Anda di halaman 1dari 14

PEDOMAN TEKNIS

PENGEMBANGAN LAHAN RAWA


PASANG SURUT

VOLUME I : ASPEK UMUM

___________________________________________________________________________________________________________
Pedoman Teknis Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut
1 Volume I : Aspek Umum
PENGANTAR

Penyusunan Pedoman Teknis Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut, Volume I :


Aspek Umum ini disusun dalam kerangka proyek Pengembangan Lahan Rawa .
Pedoman Teknis ini merupakan realisasi dari salah satu agenda kerjasama yang tertuang
dalam Memorandum of Understanding (MOU) antara Departemen Kimpraswil dengan
Ministry of Transport, Public Works and Water Management dan Ministry of Spatial
Planning, Housing and Environment dari Pemerintah Belanda.

Penyusunan Pedoman Teknis Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut tersebut


disiapkan oleh Kelompok Kerja yang terdiri dari :
 Indonesia
 Ir. Slamet Sugeng M.Sc, Ditjen Sumber Daya Air, Dep.Kimpraswil
 Ir. Irama Aboesoemono Dipl.HE, Ditjen Sumber Daya Air, Dep.Kimpraswil
 Ir. Hartoyo Supriyanto M.Eng, Ditjen Sumber Daya Air, Dep.Kimpraswil
 Ir. A. Tommy M. Sitompul M.Eng, Ditjen Sumber Daya Air, Dep.Kimpraswil
 Ir. Amier Hartono Dipl HE, Ditjen Bina Sarana Pertanian, Dep. Pertanian
 Dr. Ir. Robiyanto H. Susanto M.Agr.Sc., Universitas Sriwijaya
 Belanda :
 Prof. Dr. Bart Schultz, Directorate General of Public Works and Water
Management
 Dr. F.X. Suryadi, Delft Hydraulics
 Ir. A. van den Eelaart, Arcadis-Euroconsult
 Ing. J. Houtermanf, Arcadis-Euroconsult
 Ir. P.H.J. Hollanders, UNESCO-IHE

Konsep Pedoman Teknis ini sebelumnya telah dipresentasikan dan dibahas diantara para
peserta dari berbagai kalangan yang mewakili Instansi Pemerintah dari sektor terkait baik
dari Pusat maupun Daerah, Perguruan Tinggi dan para peneliti maupun para praktisi
___________________________________________________________________________________________________________
Pedoman Teknis Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut
2 Volume I : Aspek Umum
yang berkecimpung dalam pengembangan lahan rawa dalam suatu rangkaian seminar
yang telah diselenggarakan tiga kali yaitu pada pada tahun 2002 (di Jakarta), tahun 2003
(di Palembang), dan tahun 2004 (di Jakarta) . Sejalan dengan itu, pada tahun 2003 telah
pula diselenggarakan pertemuan pembahasan ditingkat Kelompok Kerja yang
diselenggarakan di Belanda.

Bersamaan waktunya dengan penyusunan Pedoman Teknis ini, telah disiapkan pula suatu
web site dengan alamat : www.tidal-lowlands.org.

Kegiatan penyusunan Pedoman Teknis Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut ini
juga difasilitasi melalui dukungan dari Asia Facility- suatu lembaga kerjasama yang
bernaung dibawah Kementerian Perekonomian dari Pemerintah Belanda.

___________________________________________________________________________________________________________
Pedoman Teknis Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut
3 Volume I : Aspek Umum
Daftar Isi
Halaman

PENGANTAR………………………………………………………………………….. 2

1. PENDAHULUAN………………………………………………………………. 6
1.1 Dasar pertimbangan dan opsi pengembangan ……………………………6
1.2 Lahan rawa pasang surut dan non pasang surut…………………………..9
1.3 Pedoman teknis…………………………………………………………..10

2. GAMBARAN POKOK………………………………………………………...15
2.1 Pengembangan tahap awal………………………………………………15
2.2 Pengembangan tahap lanjut……………………………………………...15
2.3 Peran prasarana pengairan……………………………………………….16
2.4 Keterkaitan aspek air dan tanah………………………………………….17
3. LINGKUNGAN FISIK………………………………………………………...20
3.1 Iklim…………………………………………………………………….20
3.2 Topografi………………………………………………………………...20
3.2.1 Lahan rawa pasang surut………………………………………..20
3.2.2 Hidrotopografi…………………………………………………...21
3.3 Gerakan pasang surut dan intrusi air asin………………………………..24
3.3.1 Muka air laut rata-rata…………………………………………..24
3.3.2 Karakteristik pasang surut……………………………………….24
3.3.3 Kisaran pasang surut dan peluang drainase……………………...25
3.3.4 Intrusi air asin……………………………………………………25
3.3.5 Sedimentasi………………………………………………………26
3.4 Hidrologi sungai…………………………………………………………26
3.4.1 Muka air banjir maksimum……………………………………...29
3.4.2 Aliran sungai…………………………………………………….30

___________________________________________________________________________________________________________
Pedoman Teknis Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut
4 Volume I : Aspek Umum
3.5 Tanah…………………………………………………………………….30
3.5.1 Tanah mineral rawa……………………………………………...30
3.5.2 Tanah organik, tanah gambut dan tanah bergambut……………..31
3.5.3 Tanah mineral lahan kering……………………………………...32
3.5.4 Masalah yang terkait dengan kemasaman……………………….32
3.6 Satuan lahan dan kesesuaian lahan………………………………………33
3.6.1 Klasifikasi satuan lahan …………………………………………33
3.6.2 Kesesuaian lahan………………………………………………...35

DAFTAR RUJUKAN

Daftar Tabel

3.1 Kesesuaian lahan

Daftar Gambar

2.1 Lahan rawa pasang surut di Indonesia


2.2 Klasifikasi hidrotopografi
2.3 Ruas sungai

___________________________________________________________________________________________________________
Pedoman Teknis Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut
5 Volume I : Aspek Umum
I. PENDAHULUAN

I.1 Dasar pertimbangan dan opsi pengembangan

Untuk tujuan praktis, didalam Pedoman Teknis ini secara sengaja digunakan istilah lahan
rawa pasang surut dan bukannya lahan basah . Meskipun secara fisik keduanya sulit
dibedakan karena penampakan harfiahnya memiliki banyak kesamaan, namun keduanya
lazim diasosiasikan dengan lahan yang dalam kondisi alamiahnya tergenang air.

Dalam prakteknya, istilah lahan rawa pasang surut lazim digunakan jika konteksnya
berkaitan dengan pengembangan (development), sedangkan istilah lahan basah umumnya
digunakan bilamana fokusnya menyangkut kepada aspek lingkungan yang lebih
menekankan secara khusus terhadap kepentingan pelestarian ekosistem.

Hakekat pengembangan lahan rawa pasang surut dilandasi pendekatan pengembangan


yang berkeseimbangan antara pendayagunaan sumberdaya lahan disatu sisi dengan
pengharkatan terhadap fungsi ekologis disisi lainnya . Pendekatan ini merupakan
pengejawantahan dari prinsip konservasi yang sudah dikenal secara luas dan secara
konsisten dipenuhi melalui perwujudan zonasi kawasan . Yaitu pemilahan kawasan untuk
tujuan konservasi yang menyandang harkat sebagai fungsi ekologis (perlindungan dan
pengawetan) dan kawasan yang menyandang fungsi sumberdaya dimana lahannya dinilai
memenuhi kelayakan untuk dikembangkan . Zonasi yang sedemikian itu diwujudkan
sebagai bagian integral dalam perencanaan pengembangan dan pengelolaan sumberdaya
air dari suatu wilayah sungai .

Dengan pendekatan yang dilandasi prinsip itu, maka pengembangan dan pengelolaan
sumberdaya air dan prasarana pengairannya selanjutnya dirancang guna mendukung
pengembangan lahan rawa pasang surut. Pada masa sekarang dan barangkali dalam
kurun waktu mendatang, tujuan utama dari pengembangan lahan rawa pasang surut

___________________________________________________________________________________________________________
Pedoman Teknis Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut
6 Volume I : Aspek Umum
masih tetap dan akan diarahkan untuk pengembangan lahan pertanian utamanya untuk
budidaya tanaman padi. Sedangkan tanaman lainnya semisal palawija dan tanaman
perkebunan merupakan tanaman sampingan yang sebagaimana dapat diamati dilokasi
manapun lebih banyak dibudidayakan di lahan pekarangan. Nampaknya ini menunjukan
kecenderungan dari suatu corak pengembangan yang paling lazim, yang demi
keberhasilannya jelas memerlukan dukungan pelayanan pengelolaan air secara memadai
baik pada daerah reklamasi rawa pasang surut yang sudah ada maupun bagi
pengembangan kawasan lahan rawa pasang surut yang baru.

Disamping aspek pertanian, perlu perhatian tersendiri untuk aspek lain yang juga tidak
kalah pentingnya antara lain rencana penatagunaan lahan, termasuk didalamnya pola
permukiman dan kebutuhan pelayanan transportasi air sepanjang diperlukan ; mengingat
keseluruhannya itu akan menuntut fungsionalitas dari prasarana pengairan dan efektifitas
dari sistem pengelolaan airnya, mengingat banyak diantara kebutuhan pelayanan air pada
lokasi yang sama dan pada saat yang bersamaan memiliki banyak kepentingan yang bisa
saja saling berlainan antara yang satu dengan lainnya.

Lahan rawa pasang surut sering diasosiasikan dengan keberadaan dari jenis tanah yang
belum matang dengan kandungan unsur racun yang dapat menggangu pertumbuhan
tanaman dan lebih lanjut mengakibatkan rendahnya produktivitas usaha pertanian. Oleh
sebab itu, perlu adanya pertimbangan dan langkah yang cermat untuk mencegah
terjadinya hal-hal yang tidak dikehendaki. Untuk mengatasi masalah semacam itu, maka
pengelolaan air baik ditingkat jaringan primer dan sekunder (tata air makro) maupun
ditingkat jaringan petak tersier (tata air mikro) peranannya akan sangat menentukan.

Pola pengembangan secara bertahap adalah cara yang paling tepat dan sudah dibuktikan
dalam prakteknya selama ini pada pengembangan lahan rawa pasang surut khususnya
untuk pertanian. Dengan cara seperti itu, pemanfaatan secara efektif sumber-sumber air
yang tersedia baik secara langsung maupun tidak langsung di sekitar kawasan yang
direklamasi ataupun dari sungai terdekat merupakan hal yang diutamakan dan sekaligus
merupakan salah satu tujuan pokok dari upaya pengelolaan air pada pengembangan lahan

___________________________________________________________________________________________________________
Pedoman Teknis Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut
7 Volume I : Aspek Umum
rawa pasang surut. Pola atau cara seperti itu diterapkan khususnya pada tahap
pengembangan awal, dan untuk itu maka jaringan saluran primer, sekunder dan saluran
tersier yang mengalirkan air secara gravitasi dirancang agar dapat berfungsi memadai
untuk kepentingan pemasokan air, disamping untuk melayani drainase dan pengamanan
banjir . Bagi sebagian besar kawasan lahan rawa pasang surut, pengaliran air secara
gravitasi dimungkinkan dengan memanfaatkan beda ketinggian muka air karena
pengaruh gerakan pasang surut muka air sungai . Untuk pengembangan tahap awal,
pembangunan jaringan saluran dan pengelolaan air dengan menerapkan pola itu dinilai
memenuhi kelayakan dari segi teknis, lingkungan maupun dari segi pertimbangan
ekonomisnya.

Pengaliran air masuk dan keluar dengan sistem gravitasi yang telah diterapkan sejauh ini
sebagai pola pengembangan tahap awal pada dasarnya sangat tergantung kepada faktor
hidro-topografi lahan. Faktor ini menyatakan posisi relatif dari elevasi lahan terhadap
taraf muka air pasang surut, dan faktor itulah yang pada akhirnya akan menentukan besar
kecilnya peluang irigasi dan drainase secara gravitasi . Besar kecilnya peluang pengaliran
secara gravitasi tersebut didefinisikan sebagai irigabilitas dan drainabilitas dari suatu
kawasan lahan rawa pasang surut.

Kebanyakan lahan rawa pasang surut yang direklamasi masih berada pada tahap
pengembangan awal. Jikapun tidak seluruhnya, banyak diantaranya belum berfungsi
dengan baik khususnya bila ditinjau dari segi kinerja pelayanan prasarana pengairannya
yang masih belum mampu mendukung kepentingan budidaya pertanian secara produktif.
Perencanaan yang kurang memadai pada masa lalu dan penyelenggaraan kegiatan O&P
yang selama ini masih sangat memprihatinkan merupakan penyebab utamanya. Tindakan
penyempurnaan melalui program rehabilitasi dan peningkatan jelas diperlukan untuk
memperbaiki kondisi dan meningkatkan fungsi jaringan pengairan, sementara dari segi
teknis, pengaliran air di saluran masih tetap akan mengandalkan mekanisme gravitasi
yang terjadi karena pengaruh gerakan pasang surut muka air sungai.

Opsi pengembangan dengan teknologi yang lebih maju pada daerah reklamasi rawa

___________________________________________________________________________________________________________
Pedoman Teknis Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut
8 Volume I : Aspek Umum
pasang surut yang saat ini kondisinya masih dalam tahap pengembangan awal, boleh jadi
alternatifnya adalah berupa penerapan sistem polder yang memungkinkan pengelolaan
airnya terkendali sepenuhnya. Pengembangan sistem polder memungkinkan untuk
diimplementasikan pada skala unit kawasan pengembangan tertentu (schemes) atau pada
skala kawasan dalam bentuk delta. Pengembangannya untuk jangka panjang bisa
dirancang sekaligus dalam rangka mengkonservasikan sumber air tawar yang tersedia
sepanjang tahun dengan penutupan bagian muara sungai. Akan tetapi dalam jangka dekat
opsi semacam itu belumlah layak untuk diimplementasikan bahkan untuk proyek
percontohan pada skala yang terbatas sekalipun. Karena opsi tersebut pada saat ini
belumlah layak dari segi sosial, ekonomi dan dari segi lingkungan. Bagaimanapun,
hanya waktulah yang akan membuktikan apakah opsi tersebut pada suatu saat akan
memiliki prospek untuk dikembangkan dimasa depan. Pembahasan lebih lanjut tentang
masalah ini diluar lingkup dari Pedoman Teknis ini.

I.2 Lahan rawa pasang surut dan rawa non pasang surut

Dalam keadaan alaminya, lahan rawa pada umumnya berdrainase buruk dan biasanya
tergenangi air dalam waktu yang relatif lama. Di Indonesia, luas keseluruhan lahan rawa
pasang surut maupun rawa non pasang surut mencapai sekitar 33.4 juta ha, sebagian
terbesar lokasinya tersebar di Sumatra, Kalimantan dan Irian Jaya (Gambar 1.1). Lahan
rawa dapat dibedakan kedalam :
- lahan rawa pasang surut, lokasinya berada disepanjang pesisir dan disepanjang ruas
sungai bagian hilir pada rezim sungai yang dipengaruhi fluktuasi muka air pasang
surut harian . Umumnya meliputi zona mangrove diikuti kemudian dengan rawa air
tawar yang cukup luas arealnya. Elevasi lahannya sebagian terbesarnya berada
disekitar taraf muka air pasang tinggi. Kawasan ini ditandai keberadaannya oleh
genangan dangkal pada musim penghujan terutama diakibatkan oleh air hujan yang
terakumulasi karena drainasenya terhambat. Setiap harinya pada saat muka air sungai
dalam keadaan surut pada umumnya memberikan peluang bagi berlangsungnya
proses drainase air yang berkelebihan mengalir keluar . Di kawasan-kawasan tertentu,

___________________________________________________________________________________________________________
Pedoman Teknis Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut
9 Volume I : Aspek Umum
muka air sungai pada saat pasang memberikan peluang bagi berlangsungnya irigasi
pasang surut ;

Gambar 1.1 : Lahan rawa pasang surut di Indonesia

- lahan rawa non pasang surut, letaknya berada diluar zona pasang surut, seringkali
disebut sebagai lahan rawa lebak. Kawasan ini lebih banyak dipengaruhi oleh
fluktuasi musiman muka air sungai dan pada saat musim penghujan lahannya bisa
terendam air dengan genangan yang cukup dalam. Karena tidak adanya muka air
surut harian pada sungai dikawasan ini, maka perencanaan drainase bagi
pengembangan lahan rawa lebak memerlukan kriteria tersendiri. Pada kebanyakan
kawasannya bahkan memerlukan upaya pengamanan dari luapan banjir sungai;
- lahan rawa pedalaman, adalah lahan rawa yang tidak termasuk dalam klasifikasi
yang disebutkan diatas, biasanya terletak di kawasan yang disekitarnya adalah lahan
kering (uplands). Lahan rawa jenis ini luasannya relatif kecil.

1.3. Pedoman teknis

___________________________________________________________________________________________________________
Pedoman Teknis Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut
10 Volume I : Aspek Umum
Kendala fisik utama pada pengembangan lahan rawa pasang surut berpangkal dari faktor
kondisi air dan tanahnya, dan karena itu perlu jangka waktu yang tidak singkat agar
proses pematangan lahannya mencapai tingkat kesesuaian yang memungkinkan
tercapainya tingkat potensialnya sebagai lahan pertanian yang produktif. Dalam rangka
pengembangan rawa pasang surut secara berkelanjutan, maka pengalaman yang sangat
berharga yang diperoleh dari praktek pengembangan lahan rawa dalam dua puluh lima
tahun terakhir dirasa perlu untuk dijadikan acuan empiris. Hal itulah yang kemudian
melahirkan gagasan untuk mewujudkannya dalam bentuk Pedoman Teknis mengenai
pengembangan dan pengelolaan lahan rawa pasang surut.

Pedoman Teknis ini memberikan penekanan terhadap hal-hal ataupun masalah-masalah


spesifik yang terdapat pada pengembangan dan pengelolaan lahan rawa pasang surut.
Agar Pedoman Teknis ini pada akhirnya kelak suatu saat dapat dilakuakn menjadi suatu
standar nasional maka kearah itu agaknya masih memerlukan pembahasan, kajian dan
konsensus yang lebih luas. Fokus dari Pedoman Teknis ini adalah menyangkut
pengelolaan air dan penyelenggaraan kegiatan operasi dan pemeliharaan. Cakupan
materinya dirangkum dalam tiga volume, yaitu :
- Aspek Umum ;
- Pengelolaan Air ;
- Operasi dan Pemeliharaan (O&P).

Buku Pedoman Tenis ini lebih ditujukan utamanya sebagai panduan untuk
pengembangan tahap kedua ataupun peningkatan jaringan pengairan pada daerah
reklamasi lahan rawa pasang surut yang ada.
Secara ringkas isi yang termuat dalam Pedoman Teknis diuraikan dibawah ini.

Aspek Umum

Disadari bahwa reklamasi lahan rawa pasang surut akan membawa serta perubahan
lingkungan, dan diantara perubahan itu seringkali bersifat tidak mampu balik
(irreversible). Mempertimbangkan hal itu maka pembangunan prasarana pengairan dan

___________________________________________________________________________________________________________
Pedoman Teknis Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut
11 Volume I : Aspek Umum
pengelolaan airnya harus dilakukan tahap demi tahap secara cermat. Pertimbangan ini
menjadi landasan utama bagi konsep pengembangan lahan rawa pasang surut yang telah
diimplementasikan oleh Pemerintah selama ini.
Dalam Pedoman Teknis yang memuat Aspek Umum ini akan diketengahkan potensi dan
kendala pada pengembangan lahan rawa pasang surut, dan kaitannya dengan peran
pengelolaan tanah dan pengelolaan air dalam mendukung kegiatan budidaya pertanian.
Disamping itu, akan diuraikan pula secara garis besar beberapa aspek penting yang
terkait dengan :
- peranan prasarana pengairan ;
- lingkungan fisik yang mencakup iklim, topografi dan kondisi topografi, gerakan
pasang surut dan intrusi air asin, sedimentasi, hidrologi sungai, dan jenis tanah ;
- satuan tanah dan kesesuaian lahan yang berkaitan dengan zonasi pengelolaan air
dilahan rawa pasang surut.

Pengelolaan Air

Pengelolaan air diselenggarakan pada dua level, yaitu ;


- pengelolaan air dipetak tersier, atau tata air mikro. Ini merupakan pengelolaan air di
lahan usaha tani yang menentukan secara langsung kondisi lingkungan bagi
pertumbuhan tanaman ;
- pengelolaan air dijaringan saluran utama, atau tata air makro. Pengelolaan air di
tingkat sistem makro berfungsi menciptakan kondisi yang memenuhi kesesuaian
bagi terlaksananya pengelolaan air dipetak tersier (tata air mikro). Fungsi lain dari
pengelolaan air di jaringan saluran utama diantaranya adalah untuk melayani
transportasi air dan kebutuhan air baku untuk rumah tangga (khususnya mandi dan
cuci).

Dalam Aspek Umum ini , akan diketengahkan uraian ringkas tentang syarat batas
hidrolik (hydraulic boundary conditions) yang menentukan berbagai opsi pengelolaan air.
Khususnya dalam kaitannya dengan fluktuasi muka air, akan dijelaskan juga perbedaan

___________________________________________________________________________________________________________
Pedoman Teknis Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut
12 Volume I : Aspek Umum
dalam penggunaan elevasi muka air yang berlaku sebagai parameter penentu. Parameter
tersebut meliputi :
- muka air tinggi harian. Dalam kaitannya dengan elevasi lahan, ini merupakan
parameter yang menentukan peluang irigasi pasang surut dan pengamanan banjir ;
- muka air rendah dan rata-rata harian. Parameter ini menentukan peluang bagi
drainase dan navigasi ;
- kisaran pasang surut. Parameter ini berpengaruh terhadap peluang drainase dan
penggelontoran air di saluran.

Dalam pedoman ini akan dibahas mengenai opsi pengelolaan air yang sebagian besarnya
ditentukan oleh kondisi hidro-topografi, dan juga mengenai Zona Pengelolaan Air yang
berbasiskan potensi dan kendala yang berciri identik diantara berbagai kawasan lahan
rawa pasang surut. Zonasi merupakan suatu cara yang sering digunakan dalam proses
perencanaan atas dasar mana suatu kawasan bisa dibedakan dari kawasan lainnya, dan
sekaligus pula menjadi pertimbangan bagi kebutuhan sistem pengairan yang bersifat
spesifik dan yang sesuai untuk masing-masing kawasan tersebut. Zonasi juga digunakan
untuk kepentingan pengoperasian jaringan pengairan, dan berguna sebagai pedoman bagi
para petugas pengairan dilapangan maupun bagi para petani dalam menyelenggarakan
pengelolaan air.

Operasi dan pemeliharaan

Didalam buku pedoman mengenai operasi dan pemeliharaan akan diuraikan


permasalahan pokok yang dihadapi baik didalam perencanaannya maupun pada tahap
penyelenggaraan kegiatan O&P sistem pengairan di daerah reklamasi rawa pasang surut.
Disamping itu, akan diuraikan juga mengenai lingkup dan sararan kegiatan pemeliharaan
yang dapat dibedakan kedalam jenis-jenis kegiatan :
- pemeliharaan rutin ;
- pemeliharaan berkala / periodik ;
- pemeliharaan darurat.

___________________________________________________________________________________________________________
Pedoman Teknis Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut
13 Volume I : Aspek Umum
___________________________________________________________________________________________________________
Pedoman Teknis Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut
14 Volume I : Aspek Umum

Anda mungkin juga menyukai