Disusun Oleh:
ANDI SYARIFUDIN
14.25.011
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kabupaten Tapin seluas 2.174,95 Km² merupakan salah satu kabupaten dalam
wilayah Provinsi Kalimatan Selatan. Secara geografis Kabupaten Tapin terletak
diantara 20.32’43” –30.00’43” Lintang Selatan dan 1140.46’13” – 1150.30’33”
Bujur Timur.Wilayah Kabupaten Tapin meliputi 3 (tiga) daerah aliran sungai
adalah Sungai Tapin, Sungai Margasari dan Sungai Binuang. Sungai Tapin
mempunyai empat cabang yaitu Sungai Muning, Sungai Tatakan, Sungai Halat dan
Sungai Gadung. Batas wilayah kabupaten Tapin antara lain(RPIJM Kabupaten
Tapin, 2020);
2
memiliki luas wilayah kecil adalah Kecamatan Tapin Utara denganluas 32,34
km² atau sebesar 1,49 persen dari luas Kabupaten Tapin.Sebesar 67,34 persen
dari total luas wilayah Kabupaten Tapin berada pada ketinggian 0-7 m diatas
permukaan air laut, sedangkan ketinggian lebih dari 500 m sekitar 1,21 persen.
Menurut kelas kemiringan diketahui bahwa kemiringan di Kabupaten Tapin
banyak terletak pada kemiringan 0-2 % (persen) yaitu sekitar 82,46 % (persen)
dari total luas wilayah Kabupaten Tapin. Sedangkan kemiringan antara 2,1
sampai 8 % (persen) hanya sekitar 0,62 dari keseluruhan luas wilayah Kabupaten
Tapin(RPIJM Kabupaten Tapin, 2020).
3
Sistem informasi geografis (SIG) merupakan salah satu metode yang tepat
dalam pemetaan daerah rawan banjir untuk suatu cakupan daerah yang luas
dengan waktu yang relatif singkat (Primayuda 2006).Pemanfaatan SIG telah
berkembang meliputi berbagai bidang dan aktivitas.SIG sebagai alat bagi peneliti
dan pengambil keputusan untuk memecahkan masalah, menentukan pilihan atau
Kebijakan Melalui Metode Analisis keruangan dengan memanfaatkan
komputer.SIG memberikan kemudahan dalam kompleksitas data, seperti
ditunjukan kebutuhan alat dan hasil manipulasi data dalam satu ruang kerja
antara lain overlay, buffering, perencanaan gambar, dan manipulasi
database.Database tersebut merupakan data-data yang tersimpan dalam file-file
Sistem Informasi Geografi yang mengendalikan komputer untuk mengolah,
menyajikan dan menyimpan informasi, sehingga data - data yang berupa grafis
maupun atribut dapat di import ke data digital. (Soenarmo, S.H., 2003).
Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi lokasi-lokasi yang memiliki
tingkat kerentanan tinggi terhadap bencana di Kabupaten Tapin untuk
meminimalisir dampak atau resiko yang disebabkan oleh bencana tersebut.
4
1.3 Tujuan Penelitian
1. Dapat memetakan daerah rentan banjir, longsor, kebakaran hutan dan
lahan di kabupaten Tapin menggunakan SIG
2. Dapat menampilkan pemetaan dan informasi daerah rentan banjir,longsor,
kebakaran hutan dan lahandi kabupaten Tapin ke dalam WEB
6
1.6 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan dan menjelaskan latar belakang, rumusan masalah,
maksud dan tujuan, serta Batasan masalah dari penelitian.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini berisikan dan menjelaskan mengenai landasan teori yang
menjadi acuan, parameter, sumber data, dan literatur untuk penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini berisikan dan menjelaskan mengenai lokasi penelitian, jadwal
penelitian, data yang diperlukan, metode pengumpulan data, dan analisis
data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisikan dan menjelaskan pembahasan dari hasil pemrosesan
data.
BAB V PENUTUP
7
BAB II
DASAR TEORI
LUAS
NO KECAMATAN PERSENTASE
(Km2)
(%)
8
8 Lokpaikat 93,89 4,32
9
2.2. Pengertian Bencana
Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut:
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.Definisi tersebut menyebutkan
bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia.Oleh
karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga
mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana
sosial.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor.
Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat
berdasarkan tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban dan/ataupun
kerusakan. Jika terjadi bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih
dari satu wilayah, maka dihitung sebagai satu kejadian (Badan
Penanggulangan Bencana Daerah, 2017).
Sebagai negara rawan bencana, sangat penting bagi Indonesia
memiliki kesiapsiagaan dalam mengantisipasi bencana untuk dapat
mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana tersebut.Upaya
29
pencegahan dan mitigasi bencana menjadisangat pentinguntukmengurangi
risiko bencana yangmungkin timbul.(Bayuaji Dkk, 2016).
2.3 Kerentanan Bencana
Kerentanan (Vulnerability) didefinisikan sebagai kondisi karakteristik
geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya, biologis dan teknologi suatu
masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu, dan yang dapat
mengurangi kemampuan dari masyarakat untuk mencegak, meredam dan
mencapai kesiapan ataupun untuk menanggapi dampak bahaya tertentu.
(Cannon, T., 1994).
Kerentanan merupakan kondisi masyarakat yang menyebabkan
ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bencana. Tingkat kerentanan
adalah suatu hal penting untuk diketahui sebagai salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya bencana, karena bencana baru akan terjadi
bila bahaya terjadi pada kondisi yang rentan, seperti yang dikemukakan
Awotona (1997).
Berdasarkan pengertian diatas kerentanan merupakan kondisi pra
bencana yang berpotensi menjadi bencana apabila bertemu dengan bahaya
(hazard). Jadi apabila dalam suatu wilayah rawan memiliki kerentanan tinggi
maka akan mengakibatkan elemen risiko (element at risk) untuk terpapar
bahaya menjadi semakin besar kemudian akan meningkatkan risiko bencana.
Elemen risiko merupakan segala objek yang ada dalam suatu wilayah
bencana dapat berupa permukiman, lahan pertanian, prasarana umum
(Sutikno, 2006). Namun risiko bencana dapat dikurangi apabila dalam suatu
wilayah memiliki kapasitas baik. Kapasitas dapat diartikan sebagai segala
sumber daya yang dimiliki masyarakat baik bersifat individu, kelompok atau
manajerial (leadership) (UN ISDR 2005). Jadi untuk memahami suatu
bencana terdapat tiga hal penting yang saling berkaitan yaitu kerentanan,
kerawanan dan kemampuan. Tiga hal tersebut dapat dikuantifikasi kedalam
suatu rumus (Gambar 2.1 ).
30
Gambar 2.1. Hubungan Antara Kerentanan, Ancaman dan Kemampuan
Penilaian kerentanan memiliki tingkatan; tingkat negara, kota besar
(mega-city), kabupaten dan lokal (rumah tangga) (Villagrán, 2006). Setiap
tingkatan menggunakan metode yang berbeda, namun secara umum terdapat
tiga aspek yang menjadi bahan analisis yaitu kondisi sosial, ekonomi dan
fisikal
2.4 Kapasitas Bencana
Kapasitas merupakan seperangkat kemampuan yang memungkinkan
masyarakat untuk meningkatkandaya tahan terhadap efek bahaya yang
mengancam/merusak, dan meningkatkan ketahanan serta kemampuan
masyarakat untuk mengatasi dampak dari kejadian yang membahayakan.
Kekuatan/potensiyang ada pada diri setiap individu dan kelompok sosial.
Kapasitas ini dapat berkaitan dengansumberdaya, keterampilan, pengetahuan,
kemampuan organisasi dan sikap untuk bertindak dan merespon suatu krisis
(Anderson dan Woodrow, 1989 dalam Bayuaji dkk, 2016).
2.5 . Jenis Jenis Bencana
2.5.1. Banjir
2.5.1.1 Pengertian Banjir
Banjir dalam penafsiran universal merupakan debit aliran air sungai
dalam jumlah yang besar, ataupun debit aliran air di sungai secara relatif
lebih besar dari keadaan wajar akibat hujan yang turun di hulu ataupun di
sesuatu tempat tertentu terjalin secara terus menerus, sehingga air tersebut
tidak bisa ditampung oleh alur sungai yang terdapat, hingga air melimpah
keluar serta menggenangi wilayah sekitarnya (Peraturan Dirjen RLPS Nomor.
04 thn 2009).
Banjir ialah kejadian dimana daratan yang umumnya kering (bukan
wilayah rawa) jadi tergenang oleh air, perihal ini diakibatkan oleh curah
hujan yang besar serta keadaan topografi daerah berbentuk dataran rendah
sampai cekung.Tidak hanya itu, terbentuknya banjir pula bisa diakibatkan
oleh limpasan air permukaan (runoff) yang meluap serta volumenya melebihi
kapasitas pengaliran sistem drainase ataupun sistem aliran
sungai.Terbentuknya musibah banjir pula diakibatkan oleh rendahnya
31
keahlian infiltrasi tanah, sehingga menimbulkan tanah tidak sanggup lagi
meresap air. Banjir bisa terjalin akibat menaiknya permukaan air lantaran
curah hujan yang diatas wajar, pergantian temperatur, tanggul/ bendungan
yang bobol, pencairan salju yang kilat, terhambatnya aliran air di tempat
lain(Bakornas, 2007).
32
1. Aspek penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal,
hanyut, tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian,
berjangkitnya penyakit seperti penyakit kulit, demam berdarah,
malaria, influenza, gangguan pencernaan dan penduduk
terisolasi.
2. Aspek pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau
hilangnya dokumen, arsip, peralatan, perlengkapan kantor dan
terganggunya jalannya pemerintahan.
3. Aspek ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian,
tidak berfungsinya pasar tradisional, kerusakan atau hilangnya
harta benda, ternak dan terganggunya perekonomian masyarakat
4. Aspek sarana/prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah
penduduk, jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran,
fasilitas sosial dan fasilitas umum, instalasi listrik, air minum
dan jaringan komunikasi.
5. Aspek lingkungan, antara lain berupa kerusakan ekosistem,
objek wisata, persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan
kerusakan tanggul/jaringan irigasi (Mistra, 2007; Rahayu dkk,
2009).
2.5.2 Tanah Longsor
2.5.2.1 Pengertian Tanah Longsor
33
persebaran geologi (batuan) dan tata guna lahan di daerah terjadinya longsor,
sehingga dapat diketahui tata guna lahan yang sesuai pada setiap karakteristik
lahan dan geologinya (Dhuha Ginanjar Bayuaji dkk, 2016).
Bahaya tanah longsor dibuat berdasarkan pengklasifikasian zona
kerentanan gerakan tanah yang dikeluarkan oleh PVMBG dan dikoreksi
dengan kemiringan lereng di atas 15%. Bagi wilayah kabupaten/kota yang
belum memiliki zona kerentanan gerakan tanah, bahaya tanah longsor dibuat
dengan mengacu pada RSNI Penyusunan dan Penentuan Zona Kerentanan
Gerakan Tanahyang dikeluarkan oleh PVMBG (2015). Catatan: Terdapat
banyak parameter yang dipersyaratkan di dalam RSNI untuk metode
deterministik. Paramater yang digunakan tersebut merupakan justifikasi
terhadap ketersediaan data secara spasial (Resiko Bencana Indonesia, 2016).
34
Ada pula akibat yang ditimbulkan terhadap area akibat terbentuknya tanah
longsor merupakan:
1. Terbentuknya kehancuran lahan.
2. Hilangnya vegetasi penutup lahan.
3. Terganggunya penyeimbang ekosistem.
4. Lahan jadi kritis sehingga cadangan air dibawah tanah menipis.
5. Terbentuknya tanah longsor bisa menutup lahan yang lain semacam
sawah, kebun serta lahan produktif lainya.
b. Akibat Terhadap Kehidupan
Terbentuknya bencanatanah longsor mempunyai akibat besar terhadap
kehidupan, spesialnya manusia.Apabila tanah longsor itu terjalin pada daerah yang
mempunyai kepadatan penduduk yang besar, hingga korban jiwa yang
ditimbulkanakan sangat besar, paling utama bencanan tanah longsor yang terjalin
secara seketika tanpa dimulai terdapatnya tandatanda hendak terbentuknya tanah
longsor. Ada pula akibat yang ditimbulkan dengan terbentuknya tanah longsor
terhadap kehidupan merupakan:
1. Bencanan longsor banyak menelan korbasn jiwa.
2. Terbentuknya kehancuran infrastruktur publik semacam jalur, jembatan
serta sebagainya.
3. Kehancuran bengunan- bangunan semacam gedung perkantoran serta
perumahan penduduk dan fasilitas peribadataan.Membatasi proses
kegiatan manusia serta merugikan baik warga yang terdapat disekitar
musibah maupub pemerintah
35
- Erosi yang disebabkan aliran air permukaan atauair hujan,sungai-sungai
atau gelombang laut yang menggerusak kelereng-lereng bertambah
curam.
- Lereng dari bebatuan dan tanah diperlemah melalui saturasi yang
diakibatkan hujan lebat.
- Gempa bumi menyebabkan getaran, tekanan pada partikel-partikel
mineral dan bidang lemah pada massa batuan dan tanah yang
mengakibatkan longsornya lereng-lereng tersebut.
- Gunung berapi menciptakan simpanan debu yang lengang, hujan lebat
dan alirandebu-debu.
- Getaran dari mesin, lalu lintas, penggunaan bahan-bahan peledak, dan
bahkanpetir.
36
Faktor kerentanan terhadap kebakartan hutan dan lahan berdasarkan
teori yang didapat yakni oleh ulah manusia dan faktor alami(Latifah &
Pamungkas, 2013).
1. Faktor Alami
a. Iklim, kondisi iklim yang ekstrim seperti musim kemarau yang panjang
menyebabkan kerentanan terhadap bencana kebakaran semakin meningka.
b. Vegetasi Gambut, faktor pemicu yang menjadi penyebab semakin hebatnya
kebakaran hutan dan lahan ialah lahan gambut yang menyimpan panas.
c. Vegetasi Kayu, Vegetasi kayu menjadi pemicu meningkatnya kerentanan
kebakaran hutan dan lahan. Vegetasi kayu yang mudah terbakar dapat
menjadi pemicu terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan.
d. Ketersediaan Pasokan Air, pembuatan kanal-kanal dan parit di lahan gambut
telah menyebabkan gambut mengalami pengeringan yang berlebihan dimusim
kemarau dan mudah terbakar.
e. Hasil Hutan, kurangnya insentif dan disinsentif terhadap perusahaan perhutani
menyebabkan kurang diperhatikannya managemen kebakaran oleh dapat
menjadi kerentanan bencana kebakaran hutan dan lahan.
f. Hasil Pertanian, pembakaran hutan dan lahan secara sengaja untum pertanian
juga merupakan penyebab kebakaran yang utama.
2. Faktor Manusia
a. Kegiatan penduduk, kegiatan-kegiatan penyiapan lahan untuk berbagai
macam bentuk usaha pertanian dan kehutanan dapat menimbulkan bencana
kebakaran. Kegiatan penduduk seperti halnya membakar lahan, membuang
punting rokok atau membakar api unggun ketika berkemah sering kali menjadi
penyebab bencana kebakara.
b. Mata Pencaharian, masyarakat yang menggantungkan mata pencaharian dari
hasil hutan sering kali lalai membakar vegetasi.
Jaringan Jalan, dengan jaringan jalan yang cukup memadai akan memudahkan
mobilisasi peralatan dan juga tenaga untuk penanggulangan kebakaran yang
terjadi, kondisi jaringan jalan yang kurang memadai untuk menuju akses titik-
titik rawan terjadinya bencana kebakaran sering kali menghambat proses
pemadaman api secara cepat.
37
d. Pengadaan Prasarana Pemadam Kebakaran, pendayagunaan sarana dan
prasarana yang telah ada diperlukan inventarisasi terhadap peralatan yang
diperlukan berdasarkan skala prioritas. Minimnya penyediaan prasarana
pemadam masyarakat menginisiasi dengan dana swadaya untuk membeli
peralatan pemadaman kebakaran.
e. Peningkatan jumlah penduduk berpengaruh terhadap pembukaan hutan dan
lahan dimana api digunakan sebagai teknik dalam persiapan lahan.
38
Maka dalam menentukan debit banjir rencana (design flood),
diperlukanlah harga suatu intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan
adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana
air tersebut berkonsentrasi. Analisis intensitas curah hujan ini dapat diproses
dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau. Sedangkan untuk
menghitung intensitas curah hujan, dapat digunakan beberapa macam
metode, antara lain metode Dr.Mononobe, metode Talbot dan metode
Tadashi Tanimoto. Metode Dr.Mononobe, digunakan untuk menghitung
intensitas curah hujan apabila yang tersedia adalah data curah hujan harian.
(Loebis, 1987).
Sedangkan metode Talbot, digunakan apabila data curah hujan yang
tersedia adalah data curah hujan jangka pendek. (Joesron Loebis, 1987).
Kemudian untuk Metode Tadashi Tanimoto, mengembangkan distribusi
hujan jam-jaman yang dapat digunakan di Pulau Jawa. (Bambang, 2008)
39
hujan tersebut ke dalam tanah dan proses mengalirnya air tersebut ke tempat
lain yang dipengaruhi oleh tekstur, struktur, kelembaban, organism,
kedalaman dan vegetasi (Asdak. 2004).
Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah berupa kecepatan
infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan air oleh tanah serta
merupakan satu-satunya sifat fisik tanah yang tetap dan tidak mudah diubah
oleh tangan manusia jika tidak ditambah dari tempat lain. Besarnya laju
infiltrasi tanah pada lahan tak bervegetasi tidak akan pernah melebihi laju
intensitas hujan, sedangkan pada kawasan lahan bervegetasi, besarnya laju
infiltrasi tidak akan pernah melebihi laju intensitas curah hujan efektif
(Asdak, 2004).
40
beratnya dampak tertentu pada suatu fenomena secara spasial.
yang kecil terhadap timbulnya banjir, sedangkan kawasan lahan terbuka diberi
Pemberian harkat terhadap lima tipe penggunaan lahan dapat dilihat pada
41
No Kriteria Keterangan Harkat
1 Berhutan Sangat Baik 5
2 Perkebunan, Semak Belukar Baik 10
3 Pertanian, Sawah,dan Tegalan Sedang 15
4 Pemukiman Kurang Baik 20
5 Lahan Tanpa Vegetasi Sangat Kurang Baik 25
tanah yang memiliki tekstur halus memiliki tingkat infiltasi yang rendah
42
Kelas kelerengan dibagi dalam 5 (lima) kelas criteriadengan
(Quintao,2011):
Tabel 6 .Klasifikasi Tingkat Kerentanan Banjir
43
2.7.6. Klasifikasi Tingkat Kerentanan Longsor
Klasifikasi tingkat kerentanan longsor dapat dilihat pada tabel 7
1 9-15 Rendah I
2 16-22 Sedang II
Sistem Data Geografi( SIG) ialah sistem data berbasis pc yang digunakan
secara digital buat menggambarkan serta menganalisa identitas geografi yang
ditafsirkan pada permukaan bumi serta kejadian- kejadiannya (atribut- atribut
44
non spasial buat dihubungkan dengan riset menimpa geografi). (Dewi
Handayani U. N, R. Soelistijadi serta Sunardi. 2005)
1. SIG mempunyai kemampuan untuk memilih dan mencari detail yang diinginkan,
menggabungkan satu kumpulan data dengan kumpulan data lainnya, melakukan
perbaikan data dengan lebih cepat dan memodelkan data serta menganalisis suatu
keputusan.
2. SIG dengan mudah menghasilkan peta-peta tematik yang dapat digunakan untuk
menampilan informasi-informasi tertentu. Peta-peta tematik tersebut dapat
dibuat dari peta-peta yang sudah ada sebelumnya, hanya dengan memanipulasi
atribut-atributnya.
3. SIG memiliki kemampuan untuk menguraikan unsur-unsur yang terdapat di
permukaan bumi menjadi beberapa layer data spasial, dengan layer permukaan
bumi dapat direkonstruksi kembali.
1) Lokasi: Ada apa di lokasi tertentu (di lereng gunung, di desa A), apa yang
terjadi di lokasi tersebut (rawan banjir, ada deposit emas, curah hujannya tinggi,
dan sebagainya).
2) Kondisi : Dimana lokasi jalan yang paling macet, berapa besar potensi tambang
yang ada di Kabupaten X dan sebagainya.
3) Kecenderungan/Trend: Seberapa besar tingkat degradasi kawasan hutan lindung
di DAS dan sebagainya.
4) Pola: Bagaimana hubungan antara jenis tanah dan produksi gondorukem,
bagaimana pola penyebaran penyakit di sekitar kawasan industri kayu dsb.
45
5) Simulasi/Modeling : Berapa besar menurunnya erosi bila luas hutan di hulu
Sungai Jeneberang meningkat sebesar 1.000 hektar
Koko Mukti Wibowo, Dkk. 2015 Model informasi vektor diwakili oleh
simbol- simbol ataupun berikutnya didalam SIG diketahui dengan feature,
semacam feature titik( point), featuregaris( line), serta featurearea( surface).
Model informasi raster ialah informasi yang sangat simpel, dimana tiap data
ditaruh dalam grid, yang berupa suatu bidang.Grid tersebut diucap dengan
pixel. Informasi yang ditaruh dalam format in informasi hasil scanning,
semacam citra satelit digital (Wibowo Dkk, 2015).
46
3. Buffering merupakan analisis yang menghasilkan buffer atau penyangga
yang bisa berbentuk lingkaran atau polygon yang melingkupi suatu objek
dan luas wilayahnya. Buffering dapat digunakan untuk menentukan jalur
hijau, menggambarkan zona ekonomi ekslusif (ZEE) atau untuk
mengetahui daerah yang terjangkau BTS untuk telepon seluler.
4. Analisis 3 Dimensi merupakan analisis yang sering digunakan untuk
memudahkan pemahaman karena data divisualisasikan dalam 3 dimensi,
contohnya penggunaannya adalah untuk menganalisis daerah yang
terkena aliran lava.
47
yang dapat digunakan bersama oleh sistem-sistem aplikasi yang berbeda (Prahasta,
2002).
Kehadiran basis data mengimplikasikan adanya pengertian keterpisahan
antara penyimpanan (storage) fisik data yang digunakan dengan program-program
aplikasi yang mengaksesnya untuk mencegah saling ketergantungan antara data
dengan program-program yang mengaksesnya. Dengan menggunakan sistem basis
data, pengguna, pemrogram atau developer program aplikasi tidak perlu mengetahui
informasi detil mengenai bagaimana data-datanya disimpan (Prahasta, 2002).
2.12. QGIS
QGIS adalah perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG) Open Source yang
user friendly dengan lisensi di bawah GNU General Public License. QGIS
merupakan proyek tidak resmi dari Open Source Geospatial Foundation (OSGeo).
QGIS dapat dijalankan pada Linux, Unix, Mac OSX, Windows dan Android, serta
mendukung banyak format dan fungsionalitas data vektor, raster, dan basis data
(Qgis.org).
2.13. Qgis2web
48
WebGIS Sederhana dengan Plugin QGIS2Leaf di QuantumGIS) yang kini
sudah tidak dikembangkan lagi. Hal ini karena pengembang QGIS2web salah
satunya juga merupakan pengembang dari qgis2leaf, yakni Tom
Chadwin.Dibandingkan dengan QGIS2leaf, plugin QGIS2web memiliki
beberapa kelebihan.Salah satu yang paling menonjol adalah digunakannya
OpenLayers (OL3) selain LeafletJS.Adapun OpenLayers sebagaimana
LeafletJS merupakan library javascript open-source yang cukup banyak
digunakan untuk membangun webgis.Plugin QGIS2web dapat diinstall
manual dengan mengcopypaste folder ke direktori plugin QGIS di
komputer/laptop, maupun otomatis dengan tool “manage and install plugins”
di QGIS.
2.14 Leaflet
Leaflet ialah JavaScript Library tidak berbayar ( open source) awal buat
pembuatan peta interaktif mobile yang bersahabat. Dengan dimensi kira- kira 33KB,
namun itu sudah mencangkup segala fitur- fitur membuat peta yang diperlukan oleh
pengembang ataupun pembuat peta berbasis website (Webie Ni Maja Dj, Agung
Budi Cahyono, 2016)
Menururt Webie Ni Maja Dj serta Agung Budi Cahyono,( 2016) bahwa Leaflet
didesain dengan kemudahan dalam pemakaian, performa yang baik serta
kebermanfaatan besar. Leaflet bekerja secara efektif buat segala platforms mobile
serta desktop, bisa diintegrasikan dengan banyak plugin, mempunyai desain yang
indah, gampang digunakan, sederhana serta sumber kode yang gampang dibaca.
2.15 GeoJSON
Geojson ialah format informasi yang berbasis JSON( Javascript Object Notation)
serta bisa menampung unsur- unsur geografis. Kelebihannya merupakan kompatibel
dengan banyak model pemrograman pada peta, bisa digunakan pada leaflet JS serta
google maps..GeoJSON bisa ditarik serta ditampilkan dengan Leaflet Javascript
engine, dan bertabiat vektor, maksudnya kala di zoom tidak hendak rusak. Format
informasi lain yang dapat ditarik serta ditampilkan dengan Leaflet Js engine antara
lain Website Feature Service, Website Map Service serta Postgis.(Humam
Zarodi,dkk, 2017).
49
BAB III
METODE PENELITIAN
50
Lokasi Pengambilan data
3.2.1 Alat
a. Laptop Hp
b. Mouse
51
2. Perangkat lunak (software)
c. Qgis 3.16
d. Sublime Text
e. Xampp
f. Microsoft Office 2010;
3.2.2 Bahan
1. Data Spasial
a. Peta batas administrasi
2. Data Non Spasial
a. Data curah hujan
b. Data penggunaan lahan/tata guna lahan
c. Data jenis tanah / infiltrasi tanah
d. Data kelerengan/ kemiringan lereng
52
3.4 Diagram Alir
Mulai
Studi literatur
Pengumpulan data
Data Curah Data Penggunaan Data Jenis Tanah Data Kelerengan Peta Administrasi
Hujan Lahan (Geologi) Kab. Tapin
Klasifikasi data
Skoring Data
T
Data OK
53
A
Pelaporan
Kesimpulan
Selesa
i
54
penggunaan lahan, data jenis tanah dan data kelerengan dan peta
administrasi kabupaten tapin.
4. Yaitu mengelompokkan dan menyusun database untuk kerentanan
bencana..
5. Scoring Peta Setelah proses penggabungan data selesai langkah kerja
berikutnya adalah proses scoring peta. Data-data yang telah diproses
sebelumnya kemudian diberikan tingkat nilai atau score untuk tiap-tiap
data yang berfungsi sebagai penilaian yang digunakan untuk analisis peta
pada tahap berikutnya.
6. Overlay Peta Pada proses ini data yang telah diberikan score kemudian
dilakukan proses overlay atau penggabungan beberapa data untuk
mendapatkan hasil analisis. Proses overlay dilakukan menggunakan
QGIS versi 3.16.
7. Analisis daerah kerentanantanah longsor, banjir, dan kebakaran hutan.
Proses ini dilakukan untuk menganalisa peta hasil overlay, yang
kemudian menjadi peta kerentanan bencana tanah longsor, banjir, dan
kebakaran hutan.
8. Import Pembuatan WebGIS menggunakan Plugin qgis2web.
9. Uji Aplikasi Web Jika berjalan dengan baik maka akan di masukan ke
jaringan internet.
10. Penyajian hasil Analisis dan pemetaan daerah kerentanan bencanatanah
longsor, banjir, dan kebakaran hutan.berbasis website.
11. Selesai
55
3.5 Skoring Parameter Kerentanan Bencana Banjir, Tanah Longsor Dan
Kebakaran Hutan dan Lahan.
Harkat atau skor (Scoring) adalah pemberian nilai terhadap suatu polygon peta
untuk memberikan tingkat kedekatan, keterkaitan, atau beratnya dampak tertentu
pada suatu fenomena secara spasial. Pemberian harkat pada masing-masing
parameter berbeda sesuai dengan seberapa besar parameter tersebut berpengaruh
dalam terjadinya banjir (Pratomo, 2008). Untuk melakukan scoring parameter
kerentanan banjir maka akan dilakukan langkah langkah seperti di bawah ini :
1. Add Shapefile
Langkah pertama yang harus di lakukan yaitu membuka software Qgis 3.16 di
dekstop.
56
Kemudian yang dilakukan adalah add shapefile untuk data perameter keretntanan
yaitu data parameter curah hujan, kelerengan, jenis tanah dan penggunaan lahan
(landuse ). Langkah yang harus dilakukan pada software Qgis yaitu pertama menuju ke
tools layer > Data Source Manager > pilih folder tempat penyimpanan parameter yang
akan digunakan dengan format .shp dengan melakukan double klik pada filenya.
Setelah melakukan add layar maka akan di dapatkan view peta dari parameter
curah hujan, kelerengan, jenis tanah dan penggunaan lahan.
57
2. Skoring Parameter Pada Attribut Tabel
A. Edit Skoring Dan Keterangan Pada Atribute Tabel Parameter Penggunaan
Lahan
Jenis parameter untuk kerentanan bencana banjir ini menggunakan 4 parameter yaitu
parameter curah hujan, kelerengan, jenis tanah dan penggunaan lahan. Dimana setiap
parameter ini mempunyai basis data non spasial, yang harus di lakukan selanjutnya di
dalam tabel atrubut yang sudah ada maka akan di tambahkan field baru atau kolom baru
untuk penempatan skoring dari masing - masing atribut tersebut sebagai berikut :
a. Opsi pertama yaitu klik kanan di salah satu parameter, sebagai penjelasan awal maka
akan di gunakan parameter penggunaan lahan terlebih dahulu > pilih Open Attribute
Table seperti gambar di bawah ini :
b. Pada data attribute table untuk penggunaan lahan di dalamnya terdapat 5 tabel
attribut yaitu Objectid, landuse, luas, shape_leng, shape area dengan jumlah 711
kolom dan 5 baris tabel. Berikut data tabel attributnya :
58
Gambar 3.7 Tampilan attribute Parameter Pengunaan lahan.
c. Langkah selanjutnya yaitu membuat field baru dengan cara klik tombol toggle edting
terlebih dahulu > Kemudian klik New Field maka akan di bawa
ketampilan seperti gamabar di bawah ini :
59
Di dalam menu field di tuliskan keterangan dengan isian sebagai berikut : Name :
Skoring , Comment : -, Type : Whole number (integer) dan Length = 10 lalu tekan OK,
maka akan di dapatkan tabel baru berupa skoring seperti gambar di bawah ini :
d. Selanjutnya akan dilakukan pemberian harkat atau skoring pada setiap query sesuai
ketentuan dari teorynya, dimana ketentuannya sebagai berikut :
Langkah untuk pemberian skoring pada Qgis yaitu dengan mengunakan field
calculator, kill 2x pada field calculator maka di layar desktop akan muncul
tampilan seperti di bawah ini :
60
Gambar 3.10 Tampilan field calculator.
Pada tampilan field calculator lakukan checklist pada update existing field,
kemudian pada opsinya pilih attribut scoring. Pada tools Expresion ketikkan kode
python untuk melakukan klasifikasi pemberian skor pada setiap atributnya. Contohnya
untuk membeikan skor pada hutan dimana kodenya yaitu “ CASE WHEN ‘LANDEUSE’
= ‘Hutan’ THEN 5 ”, yang mana dimaksudkan adalah ketika ada atribut dari landeuse
itu adalah hutan maka nilai skornya adalah 5 dan seterusnya.
61
e. Langkahnya sama dengan pemberian skor pada attribute sebelumnya yaitu dengan
cara membuat field baru dengan cara klik tombol toggle edting terlebih dahulu
> Kemudian klik New Field maka akan di bawa ketampilan seperti gamabar di
bawah ini :
Di dalam menu field di tuliskan keterangan dengan isian sebagai berikut : Name
:Keterangan , Comment : -, Type : Text(string) dan Length = 10 lalu tekan OK, maka
akan di dapatkan tabel baru berupa Skoring seperti gambar di bawah ini :
62
Kemudian melakukan Save editing dengan mengklik icon untuk menyimpan
field. Maka akan bisa kita lihat hasil dari editing untuk penambahan field baru berupa
skoring dan keterangan dengan jumlah kolom yang ada pada atributnya.
f. Setelah melakukan save edit, maka kita lakukan zoom to layers untuk melihat peta
untuk penggunaan lahan seperti gambar di bawah ini :
63
B. Edit Keterangan Pada Attribut Tabel Pada Parameter Kelerengan.
a. Opsi pertama yaitu klik kanan di salah satu parameter, sebagai penjelasan awal
maka akan di gunakan parameter kelerengan terlebih dahulu > pilih Open
Attribute Table.
b. Pada data tabel attribut untuk penggunaan lahan di dalamnya terdapat 3 tabel
attribut yaitu Id, grid_code dan kelerengan dengan jumlah 3 kolom dan 5 baris
tabel. Berikut data tabel attributnya :
64
c. Langkah selanjutnya yaitu membuat field baru dengan cara klik tombol toggle
edting terlebih dahulu > Kemudian klik New Field maka akan di bawa
ketampilan seperti gamabar di bawah ini :
Di dalam menu field di tuliskan keterangan dengan isian sebagai berikut : Name :
Skoring , Comment : -, Type : Whole number (integer) dan Length = 10 lalu tekan OK,
maka akan di dapatkan tabel baru berupa skoring seperti gambar di bawah ini :
65
d. Langkahnya sama dengan pemberian skor pada attribute sebelumnya yaitu dengan
cara membuat field baru dengan cara klik tombol toggle edting terlebih dahulu
> Kemudian klik New Field maka akan di bawa ketampilan seperti gamabar di
bawah ini :
Di dalam menu field di tuliskan keterangan dengan isian sebagai berikut : Name
:Keterangan , Comment : -, Type : Text(string) dan Length = 10 lalu tekan OK, maka
akan di dapatkan tabel baru berupa Skoring seperti gambar di bawah ini :
66
dimasukkan nilainya secara manual karan query tidak terlalu banyak berikut hasilnya
sesuai harkat dari tabel 3.2.
67
C. Edit Keterangan Pada Attribut Tabel Pada Parameter Curah Hujan
c. Langkah selanjutnya yaitu membuat field baru dengan cara klik tombol toggle edting
terlebih dahulu > Kemudian klik New Field maka akan di bawa
ketampilan seperti gamabar di bawah ini :
68
Gambar 3.23 Membuat field baru untuk scoring
parameter curah hujan
Di dalam menu field di tuliskan keterangan dengan isian sebagai berikut : Name :
Skoring , Comment : -, Type : Whole number (integer) dan Length = 10 lalu tekan OK,
maka akan di dapatkan tabel baru berupa skoring seperti gambar di bawah ini :
d. Langkahnya sama dengan pemberian skor pada attribute sebelumnya yaitu dengan
cara membuat field baru dengan cara klik tombol toggle edting terlebih dahulu
> Kemudian klik New Field maka akan di bawa ketampilan seperti gamabar di
bawah ini :
69
Gambar 3.25 Membuat field baru untuk keterangan curah hujan.
Di dalam menu field di tuliskan keterangan dengan isian sebagai berikut : Name
:Keterangan , Comment : -, Type : Text(string) dan Length = 10 lalu tekan OK, maka
akan di dapatkan tabel baru berupa Skoring seperti gambar di bawah ini :
70
Gambar 3.27 Tampilan Attribut tabel untuk penambahan
skoring dan keterangan curah hujan.
e. Setelah melakukan save edit, maka kita lakukan zoom to layers untuk melihat peta
untuk penggunaan lahan seperti gambar di bawah ini :
71
D. Edit Keterangan Pada Attribut Tabel Pada Parameter Jenis Tanah
a. Sebagai penjelasan awal maka akan di gunakan parameter curah hujan terlebih
dahulu > pilih Open Attribut Table.
b. Pada data tabel attribut untuk penggunaan lahan di dalamnya terdapat 2 tabel
attribut yaitu Kecamatan dan JT ( jenis tanah ) dengan jumlah 2 kolom dan 7
baris tabel. Berikut data tabel atributnya :
72
c. Langkah selanjutnya yaitu membuat field baru dengan cara klik tombol toggle edting
terlebih dahulu > Kemudian klik New Field maka akan di bawa
ketampilan seperti gamabar di bawah ini :
73
d. Langkahnya sama dengan pemberian skor pada attribute sebelumnya yaitu dengan
cara membuat field baru dengan cara klik tombol toggle edting terlebih dahulu >
Kemudian klik New Field maka akan di bawa ketampilan seperti gamabar di
bawah ini :
Di dalam menu field di tuliskan keterangan dengan isian sebagai berikut : Name
:Keterangan , Comment : -, Type : Text(string) dan Length = 10 lalu tekan OK, maka
akan di dapatkan tabel baru berupa Skoring seperti gambar di bawah ini :
74
dimasukkan nilainya secara manual karan query tidak terlalu banyak berikut hasilnya
sesuai harkat dari tabel 3.4.
75
76