Anda di halaman 1dari 35

DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Permasalahan lingkungan hidup pada umumnya menyangkut


dimensi yang luas, yaitu lintas ruang, lintas pelaku, dan lintas
generasi. Dimensi lintas ruang adalah suatu kondisi permasalahan
lingkungan hidup yang melewati batas wilayah administrasi. Sebagai
contoh pada kejadian banjir, permasalahannya mungkin tidak terbatas
pada satu daerah administrasi tertentu. Oleh karena itu
pengembangan informasi yang berhubungan dengan masalah banjir
memerlukan suatu jaringan informasi lingkungan hidup antar wilayah
administrasi, sedikitnya di satu Daerah Aliran Sungai (DAS). Dimensi
kedua, bahwa fenomena lingkungan hidup selalu berkaitan dengan
lintas pelaku. Salah satu contoh adalah pencemaran sungai dimana
sumber pencemar tersebut dapat berasal dari berbagai pihak misalnya
sektor industri, permukiman, dan pertanian. Dimensi ketiga,
permasalahan lingkungan hidup selalu menyangkut lintas generasi.
Hal ini sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan dimana
sumberdaya alam dan lingkungan hidup harus dikelola untuk generasi
sekarang dan masa datang.

Sesuai amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang


Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 62 ayat (2)
bahwa pemerintah baik nasional maupun provinsi atau
kabupaten/kota wajib untuk menyebarluaskan informasi lingkungan
hidup kepada masyarakat. Maka berdasarkan Surat Edaran Sekretaris
Jendral Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor : S.119/setjen/DATIN/DTN.0/1/2020 tanggal 30
Januari 2020 perihal Penyampaian Pedoman DIKPLHD 2020.

Pendahuluan I-1
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

Kebijakan pemerintah melalui Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan


Lingkungan Hidup Daerah (IKPLHD) merupakan syarat dan indikator
untuk penilaian Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) terkait
kebijakan dan kinerjanya dalam melakukan pengelolaan lingkungan
hidup didaerahnya, penghargaan tersebut dinamakan Nirwasita Tantra
yang diberikan langsung oleh Presiden Republik Indonesia setiap
tahunnya.

Dalam konteks pembangunan di Kabupaten Tapanuli Selatan


saat ini dan pada masa mendatang, terdapat tiga permasalahan
lingkungan hidup yang menjadi fokus perhatian akibat akselerasi
pembangunan yang terjadi yang menjadikan perlindungan terhadap
kualitas lingkungan hidup itu terabaikan. Ketiga permasalahan
lingkungan hidup itu ialah: 1) tingginya laju kerusakan lingkungan
hutan serta tuntutan konversi lahan dan adanya degradasi kualitas
lingkungan, termasuk alih fungsi lahan yang kurang memperhatikan
aspek-aspek ekologis yang berakibat pada peningkatan luasan lahan
yang perlu dikonservasi; 2) kurangnya kesadaran dan peran serta
masyarakat dalam pengelolaan sampah sejak dari sumbernya atau
lemahnya praktek 3R, yaitu: reused, reduced and recycled); dan 3)
kondisi kualitas lingkungan khususnya air badan air di wilayah
Kabupaten Tapanuli Selatan yang mulai mengalami penurunan
kualitas. Sehingga, ketiga kondisi di atas saat ini dipandang perlu
untuk segera mendapatkan perhatian secara serius dari Pemerintah
Kabupaten Tapanuli Selatan. Dengan demikian ketiga permasalahan di
atas juga merupakan permasalahan lingkungan hidup yang dijadikan
program atau kebijakan prioritas pembangunan Kabupaten Tapanuli
Selatan dalam rangka melaksanakan perbaikan serta peningkatan
kualitas lingkungan hidup guna menyajikan kinerja Pemerintah
Kabupaten Tapanuli Selatan dalam mengantisipasi keandalan
lingkungan hidup hingga masa mendatang.

Pendahuluan I-2
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

Oleh karenanya, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan


berkewajiban menyediakan informasi lingkungan hidup dan
menyebarluaskan informasi tersebut kepada masyarakat dalam rangka
pengelolaan lingkungan dan mewujudkan akuntabilitas publik.
Informasi tersebut harus menggambarkan keadaan/kondisi lingkungan
hidup, penyebab dan dampak permasalahannya, serta respon
pemerintah daerah dan masyarakat dalam menanggulangi
permasalahan lingkungan hidup tersebut.

Kabupaten Tapanuli Selatan melakukan penyusunan DIKPLHD


tahun 2019 sebagai bentuk laporan terhadap pengelolaan lingkungan
hidup selama tahun 2019 serta sebagai bahan evaluasi untuk
perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan hidup di Kabupaten
Tapanuli Selatan. Tujuan utamanya adalah untuk menilai, menentukan
prioritas permasalahan, membuat rekomendasi bagi penyusunan
kebijakan dan perencanaan untuk membantu Pemerintah Daerah
Kabupaten Tapanuli Selatan dalam melaksanakan pengelolaan
lingkungan hidup serta menerapkan pembangunan secara
berkelanjutan.

1.2. Profil Kabupaten Tapanuli Selatan


1.2.1. Gambaran Umum Wilayah

A. Sejarah Umum Pembentukan Kabupaten Tapanuli Selatan

Pada zaman penjajahan Belanda, Kabupaten Tapanuli Selatan


disebut Afdeeling Padang Sidempuan yang dikepalai oleh seorang
Residen yang berkedudukan di Padang Sidempuan. Kota Sipirok
sebagai Ibukota Kecamatan sekaligus sebagai Ibukota Kabupaten
Induk Kabupaten Tapanuli Selatan. Kota Sipirok sebuah kota yang
bersuhu udara dingin yang mempunyai pemandangan indah dengan
hamparan bukit dan lembah, Kota Sipirok juga lebih dikenal sebagai
kota transit yang menghubungkan wilayah Sumatera bagian utara
dengan Sumatera bagian barat dan selatan.

Pendahuluan I-3
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

Sejarah administrasi dan pemekaran Kabupeten Tapanuli


selatan mengalami berbagai perubahan beberapa kali, dengan
keluarnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1998
dan disahkan pada tanggal 23 Nopember 1998 tentang pembentukan
Kabupaten Mandailing Natal maka Kabupaten Tapanuli Selatan
dimekarkan menjadi 2 Kabupaten, yaitu Kabupaten Mandailing Natal
(ibukotanya Panyabungan) dengan jumlah daerah Administrasi 8
(delapan) Kecamatan dan Kabupaten Tapanuli Selatan (ibukotanya
Padang Sidempuan) dengan jumlah daerah administrasi 16
Kecamatan.

Kemudian akhirnya pada tahun 2007 dengan keluarnya


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2007 dan
disahkan pada tanggal 10 Agustus 2007 tentang pembentukan
Kabupaten Padang Lawas Utara dan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 dan disahkan pada tanggal 10
Agustus 2007 tentang pembentukan Kabupaten Padang Lawas, maka
Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi 3 Kabupaten, yaitu
Kabupaten Padang Lawas Utara (ibukotanya Gunung Tua) dengan
jumlah daerah Administrasi 8 Kecamatan ditambah 10 desa dari
Wilayah Kecamatan Padang Sidempuan Timur dan Kabupaten Padang
Lawas (ibukotanya Sibuhuan) dengan jumlah daerah administrasi 9
Kecamatan, sedangkan Kabupaten Tapanuli Selatan (ibukotanya
Sipirok) dengan jumlah daerah administrasi 11 Kecamatan.
Selanjutnya Pada tahun 2010 , sesuai dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Tapanuli Selatan No 5 Tahun 2010 Tentang Pembentukan
Kecamatan Tanotombangan Angkola dan Angkola Sangkunur, serta
terakhir pembentukan Kecamatan Angkola Muaratais maka Kabupaten
Tapanuli Selatan sekarang terdiri dari 15 Kecamatan.

Pendahuluan I-4
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

B. Luas dan Letak Geografis

Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), merupakan kabupaten


yang sungguh beruntung dianugerahi Tuhan dengan wilayah menarik
dan menawan. Pemandangan yang segar dengan hamparan bukit dan
lembah, ditambah suasana yang tenang. Kesibukan khas sebuah kota
setiap harinya jarang terdengar.

Wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki luas


total sebesar 446.735 Ha yang terdiri dari luas daratan 435.535 Ha
dan luas lautan 11.200 Ha. Secara Administratif Kabupaten Tapanuli
Selatan yang terdiri dari 15 kecamatan, 36 kelurahan dan 212 desa
dimana pada Tahun 2017 terbentuknya satu Kecamatan baru dari
pemekaran Kecamatan Batang Angkola sebagai induk yakni
Kecamatan Muaratais berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun
2017 tentang Pembentukan Kecamatan Angkola Muaratais. Kabupaten
Tapanuli Selatan dengan ketinggian berkisar antara 0–1.985 m di atas
permukaan laut. Kabupaten Tapanuli Selatan dengan ibu kota Sipirok
adalah sebuah kabupaten di Sumatera Utara berada di antara Medan
(ibu kota Propinsi Sumatera Utara) dan Padang (ibukota Sumatera
Barat). Kabupaten Tapanuli Selatan terletak diantara 0 o58'35”–
2o07'33” LU dan 98o42'50” – 99o34'16”BT. Secara administratif
Kabupaten Tapanuli Selatan berbatasan dengan:

a. Sebelah Utara : Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten


Tapanuli Tengah dan Kabupaten Labuhan Batu
Utara
b. Sebelah Selatan : Kabupaten Mandailing Natal
c. Sebelah Timur : Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten
Padang Lawas Utara dan Kabupaten Labuhan
Batu Utara
d. Sebelah Barat : Samudra Indonesia dan Kabupaten
Mandailing Natal

Pendahuluan I-5
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

Wilayah yang terdiri atas perairan laut, sungai dan danau, serta
daratan yang subur, terbentang dari dataran rendah di pesisir barat
pantai barat sumatera hingga pegunungan bukit barisan dengan hutan
tropis alami, sangat ideal untuk bidang pertanian, perkebunan,
kehutanan, perikanan, dan peternakan.
Kondisi Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan dengan letak
geografis tersebut selain sangat potensial untuk dikembangkan
sebagai daerah pertanian, letak geografisnya juga sangat prosfektif
untuk dikembangkan sebagai daerah transit, pariwisata dan
perdagangan karena potensi strategisnya berada pada jalur lintas
Sumatera Bagian Selatan dan Jawa. Sejalan dengan amanah Undang-
undang Nomor 37 dan Nomor 38 Tahun 2007 menyatakan bahwa
Ibukota Tapanuli Selatan sebagai Kabupaten Induk berkedudukan di
Sipirok.

Pendahuluan I-6
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

C. Aksesibilitas

Pusat Ibukota Tapanuli Selatan terletak di Sipirok dilalui oleh


jalur jalan provinsi, aksesibilitas pencapaian desa-desa di wilayah
cukup bagus. Demikian juga halnya dengan kantor Ibukota Kabupaten
yang sudah selesai dan sudah mulai aktif mulai tahun 2018, sehingga
perkantoran Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan sudah
terintergrasi dalam satu komplek yang indah, Hal ini tentu saja
mempengaruhi kemudahan dalam kendali pelayanan pusat-pusat
pelayanan termasuk administrasi pemerintahan di Kecamatan, desa
dan kelurahan. Jarak ibukota Provinsi Sumatra Utara yaitu Medan
dengan kota Padang Sidempuan adalah 448 km. Padangsidempuan
dan Sipirok dapat ditempuh melalui darat dari Medan, Padang, dan
Sibolga. Perjalanan udara dari Jakarta menuju Padangsidempuan dan
Sipirok melalui Padang, Medan maupun Sibolga. Perjalanan darat dari
Sibolga menuju Padangsidempuan dan Sipirok membutuhkan waktu 2-
3 jam.

Gambar 1 : Foto Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan

Pendahuluan I-7
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

D. Wilayah Administrasi Kabupaten dan Kecamatan

Berdasarkan Perda Kabupaten Tapanuli Selatan No. 5 tahun


2008 tentang Pembentukan, Penggabungan Desa dan Perubahan
Status Desa menjadi Kelurahan serta Perda No.5 Tahun 2011, maka
jumlah Desa di Kabupaten Tapanuli Selatan dari 493 berubah menjadi
212 desa, jumlah kelurahan dari 10 berubah menjadi 37 kelurahan.
Pembagian wilayah administrasi ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Pada pelaksanaan Perda No. 5 Tahun 2011, jumlah kelurahan yang
operasional adalah 36 Kelurahan. Secara Administratif Kabupaten
Tapanuli Selatan yang terdiri dari 15 kecamatan, 36 kelurahan dan
212 desa dimana pada Tahun 2017 terbentuknya satu Kecamatan
baru dari pemekaran Kecamatan Batang Angkola sebagai induk yakni
Kecamatan Muaratais berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun
2017 tentang Pembentukan Kecamatan Angkola Muaratais.

Gambar 2. Peta Administrasi wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan

Pendahuluan I-8
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

Ketinggian Lahan
Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan berada di ketinggian Antara 0-
1.985 meter dpl. Daerah yang berada pada ketinggian 0 meter
umumnya terdapat didaerah pantai barat Tapanuli Selatan, yaitu di
Desa Muara Upu, Kecamatan Muara Batangtoru, lokasi yang berada
pada ketinggian 1.985 meter dpl terdapat pada Gunung
Tampulonanjing di Kecamatan Saipar Dolok Hole.
Tabel 1.1.
Ketinggian Lahan Kabupaten Tapanuli Selatan menurut Kecamatan

No Kecamatan Ketinggian Lahan


(dpl)

1. Batang Angkola 25 – 1.250

2. Sayur Matinggi 25 – 1.400

3. Angkola Timur 225 – 1.850

4. Angkola Selatan 20 – 1000

5. Angkola Barat 550 – 1.700

6. Batangtoru 25 – 925

7. Marancar 100 – 1.850

8. Sipirok 300 – 1.825

9. Arse 650 – 1.925,3

10
Saipar Dolok Hole 325 – 1.985
.

11
Aek Bilah 100 – 1.875
.

12
Muara Batangtoru 0 – 225
.

13 Angkola Sangkunur 20 – 800

Pendahuluan I-9
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

14
Tano Tombangan 50 - 1275
.

Sumber : Bappeda Kabupaten Tapanuli Selatan

a. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Kabupaten Tapanuli Selatan sangat beragam
dalam bentang alam yang juga bervariasi mulai dari dataran rendah
sampai pada dataran tinggi dengan kondisi kemiringan lahan dan jenis
tanah yang berbeda pula.Berdasarkan analisa data tutupan lahan di
Kabupaten Tapanuli Selatan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1.2
Kondisi Tutupan Lahan Di Kabupaten Tapanuli Selatan

NO TUTUPAN LAHAN LUAS PERSEN


(HA) TASE

(1) (2) (3) (4)


1 Hutan Lindung 134.178 30,81
2 Hutan produksi 45.226 10,39
3 Hutan produksi 83.626 19,20
terbatas
4 Hutan suaka alam 14.897 3,42
5 Hutan gambut 60 0,60
6 Permukiman 2.650 0,61
7 Pertanian lahan kering 86.687 19,91
8 Pertanian lahan basah 17.791 4,09
9 Pertambangan 2.824 0,65
10 Perkebunan 31.931 7,33
11 Kawasan sempadan 11.594 2,66
sungai kecil
12 Kawasan sempadan 3.282 0,18
sungai besar
13 Sempadan danau 789 0,01

Pendahuluan I-10
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

Jumlah 435.535 100,00


Sumber : Data diolah Bappeda Kabupaten Tapanuli Selatan

Penggunaan lahan terdiri dari permukiman, pertanian lahan kering,


pertanian lahan basah, pertambangan dan perkebunan. Pemanfaatan
ruang untuk kegiatan non pertanian, seperti : industri, transportasi
tidak terlalu besar mengubah pemanfaatan ruang yang ada. Kegiatan
pemanfaatan ruang terkonsentrasi dan berkembang namun tidak
meluas tersebar.

Dalam distribusi ruang, wilayah yang pada saat ini masih


memiliki kawasan hutan yang juga berfungsi untuk perlindungan
daerah bawahannya ataupun fungsi ekologis lainnya, perlu
menyiapkan pengendalian terhadap alih fungsi hutan, baik oleh
perambahan maupun pemanfaatan untuk usaha ekonomi formal
terutama dalam rangka perolehan Pendapatan Asli Daerah. Konflik
kepentingan dalam kondisi keterbatasan lahan budidaya perlu diatasi
melalui kesepakatan yang mengikat dalam pelestarian kawasan hutan
yang berfungsi lindung. Untuk itu, salah satu dasar pengendalian
adalah menyesuaikan pengembangan kegiatan pada lahan dengan
kemampuan yang memadai.

1. Kondisi Demografi

Dalam rangka pengambilan kebijakan pembangunan, kondisi


kependudukan dalam suatu wilayah sangat penting diketahui dan
merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam merencanakan
pembangunan wilayah tersebut. Kondisi kependudukan dimaksud
dapat dilihat dari jumlah dan distribusi penduduk serta kepadatannya,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, menurut agamat
dan kepercayaan.
a. Jumlah dan Distribusi Penduduk

Sumber daya manusia (penduduk) merupakan sumber daya

Pendahuluan I-11
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

pembangunan, oleh karena hal itu sumber daya manusia sangatlah


penting untuk pelaksanaan pembangunan diwilayah Kabupeten
Tapanuli Selatan. Penduduk yang memiliki Sumber Daya Manusia yang
berkualitas akan membangun daerahnya untuk menjadi daerah yang
maju yang memiliki penduduk yang cerdas dan cakap dalam
membangun daerahnya.
Penduduk adalah orang-orang yang berada dalam suatu wilayah yang
terikat oleh aturan-aturan yang berlaku dan saling berinteraksi satu
sama lain secara terus menerus, atau penduduk adalah kumpulan
manusia yang menempati wilayah geografis dan ruang tertentu.
Jumlah dan distribusi penduduk yang menempati Wilayah Kabupaten
Tapanuli Selatan yang tersebar pada 15 (Lima belas) Kecamatan
dapat dilihat pada tabel berikut :

Laju
Kepadatan
Jumlah pertumbuhan
No. Kabupaten/ Kota Luas (km²) Penduduk
Penduduk Penduduk 2018-
(%)
2019

(1) (2) (3) (4) (5) (6)


1 Angkola Barat 10,452,31 25,408 0,59 9,01
2 Batangtoru 38,004,19 33,635 1,47 11,93
3 Angkola Timur 23,516,38 19,548 0,45 6,93
4 Sipirok 40,936,52 31,532 0,29 11,18
5 Saipar Dolok Hole 54,057,00 13,051 0,25 4,63
6 Angkola Selatan 49,656,83 28,837 0,71 10,23
7 Batang Angkola 21,136,00 21,079 0,60 7,48
8 Arse 26,590,28 8,085 0,22 2,87
9 Marancar 89,11,41 9,634 0,25 3,42
10 Sayur matinggi 29,511,20 24,926 0,61 8,84
11 Aek Bilah 40,484,70 6,554 0,21 2,33
12 Muara Batangtoru 30,801,12 12,081 0,50 4,29
13 Tano Tombangan Angkola 21,030,10 14,927 0,31 5,29
14 Angkola Sangkunur 25,476,95 19,319 0,61 6,85
15 Angkola Muaratais 14,970,00 13,315 0,58 4,72
Total……………………….. 435,535,00 281,931 0,59 100.00
Tabel 1.3
Penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan menurut Kecamatan,
Luas Wilayah, Kepadatan Penduduk Tahun 2019

Pendahuluan I-12
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

1.2.2. Kondisi Ekologis dan kekhasan Kabupaten Tapanuli Selatan

Secara geologis, wilayah Pesisir Pulau Sumatera Bagian Barat,


termasuk Kabupaten Tapanuli Selatan dilalui patahan aktif Sesar
Semangko. Patahan ini diperkirakan bergeser sekitar 11 cm per tahun
dan merupakan daerah rawan gempa dan longsor. Aktivitas struktur
geologi ini dimulai pada zaman Miosen (±16 juta tahun yang lalu),
yakni diendapkannya batuan yang dikenal sebagai Formasi Woyla.
Pada zaman tersebut menghasilkan struktur geologi yang berarah
selatan-utara, yang diikuti oleh permulaan subduksi lempeng India–
Australia terhadap lempeng Eurasia pada zaman Yura Akhir. Pada
periode Yura Akhir-Kapur diendapkan satuan batuan vulkanik,
kemudian di atas satuan ini secara tak selaras diendapkan batu
gamping (mudstone & wackestone) berdasarkan ditemukannya
konglomerat alas.

Secara regional aktifitas magmatisme yang terjadi di Sumatera


berhubungan erat dengan pembentukan cebakan mineral pada jalur-
jalur magmatik, baik yang masih aktif maupun yang telah mati,
terutama pada pembentukan dan keterdapatan logam mulia dan
logam dasar (base metal). Proses tektonik regional pulau Sumatera
dimulai sejak zaman Pra-Tersier. Proses tektonik ini tentu saja
berhubungan erat dengan pengangkatan maupun patahan-patahan
yang terjadi pada lapisan batuan sehingga banyak batuan berumur
Pra-Tersier hingga Kuarter tersingkap di permukaan. Proses tektonik
ini juga mengakibatkan terjadinya mineralisasi terutama pada jalur
Sesar Besar Sumatera yang terbentuk juga akibat proses tektonik di
wilayah ini. Salah satu petunjuk terhadap tipe mineralisasi yang
terbentuk pada suatu daerah adalah kehadiran mineral-mineral bijih
tertentu seperti, magnetit, ilmenit, pirhotit, arsenopirit, pirit, kalkopirit,

Pendahuluan I-13
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

enargit, kovelit, markasit, stibnit, realgar, telurit, argentit, elektrum


dan sinabar.

Wilayah kabupaten Tapanuli Selatan berada di ketingggian


antara 0–2.009 mdpl. Daerah yang berada pada ketinggian 0 meter
umumnya terdapat di daerah pantai barat Tapanuli Selatan, yaitu di
desa Muara Upu, kecamatan Muara Batang Toru, Untuk daerah yang
berdiri pada ketinggian 2.009 meter terdapat pada Gunung
Tapulomajung di kecamatan Saipar Dolok Hole.

Ga
mbar 3. Foto Pantai Muara Upu Kabupaten Tapanuli Selatan

Keadaan Topografis kabupaten Tapanuli Selatan terdiri dari


dataran rendah, bergelombang, berbukit dan bergunung. Daerah ini
dikelilingi oleh gunung Gongonan di kecamatan Batang Angkola,
gunung Lubuk Raya di kecamatan Angkola Barat dan gunung Sibual-
buali di kecamatan Sipirok. Berdasarkan kelerengan lahan, kabupaten
Tapanuli Selatan secara umum dibagi dalam 4 (empat) kawasan yaitu:
a) Kawasan gunung dan perbukitan sebagian besar adalah
jalur pergunungan Bukit Barisan yang merupakan kawasan hutan
lindung (kelerengan di atas 40%) yang harus dijaga kelestariannya
sebagai kawasan penyangga air bagi sungai-sungai yang melintas di

Pendahuluan I-14
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

daerah Kabupaten Tapanuli Selatan. Kawasan gunung dan perbukitan


terdapat di sebagian besar Kecamatan Batang Angkola, Sipirok, Saipar
Dolok Hole dan Aek Bilah.
b) Kawasan bergelombang hingga berbukit (kelerengan 15-
40%) merupakan kawasan potensial untuk pertanian dan perkebunan
rakyat meliputi Kecamatan Sipirok, Arse, Saipar Dolok Hole, Angkola
Barat, Batang Toru.
c) Kawasan Landai sampai bergelombang (kelerengan
2-15%) adalah kawasan pertanian dan perkebunan besar meliputi
kecamatan Saipar Dolok Hole dan kecamatan Batang Toru.

d) Kawasan dataran (kelerengan 0-2%) sebagian besar


merupakan lahan sawah, padang rumput yang potensial sebagai
kawasan penggembalaan ternak yang meliputi kecamatan Batang
Angkola dan sebagian dataran adalah merupakan Kawasan Pantai
dengan garis pantai sepanjang ±35 km yang terdapat di 2 (dua)
kecamatan yaitu kecamatan Angkola Barat dan Kecamatan Batang
Toru merupakan kawasan potensial bagi pengembangan usaha
tambak dan perikanan darat serta potensi pariwisata.

Pendahuluan I-15
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

ambar 4. Foto panorama gunung sibual-buali Kecamatan Sipirok

Selain memiliki gunung-gunung, Kabupaten Tapanuli Selatan


juga memiliki panorama yang indah seperti danau Siais di Kecamatan
Angkola Sangkunur dan Danau Marsabut di Kecamatan Sipirok.

G
ambar 5. Foto Danau Siais Kecamatan Angkola Sangkunur

Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki 6 (enam) satuan wilayah


sungai dan anak sungai. Keenam satuan wilayah sungai dan anak
sungai ini tergolong besar dan cukup prospektif untuk dapat dijadikan
sebagai sumber lahan pertanian, perikanan air tawar maupun objek
pariwisata yaitu :
a) Sungai Batang Toru, dengan panjang 69,32 Km melintasi
Kecamatan Batang Toru dan bermuara ke Samudera Hindia dan
merupakan ekosistem penting dari danau Siais serta sangat potensial
untuk dikembangkan kegiatan arung jeram.
b) Sungai Bilah, dengan panjang 14,56 Km melintasi Kecamatan
Aek Bilah terus menuju Kecamatan Dolok, Dolok Sigompulon
Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Labuhan Batu.
c) Sungai Batang Angkola, dengan panjang 64,20 Km melintasi
Kecamatan Angkola Timur, Batang Angkola dan Kecamatan Sayur
Matinggi bermuara di sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing

Pendahuluan I-16
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

Natal.

Sementara itu potensi Sumber Daya Air di Kabupaten Tapanuli


Selatan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya ekonomis, dan
pariwisata antara lain :

a. Sumber Air Panas terdapat di Kecamatan Sipirok

b. Air Terjun hampir terdapat di setiap Kecamatan, antara lain


yang paling terkenal Aek Sijorni, Air terjun Silima – lima dan Air
terjun Simatutung.

Ga
mbar 6. Foto air terjun silima-lima Kecamatan Marancar

Pendahuluan I-17
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

G
ambar 7. Foto air terjun Aek sijornih Kecamatan Sayur Matinggi

1.3. Tahapan Penyusunan DIKPLHD


1.3.1. Proses penyusunan DIKPLHD

Penyusunan DIKPLHD dimulai dari pengumpulan data, penulisan


hingga perumusan kebijakan dilakukan secara terstruktur dan
terjadwal. Secara ringkas proses penyusunan DIKPLHD Kabupaten
Tapanuli Selatan dilakukan sebagai berikut :

1. Persiapan Awal (Perencanaan);


Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup
Daerah (DIKPLHD) Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2019 diawali
dengan membuat perencanaan yang meliputi kegiatan antara lain :
- penyamaan persepsi dan bimbingan teknis bagi anggota Tim,
Anggota Tim terbagi atas Tim Data, Tim Penulis dan Tim Editor.
- pembagian tugas dan tanggung jawab, penjadwalan, penetapan isu
prioritas, perumusan struktur isi, identifikasi kebutuhan data.
2. Pengumpulan data dan pengolahan data
Pengumpulan data dan pengolahan data melalui tahapan :
- Pengumpulan data dari stakeholder baik instansi vertikal di daerah,
OPD kabupaten serta hasil kajian dan penelitian.
- Kompilasi data sesuai pedoman penyusunan DIKPLHD oleh Tim
internal Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tapanuli Selatan

Pendahuluan I-18
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

- Pengolahan data dan penambahan data diserahkan kepada anggota


tim penulis dibantu tim data
- Analisis data dilakukan terhadap isu dengan metode DPSIR
3. Penyusunan dan penulisan substansi draft DIKPLHD
Draft disusun oleh masing- masing anggota tim, namun finalisasi
dilakukan melalui kegiatan penggarapan secara intensif meliputi
Kepala seksi dan staf serta tim ahli yang ditugasi untuk menulis.
4. Evaluasi dan finalisasi (pencetakan serta upload pada website).
Draft DIKPHD dievaluasi oleh tim untuk di finalisasi yaitu
pencetakan dokumen yang kemudian di upload ke website sesuai
pedoman penyusunan DIKPLHD tahun 2020, untuk input tabel melalui
aplikasi SILKD yaitu https://www.dataalam.menlhk.go.id dan
pengiriman soft copy dokumen melalui surel
nirwasitatantra@menlhk.go.id.

1.3.2. Tim Penyusun

Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah


(DIKPLHD) Kabupaten Tapanuli Selatan disusun oleh tim yang
dibentuk oleh Bupati Tapanuli Selatan melalui Keputusan Bupati
Tapanuli Selatan Nomor: 188.45/85/KPTS/2020 Tanggal 25 Januari
2020 tentang Tim Pelaksana Pengembangan Data dan Informasi
Lingkungan Hidup Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2020.
Keanggotaan tim penyusun terdiri dari Internal Dinas Lingkungan
Hidup, para pejabat/staf di Organisasi Perangkat Daerah yang terkait,
nara sumber dari kalangan Perguruan Tinggi, serta Lembaga
Masyarakat. Pihak-pihak yang terlibat didasari pada aspek kapabilitas
disiplin keilmuan dan posisi/jabatan yang memiliki wewenang terkait
isu atau substansi. Selanjutnya mengingat adanya keterbatasan, maka
pembentukan tim penyusun dibagi menjadi dua bagian, yaitu tim
pengelolaan data dan tim penyusun. Tim pengolah data berfungsi
menyediakan data terverifikasi yang dibutuhkan, sedangkan tim

Pendahuluan I-19
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

penyusun berfungsi menganalisis data dan menyajikannya dalam


bentuk DIKPLHD.
1.3.3. Kemitraan
Laporan DIKPLHD merupakan laporan multisektor yang disusun
secara komprehnesif. Dibutuhkan kerjasama dan kemitraan dari
seluruh pemangku kepentingan agar data dan informasi yang
diperoleh mutakhir, lengkap, akurat dan tertelusur. Tujuan kemitraan
adalah agar laporan dapat digunakan sebagai acuan bersama para
pemangku kepentingan sebagai sarana pertukaran data dan informasi
baik dari sumber internal maupun eksternal yaitu pihak pemerintah
dan non pemerintah (LSM/swasta/media massa/masyarakat, dsb).
Meskipun demikian arti penting FGD bukan terletak pada hasil
representasi populasi, tetapi pada kedalaman informasinya.
Pertimbangan menggunakan FGD dalam penyusunan DIKPLHD
adalah untuk memperoleh informasi mendalam tentang persepsi isu-
isu lingkungan hidup yang melibatkan persoalan masyarakat dan
berimplikasi luas dari berbagai perspektif. Alasan lain adalah bahwa
penyusunan DIKPLHD membutuhkan perasaan memiliki dari objek
yang dikaji (masyarakat), sehingga pada saat memberikan
rekomendasi maka masyarakat akan menerima rekomendasi tersebut.
Partisipasi dalam FGD memberikan kesempatan bagi tumbuhnya
kedekatan dan perasaan memiliki.
1.3.4. Penentuan Isu Prioritas
Penentuan isu prioritas atau isu strategis lingkungan hidup didasari
dari permasalahan terkait lingkungan hidup yang telah, sedang
dan/atau kita alami. Permasalahan lingkungan hidup pada umumnya
menyangkut dimensi yang luas, yaitu lintas ruang/wilayah, lintas
pelaku/sector, dan lintas generasi. Selain ketiga dimensi tersebut,
dalam penentuan isu prioritas laporan DIKPLHD Kabupaten Tapanuli
Selatan dilakukan dengan pertimbangan :
a. Mendapat perhatian publik yang luas (aktual)

Pendahuluan I-20
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

b. Perlu ditangani segera (urgen)


c. Dampak yang ditimbulkannya terhadap publik (signifikan)
d. Potensi menimbulkan dampak kumulatif dan efek berganda
(sensitive)
e. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi organisasi (konsisten)

Penetapan isi prioritas didasarkan proses secara partisifatif yang


melibatkan pemangku kepentingan. Proses pelibatan pemangku
kepentingan. Proses pelibatan pemangku kepentingan ini dilakukan
melalui Focus Group Discussion (FGD) yang secara sederhana
didefenisikan sebagai suatu diskusi yang dilakukan secara sistematis
dan terarah mengenai suatu isu atau masalah tertentu. FGD adalah
suatu proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis
mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui
diskusi kelompok.

Sebagai salah satu metode pengumpulan data, pengambilan data


kualitatif melalui FGD dikenal luas karena kelebihannya dalam
memberikan kemudahan dan peluang bagi penyusunan DIKPLHD
untuk menjalin keterbukaan, kepercayaan dan memahami persepsi,
sikap, serta pengalaman yang dimiliki informan. FGD memungkinkan
tim penyusun DIKPLHD dan stakeholder berdiskusi intensif dalam
membahas isu-isu lingkungan hidup yang sangat spesifik. FGD juga
memungkinkan tim penyusun DIKPLHD mengumpulkan informasi
secara cepat dan konstruktif dari peserta yang memiliki latar belakang
berbeda-beda. Disamping itu, dinamika kelompok yang terjadi selama
berlangsugnya proses diskusi seringkali memberikan informasi yang
penting, menarik, bahkan kadang tidak terduga. Hasil FGD tidak
bertujuan menggambarkan (representasi) suara masyarakat.
Meskipun demikian arti penting FGD bukan terletak pada hasil
representasi populasi, tetapi pada kedalaman informasinya.

Pendahuluan I-21
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

Pertimbangan menggunakan FGD dalam penyusunan DIKPLHD adalah


untuk memperoleh informasi mendalam tentang persepsi isu-isu
lingkungan hidup yang melibatkan persoalan masyarakat dan
berimplikasi luas dari berbagai perspektif. Alasan lain adalah bahwa
penyusunan DIKPLHD membutuhkan perasaan memiliki dari objek
yang dikaji (masyarakat), sehingga pada saat memberikan
rekomendasi maka masyarakat akan menerima rekomendasi tersebut.
Partisipasi dalam FGD memberikan kesempatan bagi tumbuhnya
kedekatan dan perasaan memiliki.

Proses penyusunan dan perumusan isu lingkungan hidup dibantu


pendekatan DPSIR (Driving force-pressures-state-impact-responses)
untuk memberi pemahaman kerangka prioritas dari persoalan-
persoalan yang muncul. Dengan memperhatikan sumber daya
stakeholders, maka dibuat pilihan masalah-masalah yang dapat
diselesaikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Setelah dilakukan penjaringan isu-isu lingkungan melalui FGD,


selanjutnya dilakukan penentuan isu prioritas. Beberapa alternative
isu-isu lingkungan hidup yang berhasil dirumuskan oleh stakeholder
melalui FGD pada tanggal 16 Juli 2020 antara lain :

- Pengelolaan sampah
- Alih Fungsi Lahan
- Perubahan Iklim
- Pengelolaan wilayah pesisir
- Pengelolaan Pertambangan

Kelima isu tersebut akan dirangking berdasarkan 5 (lima) kriteria


yang telah disepakati bersama pada bagian penjaringan isu untuk
menentukan urutan prioritas isu.

1.3.5. Struktur Isi

Pendahuluan I-22
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

Struktur isi adalah substansi atau muatan yang ada pada laporan
DIKPLHD. Muatan atau substansi laporan DIKPLHD Kabupaten
Tapanuli Selatan mengikuti kinerja DPSIR. Struktur isi ditentukan
melalui telaahan ketersediaan data dan kesamaan ekosistem. Struktur
isi generik berdasarkan media lingkungan hidup meliputi : tata guna
lahan dan hutan, kualitas air, kualitas udara, resiko bencana dan
perkotaan. Kelima media memberikan kesimpulan mengenai status
atau kondisinya apakah baik, buruk ataupun diantaranya, dan
dilengkapi dengan penyebab terjadinya kondisi tersebut
(tekanan/pressure), serta upaya-upaya untuk mengatasinya
(Response).

1.3.6. Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pada umumnya data IKPLHD meliputi atmosfer, tofografi, geologi,


hidrologi, tanah, serta flora dan fauna. Selain itu ditunjang oleh data
sosial ekonomi seperti data populasi, kesehatan, kemiskinan,
pendidikan, batas administrative, tata guna lahan, perdagangan,
infrastruktur, serta pemukiman. Data dasar yang berbeda digunakan
apabila perlu mengkaji isu dari berbagai perpektif atau pendapat yang
berbeda.

Pengumpulan data dilakukan berdasarkan jenis data (spasial dan


tabular) dan bentuk data (numerik, narasi, gambar dan foto)
sedangkan pengolahan data dilakukan dengan urutan pemilihan,
pemilahan, penapisan, dan perhitungan data dengan satuan yang
konsisten. Mekanisme pertukaran data dan informasi dalam
penyusunan DIKPLH dapat dilakukan melalui pertemuan teknis,
kontak langsung(telepon), tatap muka, konsultasi, korespondensi atau
pembelian data.

1.3.7. Sumber Data

Pendahuluan I-23
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

Data dihasilkan dari pemantauan lapangan, pengukuran, perhitungan


dan pencacahan. Sumber data DIKPLHD antara lain :

a. Unit- unit kerja internal di Dinas Lingkungan Hidup Daerah


Kabupaten Tapanuli Selatan;
b. Organisasi Perangkat Daerah terkait di Kabupaten Tapanuli
Selatan;
c. Instansi vertical pemerintah pusat yang terkait;
d. Hasil penelitian atau suvei instansi pemerintah maupun swasta
dan;
e. Data dari pihak lainnya.
Penyusunan laporan DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan
menggunakan data dan informasi kondisi lingkungan hidup tahun
kalender berjalan (tahun N). Laporan DIKPLHD Kabupaten Tapanuli
Selatan dilaporkan pada tahun N+1. Data yang digunakan dan
disajikan merupakan data yang paling mutakhir tersedia sesuai kondisi
penyediaan data dan informasi.
1.3.8. Pengelolaan Basis Data

Pengelolaan basis data (database) berfungsi sebagai media tata kelola


data lingkungan hidup yang terstruktur dan terintergrasi. Dengan
basis data yang tertata dan terstruktur dengan baik, proses analisis
pada penyusunan laporan DIKPLHD akan optimal, efektif dan efisien.
Basis data juga mendorong terjadinya transparansi data lingkungan
hidup kepada public.

1.3.9. Analisis atau Pengolahan Data

Analisis atau pengolahan data adalah upaya mengolah data menjadi


informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dengan
mudah dipahami dan bermanfaat. Model bagi analisis data lingkungan
hidup akan memfasilitasi proses transformasi data ke dalam informasi
yang relevan untuk pengambilan keputusan. Dalam rangka
pembangunan berkelanjutan, data biofisik dan data sosio-ekonomis

Pendahuluan I-24
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

perlu dikumpulkan, diintegrasikan, serta dianalisis untuk dapat


mempresentasikan keadaan lingkungan hidup secara lebih
menyeluruh dan multisektoral. Kemampuan untuk mengevaluasi
secara akurat perubahan lingkungan hidup sangat tergantung pada
adanya data dasar dimana perubahan itu akan dibandingkan.

Laporan disajikan dengan Bahasa yang muidah dicerna oleh berbagai


kalangan, pemerintah, peneliti, pemerhati hingga masyarakat umum.
Untuk membantu pemahaman istilah teknis yang sulit/tidak
dimengerti, disajikan daftar istilah dan singkatan. Untuk melihat
perubahankualitas lingkungan sungai, dilakukan perbandingan
beberapa parameter dalam beberapa kurun waktu dengan asumsi titik
pantau yang sama. Perbandingan juga dapat dilakukan antar lokasi.

Kerangka Kerja DPSIR(Driving Force-Pressures-State-Impact-Response)


Kerangka kerja yang digunakan untuk analisis penyusunan DIPKLHD
Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2019 menggunakan kerangka kerja
DPSIR yang dikembangkan oleh United Nations Environment
Programe(UNEP) dan telah menjadi acuan penulisan status lingkungan
hidup secara internasional. Kerangka kerja DPSIR memisahkan ‘Drivers’
(factor yang secara tidak langsung mempengaruhi lingkungan) dengan
‘Pressure’ (factor yang secara langsung mempengaruhi lingkungan).
Kerangka kerja DPSIR didasarkan pada konsep bahwa drivers (baik
yang alamiah maupun yang disebabkan manusia memberikan pressures
(factor langsung) pada lingkungan yang menyebabkan perubahan pada
kondisi lingkungan hidup (state). Perubahan ini dapat memberikan
dampak (impact) pada masyarakat. Selanjutnya masyarakat merespon
perubahan dan dampak melalui berbagai kebijakan, program, maupun
kegiatan (responses). Analisis terhadap factor pendorong/pemicu dan
tekanan yang muncul, kondisi eksisting yang terjadi berikut dampaknya
serta respons yang dilakukan kemudian dikenal sebagai pendekatan
DPSIR (Driving Force-Pressures-State-Impact-Responses).

Pendahuluan I-25
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

Beberapa indicator yang akan dianalisis dalam kerangka kerja DPSIR


yaitu :
- Driving Force (pendorong/pemicu) terjadinya perubahan lingkungan
dibahas kedalam sub bab tersendiri, misalnya penduduk dan
kegiatan perekonomian;
- Pressures (Tekanan) yang menggambarkan kegiatan manusia yang
secara langsung mengubah lingkungan, dibahas dibagian tekanan
pada setiap tema media lingkungan, misalnya emisi polutan gas ke
udara;
- State dan Impact (Kondisi dan Dampak) yang menggambarkan
kualitas dan kuantitas lingkungan, misalnya penurunan kualitas
udara karena meningkatnya gas buang beracun dari industry,
gangguan kesehatan penduduk yang terpaksa menghirup udara
tercemar.
- Response (tanggapan) yang menunjukkan tingkat upaya dari para
pemangku kepentingan terhadap status lingkungan hidup, dibahas
dalam bagian effektivitas manajemen pada setiap tema media
lingkungan, misalnya perumusan kebijakan dan aturan baku emisi
gas bagi industry.

Tekanan juga meliputi interaksi lingkungan sebagai sumber aktivitas


ekonomi manusia yang dalam prosesnya berpotensi mengurangi
(depleting) sumberdayaalam, mengganggu ekosistem, serta
memberikan dampak negative berupa polutan (sampah/limbah)
dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Kondisi lingkungan yang
tercemar/rusak akan berdampak langsung terhadap kesehatan manusia
dan kesejahteraan. Jadi, Tekanan akan mengubah kondisi lingkungan
hidup, yang pada gilirannya kembali mempengaruhi kesejahtraan
manusia itu sendiri.

Kondisi lingkungan hidup ini meliputi kualitas air, udara, lahan,


ketersediaan sumber daya alam, keanekaragaman hayati. Respon

Pendahuluan I-26
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

masyarakat terhadap perubahan ini pada tingkat yang berbeda dapat


berbentuk peraturan, teknologi, dan peningkatan kapasitas lainnya.
Respon ini untuk mempengarihi kondisi lingkungan dan aktivitas
manusia.

Adapun untuk mengenali kemampuan adaptasi terhadap tekanan saat


ini maupun yang akan datang, maka sub-bab berikutnya membahas
mengenai ketahanan (resilience). Dalam tulisan ini, ketahanan
lingkungan didefinisikan sebagai kemampuan lingkungan untuk
bertahan atau pulih kembali pada keadaan seimbang jika mengalami
perubahan atau gangguan. Meskipun konsep ketahanan umumnya
dikembangkan dalam kaitannya dengan ekosistem, akan tetapi konsep
ini cukup membantu dalam upaya pengelolaan lingkungan dimana
manajemen lingkungan yang efektif selalu bertujuan untuk
memaksimalkan kemampuan adaptasi, meningkatkan ketahanannya
terhadap tekanan, baik yang sedang berlangsung maupun di masa
yang akan datang.

Selanjutnya apabila ‘response’ dan ‘resilience’ telah dipertimbangkan,


akan tetapi beberapa tekanan (pressure) terus menimbulkan resiko
terhadap lingkungan, maka pada sub-bab berikutnya akan dilakukan
identifikasi dan penilaian resiko (risk) pada setiap tema media
lingkungan. Dengan demikian, kemungkinan dampak yang akan terjadi
dan tingkat keparahannya dapat diantisipasi sejak dini. Pengkajian
resiko memberikan informasi untuk menentukan pilihan kebijakan atau
pendekatan manajemen untuk memitigasi resiko. Pada bagian akhir
diulas prospek masa depan lingkungan ( outlook), dengan
mempertimbangkan faktor pendorong, tekanan, kondisi saat ini dan
kecenderungannya, respon manajemen, serta ketahanan ( resilience)
lingkungan dan resiko (risk) yang mengancamnya.
1.3.10. Penyajian Informasi

Penyajian data dan informasi dimaksudkan untuk mempermudah

Pendahuluan I-27
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

pembaca memahami maksud dari data dan informasi tersebut dalam


cara yang tepat, efektif dan efisien. Bentuk penyajian informasi dapat
berupa verbal maupun non verbal (tabulasi dan grafik). Penyajian
dalam bentuk tabulasi dan grafik dapat mempermudah pembaca
dalam memahami informasi yang diberikan.

1.3.11. Finalisasi

Pada tahap akhir penyusunan DIKPLHD dilakukan review dan editing


secara menyeluruh, antara lain edit bahasa (mengikuti tata
bahasa/EYD); edit substansi (antara data mentah dan grafik);
konsistensi konten, istilah, pengertian dan lainnya; konsistensi bahasa
misal desimal memakai koma, huruf besar dan kecil, standar warna
untuk grafik. Dilanjutkan dengan penataan layout/tata letak dan
terakhir setelah menjadi draft final, dan siap diperbanyak.

Pendahuluan I-28
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

1.4. Maksud dan Tujuan

1.4.1. Maksud

Penyusunan Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan


Hidup Daerah (DIKPLHD) Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2019
dimaksudkan untuk memberikan data dan informasi mengenai
kondisi lingkungan hidup yang akan menjadi rujukan bagi para
pemangku kepentingan, baik penenentu kebijakan, dunia usaha,
lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat luas dalam upaya
mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Selain sebagai sarana
penyampaian informasi tentang kondisi lingkungan hidup, DIKPLHD
juga diharapkan dapat menjadi sarana untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan
hidup.

1.4.2. Tujuan

Tujuan penyusunan DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan tahun


2019 adalah:
1. Pemenuhan akan keterbukaan informasi publik terhadap kinerja
pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Tapanuli Selatan;
2. Menyajikan data dan informasi sebagai referensi utama dalam
pengambilan kebijakan, perencanaan, penelitian, pembelajaran
dan pengetahuan atau wawasan pada umumnya, antara lain:
kondisi lingkungan hidup (tata guna lahan, kualitas air, kualitas
udara), resiko bencana dan aspek kesehatan/penyakit, serta
kondisi lingkungan perkotaan (pencemaran air, udara, kerusakan
lahan dan timbulan sampah);
3. Menyajikan isu prioritas lingkungan hidup mulai dari tahap
penyaringan isu hingga proses analisis yang digunakan untuk
memperoleh isu prioritas;

Pendahuluan I-29
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

4. Menyajikan kausalitas antara faktor-faktor yang memengaruhi


lingkungan hidup menggunakan model pendekatan DPSIR
(Driving Force–Pressures–State– Impact–Responses) masing-
masing tema media lingkungan hidup;

5. Menyajikan inisiatif-inisiatif yang dilakukan oleh pemangku


kepentingan (pemerintah, dunia usaha dan masyarakat) dalam
meningkatkan kualitas lingkungan hidup;
6. Menyajikan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) untuk
memberikan gambaran kondisi lingkungan Kabupaten Tapanuli
Selatan Tahun 2019;
7. Mendorong partisipasi aktif stakeholder dalam mengatasi
berbagai permasalahan lingkungan hidup di Kabupaten Tapanuli
Selatan.

1.5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penulisan DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan


Tahun 2019 mengacu kepada petunjuk teknis dari penyusunan
DIKPLHD yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. Mulai tahun 2016, pemerintah memberikan penghargaan
Nirwasita Tantra kepada Kepala Daerah yang memiliki kinerja terbaik
dalam pengelolaan lingkungan hidup di daerahnya. Berdasarkan
surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tanggal 30 Januari
2020 nomor: S.119/SETJEN/DATIN/DTN.0/I/2020 perihal
Penyampaian Pedoman Dokumen IKPLHD Tahun 2020, maka
kualitas DIKPLHD inilah yang dijadikan dasar penilaian pemberian
penghargaan tersebut.

Penyusunan Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan


Hidup Daerah (DIKPLHD) meliputi pengumpulan dan pengolahan
data, analisis data, dokumentasi kebijakan, dan penyajian informasi
dengan model pendekatan DPSIR (Driving Force–Pressures–State–

Pendahuluan I-30
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

Impact–Responses). Ruang lingkup DIKPLHD meliputi:


1. Status (kondisi) lingkungan hidup yang berdasarkan media lahan
dan laut, air, udara, bencana alam dan perkotaan
2. Pemicu/pendorong, penyebab pencemaran dan laju/tingkat
kerusakan

3. Data pendukung (penduduk, sosial ekonomi)

4. Dampak yaitu bencana, kerusakan, kepunahan, aspek kesehatan


(penyakit)

5. Respon kelembagaan, kebijakan, program, dan kegiatan di


tingkat pemerintah pusat, regional, daerah, swasta, peneliti dan
masyarakat.
6. Ketahanan, yaitu kemampuan lingkungan untuk bertahan atau
pulih kembali pada keadaan seimbang jika mengalami perubahan
atau gangguan

7. Penilaian resiko, yaitu kemungkinan dampak yang akan terjadi


dan tingkat keparahannya.

8. Prospek masa depan lingkungan, dengan mempertimbangkan


faktor pendorong, tekanan, kondisi saat ini dan
kecenderungannya, respon manajemen, serta ketahanan dan
resiko yang mengancamnya.
Berikut ini ruang lingkup penulisan DIKPLHD :

1. Lingkup Lokasi
Data disajikan dari seluruh Kecamatan di Tapanuli Selatan
namun dalam analisis dilakukan penekanan terhadap
Kecamatan yang menunjukkan kualitas lingkungan hidup terbaik
atau terburuk.

Pendahuluan I-31
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

2. Lingkup Waktu
Data yang disajikan semaksimal mungkin adalah data 2019.
Namun dalam analisis dilakukan untuk data 3 (tiga) tahun
terakhir agar kecendrungan perubahan kualitas lingkungan
dapat tergambarkan.

3. Lingkup Parameter
Parameter yang disajikan dalam tabel data adalah parameter
lengkap, namun dalam penulisan penekanan dilakukan pada
parameter kunci dan parameter yang menunjukkan perubahan
yang signifikan.

4. Lingkup Analisis
Analisis dilakukan dengan metode D-P-S-I-R (Driving Force –
Pressures-State-Impact-Responses).

5. Lingkup Bab
II. Subtansi Bab sesuai dengan petunjuk penyusunan DIKPLHD
yaitu : Bab I. Pendahuluan, Bab II. Isu Prioritas, Bab III.
Analisis Tekanan, Status dan Upaya Pengelolaan Terhadap Isu
Prioritas, Bab IV. Inovasi Daerah dan Bab V. Penutup. Pada Bab
Inovasi terdapat bahasan khusus inovasi terkait langsung
dengan isu prioritas.

Pendahuluan I-32
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

-#$$$$$$$-

Pendahuluan I-33
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

Pendahuluan I-34
DIKPLHD Kabupaten Tapanuli Selatan 2019

Pendahuluan I-35

Anda mungkin juga menyukai