Anda di halaman 1dari 56

SKRIPSI

IMPLEMENTASI SIGWEB UNTUK SEBARAN


DAERAH RENTAN BANJIR,LONGSOR DAN KEBAKARAN HUTAN
(Study kasus : Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan)

Disusun Oleh:

ANDI SYARIFUDIN
14.25.011

PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
MALANG
2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Bencana merupakan Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan


mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis (Mantika dkk 2020 dalam UU No. 24 Tahun
2007; BNPB,2012)

Kabupaten Tapin seluas 2.174,95 Km² merupakan salah satu kabupaten dalam
wilayah Provinsi Kalimatan Selatan. Secara geografis Kabupaten Tapin terletak
diantara 20.32’43” –30.00’43” Lintang Selatan dan 1140.46’13” – 1150.30’33”
Bujur Timur.Wilayah Kabupaten Tapin meliputi 3 (tiga) daerah aliran sungai
adalah Sungai Tapin, Sungai Margasari dan Sungai Binuang. Sungai Tapin
mempunyai empat cabang yaitu Sungai Muning, Sungai Tatakan, Sungai Halat dan
Sungai Gadung. Batas wilayah kabupaten Tapin antara lain(RPIJM Kabupaten
Tapin, 2020);

Utara Kabupaten Hulu Sungai Selatan

Timur Kabupaten Banjar

Selatan Kabupaten Banjar

Barat Kabupaten Barito Kuala

Secara administrasi wilayah Kabupaten Tapin terbagi atas 12 (dua belas)


kecamatan dengan 135 desa dengan 2 desa pemekaran baru pada tahun 2015
yaitu Desa Mekar Sari dan Desa Hatiwin. Daerah yang memiliki wilayah paling
luas adalah Kecamatan Candi Laras Utara dengan luas 681, 40 km² atau sebesar
31,33 persen dari luas keseluruhan Kabupaten Tapin. Sementara daerah yang

2
memiliki luas wilayah kecil adalah Kecamatan Tapin Utara denganluas 32,34
km² atau sebesar 1,49 persen dari luas Kabupaten Tapin.Sebesar 67,34 persen
dari total luas wilayah Kabupaten Tapin berada pada ketinggian 0-7 m diatas
permukaan air laut, sedangkan ketinggian lebih dari 500 m sekitar 1,21 persen.
Menurut kelas kemiringan diketahui bahwa kemiringan di Kabupaten Tapin
banyak terletak pada kemiringan 0-2 % (persen) yaitu sekitar 82,46 % (persen)
dari total luas wilayah Kabupaten Tapin. Sedangkan kemiringan antara 2,1
sampai 8 % (persen) hanya sekitar 0,62 dari keseluruhan luas wilayah Kabupaten
Tapin(RPIJM Kabupaten Tapin, 2020).

Kajian Tingkat kerentanan kawasan terancam dilakukan untuk mengurangi


tingkat kerugian dan penduduk terpapar akibat terjadinya bencana, sehingga pada
saat terjadinya bencana pemerintah dapat menentukan kawasan yang menjadi
prioritas penaganan mitigasi bencanan. Kerentanan dapat dibagi menjadi
kerentanan fisik, kerentanan sosial, kerentanan ekonomi dan kerentanan
lingkungan. Kerentanan (vulnerability) merupakan suatu kondisi dari suatu
komunitas atau masyarakat yang mengarah pada penurunan ketahanan akibat
pengaruh eksternal yang mengancam kehidupan, mata pencaharian, sumber daya
alam, infastruktur, produktifitas ekonomi dan kesejahteraan. Hubungan antara
bencana dan kerentanaan menghasilkan suatu kondisi resiko, dimana semakin
tinggi tingkat kerentanan suatu bencana maka semakin tinggi juga tingkat resiko
yang diakibatkan oleh bencana yang terjadi (Mantika dkk 2020 dalam
Wignyosukarto 2007).

Kerentanan bencana alam perlu diketahui untuk pemilahan alternatif terhadap


wilayah-wilayah yang akan dikembangkan, terutama untuk menetapkan wilayah-
wilayah yang merupakan limitasi atau pembatas (kawasan dengan tingkat
kualitas kerentanan bencana alam tinggi perlu dihindari). Selain itu kerentanan
bencana alam perlu diketahui pula untuk melakukan stabilisasi, yaitu
menghilangkan atau mengurangi faktor-faktor negatif sebagai kendala bagi
pengembangan wilayah, sekaligus memaksimalkan atau meningkatkan faktor-
faktor positif atau pendukung bagi pengembangan wilayah tersebut (Mantika dkk
2020 dalam Arifin. 2010).

3
Sistem informasi geografis (SIG) merupakan salah satu metode yang tepat
dalam pemetaan daerah rawan banjir untuk suatu cakupan daerah yang luas
dengan waktu yang relatif singkat (Primayuda 2006).Pemanfaatan SIG telah
berkembang meliputi berbagai bidang dan aktivitas.SIG sebagai alat bagi peneliti
dan pengambil keputusan untuk memecahkan masalah, menentukan pilihan atau
Kebijakan Melalui Metode Analisis keruangan dengan memanfaatkan
komputer.SIG memberikan kemudahan dalam kompleksitas data, seperti
ditunjukan kebutuhan alat dan hasil manipulasi data dalam satu ruang kerja
antara lain overlay, buffering, perencanaan gambar, dan manipulasi
database.Database tersebut merupakan data-data yang tersimpan dalam file-file
Sistem Informasi Geografi yang mengendalikan komputer untuk mengolah,
menyajikan dan menyimpan informasi, sehingga data - data yang berupa grafis
maupun atribut dapat di import ke data digital. (Soenarmo, S.H., 2003).
Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi lokasi-lokasi yang memiliki
tingkat kerentanan tinggi terhadap bencana di Kabupaten Tapin untuk
meminimalisir dampak atau resiko yang disebabkan oleh bencana tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pemetaan daerah sebaran kerentanan banjir, longsor,
kebakaran hutan lahandi kabupaten Tapin menggunakan SIG?
2. Bagaimana menampilkan pemetaan dan informasi daerah kerentanan
banjir, longsor, kebakaran hutan kedalam WEB?

4
1.3 Tujuan Penelitian
1. Dapat memetakan daerah rentan banjir, longsor, kebakaran hutan dan
lahan di kabupaten Tapin menggunakan SIG
2. Dapat menampilkan pemetaan dan informasi daerah rentan banjir,longsor,
kebakaran hutan dan lahandi kabupaten Tapin ke dalam WEB

1.4 Manfaat Penelitian


1. Memberi informasi bagi masyarakat terkait daerah sebaran banjir
longsor, kebakaran hutan dan lahan di kabupaten Tapin sehingga dapat
meningkatkan kewaspadaan terhadap banjir .
2. Memberi informasi bagi para perencana dan pengambil kebijakan dalam
menetapkan program pembangunan dan pengolahan daerah-daerah
sebaran banjir,longsor, kebakaran hutan dan lahan
3. Sebagai bahan masukan atau kajian bagi peneliti selanjutnya khususnya
yang memiliki keterkaitan dengan studi pemetaan kawasan daerah
sebaran banjir SIG WEB.

1.5 Batasan Masalah


Batasan Masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Data yang digunakan adalah data peta digital yang diperoleh dari beberapa
instansi terkait
2. Pembuatan Webgis ini menggunakan plugin dari opensource QGIS
3. Visualisasi peta menggunakan Leaflet.
4. Bahasa untuk sisi client menggunakan HTML, CSS dan JavaScript.
5. Visualisasi wilayah menggunakan GeoJSON
6. Penghubung antara Leaflet dan GeoJSON menggunakan Leaflet AJAX
7. Database menggunakan MySQL

6
1.6 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan dan menjelaskan latar belakang, rumusan masalah,
maksud dan tujuan, serta Batasan masalah dari penelitian.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini berisikan dan menjelaskan mengenai landasan teori yang
menjadi acuan, parameter, sumber data, dan literatur untuk penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini berisikan dan menjelaskan mengenai lokasi penelitian, jadwal
penelitian, data yang diperlukan, metode pengumpulan data, dan analisis
data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisikan dan menjelaskan pembahasan dari hasil pemrosesan
data.
BAB V PENUTUP

7
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Letak Geografis Kabupaten Tapin

Kabupaten Tapin dengan ibukotanya Rantau terletak di provinsi


Kalimantan Selatan dengan batas-batas;sebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Hulu Sungai Selatan, sebelah selatan berbatasan dengan
Kabupaten Banjar, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Barito Kuala
dan sebelah Timur berbatasan dengan Hulu Sungai Selatan. Secara
astronomis Kabupaten Tapin terletak diantara 20.32’.43” – 3o.00’.43” Lintang
Selatan dan antara 1140.46’.13” – 1150.30’.33” Bujur Timur(BPS Kabupaten
Tapin, 2017).

Wilayah Kabupaten Tapin yang meliputi 12 kecamatan dengan 135


desa memiliki luas daerah 2.174,95 Km2 atau sekitar 5,8 % dari luas Provinsi
Kalimantan Selatan Daerah luas terbesar adalah Kecamatan Candi Laras
Utara dengan luas 681,40 km2 atau sebesar 31,33 % dari Luas keseluruhan
Kabupaten Tapin sementara daerah dengan luas terkecil adalah kecamatan
Tapin Utara dengan Luas 32,34 km2 atau sebesar 1,49 % dari luas Kabupaten
Tapin.Luas wilayah Kabupaten Tapin per kecamatan secara lebih rinci dapat
dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut KecamatanKabupaten Tapin Tahun 2016

LUAS
NO KECAMATAN PERSENTASE
(Km2)
(%)

1 Binuang 132,39 6,09

2 Hatungun 95,60 4,40

3 Tapin Selatan 153,44 7,05

4 Salam Babaris 72,80 3,35

5 Tapin Tengah 309,56 14,23

6 Bungur 91,26 4,20

7 Piani 200,09 9,20

8
8 Lokpaikat 93,89 4,32

9 Tapin Utara 32,34 1,49

10 Bakarangan 62,57 2,88

11 Candi Laras Selatan 249,61 11,48

12 Candi Laras Utara 681,40 31,33

jumlah 2.174,95 100

Sumber : BPS Kabupaten Tapin Dalam Angka Tahun 2017

Apabila dilihat dari letak ketinggiannya dari permukaan laut diketahui


bahwa kebanyakan luas daerah di Kabupaten Tapin berada pada kelas
ketinggian 0-7 m dari permukaan laut, yakni sebesar 67,34% luas wilayah.
Sedangkan luas wilayah dengan ketinggian lebih dari 500 m di atas
permukaan laut hanya berkisar 1,21% luas wilayah.Jika dilihat dari kelas
kemiringannya, Kabupaten Tapin merupakan daerah yang landai dengan
kemiringan 0-2% yang meliputi 82,93% dari luas daerah di Kabupaten Tapin.
Sedangkan pada kelas kemiringan antara 2,1 – 8 % hanya meliputi 0,62%
dari luas wilayah Kabupaten Tapin(BPS Kabupaten Tapin, 2017).

Gambar 1. Peta Kabupaten Tapin

9
2.2. Pengertian Bencana
Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut:
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.Definisi tersebut menyebutkan
bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia.Oleh
karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga
mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana
sosial.
 Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor.
 Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
 Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat
berdasarkan tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban dan/ataupun
kerusakan. Jika terjadi bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih
dari satu wilayah, maka dihitung sebagai satu kejadian (Badan
Penanggulangan Bencana Daerah, 2017).
Sebagai negara rawan bencana, sangat penting bagi Indonesia
memiliki kesiapsiagaan dalam mengantisipasi bencana untuk dapat
mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana tersebut.Upaya

29
pencegahan dan mitigasi bencana menjadisangat pentinguntukmengurangi
risiko bencana yangmungkin timbul.(Bayuaji Dkk, 2016).
2.3 Kerentanan Bencana
Kerentanan (Vulnerability) didefinisikan sebagai kondisi karakteristik
geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya, biologis dan teknologi suatu
masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu, dan yang dapat
mengurangi kemampuan dari masyarakat untuk mencegak, meredam dan
mencapai kesiapan ataupun untuk menanggapi dampak bahaya tertentu.
(Cannon, T., 1994).
Kerentanan merupakan kondisi masyarakat yang menyebabkan
ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bencana. Tingkat kerentanan
adalah suatu hal penting untuk diketahui sebagai salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya bencana, karena bencana baru akan terjadi
bila bahaya terjadi pada kondisi yang rentan, seperti yang dikemukakan
Awotona (1997).
Berdasarkan pengertian diatas kerentanan merupakan kondisi pra
bencana yang berpotensi menjadi bencana apabila bertemu dengan bahaya
(hazard). Jadi apabila dalam suatu wilayah rawan memiliki kerentanan tinggi
maka akan mengakibatkan elemen risiko (element at risk) untuk terpapar
bahaya menjadi semakin besar kemudian akan meningkatkan risiko bencana.
Elemen risiko merupakan segala objek yang ada dalam suatu wilayah
bencana dapat berupa permukiman, lahan pertanian, prasarana umum
(Sutikno, 2006). Namun risiko bencana dapat dikurangi apabila dalam suatu
wilayah memiliki kapasitas baik. Kapasitas dapat diartikan sebagai segala
sumber daya yang dimiliki masyarakat baik bersifat individu, kelompok atau
manajerial (leadership) (UN ISDR 2005). Jadi untuk memahami suatu
bencana terdapat tiga hal penting yang saling berkaitan yaitu kerentanan,
kerawanan dan kemampuan. Tiga hal tersebut dapat dikuantifikasi kedalam
suatu rumus (Gambar 2.1 ).

30
Gambar 2.1. Hubungan Antara Kerentanan, Ancaman dan Kemampuan
Penilaian kerentanan memiliki tingkatan; tingkat negara, kota besar
(mega-city), kabupaten dan lokal (rumah tangga) (Villagrán, 2006). Setiap
tingkatan menggunakan metode yang berbeda, namun secara umum terdapat
tiga aspek yang menjadi bahan analisis yaitu kondisi sosial, ekonomi dan
fisikal
2.4 Kapasitas Bencana
Kapasitas merupakan seperangkat kemampuan yang memungkinkan
masyarakat untuk meningkatkandaya tahan terhadap efek bahaya yang
mengancam/merusak, dan meningkatkan ketahanan serta kemampuan
masyarakat untuk mengatasi dampak dari kejadian yang membahayakan.
Kekuatan/potensiyang ada pada diri setiap individu dan kelompok sosial.
Kapasitas ini dapat berkaitan dengansumberdaya, keterampilan, pengetahuan,
kemampuan organisasi dan sikap untuk bertindak dan merespon suatu krisis
(Anderson dan Woodrow, 1989 dalam Bayuaji dkk, 2016).
2.5 . Jenis Jenis Bencana

2.5.1. Banjir
2.5.1.1 Pengertian Banjir
Banjir dalam penafsiran universal merupakan debit aliran air sungai
dalam jumlah yang besar, ataupun debit aliran air di sungai secara relatif
lebih besar dari keadaan wajar akibat hujan yang turun di hulu ataupun di
sesuatu tempat tertentu terjalin secara terus menerus, sehingga air tersebut
tidak bisa ditampung oleh alur sungai yang terdapat, hingga air melimpah
keluar serta menggenangi wilayah sekitarnya (Peraturan Dirjen RLPS Nomor.
04 thn 2009).
Banjir ialah kejadian dimana daratan yang umumnya kering (bukan
wilayah rawa) jadi tergenang oleh air, perihal ini diakibatkan oleh curah
hujan yang besar serta keadaan topografi daerah berbentuk dataran rendah
sampai cekung.Tidak hanya itu, terbentuknya banjir pula bisa diakibatkan
oleh limpasan air permukaan (runoff) yang meluap serta volumenya melebihi
kapasitas pengaliran sistem drainase ataupun sistem aliran
sungai.Terbentuknya musibah banjir pula diakibatkan oleh rendahnya

31
keahlian infiltrasi tanah, sehingga menimbulkan tanah tidak sanggup lagi
meresap air. Banjir bisa terjalin akibat menaiknya permukaan air lantaran
curah hujan yang diatas wajar, pergantian temperatur, tanggul/ bendungan
yang bobol, pencairan salju yang kilat, terhambatnya aliran air di tempat
lain(Bakornas, 2007).

2.5.1.2. Penyebab Banjir


Penyebab banjir antara lain :
1. Hujan, dimana dalam jangka waktu yang panjang atau besarnya
hujan selama berhari hari.
2. Erosi tanah, dimana menyisakan batuan yang menyebabkan air
hujan mengalir deras diatas permukaan tanah tanpa terjadi
resapan.
3. Buruknya penanganan sampah yaitu menyumbatnya saluran-
saluran air sehingga tubuh air meluap dan membanjiri daerah
sekitarnya.
4. Pembangunan tempat pemukiman dimana tanah kosong diubah
menjadi jalan atau tempat parkir yang menyebabkan hilangnya
daya serap air hujan. Pembangunan tempat pemukiman bisa
menyebabkan meningkatnya risiko banjir sampai 6 kali lipat
dibandingkan tanah terbuka yang biasanya mempunyai daya
serap tinggi.
5. Bendungan dan saluran air yang rusak dimana menyebabkan
banjir terutama pada saat hujan deras yang panjang.
6. Keadaan tanah dan tanaman dimana tanah yang ditumbuhi
banyak tanaman mempunyai daya serap air yang besar.
7. Didaerah bebatuan dimana daya serap air sangat kurang
sehingga bisa menyebabkan banjir kiriman atau banjir bandang
(IDEP, 2007).
2.5.1.3. Dampak Banjir
Banjir akan terjadi gangguan-gangguan pada beberapa aspek berikut :

32
1. Aspek penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal,
hanyut, tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian,
berjangkitnya penyakit seperti penyakit kulit, demam berdarah,
malaria, influenza, gangguan pencernaan dan penduduk
terisolasi.
2. Aspek pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau
hilangnya dokumen, arsip, peralatan, perlengkapan kantor dan
terganggunya jalannya pemerintahan.
3. Aspek ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian,
tidak berfungsinya pasar tradisional, kerusakan atau hilangnya
harta benda, ternak dan terganggunya perekonomian masyarakat
4. Aspek sarana/prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah
penduduk, jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran,
fasilitas sosial dan fasilitas umum, instalasi listrik, air minum
dan jaringan komunikasi.
5. Aspek lingkungan, antara lain berupa kerusakan ekosistem,
objek wisata, persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan
kerusakan tanggul/jaringan irigasi (Mistra, 2007; Rahayu dkk,
2009).
2.5.2 Tanah Longsor
2.5.2.1 Pengertian Tanah Longsor

Tanah longsor merupakan contoh dari proses geologi yang disebut


dengan mass wasting yang sering juga disebut gerakan massa (mass
movement), merupakan perpindahan massa batuan dan tanah dari tempat yang
tinggi ke tempat yang rendah karena gaya gravitasi. Setelah batuan lapuk,
gaya gravitasi akan menarik material hasil pelapukan ke tempat yang lebih
rendah. Mengingat dampak yang dapat ditimbulkan oleh bencana tanah
longsor, maka identifikasi daerah kejadian tanah longsor penting untuk
dilakukan agar dapat diketahui penyebab utama longsor dan karakteristik dari
tiap kejadian longsor sehingga dapat menjadi rujukan dalam mitigasi bencana
longsor berikutnya. Identifikasi daerah kejadian longsor juga penting untuk
mengetahui hubungan antara lokasi kejadian longsor dengan faktor

33
persebaran geologi (batuan) dan tata guna lahan di daerah terjadinya longsor,
sehingga dapat diketahui tata guna lahan yang sesuai pada setiap karakteristik
lahan dan geologinya (Dhuha Ginanjar Bayuaji dkk, 2016).
Bahaya tanah longsor dibuat berdasarkan pengklasifikasian zona
kerentanan gerakan tanah yang dikeluarkan oleh PVMBG dan dikoreksi
dengan kemiringan lereng di atas 15%. Bagi wilayah kabupaten/kota yang
belum memiliki zona kerentanan gerakan tanah, bahaya tanah longsor dibuat
dengan mengacu pada RSNI Penyusunan dan Penentuan Zona Kerentanan
Gerakan Tanahyang dikeluarkan oleh PVMBG (2015). Catatan: Terdapat
banyak parameter yang dipersyaratkan di dalam RSNI untuk metode
deterministik. Paramater yang digunakan tersebut merupakan justifikasi
terhadap ketersediaan data secara spasial (Resiko Bencana Indonesia, 2016).

2.5.2.2Faktor – Faktor Kerawanan Longsor


Longsor merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan masa
tanah terjadi pada saat tertentu dalam volume yang relatif besar. Peristiwa tanah
longsor dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan atau kombinasinya, sering
terjadi pada lereng-lereng alam. Longsoran akan terjadi jika terpenuhi tiga keadaan
sebagai berikut (Sitanala Arsyad, 1989) :
a) Adanya lereng yang cukup curam sehingga massa tanah dapat bergerak atau
meluncur ke bawah.
b) Adanya lapisan di bawah permukaan massa tanah yang agak kedap air dan
lunak, yang akan menjadi bidang luncur.
c) Adanya cukup air dalam tanah sehingga lapisan massa tanah yang tepat di
atas lapisan kedap air tersebut menjadi jenuh.
d)
2.5.2.3. Dampak Bencana Longsor Bagi Lingkungan dan Kehidupan
Banyak akibat yang ditimbulkan karena terbentuknya tanah longsor baik
akibat terhadap kehidupan manusia, hewan serta tanaman ataupun akibatnya
terhadap penyeimbang area.
a. Akibat Terhadap Lingkungan

34
Ada pula akibat yang ditimbulkan terhadap area akibat terbentuknya tanah
longsor merupakan:
1. Terbentuknya kehancuran lahan.
2. Hilangnya vegetasi penutup lahan.
3. Terganggunya penyeimbang ekosistem.
4. Lahan jadi kritis sehingga cadangan air dibawah tanah menipis.
5. Terbentuknya tanah longsor bisa menutup lahan yang lain semacam
sawah, kebun serta lahan produktif lainya.
b. Akibat Terhadap Kehidupan
Terbentuknya bencanatanah longsor mempunyai akibat besar terhadap
kehidupan, spesialnya manusia.Apabila tanah longsor itu terjalin pada daerah yang
mempunyai kepadatan penduduk yang besar, hingga korban jiwa yang
ditimbulkanakan sangat besar, paling utama bencanan tanah longsor yang terjalin
secara seketika tanpa dimulai terdapatnya tandatanda hendak terbentuknya tanah
longsor. Ada pula akibat yang ditimbulkan dengan terbentuknya tanah longsor
terhadap kehidupan merupakan:
1. Bencanan longsor banyak menelan korbasn jiwa.
2. Terbentuknya kehancuran infrastruktur publik semacam jalur, jembatan
serta sebagainya.
3. Kehancuran bengunan- bangunan semacam gedung perkantoran serta
perumahan penduduk dan fasilitas peribadataan.Membatasi proses
kegiatan manusia serta merugikan baik warga yang terdapat disekitar
musibah maupub pemerintah

Tanah longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu


peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah
dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar
tanah. Secara umum kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor
pendorong dan faktor pemicu. Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi kondisi material sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah
faktor yang menyebabkan bergeraknya material tersebut. Meskipun penyebab
utama kejadian ini adalah gravitasi yang memengaruhi suatu lereng yang
curam, namun ada pula faktor faktor lainnya yang turut berpengaruh,yaitu:

35
- Erosi yang disebabkan aliran air permukaan atauair hujan,sungai-sungai
atau gelombang laut yang menggerusak kelereng-lereng bertambah
curam.
- Lereng dari bebatuan dan tanah diperlemah melalui saturasi yang
diakibatkan hujan lebat.
- Gempa bumi menyebabkan getaran, tekanan pada partikel-partikel
mineral dan bidang lemah pada massa batuan dan tanah yang
mengakibatkan longsornya lereng-lereng tersebut.
- Gunung berapi menciptakan simpanan debu yang lengang, hujan lebat
dan alirandebu-debu.
- Getaran dari mesin, lalu lintas, penggunaan bahan-bahan peledak, dan
bahkanpetir.

2.5.3. Kebakaran Hutan dan Lahan


. Kebakaran hutan didefinisikan sebagai pembakaran yang tidak
tertahan dan dapat menyebar secara bebas serta mengonsumsi bahan bakar
yang tersedia di hutan, antara lain terdiri dari serasah, rumput, cabang kayu
yang sudah mati, patahan kayu, batang kayu, tunggak, daun-daunan dan
pohon-pohon yang masih hidup (Rasyid, Fachmi, 2014).

Kebakaran Hutan menurut SK. Menhut. No. 195/Kpts-II/1996 yaitu


suatu keadaan dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan
hutan dan hasil hutan yang menimbulkan kerugian ekonomi dan
lingkungannya. Kebakaran hutan merupakan salah satu dampak dari semakin
tingginya tingkat tekanan terhadap sumber daya hutan. Dampak yang
berkaitan dengan kebakaran hutan atau lahan adalah terjadinya kerusakan dan
pencemaran lingkungan hidup, seperti terjadinya kerusakan flora dan fauna,
tanah, dan air. Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi hampir setiap
tahun walaupun frekwensi, intensitas, dan luas arealnya berbeda ( Haris dkk,
2013).

2.5.3.1 Faktor-faktor kerentanan terhadap kebakaran hutan dan lahan

36
Faktor kerentanan terhadap kebakartan hutan dan lahan berdasarkan
teori yang didapat yakni oleh ulah manusia dan faktor alami(Latifah &
Pamungkas, 2013).
1. Faktor Alami
a. Iklim, kondisi iklim yang ekstrim seperti musim kemarau yang panjang
menyebabkan kerentanan terhadap bencana kebakaran semakin meningka.
b. Vegetasi Gambut, faktor pemicu yang menjadi penyebab semakin hebatnya
kebakaran hutan dan lahan ialah lahan gambut yang menyimpan panas.
c. Vegetasi Kayu, Vegetasi kayu menjadi pemicu meningkatnya kerentanan
kebakaran hutan dan lahan. Vegetasi kayu yang mudah terbakar dapat
menjadi pemicu terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan.
d. Ketersediaan Pasokan Air, pembuatan kanal-kanal dan parit di lahan gambut
telah menyebabkan gambut mengalami pengeringan yang berlebihan dimusim
kemarau dan mudah terbakar.
e. Hasil Hutan, kurangnya insentif dan disinsentif terhadap perusahaan perhutani
menyebabkan kurang diperhatikannya managemen kebakaran oleh dapat
menjadi kerentanan bencana kebakaran hutan dan lahan.
f. Hasil Pertanian, pembakaran hutan dan lahan secara sengaja untum pertanian
juga merupakan penyebab kebakaran yang utama.
2. Faktor Manusia
a. Kegiatan penduduk, kegiatan-kegiatan penyiapan lahan untuk berbagai
macam bentuk usaha pertanian dan kehutanan dapat menimbulkan bencana
kebakaran. Kegiatan penduduk seperti halnya membakar lahan, membuang
punting rokok atau membakar api unggun ketika berkemah sering kali menjadi
penyebab bencana kebakara.
b. Mata Pencaharian, masyarakat yang menggantungkan mata pencaharian dari
hasil hutan sering kali lalai membakar vegetasi.
Jaringan Jalan, dengan jaringan jalan yang cukup memadai akan memudahkan
mobilisasi peralatan dan juga tenaga untuk penanggulangan kebakaran yang
terjadi, kondisi jaringan jalan yang kurang memadai untuk menuju akses titik-
titik rawan terjadinya bencana kebakaran sering kali menghambat proses
pemadaman api secara cepat.

37
d. Pengadaan Prasarana Pemadam Kebakaran, pendayagunaan sarana dan
prasarana yang telah ada diperlukan inventarisasi terhadap peralatan yang
diperlukan berdasarkan skala prioritas. Minimnya penyediaan prasarana
pemadam masyarakat menginisiasi dengan dana swadaya untuk membeli
peralatan pemadaman kebakaran.
e. Peningkatan jumlah penduduk berpengaruh terhadap pembukaan hutan dan
lahan dimana api digunakan sebagai teknik dalam persiapan lahan.

2.6. Parameter Penelitian

Adapun parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai


berikut: curah hujan, tata guna lahan, infiltrasi tanah/jenis tanah, dan
kemiringan lereng/ kelerengan.

2.6.1. Curah Hujan


Curah hujan merupakan data yang paling fundamental dalam
perhitungan debit banjir rencana (design flood). Analisis data hujan
dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan dan analisis statistik
yang diperhitungkan dalam perhitungan debit banjir rencana. Data curah
hujan yang dipakai untuk perhitungan debit banjir adalah hujan yang terjadi
pada daerah aliran sungai pada waktu yang sama. Curah hujan yang
diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan
rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah
yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan
ini disebut curah hujan area dan dinyatakan dalam mm (Sosrodarsono dkk,
2003). Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan
yang terjadi hanya pada satu tempat/titik saja (point rainfall). Mengingat
hujan sangat bervariasi terhadap tempat (space), maka untuk kawasan yang
luas, satu alat penakar hujan belum dapat menggambarkan hujan wilayah
tersebut. Curah hujan area ini harus diperkirakan dari beberapa titik
pengamatan curah hujan. Sedangkan data hujan yang terpilih setiap tahun
merupakan hujan maksimum harian DAS untuk tahun yang bersangkutan
(Suripin, 2004).

38
Maka dalam menentukan debit banjir rencana (design flood),
diperlukanlah harga suatu intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan
adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana
air tersebut berkonsentrasi. Analisis intensitas curah hujan ini dapat diproses
dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau. Sedangkan untuk
menghitung intensitas curah hujan, dapat digunakan beberapa macam
metode, antara lain metode Dr.Mononobe, metode Talbot dan metode
Tadashi Tanimoto. Metode Dr.Mononobe, digunakan untuk menghitung
intensitas curah hujan apabila yang tersedia adalah data curah hujan harian.
(Loebis, 1987).
Sedangkan metode Talbot, digunakan apabila data curah hujan yang
tersedia adalah data curah hujan jangka pendek. (Joesron Loebis, 1987).
Kemudian untuk Metode Tadashi Tanimoto, mengembangkan distribusi
hujan jam-jaman yang dapat digunakan di Pulau Jawa. (Bambang, 2008)

2.6.2. Tata Guna Lahan / Penggunaan lahan


Tata Guna Lahan (Platt, 2004) Tata guna lahan (land use) merupakan
suatu upaya dalam merencanakan penggunaan lahan dalam suatu kawasan
yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi tertentu,
misalnya fungsi pemukiman, perdagangan, industri, dll. Rencana tata guna
lahan merupakan kerangka kerja yang menetapkan keputusan-keputusan
terkait tentang lokasi, kapasitas dan jadwal pembuatan jalan, saluran air
bersih dan air limbah, gedung sekolah, pusat kesehatan, taman dan pusat-
pusat pelayanan serta fasilitas umum lainnya. Sehingga dalam hal ini tata
guna lahan dapat didefinisikan sebagai lahan yang dimanfaatkan oleh
manusia. Penggunaan lahan biasanya sebagai taman, kehutanan, sarana
peternakan, dan lahan pertanian.
2.6.3. Infiltrasi Tanah/Jenis Tanah
Infiltrasi Tanah dan Struktur Tanah Infiltrasi tanah adalah perjalanan
air ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler dan grafitasi. Proses terjadinya
infiltrasi melibatkan beberapa proses yang saling berhubungan yaitu proses
masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah, tertampungnya air

39
hujan tersebut ke dalam tanah dan proses mengalirnya air tersebut ke tempat
lain yang dipengaruhi oleh tekstur, struktur, kelembaban, organism,
kedalaman dan vegetasi (Asdak. 2004).
Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah berupa kecepatan
infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan air oleh tanah serta
merupakan satu-satunya sifat fisik tanah yang tetap dan tidak mudah diubah
oleh tangan manusia jika tidak ditambah dari tempat lain. Besarnya laju
infiltrasi tanah pada lahan tak bervegetasi tidak akan pernah melebihi laju
intensitas hujan, sedangkan pada kawasan lahan bervegetasi, besarnya laju
infiltrasi tidak akan pernah melebihi laju intensitas curah hujan efektif
(Asdak, 2004).

2.6.4. Kemiringan Lereng/Kelerengan


Kemiringan Lereng Faktor panjang lereng merupakan perbandingan tanah
yang tererosi pada suatu panjang lereng terhadap tanah tererosi pada panjang
lereng 22,1 m, sedangkan faktor kemiringan lereng adalah perbandingan
tanah yang tererosi pada suatu kemiringan lahan terhadap tanah yang tererosi
pada kemiringan lahan 9% untuk kondisi permukaan lahan yang sama
(Suripin, 2004). Kemiringan lereng mempengaruhi jumlah dan kecepatan
limpasan permukaan, drainase permukaan, penggunaan lahan dan erosi.
Diasumsikan semakin landai kemiringan lerengnya, maka aliran limpasan
permukaan akan menjadi lambat dan kemungkinan terjadinya genangan atau
banjir menjadi besar, sedangkan semakin curam kemiringan lereng akan
menyebabkan aliran limpasan permukaan menjadi cepat sehingga air hujan
yang jatuh akan langsung dialirkan dan tidak menggenangi daerah tersebut,
sehingga resiko banjir menjadi kecil. Semakin landai daerah maka tingkat
kerawanan banjir tinggi begitu pula sebaliknya.(Pratomo A.J., 2008).

2.7 Skoring Parameter


Harkat atau skor (Scoring) adalah pemberian nilai terhadap suatu

polygon peta untuk memberikan tingkat kedekatan, keterkaitan, atau

40
beratnya dampak tertentu pada suatu fenomena secara spasial.

Pemberian harkat pada masing-masing parameter berbeda sesuai

dengan seberapa besar parameter tersebut berpengaruh dalam terjadinya

banjir (Pratomo, 2008).

2.7.1. Skoring curah hujan

Curah hujan merupakan parameter yang sangat berpengaruh dalam


bencana banjir setelah kelerengan dan jenis tanah. Satuan curah hujan yang
digunakan adalah dalam millimeter pertahun dan penentuan harkat untuk
kelas curah hujan dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini

Tabel 2.Kelas Curah Hujan


Sumber:Asdak,(1995),danInterpretasiPenulis,(2011)
No Kriteria Keterangan Harkat
1. 0–1.000mm/tahun SangatRendah 10
2. 1.000–1.500 mm/tahun Rendah 20
3. 1.500–2.500mm/tahun Sedang 30
4. 2.500–3.500mm/tahun Tinggi 40
5. 3.500-5.000mm/tahun SangatTinggi 50

2.7.2. Skoring. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan dibagi dalam 5 tipe yaitu berhutan hingga lahan

terbuka. Kawasan berhutan memiliki harkat terkecil karena memiliki dampak

yang kecil terhadap timbulnya banjir, sedangkan kawasan lahan terbuka diberi

harkat terbesar karena sangat berpengaruh terhadap munculnya bencana banjir.

Pemberian harkat terhadap lima tipe penggunaan lahan dapat dilihat pada

Tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3 .Kelas Penggunaan Lahan.

41
No Kriteria Keterangan Harkat
1 Berhutan Sangat Baik 5
2 Perkebunan, Semak Belukar Baik 10
3 Pertanian, Sawah,dan Tegalan Sedang 15
4 Pemukiman Kurang Baik 20
5 Lahan Tanpa Vegetasi Sangat Kurang Baik 25

Sumber:Pratomo,(2008) dan Hasil Interpretasi Penulis,(2011).

2.7.3. Skoring Jenis Tanah/ infiltrasi tanah

Jenis tanah sangat berpengaruh terhadap proses infiltrasi. Jenis- jenis

tanah yang memiliki tekstur halus memiliki tingkat infiltasi yang rendah

sehingga menimbulkan aliran permukaan (runoff) meningkat. Sebaliknya

jenis tanah yang bertekstur kasar memiliki daya infiltrasi yang

tinggi.Semakin tinggi daya infiltrasi maka semakin rendah aliran

permukaan. Sebaliknya semakin rendah daya infiltrasi maka semakin tinggi

aliran permukaan. Harkat terhadap jenis tanah sesuai dengan kriterianya

dapatdilihat pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Kelas Jenis Tanah

No Kriteria Keteranga Harkat


n
1 Aluvial, Planosol, Hidromorf kelabu, laterik TidakPeka 15
air tanah
2 Latosol Agak Peka 30
3 Tanah hutan cokelat, Tanah mediteran sedang 45

4 Andosol,Laterik,Grumosol,Podsol Podsolic Peka 60


5 Regosol,Litosol,Organosol,Renzina Sangat Peka 75

2.7.4. Skoring kelerengan

42
Kelas kelerengan dibagi dalam 5 (lima) kelas criteriadengan

kemiringan minimal adalah 0% dan kemiringan maksimal adalah >40%.

Pemberian harkat untuk kelas kelerengan,merupakan harkat tertinggi

dibandingkan dengan kelas parameter lainnya.Secara lengkap kelas

kelerengan dan bobotnya dapat dilihat pada Tabel5 dibawah ini;

Tabel 5 .Kelas Kelerengan

No Kriteria Keterangan Harkat


1 . >40% Sangat curam 20
2 . 26-40% Curam 40
3 16-25% Agak curam 60
4 8-15% Landai 80
5 . 0-7% Datar 100
Sumber:PeraturanDirjenRLPS No. SK.167/V-SET/2004

2.7.5. Klasifikasi Tingkat Kerentanan Banjir


Klasifikasi tingkat kerentanan banjir dapat dilihat di tabel 6 berikut

(Quintao,2011):
Tabel 6 .Klasifikasi Tingkat Kerentanan Banjir

Kelas Kerentanan Interval Total Harkat


1. N Tidak Rentan 50-90
2. Kurang Rentan 91-130
3. Sedang 131-170
4. Rentan 171-210
5. SangatRentan 211-250

43
2.7.6. Klasifikasi Tingkat Kerentanan Longsor
Klasifikasi tingkat kerentanan longsor dapat dilihat pada tabel 7

sebagai berikut (Quintao,2011):

Tabel 7. Klasifikasi kerentanan longsor lahan

No Interval total skor Kriteria kerentanan Kelas

1 9-15 Rendah I

2 16-22 Sedang II

3 23-29 Tinggi III

4 30-36 Sangat tinggi IV

2.8 Sistem Informasi Geografis


2.8.1 Pengertian Sistem Informasi Geografis

Sistem Data Geografi( SIG) ialah sistem data berbasis pc yang digunakan
secara digital buat menggambarkan serta menganalisa identitas geografi yang
ditafsirkan pada permukaan bumi serta kejadian- kejadiannya (atribut- atribut

44
non spasial buat dihubungkan dengan riset menimpa geografi). (Dewi
Handayani U. N, R. Soelistijadi serta Sunardi. 2005)

Menurut Dewi Handayani U. N, R. Soelistijadi serta Sunardi( 2005)


Sistem Data Geografi menciptakan aspek informasi spasial serta informasi
non spasial. Informasi geografi yang telah komputerisasi berfungsi berarti
menciptakan pergantian gimana memakai serta mengenali data tentang bumi.

Penggunaan sig juga memiki beberapa keuntungan diantaranya adalah:

1. SIG mempunyai kemampuan untuk memilih dan mencari detail yang diinginkan,
menggabungkan satu kumpulan data dengan kumpulan data lainnya, melakukan
perbaikan data dengan lebih cepat dan memodelkan data serta menganalisis suatu
keputusan.
2. SIG dengan mudah menghasilkan peta-peta tematik yang dapat digunakan untuk
menampilan informasi-informasi tertentu. Peta-peta tematik tersebut dapat
dibuat dari peta-peta yang sudah ada sebelumnya, hanya dengan memanipulasi
atribut-atributnya.
3. SIG memiliki kemampuan untuk menguraikan unsur-unsur yang terdapat di
permukaan bumi menjadi beberapa layer data spasial, dengan layer permukaan
bumi dapat direkonstruksi kembali.

Dengan demikian aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan


berkenaan dengan (Budianto, Eko. 2010.):

1) Lokasi: Ada apa di lokasi tertentu (di lereng gunung, di desa A), apa yang
terjadi di lokasi tersebut (rawan banjir, ada deposit emas, curah hujannya tinggi,
dan sebagainya).
2) Kondisi : Dimana lokasi jalan yang paling macet, berapa besar potensi tambang
yang ada di Kabupaten X dan sebagainya.
3) Kecenderungan/Trend: Seberapa besar tingkat degradasi kawasan hutan lindung
di DAS dan sebagainya.
4) Pola: Bagaimana hubungan antara jenis tanah dan produksi gondorukem,
bagaimana pola penyebaran penyakit di sekitar kawasan industri kayu dsb.

45
5) Simulasi/Modeling : Berapa besar menurunnya erosi bila luas hutan di hulu
Sungai Jeneberang meningkat sebesar 1.000 hektar

2.8.2 Model Informasi Dalam Sistem Data Geografi

Koko Mukti Wibowo, Dkk. 2015 Model informasi vektor diwakili oleh
simbol- simbol ataupun berikutnya didalam SIG diketahui dengan feature,
semacam feature titik( point), featuregaris( line), serta featurearea( surface).
Model informasi raster ialah informasi yang sangat simpel, dimana tiap data
ditaruh dalam grid, yang berupa suatu bidang.Grid tersebut diucap dengan
pixel. Informasi yang ditaruh dalam format in informasi hasil scanning,
semacam citra satelit digital (Wibowo Dkk, 2015).

2.8.3 Analisa Spasial SIG


Kekuatan SIG sebenarnya terletak pada kemampuan untuk menganalisis dan
mengolah data dengan volume yang besar. Pengetahuan bagaimana cara
mengekstrak data dan bagaimana menggunakannya merupakan kunci analisis dalam
SIG. Kemampuan analisis berdasarkan aspek spasial yang dapat dilakukan oleh SIG
(Prahasta, 2002) antara lain :
1. Klasifikasi yaitu mengelompokkan data spasial menjadi data spasial yang
baru, contohnya adalah mengklasifikasikan tata guna lahan untuk
pemukiman, pertanian, perkebunan, ataupun hutan berdasarkan analisis
data kemiringan atau data ketinggian.
2. Overlay yaitu menganalisis dan mengintegrasi dua atau lebih data spasial
yang berbeda, misal menganalisis daerah rawan erosi dengan
mengoverlaykan data ketinggian, jenis tanah, dan curah hujan. 3.
Networking yaitu analisis yang bertitik tolak pada jaringan yang terdiri
dari garis-garis dan titik yang saling terhubung, Analisis ini sering dipakai
dalam berbagai bidang, misalnya pada sistem jaringan telepon, kabel
listrik, pipa minyak atau gas.

46
3. Buffering merupakan analisis yang menghasilkan buffer atau penyangga
yang bisa berbentuk lingkaran atau polygon yang melingkupi suatu objek
dan luas wilayahnya. Buffering dapat digunakan untuk menentukan jalur
hijau, menggambarkan zona ekonomi ekslusif (ZEE) atau untuk
mengetahui daerah yang terjangkau BTS untuk telepon seluler.
4. Analisis 3 Dimensi merupakan analisis yang sering digunakan untuk
memudahkan pemahaman karena data divisualisasikan dalam 3 dimensi,
contohnya penggunaannya adalah untuk menganalisis daerah yang
terkena aliran lava.

2.9 Konsep Topologi


Topologi merupakan pendefinisian secara matematis yang menerangkan
hubungan relative antara objek yang satu dengan objek yang lain yang disesuaikan
dengan karakteristik data seperti line, poligon maupun point/titik. Setiap karakteristik
data tertentu mempunyai rule/aturan tertentu. Rule atau aturan tersebut secara default
telah disediakan oleh software GIS (Riadi, 2011). Topologi dilakukan untuk menjaga
kualitas dari basis datanya. Kebutuhan mendasar dari suatu proses topologi adalah :
1. Menentukan dan membatasi bagaimana objek dapat berbagi secara
geometri.
2. Membuat objek baru dari geometri yang tidak beraturan.
3. Mengedit objek-objek yang mendukung aturan/model topologi yang telah
ditentukan.
4. Tetap menjaga arsitektur basis data yang sudah terbangun secara kontinu
dan mampu menangani data yang sangat besar.

2.10 Basis Data


Konsep mengenai basis data dapat dipandang dari beberapa sudut.Dari sisi
sistem, basisdata merupakan kumpulan tabel-tabel atau file yang saling
berelasi.Sementara dari sisi manjemen, basis data dapat dipandang sebagai kumpulan
data yang memodelkan aktivitas-aktivitas yang terdapat di dalam enterprise-
nya.Selain itu, basis data juga mengandung pengertian kumpulan data non-redundant

47
yang dapat digunakan bersama oleh sistem-sistem aplikasi yang berbeda (Prahasta,
2002).
Kehadiran basis data mengimplikasikan adanya pengertian keterpisahan
antara penyimpanan (storage) fisik data yang digunakan dengan program-program
aplikasi yang mengaksesnya untuk mencegah saling ketergantungan antara data
dengan program-program yang mengaksesnya. Dengan menggunakan sistem basis
data, pengguna, pemrogram atau developer program aplikasi tidak perlu mengetahui
informasi detil mengenai bagaimana data-datanya disimpan (Prahasta, 2002).

2.11 Web Situs/website


Web ialah suatu media data yang terdapat di internet.Web tidak cuma bisa
digunakan buat penyebaran infomasi saja melainkan dapat digunakan buat membuat
toko online. Web merupakan kumpulan dari halaman- halaman web, yang umumnya
terangkum dalam suatu domain ataupun subdomain, yang tempatnya terletak di
dalam World Wide Website( WWW) di Internet. Suatu taman webadalah dokumen
yang ditulis dalam format HTML( Hyper Text Markup Language), yang nyaris
senantiasa dapat diakses lewat HTTP, ialah protokol yang mengantarkan data dari
server web buat ditampilkan kepada para pemakai lewat website browser (Arafat,
2017).

2.12. QGIS
QGIS adalah perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG) Open Source yang
user friendly dengan lisensi di bawah GNU General Public License. QGIS
merupakan proyek tidak resmi dari Open Source Geospatial Foundation (OSGeo).
QGIS dapat dijalankan pada Linux, Unix, Mac OSX, Windows dan Android, serta
mendukung banyak format dan fungsionalitas data vektor, raster, dan basis data
(Qgis.org).
2.13. Qgis2web

QGIS2Web adalah salah satu plugin gratis di software QuantumGIS


(QGIS) dengan fungsi untuk membuat peta web (webgis). QGIS2Web bisa
dikatakan sebagai plugin pengganti bagi QGIS2leaf (Baca: Cara Membuat

48
WebGIS Sederhana dengan Plugin QGIS2Leaf di QuantumGIS) yang kini
sudah tidak dikembangkan lagi. Hal ini karena pengembang QGIS2web salah
satunya juga merupakan pengembang dari qgis2leaf, yakni Tom
Chadwin.Dibandingkan dengan QGIS2leaf, plugin QGIS2web memiliki
beberapa kelebihan.Salah satu yang paling menonjol adalah digunakannya
OpenLayers (OL3) selain LeafletJS.Adapun OpenLayers sebagaimana
LeafletJS merupakan library javascript open-source yang cukup banyak
digunakan untuk membangun webgis.Plugin QGIS2web dapat diinstall
manual dengan mengcopypaste folder ke direktori plugin QGIS di
komputer/laptop, maupun otomatis dengan tool “manage and install plugins”
di QGIS.

2.14 Leaflet
Leaflet ialah JavaScript Library tidak berbayar ( open source) awal buat
pembuatan peta interaktif mobile yang bersahabat. Dengan dimensi kira- kira 33KB,
namun itu sudah mencangkup segala fitur- fitur membuat peta yang diperlukan oleh
pengembang ataupun pembuat peta berbasis website (Webie Ni Maja Dj, Agung
Budi Cahyono, 2016)
Menururt Webie Ni Maja Dj serta Agung Budi Cahyono,( 2016) bahwa Leaflet
didesain dengan kemudahan dalam pemakaian, performa yang baik serta
kebermanfaatan besar. Leaflet bekerja secara efektif buat segala platforms mobile
serta desktop, bisa diintegrasikan dengan banyak plugin, mempunyai desain yang
indah, gampang digunakan, sederhana serta sumber kode yang gampang dibaca.

2.15 GeoJSON
Geojson ialah format informasi yang berbasis JSON( Javascript Object Notation)
serta bisa menampung unsur- unsur geografis. Kelebihannya merupakan kompatibel
dengan banyak model pemrograman pada peta, bisa digunakan pada leaflet JS serta
google maps..GeoJSON bisa ditarik serta ditampilkan dengan Leaflet Javascript
engine, dan bertabiat vektor, maksudnya kala di zoom tidak hendak rusak. Format
informasi lain yang dapat ditarik serta ditampilkan dengan Leaflet Js engine antara
lain Website Feature Service, Website Map Service serta Postgis.(Humam
Zarodi,dkk, 2017).

49
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tapin , Kalimantan Selatan:

50
Lokasi Pengambilan data

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian

3.2 Alat Dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam mendukung proses pembuatan


sistem informasi geografis bencana banjir dan tanah longsor berbasis WEB
adalah sebagai berikut:

3.2.1 Alat

1. Perangkat keras (hardware)

a. Laptop Hp
b. Mouse

51
2. Perangkat lunak (software)
c. Qgis 3.16
d. Sublime Text
e. Xampp
f. Microsoft Office 2010;

3.2.2 Bahan
1. Data Spasial
a. Peta batas administrasi
2. Data Non Spasial
a. Data curah hujan
b. Data penggunaan lahan/tata guna lahan
c. Data jenis tanah / infiltrasi tanah
d. Data kelerengan/ kemiringan lereng

3.3 Metode Penelitan


Dalam penelitan ini menggunakan metode tumpang susun (overlay). Metode
overlay merupakan metode tumpang susun dari berbagai peta individu yang
memiliki informasi atau database yang spesifik. Metode overlay dapat dilakukan
dengan minimal 2 jenis peta yang berbeda untuk mendapatkan informasi baru.
(Rachmah Z., 2018).
Menurut Prahasta, Eddy. (2006) Overlay merupakan suatu sistem informasi
dalam bentuk grafis yang dibentuk dari penggabungan berbagai peta individu
(memiliki informasi/database yang spesifik). Overlay peta dilakukan minimal
dengan 2 jenis peta yang berbeda secara teknis dikatakan harus ada polygon yang
terbentuk dari 2 jenis peta yang dioverlaykan. Jika dilihat data atributnya, maka
akan terdiri dari informasi peta pembentukya (Prahasta, Eddy. 2006), contohnya,
melakukan overlay peta tofografi dengan peta penggunaan lahan, maka di peta
barunya akan menghasilkan polygon baru berisi atribut topografi dan penggunaan
lahan

52
3.4 Diagram Alir

Mulai

Studi literatur

Pengumpulan data

Data Curah Data Penggunaan Data Jenis Tanah Data Kelerengan Peta Administrasi
Hujan Lahan (Geologi) Kab. Tapin

Klasifikasi data

Skoring Data

Analisis Kerentanan Bencana(Overlay)

- Peta Kerentanan Banjir

- Peta Kerentanan Longsor

- Peta kerentanan Kebakaran Hutan dan


lahan

T
Data OK

53
A

Pembuatan WebGIS menggunakan


Plugin qgi2web

Peta Kerentanan Banjir, Peta


KerentananLongsor dan Peta
kerentanan Kebakaran Hutan
dan Lahan Berbasis Web

Pelaporan

Kesimpulan

Selesa
i

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian

Keterangan diagram alir penelitian :


1. Persiapan Tahap ini merupakan tahap awal yang harus dilakukan untuk
mempersiapkan bahan-bahan serta alat yang akandigunakan dalam
penelitian ini.
2. Studi Literatur yaitu mengumpukan literatur-literatur yang berhubungan
dengan topik penelitian.
3. Pengumpulan Data.
Pengumpulan data merupakan tahapan mengumpulkan data yang akan
digunakan dalam penelitian ini. Data yang dipakai dalam proses
penelitian ini yaitu data shapefile berupa data curah hujan, data

54
penggunaan lahan, data jenis tanah dan data kelerengan dan peta
administrasi kabupaten tapin.
4. Yaitu mengelompokkan dan menyusun database untuk kerentanan
bencana..
5. Scoring Peta Setelah proses penggabungan data selesai langkah kerja
berikutnya adalah proses scoring peta. Data-data yang telah diproses
sebelumnya kemudian diberikan tingkat nilai atau score untuk tiap-tiap
data yang berfungsi sebagai penilaian yang digunakan untuk analisis peta
pada tahap berikutnya.
6. Overlay Peta Pada proses ini data yang telah diberikan score kemudian
dilakukan proses overlay atau penggabungan beberapa data untuk
mendapatkan hasil analisis. Proses overlay dilakukan menggunakan
QGIS versi 3.16.
7. Analisis daerah kerentanantanah longsor, banjir, dan kebakaran hutan.
Proses ini dilakukan untuk menganalisa peta hasil overlay, yang
kemudian menjadi peta kerentanan bencana tanah longsor, banjir, dan
kebakaran hutan.
8. Import Pembuatan WebGIS menggunakan Plugin qgis2web.
9. Uji Aplikasi Web Jika berjalan dengan baik maka akan di masukan ke
jaringan internet.
10. Penyajian hasil Analisis dan pemetaan daerah kerentanan bencanatanah
longsor, banjir, dan kebakaran hutan.berbasis website.
11. Selesai

55
3.5 Skoring Parameter Kerentanan Bencana Banjir, Tanah Longsor Dan
Kebakaran Hutan dan Lahan.

Sebelum melakukan Analisis Tingkat kerentanan Bencana Pertama yang harus di


lakukan adalah melakukan pemberian skor pada setiap parameter seperti curah
hujan, kelerengan, jenis tanah dan penggunaan lahan. Dimana setiap parameter ini
memiliki pengaruh terhadap analisis kerentanan bencana.

3.5.1 Skoring Dan Overlay Parameter Kerentanan Banjir

Harkat atau skor (Scoring) adalah pemberian nilai terhadap suatu polygon peta
untuk memberikan tingkat kedekatan, keterkaitan, atau beratnya dampak tertentu
pada suatu fenomena secara spasial. Pemberian harkat pada masing-masing
parameter berbeda sesuai dengan seberapa besar parameter tersebut berpengaruh
dalam terjadinya banjir (Pratomo, 2008). Untuk melakukan scoring parameter
kerentanan banjir maka akan dilakukan langkah langkah seperti di bawah ini :

1. Add Shapefile

Langkah pertama yang harus di lakukan yaitu membuka software Qgis 3.16 di
dekstop.

Gambar 3.3 Tampilan software Qgis.

56
Kemudian yang dilakukan adalah add shapefile untuk data perameter keretntanan
yaitu data parameter curah hujan, kelerengan, jenis tanah dan penggunaan lahan
(landuse ). Langkah yang harus dilakukan pada software Qgis yaitu pertama menuju ke
tools layer > Data Source Manager > pilih folder tempat penyimpanan parameter yang
akan digunakan dengan format .shp dengan melakukan double klik pada filenya.

Gambar 3.4 Add parameter shpefile ke layer.

Setelah melakukan add layar maka akan di dapatkan view peta dari parameter
curah hujan, kelerengan, jenis tanah dan penggunaan lahan.

Gambar 3.5 Tampilan Peta parameter kerentanan banjir.

57
2. Skoring Parameter Pada Attribut Tabel
A. Edit Skoring Dan Keterangan Pada Atribute Tabel Parameter Penggunaan
Lahan

Jenis parameter untuk kerentanan bencana banjir ini menggunakan 4 parameter yaitu
parameter curah hujan, kelerengan, jenis tanah dan penggunaan lahan. Dimana setiap
parameter ini mempunyai basis data non spasial, yang harus di lakukan selanjutnya di
dalam tabel atrubut yang sudah ada maka akan di tambahkan field baru atau kolom baru
untuk penempatan skoring dari masing - masing atribut tersebut sebagai berikut :

a. Opsi pertama yaitu klik kanan di salah satu parameter, sebagai penjelasan awal maka
akan di gunakan parameter penggunaan lahan terlebih dahulu > pilih Open Attribute
Table seperti gambar di bawah ini :

Gambar 3.6 Open attribute table di Qgis.

b. Pada data attribute table untuk penggunaan lahan di dalamnya terdapat 5 tabel
attribut yaitu Objectid, landuse, luas, shape_leng, shape area dengan jumlah 711
kolom dan 5 baris tabel. Berikut data tabel attributnya :

58
Gambar 3.7 Tampilan attribute Parameter Pengunaan lahan.

c. Langkah selanjutnya yaitu membuat field baru dengan cara klik tombol toggle edting

terlebih dahulu > Kemudian klik New Field maka akan di bawa
ketampilan seperti gamabar di bawah ini :

Gambar 3.8 Membuat field baru untuk skoring pengguaan lahan.

59
Di dalam menu field di tuliskan keterangan dengan isian sebagai berikut : Name :
Skoring , Comment : -, Type : Whole number (integer) dan Length = 10 lalu tekan OK,
maka akan di dapatkan tabel baru berupa skoring seperti gambar di bawah ini :

Gambar 3.9 Tabel untuk scoring pengguaan lahan.

d. Selanjutnya akan dilakukan pemberian harkat atau skoring pada setiap query sesuai
ketentuan dari teorynya, dimana ketentuannya sebagai berikut :

Tabel 3.1 .Kelas Penggunaan Lahan.

Langkah untuk pemberian skoring pada Qgis yaitu dengan mengunakan field
calculator, kill 2x pada field calculator maka di layar desktop akan muncul
tampilan seperti di bawah ini :

60
Gambar 3.10 Tampilan field calculator.

Pada tampilan field calculator lakukan checklist pada update existing field,
kemudian pada opsinya pilih attribut scoring. Pada tools Expresion ketikkan kode
python untuk melakukan klasifikasi pemberian skor pada setiap atributnya. Contohnya
untuk membeikan skor pada hutan dimana kodenya yaitu “ CASE WHEN ‘LANDEUSE’
= ‘Hutan’ THEN 5 ”, yang mana dimaksudkan adalah ketika ada atribut dari landeuse
itu adalah hutan maka nilai skornya adalah 5 dan seterusnya.

Gambar 3.11 Tampilan kode untuk melakukan skoring


parameter pengguaan lahan.

61
e. Langkahnya sama dengan pemberian skor pada attribute sebelumnya yaitu dengan

cara membuat field baru dengan cara klik tombol toggle edting terlebih dahulu

> Kemudian klik New Field maka akan di bawa ketampilan seperti gamabar di
bawah ini :

Gambar 3.12 Membuat field baru untuk keterangan


pengguaan lahan.

Di dalam menu field di tuliskan keterangan dengan isian sebagai berikut : Name
:Keterangan , Comment : -, Type : Text(string) dan Length = 10 lalu tekan OK, maka
akan di dapatkan tabel baru berupa Skoring seperti gambar di bawah ini :

Gambar 3.12 Tabel untuk keterangan pengguaan lahan.

62
Kemudian melakukan Save editing dengan mengklik icon untuk menyimpan
field. Maka akan bisa kita lihat hasil dari editing untuk penambahan field baru berupa
skoring dan keterangan dengan jumlah kolom yang ada pada atributnya.

Gambar 3.13 Tampilan Attribute table untuk penambahan


scoring dan keterangan pengguaan lahan.

f. Setelah melakukan save edit, maka kita lakukan zoom to layers untuk melihat peta
untuk penggunaan lahan seperti gambar di bawah ini :

Gambar 3.14 Tampilan peta penggunaan lahan.

63
B. Edit Keterangan Pada Attribut Tabel Pada Parameter Kelerengan.

Selanjutnya beralih ke parameter yang ke 2 yaitu kelerengan atau kemiringan


lereng. Di dalam parameter ini klasifikasinya yaitu sperti berikut :

Tabel 3.2 .Kelas Kelerengan

a. Opsi pertama yaitu klik kanan di salah satu parameter, sebagai penjelasan awal
maka akan di gunakan parameter kelerengan terlebih dahulu > pilih Open
Attribute Table.
b. Pada data tabel attribut untuk penggunaan lahan di dalamnya terdapat 3 tabel
attribut yaitu Id, grid_code dan kelerengan dengan jumlah 3 kolom dan 5 baris
tabel. Berikut data tabel attributnya :

Gambar 3.15 Tampilan attribute Parameter Kelerengan.

64
c. Langkah selanjutnya yaitu membuat field baru dengan cara klik tombol toggle

edting terlebih dahulu > Kemudian klik New Field maka akan di bawa
ketampilan seperti gamabar di bawah ini :

Gambar 3.16 Membuat field baru untuk skoring


parameter kelerengan.

Di dalam menu field di tuliskan keterangan dengan isian sebagai berikut : Name :
Skoring , Comment : -, Type : Whole number (integer) dan Length = 10 lalu tekan OK,
maka akan di dapatkan tabel baru berupa skoring seperti gambar di bawah ini :

Gambar 3.17 Tabel untuk skoring parameter kelerengan.

65
d. Langkahnya sama dengan pemberian skor pada attribute sebelumnya yaitu dengan

cara membuat field baru dengan cara klik tombol toggle edting terlebih dahulu

> Kemudian klik New Field maka akan di bawa ketampilan seperti gamabar di
bawah ini :

Gambar 3.18 Membuat field baru untuk keterangan kelerengan.

Di dalam menu field di tuliskan keterangan dengan isian sebagai berikut : Name
:Keterangan , Comment : -, Type : Text(string) dan Length = 10 lalu tekan OK, maka
akan di dapatkan tabel baru berupa Skoring seperti gambar di bawah ini :

Gambar 3.19 Tabel untuk Keterangan kelerengan.

Kemudian melakukan Save editing dengan mengklik icon untuk menyimpan


field. Maka akan bisa kita lihat hasil dari editing untuk penambahan field baru berupa
skoring dan keterangan dengan jumlah kolom yang ada pada atributnya, sehingga bisa

66
dimasukkan nilainya secara manual karan query tidak terlalu banyak berikut hasilnya
sesuai harkat dari tabel 3.2.

Gambar 3.20 Tampilan Attribut table untuk penambahan


skoring dan keterangan kelerengan.
e. Setelah melakukan save edit, maka kita lakukan zoom to layers untuk melihat peta
untuk penggunaan lahan seperti gambar di bawah ini :

Gambar 3.21 Tampilan peta kelerengan.

67
C. Edit Keterangan Pada Attribut Tabel Pada Parameter Curah Hujan

Selanjutnya beralih ke parameter yang ke 3 yaitu curah hujan. Di dalam


parameter ini klasifikasinya yaitu sperti berikut :

Tabel 2 Kelas Curah Hujan


No Kriteria Keterangan Harkat
1. 0–1.000mm/tahun SangatRendah 10
2. 1.000–1.500 mm/tahun Rendah 20
3. 1.500–2.500mm/tahun Sedang 30
4. 2.500–3.500mm/tahun Tinggi 40
5. 3.500-5.000mm/tahun SangatTinggi 50
a. Sebagai penjelasan awal maka akan di gunakan parameter curah hujan terlebih
dahulu > pilih Open Attribut Table.
b. Pada data tabel attribut untuk penggunaan lahan di dalamnya terdapat 3 tabel
attribut yaitu Id, grid_code dan kelerengan dengan jumlah 3 kolom dan 5 baris
tabel. Berikut data tabel attributnya :

Gambar 3.22 Tampilan attribute Parameter Kelerengan.

c. Langkah selanjutnya yaitu membuat field baru dengan cara klik tombol toggle edting

terlebih dahulu > Kemudian klik New Field maka akan di bawa
ketampilan seperti gamabar di bawah ini :

68
Gambar 3.23 Membuat field baru untuk scoring
parameter curah hujan
Di dalam menu field di tuliskan keterangan dengan isian sebagai berikut : Name :
Skoring , Comment : -, Type : Whole number (integer) dan Length = 10 lalu tekan OK,
maka akan di dapatkan tabel baru berupa skoring seperti gambar di bawah ini :

Gambar 3.24 Tabel untuk skoring parameter curah hujan.

d. Langkahnya sama dengan pemberian skor pada attribute sebelumnya yaitu dengan

cara membuat field baru dengan cara klik tombol toggle edting terlebih dahulu

> Kemudian klik New Field maka akan di bawa ketampilan seperti gamabar di
bawah ini :

69
Gambar 3.25 Membuat field baru untuk keterangan curah hujan.

Di dalam menu field di tuliskan keterangan dengan isian sebagai berikut : Name
:Keterangan , Comment : -, Type : Text(string) dan Length = 10 lalu tekan OK, maka
akan di dapatkan tabel baru berupa Skoring seperti gambar di bawah ini :

Gambar 3.26 Tabel untuk Keterangan curah hujan.

Kemudian melakukan Save editing dengan mengklik icon untuk menyimpan


field. Maka akan bisa kita lihat hasil dari editing untuk penambahan field baru berupa
skoring dan keterangan dengan jumlah kolom yang ada pada atributnya, sehingga bisa
dimasukkan nilainya secara manual karan query tidak terlalu banyak berikut hasilnya
sesuai harkat dari tabel 3.3.

70
Gambar 3.27 Tampilan Attribut tabel untuk penambahan
skoring dan keterangan curah hujan.
e. Setelah melakukan save edit, maka kita lakukan zoom to layers untuk melihat peta
untuk penggunaan lahan seperti gambar di bawah ini :

Gambar 3.28 Tampilan peta curah hujan.

71
D. Edit Keterangan Pada Attribut Tabel Pada Parameter Jenis Tanah

Selanjutnya beralih ke parameter yang ke 4 yaitu parameter jenis tanah. Di


dalam parameter ini klasifikasinya yaitu seperti berikut :

Tabel 3.4. Kelas Jenis Tanah

No Kriteria Keteranga Harkat


n
1 Aluvial, Planosol, Hidromorf kelabu, laterik TidakPeka 15
air tanah
2 Latosol Agak Peka 30
3 Tanah hutan cokelat, Tanah mediteran sedang 45

4 Andosol,Laterik,Grumosol,Podsol Podsolic Peka 60


5 Regosol,Litosol,Organosol,Renzina Sangat Peka 75

a. Sebagai penjelasan awal maka akan di gunakan parameter curah hujan terlebih
dahulu > pilih Open Attribut Table.
b. Pada data tabel attribut untuk penggunaan lahan di dalamnya terdapat 2 tabel
attribut yaitu Kecamatan dan JT ( jenis tanah ) dengan jumlah 2 kolom dan 7
baris tabel. Berikut data tabel atributnya :

Gambar 3.29 Tampilan attribute Parameter jenis tanah.

72
c. Langkah selanjutnya yaitu membuat field baru dengan cara klik tombol toggle edting

terlebih dahulu > Kemudian klik New Field maka akan di bawa
ketampilan seperti gamabar di bawah ini :

Gambar 3.30 Membuat field baru untuk skoring


parameter jenis tanah
Di dalam menu field di tuliskan keterangan dengan isian sebagai berikut : Name :
Skoring , Comment : -, Type : Whole number (integer) dan Length = 10 lalu tekan OK,
maka akan di dapatkan tabel baru berupa skoring seperti gambar di bawah ini :

Gambar 3.24 Tabel untuk skoring parameter jenis tanah.

73
d. Langkahnya sama dengan pemberian skor pada attribute sebelumnya yaitu dengan

cara membuat field baru dengan cara klik tombol toggle edting terlebih dahulu >

Kemudian klik New Field maka akan di bawa ketampilan seperti gamabar di
bawah ini :

Gambar 3.25 Membuat field baru untuk keterangan jenis tanah.

Di dalam menu field di tuliskan keterangan dengan isian sebagai berikut : Name
:Keterangan , Comment : -, Type : Text(string) dan Length = 10 lalu tekan OK, maka
akan di dapatkan tabel baru berupa Skoring seperti gambar di bawah ini :

Gambar 3.26 Tabel untuk Keterangan jenis tanah.

Kemudian melakukan Save editing dengan mengklik icon untuk menyimpan


field. Maka akan bisa kita lihat hasil dari editing untuk penambahan field baru berupa
skoring dan keterangan dengan jumlah kolom yang ada pada atributnya, sehingga bisa

74
dimasukkan nilainya secara manual karan query tidak terlalu banyak berikut hasilnya
sesuai harkat dari tabel 3.4.

Gambar 3.27 Tampilan Attribut tabel untuk penambahan


skoring dan keterangan jenis tanah.
e. Setelah melakukan save edit, maka kita lakukan zoom to layers untuk melihat peta
untuk penggunaan lahan seperti gambar di bawah ini :

Gambar 3.28 Tampilan peta jenis tanah.

75
76

Anda mungkin juga menyukai