Disusun Oleh:
Kelompok 4B
Hanna Sabrina Azzahra 122210089
Olivia Mora Venesie Gultom 122210092
Nadya Augustiyana 122210093
Cantika Yon Abelia 122210096
Akbar Insani Lehatra 122210099
Balindra Ardi Rafi Anggarapurwa 122210100
Muhammad Raihan Al Farid 122210101
Billy Monang Yudhoyono Sihotang 122210102
Muhammad Daffa Aqil Lubis 122210104
Muhammad Utungga Asrin 122210105
Asisten
Anisa Fitri R 120210019
LABORATORIUM HIDRAULIKA
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNOLOGI INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHAN
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2023
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh:
Kelompok 4B
Hanna Sabrina 122210089
Olivia Mora Venesie Gultom 122210092
Nadya Augustiyana 122210093
Cantika Yon Abelia 122210096
Akbar Insani Lehatra 122210099
Balindra Ardi Rafi Anggarapurwa 122210100
Muhammad Raihan Al Farid 122210101
Billy Monang Yudhoyono Sihotang 122210102
Muhammad Daffa Aqil Lubis 122210104
Muhammad Utungga Asrin 122210105
Telah Disetujui,
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa kami mengucapkan puji dan syukur
atas kehadiran-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan hikmat-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikum “Mekanika
Fluida dan Hidraulika”.
Laporan praktikum yang telah kami buat dan kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
penyusunan laporan praktikum ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terimakasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga dapat menjalankan pratikum dan menyelesaikan laporan ini dengan
baik.
2. Orang tua, yang telah memberikan dukungan serta memberikan doa untuk
kelancaran praktikum dan penyusunan laporan.
3. M. Gilang Indra Mardika, S.T., M.T., selaku dosen pengajar mata kuliah
Mekanika Fluida dan Hidraulika di Institut Teknologi Sumatera.
4. Indri Rahmandhani Fitriana S.T., M.Eng., selaku dosen pengajar mata kuliah
Mekanika Fluida dan Hidraulika di Institut Teknologi Sumatera.
5. Dheni Saputra JP. S.T., selaku laboran dalam melaksanakan praktikum mata
kuliah Mekanika Fluida dan Hidraulika.
6. Michael Agustino Siahaan, selaku koordinator asistensi praktikum Mekanika
Fluida dan Hidraulika.
7. Anisa Fitri R, selaku asisten pratikum mata kuliah Mekanika Fluida dan
Hidraulika.
8. Ristiana Indah Berliana, selaku asisten pratikum mata kuliah Mekanika Fluida
dan Hidraulika.
9. Nova Yanti Situmorang, selaku asisten pratikum mata kuliah Mekanika
Fluida dan Hidraulika.
10. Fernanda Zalmania, selaku asisten pratikum mata kuliah Mekanika Fluida dan
Hidraulika.
11. Oscar Lumbantobing, selaku asisten pratikum mata kuliah Mekanika Fluida
dan Hidraulika.
12. Billfy Faganz Darmawan, selaku asisten pratikum mata kuliah Mekanika
Fluida danHidraulika.
13. Boy Hasiholan Sipayung, selaku asisten pratikum mata kuliah Mekanika
Fluida dan Hidraulika.
14. Riyan Hari Putra, selaku asisten pratikum mata kuliah Mekanika Fluida dan
Hidraulika.
15. Aiga Nurlela, selaku asisten pratikum mata kuliah Mekanika Fluidadan
Hidraulika.
16. Doni Syahrizal, selaku asisten pratikum mata kuliah Mekanika Fluidadan
Hidraulika.
17. Ibrahim Khalil, selaku asisten pratikum mata kuliah Mekanika Fluida dan
Hidraulika.
18. Muhammad Fikri Astira, selaku asisten pratikum mata kuliah MekanikaFluida
dan Hidraulika.
19. Seluruh teman – teman program studi Teknik Sipil angkatan 2022 Institut
Teknologi Sumatera.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan praktikum ini masih banyak
kekurangan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis agar
kedepannya dapat membuat karya yang lebih baik lagi dan bermanfaat bagi banyak
orang. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih.
Kelompok 4B
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GRAFIK
Grafik 3.7.4. Log Koefisien Gesek VS Log Bilangan Reynold Aliran Laminer ..89
Grafik 3.7.5. Log Koefisien Gesek VS Log Bilangan Reynold Aliran Transisi ...90
Grafik 3.7.6. Log Koefisien Gesek VS Log Bilangan Reynold Aliran Turbulen .90
DAFTAR TABEL
MODUL I
1.1. Pendahuluan
Satuan kehilangan tekanan adalah satuan panjang yang setara dengan satu satuan
massa zat cair yang tingginya sama dengan satu satuan panjang. Perhitungan head
loss tekanan didasarkan pada hasil pengujian dan analisis dimensi. Penurunan
tekanan pada aliran turbulen bergantung pada bilangan Reynold (Re), rasio panjang
pipa terhadap diameter (L/D), dan kekasaran relatif pipa (e/D). Ingatlah bahwa
menghitung kehilangan tinggi tekan merupakan perhitungan yang cukup panjang.
Namun pada kenyataannya, program komputer digunakan untuk merancang sistem
pipa, dan persamaan matematis sangat diperlukan untuk menentukan koefisien
gesekan bilangan Reynold dan kekasaran relatif, salah satunya adalah persamaan
Blassius yang dapat digunakan pada turbulensi. Berdasarkan teori dalam mekanika
fluida, kehilangan gaya tekan disebabkan karena nilai fluida yang mengalir
memiliki viskositas. Viskositas ini menyebabkan gaya geser yang memiliki sifat
menghambat, untuk melawan gaya geser tersebut dibutuhkan energi sehingga
menyebabkan adanya energi yang hilang pada aliran fluida. Energi yang hilang ini
menyebabkan penurunan tekanan
aliran fluida yang biasa disebut juga degan kerugian tekanan (head losses).
Kehilangan tinggi tekan pada suatu fluida dalam pipa bisa terjadi dikarenakan
faktor gesekan (major losses) atau diakibatkan faktor perubahan bentuk geometri
pipa (minor losses). Beberapa kehilangan tinggi tekan (head losses) dalam sistem
pipa antara lain akibat:
a. Faktor gesekan pipa lurus.
b. Kontraksi tiba-tiba.
c. Ekspansi tiba-tiba.
d. Tikungan pada pipa katup (valve).
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:
a. Meja hidraulik
c. Stopwatch
Kehilangan Tinggi Tekan terdiri atas kehilangan tinggi tekan akibat gesekan pada
pipa lurus atau head losses mayor, akibat tikungan pada pipa atau head losses
minor, akibat ekspansi tiba-tiba, akibat kontraksi tiba-tiba, maupun akibat adanya
katup. Peristiwa ini dapat menghitung kehilangan tinggi tekan akibat gesekan antara
dinding pipa dengan aliran fluida pada pipa lurus tanpa adanya perubahan luas
penampang di dalam pipa.
Suatu aliran air pada saluran tertup memiliki tinggi tekan yang berbeda-beda hal ini
terjadi karena beberapa faktor, salah satunya kehilangan tinggi tekan pipa.
a. Kehilangan tinggi tekan pada pipa lurus
Suatu pipa lurus dengan diameter (D) yang tetap, akan mempunyai
kehilangan tinggi tekan akibat gesekan sepanjang pipa (L) sebesar :
L V2
Hl = 𝑓 (1.1)
2dg
Keterangan:
Hl = kehilangan tinggi tekan akibat gesekan (m)
f = koefisien gesek (tidak berdimensi)
L = panjang pipa (m)
d = diameter pipa (m)
v = kecepatan aliran (m/detik)
g = percepatan gravitasi (m/detik2)
b. Kehilangan Tinggi Tekan Akibat Ekspansi Tiba-tiba
(P2 – P1) V12 d1 4
= [1 – (d2 ) ] (1.2)
γ 2g
Keterangan:
P1 = Tekanan pada titik tinjau 1
P2 = Tekanan pada titik tinjau 2
V1 = Kecepatan fluida pada titik tinjau 1
γ = pg V22
p = Massa jenis fluida
g = Percepatan gravitasi
c. Kehilangan Tinggi Tekan Akibat Kontraksi Tiba-Tiba
Tanpa kehilangan tinggi tekan
(P2 – P1) v22 D2 4
= [1 − (D1) ] (1.3)
Ύ 2g
Keterangan:
P1 = tekanan pada titik tinjau 1
P2 = tekanan pada titik tinjau 2
v1 = kecepatan fluida pada titik tinjau 1
v2 = kecepatan fluida pada titik tinjau 2
D1 = diameter pipa pada titik tinjau 1
D2 = diameter pipa pada titik tinjau 2
γ = ρ.g
ρ = massa jenis fluida
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika 4
Institut Teknologi Sumatera Kelompok 4B
g = percepatan gravitasi
d. Kehilangan Tinggi Tekan Akibat Tikungan Pada Pipa
Akibat perubahan geometri pipa
(Ht – Hf) 2g
Kb = (1.5)
V2
Akibat gesekan pipa
2g πR
Kl = 3 (hr – [1− 2L] 𝐻𝑓) (1.6)
V
Keterangan:
g = percepatan gravitasi
R = jari-jari tikungan
L = panjang lintasan
Ht = kehilangan tinggi tekan pada tikungan
Hf = kehilangan tinggi tekan pada pipa lurus
n. Menghitung HL ( He = 0 )
v2 D1 2 D1
HL = [(D2) -(D2)4] (1.19)
2g
Keterangan:
Q = Debit (m3/s)
V = Volume (m3)
t = Waktu (s)
Hf = Kehilangan Tinggi Tekan Pada Pipa Lurus
V = Kecepatan (m/s)
d = Diameter (m)
Re = Bilangan Reynold
μ = Viskositas
Ht = Kehilangan Tinggi Tekan Pada Tikungan
g = Gravitasi (m/s2)
g. Mematikan alat meja hidraulik dengan menutup katup dan menekan tombol
merah.
2 6,05 0,0005 0,37 0,29 0,75 0,56 0,23 0,23 0,13 0,13 0,30 0,30
1.7. Perhitungan
0,0005 m3
Q2 = = 8,26446 x 10-5 m3/s
6,05 s
0,0005 m3
Q3 = = 8,333 x 10-5 m3/s
6s
b. Menghitung Nilai v (m/s)
-5
8,197 x 10 m3 /s
v1 = -3 2 = 0,5645 m/s
0,145 x 10 m
-5 3
8,264 x 10 m /s
v2 = -3 2 = 0.5692 m/s
0,145 x 10 m
-3 3
8,333 x 10 m /s
v3 = -3 2 = 0.5739 m/s
0,145 x 10 m
c. Menghitung Nilai Hf
Hf1 = |0,234 - 0,398| = 0.164 m
Hf2 = |0,214 - 0,274| = 0.06 m
Hf3 = |0,188 - 0,252| = 0.064 m
d. Menghitung Nilai Re
0,0136
Re1 = 0,565 x = 8,5403
8,99 x 10-4
0,0136
Re2 = 0,569 x = 8,6109
8,99 x 10-4
0,0136
Re3 = 0,574 x = 8,6826
8,99 x 10-4
e. Menghitung Nilai Fb
0.316
Fb1 = = 0,1858 N
∜8,574
0.316
Fb2 = = 0,1845 N
∜8,611
0.316
Fb3 = = 0,1841 N
∜8,683
m
2 x 0,0136 m x 9,81 2 x 6 x 10−2 m
s
Fdw2 = = 0,054 m
0,9144 m x 0,5692
m
2 x 0,0136 m x 9,81 2 x 6,4 x 10−2 m
s
Fdw3 = = 0,0567 m
0,9144 m x 0,5742
g. Menghitung Log Hf
Log Hf1 = Log 16,4 x 10-2 = -0,7851 m
Log Hf2 = Log 6 x 10-2 = -1,2218 m
Log Hf3 = Log 6,4 x 10-2 = -1,1938 m
h. Menghitung Log Q
Log Q1 = Log 8,197 x 10-5 = -4,0864
Log Q2 = Log 8,264 x 10-5 = -4,0828
Log Q3 = Log 8,333 x 10-5 = -4,0792
2. Gesekan Pada Pipa Lurus Abu-Abu (8 dan 9)
a. Menghitung Debit (Q)
0,0005 m3
Q1 = = 8,13008 x 10-5 m3 /s
6,15 s
0,0005m3
Q2 = = 7,93651 x 10-5 m3 /s
6,3 s
0,0005 m3
Q3 = = 7,87402 x 10-5 m3 /s
6,35 s
c. Menghitung Nilai Hf
Hf1 = |0,496 – 0,502| = 0,006 m
Hf2 = |0,508 – 0,510| = 0,002 m
Hf3 = |0,502 – 0,504| = 0,002 m
d. Menghitung Nilai Re
0,0136
Re1 = 0,151 x = 2,2845
8,99 x 10-4
0,0136
Re2 = 0,147 x = 2,2281
8,99 x 10-4
0,0136
Re3 = 0,146 x = 2,2106
8,99 x 10-4
e. Menghitung Nilai Fb
0.316
Fb1 = = 0,2571 N
∜2,284
0.316
Fb2 = = 0,2586 N
∜2,228
0.316
Fb3 = = 0,2591 N
∜2,210
g. Menghitung Log Hf
Log Hf1 = Log 0,6 x 10-2 = -2,2222
Log Hf2 = Log 0,2 x 10-2 = -2,699
Log Hf3 = Log 0,2 x 10-2 = -2,699
h. Menghitung Log Q
Log Q1 = Log 8,130 x 10-5 = -4,0899
Log Q2 = Log 7,935 x 10-5 = -4,1004
Log Q3 = Log 7,874 x 10-5 = -4,1038
3. Tikungan Siku Tajam R = 0 ( 5 dan 6 )
a. Menghitung Debit (Q)
0,0005 m3
Q1 = = 8,19672 x 10-5 m3/s
6,1 s
0,0005 m3
Q2 = = 8,26446 x 10-5 m3/s
6,05 s
0,0005 m3
Q3 = = 8,333 x 10-5 m3/s
6s
b. Menghitung Nilai v (m/s)
-5
8,197 x 10 m3 /s
v1 = -3 2 = 0,5645 m/s
0,145 x 10 m
-5 3
8,264 x 10 m /s
v2 = -3 2 = 0.5692 m/s
0,145 x 10 m
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika 12
Institut Teknologi Sumatera Kelompok 4B
-3 3
8,333 x 10 m /s
v3 = -3 2 = 0.5739 m/s
0,145 x 10 m
0,003 × 2 × 9.81
Kb3 = = 0,1305 m
0,574²
i. Menghitung Kl
2 x 9.81 3.14 ×0,0086
Kl1 = [0,14 − (1 – 2 x 0,9144 ) 0,202] = -3,6636 m
0,5652
2 x 9.81 3.14 ×0,0086
Kl2 = [0,192 - (1 – 2 x 0,9144 ) 0,204] = -0,6311 m
0,5692
2 x 9.81 3.14 ×0,0086
Kl3 = [0,21 - (1 – 2 x 0,9144 ) 0,207] = 0,2749 m
0,5742
0,0005 m3
Q2 = = 8,26446 x 10-5 m3/s
6,05 s
0,0005 m3
Q3 = = 8,333 x 10-5 m3/s
6s
b. Menghitung Nilai v (m/s)
-5
8,197 x 10 m3 /s
v1 = -3 2 = 0,5645 m/s
0,145 x 10 m
-5 3
8,264 x 10 m /s
v2 = -3 2 = 0.5692 m/s
0,145 x 10 m
-3 3
8,333 x 10 m /s
v3 = -3 2 = 0.5739 m/s
0,145 x 10 m
0.316
Fb3 = = 0,1841 N
∜8,683
i. Menghitung Kl
2 x 9.81 3.14 × 0,0068
Kl1 = 2 [0,014 - (1 – 2 x 0,9144 ) 0,202] = -11,445
0,565
2 x 9.81 3.14 × 0,0068
Kl2 = 2 [0 - (1 – 2 x 0,9144 ) 0,204] = -12,282
0,569
2 x 9.81 3.14 × 0,0068
Kl3 = 2 [0,03 - (1 – 2 x 0,9144 ) 0,202] = -10,47
0,565
5. Kehilangan Tinggi Tekan Akibat Ekspansi Tiba-Tiba (7 dan 8)
a. Menghitung Debit (Q)
0,0005 m3
Q1 = = 8,13008 x 10-5 m3 /s
6,15 s
0,0005m3
Q2 = = 7,93651 x 10-5 m3 /s
6,3 s
0,0005 m3
Q3 = = 7,87402 x 10-5 m3 /s
6,35 s
c. Menghitung Nilai HL
HL1 = |0,502 – 0,496| = 0,006 m
HL2 = |0,510 – 0,510| = 0 m
HL3 = |0,504 – 0,468| = 0,036 m
d. Menghitung HL (He ≠ 0)
0,1512 0,0136 4
HL1 =
2 x 9,8
[(1-(
0,0262
) )] = 0,00108 m
0,1472 0,0136 4
HL2 = [(1-( ) )] = 0,00102 m
2 x 9,8 0,0262
0,1462 0,0136
HL3 = [(1-( )4)] = 0,00101 m
2 x 9,8 0,0262
e. Menghitung HL (He = 0)
0,1512 0,0136 0,0136
HL1 = [(
2 x 9,8 0,0262
)2-(0,0262)4)] = -0,00228 m
0,0005 m3
Q2 = = 8,26446 x 10-5 m3/s
6,05 s
0,0005 m3
Q3 = = 8,333 x 10-5 m3/s
6s
b. Menghitung Nilai v (m/s)
-5
8,197 x 10 m3 /s
v1 = -3 2 = 0,5645 m/s
0,145 x 10 m
-5 3
8,264 x 10 m /s
v2 = -3 2 = 0.5692 m/s
0,145 x 10 m
-3 3
8,333 x 10 m /s
v3 = -3 2 = 0.5739 m/s
0,145 x 10 m
g. Menghitung HLG
HLG1 = 0,054 − 0,202 = -0,1479
HLG2 = 0 − 0,204 = -0,2048
HLG3 = 0,002 − 0,207 = -0,1878
h. Menghitung Kb
-0,148 x 2 x 9,81
Kb1 = = -9,1041
0,5652
-0,204 × 2 × 9.81
Kb2 = = -12,403
0,5692
-0,205 × 2 × 9.81
Kb3 = = -11,186
0,574²
i. Menghitung Kl
2 x 9.81 3.14 × 0,0086
Kl1 = 2 [ 0,054 - (1 – 2 x 0,9144 ) 0,202] = -8,9828
0,565
2 x 9.81 3.14 × 0,0086
Kl2 = 2 [ 0 - (1 – 2 x 0,9144 ) 0,204] = -12,282
0,569
2 x 9.81 3.14 × 0,0086
KI3 = 2 [ 0,02 - (1 – 2 x 0,9144 ) 0,207] = -11,065
0,574
0,0005 m3
Q2 = = 8,26446 x 10-5 m3/s
6,05 s
0,0005 m3
Q3 = = 8,333 x 10-5 m3/s
6s
b. Menghitung Nilai v (m/s)
-5
8,197 x 10 m3 /s
v1 = -3 2 = 0,5645 m/s
0,145 x 10 m
-5 3
8,264 x 10 m /s
v2 = -3 2 = 0.5692 m/s
0,145 x 10 m
-3 3
8,333 x 10 m /s
v3 = -3 2 = 0.5739 m/s
0,145 x 10 m
0,0136
Re2 = 0,569 x = 8,6109
8,99 x 10-4
0,0136
Re3 = 0,574 x = 8,6826
8,99 x 10-4
d. Menghitung Nilai Fb
0.316
Fb1 = = 0,1858 N
∜8,574
0.316
Fb2 = = 0,1845 N
∜8,611
0.316
Fb3 = = 0,1841 N
∜8,683
i. Menghitung Kl
2 x 9.81 3.14 × 0,0086
Kl1 = 2 [0,056 - (1 – 2 x 0,9144 ) 0,202] = -8,8596
0,565
0,0005 m3
Q2 = = 8,26446 x 10-5 m3/s
6,05 s
0,0005 m3
Q3 = = 8,333 x 10-5 m3/s
6s
b. Menghitung Nilai v (m/s)
-5
8,197 x 10 m3 /s
v1 = -3 2 = 0,5645 m/s
0,145 x 10 m
-5 3
8,264 x 10 m /s
v2 = -3 2 = 0.5692 m/s
0,145 x 10 m
-3 3
8,333 x 10 m /s
v3 = -3 2 = 0.5739 m/s
0,145 x 10 m
f. Menghitung Hf
0,185 × 0,9144 × 0,5652
Hf1 = = 0,2019 m
2 × 0.0136 × 9.81
i. Menghitung Kl
2 x 9.81 3.14 × 0,0068
Kl1 = [0,084- (1 – 2 x 0,9144 ) 0,202] = -7,1359
0,5652
2 x 9.81 3.14 × 0,0068
Kl2 = [0,074- (1 – 2 x 0,9144 ) 0,204] = -7,8006
0,5692
2 x 9.81 3.14 × 0,0068
Kl3 = 2 [0,080- (1 – 2 x 0,9144 ) 0,207] = -7,4915
0,574
0,0005m3
Q2 = = 7,93651 x 10-5 m3 /s
6,3 s
0,0005 m3
Q3 = = 7,87402 x 10-5 m3 /s
6,35 s
c. Menghitung Nilai HL
HL1 = |0,496 – 0,496| = 0 m
HL2 = |0,430 – 0,508| = 0,078 m
HL3 = |0,459 – 0,502| = 0,043 m
d. Menghitung Nilai HL (He ≠ 0)
0,1512 0,0136
HL1 = [(1-(0,0262)4)] = 0,00107 m
2 x 9,8
0,1472 0,0136
HL2 = [(1-(0,0262)4)] = 0,00119 m
2 x 9,8
0,1462 0,0136
HL3 = [(1-(0,0262)4)] = 0,00117 m
2 x 9,8
e. Menghitung HL (He = 0)
0,1512 0,0136 0,0136
HL1 = [(
2 x 9,8 0,0262
)2-(0,0262)4)] = 0,00594 m
Tabel 1.7.2. Data Hasil Perhitungan Pipa Lurus Abu - Abu (8 dan 9)
Tabel 1.7.4. Menghitung Tinggi Tekan Akibat Kontraksi Tiba-Tiba (9 dan 10)
AKIBAT KONTRAKSI TIBA-TIBA (H9 DAN H10)
No Q (m^3/s) v (m/s) HL (m) HL(he≠0) (m) HL(he=0) (m)
1 8.13008E-05 0.15087686 0 0.001076 0.005894134
2 7.93651E-05 0.14728456 0.078 0.001192201 0.005616803
3 7.87402E-05 0.14612484 0.043 0.0011735 0.005528697
Sumber : Data Hasil Perhitungan
Tabel 1.7.5. Data Hasil Perhitungan Tikungan Siku Tajam R=0 (5 dan 6)
TIKUNGAN SIKU TAJAM R=0 mm (H5 DAN H6)
Q
No v (m/s) Hf (m) Re Fb Ht HLG Kb Kl
(m^3/s)
8.19672E 0.5645 8.5402 0.1848 0.1 0.2018 -
1 -3.8097 -3.6646
-05 3737 8 49851 4 8 0.0619
8.26446E 0.5692 8.6108 0.1844 0.1 0.2048 -
2 -0.7759 -0.6311
-05 0297 6 6989 92 1 0.0128
8.33333E 0.5739 8.6826 0.1840 0.2 0.2078
3 0.0021 0.13047 0.27498
-05 4633 1 87567 1 1
Sumber : Data Hasil Perhitungan
Tabel 1.7.6. Data Hasil Perhitungan Tikungan Siku Tajam R=1,27 mm (1 dan 2)
TIKUNGAN SIKU TAJAM R=12,7 mm (H1 DAN H2)
Q v Ht HLG
No Re Fb (N) Hf (m) Kb (m) Kl (m)
(m^3/s) (m/s) (m) (m)
0.564
8.19672 8.5402 0.1848 0.2018 -
1 5373 0.084 -0.1179 -7.1359
E-05 8 4 8 7.2572
7
0.569
8.26446 8.6108 0.1844 0.2048 -
2 2029 0.074 -0.1308 -7.8006
E-05 6 6 1 7.9217
7
0.573
8.33333 8.6826 0.1840 0.2078 -
3 9463 0.08 -0.1278 -7.4915
E-05 1 8 1 7.6124
3
Sumber : Data Hasil Perhitungan
Tabel 1.7.7. Data Hasil Perhitungan Tikungan Siku Tajam R=50 mm (15 dan 16)
TIKUNGAN SIKU TAJAM R=50 mm (H15 DAN H16)
Q
v Ht HLG
No (m^3/s Re Fb (N) Hf (m) Kb (m) Kl (m)
(m/s) (m) (m)
)
8.1967 0.564 8.5402 0.1848 0.2018 -
1 0.014 -11.567 -11.445
2E-05 53 8 4 8 0.1879
8.2644 0.569 8.6108 0.1844 0.2048 -
2 0 -12.403 -12.282
6E-05 20 6 6 1 0.2048
8.3333 0.573 8.6826 0.1840 0.2078 -
3 0.03 -10.59 -10.47
3E-05 94 1 8 1 0.1778
Sumber : Data Hasil Perhitungan
Tabel 1.7.8. Data Hasil Perhitungan Siku R=100 mm (11 dan 12)
TIKUNGAN SIKU TAJAM R=100 mm (H11 DAN H12)
Q
Ht HLG
No (m^3/ v (m/s) Re Fb (N) Hf (m) Kb (m) Kl (m)
(m) (m)
s)
8.196
0.2018 - - -
1 72E- 0.56453 8.54028 0.184849 0.054
8 0.1479 9.1041 8.9828
05
8.264
0.2048 - - -
2 46E- 0.56920 8.61086 0.184469 0
1 0.2048 12.403 12.282
05
8.333
0.2078 - - -
3 33E- 0.57394 8.68261 0.184087 0.02
1 0.1878 11.186 11.065
05
Sumber : Data Hasil Perhitungan
Tabel 1.7.9. Data Hasil Perhitungan Tikungan Siku mm (13 dan 14)
TIKUNGAN SIKU TAJAM R=150 mm (H13 DAN H14)
Q
Ht Hf HLG
No (m^3/ v (m/s) Re Fb (N) Kb (m) Kl (m)
(m) (m) (m)
s)
8.196
0.564537 0.1848 0.201
1 72E- 8.5402 0.06 -0.145 -8.981 -8.8596
3 4 8
05
8.264
0.569202 8.6108 0.1844 0.204
2 46E- 0.00 -0.204 -12.403 -12.282
9 6 6 8
05
8.333
0.573946 0.1840 0.207
3 33E- 8.6826 0.05 -0.151 -9.0418 -8.921
3 8 8
05
Sumber : Data Hasil Perhitungan
-4,08278537 -4,082
-4,084
-4,086359831 -4,086
-4,088
LOG HF
0,1844
0,1842 0,184087567
0,184
8,52 8,54 8,56 8,58 8,6 8,62 8,64 8,66 8,68 8,7
RE
0,1
0,05404041 0,056694262
0,05
0
8,52 8,54 8,56 8,58 8,6 8,62 8,64 8,66 8,68 8,7
RE
-4,095
-4,100370545
-4,1
-4,103803721
-4,105
LOG HF
0,258
0,2575 0,257090848
0,257
0,2565
2,2 2,21 2,22 2,23 2,24 2,25 2,26 2,27 2,28 2,29
RE
0,1
0,052655773 0,051829813
0,05
0
2,2 2,21 2,22 2,23 2,24 2,25 2,26 2,27 2,28 2,29
RE
0,00022 0,000217641
0,000214228
0,000215
0,00021
0,001 0,00101 0,00102 0,00103 0,00104 0,00105 0,00106 0,00107 0,00108
HL(he=0) (m)
0,0058
0,0057 0,005616803
0,0056
0,005528697
0,0055
0,00106 0,00108 0,0011 0,00112 0,00114 0,00116 0,00118 0,0012 0,00122
HL(he=0) (m)
Kb vs Kl (R = 0 mm)
1 0,274977504
0
-5 -4 -3 -2 -1 0 1
KB (M)
-1
-0,631125398
-2
-3,664629279 -3
-4
KL (M)
Kb vs Kl (R = 12,7 mm)
-7
-8 -7,9 -7,8 -7,7 -7,6 -7,5 -7,4 -7,3 -7,2
-7,2
-7,491534779
KB (M)
-7,135887439 -7,4
-7,6
-7,800587181
-7,8
-8
KL (M)
Kb vs Kl (R = 50 mm)
-10
-12,5 -12 -11,5 -11 -10,5 -10
-10,5
-10,4695468
KB (M)
-11
-11,44523628
-11,5
-12,28180867 -12
-12,5
KL (M)
Kb vs Kl (R = 100 mm)
0
-14 -12 -10 -8 -6 -4 -2 -2 0
-4
KB (M)
-6
-8,982751227
-8
-10
-12,28180867
-11,0651492 -12
-14
KL (M)
Kb vs Kl (R = 150 mm)
0
-14 -12 -10 -8 -6 -4 -2 -2 0
KB (M) -4
-6
-8,859626975
-8
-10
-12,28180867 -8,920980549
-12
-14
KL (M)
1.8. Analisis
Pada praktikum kali ini akan dilakukan percobaan untuk mencari besarnya nilai
kehilangan tinggi tekan dengan pengaruh debit dan pipa yang berbeda dengan
percobaan yang dilakukan sebanyak 3 kali. Pipa yang digunakan pada praktikum
modul kehilangan tinggi tekan ini ada 2, yaitu pipa biru dan pipa abu-abu. Pipa biru
digunakan untuk mencari tikungan tajam dan tikungan standar. Sedangkan pipa
abu-abu digunakan untuk mencari gesekan pada pipa lurus 3 dan 4, ekapansi tiba-
tiba, dan kontraksi tiba-tiba. Pada modul ini ada beberapa hal yang perlu diamati
yaitu kehilangan tinggi tekan sirkuit lurus biru dan sirkuit lurus abu-abu, ekspansi
tiba-tiba pada sirkuit biru, tikungan tajam pada R=0 mm, R=12,7 mm, R=50 mm,
R=100 mm, dan R=150mm dengan menggunakan tinggi tekan pada pipa sirkuit
abu-abu.
Berdasarkan gambar pada grafik, Perbandingan Log Hf dan Log Q pada sirkuit biru
dan abu-abu nilainya tidak stabil, karena pada pipa biru nilai Log Q melonjak pada
saat percobaan kedua lalu turun pada percobaan ketiga, sedangkan pada pipa abu-
abu nilai Log Q naik pada percobaan kedua. Untuk grafik kehilangan tinggi tekan
akibat ekspansi tiba-tiba, HL (He ≠ 0) dihubungkan dengan HL (He = 0) terjadi
hubungan yang berbanding lurus, apabila nilai HL (He ≠ 0) semakin besar, maka
nilai HL (He = 0) juga semakin besar. Jika dilihat pada grafik Fb dan Fd di pipa
lurus biru ketika dihubungkan dengan grafik Bilangan Reynold (Re) selalu
berbanding terbalik, maka dapat disimpulkan apabila bilangan Reynold nya
semakin besar, nilai Fb dan Fd akan semakin kecil. Sedangkan Fb dan Fd pada pipa
lurus abu-abu, nilai Fb berbanding lurus dengan nilai Re dan Fd berbanding terbalik
dengan Re.
Kemudian untuk tikungan tajam pada R = 0mm , R = 12,7 mm, R = 50 mm, R =
100mm dan R = 150 mm, hubungan ini meninjau antara Kl dan Kb. Hubungan
antara Kl dan Kb dengan tikungan tajam R = 0 mm mengalami penurunan di setiap
percobaan. Pada tikungan tajam R = 12.7 mm, nilai KI mengalami penurunan yang
tidak stabil, sama halnya dengan nilai Kb pada tikungan ini. Pada tikungan tajam R
= 50 mm nilai KI mengalami penurunan di tiap percobaan akan tetapi beda halnya
dengan nilai Kb yang mengalami peningkatan signifikan. Tikungan tajam R = 100
mm nilai Ki mengalami penurunan yang signifikan dan ada beberapa titik yang
mengalami peningkatan. Akan tetapi, nilai Kb pada tikungan ini mengalami nilai
Kb yang tidak stabil. Tikungan tajam R = 150mm , nilai Kl mengalami penurunan
sedangkan nilai Kb mengalami penurunan.
1.9. Kesimpulan
Dari hasil percobaan dan perhitungan yang telah dilakukan dan diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
a. Semakin besar debit air yang digunakan, semakin besar pula kehilangan
tinggi tekannya.
b. Perbandingan Log Hf dan Log Q pada sirkuit biru dan abu-abu
nilainya tidak stabil.
c. Jika HL (He ≠ 0) dihubungkan dengan HL (He = 0) terjadi hubungan yang
berbanding lurus, jika nilai HL (He ≠ 0) semakin besar, maka nilai HL (He =
0) juga semakin besar.
d. Apabila bilangan Reynold nya semakin besar, nilai Fb dan Fd akan semakin
kecil. Sedangkan Fb dan Fd pada pipa lurus abu-abu, nilai Fb berbanding
lurus dengan nilai Re dan Fd berbanding terbalik dengan Re.
e. Hubungan antara Kl dan Kb pada R = 0 mm mengalami penurunan di setiap
percobaan. Pada tikungan tajam R = 12.7 mm, nilai KI mengalami penurunan
yang tidak stabil, sama halnya dengan nilai Kb. Pada R = 50 mm nilai KI
mengalami penurunan di tiap percobaan akan tetapi beda halnya dengan nilai
Kb yang mengalami peningkatan signifikan. Pada R = 100 mm nilai Ki
mengalami penurunan yang signifikan dan ada beberapa titik yang
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika 30
Institut Teknologi Sumatera Kelompok 4B
1.10. Saran
1.12. Lampiran
MODUL II
TUMBUKAN AKIBAT PANCARAN FLUIDA
2.1. Pendahuluan
Pada umumnya ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengubah energi
potensial menjadi energi kinetik, salah satu caranya adalah dengan menggunakan
tekananan potensial untuk membuat kecepatan tinggi dengan demikian maka akan
menjadi energi kinetik. Sistem tekanan potensial dengan penggunaan kecepatan
tinggi ini diterapkan pada turbin PLTA. Dimana pada sistem PLTA ada pancaran
air yang diarahkan pada baling-baling roda turbin dan berputar oleh adanya gaya
yang terdapat pada baling-baling yang terjadi akibat dari perubahan momentum
akibat di saat pancaran tersebut menumbuk plat. Baling-baling roda turbin yang
berputar akan berotasi disebabkan karena gaya yang timbul terjadi karena
perubahan momentum ketika pancaran air menyembur pada piringan baling-baling
roda pada turbin.
Ketika pada setiap batas yang mengubah kecepatan suatu massa fluida pada arah,
besarnya atau keduanya dikenakan gaya fluida. Pekerjaan fluida dalam menggusur
baling-baling yaitu ketika pembatasnya adalah baling-baling melengkung atau bilah
melengkung yang dapat bergerak. Mesin turbo memanfaatkan prinsip kerja fluida
ini. Karena fluida yang mengalir melalui baling-baling-baling yang mengalami
tumbukan akan mempunyai kecepatan yang lebih tinggi dibanding sebelum melalui
tumbukan. Pada perubahan kecepatan ini berbanding lurus terhadap perubahan
momentum disebabkan momentum yang besar ketika menumbuk suatu bidang akan
menimbulkan gaya yang besar. Turbin hidrolik, uap serta gas ialah contoh
ekstraktor energi. Mereka membarui energi fluida sebagai torsi di poros yang
berputar. Pompa sentrifugal, pompa sirkulasi aksial, blower, dan kompresor
mengganti putaran mekanis menjadi tenaga fluida. Kombinasi pompa serta turbin
dipergunakan dalam kopling fluida serta konvertor torsi untuk tujuan transmisi daya
secara mulus melalui media fluida.
Secara garis besar, tujuan dilaksanakan Praktikum Mekanika Fluida ini adalah
sebagai berikut :
a. Mempelajari perilaku tumbukan pancaran fluida pada suatu permukaan
piringan yang dapat menghasilkan suatu energi mekanis.
b. Mengukur dan menghitung besarnya gaya yang diperoleh dari empat macam
piringan, yaitu plat datar, plat cekung, plat setengah lingkaran, dan plat 30º.
c. Menentukan besarnya efisiensi masing-masing piringan.
d. Mempelajari hubungan antara besarnya debit yang keluar dengan gaya yang
didapat dari hasil perhitungan.
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu:
a. Jet impact apparatus
f. Piringan 30 derajat
Jet impact pada dasarnya ialah suatu peristiwa tumbukan, dimana dal am hal ini
tumbukan pancaran fluida dengan suatu permukaan. Momentum adalah besaran
yang merupakan ukuran mudah suatu benda untuk mengubah keadaan geraknya
yang berhubungan dengan kecepatan dan massa suatu benda. Momentum
merupakan vector dipengaruhi oleh arah kecepatannya (Sugiyono, 2009). Bentuk
umum teori momentum fluida adalah:
F . t = m . Δv2.1 (2.1)
Keterangan:
F : Gaya (newton)
t : Waktu (sekon)
m : Massa benda (kg)
Δv : Selisih kecepatan (m/s)
Besar Gaya Piringan (Gaya Perhitungan):
d. Gaya yang terjadi pada piringan (arah X) adalah sama, tetapi berlawanan arah
sehingga didapat persamaan pada sumbu Y :
Fpiringan = W (v0 – v1 cos β) (2.3)
f. Aliran fluida diukur dengan satuan W (kg/s) yang mewakili satuan debit
W/103 (m3), sehingga kecepatan pancaran, v (m/s) saat meninggalkan nozzle
diberika oleh:
v = 12,75 W (m/s) (2.7)
Keterangan :
W = Berat (Kg)
V0 = Kecepatan Pancaran air (m/s)
V = Volume (m3)
1. Besarnya debit dihitung dengan rumus:
v
Q= (2.9)
t
2. Besarnya kecepatan aliran fluida dihitung dengan rumus:
𝑄
v=𝐴 (2.10)
Keterangan:
Q = Debit (m3/s)
V = Volume (m3)
t = Waktu (s)
2.7. Perhitungan
Piringan Datar
1. Menghitung Debit (Q)
a. Debit Rendah
0,005
Q1 = 35,4
= 0,00014 m3/s
0,005
Q2 =
34,91
= 0,00014 m3/s
0,005
Q3 = 30,25
= 0,00017 m3/s
b. Debit Sedang
0,05
Q1 =
23,26
= 0,00021 m3/s
0,005
Q2 =
20,69
= 0,00024 m3/s
0,005
Q3 =
25,4
= 0,00020 m3/s
c. Debit Tinggi
0,005
Q1 =
20,35
= 0,00025 m3/s
0,005
Q2 =
20,3
= 0,00025 m3/s
0,01
Q3 =
19,9
= 0,00025 m3/s
2. Menghitung Kecepatan Aliran Fluida (v)
a. Kecepatan Aliran Fluida Rendah
0,00014
v1 = m/s
0,0000785
= 1,799 m/s
0,00014
v2 = m/s
0,0000785
= 1,825 m/s
0,00017
v3 = m/s
0,0000785
= 2,106 m/s
b. Kecepatan Aliran Fluida Sedang
0,00021
v1 = 0,0000785
= 2,738 m/s
0,00024
v2 =
0,0000785
= 3,079 m/s
0,00020
v3 =
0,0000785
= 2,508 m/s
c. Kecepatan Aliran Fluida Tinggi
0,0025
v1 = 0,0000785
= 3,130 m/s
0,00025
v2 =
0,0000785
= 3,138 m/s
0,00025
v3 =
0,0000785
= 3,154 m/s
3. Menghitung Kecepatan Pancaran Air
a. v0 Rendah
= 1,585 m/s
= 1,613 m/s
= 1,926 m/s
b. v0 Sedang
= 2,602 m/s
= 2,958 m/s
= 2,358 m/s
c. v0 Tinggi
= 3,012 m/s
= 3,020 m/s
= 3,079 m/s
4. Menghitung F Hitung (FH)
a. F Hitung Rendah
FH1 = 2 x 0,61 x 1,585
= 1,933 N
FH2 = 2 x 0,61 x 1,613
= 1,968 N
FH3 = 2 x 0,61 x 1,926
= 2,349 N
b. F Hitung Sedang
FH1 = 2 x 0,61 x 2,602
= 3,175 N
FH2 = 2 x 0,61 x 2,958
= 3,609 N
= 0,264 %
0,510
Ef2 = ×100%
1,968
= 0,259%
0,510
Ef3 = ×100%
2,349
= 0,217%
b. Efesiensi Sedang
1,923
Ef1 = ×100%
3,175
= 0,606 %
1,923
Ef2 = 3,609 ×100%
= 0,533 %
1,923
Ef3 = 2,877 ×100%
= 0,668%
c. Efesiensi Tinggi
2,629
Ef1 = ×100%
3,674
= 0,714%
2,629
Ef2 = ×100%
3,684
= 0,714%
2,629
Ef3 = ×100%
3,756
= 0,700%
= 0,00014 m3/s
0,005
Q2 =
27,18
= 0,00018 m3/s
0,005
Q3 =
26,08
= 0,00019 m3/s
b. Debit Sedang
0,005
Q1 =
22,88
= 0,00022 m3/s
0,005
Q2 =
20,97
= 0,00024 m3/s
0,005
Q3 =
19,94
= 0,00025 m3/s
c. Debit Tinggi
0,005
Q1 =
19,3
= 0,00026 m3/s
0,005
Q2 = 19,52
= 0,00026 m3/s
0,005
Q3 = 20,01
= 0,00025 m3/s
= 1,809 m/s
0,00018
V2 =
0,0000785
= 2,343 m/s
0,00019
V3 =
0,0000785
= 2,442 m/s
b. Volume Sedang
0,00022
V1 = 0,0000785
= 2,784 m/s
0,00024
V2 = 0,0000785
= 3,037 m/s
0,00025
V3 = 0,0000785
= 3,194 m/s
c. Volume Tinggi
0,00026
V1 = 0,0000785
= 3,300 m/s
0,00026
V2 = 0,0000785
= 3,263 m/s
0,00025
V3 = 0,0000785
= 3,183 m/s
= 1,596 m/s
= 2,183 m/s
= 2,289 m/s
b. V0 Sedang
= 2,650 m/s
= 2,915 m/s
= 3,079 m/s
c. V0 Tinggi
= 3,188 m/s
= 3,150 m/s
= 3,067 m/s
4. Menghitung F Hitung
a. F Hitung Rendah
FH1 = 2 x 0,61 x 1,596
= 1,948 N
FH2 = 2 x 0,61 x 2,183
= 2,663 N
FH3 = 2 x 0,61 x 2,289
= 2,792 N
b. F Hitung Sedang
FH1 = 2 × 0,61 × 2,650
= 3,233 N
FH2 = 2 × 0,61 × 2,915
= 3,557 N
FH3 = 2 × 0,61 × 3,079
= 3,756 N
c. F Hitung Tinggi
FH1 = 2 × 0,61 × 3,188
= 3,890 N
FH2 = 2 × 0,61 × 3,150
= 3,843 N
FH3 = 2 × 0,61 × 3,067
= 3,742 N
5. Menghitung F Ukur
a. F Ukur Rendah
FU1 = 4 x 9,81 x 0,053
= 0,746 N
FU2 = 4 x 9,81 x 0,053
= 0,746 N
FU3 = 4 x 9,81 x 0,053
= 0,746 N
b. F Ukur Sedang
FU1 = 4 x 9,81 x 0,06
= 1,020 N
FU2 = 4 x 9,81 x 0,06
= 1,020 N
FU3 = 4 x 9,81 x 0,06
= 1,020 N
c. F Ukur Tinggi
FU1 = 4 x 9,81 x 0,065
= 1,216 N
FU2 = 4 x 9,81 x 0,065
= 1,216 N
FU3 = 4 x 9,81 x 0,065
= 1,216 N
6. Menghitung Efesiensi
a. Efesiensi Rendah
0,746
Ef1 = ×100%
1,948
= 0,383%
0,746
Ef2 = ×100%
2,663
= 0,280%
0,746
Ef3 = ×100%
2,792
= 0,267 %
b. Efesiensi Sedang
1,020
Ef1 = ×100%
3,233
= 0,316%
1,020
Ef2 = ×100%
3,557
= 0,287%
1,020
Ef3 = ×100%
3,756
= 0,272%
c. Efesiensi Tinggi
1,216
Ef1 = ×100%
3,890
= 0,313%
1,216
Ef2 = ×100%
3,843
= 0,317%
1,216
Ef3 = ×100%
3,742
= 0,325%
Piringan Cekung
= 0,00014 m3/s
0,005
Q2 =
32,53
= 0,00015 m3/s
0,005
Q3 =
30,72
= 0,00016 m3/s
b. Debit Sedang
0,05
Q1 =
22,9
= 0,00022 m3/s
0,005
Q2 =
20,71
= 0,00024 m3/s
0,005
Q3 =
21,38
= 0,00023 m3/s
c. Debit Tinggi
0,005
Q1 = 20,8
= 0,00024 m3/s
0,005
Q2 =
19,77
= 0,00025 m3/s
0,005
Q3 =
19,35
= 0,00026 m3/s
2. Menghitung Kecepatan Aliran Fluida
a. Volume kecepatan aliran fluida rendah
0,00014
V1 = 0,0000785
= 1,799 m/s
0,00015
V2 = 0,0000785
= 1,958 m/s
0,00016
V3 =
0,0000785
= 2,073 m/s
b. Volume kecepatan aliran fluida sedang
0,00022
V1 =
0,0000785
= 2,781 m/s
0,00024
V2 =
0,0000785
= 3,076 m/s
0,00023
V3 =
0,0000785
= 2,979 m/s
c. Volume kecepatan aliran tinggi
0,00024
V1 =
0,0000785
= 3,062 m/s
0,00025
V2 = 0,0000785
= 3,222 m/s
0,00026
V3 =
0,0000785
= 3,292 m/s
3. Menghitung Kecepatan Pancar Mengenai Piringan
a. V0 Rendah
= 1,585 m/s
= 1,763 m/s
= 1,890 m/s
b. V0 Sedang
= 2,648 m/s
= 2,955 m/s
= 2,855 m/s
c. V0 Tinggi
= 2,941 m/s
= 3,107 m/s
= 3,180 m/s
4. Menghitung F Hitung
a. F Hitung Rendah
FH1 = 2 x 0,61 x 1,585
= 1,933 N
FH2 = 2 x 0,61 x 1,763
= 2,151 N
FH3 = 2 x 0,61x 1,890
= 2,306 N
b. F Hitung Sedang
FH1 = 2 x 0,61 x 2,648
= 3,230 N
FH2 = 2 x 0,61 x 2,955
= 3,605 N
FH3 = 2 x 0,61 x 2,855
= 3,483 N
c. F Hitung Tinggi
FH1 = 2 x 0,61 x 2,941
= 3,588 N
FH2 = 2 x 0,61 x 3,107
= 3,791 N
FH3 = 2 x 0,61 x 3,180
= 3,879 N
5. Menghitung F Ukur
a. F Ukur Rendah
FU1 = 4 × 9,81 x 0,08
= 0,341 N
FU2 = 4 × 9,81 x 0,008
= 0,341 N
= 0,162 %
0,314
Ef2 = 2,151 ×100
= 0,146 %
0,314
Ef3 = 2,306 ×100
= 0,136%
b. Efesiensi Sedang
1,138
Ef1 = ×100
3,230
= 0,352%
1,138
Ef2 = ×100
3,605
= 0,316 %
1,138
Ef3 = ×100
3,483
= 0,327 %
c. Efesiensi Tinggi
4,159
Ef1 = ×100
3,588
= 1,159%
4,159
Ef2 = ×100
3,791
= 1,097%
4,159
Ef3 = ×100
3,879
= 1,110 %
Piringan 𝟑𝟎𝟎
= 0,00014 m3/s
0,005
Q2 = 34,9
= 0,00014 m3/s
0,005
Q3 = 34,85
= 0,00014 m3/s
b. Debit Sedang
0,005
Q1 = 23,31
= 0,00021 m3/s
0,005
Q2 =
23,65
= 0,00021 m3/s
0,005
Q3 =
24,53
= 0,00020 m3/s
c. Debit Tinggi
0,005
Q1 =
19,8
= 0,00025 m3/s
0,005
Q2 =
20,11
= 0,00025 m3/s
0,005
Q3 =
19,17
= 0,00026 m3/s
2. Menghitung kecepatan aliran fluida
a. Kecepatan Aliran Fluida Rendah
0,00014
V1 = 0,0000785
= 1,789 m/s
0,00014
V2 =
0,0000785
= 1,825 m/s
0,00014
V3 =
0,0000785
= 1,828 m/s
b. Kecepatan Aliran Fluida Sedang
0,00021
V1 = 0,0000785
= 2,732 m/s
0,00021
V2 = 0,0000785
= 2,693 m/s
0,00020
V3 = 0,0000785
= 2,597 m/s
c. Kecepatan Aliran Fluida Tinggi
0,00025
V1 =
0,0000785
= 3,217 m/s
0,00025
V2 = 0,0000785
= 3,167 m/s
0,00026
V3 = 0,0000785
= 3,323 m/s
3. Menghitung Kecepatan Pancar Mengenai Piringan
a. V0 Rendah
= 1,573 m/s
= 1,614 m/s
= 1,617 m/s
b. V0 Sedang
= 2,596 m/s
= 2,555 m/s
= 2,453 m/s
c. V0 Tinggi
= 3,102 m/s
= 3,212 m/s
4. Menghitung F Hitung
a. F Hitung Rendah
FH1 = 2 x 0,61 x 1,573
= 1,919 N
FH2 = 2 x 0,61 x 1,614
= 1,969 N
FH3 = 2 x 0,61 x 1,617
= 1,973 N
b. F Hitung Sedang
FH1 = 2 x 0,61 x 2,596
= 3,167 N
FH2 = 2 x 0,61 x 2,555
= 3,117 N
FH3 = 2 x 0,61 x 2,453
= 2,992 N
c. F Hitung Tinggi
FH1 = 2 x 0,61 x 3,102
= 3,784 N
FH2 = 2 x 0,61 x 3,051
= 3,722 N
FH3 = 2 x 0,61 x 3,212
= 3,918 N
5. Menghitung F Ukur
a. F Ukur Rendah
FU1 = 4 x 9,81 x 0,004
= 0,157 N
FU2 = 4 x 9,81 x 0,004
= 0,157 N
FU3 = 4 x 9,81 x 0,02
= 0,785 N
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika 62
Institut Teknologi Sumatera Kelompok 4B
b. F Ukur Sedang
FU1 = 4 x 9,81 x 0,02
= 0,785 N
FU2 = 4 x 9,81 x 0,02
= 0,785 N
FU3 = 4 x 9,81 x 0,02
= 0,785 N
c. F Ukur Tinggi
FU1 = 4 x 9,81 x 0,055
= 2,158 N
FU2 = 4 x 9,81 x 0,055
= 2,158 N
FU3 = 4 x 9,81 x 0,055
= 2,158 N
6. Menghitung Efesiensi
a. Efesiensi Rendah
0,517
Ef1 = ×100
1,919
= 0,082%
0,517
Ef2 = ×100
1,969
= 0,080%
0,517
Ef3 = ×100
1,973
= 0,080%
b. Efesiensi Sedang
0,785
Ef1 = ×100
3,167
=0,248%
0,785
Ef2 = ×100
3,117
= 0,252%
0,785
Ef3 = ×100
3,092
= 0,254 %
c. Efesiensi Tinggi
2,158
Ef1 = 3,784 ×100
= 0,570 %
2,158
Ef2 = ×100
3,722
= 0,580 %
2,158
Ef3 = 3,918 ×100
= 0,551 %
Tabel 2.7.1. Perhitungan Pada Piringan Datar
Data Besar
Kecepatan Gaya dari Gaya dari
No. Besar Kecepatan Efisiensi
Pancaran perhitungan Pengukuran
Percobaan Debit Fluida (%)
Air (m/s) (N) (N)
(m3/s) (m/s)
1 0,00014 1,799 1,585 1,933 0,510 0,264
Debit
2 0,00014 1,825 1,613 1,968 0,510 0,259
rendah
3 0,00017 2,106 1,926 2,349 0,510 0,217
Rata-rata 0,00015 1,910 1,708 2,084 0,510 0,247
Debit 1 0,00021 2,738 2,602 3,175 1,923 0,606
Sedan 2 0,00024 3,079 2,958 3,609 1,923 0,533
g 3 0,00020 2,508 2,358 2,877 1,923 0,668
Rata-rata 0,00022 2,775 2,640 3,220 1,923 0,602
1 0,00025 3,130 3,012 3,674 2,629 0,716
Debit
2 0,00025 3,138 3,020 3,684 2,629 0,714
Tinggi
3 0,00025 3,194 3,079 3,756 2,629 0,700
Rata-rata 0,00025 3,154 3,037 3,705 2,629 0,710
Sumber : Data Hasil Perhitungan
2,5
2
F Ukur
1,5
0,5
0
0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000
F hitung
Grafik 2.7.1. Hubungan F Ukur dan F Hitung pada Penampang Piringan Datar
2,5
2
1,5
1
0,5
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4
F Hitung
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0 1 2 3 4 5
F Hitung
Grafik 2.7.3. Hubungan F Ukur dan F Hitung pada Penampang Piringan Cekung
Setengah Bola
1,5
F Ukur
0,5
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4
F Hitung
Grafik 2.7.4. Hubungan F Ukur dan F Hitung pada Penampang Piringan 30⁰
2,5
2
F Ukur
1,5
0,5
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
Berat (W)
2,5
2
1,5
1
0,5
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
Berat (W)
1,2
1
F Ukur
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
Berat (W)
Grafik 2.7.7. Hubungan Nilai F Ukur dan W pada Penampang Piringan Cekung
Setengah Bola
1,5
F Ukur
0,5
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
Berat (W)
Grafik 2.7.8. Hubungan Nilai F kur dan W pada Penampang Piringan 30⁰
2.8. Analisis
Berdasarkan hasil data dan perhitungan yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa
pada percobaan tumbukan akibat pancaran fluida ada empat kali percobaan dengan
piringan dan kuat debit yang berbeda-beda. Pada piringan yang pertama yaitu
menggunakan piringan datar, diperoleh nilai F Hitung rata-rata 2,084 N Ketika
debit rendah, 3,22 N ketika debit sedang, dan 3,705 N ketika debit tinggi. Itu berarti,
semakin besar debit airnya maka nilai F Hitung akan semakin besar. Kemudian
pada piringan datar, nilai rata-rata F Ukur Ketika debit rendah adalah 0,51 N, Ketika
debit sedang adalah 1,923 N dan ketika debit tinggi adalah 2,629 N. Maka nilai F
Hitung, nilai F Ukur juga akan semakin besar ketika debit yang diberikan juga
besar. Pada piringan yang kedua yaitu menggunakan piringan cekung setengah
bola, diperoleh nilai F Hitung rata-rata 2,468 N Ketika debit rendah, 3,515 N ketika
debit sedang, dan 3,825 N ketika debit tinggi. Itu berarti, semakin besar debit airnya
maka nilai F Hitung akan semakin besar. Kemudian pada piringan cekung setengah
bola, nilai rata-rata F Ukur Ketika debit rendah adalah 0,746 N, Ketika debit sedang
adalah 1,02 N dan ketika debit tinggi adalah 1,216 N. Maka nilai F Hitung, nilai F
Ukur juga akan semakin besar ketika debit yang diberikan juga besar. Pada piringan
yang ketiga yaitu menggunakan piringan cekung, diperoleh nilai F Hitung rata-rata
2,13 N Ketika debit rendah, 3,439 N ketika debit sedang, dan 3,753 N ketika debit
tinggi. Itu berarti, semakin besar debit airnya maka nilai F Hitung akan semakin
besar. Kemudian pada piringan cekung nilai rata-rata F Ukur Ketika debit rendah
adalah 0,314 N, Ketika debit sedang adalah 1,138 N dan ketika debit tinggi adalah
4,159 N. Maka nilai F Hitung, nilai F Ukur juga akan semakin besar ketika debit
yang diberikan juga besar. Pada piringan yang keempat yaitu menggunakan
piringan datar sudut 30 derajat, diperoleh nilai F Hitung rata-rata 1,957 N Ketika
debit rendah, 3,092 N ketika debit sedang, dan 3,808 N ketika debit tinggi. Itu
berarti, semakin besar debit airnya maka nilai F Hitung akan semakin besar.
Kemudian pada piringan datar sudut 30 derajat, nilai rata-rata F Ukur Ketika debit
rendah adalah 0,157 N, Ketika debit sedang adalah 0,785 N dan ketika debit tinggi
adalah 2,158 N. Maka nilai F Hitung, nilai F Ukur juga akan semakin besar ketika
debit yang diberikan juga besar.Selanjutnya pada percobaan tumbukan akibat
pancaran fluida ada empat kali percobaan dengan piringan dan kuat debit yang
berbeda-beda memiliki W (Berat) yang sama sebesar 0,61 kg yang artinya
merupakan sebuah ketetapan.Maka jika dihubungkan dengan F Ukur dari masing-
masing percobaan yang dilakukan sebanyak tiga kali percobaan yaitu pada
percobaan piringan datar,piringan cekung setengah bola,piringan cekung dan
piringan datar sudut 30 derajat adalah hubungan Fukur dan Berat (W) dengan
paling besar terjadi pada percobaan ketiga dan percobaan paling kecil pada
percobaan pertama .Hal ini disebabkan karena berat (W) yang konstan atau tidak
berubah pada setiap percobaan dan hubungan dengan F Ukur pada setiap piringan
dimana mengalami konstan naik setiap 3 kali percobaan dengan masing-masing
debit baik debit rendah,sedang maupun tinggi dengan piringan yang berbeda
sehingga hal tersebut yang menyebabkan grafik F Ukur vs W mengalami kenaikan
dengan arah vertikal.
2.9. Kesimpulan
Dari hasil percobaan dan perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan
sebagai berikut :
a. Dari percobaan dapat diketahui bahwa besarnya kecepatan debit
mempengaruhi hasil pergeseran beban yang terjadi dimana semakin tinggi
suatu debit maka pergeseran beban semakin jauh dari titik awal beban. Dan
juga debit mempengaruhi lamanya waktu. Yaitu semakin tinggi debit maka
2.10. Saran
2.12. Lampiran
MODUL III
OSBORNE REYNOLD
3.1. Pendahuluan
Pengaliran fluida, entitas yang mengalir dan biasanya berwujud gas atau cair, telah
menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari kita, terutama dalam konteks
instalasi perpipaan rumah tangga. Pipa-pipa memiliki variasi bentuk penampang
dan ukuran. Untuk memahami aliran fluida, penting untuk memahami prinsip dasar
yang dijelaskan dalam bilangan Reynold. Bilangan Reynold membantu
mengkategorikan aliran fluida menjadi tiga jenis: aliran laminar, aliran turbulen,
dan aliran transisi (Jalaludin, 2019).
Aliran Laminer adalah bentuk gerak partikel dalam zat cair yang mengikuti lintasan
yang sama dengan partikel sebelumnya. Aliran Transisi sering dianggap sebagai
aliran peralihan dari laminer ke turbulen. Aliran Turbulen adalah aliran yang
menunjukkan gerakan partikel yang tidak teratur dan rotasi antar lapisan.
Percobaan ini melibatkan dua komponen utama, yaitu air dan tinta. Dalam
eksperimen ini, sifat-sifat aliran diamati secara visual untuk mengidentifikasi
variabel yang relevan. Melalui penggunaan zat pewarna tinta, percobaan ini
bertujuan untuk menggambarkan model aliran yang terbentuk akibat pengaruh arus
terhadap kondisi zat tersebut. Hasil dari percobaan ini mengungkapkan bahwa
perubahan besar arus dalam suatu debit tertentu pada waktu tertentu menghasilkan
efek yang diamati.
Secara garis besar, tujuan dilaksanakan Praktikum Mekanika Fluida ini adalah
sebagai berikut:
a. Menghitung serta mengklasifikasikan sifat aliran secara teoritis berdasarkan
bilangan Reynold.
b. Mengamati dan mengklasifikasikan sifat aliran secara visual berdasarkan pola
Gerakan zat warna tinta dalam aliran.
c. Membandingkan kesesuaian antara pengamatan yang dilakukan secara visual
dengan pengamatan secara perhitungan (teoritis).
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu:
a. Satu set alat Osborne Reynold
d. Stopwatch
Bilangan Reynold adalah rasio antara gaya inersia (vsρ) terhadap gaya viskos (μ/L)
yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi
aliran tertentu. Bilangan ini digunakan untuk mengidentikasikan jenis aliran yang
berbeda, misalnya laminar dan turbulen. Namanya diambil dari Osborne Reynold
(1842–1912) yang mengusulkannya pada tahun 1883. Bilangan Reynold merupakan
salah satu bilangan tak berdimensi yang berfungsi untuk menentukan bentuk aliran
apakah aliran suatu fluida laminar atau turbulen serta posisi relatifnya pada skala
yang menunjukkan pentingnya secara relatif kecenderungan turbulen terhadap
kecenderungan laminar (Jalaludin, 2019).
a. Aliran laminer adalah aliran fluida yang bergerak dengan kondisi lapisan
membentuk garis-garis alir yang tidak berpotongan satu sama lain. Hal
tersebut di tunjukkan oleh percobaan Osborne Reynold. Aliran laminar
mempunyai bilangan Reynold lebih kecil dari 2000 (Re < 2000).
g. Menutup katup dengan memutar katup bagian bawah searah jarum jam.
= 1,6554×10-6 m3/s
3×10-4
Q3 =
196,35
= 1,9246×10-6 m3/s
2 × 10-4
Q2 =
94,97
= 4,9751×10-6 m3/s
2 × 10-4
Q2 =
40,71
= 4,9128×10-6 m3/s
3 × 10-4
Q3 =
61,91
= 4,8457×10-6 m3/s
4,9751 × 10-6 + 4,9128 × 10-6 + 4,8457 × 10-6
Q =
3
= 4,9112×10-6 m3/s
2. Menghitung bilangan Reynold rata – rata
a. Laminer
1,6683×10-6
V1 =
9,49850×10-5
=0,017564194 m/s
1,6554×10-6
V2 =
9,49850×10-5
=0,017427542 m/s
1,5279×10-6
V3 =
9,49850×10-5
= 0,016085528 m/s
= 0,020261698 m/s
2,1059×10-6
V2 =
9,49850×10-5
= 0,022171166 m/s
2,2430×10-6
V3 =
9,49850×10-5
= 0,023614156 m/s
0,020261698 + 0,022171166 + 0,023614156
V = 3
= 0,022015673 m/s
c. Turbulen
4,9751×10-6
V1 =
9,49850×10-5
= 0,052378001 m/s
4,9128×10-6
V2 =
9,49850×10-5
= 0,051721828 m/s
4,8457×10-6
V3 =
9,49850×10-5
= 0,051015885 m/s
0,052378001 + 0,051721828 + 0,051015885
V =
3
= 0,051705238 m/s
3. Menghitung bilangan Reynold rata-rata
a. Laminer
(0,017564194)(0,011)
Re1 =
8,99×10-7
= 214,912
(0,017427542)(0,011)
Re2 =
8,99×10-7
= 213,240
(0,016085528)(0,011)
Re3 =
8,99×10-7
= 196,820
214,912+213,240+196,820
Re = 3
= 208,324
b. Transisi
(0,020261698)(0,011)
Re1 =
8,99×10-7
= 247,918
(0,022171166)(0,011)
Re2 =
8,99×10-7
= 271,282
(0,023614156)(0,011)
Re3 =
8,99×10-7
= 288,939
247,918+271,282+288,939
Re = 3
= 269,380
c. Turbulen
(0,052378001)(0,011)
Re1 =
8,99×10-7
= 640,888
(0,051721828)(0,011)
Re2 =
8,99×10-7
= 632,859
(0,051015885)(0,011)
Re3 =
8,99×10-7
= 624,221
640,888+ 632,859+624,221
Re = 3
= 632,656
= 0,297795922 N
64
f2 = 213,240
= 0,300130992 N
64
f3 = 196,820
= 0,325170889 N
0,297795922+0,300130992+0,325170889
f = 3
= 0,307699268 N
b. Transisi
64
f1 = 247,918
= 0,258149418 N
64
f2 = 271,282
= 0,235916572 N
64
f3 = 288,939
= 0,221500415 N
0,258149418+0,235916572+0,221500415
f = 3
= 0,238522135 N
c. Turbulen
64
f1 = 640,888
= 0,099861495 N
64
f2 = 632,859
= 0,101128395 N
64
f3 = 624,221
= 0,102527781 N
0,099861495 + 0,101128395 + 0,102527781
f = 3
= 0,101172557 N
5. Mencari Log f rata-rata Log
a. Laminer
Log f1 = Log (0,297795922)
= -0,526081254
Log f2 = Log (0,300130992)
= -0,522689157
Log f3 = Log (0,325170889)
= -0,487888341
(-0,526081254) + (-0,522689157) + (-0,487888341)
Log frata-rata =
3
= -0,512219584
b. Transisi
Log f1 = Log (0,258149418)
= -0,58812885
Log f2 = Log (0,235916572)
= -0,62724155
Log f3 = Log (0,221500415)
= -0,654625456
( -0,58812885) + (-0,62724155) + (-0,654625456)
Log frata-rata =
3
= -0,623331952
c. Turbulen
Log f1 = Log (0,099861495)
= -1,000601935
Log f2 = Log (0,101128395)
= -0,995126886
Log f3 = Log (0,102527781)
= -0,989158443
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika 86
Institut Teknologi Sumatera Kelompok 4B
210,000
205,000
200,000 196,820
195,000
190,000
185,000
0,00000167 0,00000166 0,00000153
debit (q)
RE VS Q
Bilangan reynold
280,000 271,282
270,000
260,000 247,918
250,000
240,000
230,000
220,000
0,00000192 0,00000211 0,00000224
debit (q)
RE VS Q
632,859
635,000
630,000
624,221
625,000
620,000
615,000
0,00000498 0,00000491 0,00000485
debit (q)
RE VS Q
-0,5
-0,51
-0,52
-0,53
2,332261228 2,328869131 2,294068315
Log re
LOG F vs LOG RE
Grafik 3.7.4. Log Koefisien Gesek VS Log Bilangan Reynold Aliran Laminer
LOg f -0,61
-0,63
-0,65
-0,67
2,394308824 2,433421524 2,46080543
Log re
LOG F vs LOG RE
Grafik 3.7.5. Log Koefisien Gesek VS Log Bilangan Reynold Aliran Transisi
-0,99
LOg f
-0,995
-1
-1,005
2,806781909 2,80130686 2,795338417
Log re
LOG F vs LOG RE
Grafik 3.7.6. Log Koefisien Gesek VS Log Bilangan Reynold Aliran Turbulen
3.8. Analisis
4000 (2000 < Re < 4000). Dari data hasil percobaan, dihasilkan bilangan Reynold
untuk aliran transisi sebesar 247,918; 271,282; 288,939. Dari data hasil
perhitungan, dapat dikatakan bahwa data pengamatan tidak sesuai dengan teori,
namun sesuai secara visual. Kemudian yang terakhir aliran turbulen, aliran turbulen
adalah aliran fluida yang partikel-partikelnya bergerak secara acak dan tidak stabil
dengan kecepatan berfluktuasi yang saling interaksi. Berdasarkan teori, aliran
turbulen memiliki bilangan Reynold lebih besar dari 4000 (Re > 4000). Dari data
hasil percobaan, dihasilkan bilangan Reynold untuk aliran turbulen sebesar
640,888; 632,859; 624,221. Dari data hasil perhitungan, dapat dikatakan bahwa
data pengamatan tidak sesuai dengan teori, namun sesuai secara visual. Dari hasil
praktikum ini dapat disimpulkan bahwa terdapat ketidak sesuaian antara hasil
pengamatan visual kami denga hasil perhitungan data kami. Dimana aliran laminer
memiliki bilangan Reynold seharusnya berada pada angka dibawah 2000 (Re <
2000), aliran transisi memiliki bilangan Reynold seharusnya berada antara 2000
menuju 4000 (2000 < Re < 4000) dan aliran turbulen seharusnya memiliki nilai
bilangan Reynold sebesar diatas 40000 (Re > 4000).
3.9. Kesimpulan
Reynold untuk aliran turbulen sebesar 640,888; 632,859; 624,221 oleh karena
itu dapat disimpulkan bahwa sesuai ketetapan semua data hasil percobaan
tergolong kedalam aliran laminer.
c. Berbeda dengan pehitungan, hasil dari pengamatan visual kami pada saat
praktikum kami dapat melihat bentuk yang berbeda yaitu pada percobaan
pertam akami mendapati aliran laminer, pada percobaan kedua mendapati
bentuk aliran transisi, dan pada percobaan ketiga kami mendapati bentuk
aliran turbulen.
3.10. Saran
Jalaludin, S. A. (2019). Analisis Profil Aliran Fluida Cair dan Pressure Drop pada
Pipa L menggunakan Metode Simulasi Fluid Dynamic (CFD). 97-108.
3.12. Lampiran
MODUL IV
TINGGI METASENTRIK
1.1 Pendahuluan
Tinggi Metasentrik adalah jarak antara pusat gravitasi wadah dan metasentrik.
Ketinggian metasentrik digunakan untuk menghitung stabilitas benda terapung
diatas permukaan air. Benda terapung layaknya kapal yang mengambang di
permukaan air, kondisi kestabilan, netral, dan ketidakstabilan pada kapal tersebut
dapat dinyatakan berdasarkan tinggi titik berat benda tersebut. Untuk mempelajari
posisi stabilitas benda terapung, salah satu percobaan yang dapat dilakukan adalah
percobaan tinggi metasentrik pada ponton. Pada uji coba dalam laboratorium,
ponton diterapkan sebagai bentuk pemodelan dari kapal. Ponton merupakan kotak
besi yang mengapung di permukaan air yang terdapat pemberat horizontal pada
bagian badan yang sejajar dengan permukaan ponton tersebut, dan untuk beban
vertikal ditempatkan pada suatu tiang yang berada di tengah kotak. Pada ujung tiang
terdapat bandul yang disebut plumb-bob yang berfungsi sebagai penentu besar
sudut kemiringan pada plat skala. Dalam percobaan ini, stabilitas ponton dapat
diketahui berdasarkan titik beratnya pada ketinggian yang bervariasi. Nilai tinggi
metasentrik akan diukur dengan cara menggeser beban pada ponton dan mencatat
perubahan posisi titik berat dan pusat daya apung. Percobaan ini juga
membandingkan hasil pecobaan dengan hasil perhitugan stabilitas secara analitis.
Suatu benda apung dalam zat cair statis akan menerima gaya apung Fb seberat zat
cair yang dipindahkan oleh benda tersebut. Hal ini berarti berbanding lurus dengan
Hukum Archimedes yang menyatakan bahwa ketika suatu benda tercelup baik
keseluruhan maupun sebagian dalam fluida, maka benda tersebut akan menerima
dorongan gaya ke atas atau gaya apung. Gaya apung Fb selalu bereaksi vertikal ke
atas, dalam bentuk persamaan dinyatakan dengan:
FB = ρ.γ.V (4.1)
keterangan:
ρ = Rapat massa zat cair
γ = Percepatan gravitasi
V = Volume zat cair yang dipindahkan oleh benda apung
Tinggi metasentrik adalah tinggi potong antara garis vertikal yang dilewati pusat
apung Bo sesudah benda digoyang dengan garis vertikal Wo sebelum digoyang.
Apabila Mo terletak diantara Wo maka benda akan terbenam, yang artinya benda
akan terapung labil suatu benda apung dalam zat cair statis akan menerima gaya
apung seberat zat cair yang dipindahkan oleh gaya itu. Letak Wo dipengaruhi oleh
sudut penggoyangan (θ). Sudut penggoyangan diperhitungkan sedemikian rupa
sehingga pusat koordinat diambil G (pusat berat). Dengan demikian ukuran
stabilitas didasarkan pada jarak:
N - G = Tinggi metasentrik (4.2)
Apabila:
M > 0 (N diatas G) = terapung stabil
M < 0 (N dibawah G) = terapung labil
M = 0 (N pada G) = terapung Indifferent
Untuk menentukan jarak GN dapat menggunakan rumus:
mx
GM = Msinθ
(4.3)
1. Besarnya selisih massa ponton dengan massa pengatur dihitung dengan rumus:
m = M − m (4.4)
2. Besarnya volume ponton terendam dihitung dengan rumus:
V=L×B×d (4.5)
3. Besarnya jarak pusat daya apung ke metasentrik dihitung dengan rumus:
L × B3
BN = (4.6)
12V
4. Besarnya jarak pusat daya apung ke titik berat dihitung dengan rumus:
d
BG = Y – (4.7)
2
Na = BN − BG (4.8)
6. Besarnya tinggi metasentrik percobaan dihitung dengan rumus:
∆m.Xi
GNi = M × tanθ (4.9)
Keterangan:
∆m = Selisih massa ponton dengan massa pengatur (kg)
M = Berat ponton (kg)
m = Berat massa pengatur (kg)
V = Volume ponton terendam (m-3)
L = Lebar ponton (m)
B = Panjang ponton (m)
d = Kedalaman ponton (m)
V = Volume ponton terendam (m)
y = Tinggi massa pengatur (m)
d/2 = Letak pusat apung dari dasar ponton (m)
GNa = Tinggi metasentrik analisis (m)
BN = Jarak pusat daya apung ke metasentrik (m)
BG = Jarak pusat daya apung ke titik berat (m)
GNi = Tinggi metasentrik percobaan (m)
Xi = Jarak massa pengatur (m)
Tan θ = Sudut pengatur ( ⃘)
1 0 0 0 0
2 -0,01 2 0,01 1
3 -0,02 4 0,02 3
4 -0,03 6 0,03 4
5 -0,04 8 0,04 5
6 -0,05 10 0,05 6
7 -0,06 12 0,06 7
8 -0,07 14 0,07 8
Sumber: Data Hasil Percobaan
Tabel 4.6.3. Hasil Pengamatan untuk Tinggi Massa Pengatur 5 mm
1 0 0 0 0
2 -0,01 3 0,01 2
3 -0,02 4 0,02 3
4 -0,03 5 0,03 4
5 -0,04 6 0,04 6
6 -0,05 7 0,05 7
7 -0,06 8 0,06 8
8 -0,07 - 0,07 9
Sumber: Data Hasil Percobaan
1 0 0 0 0
2 -0,01 3 0,01 3
3 -0,02 4 0,02 4
4 -0,03 6 0,03 5
5 -0,04 7 0,04 6
6 -0,05 9 0,05 8
7 -0,06 - 0,06 -
8 -0,07 - 0,07 -
Sumber: Data Hasil Percobaan
Tabel 4.6.6. Hasil Pengamatan untuk Tinggi Massa Pengatur 20 mm
Jarak Massa Jarak Massa
No Pengaturan Bagian Sudut (°) Pengaturan Bagian Sudut (°)
Kiri (m) Kanan (m)
1 0 0 0 0
2 -0,01 3 0,01 3
3 -0,02 5 0,02 3
4 -0,03 7 0,03 -
5 -0,04 - 0,04 -
6 -0,05 - 0,05 -
7 -0,06 - 0,06 -
8 -0,07 - 0,07 -
Sumber: Data Hasil Percobaan
1.7 Perhitungan
= 0,009037061 m
BG = 0 m − 0,19 m
= -0,19 m
Gna = 0,009037061 m − (-0,19) m
= 0,19904 m
1,646 kg × 0 m
GN kiri1 =
2,04 kg x tan0
=0m
1,646 kg × 0,01 m
GN kiri2 =
2,04 kg × tan(rad(2))
= 0,231055259 m
1,646 kg × 0,02 m
GN kiri3 =
2,04 kg × tan(rad(4))
= 0,230773497 m
1,646 kg × 0,03 m
GN kiri4 =
2,04 kg × tan(rad(6))
= 0,2330303587 m
1,646 kg × 0,04 m
GN kiri5 =
2,04 kg × tan(rad(8))
= 0,229645070 m
1,646 kg × 0,05 m
GN kiri6 =
2,04 kg × tan(rad(10))
= 0,228797301 m
1,646 kg × 0,06 m
GN kiri7 =
2,04 kg × tan(rad(12))
= 0,227759446 m
1,646 kg × 0,07 m
GN kiri8 =
2,04 kg × tan(rad(14))
= 0,226530480 m
0+0,231+0,231+0,230+0,230+0,229+0,228+0,226
Rata-rata GN kiri =
8
= 0,200608 m
b. Bagian kanan
∆m = 2,04 kg − 0,394 kg
= 1,646 kg
V = 0,36 m × 0,203 m × 0,38 m
= 0,0277704 m3
0,36 m × (0,203)3 m
BN =
12 × 0,0277704 m3
= 0,009037061 m
BG = 0 m − 0,19 m
= -0,19 m
Gna = 0,009037061 m − (-0,19) m
= 0,19904 m
1,646 kg × 0 m
GN kanan1 =
2,04 kg × tan0
=0m
1,646 kg × 0,01 m
GN kanan2 =
2,04 kg × tan(rad(1))
= 0,462251357 m
1,646 kg × 0,02 m
GN kanan3 =
2,04 kg × tan(rad(3))
= 0,307917167 m
1,646 kg × 0,03 m
GN kanan4 =
2,04 kg × tan(rad(4))
= 0,346160245 m
1,646 kg × 0,04 m
GN kanan5 =
2,04 kg × tan(rad(5))
= 0,368899335 m
1,646 kg × 0,05 m
GN kanan6 =
2,04 kg × tan(rad(6))
= 0,383839311 m
1,646 kg x 0,06 m
GN kanan7 =
2,04 kg x tan(rad(7))
= 0,394282183 m
1,646 kg x 0,07 m
GN kanan8 =
2,04 kg x tan(rad(8))
= 0,401878872 m
0+0,462+0,308+0,346+0,369+0,384+0,394+0,402
Rata-rata GN kanan =
8
= 0,402567 m
Total rata-rata GN = 0,266881 m
2. Tinggi Metasentrik Beban pada Posisi 5 mm
a. Bagian kiri
∆m = 2,04 kg − 0,394 kg
= 1,646 kg
V = 0,36 m × 0,203 m × 0,38 m
= 0,0277704 m3
0,36 m × (0,203)3 m
BN =
12 × 0,0277704 m3
= 0,009037061 m
BG = 0,05 m − 0,19 m
= -0,14 m
Gna = 0,009037061 m − (-0,14) m
= 0,14904 m
1,646 kg × 0 m
GN kiri1 =
2,04 kg x tan0
=0m
1,646 kg × 0,01 m
GN kiri2 =
2,04 kg × tan(rad(3))
= 0,153958583 m
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika 103
Institut Teknologi Sumatera Kelompok 4B
1,646 kg × 0,02 m
GN kiri3 =
2,04 kg × tan(rad(4))
= 0,230773497 m
1,646 kg × 0,03 m
GN kiri4 =
2,04 kg × tan(rad(5))
= 0,276674501 m
1,646 kg × 0,04 m
GN kiri5 =
2,04 kg × tan(rad(6))
= 0,307071449 m
1,646 kg × 0,05 m
GN kiri6 =
2,04 kg × tan(rad(7))
= 0,328568486 m
1,646 kg × 0,06 m
GN kiri7 =
2,04 kg × tan(rad(8))
= 0,344467605 m
0+0,154+0,231+0,277+0,307+0,328+0,345
Rata-rata GN kiri =
7
= 0,234502 m
b. Bagian kanan
∆m = 2,04 kg − 0,394 kg
= 1,646 kg
V = 0,36 m × 0,203 m × 0,38 m
= 0,0277704 m3
0,36 m × (0,203)3 m
BN =
12 × 0,0277704 m3
= 0,009037061 m
BG = 0,05 m − 0,19 m
= -0,14 m
Gna = 0,009037061 m − (-0,14) m
= 0,14904 m
1,646 kg × 0 m
GN kanan1 = 2,04 kg × tan0
=0m
1,646 kg × 0,01 m
GN kanan2 =
2,04 kg × tan(rad(2))
= 0,231055259 m
1,646 kg × 0,02 m
GN kanan3 = 2,04 kg × tan(rad(3))
= 0,307917167 m
1,646 kg × 0,03 m
GN kanan4 =
2,04 kg × tan(rad(4))
= 0,346160245 m
1,646 kg × 0,04 m
GN kanan5 =
2,04 kg × tan(rad(6))
= 0,307071449 m
1,646 kg × 0,05 m
GN kanan6 =
2,04 kg × tan(rad(7))
= 0,328568486 m
1,646 kg x 0,06 m
GN kanan7 =
2,04 kg x tan(rad(8))
= 0,344467605 m
1,646 kg x 0,07 m
GN kanan8 =
2,04 kg x tan(rad(9))
= 0,356603162 m
0+0,231+0,308+0,346+0,307+0,328+0,344+0,357
Rata-rata GN kanan =
8
= 0,402567 m
Total rata-rata GN = 0,257557 m
3. Tinggi Metasentrik Beban pada Posisi 10 mm
a. Bagian kiri
∆m = 2,04 kg − 0,394 kg
= 1,646 kg
V = 0,36 m × 0,203 m × 0,38 m
= 0,0277704 m3
0,36 m × (0,203)3 m
BN =
12 × 0,0277704 m3
= 0,009037061 m
BG = 0,1 m − 0,19 m
= -0,09 m
Gna = 0,009037061 m − (-0,09) m
= 0,09904 m
1,646 kg × 0 m
GN kiri1 =
2,04 kg x tan0
=0m
1,646 kg × 0,01 m
GN kiri2 =
2,04 kg × tan(rad(3))
= 0,153958583 m
1,646 kg × 0,02 m
GN kiri3 =
2,04 kg × tan(rad(4))
= 0,230773497 m
1,646 kg × 0,03 m
GN kiri4 =
2,04 kg × tan(rad(5))
= 0,276674501 m
1,646 kg × 0,04 m
GN kiri5 =
2,04 kg × tan(rad(6))
= 0,307071449 m
1,646 kg × 0,05 m
GN kiri6 =
2,04 kg × tan(rad(9))
= 0,254716554 m
1,646 kg × 0,06 m
GN kiri7 =
2,04 kg × tan(rad(10))
= 0,274556761 m
0+0,154+0,231+0,277+0,307+0,255+0,275
Rata-rata GN kiri =
7
= 0,213964 m
b. Bagian kanan
∆m = 2,04 kg − 0,394 kg
= 1,646 kg
V = 0,36 m × 0,203 m × 0,38 m
= 0,0277704 m3
0,36 m × (0,203)3 m
BN =
12 × 0,0277704 m3
= 0,009037061 m
BG = 0,1 m − 0,19 m
= -0,09 m
Gna = 0,009037061 m − (-0,09) m
= 0,09904 m
1,646 kg × 0 m
GN kanan1 =
2,04 kg × tan0
=0m
1,646 kg × 0,01 m
GN kanan2 =
2,04 kg × tan(rad(3))
= 0,153958583 m
1,646 kg × 0,02 m
GN kanan3 =
2,04 kg × tan(rad(4))
= 0,230773497 m
1,646 kg × 0,03 m
GN kanan4 =
2,04 kg × tan(rad(5))
= 0,276674501 m
1,646 kg × 0,04 m
GN kanan5 =
2,04 kg × tan(rad(6))
= 0,307071449 m
1,646 kg × 0,05 m
GN kanan6 =
2,04 kg × tan(rad(8))
= 0,287056337 m
1,646 kg x 0,06 m
GN kanan7 =
2,04 kg x tan(rad(11))
= 0,249056939 m
0+0,154+0,231+0,277+0,307+0,287+0,249
Rata-rata GN kanan =
7
= 0,214942 m
Total rata-rata GN = 0,214453 m
= 0,009037061 m
BG = 0,15 m − 0,19 m
= -0,04 m
Gna = 0,009037061 m − (-0,04) m
= 0,04904 m
1,646 kg × 0 m
GN kiri1 =
2,04 kg x tan0
=0m
1,646 kg × 0,01 m
GN kiri2 =
2,04 kg × tan(rad(3))
= 0,153958583 m
1,646 kg × 0,02 m
GN kiri3 =
2,04 kg × tan(rad(4))
= 0,230773497 m
1,646 kg × 0,03 m
GN kiri4 =
2,04 kg × tan(rad(6))
= 0,230303587 m
1,646 kg × 0,04 m
GN kiri5 =
2,04 kg × tan(rad(7))
= 0,262854789 m
1,646 kg × 0,05 m
GN kiri6 =
2,04 kg × tan(rad(9))
= 0,254716554 m
0+0,154+0,231+0,230+0,263+0,255
Rata-rata GN kiri =
6
= 0,188768 m
b. Bagian kanan
∆m = 2,04 kg − 0,394 kg
= 1,646 kg
V = 0,36 m × 0,203 m × 0,38 m
= 0,0277704 m3
0,36 m × (0,203)3 m
BN =
12 × 0,0277704 m3
= 0,009037061 m
BG = 0,15 m − 0,19 m
= -0,04 m
Gna = 0,009037061 m − (-0,04) m
= 0,04904m
1,646 kg × 0 m
GN kanan1 = 2,04 kg × tan0
=0m
1,646 kg × 0,01 m
GN kanan2 =
2,04 kg × tan(rad(3))
= 0,153958583 m
1,646 kg × 0,02 m
GN kanan3 =
2,04 kg × tan(rad(4))
= 0,230773497 m
1,646 kg × 0,03 m
GN kanan4 =
2,04 kg × tan(rad(5))
= 0,276674501 m
1,646 kg × 0,04 m
GN kanan5 =
2,04 kg × tan(rad(6))
= 0,307071449 m
1,646 kg × 0,05 m
GN kanan6 =
2,04 kg × tan(rad(8))
= 0,287056337 m
0+0,154+0,231+0,277+0,307+0,287
Rata-rata GN kanan =
6
= 0,209256 m
Total rata-rata GN = 0,199012 m
= 0,009037061 m
BG = 0,2 m − 0,19 m
= 0,01 m
Gna = 0,009037061 m − 0,01 m
= -0,000963 m
1,646 kg × 0 m
GN kiri1 =
2,04 kg x tan0
=0m
1,646 kg × 0,01 m
GN kiri2 =
2,04 kg × tan(rad(3))
= 0,153958583 m
1,646 kg × 0,02 m
GN kiri3 =
2,04 kg × tan(rad(5))
= 0,184449668 m
1,646 kg × 0,03 m
GN kiri4 =
2,04 kg × tan(rad(7))
= 0,197141091 m
0+0,154+0,184+0,197
Rata-rata GN kiri =
4
= 0,133887 m
b. Bagian kanan
∆m = 2,04 kg − 0,394 kg
= 1,646 kg
V = 0,36 m × 0,203 m × 0,38 m
= 0,0277704 m3
0,36 m × (0,203)3 m
BN =
12 × 0,0277704 m3
= 0,009037061 m
BG = 0,2 m − 0,19 m
= 0,01 m
Gna = 0,009037061 m − 0,01 m
= -0,000963 m
1,646 kg × 0 m
GN kanan1 =
2,04 kg × tan0
=0m
1,646 kg × 0,01 m
GN kanan2 =
2,04 kg × tan(rad(3))
= 0,153958583 m
1,646 kg × 0,02 m
GN kanan3 =
2,04 kg × tan(rad(3))
= 0,307917167 m
0+0,154+0,308
Rata-rata GN kanan =
3
= 0,153959 m
Total rata-rata GN = 0,199485 m
Tabel 4.7.1. Hasil Perhitungan Tinggi Metasentrik pada Posisi 0 m
Hasil Perhitungan Posisi beban vertikal 0 mm
No Posisi beban horizontal GN Posisi beban horizontal Sud GN
Sudut
(mm) (m) (mm) ut (m)
1 0 0 0 0 0 0
2 -10 2 0,231 10 1 0,462
3 -20 4 0,230 20 3 0,307
4 -30 6 0,230 30 4 0,346
5 -40 8 0,229 40 5 0,368
6 -50 10 0,228 50 6 0,383
7 -60 12 0,227 60 7 0,394
8 -70 14 0,226 70 8 0,401
Sumber: Data Hasil Perhitungan
Tinggi Metasentrik 0 cm
0,50 0,46225
0,45 0,40188
0,39428
0,38384
Tinggi Metasentrik (mm)
0,40 0,36890
0,34616
0,35 0,30792
0,30
0,22650,22780,22880,22960,23030,23080,2311
0,25
0,20
0,15 Tinggi Metasentrik +
0,10 Tinggi Metasentrik -
0,05 0,0
0,00
-80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80
Posisi beban horizontal (mm)
Tinggi Metasentrik 5 cm
0,40 0,35660
0,34447 0,34616 0,34447
0,32857 0,35 0,32857
0,30707 0,30792 0,30707
0,27667 0,30
Tinggi Metasentrik (cm)
0,23077 0,23106
0,25
0,20
0,15396
0,15 Tinggi Metasentrik +
0,10 Tinggi Metasentrik -
0,05
0,0
0,00
-80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80
Posisi Beban Horizontal (cm)
Tinggi Metasentrik 10 cm
0,35
0,30707 0,30707
0,27456 0,27667 0,30 0,27667 0,28706
0,25472
Tinggi Metasentrik (cm)
0,24906
0,23077 0,25 0,23077
0,20
0,15396 0,15396
Tinggi Metasentrik +
0,15
Tinggi Metasentrik -
0,10
0,05
0,0
0,00
-80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80
Posisi Beban Horizontal (cm)
Grafik 4.7.3. Tinggi Metasentrik dan Sudut (0,10m)
Tinggi Metasentrik 15 cm
0,35
0,30707
0,30 0,28706
0,27667
0,254720,26285
Tinggi Metasentrik (cm)
0,20
0,15396 0,15396
0,15 Tinggi Metasentrik +
Tinggi Metasentrik-
0,10
0,05
0,0
0,00
-60 -40 -20 0 20 40 60
Posisi beban horizontal (cm)
Tinggi Metasentrik 20 cm
0,35
0,30792
0,30
Tinggi Metasentrik (cm)
0,25
0,19714
0,18445 0,20
0,15396 0,15396
Tinggi Metasentrik +
0,15
Tinggi Metasentrik -
0,10
0,05
0,0
0,00
-40 -30 -20 -10 0 10 20 30
Posisi beban horizontal (cm)
1.8 Analisis
Dari hasil percobaan kali ini kita dapat tahu bahwa stabilitas ponton bisa diketahui
dari titik beratnya dengan mengukur pusat gravitasi pada ketinggian yang
bervariasi. Percobaan ini dilakukan sebanyak 5 kali percobaan menggunakan jeda
beban geser yg bervariasi dengan ketinggian yang diuji yaittu 0 mm, 50 mm, 100
mm, 150 mm, dan 200 mm. Pada percobaan ini didapatkan hasil perhitungan GN
rata-rata yang berbeda beda disetiap percobaan. Pada posisi 0 mm, rata-rata GN kiri
sebesar 0,200608080 m dan rata-rata GN kanan sebesar 0,333153559 m. Pada
posisi 50 mm rata-rata GN kiri sebesar 0,234502017 m dan rata-rata GN kanan
sebesar 0,277730421 m. Pada posisi 100 mm rata-rata GN kiri sebesar 0,213964476
m dan rata-rata GN kanan sebesar 0,214941615 m. Pada posisi 150 mm rata-rata
GN kiri sebesar 0,188767833 m dan rata-rata GN kanan sebesar 0,209255728 m.
Pada posisi 200 mm rata-rata GN kiri sebesar 0,133887336 m dan rata-rata GN
kanan sebesar 0,153958583 m. Dari percobaan tadi dapat dilihat bahwa semakin
jauh jarak beban terhadap titik pusat maka semakin besar sudut yang akan
dihasilkan. Maka berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan bisa diambil
kesimpulan bahwa letak pusat gravitasi dan ketinggian metasentrik saling
berhubungan dan berbanding lurus.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika 115
Institut Teknologi Sumatera Kelompok 4B
1.9 Kesimpulan
1.10 Saran
Kasli, E. &. (2016). Pengaruh Massa Jenis Benda Terhadap Tekanan Hidrostatis.
16-17.
Munson, dkk. 2009. Fundamentals of Fluid Mechanics. United States of America:
John Wiley & Sons.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika 116
Institut Teknologi Sumatera Kelompok 4B
1.12 Lampiran
MODUL V
TEKANAN HIDROSTATIS
5.1. Pendahuluan
Tekanan Hidrostatis adalah tekanan yang timbul karena gravitasi pada zat cair. Ini
bisa dijelaskan sebagai tekanan yang ditemukan di permukaan cairan yang diam,
dan juga sebagai jumlah tekanan yang diterima oleh wadah per satuan luasnya. Sifat
tekanan dalam zat cair berbeda dari tekanan dalam zat padat karena tekanan dalam
cairan menyebar ke semua arah. Besarnya tekanan dalam zat cair berkaitan dengan
kedalamannya, yang berarti semakin dalam suatu bagian cairan, semakin besar
tekanan yang diterimanya (Rondonuwu, 2009).
Tekanan Hidrostatis memiliki komponen inti, yaitu fluida. Fluida bisa berupa cairan
atau gas, yang dibedakan oleh massa jenisnya. Saat diam, fluida selalu
menghasilkan gaya tegak lurus terhadap permukaan yang bersentuhan dengannya.
Hukum Hidrostatik menyatakan bahwa ketika sebuah benda tenggelam sebagian
atau sepenuhnya dalam fluida diam, itu akan mengalami dorongan vertikal ke atas
yang setara dengan berat cairan yang telah digantikannya. Artinya, benda apa pun
yang tenggelam dalam cairan statis, baik sebagian atau sepenuhnya, akan
mengalami tekanan yang sama (Afriana, 2017). Tekanan Hidrostatis memiliki
beberapa sifat, antara lain:
a. Semakin dalam suatu titik dari permukaan zat cair, semakin besar tekanannya.
b. Pada kedalaman yang sama, tekanannya juga sama.
c. Tekanan zat cair di semua arah memiliki nilai yang sama.
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini antara lain:
a. Alat hidrostatis dan bejana
Tekanan Hidrostatis, yang berasal dari kata "Hidro" yang berarti air dan "statis"
yang berarti diam, merujuk pada tekanan yang timbul akibat pengaruh gravitasi.
Tekanan hidrostatis adalah tekanan yang tergantung pada kedalaman di bawah
suatu bidang tekan pada tingkat kedalaman tertentu (Hardiyatmo, 2006).
Ketika suatu benda ditempatkan dalam zat cair, benda tersebut akan terapung jika
beratnya lebih ringan daripada berat zat cair yang dipindahkan olehnya. Gaya apung
muncul karena tekanan dalam fluida bertambah seiring dengan kedalamannya, yang
berarti tekanan ke atas pada bagian bawah benda yang tenggelam lebih besar
daripada tekanan ke bawah pada bagian atas benda. Gaya apung ini pertama kali
ditemukan oleh Archimedes dan dijelaskan oleh Hukum Archimedes, yang
menyatakan bahwa "Setiap benda yang tenggelam sebagian atau sepenuhnya dalam
fluida akan mengalami gaya apung yang mengarah ke atas dan besarnya sama
dengan berat fluida yang digantikan oleh benda tersebut." Ketika benda tenggelam
dalam zat cair, benda tersebut akan mengalami gaya tekanan yang diberikan oleh
fluida, dan gaya ini selalu bekerja tegak lurus terhadap permukaan benda (Taqwa,
2018).
Faktor yang mepengaruhi besarnya tekanan pada air, antara lain:
a. Luas penampang atau luas permukaan wadah, dimana semakin besar luas
penampangnya maka tekanan yang dihasilkan akan semakin kecil dan
sebaliknya jika semakin kecil luas penampangnya maka semakin besar
tekanan yang dihasilkan. Dengan kata lain, hubungan tekanan dan luas
penampang adalah berbanding terbalik.
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika 120
Institut Teknologi Sumatera Kelompok 4B
b. Kedalaman air juga dapat memengaruhi tekanan, karena semakin dalam letak
suatu bagian zat cair, maka akan semakin besar pula tekanan pada bagian itu
dan sebaliknya.
c. Massa jenis zat cair (fluida) dan gravitasi juga memengaruhi besarnya
tekanan hidrostatis.
Rumus :
P=ρ.g.h (5.1)
Keterangan:
p = massa jenis zat (kg/m3)
g = percepatan gravitasi (m/s2)h = kedalaman/ketinggian (m)
1. Besarnya gaya dihitung dengan rumus:
F= m×a (5.2)
Keterangan:
m = massa (kg)
a = percepatan (m/s2)
2. Besarnya kecepatan aliran dihitung dengan rumus:
Momen Aktual = F × R3 (5.3)
Keterangan:
F = gaya (N)
R3 = 0,2 m
3. Momen teoritis dihitung dengan rumus:
a. Permukaan Bejana Terendam Sebagian
h > R1 cos 𝛼
M teoritis=1,962-14,715Y+122,625Y3 (5.4)
b. Permukaan Bejana Terendam Seluruh
h < R1 cos 𝛼
M teoritis=1,7165-11,03625Y (5.5)
16 320 92
17 340 88
18 360 86
19 380 82
20 400 78
21 420 74
22 440 70
23 460 68
24 480 64
25 500 60
26 520 58
27 540 54
28 560 50
29 580 48
30 600 44
Sumber: Data Hasil Percobaan
5.7. Perhitungan
Terendam
440 70 4,3164 0,86328 0,9439625
Sepenuhnya
Terendam
460 68 4,5126 0,90252 0,966035
Sepenuhnya
Terendam
480 64 4,7088 0,94176 1,01018
Sepenuhnya
Terendam
500 60 4,905 0,981 1,054325
Sepenuhnya
Terendam
520 58 5,1012 1,02024 1,0763975
Sepenuhnya
Terendam
540 54 5,2974 1,05948 1,1205425
Sepenuhnya
Terendam
560 50 5,4936 1,09872 1,1646875
Sepenuhnya
Terendam
580 48 5,6898 1,13796 1,18676
Sepenuhnya
Terendam
600 44 5,886 1,1772 1,230905
Sepenuhnya
Sumber: Data Hasil Perhitungan
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0 20 40 60 80 100 120
Ketinggian (mm)
Momen Aktual Sepenuhnya Momen Teoritis Sepenuhnya
Grafik 5.7.1. Hubungan antara Momen Aktual Sepenuhnya dan Momen Teoritis
Sepenuhnya VS Ketinggian (h)
0,5
0,4
Momen (Nm)
0,3
0,2
0,1
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Ketinggian (mm)
Moment Aktual Sebagian Momen Teoritis Sebagian
Grafik 5.7.2. Hubungan antara Momen Aktual Sebagian dan Momen Teoritis
Sebagian VS Ketinggian (h)
1,2
1
Momen (Nm)
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Ketinggian (mm)
Moment Aktual Sebagian Momen Teoritis Sebagian
Momen Aktual Sepenuhnya Momen Teoritis Sepenuhnya
Grafik 5.7.3. Hubungan antara Momen Aktual dan Momen Teoritis Keduanya
VS Ketinggian (h)
1,4
1,2
1
Momen (Nm)
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Ketinggian (mm)
Momen Aktual Momen Teoritis
5.8. Analisis
ringan massa, maka nilai momen aktual akan semakin kecil. Sementara itu, momen
teoritis dipengaruhi oleh ketinggian air. Semakin rendah ketinggian air, maka nilai
momen teoritis akan semakin besar, dan semakin tinggi ketinggian air, maka nilai
momen teoritis yang akan didapatkan semakin kecil. Dalam perhitungan benda uji,
benda uji dikatakan terendam sebagian jika h > R1 cos α, selanjutnya dikatakan
terendam sepenuhnya jika tinggi air h < R1 cos α.
Dari hasil percobaan pratikum dan data perhitungan, didapatkan bahwa massa akan
berbanding terbalik dengan kedalaman/ketinggian air, tetapi akan berbanding
lurus terhadap gaya dan momen aktual, kemudian kedalaman air akan berbanding
terbalik terhadap momen teoritisnya.
5.9. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan pada praktikum kali ini mengenai tekanan hidrostatis
dapat disimpulkan bahwa:
a. Momen aktual akan berkurang Ketika massa ringan, seperti pada massa
terendah yang ada pada percobaan kali ini yaitu 20 gram didapat 0,03924.
Sementara momen aktual akan bertambah ketika massa menjadi lebih berat,
yaitu 600 gram didapat momen aktual 1,1772.
b. Momen teoritis akan semakin besar jika ketinggian airnya semakin rendah
yaitu pada ketinggian air 44 milimeter momen teoritis yang didapat 1,230905.
Sedangkan momen teoritisnya akan semakin kecil jika ketinggian airnya
semakin tinggi yaitu pada ketinggian air 190 milimeter momen teoritis yang
didapat 0,007234875.
c. Ketinggian air berbanding terbalik terhadap massa dan momen teoritis, tetapi
akan berbanding lurus terhadap gaya dan momen aktualnya.
d. Semakin berat massa yang digunakan maka semakin besar gaya yang
dibutuhkan dan semakin ringan massanya maka gaya dibutuhkan akan
semakin kecil.
e. Benda uji dikatakan terendam sepenuhnya jika h < R1 cos a dan dikatakan
terendam sebagian jika h > R1 cos a.
5.10. Saran
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan mendapatkan saran sebagai berikut:
5.12. Lampiran
MODUL VI
ALIRAN DI ATAS PELIMPAH AMBANG LEBAR DAN
AMBANG TAJAM
6.1. Pendahuluan
Ambang adalah salah satu jenis bangunan air yang dapat digunakan untuk menaiki
tinggi muka air, serta menentukan debit aliran air. Perencanaan bangunan air
membutuhkan gambaran mengenai fenomena hidrolis yang terjadi pada bangunan
tersebut. Dalam percobaan ini akan ditinjau aliran pada ambang yang merupakan
aliran berubah tiba-tiba. Gambaran tersebut bisa didapatkan dengan menggunakan
pelimpah pada saluran terbuka. Pelimpah didesain sedemikian rupa agar tercipta
aliran kritis yang besar debit alirannya bergantung pada ketinggian muka air di atas
pelimpah. Selain itu, dengan memperhatikan aliran pada ambang dapat dipelajari
karakteristik dan sifat aliran secara garis besar. Pada percobaan kali ini, digunakan
dua jenis pelimpah yaitu ambang lebar dan ambang tajam untuk meninjau aliran
yang berubah secara tiba-tiba. Ambang lebar merupakan sebuah bangunan air yang
tinggi muka air hulunya cenderung meningkat seiring meningkatnya debit aliran.
Sedangkan ambang tajam merupakan bangunan ukur sederhana yang dapat
digunakan untuk mengukur debit aliran di saluran terbuka dengan mudah.
Penggunaan ambang dalam percobaan ini yaitu sebagai model untuk diaplikasikan
dalam perancangan bangunan pelimpah pada bendungan atau waduk. Perbedaan
bentuk antara ambang tajam dan ambang lebar mempengaruhi jatuhnya aliran.
a. Ambang tajam
c. Meteran Taraf
Pada umumnya saluran terbuka merupakan saluran dimana aliran air dapat mengalir
dengan muka air bebas dengan tekanan yang ada pada semua titik di sepanjang
saluran adalah tekanan atmosfer (Triatmodjo, 2008). Aliran pada ambang atau
pelimpah (spillway) adalah salah satu jenis aliran pada saluran terbuka. Profil
pelimpah akan menentukan bentuk tirai luapan (flow nappe) yang akan terjadi di
atas ambang tersebut. Tirai luapan ini dianggap mengalami pengudaraan, yaitu
keadaan saat permukaan atas dan bawah tirai luapan tersebut memiliki tekanan
udara luar sepenuhnya. Namun pengudaraan di bawah tirai luapan kurang
sempurna. Hal ini berarti terjadi pengurangan tekanan dibawah tirai luapan akibat
udara yang tergantikan oleh pancaran air. Pengurangan tekanan ini menimbulkan
hal-hal seperti perbedaan tekanan meningkat di ambang, perubahan bentuk tirai
luapan sesuai dengan ambang yang digunakan, peningkatan debit disertai dengan
fluktuasi, serta bentuk hidrolik yang tidak stabil. Hal-hal tersebut menyebabkan
timbulnya koefisien pengaliran (C) yang berbeda-beda pada setiap ambang. Debit
yang melalui ambang dapat dihitung dengan prinsip kekekalan energi, impuls
momentum, dan kontinuitas. Hubungan tunggal dengan muka air hulu dan debit
mempermudah pembacaan debit secara langsung tanpa memerlukan tabel debit
(Masruniwati, 2021).
Bila aliran hulu melebihi puncak ambang tajam akan terjadi kavitasi yang dapat
merusak permukaan bendung.
Adapun rumus perhitungan:
2. Mencari nilai A
A=b.y (6.2)
6. Ambang Tajam
Qaktual
Cd = 2 (6.6)
.b .h3/2 √2 .g
3
7. Menghitung Qteori
Qteori = b .v .h (6.7)
Keterangan:
v = Kecepatan aliran (m/s)
Q = Debit (m3/s)
A = Luas penampang (m2)
b = Lebar ambang (m)
y = Tinggi muka air (m)
Fr = Bilangan Froude
g = Gravitasi (9,81 m2)
Es = Energi spesifik
Cd = Koefisien debit
b. Mengatur debit yang akan digunakan pada satu set saluran terbuka.
Tabel 6.6.1. Data Hasil Percobaan Aliran di Atas Pelimpah Ambang Lebar
Data Alat Ambang Lebar
No. Keterangan Data Percobaan
1. Tinggi Ambang 0,05 m
2. Lebar Ambang 0,06 m
3. Panjang Ambang 0,08 m
4. Suhu Awal 250 𝐶
5. Suhu Akhir 250 𝐶
Sumber: Data Hasil Percobaan
Tabel 6.6.2. Data Hasil Percobaan Aliran di Atas Pelimpah Ambang Lebar
Q y0 y1 y2
No. 3
(m /s) (m) (m) (m)
1 0,0000525 0,085 0,078 0,01
2 0,001069 0,103 0,082 0,016
3 0,002383 0,129 0,095 0,026
Sumber : Data Hasil Percobaan
Tabel 6.6.3. Data Hasil Percobaan Aliran di Atas Pelimpah Ambang Tajam
Data Alat Ambang Tajam
No. Keterangan Data Percobaan
1. Tinggi Ambang 0,06 m
2. Lebar Ambang 0,08 m
3. Panjang Ambang 0,18 m
4. Suhu Awal 250 𝐶
5. Suhu Akhir 250 𝐶
Sumber : Data Hasil Percobaan
Tabel 6.6.4. Data Hasil Percobaan Aliran di Atas Pelimpah Ambang Tajam
Q y0 y1 y2
No.
(m3/s) (m) (m) (m)
1 0,0000624 0,081 0,075 0,011
2 0,001542 0,102 0,092 0,018
3 0,00203 0,111 0,103 0,022
Sumber : Data Hasil Percobaan
6.7. Perhitungan
1. Ambang Lebar
a. Debit Rendah
1) Menghitung Luas Penampang
Ay0 = b.y0 = 0,06 m. 0,085 m = 0,0051 m2
Ay1 = b.y1 = 0,06 m. 0,078 m = 0,00468 m2
Ay2 = b.y2 = 0,06 m. 0,01 m = 0,0006 m2
2) Menghitung Kecepatan Aliran
Q 0,0000525 m3/s
Vy0 = Ay0 = = 0,01029 m/s
0,0051 m2
Q 0,0000525 m3/s
Vy1 = Ay1 = = 0,01121 m/s
0,00468 m2
Q 0,0000525m3/s
Vy2 = Ay2 = = 0,0875 m/s
0,0006 m2
5) Menghitung y1’
y1’ = 0,078 m – 0.05 m = 0,028 m
6) Menghitung Qteori
Qteori (y0) = 0,06 m. 0,01029 m/s. 0,085 m = 0,0000525 m3/s
7) Menghitung Koefisien Debit (Cd)
0,0000525 m3
Cd = 3 = 0,10953
1,705.0,06 m.0,0282
8) Menghitung Log Q
Log Q = Log 0,0000525 = -427984
9) Menghitung Log y1’
Log y1’ = Log 0,028 = -1,55284
b. Debit Sedang
1) Menghitung Luas Penampang
Ay0 = b.y0 = 0,06 m.0,103 m = 0,00618 m2
Ay1 = b.y1 = 0,06 m.0,082 m = 0,00492 m2
Ay2 = b.y2 = 0,06 m.0,016 m = 0,00096 m2
2) Menghitung Kecepatan Aliran
Q 0,0009 m3/s
Vy0 = Ay0 = = 0,17297 m/s
0,00618 m2
Q 0,0009 m3/s
Vy1 = Ay1 = = 0,21727 m/s
0,00492 m2
Q 0,0009 m3/s
Vy2 = Ay2 = = 1,113541 m/s
0,00096 m2
5) Menghitung y1’
y1’ = 0,082 m – 0.05 m = 0,032 m
6) Menghitung Qteori
Qteori (y0) = 0,06 m. 0,17297 m/s2. 0,103 m = 0,001069 m3/s
7) Menghitung Koefisien Debit (Cd)
0,001069
Cd = 3 = 1,8254
1,705.0,06 m.0,0322
8) Menghitung Log Q
Log Q = Log 0,001069 = -2,97102
9) Menghitung Log y1’
Log y1’ = Log 0,032 = -1,49485
c. Debit Tinggi
1) Menghitung Luas Penampang
Ay0 = b.y0 = 0,06 m.0,129 m = 0,00774 m2
Ay1 = b.y1 = 0,06 m.0,095 m = 0,0057 m2
Ay2 = b.y2 = 0,06 m.0,026 m = 0,00156 m2
2) Menghitung Kecepatan Aliran
Q 0,002383 m3/s
Vy0 = = = 0,30788 m/s
Ay0 0,00774 m2
Q 0,002383 m3/s
Vy1 = = = 0,41807 m/s
Ay1 0,0057 m2
Q 0,002383 m3/s
Vy2 = = = 1,52756 m/s
Ay2 0,00156 m2
5) Menghitung y1’
y1’ = 0,095 m – 0.05 m = 0,045 m
6) Menghitung Qteori
Qteori (y0) = 0,06 m. 0,00962 m/s. 0,129 m = 0,00233 m3/s
7) Menghitung Koefisien Debit (Cd)
0,002383
Cd = 3 = 2,44022
1,705.0,06 m.0,0452
8) Menghitung Log Q
Log Q = Log 0,002383 = -2,62287
9) Menghitung Log y1’
Log y1’ = Log 0,028 = -1,34678
2. Ambang Tajam
a. Debit Rendah
1) Menghitung Luas Penampang
Ay0 = b.y0 = 0,08 m.0,081 m = 0,00648 m2
Ay1 = b.y1 = 0,08 m.0,075 m = 0,006 m2
Ay2 = b.y2 = 0,08 m.0,011 m = 0,00088 m2
2) Menghitung Kecepatan Aliran
Q 0,0000624 m3/s
Vy0 = Ay0 = = 0,00962 m/s
0,00648 m2
Q 0,0000624 m3/s
Vy1 = Ay1 = = 0,0104 m/s
0,006 m2
Q 0,0000624 m3/s
Vy2 = Ay2 = = 0,07090 m/s
0,00088 m2
5) Menghitung y1’
y1’ = 0,075 m – 0.06 m = 0,015 m
6) Menghitung Qteori
Qteori (y0) = 0,08 m. 0,0962 m/s. 0,081 m = 0,0000624 m3/s
7) Menghitung Koefisien Debit (Cd)
0,0000624
Cd = 3 = 0,143780329
2
.0,08 m.0,0152 √2.9,81m/s2
3
8) Menghitung Log Q
Log Q = Log 0,0000624 = -4,20481541
9) Menghitung Log y1’
Log y1’ = Log 0,015 = -1,82390
b. Debit Sedang
1) Menghitung Luas Penampang
Ay0 = b.y0 = 0,08 m.0,102 m = 0,00816 m2
Ay1 = b.y1 = 0,08 m.0,092 m = 0,00736 m2
Ay2 = b.y2 = 0,08 m.0,018 m = 0,00114 m2
2) Menghitung Kecepatan Aliran
Q 0,001542 m3/s
Vy0 = = = 0,18897 m/s
Ay0 0,00816 m2
Q 0,001542 m3/s
Vy1 = = = 0,20951 m/s
Ay1 0,00736 m2
Q 0,001542 m3/s
Vy2 = = = 1,0708 m/s
Ay2 0,00114 m2
5) Menghitung y1’
y1’ = 0,092 m – 0.06 m = 0,032 m
6) Menghitung Qteori
Qteori (y0) = 0,08 m.0,18897 m/s.0,102 m = 0,001542 m3/s
7) Menghitung Koefisien Debit (Cd)
0,001542
Cd = 3 = 1,140279133
2
.0,08 m.0,0322 √2.9,81m/s2
3
8) Menghitung Log Q
Log Q = Log 0,001542 = -2,81191
9) Menghitung Log y1’
Log y1’ = Log 0,032 = -1,49485
c. Debit Tinggi
1) Menghitung Luas Penampang
Ay0 = b.y0 = 0,08 m.0,111 m = 0,00888 m2
Ay1’ = b.y1’ = 0,08 m.0,103 m = 0,00824 m2
Ay2 = b.y2 = 0,08 m.0,022 m = 0,00176 m2
2) Menghitung Kecepatan Aliran
Q 0,00203 m3/s
Vy0 = = = 0,22860 m/s
Ay0 0,00888 m2
Q 0,00203 m3/s
Vy1 = = = 0,24635 m/s
Ay1 0,00824m2
Q 0,00203 m3/s
Vy2 = = = 1,15340 m/s
Ay2 0,00176 m2
Vy1’ 0,24635m/s
Fry1 = = = 0,24508
√g.y1 √9,81 m/s2 0,103 m
5) Menghitung y1’
y1’ = 0,103 m – 0.06 m = 0,043 m
6) Menghitung Qteori
Qteori (y0) = 0,08 m.0,22860 m/s.0,111 m = 0,00203 m3/s
7) Menghitung Koefisien Debit (Cd)
0,00203
Cd = 3 = 0,963707248
2
.0,08 m.0,0432 √2.9,81m/s2
3
8) Menghitung Log Q
Log Q = Log 0,00203 = -2,69250
9) Menghitung Log y1’
Log y1’ = Log 0,043 = -1,36653
y1'(m) Vs Cd
3
2,440223684
2,5
2 1,825480104
Cd
1,5
Ambang Lebar
1
0,5
0,109533414
0
0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05
y1'(m)
y1'(m) Vs Q (m³/s)
0,003
0,002383
0,0025
0,002
Q (m³/s)
0,0015
0,001069
Ambang Lebar
0,001
0,0005
0,0000525
0
0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05
y1' (m)
-2
-2,622875958
-2,971022295 -2,5
-3
-3,5
-4,279840697 -4
-4,5
Log y1'
V (m/s) Vs A (m^2)
0,009
0,00774
0,008
0,007 0,00618
0,0060,0051
A (m^2)
0,005
0,004
Ambang Lebar
0,003
0,002
0,001
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4
v (m/s)
y1' (m) Vs Cd
1,4
1,140279133
1,2
0,963707248
1
0,8
Cd
0,6
Ambang Tajam
0,4
0,143780329
0,2
0
0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05
y1' (m)
0,0005
0,0000624
0
0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05
y1' (m)
-2
-2,692503962
-2,811915626 -2,5
-3
-3,5
-4,20481541 -4
-4,5
Log y1'
V (m/s) Vs A (m^2)
0,01 0,00888
0,009 0,00816
0,008
0,0070,00648
0,006
A (m^2)
0,005
0,004 Ambang Tajam
0,003
0,002
0,001
0
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25
v (m/s)
6.8. Analisis
Dari grafik yang didapatkan melalui data perhitungan, dapat dilihat pada grafik
6.7.1 yang menggambarkan hubungan y1’ (tinggi muka air) dengan Cd (koefisien
debit) pada ambang lebar dimana semakin besar nilai y1’ maka nilai Cd yang
didapat akan semakin besar, dalam hal ini menyatakan hubungan y1’ dengan Cd
pada ambang lebar berbanding lurus. Selanjutnya pada grafik 6.7.2 yang
menggambarkan hubungan y1’ (tinggi muka air) dengan Q (debit) pada ambang
lebar menghasilkan hubungan yang berbanding lurus dimana semakin besar nilai
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika 154
Institut Teknologi Sumatera Kelompok 4B
y1’ maka semakin besar pula nilai Q yang didapatkan. Perlu diketahui bahwa y1’
adalah tinggi muka air dari dasar permukaan ambang ke permukaan air. Dimana
nilai y1’ didapat melalui selisih antara tinggi air sebelum ambang (y1) dengan tinggi
ambang. Pada grafik 6.7.3 memperlihatkan hubungan antara Log Q dengan Log y1’
pada ambang lebar dan dapat disimpulkan bahwasanya semakin besar nilai log Q
maka nilai log y1’ akan semakin besar juga hingga menghasilkan kurva naik. Hal
ini sesuai dengan hubungan pada grafik sebelumnya dimana nilai Q dan y1’ yang
berbanding lurus juga akan berbanding lurus pada nilai Log nya. Berikutnya grafik
hubungan V (kecepatan) dengan A (luas penampang). Pada grafik 6.7.4 dapat
dilihat nilai A yang meningkat seiring meningkatnya nilai V. Yang berarti bahwa
semakin besar luas penampang yang digunakan maka semakin tinggi kecepatan
aliran yang dihasilkan. Pada ambang tajam, nilai y1’ (tinggi muka air) juga
berpengaruh pada beberapa nilai lainnya. Untuk koofisien debit (Cd) pada ambang
tajam, nilai y1’ memiliki hubungan berbanding lurus dengan Cd dimana semakin
besar nilai y1’ maka nilai koofisien debitnya akan semakin besar. Tetapi pada nilai
y1’= 0,043 nilai Cd menurun yaitu 0,963707248, jadi tidak dapat disimpulkan
bahwa hubungan y1’ dengan Cd pada ambang tajam berbanding lurus, masih
terdapat kesalahan dalam pengambilan data saat praktikum ataupun kesalahan
dalam perhitungan. Nilai y1’ (tinggi muka air) pada ambang tajam juga
mempengaruhi nilai Q (debit). Pada grafik 6.7.6 semakin besar nilai y1’ maka nilai
Q akan semakin besar juga. Begitupun pada grafik 6.7.7 dapat dilihat, semkain
besar nilai log Q maka nilai log y1’ akan semakin besar juga hingga menghasilkan
kurva naik. Hal ini sesuai dengan hubungan pada grafik sebelumnya dimana nilai
Q dan y1’ yang berbanding lurus juga akan berbanding lurus pada nilai Log nya.
Untuk hubungan antara V (kecepatan) dengan A (luas penampang) pada ambang
tajam, semakin besar luas penampang yang digunakan maka semakin besar
kecepatan aliran yang dihasilkan.
6.9. Kesimpulan
6.10. Saran
6.12. Lampiran
MODUL VII
PINTU SORONG DAN AIR LONCAT
7.1. Pendahuluan
Pintu sorong adalah suatu alat atau bangunan hidraulik yang bukaannya dapat
diatur. Pintu sorong digunakan dalam pipa ledeng. Dalam sistem irigasi, pintu
sorong adalah pintu air yang mengatur jumlah air yang mengalir di saluran. Pintu
sorong bekerja dengan sekat yang dapat mengatur jumlah air yang mengalir melalui
bagian bawah sekat. Jumlah air yang mengalir melalui bagian bawah partisi dapat
diatur sesuai kebutuhan. Ketika air mengalir dan ditahan oleh pintu sorong, keadaan
aliran air berubah dari subkritis menjadi superkritis. Setelah air mengalir melalui
bagian bawah pintu sorong, laju aliran air menjadi lebih cepat karena energi
potensial yang tercipta saat air mengalir melalui bagian bawah pintu sorong. Di hilir
aliran setelah pintu sorong, terjadi peristiwa kenaikan permukaan air yang disebut
pintu lompat. Fungsi dari pintu sorong untuk mencegah sedimen layang masuk ke
dalam pintu pengambilan (intake) dan membilas sedimen yang menghalangi aliran.
Air loncat terjadinya adanya perubahan aliran dari aliran superkritis (Fr>1) menjadi
aliran subkritis (Fr<1), Fr adalah bilangan Froude.Pada umumnya air loncat terjadi
saat bukaan pintu air berada pada dibawah kedalaman kritik atau aliran air pada
suatu pelimpah bending (Mardizal, 2023).
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu :
a. Pintu sorong
Pintu sorong yang akan digunakan dalam percobaan ini adalah pintu air gesek tegak
dengan tipe aliran bawah. Pada rancangan pintu sorong jenis ini, hal yang menjadi
perhatian utama adalah hubungan antara debit dengan distribusi tekanan pada pintu
dan bentuk piringan pintu. Namun karena rancangan piringan pintu air sangat
bervariasi, maka fokus dari modul ini adalah lebih kepada hubungan debit dan
distribusi tekanan. Dalam praktikum pengukuran debit digunakan dengan
venturimeter. Dengan menerapkan prinsip kekekalan energi, impuls-momentum,
dan kontinuitas (kekekalan massa), serta dengan asumsi terjadi kehilangan energi,
dapat diterapkan persamaan Bernoulli untuk menghitung besar debit berdasarkan
tinggi muka air sebelum dan pada kontraksi.
a. Debit aliran yang mengalir di bawah pintu sorong
2 g Yo
Q = b.Y1 √ Y1
(1+ Yo) (7.1)
Keterangan :
Yo = tinggi permukaan air di bawah pintu sorong (m)
Yg = tinggi bukaan pintu sorong dari dasar saluran (m)
Y1 = tinggi muka air terendah di hulu pintu sorong (m)
Y2 = tinggi muka air tertinggi di hilir pintu sorong (m)
Ya = tinggi muka air tepat sebelum air loncat (m)
Yb = gravitasi (9,81 m/s)
Keterangan :
Cv = Koefisien Kecepatan
QPerc = Debit aliran percobaan (m2/s)
Qt = Debit teoritis
c. Menghitung nilai koefisien kontraksi (Cc)
Y1
Cc = Yg (7.3)
Keterangan :
Cc = Koefisien konstraksi
Y1 = Tinggi muka air terendah di hilir pintu (m)
Yg = Tinggi bukaan pintu sorong terhadap dasar saluran (m)
d. Menghitung nilai debit aktual (Qa)
2 g Y0
Qa = b.Cc.Cv.Yg √Cc.Yg
+1 (7.4)
Y0
Keterangan :
Qa = Debit aktual (m3/s)
b = Lebar saluran
Cc = Koefisien kontraksi
Cv = Koefisien kecepatan
Yg = Tinggi bukaan pintu sorong terhadap dasar saluran (m)
Yo = Tinggi muka air di pintu hulu sorong (m)
e. Menghitung gaya dorong pada pintu sorong akibat tekanan hidrostatis (Fh)
Fh = 0,5 ρgY12 (Y0 − Yg)2 (7.5)
Keterangan :
⍴ = Berat jenis air (1000 kg/m3)
Y1 = Tinggi muka air terendah di hilir pintu sorong (m)
Yo = Tinggi muka air di hulu pintu sorong (m)
Q = Debit aliran percobaan (m2/s)
Y02 ρQ Y1
Fg = [0,5 ρ Y12 ( 2 − 1)] + [b Y1 (1 − Yg)] (7.6)
Y1
Keterangan :
⍴ = Berat jenis air (1000kg/m3)
Y1 = Tinggi muka air terendah di hilir pintu sorong (m)
Y0 = Tinggi muka air di hulu pintu sorong (m)
Q = Debit aliran percobaan (m/s)
g. Menghitung bilangan froude (Fr)
V
Fr = (7.7)
√g×y
Keterangan :
Q = Debit aliran
b = Lebar saluran
Xa = Panjang horizontal titik Ya dari titik Yg (m)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
h. Perbandingan kedalaman di hulu dan hilir (Yb / Ya)
Yb 1
= (√(1+8 Fr2 ) − 1) (7.8)
Ya 2
Keterangan :
Yb
= Perbandingan Kedalaman di hulu dan hilir
Ya
Fr = Bilangan Froude
i. Menghitung kehilangan energi akibat air loncat (Δh)
(Yb −Ya)2
Δh = 4 Ya Yb (7.9)
Keterangan :
∆h = Perbandingan energi akibat air loncat
Yb = Tinggi muka air tepat setelah air loncat (m)
Ya = Tinggi muka air tepat sebelum air loncat (m)
j. Menghitung kedalaman kristis (Yc)
3 Q2
Yc = √
2 g b2 (7.10)
Keterangan:
Yc = Kedalaman Kritis
Q = Debit aliran percobaan (m2/s)
g = Percepatan Gravitasi (9,81 m/s2)
b = Lebar saluran (8cm = 0,08m)
k. Menghitung nilai energi minimum (E minimum)
3
Emin = Yc (7.11)
2
Keterangan:
Emin = Energi Minumum
Yc = Kedalam Kritis
Tabel 7.6.1. Data Hasil Percobaan Debit Tetap Pintu Sorong Berubah
Praktikum pintu sorong Praktikum Air Loncat
No Debit
y0 (m) yg (m) y1 (m) xa ya (m) xb yb (m)
1 0.097 0.0034 0.021 0.684 0.019 0.022 0.019
2 0.00195 0.065 0.004 0.034 0.136 0.029 0.023 0.053
3 0.068 0.0046 0.038 0.112 0.03 0.03 0.034
Sumber : Data Hasil Percobaan
Tabel 7.6.2. Data Hasil Percobaan Debit Berubah Pintu Sorong Tetap
Praktikum Pintu Sorong Praktikum Air Loncat
No Debit
y0 (m) yg (m) y1 (m) xa ya (m) xb yb (m)
1 0.00161 0.059 0.025 0.12 0.025 0.022 0.048
2 0.002007 0.08 0.004 0.024 0.165 0.025 0.017 0.055
3 0.0025 0.108 0.024 0.279 0.026 0.025 0.06
Sumber : Data Hasil Percobaan
7.7. Perhitungan
2 × 9,81 × 0,097
Qt1 = 0,08 × 0,021√ 0,021 = 0,002101 m3 ⁄s
(1 + )
0,049
2 × 9,81 × 0,065
Qt2 = 0,08 × 0,034√ = 0,002489 m3 ⁄s
(1 + 0,034
0,065
)
2 × 9,81 × 0,068
Qt3 = 0,08 × 0,038√ 0,038 = 0,002812 m3 ⁄s
(1 + )
0,068
2 × 9,81 × 0,097
Qa1 = 0,08 × 6,176471 × 0,928 × 0,0034 √6,176471 × 0,0034
+1
0,097
= 0,00195 m3 ⁄s
2 × 9,81 × 0,065
Qa2 = 0,08 × 8,5 × 0,78347 × 0,004 √ 8,5 × 0,004
+1
0,065
= 0,00195 m3 ⁄s
2 × 9,81 × 0,068
Qa3 = 0,08 × 8,82067 × 0,69335 × 0,0046 √8,82067 × 0,0046
+1
0,068
= 0,00195 m3 ⁄s
e. Menghitung Gaya Dorong pada Pintu Sorong Akibat Tekanan Hidrostatis
(Fh)
Fh1 = 0,5 × 1000 × 9,81 ( 0,097 − 0,0034)2 = 42,9725 N
Fh2 = 0,5 × 1000 × 9,81 ( 0,065 − 0,004)2 = 18,2515 N
Fh3 = 0,5 × 1000 × 9,81 ( 0,068 − 0,0046)2 = 19, 7159 N
f. Menghitung Gaya Dorong Lainnya pada Pintu Sorong (Fg)
0,0972 1000 × 0,00195 0,021
Fg1 = [0,5 × 1000 × 9,81 × 0,0212 ( 2− 1)] + [ 0,08 × 0,021 (1 − 0,0034)]
0,021
= 41,3383 N
0,0652 1000 × 0,00195 0,034
Fg2 = [0,5 × 1000 × 9,81 × 0,0342 ( 2 − 1)] + [ (1 − 0,004)]
0,034 0,08 × 0,034
= 8,83782 N
0,0682 1000 × 0,00195 0,038
Fg3 = [0,5 × 1000 × 9,81 × 0,0382 ( 2 − 1)] + [ (1 − 0,0046)]
0,038 0,08 × 0,038
= 8,87252 N
g. Menghitung Bilangan Froude (Fr)
0,25129
FrY0(1) = = 0,2576 N
√9,81 ×0,097
0,375
FrY0(2) = = 0,46961 N
√9,81 ×0,065
0,35846
FrY0(3) = = 0,43888 N
√9,81 ×0,068
7,16911765
FrYg1 = = 39,2547 N
√9,81 ×0,0034
6,09375
FrYg2 = = 30,7624 N
√9,81 ×0,004
5,29891304
FrYg3 = = 24,9444 N
√9,81 ×0,0046
1,28289
FrYa(1) = = 2,97153 N
√9,81 ×0,019
0,84052
FrYa(2) = = 1,57584 N
√9,81 ×0,029
0,8125
FrYa(3) = = 1,49771 N
√9,81 ×0,03
1,28289
FrYb1 = = 2,97153 N
√9,81 ×0,019
0,45991
FrYb2 = = 0,63782 N
√9,81 ×0,053
0,71691
FrYb3 = = 1,24134 N
√9,81 ×0,034
Yb 1
(2) = (√(1 + 8 × 0,469612 ) − 1) = 0,331307818
Ya 2
Yb 1
(3) = 2 (√(1 + 8 × 0,438882 ) − 1) = 0,297015065
Ya
3 0,001952
Yc2 = √ = 0,03117
2 × 9,81× 0,082
3 0,001952
Yc3 = √ = 0,03117
2 × 9,81× 0,082
(0,053 – 0,029)2
Δh2 = = 0,0000002213
4 × 0,029 × 0,053
(0,034 – 0,013)2
Δh3 = = 0,00000000408
4 × 0,013 × 0,034
3
Emin3 = 2 × 0,03117 = 0,04675
2 × 9,81 × 0,059
Qt1 = 0,08 × 0,025√ 0,025 = 0,0018 m3 ⁄s
(1 + )
0,059
2 × 9,81 × 0,08
Qt2 = 0,08 × 0,024√ 0,024 = 0,0021 m3 ⁄s
(1 + )
0,08
2 × 9,81 × 0,108
Qt3 = 0,08 × 0,024√ 0,024 = 0,0025 m3 ⁄s
(1 + )
0,108
2 × 9,81 × 0,059
Qa1 = 0,08 × 6,25 × 0,8928 × 0,004 √ 6,25 × 0,004
+1
0,059
= 0,00161 m3 ⁄s
2 × 9,81 × 0,08
Qa2 = 0,08 × 6 × 0,9513 × 0,004 √ 6 × 0,004
+1
0,08
= 0,00201 m3 ⁄s
2 × 9,81 × 0,108
Qa3 = 0,08 × 6 × 0,9889 × 0,004 √ 6 × 0,004
+1
0,108
= 0,0025 m3 ⁄s
e. Menghitung Gaya Dorong pada Pintu Sorong Akibat Tekanan Hidrostatis
(Fh)
Fh1 = 0,5 × 1000 × 9,81 ( 0,059 − 0,004)2 = 14,8376 N
Fh2 = 0,5 × 1000 × 9,81 ( 0,08 − 0,004)2 = 28,3313 N
Fh3 = 0,5 × 1000 × 9,81 ( 0,108 − 0,004)2 = 53,0525 N
f. Menghitung Gaya Dorong Lainnya pada Pintu Sorong (Fg)
0,0592 1000 × 0,00161 0,025
Fg1 = [0,5 × 1000 × 9,81 × 0,0252 ( − 1)] + [ 0,08 × 0,025
2 (1 − 0,004)]
0,025
= 11,3673 N
0,082 1000 × 0,00201 0,024
Fg2 = [0,5 × 1000 × 9,81 × 0,0242 ( − 1)] + [ 0,08 × 0,024
2 (1 − 0,004)]
0,024
= 25,5562 N
0,1082 1000 × 0,0025 0,024
Fg3 = [0,5 × 1000 × 9,81 × 0,0242 ( 2 − 1)] + [ (1 − 0,004 )]
0,024 0,08 × 0,024
= 50,6366 N
g. Menghitung Bilangan Froude (Fr)
0,3411
FrY0(1) = = 0,44836 N
√9,81 ×0,059
0,31359
FrY0(2) = = 0,35399 N
√9,81 ×0,08
0,28935
FrY0(3) = = 0,28111 N
√9,81 ×0,108
5,03125
FrYg1 = = 25,3987 N
√9,81 ×0,004
6,271875
FrYg2 = = 31,6616 N
√9,81 ×0,004
7,8125
FrYg3 = = 39,439 N
√9,81 ×0,004
0,805
FrYa(1) = = 1,62552 N
√9,81 ×0,025
1,0035
FrYa(2) = = 2,02634 N
√9,81 ×0,025
1,2019
FrYa(3) = = 2,37988 N
√9,81 ×0,026
0,41927
FrYb1 = = 0,611 N
√9,81 ×0,048
0,45614
FrYb2 = = 0,62098 N
√9,81 ×0,055
0,52083
FrYb3 = = 0,67887 N
√9,81 ×0,06
Yb 1
(2) = 2 (√(1 + 8 × 0,353992 ) − 1) = 0,207541003
Ya
Yb 1
(3) = 2 (√(1 + 8 × 0,281112 ) − 1) = 0,138786566
Ya
3 0,002012
Yc2 =√ = 0,03177
2 × 9,81× 0,082
3 0,00252
Yc3 = √ = 0,03678
2 × 9,81× 0,082
(0,055 – 0,025)2
Δh2 = = 0,00000030938
4 × 0,025 × 0,055
(0,06 – 0,026)2
Δh3 = = 0,00000045084
4 × 0,026× 0,06
Tabel 7.7.1. Hasil Perhitungan Sorong dan Air Loncat Debit Tetap
Qt(m Qa(m Fh(N Fg(N yb/ya(t Yb/Ya(
Cv Cc FrY0 FrYg frYa FrYb Deltah
^3/s) ^3/s) ) ) eori) per)
0.002 0.92 6.1764 0.001 42.9 41.3 0.25 39.2 2.97 2.97 1 0.1186 0
101 7994 7059 95 7251 3833 7604 5471 1527 1527 43347
0.002 0.78 8.5 0.001 18.2 8.83 0.46 30.7 1.57 0.63 1.8275 0.3313 2.2132
489 3467 95 5151 782 9613 6239 5844 7817 86207 07818 8E-07
0.002 0.69 8.2608 0.001 19.7 8.87 0.43 24.9 1.49 1.24 1.1333 0.2970 4.08E-
812 3355 6957 95 1594 252 8881 4442 7712 1343 33333 15065 09
Yg/Y fg/fh( Ay0 Ayg Aya Ayb vy0 vyg vya vyb
Yc Emin
0 N) (m^2) (m^2) (m^2) (m^2) (m/s) (m/s) (m/s) (m/s)
0.031 0.046 0.035 0.961 0.0077 0.0002 0.0015 0.0015 0.251 7.16911 1.282 1.282
17 754 05 97 6 7 2 2 289 7647 895 895
0.031 0.046 0.061 0.484 0.0052 0.0003 0.0023 0.0042 0.375 6.09375 0.840 0.459
17 754 54 22 2 2 4 517 906
0.031 0.046 0.067 0.450 0.0054 0.0003 0.0024 0.0027 0.358 5.29891 0.812 0.716
17 754 65 02 4 7 2 456 3043 5 912
Sumber : Data Hasil Perhitungan
Tabel 7.7.2. Hasil Perhitungan Sorong dan Air Loncat Debit Berubah
Qt(m C Qa(m Fh(N Fg(N yb/ya(t
Cv Fryo Fryg frya Fryb yb/ya Deltah
^3/s) c ^3/s) ) ) eori)
0.001 0.892 6. 0.001 14.83 11.36 0.448 25.39 1.625 0.610 1.92 0.3074 1.587E-
803 759 25 61 763 727 356 869 516 998 94218 07
0.002 0.951 6 0.002 28.33 25.55 0.353 31.66 2.026 0.620 2.2 0.2075 3.0937
11 313 007 128 622 987 16 343 982 41003 5E-07
0.002 0.988 6 0.002 53.05 50.63 0.281 39.43 2.379 0.678 2.3076 0.1387 4.5084
528 9 5 248 664 112 897 882 873 92308 86566 E-07
Cv vs Yg/Y0
1,2
1
0,988900254
0,8 0,927993849 0,951312766 0,892758534
0,783466527
Cv
0,6 0,693354831
0,4
0,2
0
0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08
Yg/Y0
Cv vs Fh
1,2
1
0,951312766 0,988900254
0,8 0,892758534 0,927993849
0,783466527
Cv
0,6 0,693354831
0,4
0,2
0
0 10 20 30 40 50 60
Fh
Grafik 7.7.2. Cv Vs Fh
Yc vs Emin
0,04
0,035
0,036784683
0,03
0,031774002
0,031169518
0,025 0,027432008
Yc
0,02
0,015
0,01
0,005
0
0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06
Emin
Fg/Fh vs Yg/Y0
1,2
1
0,961971625 0,954463203
0,8 0,902049607
Fg/Fh
0,766111406
0,6
0,4 0,484224178
0,450017537
0,2
0
0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08
Yg/Y0
0,2
0,15
0,1
0,118643347
0,05
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5
Fr
0,207541003 0,207541003
0,15
0,1 0,138786566 0,138786566
0,05
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Fr
7.8. Analisis
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mengenai pintu sorong dan air loncat
dapat disimpulkan dari aliran air yang melewati pintu sorong dan mengalami
perubahan kondisi. Pada percobaan praktikum kali ini, didapatkan grafik Cv Vs
Yg/Y0 pada debit tetap dan berubah mengalami perubahan. Pada percobaan
pertama didapat nilai Cv sebesar 0,928 dengan nilai Yg/Y0 sebesar 0,0351. Lalu
pada percobaan kedua didapat nilai Cv sebesar 0,7835 dengan nilan Yg/Y0 sebesar
0,0615 dan pada percobaan ketiga didapat nilai Cv sebesar 0,6934 dengan nilai
Yg/Y0 sebesar 0,0676. Dari data tersebut, nilai Cv berbanding terbalik dengan nilai
Yg/Y0. Pada percobaan debit berubah, data yang didapat dari percobaan pertama
dengan nilai debit sebesar 0,0016, didapat hasil Cv sebesar 0,8928 dengan nilai
Yg/Y0 sebesar 0,0678. Lalu pada percobaan kedua dengan nilai debit sebesar 0,002,
didapat hasil Cv sebesar 0,9513 dengan nilai Yg/Y0 sebesar 0,05 dan pada
percobaan ketiga dengan nilai debit sebesar 0,0025, didapat hasil Cv sebesar 0,9889
dengan nilai Yg/Y0 sebesar 0,037. Dari data tersebut, Nilai Cv berbanding lurus
dengan debit dan nilai Yg/Y0 berbanding terbalik dengan nilai Cv dan debit. Pada
grafik Cv vs Fh dipercobaan dengan debit tetap, data yang didapat dari percobaan
pertama yaitu nilai Cv sebesar 0,928 dengan nilai Fh sebesar 42,973. Lalu pada
percobaan kedua didapat nilai Cv sebesar 0,7835 dengan nilai Fh sebesar 18,252
dan pada percobaan ketiga didapat nilai Cv sebesar 0,6934 dengan nilai Fh sebesar
19,716. Pada percobaan dengan debit berubah, dipercobaan pertama dengan nilai
debit sebesar 0,0016, didapat nilai Cv sebesar 0,8928 dengan nilai Fh sebesar
14,838. Lalu pada percobaan kedua dengan nilai debit sebesar 0,002, didapat nilai
Cv sebesar 0,9513 dengan nilai Fh sebesar 28,331 dan pada percobaan ketiga
dengan nilai debit sebesar 0,0025, didapat nilai Cv sebesar 0,9889 dengan nilai Fh
sebesar 53,052. Dari data tersebut, didapat jika nilai Cv dan Fh pada percobaan
debit berubah berbanding lurus dengan debit.
Pada grafik Yc Vs Emin, Untuk percobaan dengan debit tetap, didapat nilai Yc dan
Emin masing-masing sama untuk tiga kali percobaan yaitu Yc sebesar 0,03117 dan
Emin sebesar 0,04675. Lalu pada percobaan dengan debit berubah, pada percobaan
pertama dengan nilai debit sebesar 0,0016, didapat nilai Yc sebesar 0,02743 dengan
nilai Emin sebesar 0,4115. Kemudian pada percobaan kedua didapat nilai Yc
sebesar 0,03177 dengan nilai Emin sebesar 0,04766 dan pada percobaan ketiga
didapat nilai Yc sebesar 0,03678 dengan nilai Emin sebesar 0,05518. Dari data
tersebut, didapat jika nilai Yc dan Emin dipengaruhi oleh besar debit. Nilai Yc dan
Emin berbanding lurus dengan debit. Pada grafik Fg/Fh Vs Yg/Y0 pada percobaan
debit tetap, didapat nilai Fg/Fh sebesar 0,96197 dengan nilai Yg/Y0 sebesar
0,03505 untuk percobaan pertama dengan. Lalu untuk percobaan kedua didapat
nilai Fg/Fh sebesar 0,48422 dengan nilai Yg/Y0 sebesar 0,06154 dan untuk
percobaan ketiga didapat nilai Fg/Fh sebesar 0,45002 dengan nilai Yg/Y0 sebesar
0,06765. Dari data tersebut, didapat jika nilai Fg/Fh berbanding terbalik dengan
nilai Yg/Y0. Pada percobaan dengan debit berubah, didapat nilai Fg/Fh sebesar
0,76611 dengan nilai Yg/Y0 sebesar 0,0678 untuk percobaan pertama dengan debit
sebesar 0,0016. Lalu pada percobaan kedua dengan debit sebesar 0,002 didapat nilai
Fg/Fh sebesar 0,90205 dengan nilai Yg/Y0 sebesar 0,05 dan pada percobaan ketiga
dengan debit sebesar 0,0025 didapat nilai Fg/Fh sebesar 0,95446 dengan nilai
Yg/Y0 sebesar 0,03704. Dari data tersebut, didapat jika Fg/Fh berbanding terbalik
dengan Yg/Y0.
Pada grafik Yb/Ya Vs Fr untuk debit tetap, untuk percobaan pertama didapat hasil
Yb/Ya sebesar 0,118643347 dengan Fr sebesar 2.971527. Lalu untuk percobaan
kedua didapat hasil Yb/Ya sebesar 0,331307818 dengan Fr sebesar 0,637817 dan
untuk percobaan ketiga didapat hasil Yb/Ya sebesar 0,297015065 dengan Fr
sebesar 1,241343. Pada grafik Yb/Ya Vs Fr untuk debit berubah, untuk percobaan
pertama dengan debit sebesar 0,0016 didapat hasil Yb/Ya sebesar 0,307494218
dengan Fr sebesar 0,610998. Lalu untuk percobaan kedua dengan debit sebesar
0,002 didapat hasil Yb/Ya sebesar 0,207541003 dengan Fr sebesar 0,620982 dan
untuk percobaan ketiga dengan debit sebesar 0,0025 didapat hasil Yb/Ya sebesar
0,138786566 dengan Fr sebesar 0,678873.
7.9. Kesimpulan
7.10. Saran
7.12. Lampiran
MODUL VIII
ALIRAN MELALUI VENTURIFLUME
8.1. Pendahuluan
Dalam melakukan aktivitas sehari hari, kita selalu berkaitan dengan berbagai
macam alat pengalir. Penentuan jumlah fluida yang mengalir masuk dan keluar
melalui alat pengalir bertujuan untuk mengukur besarnya laju air fluida tersebut.
Perbedaan tekanan yang terjadi saat fluida melewati pipa mempengaruhi laju aliran,
karena penampang pipa diketahui, kecepatan rata-rata merupakan indikasi laju
aliran. Debit dan kecepatan aliran penting untuk diketahui besarnya dalam
melakukan penelitian fluida. Untuk itu, digunakan alat untuk mengukur debit
cairan, salah satunya adalah menggunakan prinsip-prinsip Bernoulli dan kontinuitas
pada pipa tertutup yang diaplikasikan melalui alat bernama venturimeter (Agung
Hapsa S.T., 2018) Dengan demikian, venturimeter adalah alat untuk mengukur
debit cairan yang melalui pipa tertutup. Venturimeter terbagi menjadi 3 bagian
utama yaitu bagian inlet, inlet cone, dan throat. Venturimeter dibedakan menjadi 2
jenis, yaitu venturimeter menggunakan manometer dan venturimeter tanpa
manometer. Venturimeter tanpa manometer tidak menggunakan tabung U dan
fluida untuk melihat selisih tekanan di dalam venturimeter, sedangkan venturimeter
dengan manometer menggunakan tabung U dan fluida. Dan Venturimeter tanpa
manometer biasanya digunakan untuk mengukur kecepatan aliran fluida yang
tampak, biasanya air atau minyak. Sehingga kita bisa mengamati beda ketinggian
permukaan pada pipa vertikalnya.
Jika fluidanya ternyata tidak tampak (seperti gas atau udara), perlu ditambahkan
manometer pada pipa venturimeter sempit maupun yang luas. Melalui pengamatan
pada venturimeter, dapat dibuktikan pula persamaan Bernoulli dan kontinuitas
(Ghurri, 2016).
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu sebagai berikut:
a. Meja hidraulik
Keterangan:
Z = Elevasi (Tinggi Tempat)
p
= Tinggi Tekan
Ɣ
V
= Tinggi Kecepatan
2g
Persamaan Kontinuitas:
A₁ v₁ = A₂ v₂ (8.2)
2g(h₁−h₂)
Q = c . A₂ √ A₂ 2 (8.3)
1−(A₁)2 ²
Keterangan :
Keterangan :
Error = Persentase Error
Q = Debit (m2/s)
π = Ketetapan (3,14)
D = Diameter (m)
IDP(n) = Ideal dimentionsless pressure (IDP)
U = Kecepatan aliran (m/s)
A = Luas daerah tiap tapping
ADP = Actual dimentionless pressure
h = ketinggian (m)
g = gravitasi (m/s2)
K = Nilai konstanta
C = Nilai Koefisien
k = Nilai konstanta
8.7. Perhitungan
1 2 1
A(B) = πDB = × 3,14 × (0,0232 m)² = 0,000423 m²
4 4
1 1
A(C) = πDC 2 = × 3,14 × (0,0184m)² = 0,000265 m²
4 4
1 2 1
A(D) = πDD = × 3,14 × (0,016 m)² = 0,0002 m²
4 4
1 2 1
A(E) = πDE = × 3,14 × (0,0168 m)² = 0,00022 m²
4 4
1 2 1
A(F) = πDF = × 3,14 × ( 0,0184 m)² = 0,00027 m²
4 4
1 2 1
A(G) = πDG = × 3,14 × (0,02016 m)² = 0,00032 m²
4 4
1 2 1
A(H) = πDH = × 3,14 × (0,02184 m)² = 0,00037 m²
4 4
1 2 1
A(J) = πDJ = × 3,14 × (0,02353 m)² = 0,00043 m²
4 4
1 2 1
A(K) = πDK = × 3,14 × (0,02521 m)² = 0,0005 m²
4 4
1 2 1
A(L) = πDL = × 3,14 × (0,026 m)² = 0,00053 m²
4 4
2. Ideal Dimentionless Pressure (IDP)
A2 2 A2 2 0,000201 2 0,000201 2
IDP(A) =( ) −( ) = (0,000531) − (0,000531) =0
A1 AA
A2 2 A2 2 0,000201 2 0,000201 2
IDP(B) =( ) −( ) = (0,000531) − (0,000423) = -0,082806
A1 AB
A2 2 A2 2 0,000201 2 0,000201 2
IDP(C) =( ) −( ) = (0,000531) − (0,000266) = -0,428341
A1 AC
A2 2 A2 2 0,000201 2 0,000201 2
IDP(D) =( ) −( ) = (0,000531) − ( ) = -0,856588
A1 AD 0,0002
A2 2 A2 2 0,000201 2 0,000201 2
IDP(E) =( ) −( ) = (0,000531) − ( 0,00022 ) = -0,67929
A1 AE
A2 2 A2 2 0,000201 2 0,000201 2
IDP(F) =( ) −( ) = (0,000531) − (0,00027) = -0,419722
A1 AF
A2 2 A2 2 0,000201 2 0,000201 2
IDP(G) =( ) −( ) = (0,000531) − ( 0,00032 ) = -0,253338
A1 AG
A2 2 A2 2 0,000201 2 0,000201 2
IDP(H) =( ) −( ) = (0,000531) − ( 0,00037 ) = -0,1446439
A1 AH
A2 2 A2 2 0,000201 2 0,000201 2
IDP(I) =( ) −( ) =( ) − ( 0,00043 ) = -0,07038
A1 AJ 0,000531
A2 2 A2 2 0,000201 2 0,000201 2
IDP(J) =( ) −( ) = (0,000531) − ( ) = -0,018839
A1 AK 0,0005
A2 2 A2 2 0,000201 2 0,000201 2
IDP(K) =( ) −( ) = (0,000531) − (0,000531) =0
A1 AL
hB – h1 -0,001
ADP(B) = = = -0,07926
U2 0,4975124
( 2 × 9,81 )
( 2g2 )
hC – h1 -0,005
ADP(C) =
U2
= = -0,39633
0,49751242
( 2g2 ) ( 2 × 9,81
)
hD – h1 -0,013
ADP(D) =
U2
= = -1,03046
0,49751242
( 2g2 ) ( 2 × 9,81
)
hE – h1 -0,012
ADP(E) =
U2
= = -0,95120
0,49751242
( 2g2 ) ( 2 × 9,81
)
hF – h1 -0,007
ADP(F) =
U2
= = -0,55486
0,49751242
( 2g2) ( 2 × 9,81 )
hG – h1 -0,005
ADP(G) =
U2
= 0,49751242 = -0,39633
( 2g2 ) ( )
2 × 9,81
hH – h1 -0,004
ADP(H) =
U2
= = -0,31706
0,49751242
( 2g2 ) ( 2 × 9,81 )
hJ – h1 -0,003
ADP(J) =
U2
= = -0,23780
0,49751242
( 2g2) ( 2 × 9,81 )
hK − h1 -0,002
ADP(K) = = = -0,15853
U2 0,49751242
( 2g2 ) ( 2 × 9,81
)
hL − h1 -0,002
ADP(L) = = = -0,15853
U2 0,49751242
( 2) ( 2 × 9,81 )
2g
hB − h1 -0,001
ADP(B) =
U2
= = -0,06550
0,5472636 2
( 2) ( )
2g 2 × 9,81
hC − h1 -0,006
ADP(C) =
U2
= = -0,39305
0,5472636 2
( 2) ( )
2g 2 × 9,81
hD − h1 -0,016
ADP(D) =
U2
= = -1,04815
0,5472636 2
( 2) ( )
2g 2 × 9,81
hE − h1 -0,014
ADP(E) =
U2
= = -0,91713
0,5472636 2
( 2) ( )
2g 2 × 9,81
hF − h1 -0,010
ADP(F) =
U2
= =-0,65509
0,5472636 2
( 2) ( 2 × 9,81 )
2g
hG − h1 -0,006
ADP(G) =
U2
= = -0,39305
0,5472636 2
( 2g2 ) ( 2 × 9,81 )
hH – h1 -0,004
ADP(H) =
U2
= = -0,26203
0,5472636 2
( 2) ( )
2g 2 × 9,81
hJ – h1 -0,004
ADP(J) =
U2
= = -0,39305
0,5472636 2
( 2g2) ( 2 × 9,81
)
hK – h1 -0,004
ADP(K) =
U2
= = -0,39305
0,5472636 2
( 2g2 ) ( 2 × 9,81 )
hL − h1 -0,004
ADP(L) =
U2
= = -0,39305
0,5472636 2
( 2) ( 2 × 9,81 )
2g
hB − h1 -0,002
ADP(B) =
U2
= 0,6965174 2
= -0,08119
( 2g2) (
2 × 9,81
)
hC – h1 -0,010
ADP(C) = = = -0,40598
U2 0,6965174 2
( 2g2 ) (
2 × 9,81
)
hD −h1 -0,022
ADP(D) = = = -0,89317
U2 0,6965174 2
( 2g2 ) ( 2 × 9,81
)
hE – h1 -0,021
ADP(E) = = = -0,85257
U2 0,6965174 2
( 2g2 ) ( 2 × 9,81 )
hF – h1 -0,013
ADP(F) = = = -0,52778
0,6965174 2
2
U2
( 2g ) ( 2 × 9,81 )
hG – h1 -0,010
ADP(G) = = = -0,40598
0,6965174 2
2
U2
( 2g ) ( )
2 × 9,81
hH – h1 -0,008
ADP(H) = = = -0,32478
0,6965174 2
2
U2
( 2g ) ( )
2 × 9,81
hJ – h1 -0,006
ADP(J) = = = -0,24359
U2 0,6965174 2
( 2) ( 2 × 9,81 )
2g
hK – h1 -0,007
ADP(K) = = = -0,28419
U2 0,6965174 2
( 2g2 ) ( 2 × 9,81
)
hL − h1 -0,004
ADP(L) = = = -0,16239
U2 0,6965174 2
( 2g2 ) ( 2 × 9,81 )
= 0,0003 m³/s
= 0,0001099 m³/s
= 0,0001399 m³/s
8. Error (%)
a. Debit 0,0003m³/s
QCF – QAF
Error =| | × 100%
QCF
0,0001 – 0,0001
=| | ×100%
0,0001
=0%
b. Debit 0,00032 m³/s
QCF – QAF
Error =| | × 100%
QCF
0,00011 – 0,00011
=| | × 100%
0,00011
=0%
c. Debit 0,00034m³/s
QCF – QAF
Error =| | × 100%
QCF
0,00014 – 0,00014
=| | × 100%
0,00014
=0%
0,1
0,08
0,06
0,04
0,02
0
0 0,00002 0,00004 0,00006 0,00008 0,0001 0,00012 0,00014 0,00016
Q (m^3/s
Qcf (m^3/s) VS C
0,99 0,980896653
0,98
0,97
0,96
0,95
0,94
C
0,93
0,92 0,911454264
0,91 0,903731148
0,9
0,89
0 0,00002 0,00004 0,00006 0,00008 0,0001 0,00012 0,00014 0,00016
Qcf(m^3/s)
DAV VS ADP
0
0 50 100 150 200
-0,2
-0,4
Q=0,0001
ADP
-0,6
Q=0,000114
-0,8 Q=0,00014
-1
-1,2
DAV
8.8. Analisis
Berdasarkan data hasil praktikum kali ini mengenai Aliran Melalui Venturiflume
yang dipengaruhi oleh debit dan ketinggian air. Dapat kita lihat pada grafik 8.7.1
yang menggambarkan hubungan antara Q dengan (h1-h2)1/2 semakin besar debit
semakin tinggi hasil dari (h1-h2)1/2. Dilihat pada Q 0,0001 didapatkan
0,114017543, pada Q 0,00011 didapatkan 0,126491106, dan pada Q 0,00014
didapatkan 0,14832397. Lalu pada grafik 8.7.2 yang menggambarkan hubungan
antara C dengan Qcf ditunjukan bahwa perbandingan menunjukan ketika Qcf
berada di 0,0001 ditunjukkan nilai C pada 0,911454264, kemudian kettika Qcf
Laporan Mekanika Fluida dan Hidraulika 196
Institut Teknologi Sumatera Kelompok 4B
8.9. Kesimpulan
8.10. Saran
8.12. Lampiran