Anda di halaman 1dari 28

DEGRADASI LAHAN DI DESA LAGAN DAN DESA DANAU PADA KABUPATEN BARITO

TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Laporan ini disusun untuk


Mata kuliah : Tata Guna Lahan
Dosen Pengampu : Ajeng Nugrahaning Dewanti, S.T., M.T., M.Sc. dan Elin Diyah, S.T., M.Sc.

Disusun Oleh :

Adinda Ernindita (08171001)

Fa’irina Dwi Lestari (08171021)

Mohammad Novandra (08171043)

Muhammad Irfan Hasanda (08171047)

Putri Aulia Rachmah (08171061)

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI KALIMANTAN
BALIKPAPAN
2018
DAFTAR ISI
BAB I .............................................................................................................................. 4

PENDAHULUAN ................................................................................................................ 4

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 4

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 5

1.3 Tujuan .................................................................................................................... 5

1.4 Ulasan RTRW .......................................................................................................... 5

1.5 Sistematika Pembahasan .......................................................................................... 6

BAB II ............................................................................................................................. 7

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................... 7

2.1 Penggunaan Lahan .................................................................................................. 7

2.2 Degradasi Lahan ...................................................................................................... 7

2.3 Nilai Lahan .............................................................................................................. 8

2.3.1 Pengertian Nilai Lahan ........................................................................................ 8

2.3.2 Faktor Penentu Nilai Lahan ................................................................................. 9

2.3.3 Perubahan Nilai Lahan ....................................................................................... 10

2.4 Kemampuan Lahan ................................................................................................. 10

2.5 Klasifikasi Guna Lahan ............................................................................................. 12

2.6 Daya Dukung Lingkungan dan Daya Tampung Lingkungan ......................................... 14

2.6.1 Daya Tampung Lingkungan ........................................................................... 14

2.6.2. Daya Dukung Lingkungan Hidup ........................................................................ 14

2.7 Pemanfaatan Lahan ................................................................................................ 16

2.7.1 Arahan Fungsi Pemanfaatan Lahan ..................................................................... 17

BAB III ........................................................................................................................... 19

GAMBARAN UMUM ........................................................................................................... 19

3.1 Gambaran Umum Wilayah Studi ............................................................................... 19

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 2


3.2 Penggunaan Lahan ................................................................................................. 20

3.3 Topografi ............................................................................................................... 21

3.4 Kemampuan Lahan ................................................................................................. 21

BAB IV ........................................................................................................................... 24

ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................................................................................... 24

4.1 Permasalahan Degradasi Lahan............................................................................ 24

4.2 Dampak Degradasi Lahan ........................................................................................ 25

4.3 Solusi Permasalahan Degradasi Lahan ...................................................................... 26

BAB V ............................................................................................................................. 27

PENUTUP ........................................................................................................................ 27

5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 27

5.2 Lesson Learned ...................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 28

DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Peta Administrasi Kabupaten Barito Timur Pada Tahun 2012 ............................. 20

DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Curah hujan, hari hujan, dan erosivitas hujan pada Desan Lagan .......................... 21
Tabel 3. 2 Kondisi tanah dan penggunaannya terhadap kelestarian di Desa Lagan ................. 22

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 3


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lahan biasanya digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti untuk
tempat tinggal. Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan lahan juga akan
meningkat. Adapun pengertian lahan menurut Purwowidodo (1983) lahan adalah lingkungan fisik
yang mencakup iklim, relief tanah, hidrologi, dan tumbuhan yang sampai pada batas tertentu
akan mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan sedangkan pengertian lahan menurut
Bintaro (1997) lahan diartikan sebagai land settlemen yaitu suatu tempat atau daerah dimana
penduduk berkumpul dan hidup bersama, dimana mereka dapat menggunakan lingkungan
setempat untuk mempertahankan, melangsungkan dan mengembangkan hidupnya.
Untuk mengetahui kondisi tata guna lahan nasional, dapat dilihat dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN) yang memuat tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah
nasional, rencana struktur wilayah nasional yang meliputi sistem perkotaan nasional yang terkait
dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana utama,
rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung nasional dan kawasan budi
daya yang memiliki nilai strategis nasional, penetapan kawasan strategis nasional, arahan
pemanfaatan ruang yang berisi program utama jangka menengah lima tahunan dan arahan
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi
sistem nasional, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Pada suatu daerah, terdapat perencanaan tata guna lahan yang disusun dalam suatu peren-
canaan penataan ruang berupa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). RTRW adalah peraturan
yang mengatur rencana struktur dan pola tata ruang wilayah. Tujuan dari pembuatan RTRW
adalah acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), acuan dalam pemanfaatan ruang
atau pengembangan wilayah kota atau kabupaten, acuan untuk mewujudkan keseimbangan
pembangunan dalam wilayah kota atau kabupaten, pedoman untuk penyusunan rencana rinci
tata ruang di wilayah kota atau kabupaten, dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam
penataan atau pengembangan wilayah kota yang meliputi penetapan peraturan zonasi, perijinan,
pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.
Adapun terdapat beberapa permasalahan lahan yang terjadi di Indonesia salah satunya
adalah degradasi lahan. Degradasi lahan pada umumnya disebabkan oleh dua hal yaitu faktor

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 4


alami dan faktor campur tangan manusia. Faktor alami diantaranya yaitu areal berlereng curam,
tanah yang mudah rusak, dan curah hujan. Untuk faktor degradasi lahan akibat campur tangan
manusia baik langsung maupun tidak langsung lebih mendominasi dibandingkan faktor alami,
antara lain yaitu perubahan populasi, marjinalisasi penduduk, kemiskinan penduduk, masalah
kepemilikan lahan, ketidakstabilan politik dan kesalahan pengelolaan, kondisi sosial dan ekonomi,
masalah kesehatan, dan pengembangan pertanian yang tidak tepat (Firmansyah,2003).
Degradasi lahan terjadi pada salah satu kabupaten yang terletak pada Provinsi Kalimantan
Tengah yaitu Kabupaten Barito Timur. Faktor penyebab terjadinya degradasi lahan pada
Kabupaten Barito Timur ini adalah dipengaruhi oleh faktor alam seperti curah hujan, kemiringan
lereng, erosi tanah. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor campur tangan manusia yaitu adanya
kegiatan penambangan yang merusak lingkungan dikarenakan terjadi pencemaran air limbah di
Sungai Benuang. Hal ini mengakibatkan ladang padi, sayur-mayur, buah-buahan dan karet rusak
dikarenakan tertimbun lumpur kental menyerupai semen sehingga petani mengalami gagal
panen.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang, maka rumusan masalah dalam makalah ini diantaranya
yaitu :
1. Apa faktor yang mempengaruhi terjadinya degradasi lahan di Kabupaten Barito Timur ?
2. Apa dampak dari terjadinya degradasi lahan di Kabupaten Barito Timur ?
3. Bagaimana solusi dari terjadinya degradasi lahan di Kabupaten Barito Timur ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan identifikasi rumusan, tujuan yang ingin dicapai dalam pembahasan pada
makalah ini diantaranya yaitu :
1. Untuk melakukan identifikasi permasalahan terkait degradasi lahan yang terjadi di
Kabupaten Barito Timur.
2. Untuk melakukan identifikasi dampak dari terjadinya degradasi lahan di Kabupaten Barito
Timur.
3. Untuk memberikan solusi terkait permasalahan degradasi lahan yang terjadi di
Kabupaten Barito Timur.
1.4 Ulasan RTRW
Peraturan Daerah Kabupaten Barito Timur Nomor 5 Tahun 2014 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Barito Timur Tahun 2014 – 2034 menyebutkan bahwa untuk

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 5


mengarahkan pembangunan di Kabupaten Barito Timur dengan memanfaatkan wilayah secara
berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan serta dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah. Berikut
adalah ulasan RTRW Kabupaten Barito Timur :
Pasal 17 ayat 1, rencana pola ruang wilayah Kabupaten meliputi kawasan lindung; kawasan
budidaya; dan kawasan yang belum ditetapkan perubahan peruntukan ruangnya (Holding Zone)
Pasal 22, kawasan lindung berupa kawasan arboretum di Kecamatan Pematang Karau dengan
luas 235,75 Hektar.
Pasal 23, kawasan budidaya terdiri atas kawasan peruntukan hutan produksi; kawasan
peruntukan hutan rakyat; kawasan peruntukan pertanian; kawasan peruntukan perkebunan;
kawasan peruntukan perikanan; kawasan peruntukan pertambangan; kawasan peruntukan
permukiman perkotaan; kawasan peruntukan permukiman perdesaan; kawasan peruntukan
industri; kawasan peruntukan pariwisata; kawasan peruntukan lainnya.
Pasal 29, kawasan peruntukan pertambangan meliputi pertambangan batu bara, mineral dan
batuan, terdiri atas kawasan peruntukan pertambangan untuk IUP (Ijin Usaha Pertambangan)
Operasi Produksi; dan kawasan peruntukan pertambangan untuk IUP eksplorasi; kawasan
peruntukan pertambangan untuk IUP Operasi Produksi terdapat di Kecamatan Raren Batuah,
Dusun Tengah, Paku, Karuseng Janang, Awang, dan Patangkep Tutui, kawasan peruntukan
pertambangan untuk IUP eksplorasi tersebar di seluruh wilayah Kabupaten, yang selanjutnya
dapat diproses menjadi kawasan peruntukan pertambangan untuk IUP Operasi Produksi usaha
produksi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, ruang pasca tambang akan
dikembalikan kepada fungsi rencana pola ruang yang telah ditetapkan
1.5 Sistematika Pembahasan
Bab I : merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan,
ulasan RTRW, sistematika pembahasan.
Bab II : merupakan bab yang berisi landasan teori yang berkaitan dengan degradasi lahan yang
akan dibahas pada makalah ini.
Bab III : menjabarkan terkait gambaran umum dari lokasi studi yang meliputi studi kasus serta
permasalahan yang terjadi di Kabupaten Barito Timur.
Bab IV : menjabarkan analisa terkait permasalahan degradasi lahan yang terjadi di Kabupaten
Barito Timur.
Bab V : merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan, dan lesson learned.

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 6


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan interaksi manusia dan lingkungannya dimana fokus
lingkungan adalah lahan, sedangkan sikap dan tanggap kebijakan manusia terhadap lahan akan
menentukan langkah-langkah aktivitasnya, sehingga akan meninggalkan bekas di atas lahan
sebagai bentuk penggunaan lahan. Dalam tipe penggunaan lahan yang dipertimbangkan
sebaiknya dibatasi kepada yang relevan dengan keadaan fisik, ekonomi, dan sosial secara umum
yang menonjol di daerah yang disurvei (A Tri Mahendra, 2007).
2.2 Degradasi Lahan
Degradasi lahan dapat didefinisikan sebagai berkurangnya atau menurunnya daya guna,
potensi guna, dan pergantian keanekaragaman atau hilangnya organisme yang tidak dapat
digantikan. Degradasi lahan juga berupa penurunan macam alternatif penggunaan suatu lahan
atau status penggunaannya (CJ Brrow, 1991).
Degradasi tanah pada penelitian ini digunakan pendugaan erosi tanah baik potensial maupun
aktual (A). Pendugaan erosi tanah aktual menggunakan persamaan metode USLE (Wishmeier
and Smith, 1978):
A = R•K•LS•C•P
dimana A = banyaknya tanah yang tererosi, R = faktor erosivitas hujan, K = faktor erodibilitas
tanah, LS = faktor panjang dan kemiringan lereng, C = faktor tanam-an, P = faktor teknik
konservasi tanah. Erosi potensial diduga dengan meniadakan pengaruh faktor tanaman (C) dan
faktor teknik konservasi tanah (P). Erosivitas hujan (R) didekati dengan persamaan Lenvain (1975
dalam Bols, 1978):
Rm = 2,21 • (Rain)m1,39
dimana: Rm = erosivitas hujan bulanan (t m/ha/cm hujan), (Rain)m = curah hujan bulanan (cm).
Erodibilitas tanah (K) didekati menggunakan persamaan Wischmier and Smith (1978):
100K = 2,1•M1,14(10-4)(12-a)+3,25(b-2)+2,5(c-3),
dimana K = erodibilitas tanah, a = bahan organik tanah (%), dan M = (% pasir sangat halus +
% debu) x (100 - % liat). Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) didekati dengan persamaan
Arsyad (1989):
LS = X0,5(0,0138 + 0,00965s + 0,00138s2)

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 7


dimana: LS = faktor panjang dan kemiringan lereng, X = panjang lereng (m), dan s = kemiringan
lereng (%).
Faktor tanaman (C) didasarkan pada konstanta padi ladang (0,56), jagung (0,64), kacang
tanah (0,45), ubi kayu (0,65), dan karet rakyat (0,85) (Hammer, 1981). Faktor teknik konservasi
tanah (P) didasarkan pada sistem usaha tani yang berkembang di lokasi penelitian yaitu
pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur (Arsyad, 1989). Nilai faktor P di Desa
Lagan dengan kemiringan 6 % sebesar 0,5.
Guna mengetahui dampak erosi terhadap kelestarian tanah dihitung pula besarnya erosi
yang diperbolehkan (Tolerable Soil Loss) atau EDP atau nilai T, yaitu kedalaman tanah ekuivalen
dibagi dengan umur guna tanah; sedangkan indeks bahaya erosi ( Erosion Hazard Index) atau
IBE dihitung menggunakan erosi potensial dibagi dengan erosi yang diperbolehkan. Dampak erosi
terhadap kehilangan umur guna produksi (Production Resource Life) atau UGP didekati dengan
membagi antara kedalaman ekuivalen dengan kehilangan tanah aktual; sedangkan persentase
kehilangan hasil (Productivity Loss) atau KP diduga dengan persamaan Shah (1982):
Y = 100,25[1-exp(-0,025622x)]
dimana Y adalah kehilangan hasil (%), dan x adalah erosi aktual (cm).

2.3 Nilai Lahan


2.3.1 Pengertian Nilai Lahan
Nilai Lahan (land value) adalah suatu hasil penilaian atas lahan didasarkan pada
kemampuan lahan secara ekonomis dalam hubungannya dengan strategi ekonomi lahan tersebut,
dan dipengaruhi oleh fungsi, letak atau lokasi, produktivitas lahan serta faktor – faktor lainnya
yang memberikan keuntungan secara ekonomi.
Menurut Von Thunen (1826) dalam Ardhityamatama (2011) mengemukakan tentang teori
nilai lahan yang berpendapat tentang keuntungan pengunaan lahan didapat dari keseragaman
fungsi lahan yang mengelilingi daerah pusat produksi. Faktor utama yang mempengaruhi dan
menentukan pola pengunaan lahan adalah biaya transportasi. Von Thunen berasumsi bahwa
semakin jauh jarak dari lokasi dimana barang tersebut diproduksi, maka semakin besar biaya
transportasi di keluarkan.
Lahan sendiri sebelumnya didefinisikan dari tanah. Definisi tanah dibedakan menjadi tiga,
yaitu :
1. Tubuh Tanah. Ditentukan oleh kemampuan menghasilkan “tanaman”.
2. Materi Tanah. Nilainya dapat diukur dengan Ton, m3, gerobak.

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 8


3. Bentang tanah atau bisa disebut lahan. Nilainya dapat diukur dengan Luas (Ha, Bahu,
Ubin) dalam PWK lahan termasuk ruang.
Lahan merupakan salah salah satu sumber daya yang mempunyai peranan strategis dalam
pembangunan perkotaan. Perkembangan pembangunan kota yang semakin pesat dan tingginya
laju pertumbuhan penduduk merupakan faktor pendorong meningkatnya kebutuhan tanah di
perkotaan. Sementara itu, tanah yang tersedia di daerah perkotaan terbatas. Hal ini menimbulkan
permasalahan pada lahan perkotaan, seperti peningkatan harga lahan yang tak terkendali .
Untuk kedepannya informasi nilai lahan sangat penting untuk berbagai pihak yang dapat
digunakan sebagai refrensi dalam menentukan Pajak Bumi dan Bangunan, besarnya ganti rugi
dalam pembebasan tanah, dan lain sebagainya. Terdapat tiga macam pendekatan untuk menaksir
estimasi nilai lahan yang umum digunakan, yaitu perbandingan harga pasar (sales comparation),
biaya perolehan baru (cost), dan penghasilan (income) yang diperoleh dari tanah. (Ray M.
Northam, 1975).
2.3.2 Faktor Penentu Nilai Lahan
Berikut merupakan faktor - faktor penentu nilai lahan :
1. Utility (Kegunaan)
Utility merujuk pada keuntungan dari sebuah lahan. Sejauh mana sebuah lahan dapat
memenuhi kebutuhan dan keinginan dari pUtilityembeli potensial. Semakin tinggi potensial
manfaat yang bisa diperoleh pembeli, semakin tinggi kesediaan calon pembeli untuk
membayarkan sejumlah harga.
2. Scarcity ( Kelangkaan)
Relativitas tingkat pemasokan lahan yang dapat memenuhi kebutuhan pembeli
potensial. Substitusi lahan yaitu lahan permukiman diganti dengan lahan perdagangan.
3. Demand (Tingkat Permintaan)
Harga lahan berbanding lurus dengan tingkat permintaan. Tingkat permintaan yaitu
pertumbuhan populasi, pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas hidup dan Willingness
to pay.
4. Transferability
Tingkat kemudahan untuk dipindah tangankan, merujuk pada proses transfer hak lahan
dari satu pihak ke pihak yang lain. Proses ini terdiri marketing, negotiating dan closing
transaksi lahan.
5. Spatial Planning ( Berdasarkan Rencana Tata Ruang)

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 9


Perencanaan peruntukan tanah dalam bentuk Rencana Tata Ruang mengatur
seseorang menggunakan tanah atau lahan. Peruntukan penggunaan tersebut menentukan
nilai jual tanah yang bersangkutan, apabila peruntukannya untuk penggunaan yang nilai
tambah atau kegunaannnya tinggi, maka tinggi pula harga jualnnya.
2.3.3 Perubahan Nilai Lahan
Lahan (land) adalah suatu wilayah dipermukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer
yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada diatas dan di bawah wilayah tersebut,
termasuk atmosfer, tanah, batuan induk.relief, hodrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala
akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu dan sekarang yang semuanya itu
berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia pada saat sekarang dan dimasa
mendatang (Brinkman dan Smyth, 1973: dan FAO, 1976).
Di daerah perkotaan perubahan penggunaan lahan cenderung berubah menjadi dalam
rangka memenuhi kebutuhan sektor jasa dan komersial. Menurut Cullingswoth (1997) perubahan
penggunaan yang cepat di perkotaan dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu :
1. Adanya konsentrasi penduduk dengan segala aktivitasnya.
2. Aksesibilitas terhadap pusat kegiatan dan pusat kota.
3. Jaringan jalan dan sarana transportasi.
4. Orbitasi, yakni jarak yang menghubungkan suatu wilayah dengan pusat pusat pelayanan
yang lebih tinggi.
2.4 Kemampuan Lahan
Klasifikasi kemampuan (kapabilitas) lahan merupakan klasifikasi potensi lahan untuk
penggunaan berbagai sistem pertanian secara umum tanpa menjelaskan peruntukkan untuk jenis
tanaman tertentu maupun tindakan-tindakan pengelolaannya. Tujuannya adalah untuk
mengelompokkan lahan yang dapat diusahakan bagi pertanian (arable land) berdasarkan potensi
dan pembatasnya agar dapat berproduksi secara berkesinambungan. Klasifikasi penggunaan
lahan merupakan sistem klasifikasi yang dikembangkan oleh Hockensmith dan Steele pada tahun
1943 yang kemudian dimodifikasi oleh Klingebel dan Montgomery (1961; 2002), seperti yang
tertuang dalam Agriculture Handbook No. 210. Dalam sistem klasifikasi ini lahan dikelompokkan
ke dalam tiga kategori, yaitu kelas, subkelas, dan satuan (unit) kemampuan atau pengelolaan
(Rayes, 2007). Kemampuan lahan merupakan pencerminan kapasitas fisik lingkungan yang
dicerminkan oleh keadaan topografi, tanah, hidrologi, dan iklim, serta dinamika yang terjadi
khususnya erosi, banjir dan lainnya. Kombinasi karakter sifat fisik statis dan dinamik dipakai untuk

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 10


menentukan kelas kemampuan lahan, yang dibagi menjadi 8 kelas. Kelas I mempunyai pilihan
penggunaan yang banyak karena dapat diperuntukan untuk berbagai penggunaan, mulai untuk
budidaya intensif hingga tidak intensif, sedangkan kelas VIII, pilihan peruntukannya sangat
terbatas, yang dalam hal ini cenderung diperuntukan untuk kawasan lindung atau sejenisnya
(Rustiadi et al., 2010). Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) dalam tingkat kelas,
kemampuan lahan menunjukkan kesamaan dari besarnya faktor-faktor penghambat. Semakin
tinggi kelasnya, kualitas lahannya semakin buruk, berarti resiko kerusakan dan besarnya faktor
penghambat bertambah dan pilihan penggunaan lahan yang diterapkan semakin terbatas. Berikut
adalah klasifikasi dari kelas-kelas lahan diantaranya yaitu :
 Kelas I, lahan kelas I sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian tanpa memerlukan
tindakan pengawetan tanah yang khusus. Lahannya datar, solumnya dalam, bertekstur
agak halus atau sedang, berdrainase baik, mudah diolah, dan responsif terhadap
pemupukan. Lahan kelas I tidak mempunyai penghambat atau ancaman kerusakan,
sehingga dapat digarap untuk usaha tani tanaman semusim dengan aman. Tindakan
pemupukan dan usaha-usaha pemeliharaan struktur tanah yang baik diperlukan guna
menjaga kesuburan dan mempertinggi produktivitas.
 Kelas II, lahan kelas II mempunyai beberapa penghambat yang dapat mengurangi
pilihan jenis tanaman yang diusahakan atau memerlukan usaha pengawetan tanah yang
tingkatnya sedang.
 Kelas III, lahan kelas III mempunyai penghambat yang agak berat, yang mengurangi
pilihan jenis tanaman yang dapat diusahakan, atau memerlukan usaha pengawetan tanah
yang khusus, atau keduanya.
 Kelas IV, lahan kelas IV mempunyai penghambat yang berat untuk membatasi pilihan
tanaman yang dapat diusahakan, memerlukan pengelolaan yang sangat berhati-hati, atau
kedua-duanya. Penggunaan lahan kelas IV sangat terbatas.
 Kelas V, lahan kelas V mempunyai sedikit atau tanpa bahaya erosi, tetapi mempunyai
penghambat lain yang praktis sukar dihilangkan, sehingga dapat membatasi penggunaan
lahan ini. Akibatnya, lahan ini hanya cocok untuk tanaman rumput ternak secara
permanen atau dihutankan.
 Kelas VI, lahan kelas VI mempunyai penghambat yang sangat berat sehingga tidak
sesuai untuk pertanian dan hanya sesuai untuk tanaman rumput ternak atau dihutankan.
Penggunaan untuk padang rumput harus dijaga agar rumputnya selalu menutup dengan

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 11


baik. Bila dihutankan, penebangan kayu harus lebih selektif. Bila dipaksakan untuk
tanaman semusim, harus dibuat teras bangku. Lahan ini mempunyai penghambat yang
sulit sekali diperbaiki.
 Kelas VII Lahan kelas VII sama sekali tidak sesuai untuk usaha tani tanaman semusim
dan hanya sesuai untuk padang penggembalaan atau dihutankan.
 Kelas VIII Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk produksi pertanian, dan hanya dibiarkan
dalam keadaan alami atau dibawah vegetasi hutan. Lahan ini dapat digunakan untuk
daerah rekreasi cagar alam atau hutan lindung.
Pengelompokan tanah ke dalam satuan pengelolaan, subkelas, dan kelas kemampuan
dilakukan terutama berdasarkan kemampuan lahan tersebut untuk menghasilkan produksi
tanaman umum dan tanaman makanan ternak (pasture plants) tanpa kerusakan tanah di dalam
periode waktu yang lama. Meskipun sistem ini telah dirancang untuk klasifikasi lahan detil di
daerah yang telah berkembang namun sistem ini mempunyai beberapa keuntungan sehingga
dapat juga digunakan pada penilaian permulaan secara umum bagi sumberdaya lahan di daerah-
daerah yang belum berkembang, dengan alasan-alasan sebagai berikut (Sitorus, 1985). Pertama,
karena sistem ini didasarkan atas evaluasi dari keadaan dan tingkat penghambat sifat-sifat fisik,
maka sistem ini berguna untuk penilaian obyektif, penilaian perbandingan, dan menghindarkan
bias pengaruh subjektif bagi wilayah yang sedang diklasifikasikan. Kedua, sistem ini hampir
keseluruhan didasarkan atas sifat-sifat fisik lahan, dan faktor ekonomis tidak dipertimbangkan
kecuali dalam asumsi untuk tindakan pengelolaan tertentu yang digunakan. Ketiga, sistem ini
menujukkan macam penggunaan lahan yang sesuai untuk lahan dengan faktor-faktor
penghambat tertentu, sekaligus dengan tindakan pengelolaan yang dibutuhkan untuk dapat
mengatasi faktor penghambat tersebut.
2.5 Klasifikasi Guna Lahan
Berdasarkan Undang-Undang Penataan Ruang No 26 tahun 2007 tentang penggunaan lahan
berdasarkan fungsinya dibagi menjadi dua yaitu, kawasan lindung dan kawasan budidaya.
a. Kawasan Lindung
Kawasan lindung merupakan wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumber daya buatan.
Berikut merupakan klasifikasi kawasan lindung:
1. Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan dibawahnya
a) Kawasan hutan berfungsi lindung

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 12


b) Kawasan bergambut
c) Kawasan resapan air
2. Kawasan suaka alam
a) Kawasan cagar alam/cagar bahari
b) Kawasan suaka margasatwa/suaka perikanan
c) Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya
3. Kawasan pelestarian alam
a) Taman nasional/taman laut nasional
b) Taman hutan raya
c) Taman wisata alam/taman wisata laut
d) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
4. Kawasan rawan bencana
a) Kawasan rawan bencana gunung berapi
b) Kawasan rawan bencana gemba bumi
c) Kawasan rawan bencana rawan gerakan tanah (longsor)
5. Kawasan perlindungan setempat
a) Sempadan pantai
b) Sempadan sungai
c) Kawasan sekitar waduk dan situ
d) Kawasan sekitar mata air
e) Ruang terbuka hijau dan hutan kota
6. Kawasan perlindungan lainnya
a) Taman baru
b) Daerah perlindungan laut lokal
c) Kawasan perlindungan plasma nutfah eks-situ
d) Kawasan pengungsian satwa
e) Kawasan pantai berhutan bakau
b. Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya merupakan wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan
sumberdaya buatan. Berikut merupakan klasifikasi kawasan budidaya:
1. Kawasan hutan produksi

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 13


a) Kawasan hutan produksi terbatas
b) Kawasan hutan produksi tetap
c) Kawasan hutan produksi konversi
d) Kawasan hutan rakyat
2. Kawasan pertanian
a) Kawasan tanaman pangan lahan basah
b) Kawasan tanaman pangan lahan kering
c) Kawasan tanaman tahunan/perkebunan
d) Kawasan perternakan
e) Kawasan perikanan darat
f) Kawasan perikanan air payau dan laut
3. Kawasan pertambangan
4. Kawasan budidaya lainnya
a. Kawasan perindustrian
b. Kawasan pariwisata
c. Kawasan permukiman
d. Kawasan perdagangan dan jasa
e. Kawasan pemerintahan
2.6 Daya Dukung Lingkungan dan Daya Tampung Lingkungan
2.6.1 Daya Tampung Lingkungan
Daya tampung lingkungan adalah kemampuan lingkungan untuk menampung atau
menyerap zat energi dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukan di dalamnya.
Pelestarian Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi
kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan atau komponen lain yang dibuang
ke dalamnya.
2.6.2. Daya Dukung Lingkungan Hidup
Daya dukung lingkungan adalah kapasitas atau kemampuan ekosistem untuk mendukung
kehidupan organisme secara sehat sekaligus mempertahankan produktivitas, kemampuan
adaptasi, dan kemampuan memperbarui diri. Daya dukung lingkungan diartikan sebagai
kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan manusia. Pelestarian daya dukung
lingkungan adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 14


tekanan perubahan dan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap
mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain.
Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan cara mengetahui kapasitas
lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung kegiatan manusia atau penduduk yang
menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup. Besarnya kapasitas tersebut di suatu tempat
dipengaruhi oleh keadaan dan karakteristik sumber daya yang ada di hamparan ruang yang
bersangkutan. Kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya akan menjadi faktor pembatas dalam
penentuan pemanfaatan ruang yang sesuai.
Daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi dua komponen, yaitu kapasitas penyediaan
(supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah (assimilative capacity). Kapasitas sumber
daya alam tergantung pada kemampuan, ketersediaan, dan kebutuhan akan lahan dan air,
penentuan daya dukung lingkungan hidup dalam pedoman ini dilakukan berdasarkan 3
pendekatan, yaitu:
1. Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang.
2. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan.
3. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air.
Status daya dukung lahan diperoleh dari pembandingan antara ketersediaan lahan (SL)
dan kebutuhan lahan (DL). Penentuan daya dukung lahan dilakukan dengan membandingkan
ketersediaan dan kebutuhan lahan. Bila SL > DL daya dukung lahan dinyatakan surplus dan jika
SL < DL, daya dukung lahan dinyatakan defisit atau terlampaui. Konsep tentang daya dukung
sebenarnya berasal dari pengelolaan hewan ternak dan satwa liar. Daya dukung itu menunjukkan
kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan hewan yang dinyatakan dalam jumlah
ekorpersatuan luas lahan.
Analisis daya dukung merupakan suatu alat perencanaan pembangunan yang memberikan
gambaran mengenai hubungan antar penduduk, penggunaan lahan dan lingkungan. Prosedur
dalam melakukan analisis ialah dengan mengidentifikasi ambang batas atau kualitas lingkungan
dan geografi, potensi lahan, dan jumlah populasi dan merumuskan dalam rumus:

𝐿
𝐴=
𝑃

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 15


Ket:
A = daya dukung lingkungan (orang/ha)
L = luas lahan
P = populasi penduduk

2.7 Pemanfaatan Lahan


Pemanfaatan lahan adalah segala macam campur tangan manusia baik secara permanen
ataupun secara siklis terhadap suatu kumpulan sumber daya alam dan sumber daya buatan yang
secara keseluruhannya disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhannya
baik kebendaan maupun spiritual ataupun kedua-duanya (Malingreau, 1978). Pemanfaatan tanah
adalah kegiatan untuk mendapatkan nilai tambah tanpa mengubah wujud fisik penggunaan
tanahnya (UU Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah). Pemanfaatan lahan di
permukaan bumi selalu dinamis dan berkembang seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk.
Pertambahan penduduk menyebabkan meningkatkan jumlah pemanfaatan lahan, baik digunakan
sebagai lahan permukiman, lahan pertanian, lahan bukan pertanian, dan sebagainya. Lahan yang
merupakan obyek penelitian keadaanya kompleks dan tidak merupakan suatu unsur fisik atau
sosial ekonomi yang berdiri sendiri. Tetapi merupakan hasil interaksi dari lingkungan biofisisnya.
Berhasilnya suatu peningkatan produksi pertanian bergantung pada perencanaan pemanfaatan
lahan yang sesuai dengan kemampuan lahannya (Jamulyo dan Sunarto, 1995). Contoh tipe
pemanfaatan lahan adalah sebagai berikut:
a) Perladangan
b) Tanaman semusim campuran, tanah darat tidak intensif
c) Tanaman semusim campuran, tanah darat intensif
d) Sawah satu kali setahun, tidak intensif
e) Sawah dua kali setahun, intensif
f) Perkebunan rakyat (karet, kopi atau coklat, jeruk), tidak intensif
g) Perkebuanan rakyat, intensif
h) Hutan produksi alami
i) Hutan produksi, tanaman pinus, dan sebagainya
j) Padang penggembalaan tidak intensif
k) Hutan lindung.

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 16


Penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung atau kawasan budidaya harus
sesuai dengan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah. Penggunaan dan
pemanfaatan tanah di kawasan lindung tidak boleh mengganggu fungsi alam, tidak mengubah
bentang alam dan ekosistem alami. Pemanfaatan tanah di Kawasan Budidaya tidak saling
bertentangan, tidak saling mengganggu, dan memberikan peningkatan nilai tambah terhadap
penggunaan tanahnya (UU Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah). Penggunaan
dan pemanfaatan tanah pada pulau-pulau kecil dan bidang-bidang tanah yang berada di
sempadan pantai, sempadan danau, sempadan waduk, dan atau sempadan sungai, harus
memperhatikan :
a) kepentingan umum;
b) keterbatasan daya dukung, pembangunan yang berkelanjutan, keterkaitan ekosistem,
keanekaragaman hayati serta kelestarian fungsi lingkungan.

2.7.1 Arahan Fungsi Pemanfaatan Lahan


Listumbinang Halengkara (2012) menjelaskan bahwa arahan fungsi pemanfaatan lahan
merupakan kajian potensi lahan untuk peruntukan suatu kegiatan ke dalam suatu kawasan
tertentu berdasarkan fungsi utamanya. Arahan fungsi pemanfaatan lahan juga dapat diartikan
sebagai upaya untuk menata pemanfaatan lahan pada suatu kawasan sesuai dengan
kemampuannya. Dalam hal ini tujuan dari arahan fungsi pemanfaatan lahan adalah untuk
mencapai keseimbangan antara kemampuan lahan dengan jenis pemanfaatan dan teknologi
yang digunakan sebagai upaya untuk melindungi kelangsungan fungsi dan manfaat sumber daya
alam di suatu wilayah. Arahan fungsi pemanfaatan lahan berdasarkan Balai Rehabilitasi Lahan
dan Konservasi Tanah (BRLKT, 1994) ditetapkan berdasarkan tiga parameter, yaitu:
a) Kemiringan lereng
Kemiringan Lereng ialah bentuk dari variasi perubahan permukaan bumi secara global,
regional atau dikhususkan dalam bentuk suatu wilayah tertentu. Variabel yang digunakan
dalam pengidentifikasian kemiringan lereng adalah sudut kemiringan lereng, titik ketinggian di
atas permukaan laut dan bentang alam berupa bentukan akibat gaya satuan geomorfologi
yang bekerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemiringan lereng merupakan beda tinggi
antara dua tempat, yang dibandingkan dengan daerah yang relatif lebih rata atau datar.
Kemiringan lereng dapat berpengaruh terhadap penentuan fungsi kawasan. Semakin curam
lereng pada suatu kawasan, maka kawasan tersebut tidak boleh dijadikan sebagai kawasan

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 17


budidaya, karena pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dapat menyebabkan tingkat erosi yang
tinggi pada kawasan yang memiliki lereng curam.
b) Jenis tanah
Jenis tanah dibentuk pada lingkungan fisiografis dan proses yang sama. Faktor fisiografis
seperti batuan induk alami, topografi, drainase, iklim, dan vegetasi. Jenis tanah akan
memengaruhi jenis penggunaan lahan yang cocok untuk suatu tanaman dan dapat menjadi
salah satu parameter yang dapat menentukan arahan fungsi pemanfaatan lahan. Jenis tanah
yang dapat memberikan hasil maksimal terhadap penggunaannya merupakan jenis tanah yang
memiliki tingkat kesuburan yang tinggi. Namun terdapat kemungkinan tanah yang mempunyai
kesuburan yang tinggi tetapi hasil produksinya rendah, hal ini disebabkan karena faktor
produksi lainnya menghambat pertumbuhan tanaman. Jenis tanah tertentu mempunyai
potensi kesuburan yang tinggi, tetapi karena tidak dilakukan perbaikan tingkat kesuburannya,
maka hanya diperoleh hasil dengan aras sedang (Rachman Sutanto, 2005).
c) Curah hujan
Curah hujan merupakan jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode
tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi
evaporasi, runoff, dan infiltrasi. Curah hujan dibatasi sebagai tinggi air hujan (dalam mm) yang
diterima di permukaan sebelum mengalami aliran permukaan, evaporasi, dan peresapan atau
perembesan ke dalam tanah. Jumlah hari hujan umumnya dibatasi dengan jumlah hari dengan
curah hujan 0,5 mm atau lebih. Jumlah hari hujan dapat dinyatakan per minggu, dekade,
bulan, tahun atau satu periode tanam (tahap pertumbuhan tanaman). Intensitas hujan adalah
jumlah curah hujan dibagi dengan selang waktu terjadinya hujan (Handoko, 1995).

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 18


BAB III
GAMBARAN UMUM
3.1 Gambaran Umum Wilayah Studi
Barito Timur merupakan salah satu kabupaten dari total keseluruhan 14 kota/kabupaten
yang terletak di Provinsi Kalimantan Tengah. Secara astronomis, Barito Timur yang beribukota di
Tamiang Layang terletak antara 1°2’ Lintang Utara dan 2°5’ Lintang Selatan dan antara 114°-
115° Bujur Timur. Berdasarkan letak geografisnya, Kabupaten Barito Timur berada ditengah
pulau Kalimantan, sebelah timur Sungai Barito dan tidak memiliki wilayah laut. Kabupaten Barito
Timur memiliki luas wilayah sebesar 3.834 km2dengan tinggi wilayah berkisar antara 15-80 m di
atas permukaan laut yang didalamnya terdapat 10 kecamatan diantaranya yaitu Raren Batuah.
Pematang Karau, Dusun Tengah, Paku, Awang, Patangkep Tutui, Dusun Timur, Benua Lima, Paju
Epat. Kecamatan Benua Lima luasnya yaitu 258,00 Km2, Kecamatan Dusun Timur luasnya yaitu
867,70 Km2, Kecamatan Paju Epat luasnya yaitu 664,30 Km2, Kecamatan Awang luasnya yaitu
203,00 Km2, Kecamatan Patangkep Tutui luasnya yaitu 255,00 Km2, Kecamatan Dusun Tengah
371,00 Km2, Kecamatan Raren Batuah luasnya yaitu 186,00 Km2, Kecamatan Paku luasnya yaitu
272,00 Km2, Kecamatan Karusen Janang luasnya yaitu 178,00 Km2, Kecamatan Pematang Karau
luasnya yaitu 579,00 Km2. Kecamatan Dusun Timur dan Kecamatan Paju Epat merupakan dua
kecamatan terluas , masing-masing 867,70 km2 dan 664,30 km2 yang bila dijumlahkan, luasnya
mencapai 39,96% dari seluruh wilayah Kabupaten Barito Timur. Ibukota kecamatan terjauh dari
ibukota kabupaten Barito Timur yaitu Sibung di kecamatan Raren Batuah sejauh 63,55 km dari
Tamiang Layang. Sebagai daerah yang beriklim tropis, rata-rata suhu udara Kabupaten Barito
Timur pada tahun 2016 diantara 22,59°C–34,96°C meningkat sedikit dibanding tahun 2015.
Sedangkan rata-rata curah hujan dan banyaknya hari hujan tiap bulannya meningkat cukup besar
dari tahun sebelumnya yaitu 319,39 mm curah hujan dengan 20,17 hari hujan. Berikut adalah
batas Kabupaten Barito Timur yaitu :
 Bagian Utara : Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan.
 Bagian Barat : Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan.
 Bagian Timur : Kabupaten Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan
 Bagian Selatan: Kabupaten Barito Selatan, dan Kabupaten Tabalong, dan Kabupaten
Hulu Sungai Utara (Provinsi Kalimantan Selatan).

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 19


Berikut merupakan peta administrasi dari Kabupaten Barito Timur :

Gambar 3. 1 Peta Administrasi Kabupaten Barito Timur Pada Tahun 2012


Sumber : Bappeda Kabupaten Barito Timur, 2012

3.2 Penggunaan Lahan


Pengunaan lahan di suatu daerah mencerminkan hubungan antara faktor fisik tanah dengan
manusia dan kegiatannya. Pada Kabupaten Barito Timur penggunaan lahan dapat dikelompokkan
menjadi 3 kelompok yaitu:
a. Penggunaan lahan menetap terdiri dari permukiman, perkebunan, sawah dan kebun
campuran
b. Penggunaan lahan tidak menetap, yaitu perladangan, semak, dan alang-alang serta hutan
belukar
c. Tanah yang belum diusahakan yaitu hutan, sungai, dan danau.
Dari luas wilayah Kabupaten Barito Timur tercatat 383.499 Ha, diketahui luas wilayah
permukiman seluas 35.659 ha. Sehingga persentase luas wilayah permukiman dengan luas

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 20


wilayah adalah 9,30%. Terdapat ladang berpindah dengan rotasi pada periode tertentu. Jika
tanahnya masih dapat menghasilkan baik maka lahan tersebut akan diusahakan, sebaliknya jika
tanah tersebut tidak memuaskan maka akan ditinggalkan sehingga luas lahan yang diusahakan
tidak baku.
Lahan pertanian warga Desa Danau, Kecamatan Awang, Barito Timur, Kalimantan Tengah
ini sekitar dua hektar rusak parah. Hal ini terjadi dikarenakan tercemar limbah perusahaan
batubara, PT Bangun Nusantara Jaya Makmur (BNJM) dan PT Wings Sejati. Lahan pertanian ini
memiliki jarak hanya 100 meter dari Sungai Benuang. Pada sungai tersebut, terdapat limbah yang
datang dari perusahaan PT Bangun Nusantara Jaya Makmur (BNJM) dan PT Wings Sejati menuju
DAS Paku. Akibatnya warga Desa Danau mengalami gagal panen dikarenakan ladang rusak parah
tertimbun lumpur kental menyerupai semen.
3.3 Topografi
Sebagian besar wilayah Kabupaten Barito Timur merupakan dataran rendah yang
ketinggiannya berkisar antara 50 s/d 100 meter dari permukaan laut, kecuali sebagian wilayah
Kecamatan Awang dan Kecamatan Patangkep Tutui yang merupakan daerah perbukitan.
Berdasarkan kelerengan pada umumnya merupakan daerah dataran rendah dengan kemiringan
berkisar antara 0 – 2% yang terdapat di sisi barat, kemudian 2 – 15% dan 15 – 40% terdapat di
sisi utara hingga selatan. Untuk kemiringan berkisar sekitar 40% yang terdapat di bagian utara
sebelah timur. Dengan tidak adanya sungai besar dan banyaknya sungai kecil atau anak sungai,
keberadaannnya menjadi salah satu ciri khas Kabupaten Barito Timur.

3.4 Kemampuan Lahan


Curah hujan berdampak besar terhadap kejadian degradasi tanah dengan salah satu
indikatornya adalah erosi tanah. Daya merusak hujan terhadap tanah (erosivitas hujan)
memegang peranan penting terhadap terjadinya erosi tanah. Berikut adalah tabel curah hujan
pada Desa Lagan :
Tabel 3. 1 Curah hujan, hari hujan, dan erosivitas hujan pada Desan Lagan
Jumlah curah hujan rata-rata Erositivitas hujan
Bulan Hari hujan
(mm) (Rm)
Januari 276 13 222
Februari 208 11 150
Maret 300 12 250
April 273 10 219
Mei 202 7 144

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 21


Jumlah curah hujan rata-rata Erositivitas hujan
Bulan Hari hujan
(mm) (Rm)
Juni 121 7 71
Juli 89 5 48
Agustus 53 5 22
September 122 7 72
Oktober 219 10 161
November 275 13 221
Desember 343 13 301
Total 2481 115 1880
Sumber : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah
Data besarnya curah hujan bulanan tersebut menunjukkan bahwa bulan basah (> 200 mm)
di Lagan sebesar 6,1 bulan lembab (100 – 200 mm) sebesar 3,1; sedangkan bulan kering (<100
mm) 2,8. Berdasarkan bulan basah dan bulan kering maka dapat digolongkan ke dalam zona
agroklimat Oldeman. Lokasi Lagan memiliki tipe zona agroklimat B2. Dengan tipe agroklimat B2,
pada Desa Lagan dapat dibudidayakan padi dua kali setahun dengan varitas umur pendek
dan musim kering pendek untuk palawija. Tanaman palawija diantaranya yaitu kacang tanah,
kacang kedelai, jagung, kentang, kacang panjang, singkong, ubi jalar, wortel. Curah hujan yang
tinggi berpengaruh terhadap kemampuannya merusak atau menimbulkan erosi tanah (erosivitas
hujan). Bulan Desember saat curah hujan maksimal menunjukkan erosivitas hujan terbesar yaitu
1.880 Rm.
Jika kehilangan tanah melalui erosi jauh melebihi laju pembentukan tanah, maka tanah akan
cepat mengalami degradasi. Erosi yang diperbolehkan (EDB) dengan menggunakan umur guna
400 tahun dan kedalaman ekuivalen 1.200 mm, menunjukkan bahwa tanah yang hilang dapat
ditoleransi sebesar 3 mm/th. Berikut adalah tabel kondisi tanah dan penggunaannya terhadap
kelestarian di Desa Lagan :
Tabel 3. 2 kondisi tanah dan penggunaannya terhadap kelestarian di Desa Lagan
EDB IBE UGP (th) KP (%)
Mm/th t/ha/th Nilai Kelas Pg Jg Kt Uk Kr Pg Jg Kt Uk Kr
3,0 38 11,2 Ekstrim 77 68 96 67 51 2 3 2 3 4
Sumber : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 22


Keterangan: EDP = Erosi Diperbolehkan, IBE = Indeks Bahaya Erosi, UGP = Umur Guna produksi,
KP = Kehilangan Produktivitas, Pg = Padi gogo, Jg = Jagung, Kt = Kacang tanah, Uk = ubi kayu,
Kr = Karet rakyat.
Indeks Bahaya Erosi (IBE) pada Desa Lagan tergolong sangat tinggi atau ekstrim yaitu mencapai
97 t/ha/th (8 mm/th). Erosi yang terjadi di Desa Lagan ini melampaui Erosi yang Diperbolehkan
(EDP) yang hanya mencapai 3 mm/th. Kondisi prediksi erosi aktual yang terjadi pada berbagai
sistem usaha tani telah melampaui jumlah erosi yang diperbolehkan. Hal ini menunjukkan bahwa
sistem usaha tani perlu diperbaiki melalui perbaikan teknik konservasi tanah, selanjutnya juga
pemilihan komoditas dalam sistem usaha tani. Walaupun hal terakhir ini akan sulit mengubah
kebiasaan petani untuk menanam komoditas lain, karena berhubungan dengan faktor ekonomi.
Umur guna produksi (UGP) untuk masing-masing sistem uasaha tani juga menunjukkan
perbedaan. Sistem usaha tani kacang tanah, padi gogo, jagung, ubi kayu, dan karet rakyat
berturut-turut dari yang terlama hingga yang tersingkat. Persentase kehilangan produktivitas (KP)
di lokasi Lagan pada berbagai sistem usahatani < 10%.

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 23


BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Permasalahan Degradasi Lahan
Degradasi lahan yang terjadi pada Desa Danau dan Desa Lagan, Kabupaten Barito Timur,
Provinsi Kalimantan Tengah dipengaruhi oleh faktor alam dan faktor campur tangan manusia.
Faktor alamnya yaitu curah hujan dan erosi tanah sedangkan faktor campur tangan manusia yaitu
limbah pertambangan. Curah hujan berdampak besar terhadap kejadian degradasi tanah dengan
salah satu indikatornya adalah erosi tanah. Daya merusak hujan terhadap tanah (erosivitas hujan)
memegang peranan penting terhadap terjadinya erosi tanah. Curah hujan yang tinggi
berpengaruh terhadap kemampuannya merusak atau menimbulkan erosi tanah (erosivitas
hujan). Berdasarkan data yang terdapat pada bab 3, dapat diketahui data besarnya curah hujan
bulanan menunjukkan bahwa bulan basah (> 200 mm) di Lagan sebesar 6,1 bulan lembab (100
– 200 mm) sebesar 3,1; sedangkan bulan kering (<100 mm) 2,8. Menurut klasifikasi Oldeman
yang menggunakan bulan basah dan bulan kering, maka dapat digolongkan ke dalam zona
agroklimat Oldeman. Lokasi Lagan memiliki tipe zona agroklimat B2. Dengan tipe agroklimat B2,
pada Desa Lagan dapat dibudidayakan padi dua kali setahun dengan varitas umur pendek dan
musim kering pendek untuk palawija. Tanaman palawija diantaranya yaitu kacang tanah, kacang
kedelai, jagung, kentang, kacang panjang, singkong, ubi jalar, wortel. Jika kehilangan tanah
melalui erosi jauh melebihi laju pembentukan tanah, maka tanah akan cepat mengalami
degradasi. Berdasarkan data kondisi tanah dan penggunaannya yang terdapat pada bab 3, dapat
diketahui bahwa Indeks Bahaya Erosi (IBE) pada Desa Lagan tergolong sangat tinggi atau ekstrim
yaitu mencapai 97 t/ha/th (8 mm/th). Erosi yang diperbolehkan (EDB) dengan menggunakan
umur guna 400 tahun dan kedalaman ekuivalen 1.200 mm, menunjukkan bahwa tanah yang
hilang dapat ditoleransi sebesar 3 mm/th. Kondisi prediksi erosi aktual yang terjadi pada berbagai
sistem usaha tani telah melampaui jumlah erosi yang diperbolehkan. Hal ini menunjukkan bahwa
sistem usaha tani perlu diperbaiki melalui perbaikan teknik konservasi tanah, selanjutnya juga
pemilihan komoditas dalam sistem usaha tani. Walaupun hal terakhir ini akan sulit mengubah
kebiasaan petani untuk menanam komoditas lain, karena berhubungan dengan faktor ekonomi.
Umur guna produksi (UGP) untuk masing-masing sistem usaha tani juga menunjukkan
perbedaan. Sistem usaha tani kacang tanah, padi gogo, jagung, ubi kayu, dan karet rakyat
berturut-turut dari yang terlama hingga yang tersingkat. Persentase kehilangan produktivitas (KP)
di lokasi Lagan pada berbagai sistem usahatani < 10%. Faktor degradasi lahan selanjutnya yaitu
faktor campur tangan manusia. Lahan pertanian warga Desa Danau, Kecamatan Awang, Barito

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 24


Timur, Kalimantan Tengah ini sekitar dua hektar rusak parah. Hal ini terjadi dikarenakan tercemar
limbah perusahaan batubara, PT Bangun Nusantara Jaya Makmur (BNJM) dan PT Wings
Sejati. Lahan pertanian ini memiliki jarak hanya 100 meter dari Sungai Benuang. Pada sungai
tersebut, terdapat limbah yang datang dari perusahaan PT Bangun Nusantara Jaya Makmur
(BNJM) dan PT Wings Sejati menuju DAS Paku. Akibatnya warga Desa Danau mengalami gagal
panen dikarenakan ladang rusak parah tertimbun lumpur kental menyerupai semen. Warga telah
melapor ke Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD), Dinas Pertambangan dan Energi
(Distamben), DPRD hingga Bupati Barito Timur untuk memastikan izin usaha, analisis mengenai
dampak lingkungan (Amdal), izin pembuangan limbah cair, perusahaan PT Bangun Nusantara
Jaya Makmur (BNJM) dan PT Wings Sejati. Lalu, diadakan mediasi di DPRD Barito Timur. Hasil
mediasi, keeseokan hari keluar rekomendasi. Isi rekomendasi, antara lain meminta Bupati Barito
Timur melalui dinas teknis terkait seperti Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan, Distamben
dan BLHD turun lapangan, meninjau Sungai Paku dan Sungai Benuang. Selain itu menyarankan
ada pertemuan antara masyarakat, manajemen perusahaan BNJM dan Wings Sejati difasilitasi
oleh kecamatan. Rekomendasi itu juga meminta BLHD menganalisa dampak lingkungan terkait
dugaan pencemaran oleh dua perusahaan tersebut. Selain itu juga, meminta peninjauan kembali
pertambangan dan reklamasi di seluruh perusahaan pertambangan di Barito Timur. Dewan
meminta dana CSR untuk masyarakat sekitar tambang. Namun, hingga kini hasil rekomendasi
tersebut tidak terealisasi. Hal ini dikarenakan DPRD Barito Timur sudah keluarkan rekomendasi,
tetapi pemerintah daerah tak menanggapi.
4.2 Dampak Degradasi Lahan
Dampak yang terjadi akibat degradasi lahan yang terjadi di Desa Lagan yaitu akibat curah
hujan yang tinggi dan erosi tanah berdampak terhadap kehilangan produktivitas cukup besar
pada Desa Lagan yaitu tanaman padi gogo sebesar 2%, jagung sebesar 3%, kacang tanah
sebesar 2%, ubi kayu sebesar 3%, dan karet rakyat sebesar 4%. Untuk dampak yang terjadi
akibat degradasi lahan yang terjadi di Desa Danau yaitu lahan pertanian warga rusak sekitar dua
hektar akibat pembuangan limbah pengolahan hasil tambang yang dibuang ke Sungai Benuang
oleh perusahaan PT Bangun Nusantara Jaya Makmur (BNJM) dan PT Wings Sejati. Padahal Sungai
Benuang digunakan oleh warga untuk irigasi lahan pertanian dan juga kebutuhan sehari-hari
seperti mandi dan mencuci.

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 25


4.3 Solusi Permasalahan Degradasi Lahan
Adapun solusi permasalahan degradasi lahan yang terjadi pada Desa Lagan dan Desa Danau
Kabupaten Barito Timur diantaranya yaitu lahan dibuat teras. Teras dapat mengurangi aliran air
yang ada di permukaan tanah. Lahan- lahan yang dibuat teras ini hanya lahan-lahan yang sifatnya
kering. Lahan- lahan yang kering sebaiknya dibuat teras supaya dapat mengurangi aliran di
permukaan. Upaya selanjutnya yang dapat dilakukan untuk mengatasi degradasi lahan dengan
cara membuat saluran pelepas air. Biasanya di daerah yang memiliki curah hujan tinggi tanahnya
akan lebih sering basah dan juga terkena aliran air hujan. Apabila tanah tersebut berupa lerang
gunung atau bukit atau bahkan dataran tinggi, maka solusi untuk mencegah penurunan kualitas
tanah dengan cara membuat sengkedan atau terasering. Namun hal ini dirasa belum cukup
karena degradasi lahan dapat mengancam kapan saja. Jadi, tidak hanya membuat sengkedan
atau terasering saja, namun perlu juga untuk membuat saluran pelepas air supaya dapat
mengatasi degradasi lahan dengan lebih baik lagi. Saluran pelepas air ini dapat dibuat memanjang
sepanjang lereng tersebut. Upaya selanjutnya yaitu mengganti jenis tanaman yang sesuai dengan
tipe agroklimat B2. Pada Desa Lagan dapat dibudidayakan padi dua kali setahun dengan varitas
umur pendek dan musim kering pendek untuk palawija. Tanaman palawija diantaranya yaitu
kacang tanah, kacang kedelai, jagung, kentang, kacang panjang, singkong, ubi jalar, wortel.
Untuk solusi dari permasalahan degradasi lahan pada Desa Danau yaitu membangun IPAL
(Instalasi Pengelolaan Air Limbah) agar hasil pengolahan tambang bisa diolah terlebih dahulu
oleh IPAL agar tidak mencemari Sungai Benuang.

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 26


BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari permasalahan degradasi lahan yang terjadi pada Desa Lagan dan
Desa Danau diantaranya yaitu :
1. Degradasi lahan yang terjadi pada Desa Lagan disebabkan oleh faktor alam yaitu curah
hujan yang tinggi dan erosi tanah sedangkan degradasi lahan yang terjadi pada Desa
Danau disebabkan oleh faktor campur tangan manusia yaitu hasil pengolahan tambang
perusahaan PT Bangun Nusantara Jaya Makmur (BNJM) dan PT Wings Sejati yang dibuang
ke Sungai Benuang.
2. Dampak yang terjadi akibat degradasi lahan yang terjadi pada Desa Lagan yaitu
kehilangan produktivitas pada beberapa tanaman diantaranya yaitu tanaman padi gogo
sebesar 2%, jagung sebesar 3%, kacang tanah sebesar 2%, ubi kayu sebesar 3%, dan
karet rakyat sebesar 4%. Adapun dampak yang terjadi akibat degradasi lahan pada Desa
Danau yaitu lahan pertanian warga rusak sekitar dua hektar yang merugikan petani
dikarenakan gagal panen.
3. Solusi dari permasalahan degradasi lahan di Desa Lagan yaitu dibuat teras bertingkat pada
lahan yang memiliki kemiringan cukup tinggi sehingga dapat mengurangi aliran air yang
ada di permukaan tanah, mengganti jenis tanaman yang sesuai dengan tipe agroklimat
B2 yaitu padi dan palawija. Adapun solusi dari permasalahan degradasi lahan yang terjadi
di Desa Danau yaitu dengan membuat IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah).

5.2 Lesson Learned


Dengan terjadinya degradasi lahan maka pelajaran yang dapat diambil yaitu apabila
mengelola pertanian dilakukan pertimbangan untuk jenis tanaman yang cocok dengan kondisi
alam seperti kemiringan lereng, curah hujan, jenis tanah agar tidak mengalami gagal panen.
Selain itu juga, sebelum mendirikan perusahaan tambang untuk mengurus IUP dan Analisa
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) agar tidak merusak lingkungan sekitar yang akan
ditambang.

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 27


DAFTAR PUSTAKA
Brinkman, A.R. dan A.J Smyth. 1973. Land Evaluation for Rural Purpose. ILRI Publ . No. 17
Wageningen.
Brrow, C.J. 1991. Land Degradation. Cambridge University Press. Cambridge New York, Port
Chester, Melbourne, Sydney.
Cullingswot, B. 1997. Planning in the USA: Policies, Issues and Processes. London. New York:
Routledg.
Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. PT. Pustaka Jaya. Jakarta.
Jamulya, dan Sunarto 1995. Evaluasi Sumberdaya Lahan: Kemampuan Lahan. Yogyakarta :
Fakultas Geografi UGM.
Listumbinang Halengkara. 2012. Panduan Praktikum SIG. Pendidikan Geografi Universitas
Lampung. Bandar Lampung
Mahendra Tri A. Semarang: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. 2007. Peta
Perubahan Penggunaan Lahan Untuk Permukiman Tahun 1999-2004 di Kecamatan Ngawen
Kabupaten Blora. Tugas Akhir.
Malingreau, J.P. (1978), Penggunaan Lahan Pedesaan Penafsiran Citra untuk Inventarisasi dan
Analisisnya. Yogyakarta : Pusat Pendidikan Interpretasi Citra PJ dan Survey Terpadu UGM
BAKO-SURANAL
Northam, Ray, M. 1975. Urban Geography. New York. London: Oregon State University John
Wiley and Sons.
Rachman Sutanto. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah (Konsep dan Kenyataan). Kanisius. Yogyakarta
UU Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah
https://www.borneonews.co.id/berita/88496-tindak-tambang-ilegal-di-barito-timur diakses pada
26 November 2018
https://www.borneonews.co.id/berita/99213-lahan-anggota-dewan-diduga-digarap-perusahaan-
tambang-ilegal diakses pada 26 November 2018

Degradasi Lahan Pada Kabupaten Barito Timur 28

Anda mungkin juga menyukai