Guru Pengampu :
Drs. Rohmadiyono
Disusun Oleh:
Nama : Octavia Cicca Nova Aprilia
Kelas : X-6
No Absen : 26
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................. 4
1.4 Kegunaan Penelitian......................................................................... 4
1.5 Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya..................................... 5
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 12
2.1 Penyebab Tanah Longsor................................................................. 12
2.2 Proses Terjadinya Tanah Longsor.................................................... 14
2.3 Upaya Pencegahan Tanah Longsor.................................................. 14
2.4 Upaya Penyelamatan Tanah Longsor............................................... 15
2.5 Mitigasi Tanah Longsor.................................................................... 15
BAB III PENUTUP................................................................................................. 17
3.1 Kesimpulan...................................................................................... 17
3.2 Saran................................................................................................. 17
BAB I
PENDAHULUAN
Gambar 1.1 Persentase Jumlah Kejadian bencana yang terdapat di Indonesia tahun 2015
Sumber: (http://www.ibnurusydy.com/data-bencana-alam-di-indonesia-sejak-1915-2015/)
1
Berdasarkan diagram pie tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 jenis
bencana yang memiliki persentasi jumlah kejadian bencana paling tinggi, yaitu
banjir, puting beliung, dan tanah longsor. Bencana banjir memiliki persentase
kejadian paling besar, yaitu 31.2%, puting belitung 20%, dan tanah longsor 16.4%.
Tanah longsor merupakan salah satu bencana yang termasuk dalam jumlah kejadian
bencana terbanyak di Indonesia sehingga pemetaan tanah longsor perlu
dilakukan.Terdapat banyak tempat wisata yang telah berkembang di Kecamatan
Dlingo. Lebih dari 15 wisata yang terdapat di kecamatan tersebut. Banyaknya
wisata yang mulai tumbuh akan berdampak pula pada meningkatnya wisatawan yang
datang berkunjung, baik wisatawan dari daerah sekitar maupun dari luar Provinsi
Yogyakarta. Banyaknya wisatawan yang datang akan mengakibatkan meningkatnya
pembangunan di daerah tersebut.
Pembangunan tersebut dapat berupa pemukiman, tempat penginapan, hotel,
serta ruko dan pertokoan. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi dan mengganggu
pemanfaatan lahan dan keseimbangan ekosistem di daerah itu sendiri. Akibat
selanjutnya adalah terjadinya dampak yang sering bersifat negatif seperti bencana
alam berupa erosi maupun tanah longsor. Lebih jelasnya, beberapa pariwisata dapat
dilihat pada gambar 1.2 dan 1.3.
Gambar 1.2 Wisata Desa Mangunan, Gambar 1.3 Wisata Hutan Pinus, Kecamatan
Kecamatan Dlingo Sumber: Dlingo Sumber:
http://visitingjogja.com/web/detail/wisata/d http://indowarta.com/7189/sejuknyahutan-pinus-
esa-wisata.html dlingo-yang-kini-jadi-viraldi-medsos-ini-musti-
kamu-kunjungi-lho/
2
Banyaknya wisata yang ada di daerah tersebut mengakibatkan beban yang
harus ditanggung oleh tanah semakin besar sehingga lama-kelamaan tanah tidak kuat
untuk menyangga beban yang terdapat pada permukaan tanah. Kondisi tersebut akan
menyebabkan tanah bagian atas mencapai titik jenuh apabila terjadi hujan deras
sehingga tanah bagian atas menjadi berat dan licin, maka akan timbul bencana tanah
longsor.
Potensi terjadinya tanah longsor yang tinggi di Kabupaten Dlingo diperlukan
adanya pemetaan terhadap tanah longsor. Oleh sebab itu untuk meminimalisir
terjadinya bencana yang akan menimbulkan kerugian baik berupa materi serta harta
benda dan keselamatan penduduk sekitar, diperlukan adanya pemetaan bahaya tanah
longsor di daerah tersebut untuk mengetahui persebaran potensi tanah longsor. Peta
tersebut dapat digunakan sebagai mitigasi bencana yang dapat meminimalisir adanya
kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya tanah longsor.
Gambar 1.4 Tanah Longsor di Dusun Gambar 1.5 Tanah Longsor di Desa
Tangil Rt.03 Muntuk, Dlingo, Bantul, 2 Sukorame Rt.24 Mangunan, Dlingo,
Desember 2016. Bantul, 2 Desember 2016.
3
software tersebut berupa peta sebaran daerah rawan longsor yang dapat dijadikan
sumber informasi bagi pihak-pihak yang terkait maupun untuk penduduk sekitar.
Terdapat beberapa foto yang menunjukkan longsor di Kecamatan Dlingo, gambar
tersebut dapat dilihat pada gambar 1.4 dan 1.5.
4
3. Mengaplikasikan ilmu selama perkuliahan terutama dalam bidang Geografi dan
sistem informasi geografis serta menjadi tambahan literatur bagi peneliti yang
berhubungan dengan tanah longsor.
5
padat dan kedap (misalnya andesit, breksi andesit, tuf, napal dan batu
lempung). Vegetasi alami yang dapat dijumpai antara lain tumbuhan
berakar serabut (perdu, semak, dan rerumputan), pepohonan bertajuk
berat, dan berdaun jarum (pinus).
b. Zona Berpotensi Longsor Tipe B
Zona berpotensi longsor pada daerah kaki gunung, kaki
pegunungan, kaki bukit, kaki perbukitan, dan tebing sungai dengan
kemiringan lereng berkisar antara 21% - 40%, dengan ketinggian 500-
2000 meter di atas permukaan laut. Zona ini antara lain dicirikan oleh
Lereng pegunungan tersusun dari tanah penutup setebal kurang dari 2
(dua) meter, bersifat gembur dan mudah lolos air. Lereng tebing sungai
tersusun oleh tanah residual, tanah kolovial atau batuan sedimen hasil
endapan sungai dengan ketebalan kurang dari 2 (dua) meter.
Pada zona ini curah hujan mencapai 70 mm per jam atau 100 mm
per hari dengan curah hujan tahunan lebih dari 2500 mm dan Sering
muncul rembesan air atau mata air pada lerengterutama pada bidang
kontak antara batuan kedap air dengan lapisan tanah yang lebih
permeable. Gerakan tanah yang terjadi pada daerah ini umumnya berupa
rayapan tanah yang mengakibatkan retakan dan amblesan tanah.
c. Zona Berpotensi Longsor Tipe C
Zona berpotensi longsor pada daerah dataran tinggi, dataran
rendah, dataran, tebing sungai, atau lembah sungai dengan kemiringan
lereng berkisar antara 0% - 20%, dengan ketinggian 0-500 meter di atas
permukaan laut. Zonasi ini antara lain dicirikan oleh Daerah kelokan
sungai (meandering) dengan kemiringan tebing sungai lebih dari 40%,
Kondisi tanah (batuan) penyusun lereng umumnya tersusun dari tanah
lempung yang mudah mengembang apabila jenuh air (jenis
montmorillonite), dan curah hujan mencapai 70 mm per jam atau 100
mm
per hari dengan curah hujan tahunan lebih dari 2500 mm.Daerah ini
Sering muncul rembesan air atau mata air pada lereng, terutama pada
bidang kontak antara batuan kedap air dengan lapisan tanahyang lebih
permeable. Gerakan tanah yang sering terjadi umumnya berupa rayapan
tanah yang mengakibatkan retakan dan amblesan.
6
1.5.1.2 Bahaya (Hazard)
Bahaya adalah suatu ancaman yang berasal dari peristiwa alam yang bersifat
ekstrim yang dapat berakibat buruk atau keadaan yang tidak menyenangkan.
Tingkat ancaman ditentukan oleh probabilitas dalam lamanya waktu kejadian
(periode waktu), tempat (lokasi), dan sifatnya saat peristiwa itu terjadi.
Bahaya alam (Natural hazard) adalah probabilitas potensi kerusakan yang
mungkin terjadi dari fenomena alam di suatu area / wilayah (Haryati, 2011).
Bahaya merupakan suatu kondisi yang mengancam keberlangsungan hidup
dan segala aktivitas manusia dapat dikarenakan faktor alam maupun manusia
itu sendiri. tingkat bahaya juga dapat dilihat dan dipertimbangkan dari lokasi
kejadian dan periode waktu pada kejadian
sebelumnya. Bahaya dapat berubah menjadi bencana apabila telah
mengakibatkan korban jiwa, kehilangan atau kerusakan harta dan kerusakan
lingkungan. Bencana sebagai satu kejadian aktual, lebih dari suatu ancaman
yang potensial atau diistilahkan sebagai realisasi dari bahaya. Lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar 1.7.
7
oleh faktor alam dan atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda dan dampak psikologis. (UU No.24 tahun 2007).
Bencana dapat diartikan sebagai suatu rangkaian peristiwa yang mengancam
kehidupan manusia sehingga menimbulkan adanya keugian dan korban jiwa.
Becana dapat dikarenakan faktor alam maupun non-alam. Contoh dari faktor
alam adalah tsunami, gempa bumi, dan sebagainya sedangkan contoh karena
non alam adalah bencana yang ditimbulkan karena ada campur tangan
manusia, misalnya banjir, kebakaran, dan lain sebagainya. Bencana dapat
terjadi dikarenakan adanya bahaya dan kerentanan. Tanpa ada salah satu dari
bahaya dan kerentanan, maka bencana tidak akan terjadi. Bencana tidak
mungkin dihindari, untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan yang
dapat dilakukan adalah memperkecil terjadinya korban jiwa, harta maupun
lingkungan. Banyaknya korban jiwa maupun harta benda dalam peristiwa
bencana yang selama ini terjadi, lebih sering disebabkan kurangnya
kesadaran dan pemahaman pemerintah maupun masyarakat terhadap potensi
bahaya, kerentanan, bencana tanah longsor serta upaya mitigasinya.
Paradigma mitigasi fokus perhatian terhadap penanggulangan bencana adalah
pada pengurangan tingkat ancaman, intensitas, dan frekuensi bencana
sehingga kerugian, kerusakan, dan korban jiwa dapat dikurangi (UNDP dalam
Totok 2014). Mitigasi bencana adalah upaya yang dilakukan untuk
mengurangi dampak dari bencana baik bencana alam, bencana akibat ulah
manusia maupun gabungan keduanya. Bencana (disaster) disebabkan oleh
faktor alam dan atau manusia yang dapat menimbulkan bahaya (hazard) dan
kerentanan (vulnerability) terhadap manusia dan lingkungan itu sendiri.
Hazard dan kerentanan saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu
sama lain. Bahaya adalah kemungkinan dari kejadian dalam jangka waktu
tertentu pada suatuwilayah yang berpotensi terhadap rusaknya fenomena
alam.
8
diartikan sebagai proses perpindahan suatu massa batuan/tanah akibat gaya
gravitasi. Intensitas kejadian longsor dan tingkat bahaya longsor sangat
dipengaruhi oleh intensitas curah hujan yang tinggi dan terjadi terus menerus,
kondisi lereng yang miring hingga terjal, penggunaan lahan yang kurang
sesuai dengan kemampuan lahan di daerah tersebut, tanah yang tebal, serta
batuan dan strukur geologi yang bervariasi. Longsor atau sering disebut
gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan
massa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya
bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara umum kejadian longsor
disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor pemicu. Faktor
pendorong adalah faktor-faktor yang memengaruhi kondisi material sendiri,
sedangkan faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan bergeraknya
material tersebut. Karakteristik longsor dapat dibagi menjadi lima macam
yaitu :
1. Jatuhan (Falls)
Umumnya material longsor baik berupa batu maupun tanah bergerak
cepat hingga sangat cepat. Tipe gerakan ini terjadi pada lereng terjal
seperti tebing atau tegak yang terdiri dari batuan yang mempunyai
bidang-bidang tidak menerus. Contoh dirujuk pada
2. Pergerakan Blok
9
Pergerakan blok adalah bergeraknya batuan pada bidang gelincir
berbentuk rata. Pergerakan ini disebut longsoran translasi blok batu.
Contoh dirujuk pada Gambar 1.9 Tipe Longsor Blok.
4. Sebaran (spreads)
10
Termasuk longsoran translasional dan disebut sebaran lateral (lateral
speading), adalah kombinasi dari meluasnya massa tanah dan turunnya
massa batuan terpecah -pecah ke dalam material lunak dibawahnya.
Permukaan bidang longsor tidak berada di lokasi terjadinya geseran
terkuat. Sebaran dapat terjadi akibat liquefaction tanah granuler atau
keruntuhan tanah kohesif lunak di dalam lereng. Contoh dirujuk pada
Gambar 1.11 Tipe Longsor Sebaran.
5. Aliran (flows)
Gerakan hancuran material kebawah lereng dan mengalir seperti cairan
kental dengan kecepaatan tinggi serta bergerak cepat dan mendadak.
Aliran sering terjadi dalam bidang relatif sempit. Material yang terbawa
oleh aliran dapat terdiri dari berbagai macam tanah (termasuk batu-batu
besar), kayu-kayuan, ranting, dan lain-lain. Contoh dirujuk pada Gambar
1.12 Tipe Longsor Aliran.
11
Gambar 1.12 Tipe Longsor Aliran
Sumber: http://www.ibnurusydy.com/geo-bencana/longsor/
BAB II
PEMBAHASAN
12
Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi
lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.
4 Batuan yang kurang kuat
Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran
antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan
mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan
terhadap bencana tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal.
5 Jenis tata lahan
Bencana tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan,
perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan
persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah
menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor.
Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya
tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di
daerah longsoran lama.
6 Getaran
Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran
mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah
tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak.
7 Susut muka air danau atau bendungan
Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng
menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran
dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.
8 Adanya beban tambahan
Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan
akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar
tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya
penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah lembah.
9 Pengikisan/erosi
Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat
penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.
10 Adanya material timbunan pada tebing
Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan
pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah
13
tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di
bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian
diikuti dengan retakan tanah.
11 Bekas longsoran lama
Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan
material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah
terjadi patahan kulit bumi. Adanya tebing terjal yang panjang melengkung
membentuk tapal kuda.
12 Penggundulan hutan
Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul di mana
pengikatan air tanah sangat kurang.
13 Daerah pembuangan sampah
Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah
banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran
hujan.
14
2. Mengurangi tingkat keterjangan lereng dengan pengolahan lahan terasering di
kawasan lereng.
3. Menjaga drainase lereng yang baik untuk menghindarkan air mengalir dari dalam
lereng keluar lereng.
4. Pembuatan bangunan penahan supaya tidak terjadi pergerakan tanah penyebab
longsor.
5. Penanaman pohon yang mempunyai perakaran yang dalam dan jarak tanam yang
tidak terlalu rapat di antaranya di seling-selingi tanaman pendek yang bisa
menjaga drainase air.
6. Relokasi daerah rawan longsor, meskipun butuh dana besar ini adalah upaya
penting yang harus dilakukan pemerintah ketika ancaman bencana bisa
merenggut nyawa dan kerugian yang besar.
7. Warning system atau teknologi peringatan bencana longsor dengan menciptakan
alat-alat pendeteksi pergerakan tanah yang berisiko akan longsor di daerah-
daerah longsor. Peringatan sebelum longsor bisa dilakukan kepada warga untuk
melakukan tindakan mitigasi bencana.
8. Upaya penanggulangan tanah longsor seperti halnya banjir, harus terintegrasi
antara tindakan masyarakat yang bermukim di area rawan longsor dengan
pemerintah setempat.
15
b. Persiapkan dukungan logistik.
c. Simak informasi dari radio mengenai informasi hujan dan kemungkinan
tanah longsor.
d. Apabila pihak berwenang menginstruksikan untuk evakuasi, segera
lakukan hal tersebut.
2. Tindakan saat terjadi tanah longsor
a. Apabila di dalam rumah dan terdengar suara gemuruh, segera keluar cari
tempat lapang dan tanpa penghalang.
b. Apabila di luar, cari tempat yang lapang dan perhatikan sisi lebih atau
tanah yang mengalami longsor.
3. Tindakan sesudah terjadi tanah longsor
a. Jangan segera kembali ke rumah, perhatikan apakah longsor susulan masih
akan terjadi.
b. Apabila diminta untuk membantu proses evakuasi, gunakan sepatu khusus
dan peralatan yang menjamin keselamatan.
c. Perhatikan kondisi tanah sebagai pijakan yang kokoh bagi langkah.
d. Apabila harus menghadapi reruntuhan bangunan untuk menyelamatkan
korban, pastikan tidak menimbulkan dampak yang lebih buruk.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang
terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis
seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara umum kejadian longsor
disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor pemicu. Faktor
pendorong adalah faktor-faktor yang memengaruhi kondisi material sendiri,
sedangkan faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan bergeraknya material
tersebut.
Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi,
pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis
longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan
longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan
rombakan.
3.2 Saran
Kepada semua pihak untuk mengantisipasi dan penanggulangan bencana agar
tidak menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, korban meninggal dan kerugian
harta benda yang besar.
17
18