasan waktu sinyal-sinyal berikut ini.
) 4 )( 3 )( 2 (
46 34 6
) (
;
) 4 )( 3 )( 2 (
26 9
) (
;
) 3 )( 2 (
14 6
) (
2
3
2
1
+ + +
+ +
=
+ + +
+
=
+ +
+
=
s s s
s s
s
s s s
s
s
s s
s
s
V
V
V

10. Carilah pernyataannya di kawasan waktu sinyal-sinyal berikut ini.
) 100 )( 20 (
) 200 )( 10 (
) (
;
) 4 2 (
) 4 )( 1 (
) (
;
) 3 )( 1 2 (
2
) (
3
2 2
2
2
1
+ +
+ +
=
+ +
+ +
=
+ + +
+
=
s s
s s
s
s s s
s s
s
s s s s
s
s
V
V
V






85
BAB 4
Analisis Rangkaian Menggunakan
Transformasi Laplace

Setalah mempelajari bab ini kita akan
memahami konsep impedansi di kawasan s.
mampu melakukan transformasi rangkaian ke kawasan s.
mampu melakukan analisis rangkaian di kawasan s.
Di bab sebelumnya kita menggunakan transformasi Laplace untuk
memecahkan persamaan rangkaian. Kita harus mencari terlebih dahulu
persamaan rangkaian di kawasan t sebelum perhitungan-perhitungan di
kawasan s kita lakukan. Berikut ini kita akan mempelajari konsep
impedansi dan dengan konsep ini kita akan dapat melakukan
transformasi rangkaian ke kawasan s. Dengan transformasi rangkaian ini,
kita langsung bekerja di kawasan s, artinya persamaan rangkaian
langsung dicari di kawasan s tanpa mencari persamaan rangkaian di
kawasan t lebih dulu.
Sebagaimana kita ketahui, elemen dalam analisis rangkaian listrik adalah
model dari piranti yang dinyatakan dengan karakteristik i-v-nya. Jika
analisis dilakukan di kawasan s dimana v(t) dan i(t) ditransformasikan
menjadi V(s) dan I(s), maka pernyataan elemenpun harus dinyatakan di
kawasan s.
4.1. Hubungan Tegangan-Arus Elemen di Kawasan s
4.1.1. Resistor
Hubungan arus dan tegangan resistor di kawasan t adalah
(t) Ri t v
R R
= ) (
Transformasi Laplace dari v
R
adalah
(s) R dt e t Ri dt e t v s
R
st
R
st
R R
I V



= = =
0 0
) ( ) ( ) (
Jadi hubungan arus-tegangan resistor di kawasan s adalah
) ( ) ( s R s
R R
I V = (4.1)
86 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
4.1.2. Induktor
Hubungan antara arus dan tegangan induktor di kawasan t adalah
dt
(t) di
L t v
L
L
= ) (
Transformasi Laplace dari v
L
adalah (ingat sifat diferensiasi dari
transformasi Laplace) :
) 0 ( ) (
) (
) ( ) (
0 0
L L
st L st
L L
Li s sL dt e
dt
t di
L dt e t v s =
(

= =


I V
Jadi hubungan tegangan-arus induktor adalah
) 0 ( ) ( ) (
L L L
Li s sL s = I V (4.2)
dengan i
L
(0) adalah arus induktor pada saat awal integrasi dilakukan atau
dengan kata lain adalah arus pada t = 0. Kita ingat pada analisis transien
di Bab-4, arus ini adalah kondisi awal dari induktor, yaitu i(0
+
) = i(0

).
4.1.3. Kapasitor
Hubungan antara tegangan dan arus kapasitor di kawasan t adalah

+ =
t
c C C
v dt t i
C
t v
0
) 0 ( ) (
1
) (
Transformasi Laplace dari tegangan kapasitor adalah
s
v
sC
s
s
C C
C
) 0 ( ) (
) ( + =
I
V (4.3)
dengan v
C
(0) adalah tegangan kapasitor pada t =0. Inilah hubungan
tegangan dan arus kapasitor di kawasan s.
4.2. Konsep Impedansi di Kawasan s
Impedansi merupakan suatu konsep di kawasan s yang didefinisikan
sebagai berikut.
Impedansi di kawasan s adalah rasio tegangan terhadap arus di
kawasan s dengan kondisi awal nol.

87
Sesuai dengan definisi ini, maka impedansi elemen dapat kita peroleh
dari (4.1), (4.2), dan (4.3) dengan i
L
(0) = 0 maupun v
C
(0) = 0,
sC s C
s
Z sL
s L
s
Z R
s
s
Z
C
C
L
L
R
R
R
1
) (
) (
;
) (
) (
;
) (
) (
= = = = = =
I
V
I
V
I
V
(4.4)
Dengan konsep impedansi ini maka hubungan tegangan-arus untuk
resistor, induktor, dan kapasitor menjadi sederhana, mirip dengan relasi
hukum Ohm.
) (
1
; (s) ) ( ; (s) ) ( s
sC
sL s R s
C C L L R R
I V I V I V = = = (4.5)
Sejalan dengan pengertian impedansi, dikembangkan pengertian
admitansi, yaitu Y = 1/Z sehingga untuk resistor, induktor, dan kapasitor
kita mempunyai
sC Y
sL
Y
R
Y
C L R
= = = ;
1
;
1
(4.6)
4.3. Representasi Elemen di Kawasan s
Dengan pengertian impedansi seperti dikemukakan di atas, dan hubungan
tegangan-arus elemen di kawasan s, maka elemen-elemen dapat
direpresentasikan di kawasan s dengan impedansinya, sedangkan kondisi
awal (untuk induktor dan kapasitor) dinyatakan dengan sumber tegangan
yang terhubung seri dengan impedansi tersebut, seperti terlihat pada Gb.
4.1.

Resistor Induktor Kapasitor
Gb.4.1. Representasi elemen di kawasan s.
) ( ) ( s R s
R R
I V = ; ) 0 ( ) ( ) (
L L L
Li s sL s = I V ;
s
v
sC
s
s
C C
C
) 0 ( ) (
) ( + =
I
V
R

I
R
(s)
+

V
R
(s)


+
sL

Li
L
(0)
+

V
L
(s)

I
L
(s)
+

s
v
C
) 0 (
+

V
C
(s)

I
C
(s)
sC
1
88 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
Representasi elemen di kawasan s dapat pula dilakukan dengan
menggunakan sumber arus untuk menyatakan kondisi awal induktor dan
kapasitor seperti terlihat pada Gb.4.2.

Gb.4.2. Representasi elemen di kawasan s.
) ( ) ( s R s
R R
I V = ; |

\
|
=
s
i
s sL s
L
L L
) 0 (
) ( ) ( I V ;
( ) ) 0 ( ) (
1
) (
C C C
Cv s
sC
s + = I V
4.4. Transformasi Rangkaian
Representasi elemen ini dapat kita gunakan untuk mentransformasi
rangkaian ke kawasan s. Dalam melakukan transformasi rangkaian perlu
kita perhatikan juga apakah rangkaian yang kita transformasikan
mengandung simpanan energi awal atau tidak. Jika tidak ada, maka
sumber tegangan ataupun sumber arus pada representasi elemen tidak
perlu kita gambarkan.
COTOH 4.1: Saklar S pada rangkaian berikut telah lama ada di posisi
1. Pada t = 0 saklar
dipindahkan ke
posisi 2 sehingga
rangkaian RLC
seri terhubung ke
sumber tegangan
2e
3t
V.
Transformasikan rangkaian ke kawasan untuk t > 0.
Penyelesaian :
Pada t < 0, keadaan telah mantap. Arus induktor nol dan tegangan
kapasitor sama dengan tegangan sumber 8 V.
R

I
R
(s)
+

V
R
(s)

sC
1
Cv
C
(0)
I
C
(s)
+
V
C
(s)

I
L
(s)
+
V
L
(s)

sL


s
i
L
) 0 (

1/2 F

1 H

3

2e
3t
V

+
v
C


S

1

2

+

+

8 V


89
Untuk t > 0, sumber tegangan adalah v
s
= 2e
3t
yang transformasinya
adalah
3
2
) (
+
=
s
s
s
V
Representasi kapasitor adalah impedansinya 1/sC = 2/s seri dengan
sumber tegangan 8/s karena tegangan kapasitor pada t = 0 adalah 8
V. Representasi induktor impedansinya sL = s tanpa diserikan
dengan sumber tegangan karena arus induktor pada t = 0 adalah nol.
Transformasi rangkaian ke kawasan s untuk t > 0 adalah

Perhatikan bahwa tegangan kapasitor V
C
(s) mencakup sumber
tegangan (8/s) dan bukan hanya tegangan pada impedansi (2/s) saja.
Setelah rangkaian ditransformasikan, kita mengharapkan dapat langsung
mencari persamaan rangkaian di kawasan s. Apakah hukum-hukum,
kaidah, teorema rangkaian serta metoda analisis yang telah kita pelajari
dapat kita terapkan? Hal tersebut kita bahas berikut ini.
4.5. Hukum Kirchhoff
Hukum arus Kirchhoff menyatakan bahwa untuk suatu simpul

=
=
n
k
k
t i
1
0 ) (
Jika kita lakukan transformasi, akan kita peroleh
0 ) ( ) ( ) (
1 1
0 0
1
= =
(

=
(
(




= =


=
n
k
k
n
k
st
k
st
n
k
k
s dt e t i dt e t i I (4.7)
Jadi hukum arus Kirchhoff (HAK) berlaku di kawasan s. Hal yang sama
terjadi juga pada hukum tegangan Kirchhoff. Untuk suatu loop
s
2
s

3

3
2
+ s
+

+

s
8
+
V
C
(s)

90 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
0 ) ( ) ( ) (
0 ) (
1 1
0 0
1
1
= =
(

=
(
(

= =


=
=
n
k
k
n
k
st
k
st
n
k
k
n
k
k
s dt e t v dt e t v
t v
V
(4.8)
4.6. Kaidah-Kaidah Rangkaian
Kaidah-kaidah rangkaian, seperti rangkaian ekivalen seri dan paralel,
pembagi arus, pembagi tegangan, sesungguhnya merupakan konsekuensi
hukum Kirchhoff. Karena hukum ini berlaku di kawasan s maka kaidah-
kaidah rangkaian juga harus berlaku di kawasan s. Dengan mudah kita
akan mendapatkan impedansi ekivalen maupun admitansi ekivalen

= =
k paralel ekiv k seri ekiv
Y Y Z Z

; (4.9)
Demikian pula dengan pembagi arus dan pembagi tegangan.
) ( ) ( ; ) ( ) (

s
Z
Z
s s
Y
Y
s
total
seri ekiv
k
k total
paralel ekiv
k
k
V V I I = = (4.10)
COTOH-4.2: Carilah V
C
(s) pada rangkaian impedansi seri RLC
berikut ini.

Penyelesaian :
Kaidah pembagi tegangan pada rangkaian ini memberikan
) (
) 2 )( 1 (
2
) (
2 3
2
) (
2
3
/ 2
) (
2
s
s s
s
s s
s
s
s
s
s
in in in R
V V V V
+ +
=
+ +
=
+ +
=
Pemahaman :
Jika V
in
(s) = 10/s maka
s
2
s
3

+

+
V
C
(s)


V
in
(s)


91
t t
C
C
s
s s
C
e e t v
s s s
s
s s
k
s s
k
s s
k
s
k
s
k
s
k
s s s
s
2
2
3
1
2
0
1
3 2 1
10 20 10 ) (

2
10
1
20 10
) (
10
) 1 (
20

; 20
) 2 (
20
; 10
) 2 )( 1 (
20
2 1 ) 2 )( 1 (
20
) (

=
= =
+ =
+
+
+

+ =
=
+
=
=
+
= =
+ +
=
+
+
+
+ =
+ +
=
V
V

Inilah tanggapan rangkaian rangkaian RLC seri (dengan R = 3 , L =
1H, C = 0,5 F) dengan masukan sinyal anak tangga yang
amplitudonya 10 V.
4.7. Teorema Rangkaian
4.7.1. Prinsip Proporsionalitas
Prinsip proporsionalitas merupakan pernyataan langsung dari sifat
rangkaian linier. Di kawasan t, pada rangkaian dengan elemen-elemen
resistor, sifat ini dinyatakan oleh hubungan
) ( ) ( t Kx t y =
dengan y(t) dan x(t) adalah keluaran dan masukan dan K adalah suatu
konstanta yang ditentukan oleh nilai-nilai resistor yang terlibat.
Transformasi Laplace dari kedua ruas hubungan diatas akan memberikan
) ( ) ( s K s X Y =
dengan Y(s) dan X(s) adalah sinyal keluaran dan masukan di kawasan s.
Untuk rangkaian impedansi,
) ( ) ( s K s
s
X Y = (4.11)
Perbedaan antara prinsip proporsionalitas pada rangkaian-rangkaian
resistor dengan rangkaian impedansi terletak pada faktor K
s
. Dalam
rangkaian impedansi nilai K
s
, merupakan fungsi rasional dalam s.
Sebagai contoh kita lihat rangkaian seri RLC dengan masukan V
in
(s). Jika
tegangan keluaran adalah tegangan pada resistor V
R
(s), maka
92 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
) (
1
) (
) / 1 (
) (
2
s
RCs LCs
RCs
s
sC sL R
R
s
in in R
V V V
(

+ +
=
+ +
=
Besaran yang berada dalam tanda kurung adalah faktor proporsionalitas.
Faktor ini, yang merupakan fungsi rasional dalam s, memberikan
hubungan antara masukan dan keluaran dan disebut fungsi jaringan.
4.7.2. Prinsip Superposisi
Prinsip superposisi menyatakan bahwa untuk rangkaian linier besarnya
sinyal keluaran dapat dituliskan sebagai
+ + + = ) ( ) ( ) ( ) (
3 3 2 2 1 1 o
t x K t x K t x K t y
dengan x
1
, x
2
, x
3
adalah sinyal masukan dan K
1
, K
2
, K
3
adalah
konstanta proporsionalitas yang besarnya tergantung dari nilai-nilai
elemen dalam rangkaian. Sifat linier dari transformasi Laplace menjamin
bahwa prinsip superposisi berlaku pula untuk rangkaian linier di kawasan
s dengan perbedaan bahwa konstanta proporsionalitas berubah menjadi
fungsi rasional dalam s dan sinyal-sinyal dinyatakan dalam kawasan s.
+ + + = ) ( ) ( ) ( ) (
3 3 2 2 1
1
o
s K s K s K s
s s s
X X X Y (4.12)
4.7.3. Teorema Thvenin dan orton
Konsep mengenai teorema Thvenin dan Norton pada rangkaian-
rangkaian impedansi, sama dengan apa yang kita pelajari untuk
rangkaian dengan elemen-elemen resistor. Cara mencari rangkaian
ekivalen Thvenin dan Norton sama seperti dalam rangkaian resistor,
hanya di sini kita mempunyai impedansi ekivalen Thvenin, Z
T
, dan
admitansi ekivalen Norton, Y

, dengan hubungan sbb:
) (
) ( 1

) (
) ( ) ( ; ) ( ) ( ) (
s
s
Y
Z
Z
s
s s Z s s s

T
T
T
hs T ht T
I
V
V
I I I V V
= =
= = = =
(4.13)

93
COTOH-4.3: Carilah rangkaian ekivalen Thevenin dari rangkaian
impedansi berikut ini.

Penyelesaian :

) )( / 1 (
/
) / 1 (
/ 1
) ( ) (
2 2 2 2
+ +
=
+
+
= =
s RC s
RC s
s
s
sC R
sC
s s
ht T
V V
2 2
1
) ( ) (
+
= =
s
s
R
s s
hs
I I
) / 1 (
1
/ 1
/
) / 1 ( ||
RC s C sC R
sC R
RC R Z
T
+
=
+
= =

4.8. Metoda-Metoda Analisis
Metoda-metoda analisi, baik metoda dasar (metoda reduksi rangkaian,
unit output, superposisi, rangkaian ekivalen Thevenin dan Norton)
maupun metoda umum (metoda tegangan simpul, arus mesh) dapat kita
gunakan untuk analisis di kawasan s. Hal ini mudah dipahami mengingat
hukum-hukum, kaidah-kaidah maupun teorema rangkaian yang berlaku
di kawasan t berlaku pula di kawasan s. Berikut ini kita akan melihat
contoh-contoh penggunaan metoda analisis tersebut di kawasan s.
4.8.1. Metoda Unit Output
COTOH-4.4: Dengan menggunakan metoda unit output, carilah
V
2
(s) pada rangkaian impedansi di bawah ini.
+

B
E
B
A
N
2 2
+ s
s
sC
1
R

+

B
E
B
A
N
T
V
Z
T
94 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)

Penyelesaian :
2
2
2
) ( ) ( ) (
/ 1
1
) ( 1 ) ( ) (
1 ) ( : Misalkan
LCs sC sL s sC s s
sC
sC
s s s
s
L C L
C C
= = = =
= = = =
=
V I I
I V V
V

) (
1
) ( ) (

1 ) (
1
1 1
) ( ) ( ) (
1
) ( 1 ) ( ) ( ) (
1
2
1 2
2 *
1
2 2
*
1
2
2
s
RCs LCs
R
s K s
RCs LCs
R
s I
K
R
RCs LCs
sC
R
LCs
s s s
R
LCs
s LCs s s s
s
s
L R
R C L R
I I V
I I I
I V V V
+ +
= =
+ +
= =
+ +
= +
+
= + =
+
= + = + =

4.8.2. Metoda Superposisi
COTOH-4.5: Dengan menggunakan metoda superposisi, carilah
tegangan
induktor v
o
(t)
pada rangkaian
berikut ini.
Penyelesaian :
Rangkaian kita transformasikan ke kawasan s menjadi

Jika sumber arus dimatikan, maka rangkaian menjadi :
+

2 2
+

s
B
s
A
R
sL
+
V
o


R
R

1/sC

sL

I
1
(s)
+
V
2
(s)

I
C
(s)
I
R
(s)
I
L
(s)
+

Bsint
Au(t)
R
L
+
v
o


R

95


L R s
A
A
sL R
L
s
A
sL R
RLs
R
sL R
RLs
s
sL R
RLs
Z
R L
2 /
2 /
2
) (

o1
//
+
=
+
=
+
+
+
=
+
=
V

Jika sumber tegangan dimatikan, rangkaian menjadi :

) )( 2 / (
2 2

1 1 1
/ 1
) ( ) (
2 2 2 2
2 2
o2
+ +

=
+

+
=
+

+ +
= =
s L R s
s RB
s
B
R sL
sRL
s
B
sL R R
sL
sL s I sL s
L
V


=
=
+
=
|

\
| +
=
+
=

=
+
=
+
=
+
=
(


+
+
+
+

+
+
=
+ =
j
j
j s
L R s
e
L R
k
L R
e
L R
j L R j s L R s
s
k
L R
L R
s
s
k
j s
k
j s
k
L R s
k RB
L R s
A
s s s
2 2
3
1
2 2
2
2 2
2 /
2 2
1
3 2 1
o2 o1 o
4 ) / (
1
/
2
tan
,
4 ) / (
1

2 /
1
) )( 2 / (

) 2 / (
) 2 / (
) (
2 / 2 2 /
2 /

) ( ) ( ) ( V V V

+

s
A
R
sL
+
V
o1


R
2 2
+

s
B
R
sL
+
V
o2


R
96 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
( )
(
(
(
(
(
(

+
+
+
+

+ =

) ( ) (
2 2
2
2 2
2
o
4 ) / (
1
) 2 / (
) 2 / (
2 2
) (
t j t j
t
L
R
t
L
R
e e
L R
e
L R
L R
RB
e
A
t v

) cos(
4 ) / (
4
2
) (
2 2
2
2 2
2
o

+

+
(
(

+

=

t
L R
RB
e
L R
B R A
t v
t
L
R

4.8.3. Metoda Reduksi Rangkaian
COTOH-4.6: Dengan menggunakan metoda reduksi rangkaian
selesaikanlah persoalan pada contoh 4.5.
Penyelesaian :
Rangkaian yang
ditransformasikan ke
kawasan s kita gambar
lagi seperti di samping
ini.
Jika sumber
tegangan
ditransformasikan
menjadi sumber
arus, kita
mendapatkan
rangkaian dengan dua sumber arus dan dua resistor diparalel.
Rangkaian tersebut dapat
disederhanakan menjadi
rangkaian dengan satu
sumber arus, dan kemudian
menjadi rangkaian dengan
sumber tegangan.

|
|

\
|
+
+

sR
A
s
B R
2 2
2
R/2
sL
+
V
o


+

+
2 2
+

s
B
s
A
R
sL
+
V
o


R
2 2
+

s
B
sR
A
R
sL
+
V
o


R
sR
A
s
B
+
+

2 2
R/2
sL
+
V
o



97
Dari rangkaian terakhir ini kita diperoleh :

|
|

\
|
+
+

+
=
sR
A
s
B R
R sL
sL
s
2 2
o
2 2 /
) ( V
) )( 2 / (
) 2 / (
2 /
2 /
) (
2 2
o
+ +

+
+
=
s L R s
s RB
L R s
A
s V
Hasil ini sama dengan apa yang telah kita peroleh dengan metoda
superposisi pada contoh 4.20. Selanjutnya transformasi balik ke kawasan
t dilakukan sebagaimana telah dilakukan pada contoh 4.20.
4.8.4. Metoda Rangkaian Ekivalen Thvenin
COTOH-4.7: Dengan menggunakan rangkaian ekivalen Thvenin
selesaikanlah persoalan
pada contoh 4.5.
Penyelesaian :
Kita akan menggunakan
gabungan metoda
superposisi dengan
rangkaian ekivalen
Thvenin.
Tegangan hubungan
terbuka pada waktu
induktor dilepas, adalah jumlah tegangan yang diberikan oleh
sumber tegangan dan sumber arus secara terpisah, yaitu
2 2
2 2
2 / 2 /


2
1
) ( ) (
+

+ =
+

+
+
= =
s
RB
s
A
s
B
R
s
A
R R
R
s s
ht T
V V

Dilihat dari terminal induktor,
impedansi Z
T
hanyalah berupa dua
resistor paralel, yaitu
2
R
Z
T
=
+

Z
T
sL
+
V
o


V
T
+
2 2
+

s
B
s
A
R
sL
+
V
o


R
+
2 2
+

s
B
s
A
R
+
V
ht


R
98 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
Dengan demikian maka tegangan induktor menjadi
) )( 2 / (
) 2 / (
2 /
2 /

2 / 2 /
2 /
) ( ) (
2 2
2 2
o
+ +

+
+
=
|
|

\
|
+

+
+
=
+
=
s L R s
s RB
L R s
A
s
RB
s
A
R sL
sL
s
Z sL
sL
s
T
T
V V

Persamaan ini telah kita peroleh sebelumnya, baik dengan metoda
superposisi maupun metoda reduksi rangkaian.
4.8.5. Metoda Tegangan Simpul
COTOH 4.8: Selesaikan persoalan pada contoh 4.5. dengan
menggunakan metoda
tegangan simpul.
Penyelesaian :
Dengan referensi
tegangan seperti terlihat
pada gambar di atas,
persamaan tegangan simpul untuk simpul A adalah:
0
1 1 1 1
) (
2 2
o
=
+

\
|
+ +
s
B
s
A
R sL R R
s V
Dari persamaan tersebut di atas kita peroleh
) )( 2 / (
) 2 / (
2 /
2 /


2
) (
atau
2
) (
2 2
2 2
o
2 2
o
+ +

+
+
=
|
|

\
|
+

+
+
=
+

+ = |

\
| +
s L R s
s RB
L R s
A
s
B
Rs
A
R Ls
RLs
s
s
B
Rs
A
RLs
R Ls
s
V
V

Hasil yang kita peroleh sama seperti sebelumnya.
Pemahaman :
Dalam analisis di kawasan s, metoda tegangan simpul untuk
rangkaian dengan beberapa sumber yang mempunyai frekuensi
+
2 2
+

s
B
s
A
R
sL
+
V
o


R
A
B

99
berbeda, dapat langsung digunakan. Hal ini sangat berbeda dari
analisis di kawasan fasor, dimana kita tidak dapat melakukan
superposisi fasor dari sumber-sumber yang mempunyai frekuensi
berbeda.
4.8.6. Metoda Arus Mesh
COTOH-4.9: Pada rangkaian berikut ini tidak terdapat simpanan
energi awal. Gunakan metoda arus mesh untuk menghitung i(t).

Penyelesaian :
Transformasi rangkaian ke kawasan s adalah seperti gambar berikut
ini. Kita
tetapkan
referensi
arus mesh
I
A
dan I
B
.
Persamaan
arus mesh dari kedua mesh adalah
( )
0 10 ) (
10
10 10 ) (
0 10 ) ( 10 01 . 0 ) (
10
4
6
4 4
4 4
=
|
|

\
|
+ +
= + +
s
s
s
s s s
s
A B
B A
I I
I I

Dari persamaan kedua kita peroleh:
( )
) (
10 2
) (
2
s
s
s
s
B A
I I
+
=
Sehingga:
+

10k

10mH

1F
10 u(t)
i(t)
10k

s
s
10
) (
1
= V
+

10
4
10
4
0.01s
s
6
10

I(s)
I
A
I
B
100 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
( )
( )
500000
04 , 0
10 8 10 10
; 100
04 , 0
10 8 10 10
dengan
) )( (
10
10 10 02 , 0
10

10 10 10 2 02 , 0
10
) ( ) (
0 10 ) ( ) (
10 2
10 01 . 0
10
4 8 4
4 8 4
6 4 2
4 6 4 2
4
2
4


=

+
=

=
+ +
=
+ + +
= =
=
+
+ +
s s
s s
s s s s
s s
s s
s
s
s
s
B
B B
I I
I I

| | mA 02 , 0 ) (
10 2
100
10
; 10 2
500000
10
50000 100 ) 500000 )( 100 (
10
) (
500000 100
5
500000
2
5
100
1
2 1
t t
s s
e e t i
s
k
s
k
s
k
s
k
s s
s

=
=
=
+
= =
+
=
+
+
+
=
+ +
= I


101
Soal-Soal
1. Sebuah resistor 2 k dihubungkan seri dengan sebuah induktor 2 H;
kemudian pada rangkaian ini diterapkan sinyal tegangan v(t)=10u(t)
V. Bagaimanakah bentuk tegangan pada induktor dan pada resistor ?
Bagaimanakah tegangannya setelah keadaan mantap tercapai?
2. Ulangi soal 1 jika tegangan yang diterapkan v(t) = [20sin300t] u(t) V.
3. Ulangi soal 1 jika tegangan yang diterapkan v(t) = [20cos300t] u(t) V.
4. Rangkaian seri resistor dan induktor soal 1 diparalelkan kapasitor 0.5
F. Jika kemudian pada rangkaian ini diterapkan tegangan
v(s)=10u(t) V bagaimanakah bentuk arus induktor ? Bagaimanakah
arus tersebut setelah keadaan mantap tercapai?
5. Ulangi soal 4 dengan tegangan masukan v(t)=[20sin300t]u(t) V.
6. Ulangi soal 4 dengan tegangan masukan v(t)=[20cos300t]u(t) V.
7. Sebuah kapasitor 2 pF diserikan dengan induktor 0,5 H dan pada
hubungan seri ini diparalelkan resistor 5 k. Jika kemudian pada
hubungan seri-paralel ini diterapkan sinyal tegangan v(t)=10u(t) V,
bagaimanakah bentuk tegangan kapasitor ?
8. Ulangi soal 7 dengan tegangan masukan v(t) = [20sin300t] u(t) V.
9. Sebuah resistor 100 diparalelkan dengan induktor 10 mH dan pada
hubungan paralel ini diserikan kapasitor 0,25 F. Jika kemudian pada
hubungan seri-paralel ini diterapkan tegangan v(t) = 10u(t) V, carilah
bentuk tegangan kapasitor.
10. Ulangi soal 9 dengan tegangan masukan v(t) = [20sin300t] u(t) V.
11. Carilah tanggapan status nol (tidak ada simpanan energi awal pada
rangkaian) dari i
L
pada rangkaian berikut jika v
s
=10u(t) V.

+

v
s

1k
1k
0.1H
i
L
102 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
12. Carilah tanggapan status nol dari v
C
dan i
L
pada rangkaian berikut
jika v
s
=100u(t) V.

13. Carilah tanggapan status nol dari v
C
dan i
L
pada rangkaian berikut
jika v
s
=[10cos20000t]u(t) V.

14. Carilah i pada rangkaian berikut, jika i
s
=100u(t) mA dan tegangan
awal kapasitor adalah v
C
(0) = 10 V.

15. Ulangi soal 14 untuk i
s
=[100cos400t] u(t) mA.
16. Carilah v
o
pada rangkaian berikut, jika i
s
=100u(t) mA dan arus awal
induktor adalah i
L
(0) = 10 mA.

17. Ulangi soal 16 untuk i
s
= [100cos400t] u(t) mA.
18. Carilah tanggapan status nol dari v
L
pada rangkaian berikut, jika v
s
=
10u(t) V , i
s
= [10sin400t]u(t) mA.

i
s

0,1H
0,5k
+
v
L


0,5k
+

v
s
i
s

+
v
o


0,1H
5k
5k
i
s

0,05F
i

5k
5k
+

v
s

500
50mH
0,05F
i
L
+
v
C


+

v
s

5k
50mH
0,05F
i
L
+
v
C



103
19. Carilah tanggapan status nol dari v
2
pada rangkaian berikut jika v
s
=
[10cos(900t+30
o
)] u(t) V.

20. Ulangi soal 17 jika tegangan awal kapasitor 5 V sedangkan arus awal
induktor nol.
21. Pada rangkaian berikut carilah tanggapan status nol dari tegangan
keluaran v
o
(t) jika tegangan masukan v
s
(t)=10u(t) mV.

22. Pada rangkaian berikut carilah tanggapan status nol dari tegangan
keluaran v
o
(t) jika tegangan masukan v
s
(t)=10u(t) mV.

23. Untuk rangkaian berikut, tentukanlah v
o
dinyatakan dalam v
in
.

+

10k
1k
100i

10k
100k
0,1F

+
v
o

v
s
i

+


+
v
o

+
v
in
R
2 R
1
C
1
C
2
+

10k
1k
50i

10k
20pF

+
v
o

v
s
i

2pF

+

v
1

10k
10mH
1F
+
v
2


10k
104 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)



26. Untuk rangkaian
transformator linier
berikut ini tentukanlah i
1
dan i
2
.




27. Pada hubungan beban dengan
transformator berikut ini,
nyatakanlah impedansi masukan
Z
in
sebagai fungsi dari M.



28. Berapakah M agar Z
in
pada soal 27 menjadi
( )
25000
25000 2 , 0 02 , 0
+
+
=
s
s s
Z
in

29. Jika tegangan masukan pada transformator soal 28 adalah
V 300 cos 10 t v
in
= , tentukan arus pada beban 50 .

+

+
v
o

+
v
in
R
2
R
1
C
1
C
2
R
2

+

+
v
o

+
v
in
10k

1F

10k

i
1
i
2
M
L
1
L
2
+

50

80

50u(t) V

L
1
=0,75H L
2
=1H
M = 0,5H
M
L
1
L
2
50

Z
in
L
1
=20mH L
2
=2mH

195
BAB 10
Transformasi Fourier
Kita telah mempelajari tanggapan frekuensi dari suatu rangkaian.
Analisis dengan menggunakan transformasi Fourier yang akan kita
pelajari berikut ini akan memperluas pemahaman kita mengenai
tanggapan frekuensi, baik mengenai perilaku sinyal itu sendiri
maupuan rangkaiannya. Selain dari pada itu, pada rangkaian-
rangkaian tertentu dijumpai keadaan dimana model sinyal dan piranti
tidak dapat dinyatakan melalui transformasi Laplace akan tetapi
dapat dilakukan melalui transformasi Fourier. Topik-topik yang akan
kita bahas meliputi: deret Fourier, transformasi Fourier, sifat-sifat
transformasi Fourier, dan analisis rangkaian menggunakan
transformasi Fourier. Dalam bab ini kita mempelajari tiga hal yang
pertama, sedangkan hal yang terakhir akan kita pelajari di bab
berikutnya.
Dengan mempelajari deret dan transformasi Fourier kita akan
memahami deret Fourier.
mampu menguraikan bentuk gelombang periodik
menjadi deret Fourier.
mampu menentukan spektrum bentuk gelombang
periodik.
memahami transformasi Fourier.
mampu mencari transformasi Fourier dari suatu
fungsi t.
mampu mencari transformasi balik dari suatu
transformasi Fourier.
10.1. Deret Fourier
10.1.1. Koefisien Fourier
Kita telah melihat bahwa sinyal periodik dapat diuraikan menjadi
spektrum sinyal. Penguraian suatu sinyal periodik menjadi suatu
spektrum sinyal tidak lain adalah pernyataan fungsi periodik
kedalam deret Fourier. Jika f(t) adalah fungsi periodik yang
memenuhi persyaratan Dirichlet, maka f(t) dapat dinyatakan sebagai
deret Fourier :
196 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
| |

=
+ + =
1
0 0 0
) sin( ) cos( ) (
n
n n
t n b t n a a t f (10.1)
yang dapat kita tuliskan sebagai (lihat sub-bab 3.2)
( )

=
(

+ + =
1
0
2 2
0
) cos( ) (
n
n n n
t n b a a t f (10.2)
Koefisien Fourier a
0
, a
n
, dan b
n
ditentukan dengan hubungan berikut.

> =
> =
=
2 /
2 /
0
0
2 /
2 /
0
0
2 /
2 /
0
0
0
0
0
0
0
0
0 ; ) sin( ) (
2
0 ; ) cos( ) (
2
) (
1
T
T
n
T
T
n
T
T
n dt t n t f
T
b
n dt t n t f
T
a
dt t f
T
a
(10.3)
Hubungan (10.3) dapat diperoleh dari (10.1). Misalkan kita mencari
a
n
: kita kalikan (10.1) dengan cos(k
o
t) kemudian kita integrasikan
antara T
o
/2 sampai T
o
/2 dan kita akan memperoleh


(
(
(
(

+

+
=
1
2 /
2 /
o 0
2 /
2 /
o 0
2 /
2 /
o 0
2 /
2 /
o
o
o
o
o
o
o
o
o
) cos( ) sin(
) cos( ) cos(

) cos( ) cos( ) (
n
T
T
n
T
T
n
T
T
T
T
dt t k t n b
dt t k t n a
dt t k a dt t k t f

Dengan menggunakan kesamaan tigonometri
) sin(
2
1
) sin(
2
1
sin cos
) cos(
2
1
) cos(
2
1
cos cos
+ + =
+ + =

maka persamaan di atas menjadi

197
( )
( )


(
(
(
(

+ + +
+ +
+
=
1
2 /
2 /
o 0
2 /
2 /
o 0
2 /
2 /
o 0
2 /
2 /
o
o
o
o
o
o
o
o
o
) ) sin(( ) ) sin((
2
) ) cos(( ) ) cos((
2

) cos( ) cos( ) (
n
T
T
n
T
T
n
T
T
T
T
dtdt t k n t k n
b
dt t k n t k n
a
dt t k a dt t k t f

Karena integral untuk satu perioda dari fungsi sinus adalah nol, maka
semua integral di ruas kanan persamaan ini bernilai nol kecuali satu
yaitu
( ) k n
a
dt t k n
a
n
T
T
n
= =

jika terjadi yang


2
) ) cos((
2
2 /
2 /
0
o
o

oleh karena itu

=
2 /
2 /
0
o
o
o
) cos( ) (
2
T
T
n
dt t n t f
T
a
Pada bentuk-bentuk gelombang yang sering kita temui, banyak
diantara koefisien-koefisien Fourier yang bernilai nol. Keadaan ini
ditentukan oleh kesimetrisan fungsi f(t) yang pernah kita pelajari di
Bab-3; kita akan melihatnya sekali lagi dalam urain berikut ini.
10.1.2. Kesimetrisan Fungsi
Simetri Genap. Suatu fungsi dikatakan mempunyai simetri genap
jika f(t) = f(t). Salah satu contoh fungsi yang memiliki simetri
genap adalah fungsi cosinus, cos(t) = cos(t). Untuk fungsi
semacam ini, dari (10.1) kita dapatkan
| |
| |

=
+ =
+ + =
1
0 0 0
1
0 0 0
) sin( ) cos( ) (
dan ) sin( ) cos( ) (
n
n n
n
n n
t n b t n a a t f
t n b t n a a t f

Kalau kedua fungsi ini harus sama, maka haruslah b
n
= 0, dan f(t)
menjadi
| |

=
+ =
1
0 o
) cos( ) (
n
n
t n a a t f (10.4)
198 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
COTOH-10.1: Tentukan
deret Fourier dari bentuk
gelombang deretan pulsa
berikut ini.

Penyelesaian :
Bentuk gelombang ini memiliki simetri genap, amplitudo A,
perioda T
o
, lebar pulsa T.
(
(

|
|

\
|

=
(
(

|
|

\
|

= =
= = = =

o o
2 /
2 /
o
o o
2 /
2 /
o
o
o
2 /
2
o
2 /
2 /
o
o
sin
2
sin 2
sin
2
) cos(
2
; 0 ;
1
T
T n
n
A
T
T n
n
A
t n
n T
A
dt t n A
T
a
b
T
AT
T
At
Adt
T
a
T
T
T
T
n
n
T
T/
T
T

Untuk n = 2, 4, 6, . (genap), a
n
= 0; a
n
hanya mempunyai
nilai untuk n = 1, 3, 5, . (ganjil).
( ) ) cos( 1
2

) cos( sin
2
) (
o
, 1
2 / ) 1 (
o
o
, 1
o o
t n
n
A
T
AT
t n
T
T n
n
A
T
AT
t f
ganjil n
n
ganjil n

+ =

(
(

|
|

\
|

+ =

=

Pemahaman :
Pada bentuk gelombang yang memiliki simetri genap, b
n
= 0.
Oleh karena itu sudut fasa harmonisa tan
n
= b
n
/a
n
= 0 yang
berarti
n
= 0
o
.
Simetri Ganjil. Suatu fungsi dikatakan mempunyai simetri ganjil
jika f(t) = f(t). Contoh fungsi yang memiliki simetri ganjil adalah
fungsi sinus, sin(t) = sin(t). Untuk fungsi semacam ini, dari
(10.1) kita dapatkan
| |

=
+ + =
1
0 0 0
) sin( ) cos( ) (
n
n n
t n b t n a a t f
T/2 0 T/2
v(t)
A
T
T
o

199
Kalau fungsi ini harus sama dengan
| |

=
+ + =
1
0 0 0
) sin( ) cos( ) (
n
n n
t n b t n a a t f
maka haruslah
| | ) sin( ) ( 0 dan 0
1
0 0

=
= = =
n
n n
t n b t f a a (10.5)
COTOH-10.2: Carilah deret
Fourier dari bentuk gelombang
persegi di samping ini.
Penyelesaian:
Bentuk gelombang ini memiliki
simetri ganjil, amplitudo A,
perioda T
o
= T.
; 0 ; 0
o
= =
n
a a

( ) ) cos( 2 ) ( cos 1
) cos( ) cos(
2

) sin( ) sin(
2
2
2 /
o
2 /
0
o
o
2 /
o
2 /
0
o
+

=
|

\
|
+

=
|
|

\
|
+ =

n n
n
A
t n t n
Tn
A
dt t n A dt t n A
T
b
T
T
T
T
T
T
n

Untuk n ganjil cos(n) = 1 sedangkan untuk n genap cos(n)
= 1. Dengan demikian maka
( )
( ) genap untuk 0 2 1 1
ganjil untuk
4
2 1 1
n
n
A
b
n
n
A
n
A
b
n
n
= +

=

= + +

=
ganjil n
t n
n
A
t v
, 1
o
) sin(
4
) (
Pemahaman:
Pada bentuk gelombang dengan semetri ganjil, a
n
= 0. Oleh
karena itu sudut fasa harmonisa tan
n
= b
n
/a
n
= atau
n
= 90
o
.
v(t)
t
T

A
A
200 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
Simetri Setengah Gelombang. Suatu fungsi dikatakan mempunyai
simetri setengah gelombang jika f(t) = f(tT
o
/2). Fungsi dengan
sifat ini tidak berubah bentuk dan nilainya jika diinversi kemudian
digeser setengah perioda. Fungsi sinus(t) misalnya, jika kita kita
inversikan kemudian kita geser sebesar akan kembali menjadi
sinus(t). Demikain pula halnya dengan fungsi-fungsi cosinus,
gelombang persegi, dan gelombang segitiga.
| |
| |

=
+ =
+ =
1
0 0 0
1
0 0 0 o
) sin( ) 1 ( ) cos( ) 1 (
)) ( sin( )) ( cos( ) 2 / (
n
n
n
n
n
n
n n
t n b t n a a
t n b t n a a T t f

Kalau fungsi ini harus sama dengan
| |

=
+ + =
1
0 0 0
) sin( ) cos( ) (
n
n n
t n b t n a a t f
maka haruslah a
o
= 0 dan n harus ganjil. Hal ini berarti bahwa
fungsi ini hanya mempunyai harmonisa ganjil saja.
10.1.3. Deret Fourier Bentuk Eksponensial
Deret Fourier dalam bentuk seperti (10.1) sering disebut sebagai
bentuk sinus-cosinus. Bentuk ini dapat kita ubah kedalam cosinus
(bentuk sinyal standar) seperti (10.2). Sekarang bentuk (10.2) akan
kita ubah ke dalam bentuk eksponensial dengan menggunakan
hubungan
2
cos

+
=
j j
e e
.
Dengan menggunakan relasi ini maka (10.2) akan menjadi

201
( )

=
(
(
(

+
+
(
(
(

+
+ =
(
(

+
+ + =
(

+ + =
1
) (
2 2
1
) (
2 2
0
1
) ( ) (
2 2
0
1
0
2 2
0
0 0
0 0
2 2

2

) cos( ) (
n
t n j n n
n
t n j n n
n
t n j t n j
n n
n
n n n
n n
n n
e
b a
e
b a
a
e e
b a a
t n b a a t f
(10.6)
Suku ketiga (10.6) adalah penjumlahan dari n = 1 sampai n =. Jika
penjumlahan ini kita ubah mulai dari n = 1 sampai n = , dengan
penyesuaian a
n
menjadi a
n
, b
n
menjadi b
n
, dan
n
menjadi
n
,
maka menurut (10.3) perubahan ini berakibat
tan
) sin( ) (
2
) sin( ) (
2
) cos( ) (
2
) cos( ) (
2
2 /
2 /
0
0
2 /
2 /
0
0
2 /
2 /
0
0
2 /
2 /
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
n n
n
n
n
n
n
T
T
T
T
n
n
T
T
T
T
n
a
b
a
b
b dt t n t f
T
dt t n t f
T
b
a dt t n t f
T
dt t n t f
T
a
=

= =
= = =
= = =



(10.7)
Dengan (10.7) ini maka (10.6) menjadi


=

=

(
(

+
+
(
(

+
=
1
) (
2 2
0
) (
2 2
0 0
2 2
) (
n
t n j n n
n
t n j n n
n n
e
b a
e
b a
t f
(10.8)
Suku pertama dari (10.8) merupakan penjumlahan yang kita mulai
dari n = 0 untuk memasukkan a
0
sebagai salah satu suku
penjumlahan ini. Dengan cara ini maka (10.8) dapat ditulis menjadi


+
=

+
=

=
|
|
|

\
|
+
=
n
t n j
n
t n j j n n
e c e e
b a
t f
n
) (
n
) (
2 2
0 0

2
) ( (10.9)
Inilah bentuk eksponensial deret Fourier, dengan c
n
adalah koefisien
Fourier yang mungkin berupa besaran kompleks.
202 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
2 2
2 2
n n j n n
n
jb a
e
b a
c

=
+
=

(10.10)
0 jika tan ; 0 jika tan
dengan dan
2
1
n
1
n
2 2
>
|
|

\
|
= <
|
|

\
|

=
=
+
=

n
n
n
n
n
n
n n
n n
n
a
a
b
a
a
b
c
b a
c
(10.11)
Jika a
n
dan b
n
pada (10.3) kita masukkan ke (10.10) akan kita
dapatkan

=
2 /
2 /
0
0
0
) (
1
2
T
T
t jn
n n
n
dt e t f
T
jb a
c
n
(10.12)
dan dengan (10.12) ini maka (10.9) menjadi

+
=


+
=

|
|

\
|
= =
n
t n j
T
T
t jn
n
t n j
e dt e t f
T
e c t f
) (
2 /
2 /
0
) (
n
0
0
0
o 0
) (
1
) (
(10.13)
Persamaan (10.11) menunjukkan bahwa 2|c
n
| adalah amplitudo dari
harmonisa ke-n dan sudut fasa harmonisa ke-n ini adalah c
n
.
Persamaan (10.10) ataupun (10.12) dapat kita pandang sebagai
pengubahan sinyal periodik f(t) menjadi suatu spektrum yang terdiri
dari spektrum amplitudo dan spektrum sudut fasa seperti telah kita
kenal di Bab-1. Persamaan (10.9) ataupun (10.13) memberikan f(t)
apabila komposisi harmonisanya c
n
diketahui. Persamaan (10.12)
menjadi cikal bakal transformasi Fourier, sedangkan persamaan
(10.13) adalah transformasi baliknya.
COTOH-10.3: Carilah koefisien Fourier c
n
dari fungsi pada
contoh-10.1.
Penyelesaian :
( ) 2 / sin
2


1
o
o o
2 / 2 /
o o
2 /
2 /
o o
2 /
2 /
o
o o
o
o
T n
T n
A
j
e e
T n
A
jn
e
T
A
dt e A
T
c
T jn T jn
T
T
t jn
T
T
t jn
n

=
|
|

\
|

=
|
|

\
|

= =




203
10.2. Transformasi Fourier
10.2.1. Spektrum Kontinyu
Deret Fourier, yang koefisiennya diberikan oleh (10.12) hanya
berlaku untuk sinyal periodik. Sinyal-sinyal aperiodik seperti sinyal
eksponensial dan sinyal anak tangga tidak dapat direpresentasikan
dengan deret Fourier. Untuk menangani sinyal-sinyal demikian ini
kita memerlukan transformasi Fourier dan konsep spektrum
kontinyu. Sinyal aperiodik dipandang sebagai sinyal periodik dengan
perioda tak-hingga.
Jika diingat bahwa
0
= 2/T
0
, maka (10.13) menjadi

|
|

\
|

=
|
|

\
|
=
n
t jn
T
T
t jn
n
t jn
T
T
t jn
e dt e t f
e dt e t f
T
t f
0
0
0
0
0
0
0
0
) (
2
1

) (
1
) (
0
2 /
2 /
2 /
2 /
0
(10.14)
Kita lihat sekarang apa yang terjadi jika perioda T
0
diperbesar.
Karena
0
= 2/T
0
maka jika T
0
makin besar,
0
akan makin kecil.
Beda frekuensi antara dua harmonisa yang berturutan, yaitu
0
0 0 0
2
) 1 (
T
n n

= = + =
juga akan makin kecil yang berarti untuk suatu selang frekuensi
tertentu jumlah harmonisa semakin banyak. Oleh karena itu jika
perioda sinyal T
0
diperbesar menuju maka spektrum sinyal
menjadi spektrum kontinyu, menjadi d (pertambahan frekuensi
infinitisimal), dan n
0
menjadi peubah kontinyu . Penjumlahan
pada (10.14) menjadi integral. Jadi dengan membuat T
0
maka
(10.14) menjadi



=
|
|

\
|

= d e F d e dt e t f t f
t j t j t j
) (
2
1
) (
2
1
) (
(10.15)
dengan F() merupakan sebuah fungsi frekuensi yang baru,
sedemikian rupa sehingga
204 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)



= dt e t f
t j
) ( ) ( F (10.16)
dan F() inilah transformasi Fourier dari f(t), yang ditulis dengan
notasi
| | ) ( ) ( = F t f F
Proses transformasi balik dapat kita lakukan melalui persamaan
(10.15).
) ( ) (
1
=

F t f
COTOH-10.4: Carilah transformasi
Fourier dari bentuk gelombang pulsa
di samping ini.
Penyelesaian :
Bentuk gelombang ini adalah
aperiodik yang hanya mempunyai nilai antara T/2 dan +T/2,
sedangkan untuk t yang lain nilainya nol. Oleh karena itu
integrasi yang diminta oleh (10.16) cukup dilakukan antara T/2
dan +T/2 saja.
2 /
) 2 / sin(

2 2 /
) (
2 / 2 /
2 /
2 /
2 /
2 /
T
T
AT
j
e e A
e
j
A
dt e A
T j T j
T
T
t j
T
T
t j

=
(
(

= =

F

Kita bandingkan transformasi Fourier (10.16)



= dt e t f
t j
) ( ) ( F
dengan koefisien Fourier

=
2 /
2 /
0
0
0
) (
1
2
T
T
t jn n n
n
dt e t f
T
jb a
c
n

(10.17)

Koefisien Fourier c
n
merupakan spektrum sinyal periodik dengan
perioda T
0
yang terdiri dari spektrum amplitudo |c
n
| dan spektrum
T/2 0 T/2
v(t)
A

205
sudut fasa c
n
, dan keduanya merupakan spektrum garis (tidak
kontinyu, memiliki nilai pada frekuensi-frekuensi tertentu yang
diskrit). Sementara itu transformasi Fourier F() diperoleh dengan
mengembangkan perioda sinyal menjadi tak-hingga guna mencakup
sinyal aperiodik yang kita anggap sebagai sinyal periodik yang
periodenya tak-hingga. Faktor 1/T
0
pada c
n
dikeluarkan untuk
memperoleh F() yang merupakan spektrum kontinyu, baik
spektrum amplitudo |F(j)| maupun spektrum sudut fasa F().
COTOH-10.5: Gambarkan spektrum amplitudo dari sinyal pada
contoh 10.4.
Penyelesaian :
Spektrum amplitudo
sinyal aperiodik ini
merupakan spektrum
kontinyu |F(j)|.
2 /
) 2 / sin(
) (
T
T
AT

= F

Pemahaman:
Sinyal ini mempunyai simetri genap. Sudut fasa harmonisa
adalah nol sehingga spektrum sudut fasa tidak digambarkan.
Perhatikan pula bahwa |F()| mempunyai spektrum di dua sisi,
positif maupun negatif; nilai nol terjadi jika sin(T/2)=0 yaitu
pada = 2k/T (k = 1,2,3,); nilai maksimum terjadi pada
= 0, yaitu pada waktu nilai sin(T/2)/(T/2) = 1.
COTOH-10.6: Carilah transformasi Fourier dari f(t) = [A e
t
] u(t)
dan gambarkan spektrum amplitudo dan fasanya.
Penyelesaian :
-5
0
|F()|
T
2
T
4
T
6
T
2
T
4
T
6 0
206 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
0 untuk
) ( ) (
0
) (
0
) (
>
+
=
+
=
= =




j
A
j
e
A
dt Ae dt e t u Ae
t j
t j t j t
F

= =
+
=
1
2 2
tan ) ( ) (
| |
) (
j F
A
F


Pemahaman:
Untuk < 0, tidak ada transformasi Fourier-nya karena
integrasi menjadi tidak konvergen.
10.2.2. Transformasi Balik
Pada transformasi Fourier transformasi balik sering dilakukan
dengan mengaplikasikan relasi formalnya yaitu persamaan (10.15).
Hal ini dapat dimengerti karena aplikasi formula tersebut relatif
mudah dilakukan
COTOH-10.7: Carilah f(t) dari
) ( 2 ) ( = F

Penyelesaian :
1 ) 1 )( (
) ( 2
2
1
) ( 2
2
1
) (
0
0
= =



d
d e d e t f
t j t j

+90
o
90
o
()
90
|F()
|

A/
25

207
Pemahaman :
Fungsi 2() adalah fungsi di kawasan frekuensi yang hanya
mempunyai nilai di =0 sebesar 2. Oleh karena itu e
jt
juga
hanya mempunyai nilai di =0 sebesar e
j0t
=1. Karena fungsi
hanya mempunyai nilai di =0 maka integral dari sampai
+ cukup dilakukan dari 0

sampai 0
+
, yaitu sedikit di bawah
dan di atas =0. Contoh ini menunjukkan bahwa transformasi
Fourier dari sinyal searah beramplitudo 1 adalah 2().
COTOH-10.8: Carilah f(t) dari
) ( 2 ) ( = j F

Penyelesaian :
t j t j
t j t j
e d e
d e d e t f



= =

) (
) ( 2
2
1
) ( 2
2
1
) (

Pemahaman :
Fungsi 2() adalah fungsi di kawasan frekuensi yang
hanya mempunyai nilai di = sebesar 2. Oleh karena itu e
jt

juga hanya mempunyai nilai di = sebesar e
jt
. Karena fungsi
hanya mempunyai nilai di = maka integral dari sampai
+ cukup dilakukan dari

sampai
+
, yaitu sedikit di bawah
dan di atas =.
COTOH-10.9: Carilah f(t) dari
| | ) ( ) ( ) ( +

= u u
A
F

Penyelesaian :
208 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
| |
| |
t
t
A
j
e e
t
A
jt
e e A
jt
e A
d e
A
d e u u
A
t f
t j t j t j t j
t j
t j
t j

=
+

) sin(

2 2

2
1
2
1

) ( ) (
2
1
) (

Pemahaman:
Dalam soal ini F() mempunyai nilai pada selang <<+
oleh karena itu e
jt
juga mempunyai nilai pada selang frekuensi
ini juga; dengan demikian integrasi cukup dilakukan antara
dan +.
Hasil transformasi balik f(t) dinyatakan dalam bentuk sin(x)/x
yang bernilai 1 jika x0 dan bernilai 0 jika x. Jadi f(t)
mencapai nilai maksimum pada t = 0 dan menuju nol jika t
menuju baik ke arah positif maupun negatif. Kurva F() dan
f(t) digambarkan di bawah ini.

10.2.3. Dari Transformasi Laplace ke Transformasi Fourier
Untuk beberapa sinyal, terdapat hubungan sederhana antara
transformasi Fourier dan transformasi Laplace. Sebagaimana kita
ketahui, transformasi Laplace didefinisikan melalui (8.1) sebagai


=
0
) ( ) ( dt e t f s
st
F (10.18)
F()

+ 0
f(t)
A
t

209
dengan s = + j adalah peubah frekuensi kompleks. Batas bawah
integrasi adalah nol, artinya fungsi f(t) haruslah kausal. Jika f(t)
memenuhi persyaratan Dirichlet maka integrasi tersebut di atas akan
tetap konvergen jika = 0, dan formulasi transformasi Laplace ini
menjadi


=
0
) ( ) ( dt e t f s
t j
F (10.19)
Sementara itu untuk sinyal kausal integrasi transformasi Fourier
cukup dilakukan dari nol, sehingga transformasi Fourier untuk sinyal
kausal menjadi


=
0
) ( ) ( dt e t f
t j
F (10.20)
Bentuk (10.20) sama benar dengan (10.19), sehingga kita dapat
simpulkan bahwa
0
) ( ) (
berlaku integrasi - di dapat dan kausal ) ( sinyal untuk
=
= s
t f
F F
(10.21)
Persyaratan dapat di-integrasi pada hubungan (10.21) dapat
dipenuhi jika f(t) mempunyai durasi yang terbatas atau cepat
menurun menuju nol sehingga integrasi |f(t)| dari t=0 ke t=
konvergen. Ini berarti bahwa pole-pole dari F(s) harus berada di
sebelah kiri sumbu imajiner. Jika persyaratan-persyaratan tersebut di
atas dipenuhi, pencarian transformasi balik dari F() dapat pula
dilakukan dengan metoda transformasi balik Laplace.
COTOH-10.10: Dengan menggunakan metoda transformasi
Laplace carilah transformasi Fourier dari fungsi-fungsi berikut
(anggap , > 0).
| | ) ( sin ) ( c)
) ( ) ( b).
) ( ) ( a).
3
2
1
t u t e A t f
t t f
t u e A t f
t
t
=
=
=



Penyelesaian:
210 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
+
=
=
+
=
=

j
p
s
A
s F
t u Ae t f
t
1
) (
imag) sumbu kiri (di pole ) (
integrasi - di dapat dan kausal fungsi ) ( ) ( a).
1
1
F
1 ) ( 1 ) (
integrasi - di dapat dan kausal fungsi ) ( ) ( b).
2
= =
=
F s F
t t f

| |
+ +
=
+ +
=
=
+ +
=
=

2 ) (
) (
im) sumbu kiri (di pole
) (
) (
integrasi - di dapat kausal, fungsi ) ( sin ) ( c).
2 2 2 2 2
2 2
3
j
a
j
A
j p
s
A
s
t u t e A t f
t
F
F

COTOH-10.11: Carilah f(t) dari
) 4 )( 3 (
10
) (
+ +
=
j j
F
Penyelesaian :
Jika kita ganti j dengan s kita dapatkan
) 4 )( 3 (
10
) (
+ +
=
s s
s F
Pole dari fungsi ini adalah p
1
= 3 dan p
2
= 4, keduanya di
sebelah kiri sumbu imajiner.
4
10
3
10
) (
10
3
10
; 10
4
10


4 3 ) 4 )( 3 (
10
) (
4
2
3
1
2 1
+

+
=
=
+
= =
+
=
+
+
+
=
+ +
=
= =
s s
s
s
k
s
k
s
k
s
k
s s
s
s s
F
F

Transformasi balik dari F() adalah :
| | ) ( 10 10 ) (
4 3
t u e e t f
t t
=

211
10.4. Sifat-Sifat Transformasi Fourier
10.4.1. Kelinieran
Seperti halnya transformasi Laplace, sifat utama transformasi Fourier
adalah kelinieran.
| | | |
| | ) ( ) ( ) (
2
) (
1
: maka
) ( ) ( dan ) ( ) ( : Jika
2 1
2 1
+ = +
= =
F F
F F
B A t Bf t Af
t f t f
F
F F
2 1
(10.22)
COTOH-10.12: Carilah transformasi Fourier dari v(t) = cost.
Penyelesaian:
Fungsi ini adalah non-kausal; oleh karena itu metoda
transformasi Laplace tidak dapat di terapkan. Fungsi cosinus ini
kita tuliskan dalam bentuk eksponensial.
| | | | | |
t j t j
t j t j
e e
e e


+ =
(
(

+
= F F F F t cos
2
1
2
1
2

Dari contoh 10.8. kita ketahui bahwa ) ( 2 =
(

t j
e F
Jadi | | ) ( ) ( + + = t cos F
10.4.2. Diferensiasi
Sifat ini dinyatakan sebagai berikut
) (
) (
=
(

F j
dt
t df
F (10.23)
Persamaan (10.15) menyatakan
( )
) (
) (
) (
2
1

) (
2
1
) (
2
1 ) (
) (
2
1
) (
=
(

=
(

=
|
|

\
|



F j
dt
t df
d e F j
d e F
dt
d
d e F
dt
d
dt
t df
d e F t f
t j
t j t j
t j
F

212 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
10.4.3. Integrasi
Sifat ini dinyatakan sebagai berikut.
) ( ) 0 (
) (
) ( +

=
(


F
F
j
dx x f
t
F (10.24)
Suku kedua ruas kanan (10.24) merupakan komponen searah jika
sekiranya ada. Faktor F(0) terkait dengan f(t); jika diganti dengan
nol akan kita dapatkan


= dt t f ) ( ) 0 ( F
COTOH-10.13: Carilah transformasi Fourier dari f(t) = Au(t).
Penyelesaian:
Metoda transformasi Laplace tidak dapat diterapkan untuk
fungsi anak tangga. Dari contoh (10.10.b) kita dapatkan bahwa
| | 1 ) ( = t F . Karena fungsi anak tangga adalah integral dari
fungsi impuls, kita dapat menerapkan hbungan (10.24) tersebut
di atas.
| | ) (
1
) ( ) ( +

= =

j
dx x t u
t
F F
10.4.4. Pembalikan
Pembalikan suatu fungsi f(t) adalah mengganti t dengan t. Jika kita
membalikkan suatu fungsi, maka urutan kejadian dalam fungsi yang
baru berlawanan dengan urutan kejadian pada fungsi semula.
Transformsi Fourier dari fungsi yang dibalikkan sama dengan
kebalikan dari transformasi Fourier fungsi semula. Secara formal hal
ini dapat dituliskan sebagai
| | | | ) ( ) ( maka ) ( ) ( Jika = = F F t f t f F F (10.25)
Menurut (10.16)

213
| |
| | | |
) ( ) (
) ( ) ( ) (
Misalkan ; ) ( ) (
= =
= =
= =



F d e f
d e f f t f
t dt e t f t f
j
j
t j
F F
F

Sifat pembalikan ini dapat kita manfaatkan untuk mencari
transformasi Fourier dari fungsi signum dan fungsi eksponensial dua
sisi.
COTOH-10.14: Carilah transformasi Fourier dari fungsi signum
dan eksponensial dua sisi breikut ini.

Penyelesaian :
Contoh 10.13. memberikan | | ) (
1
) ( +

=
j
t u F maka
| | | |

= =
j
t u t u t
2
) ( ) ( ) sgn( F F
Contoh 10.10.a memberikan | |
+
=

j
t u e
t
1
) ( F maka
| | | |
2 2
) ( | |
2
) (
1 1

) ( ) (
+

=
+
+
+
=
+ =

j j
t u e t u e e
t t t
F F

10.4.5. Komponen yata dan Imajiner dari F( )
Pada umumnya transformasi Fourier dari f(t), F(), berupa fungsi
kompleks yang dapat kita tuliskan sebagai
t 0
v(t)
1
1
u(t)
u(t)
signum : sgn(t) = u(t)
u(t)
0
t 0
eksponensial dua sisi :
e
| t |
= e
t
u(t) + e
(t)
u(t)
e
t
u(t)
v(t)
1
e
(t)
214 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)



= + =
= =

j
t j
e jB A
dt t s t f j dt t c t f dt e t f
) ( ) ( ) (
in ) ( os ) ( ) ( ) (
F
F

dengan



= = dt t t f B dt t t f A sin ) ( ) ( ; cos ) ( ) ( (10.26)
|
|

\
|

= + =

) (
) (
tan ) ( ; ) ( ) ( ) (
1 2 2
A
B
B A F (10.27)
Jika f(t) fungsi nyata, maka dari (10.26) dan (10.27) dapat kita
simpulkan bahwa
1. Komponen riil dari F() merupakan fungsi genap, karena
A() = A().
2. Komponen imajiner F() merupakan fungsi ganjil, karena
B() = B().
3. |F()| merupakan fungsi genap, karena |F()| = |F()|.
4. Sudut fasa () merupakan fungsi ganjil, karena () =
().
5. Kesimpulan (1) dan (2) mengakibatkan : kebalikan F()
adalah konjugat-nya, F() = A() jB() = F
*
() .
6. Kesimpulan (5) mengakibatkan : F() F() = F()
F
*
() = |F()|
2
.
7. Jika f(t) fungsi genap, maka B() = 0, yang berarti F() riil.
8. Jika f(t) fungsi ganjil, maka A() = 0, yang berarti F()
imajiner.
10.4.6. Kesimetrisan
Sifat ini dinyatakan secara umum sebagai berikut.
| | | | ) ( 2 ) ( maka ) ( ) ( Jika = = f t F t f F F F (10.28)
Sifat ini dapat diturunkan dari formulasi transformasi balik.

215



=
= =
d e t f t
d e t f d e t f
t j
t j t j
) ( ) ( 2 : maka kan dipertukar dan Jika
) ( ) ( 2 ) ( ) ( 2
F
F F

10.4.7. Pergeseran Waktu
Sifat ini dinyatakan sebagai berikut.
| | | | ) ( ) ( maka ) ( ) ( Jika = =

F F
T j
e T t f t f F F (10.29)
Sifat ini mudah diturunkan dari definisinya.
10.4.8. Pergeseran Frekuensi
Sifat ini dinyatakan sebagai berikut.
| | | | ) ( ) (
1
maka ) ( ) (
1
Jika t f e t f
t j
=

F F F F (10.30)
Sifat ini juga mudah diturunkan dari definisinya.
10.4.9. Penskalaan
Sifat ini dinyatakan sebagai berikut.
| | | | |

\
|
= =
a a
at f t f F F
| |
1
) ( maka ) ( ) ( Jika F F (10.31)
10.5. Ringkasan
Tabel-10.1 berikut ini memuat pasangan transformasi Fourier
sedangkan sifat-sifat transformasi Fourier termuat dalam Tabel-10.2.
216 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
Tabel 10.1. Pasangan transformasi Fourier.
Sinyal f(t)
F()
Impuls
(t)
1
Sinyal searah (konstan) 1
2 ()
Fungsi anak tangga u(t)
) (
1
+
j

Signum sgn(t)
j
2

Exponensial (kausal)
( ) ) (t u e
t

+ j
1

Eksponensial (dua sisi)
| |t
e


2 2
2
+


Eksponensial kompleks
t j
e


) ( 2
Kosinus
cost
| | ) ( ) ( + +
Sinus
sint
| | ) ( ) ( + j
Tabel 10.2. Sifat-sifat transformasi Fourier.
Sifat Kawasan Waktu Kawasan Frekuensi
Sinyal f(t)
F()
Kelinieran A f
1
(t) + B f
2
(t)
AF
1
() + BF
2
()
Diferensiasi
dt
t df ) (

jF()
Integrasi


t
dx x f ) (
) ( ) 0 (
) (
+

F
F
j

Kebalikan
f (t) F()
Simetri F (t)
2 f ()
Pergeseran waktu
f (t T)
) (

F
T j
e
Pergeseran frekuensi
e
j t
f (t) F( )
Penskalaan
|a| f (at)
|

\
|
a
F

217
Soal-Soal
Deret Fourier Bentuk Sinus-Cosinus.
1. Tentukan deret Fourier dari gelombang segitiga berikut ini.
a).
b).
c).
d).
e).
2. Siklus pertama dari deretan pulsa dinyatakan sebagai
) 3 ( ) 2 ( ) 1 ( 2 ) ( 2 ) ( + = t u t u t u t u t v
Gambarkan siklus pertama tersebut dan carilah koefisien Fourier-
nya serta gambarkan spektrum amplitudo dan sudut fasanya.
v
1ms



t
10V
5V
v
t

20ms

150V

v
t

20ms

150V

t
v
10V
1ms
t
v
5V
5V
1ms
218 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
3. Suatu gelombang komposit dibentuk dengan menjumlahkan
tegangan searah 10V dengan gelombang persegi yang amplitudo
puncak ke puncak-nya 10 V. Carilah deret Fouriernya dan
gambarkan spektrum amplitudonya.
Deret Fourier Bentuk Eksponensial.
4. Carilah koefisien kompleks deret Fourier bentuk gelombang
berikut.
a).
b).
c).
d).
e).
v
1ms



t
10V
5V
v
20ms



t
150V
v

10V
5V

1ms

2ms

t

t
v
10V
1ms
t
v
5V
5V
1ms

219
Transformasi Fourier
5. Carilah transformasi Fourier dari bentuk-bentuk gelombang
berikut:
a).
| | ) ( ) ( ) ( T t u t u
T
At
t v =
;
b).
(

\
|
|

\
|
+ |

\
|
=
4 4
2
cos ) (
T
t u
T
t u
T
t
A t v

c).
(

\
|
|

\
|
+
(

\
|
+ =
2 2
2
cos 1
2
) (
T
t u
T
t u
T
t A
t v

d). ) ( 2 2 ) ( t u t v + = ;
e). ) ( 6 ) sgn( 2 ) ( t u t t v + =
f). | | ) 2 ( ) sgn( 2 ) ( 2 ) (
2
+ + =

t t t u e t v
t

g). ) 2 ( 2 ) 2 ( 2 ) (
) 2 ( 2 ) 2 ( 2
+ + =
+
t u e t u e t v
t t

6. Tentukan transformasi balik dari fungsi-fungsi berikut:
a).
| |
) (

= e F ;
b). | | ) ( ) ( ) ( +

= u u
A
F
c).
) 50 ( ) 20 (
1000
) (
+ +
=
j j
F ;
d).
) 50 ( ) 20 (
) (
+ +

=
j j
j
F
e).
) 50 ( ) 20 (
) (
2
+ +

=
j j
F ;
f).
) 50 ( ) 20 (
1000
) (
+ +
=
j j j
F
220 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
g).
) 50 ( ) 50 (
500
) (
+ +

=
j j
j
F ;
h).
) 50 ( ) 50 (
5
) (
+ +

=
j j
j
F
i).
) 50 ( ) 50 (
5000
) (
+ +
=
j j j
F ;
j).
2500 200
) ( 5000
) (
2
+ +

=
j
F
k).

+ =
2
) ( 4 ) ( e F ;
l).


=

j
e
j2
) 4 ( 4
) ( F
m).
) 2 (
) 1 ( 4 ) ( 4
) (
+
+ +
=
j j
j
F ;
n).

+ =
2
) ( 4 ) ( e F
o). ) 2 ( 4 ) 2 ( 4 ) ( 4 ) ( + + + = F


221
BAB 11
Analisis Rangkaian Menggunakan
Transformasi Fourier

Dengan pembahasan analisis rangkaian dengan menggunakan
transformasi Fourier, kita akan
mampu melakukan analisis rangkaian menggunakan
transformasi Fourier.
mampu mencari tanggapan frekuensi.
11.1. Transformasi Fourier dan Hukum Rangkaian
Kelinieran dari transformasi Fourier menjamin berlakunya relasi hukum
Kirchhoff di kawasan frekuensi. Relasi HTK misalnya, jika
ditransformasikan akan langsung memberikan hubungan di kawasan
frekuensi yang sama bentuknya dengan relasinya di kawasan waktu.
0 ) ( ) ( ) ( : masikan ditransfor jika
0 ) ( ) ( ) ( : HTK relasi Misalkan
3 3 1
3 2 1
= +
= +
V V V
t v t v t v

Hal inipun berlaku untuk KCL. Dengan demikian maka transformasi
Fourier dari suatu sinyal akan mengubah pernyataan sinyal di kawasan
waktu menjadi spektrum sinyal di kawasan frekuensi tanpa mengubah
bentuk relasi hukum Kirchhoff, yang merupakan salah satu persyaratan
rangkaian yang harus dipenuhi dalam analisis rangkaian listrik.
Persyaratan rangkaian yang lain adalah persyaratan elemen, yang dapat
kita peroleh melalui transformasi hubungan tegangan-arus (karakteristik
i-v elemen). Dengan memanfaatkan sifat diferensiasi dari transformasi
Fourier, kita akan memperoleh relasi di kawasan frekuensi untuk resistor,
induktor, dan kapasitor sebagai berikut.
) ( ) ( : Kapasitor
) ( ) ( : Induktor
) ( ) ( : Resistor
=
=
=
C C
L L
R R
C j
L j
R
V I
I V
I V

Relasi diatas mirip dengan relasi hukum Ohm. Dari relasi di atas kita
dapatkan impedansi elemen, yaitu perbandingan antara tegangan dan arus
di kawasan frekuensi

222 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
C j
Z L j Z R Z
C L R

= = =
1
; ; (11.1)
Bentuk-bentuk (11.1) telah kita kenal sebagai impedansi arus bolak-
balik.
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa transformasi Fourier
suatu sinyal akan tetap memberikan relasi hukum Kirchhoff di kawasan
frekuensi dan hubungan tegangan-arus elemen menjadi mirip dengan
relasi hukum Ohm jika elemen dinyatakan dalam impedansinya. Dengan
dasar ini maka kita dapat melakukan transformasi rangkaian, yaitu
menyatakan elemen-elemen rangkaian dalam impedansinya dan
menyatakan sinyal dalam transformasi Fouriernya. Pada rangkaian yang
ditransformasikan ini kita dapat menerapkan kaidah-kaidah rangkaian
dan metoda-metoda analisis rangkaian. Tanggapan rangkaian di kawasan
waktu dapat diperoleh dengan melakukan transformasi balik.
Uraian di atas paralel dengan uraian mengenai transformasi Laplace,
kecuali satu hal yaitu bahwa kita tidak menyebut-nyebut tentang kondisi-
awal. Hal ini dapat difahami karena batas integrasi dalam mencari
transformasi Fourier adalah dari sampai +. Hal ini berbeda dengan
transformasi Laplace yang batas integrasinya dari 0 ke +. Jadi analisis
rangkaian dengan menggunakan transformasi Fourier mengikut sertakan
seluruh kejadian termasuk kejadian untuk t < 0. Oleh karena itu cara
analisis dengan transformasi Fourier tidak dapat digunakan jika kejadian
pada t < 0 dinyatakan dalam bentuk kondisi awal. Pada dasarnya
transformasi Fourier diaplikasikan untuk sinyal-sinyal non-kausal
sehingga metoda Fourier memberikan tanggapan rangkaian yang berlaku
untuk t = sampai t = +.
COTOH-11.1: Pada rangkaian seri antara
resistor R dan kapasitor C diterapkan
tegangan v
1
. Tentukan tanggapan
rangkaian v
C
.
Penyelesaian:
Persoalan rangkaian orde pertama ini telah pernah kita tangani pada
analisis transien di kawasan waktu maupun kawasan s
(menggunakan transformasi Laplace). Di sini kita akan
menggunakan transformasi Fourier.
R

+
v
1

C

+
v
C


223
Transformasi Fourier dari rangkaian ini
adalah : tegangan masukan V
1
(),
impedansi resistor R terhubung seri
dengan impedansi kapasitor
C j
1
.
Dengan kaidah pembagi tegangan kita dapatkan tegangan pada
kapasitor adalah
) (
) / 1 (
/ 1
) (
) / 1 (
/ 1
) ( ) (
1 1 1

+
=
+

=
+
= V V V V
RC j
RC
C j R
C j
Z R
Z
C
C
C

Tegangan kapasitor tergantung dari V
1
(). Misalkan tegangan
masukan v
1
(t) berupa sinyal anak tangga dengan amplitudo 1. Dari
tabel 11.1. tegangan ini di kawasan frekuensi adalah
) (
1
) (
1
+

=
j
V . Dengan demikian maka
( ) ( ) RC j
RC
RC j j
RC
j RC j
RC
C
/ 1
/ ) (
/ 1
/ 1
) (
1
) / 1 (
/ 1
) (
+

+
+
=
|
|

\
|
+
+
= V

Fungsi impuls () hanya mempunyai nilai untuk = 0, sehingga
pada umumnya F()() = F(0)(). Dengan demikian suku kedua
ruas kanan persamaan di atas
( )
) (
/ 1
/ ) (
=
+

RC j
RC
. Suku pertama
dapat diuraikan, dan persamaan menjadi
) (
/ 1
1 1
) ( +
+

=
RC j j
C
V
Dengan menggunakan Tabel 11.1. kita dapat mencari transformasi
balik
| | | | ) ( 1
2
1
) ( ) sgn(
2
1
) (
) / 1 ( ) / 1 (
t u e t u e t t v
t RC t RC
C

= + =
Pemahaman :
Hasil yang kita peroleh menunjukkan keadaan transien tegangan
kapasitor, sama dengan hasil yang kita peroleh dalam analisis
transien di kawasan waktu di Bab-4 contoh 4.5. Dalam
menyelesaikan persoalan ini kita tidak menyinggung sama sekali
mengenai kondisi awal pada kapasitor karena transformasi Fourier
telah mencakup keadaan untuk t < 0.
R

+
V
1

1/jC

+
V
C


224 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
COTOH-11.2: Bagaimanakah v
C
pada contoh 11.1. jika tegangan
yang diterapkan adalah v
1
(t) = sgn(t) ?
Penyelesaian:
Dari Tabel 11.1. kita peroleh | |

=
j
t
2
) sgn( F . Dengan demikian
maka V
C
() dan uraiannya adalah
RC j j j RC j
RC
C
/ 1
2 2 2

/ 1
/ 1
) (
+

+
= V
Transformasi baliknya memberikan
) ( 2 ) sgn( ) (
) / 1 (
t u e t t v
t RC
C

=
Pemahaman:
Persoalan ini melibatkan sinyal non-kausal yang memerlukan
penyelesaian dengan transformasi Fourier. Suku pertama dari v
C
(t)
memberikan informasi tentang keadaan pada t < 0, yaitu bahwa
tegangan kapasitor bernilai 1 karena suku kedua bernilai nol untuk
t < 0. Untuk t > 0, v
C
(t) bernilai 1 2e
(1/RC) t
u(t) yang merupakan
tegangan transien yang nilai akhirnya adalah +1. Di sini terlihat jelas
bahwa analisis dengan menggunakan transformasi Fourier
memberikan tanggapan rangkaian yang mencakup seluruh sejarah
rangkaian mulai dari sampai +. Gambar v
C
(t) adalah seperti di
bawah ini.

-2
-1
0
1
2
-40 -20 0 20 40
2e
(1/RC) t
u(t)
1
2
+1
sgn(t)
sgn(t)2e
(1/RC) t
u(t)
v
C
t

225
11.2. Konvolusi dan Fungsi Alih
Jika h(t) adalah tanggapan rangkaian terhadap sinyal impuls dan x(t)
adalah sinyal masukan, maka sinyal keluaran y(t) dapat diperoleh melalui
integral konvolusi yaitu
) ( ) ( ) (
0

=
t
d t x h t y (11.2)
Dalam integral konvolusi ini batas integrasi adalah = 0 sampai = t
karena dalam penurunan formulasi ini h(t) dan x(t) merupakan bentuk
gelombang kausal. Jika batas integrasi tersebut diperlebar mulai dari =
sampai = +, (11.2) menjadi

+
=
= d t x h t y ) ( ) ( ) ( (11.3)
Persamaan (11.3) ini merupakan bentuk umum dari integral konvolusi
yang berlaku untuk bentuk gelombang kausal maupun non-kausal.
Transformasi Fourier untuk kedua ruas (11.3) adalah
| |

=

+
=
+
=
(

=
(

= =
t
t j
dt e d t x h
d t x h t y
) ( ) (
) ( ) ( ) ( ) ( F F Y
(11.4)
Pertukaran urutan integrasi pada (11.4) memberikan

=
+
=

=
+
=

=
) ( ) (
) ( ) ( ) (
d dt e t x h
d dt e t x h
t
t j
t
t j
Y
(11.5)
Mengingat sifat pergeseran waktu pada transformasi Fourier, maka
(11.5) dapat ditulis

) ( ) ( ) ( ) (
) ( ) ( ) (
=
(

=
=

=

X H X
X Y
d e h
d e h
j
j
(11.6)

226 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
Persamaan (11.6) menunjukkan hubungan antara transformasi Fourier
sinyal keluaran dan masukan. Hubungan ini mirip bentuknya dengan
persamaan yang memberikan hubungan masukan-keluaran melalui
fungsi alih T(s) di kawasan s yaitu Y(s) = T(s) X(s). Oleh karena itu H()
disebut fungsi alih bentuk Fourier.
COTOH-11.3: Tanggapan impuls suatau sistem adalah
| |
2
) (
t
e t h

= . Jika sistem ini diberi masukan sinyal signum,


sgn(t), tentukanlah tanggapan transiennya.
Penyelesaian:
Dengan Tabel 11.1. didapatkan H() untuk sistem ini
2 2
2
2 2
| |
2
2 2
) (
+

=
+

=
(

=
t
e F H
Sinyal masukan, menurut Tabel 11.1. adalah
| |

= =
j
F X
2
sgn(t) ) (
Sinyal keluaran adalah
) )( (
2 2
) ( ) ( ) (
2
2 2
2
+

=

+

= =
j j j j
X H Y
yang dapat diuraikan menjadi

+
+
+

=
j
k
j
k
j
k
3 2 1
) ( Y
1
) (
2
) (
2
) ( ) (
1
) (
2
) (
2
) ( ) (
2
) )( (
2
) (
2 2
3
2 2
2
0
2
0
1
+ =
+

=
+

= =
=
+

=


= + =
=
+

= =
=
=
=
=
=
=
j
j
j
j
j
j
j j
j k
j j
j k
j j
j k
Y
Y
Y


227
Jadi
) (
1 1 2
) (
+
+
+

+

=
j j j
Y sehingga
)] ( ] 1 [ ) ( ] 1 [
) ( ) ( ) sgn( ) (

) (
t u e t u e
t u e t u e t t y
t t
t t
+ + =
+ =



Gambar dari hasil yang kita peroleh adalah seperti di bawah ini.

COTOH-11.4: Tentukan tanggapan frekuensi dari sistem pada contoh-
11.3.
Penyelesaian :
Fungsi alih sistem tersebut adalah
2 2
2
) (
+

= H .
Kurva |H()| kita gambarkan dengan sebagai absis dan hasilnya
adalah seperti gambar di bawah ini.

0
1
-20 -10 0 10 20
|H()|

0
1
-1
0
1
-40 0 40
y(t)
+1
1
[1+e
t
] u(t)
[1e
t
]

u(t)
t

228 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
Pada =0, yaitu frekuensi sinyal searah, |H()| bernilai 1 sedangkan
untuk tinggi |H()| menuju nol. Sistem ini bekerja seperti low-
pass filter. Frekuensi cutoff terjadi jika
2
| ) 0 ( |
| ) ( |
H
H =
= = =
+

644 . 0 2
2
1
2 2
2 2
2
c
c

11.3. Energi Sinyal
Energi total yang dibawa oleh suatu bentuk gelombang sinyal
didefinisikan sebagai

+

= dt t p W
total
) (
dengan p(t) adalah daya yang diberikan oleh sinyal kepada suatu beban.
Jika beban berupa resistor maka
R
t v
R t i t p
) (
) ( ) (
2
2
= = ; dan jika
bebannya adalah resistor 1 maka
egangan ataupun t arus berupa ) ( dengan
) (
2
1
t f
dt t f W

+

=
(11.7)
Persamaan (11.7) digunakan sebagai definisi untuk menyatakan energi
yang dibawa oleh suatu bentuk gelombang sinyal. Dengan kata lain,
energi yang diberikan oleh suatu gelombang sinyal pada resistor 1
menjadi pernyataan kandungan energi gelombang tersebut.
Teorema Parseval menyatakan bahwa energi total yang dibawa oleh
suatu bentuk gelombang dapat dihitung baik di kawasan waktu maupun
kawasan frekuensi. Pernyataan ini dituliskan sebagai

+

+

= = d dt t f W
2 2
1
| ) ( |
2
1
) ( F (11.8)
Karena |F()|
2
merupakan fungsi genap, maka (11.8) dapat dituliskan

=
0
2
1
| ) ( |
1
d W F (11.9)

229
Jadi di kawasan waktu energi gelombang adalah integral untuk seluruh
waktu dari kuadrat bentuk gelombang, dan di kawasan frekuensi
energinya adalah (1/2) kali integrasi untuk seluruh frekuensi dari
kuadrat besarnya (nilai mutlak) transformasi Fourier dari sinyal.
Penurunan teorema ini dimulai dari (11.7).

+




+

(

= = dt d e t f dt t f W
t j
) (
2
1
) ( ) (
2
1
F
Integrasi yang berada di dalam tanda kurung adalah integrasi terhadap
dan bukan terhadap t. Oleh karena itu f(t) dapat dimasukkan ke dalam
integrasi tersebut menjadi

+




(

= dt d e t f W
t j
) ( ) (
2
1
1
F
Dengan mempertukarkan urutan integrasi, akan diperoleh



+

+

+




+



=
d d
d dt e t f
d dt e t f W
t j
t j
2
) (
1
| ) ( |
2
1
) ( ) (
2
1

) ( ) (
2
1

) ( ) (
2
1
F F F
F
F

Teorema Parseval menganggap bahwa integrasi pada persamaan (11.8)
ataupun (11.9) adalah konvergen, mempunyai nilai berhingga. Sinyal
yang bersifat demikian disebut sinyal energi; sebagai contoh: sinyal
kausal eksponensial, eksponensial dua sisi, pulsa persegi, sinus teredam.
Jadi tidak semua sinyal merupakan sinyal energi. Contoh sinyal yang
mempunyai transformasi Fourier tetapi bukan sinyal energi adalah sinyal
impuls, sinyal anak tangga, signum, dan sinus (tanpa henti). Hal ini
bukan berarti bahwa sinyal ini, anak tangga dan sinyal sinus misalnya,
tidak dapat digunakan untuk menyalurkan energi bahkan penyaluran
energi akan berlangsung sampai tak hingga; justru karena itu ia tidak
disebut sinyal energi melainkan disebut sinyal daya.

230 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
COTOH-11.5: Hitunglah energi yang dibawa oleh gelombang
| | ) ( 10 ) (
1000
t u e t v
t
= V
Penyelesaian:
Kita dapat menghitung di kawasan waktu
| | | |
J
20
1
2000
100

100 10
0
2000
0
2000
0
2
1000
1
= =
= =


t
t t
e
dt e dt e W

Untuk menghitung di kawasan frekuensi, kita cari lebih dulu
V()=10/(j+1000).
J
20
1

2 2 20
1

1000
tan
) 1000 ( 2
100
10
100
2
1
1
2
6 2
1
=
(

\
|

=
(


d W

Pemahaman: Kedua cara perhitungan memberikan hasil yang sama.
Fungsi |F()|
2
menunjukkan kerapatan energi dalam spektrum sinyal.
Persamaan (11.40) adalah energi total yang dikandung oleh seluruh
spektrum sinyal. Jika batas integrasi adalah
1
dan
2
maka kita
memperoleh persamaan

=
2
1
2
12
| ) ( |
1
d W F (11.10)
yang menunjukkan energi yang dikandung oleh gelombang dalam selang
frekuensi
1
dan
2
.
Jika hubungan antara sinyal keluaran dan masukan suatu pemroses sinyal
adalah ) ( ) ( ) ( = X H Y maka energi sinyal keluaran adalah

=
0
2 2
1
| ) ( | | ) ( |
1
d W X H (11.11)
Dengan hubungan-hubungan yang kita peroleh ini, kita dapat
menghitung energi sinyal langsung menggunakan transformasi
Fouriernya tanpa harus mengetahui bentuk gelombang sinyalnya.

231
COTOH-11.6: Tentukan lebar pita yang diperlukan agar 90% dari
total energi gelombang exponensial | | ) ( 10 ) (
1000
t u e t v
t
= V dapat
diperoleh.
Penyelesaian:
Bentuk gelombang
| | ) ( 10 ) (
1000
t u e t v
t
=
1000
10
) (
+
=
j
V
Energi total :
J
20
1
0
2 10
1


1000
tan
) 1000 (
100
10
100 1
0
1
0
2
6 2
1
=
(

=
(


d W

Misalkan lebar pita yang diperlukan untuk memperoleh 90% energi
adalah , maka
1000
tan
10
1

1000
tan
) 1000 (
100
10
100 1
1
0
1
0
2
6 2
% 90

=
(

d W

Jadi
rad/s 6310
20
9
tan
1000 20
1
9 . 0
1000
tan
10
1
1
=
|

\
|
=





232 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
Soal-Soal
1. Saklar S pada rangkaian berikut telah berada di posisi 1 mulai t =
. Pada t = 0 ia dipindahkan keposisi 2 dan tetap pada posisi 2
sampai t = + . Jika v
1
= 10 V, v
2
= 10 V, tentukan v
in
, V
in
() ,
V
o
() , v
o
.

2. Saklar S pada rangkaian berikut telah berada di posisi 1 mulai t =
. Pada t = 0 ia dipindahkan keposisi 2 dan tetap pada posisi 2
sampai t = + . Tentukan v
in
, V
in
() , V
o
() , v
o
, jika v
1
= 10 V,
v
2
= 5 V.

3. Saklar S pada rangkaian berikut telah berada di posisi 1 mulai t =
. Pada t = 0 ia dipindahkan keposisi 2 dan tetap pada posisi 2
sampai t = + . Tentukan v
in
, V
in
() , V
o
() , v
o
, jika v
1
= 10e
100t

V, v
2
= 10e
100t
V.

4. Saklar S pada rangkaian berikut telah berada di posisi 1 mulai t =
. Pada t = 0 ia dipindahkan keposisi 2 dan tetap pada posisi 2
sampai t = + . Tentukan v
in
, V
in
() , V
o
() , v
o
, jika v
1
= 10e
100t

V, v
2
= 10e
100t
V.
+
+
1 f
10 k
+
v
in

+
v
o

v
1

v
2

1
2
S
+
+
1 f
10 k
+
v
in

+
v
o

v
1

v
2

1
2
S
+
+
1 H
+
v
in

+
v
o

v
1

v
2

1
2
S
0,5 k

233

5. Saklar S pada rangkaian berikut telah berada di posisi 1 mulai t =
. Pada t = 0 ia dipindahkan keposisi 2 dan tetap pada posisi 2
sampai t = + . Tentukan v
in
, V
in
() , V
o
() , v
o
, jika v
1
= 10 V,
v
2
= 10e
100t
V.

6. Pada sebuah rangkaian seri L = 1 H, C = 1F, dan R = 1 k,
diterapkan tegangan v
s
= 10sgn(t) V. Tentukan tegangan pada
resistor.
7. Tanggapan impuls sebuah rangkaian linier adalah h(t) = sgn(t).
Jika tagangan masukan adalah v
s
(t) = (t)10e
10t
u(t) V, tentukan
tegangan keluarannya.
8. Tentukan tanggapan frekuensi rangkaian yang mempunyai
tanggapan impuls
h(t) = (t)20e
10t
u(t).
9. Tentukan tegangan keluaran rangkaian soal 8, jika diberi masukan
v
s
(t) = sgn(t).
10. Jika tegangan masukan pada rangkaian berikut adalah
t v 100 cos 10
1
= V, tentukan tegangan keluaran v
o
.


+

1F

10k
10k
+
v
1
+
v
o
+
+ +
v
in

+
v
o

v
1

v
2

1
2
S
0,5 k
1 H
+
+ +
v
in

+
v
o

v
1

v
2

1
2
S
100
1 H

234 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
11. Ulangi soal 10 untuk sinyal yang transformasinya
400
200
) (
2
1
+
= V
12. Tentukan enegi yang dibawa oleh sinyal
V ) ( 500 ) (
100
t u e t t v
t
= . Tentukan pula berapa persen energi
yang dikandung dalam selang frekuensi 100 +100 rad/s .
13. Pada rangkaian filter RC berikut ini, tegangan masukan adalah
V ) ( 20
5
1
t u e v
t
= .

Tentukan energi total masukan, persentase energi sinyal keluaran
v
o
terhadap energi sinyal masukan, persentase energi sinyal
keluaran dalam selang passband-nya.
14. Pada rangkaian berikut ini, tegangan masukan adalah
V ) ( 20
5
1
t u e v
t
= .

Tentukan energi total masukan, persentase energi sinyal keluaran
v
o
terhadap energi sinyal masukan, persentase energi sinyal
keluaran dalam selang passband-nya.



+

1F

10k
10k
+
v
1
+
v
o
+
v
o


+

100k
1F

v
1
100k

236 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (2)
Daftar otasi
v atau v(t) : tegangan sebagai fungsi waktu.
V : tegangan dengan nilai tertentu, tegangan searah.
V
rr
: tegangan, nilai rata-rata.
V
rms
: tegangan, nilai efektif.
V
maks
: tegangan, nilai maksimum, nilai puncak.
V : fasor tegangan dalam analisis di kawasan fasor.
V : nilai mutlak fasor tegangan.
V(s) : tegangan fungsi s dalam analisis di kawasan s.
i atau i(t) : arus sebagai fungsi waktu.
I : arus dengan nilai tertentu, arus searah.
I
rr
: arus, nilai rata-rata.
I
rms
: arus, nilai efektif.
I
maks
: arus, nilai maksimum, nilai puncak.
I : fasor arus dalam analisis di kawasan fasor.
I : nilai mutlak fasor arus.
I(s) : arus fungsi s dalam analisis di kawasan s.
p atau p(t) : daya sebagai fungsi waktu.
p
rr
: daya, nilai rata-rata.
S : daya kompleks.
|S| : daya kompleks, nilai mutlak.
P : daya nyata.
Q : daya reaktif.
q atau q(t) : muatan, fungsi waktu.
w : energi.
R : resistor; resistansi.
L : induktor; induktansi.
C : kapasitor; kapasitansi.
Z : impedansi.
Y : admitansi.
T
V
(s) : fungsi alih tegangan.
T
I
(s) : fungsi alih arus.
T
Y
(s) : admitansi alih.
T
Z
(s) : impedansi alih.
: gain tegangan.
: gain arus.
r : resistansi alih, transresistance.
g : konduktansi; konduktansi alih, transconductance.

Anda mungkin juga menyukai