Disusun Oleh:
Kelompok III (A2)
Puji syukur kami sanjung sajikan ke hadirat Allah Subhanahuwata’ala yang telah
memberikan rahmat dan ridho-Nya sehingga kami dari Kelompok III (A2) dapat
menyelesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan mengenai Laporan Akhir Praktikum
Kimia Fisika. Selawat beserta salam kepada Rasulullah Muhammmad SAW yang
membawa ajaran kebenaran kepada sahabat serta seluruh umat manusia hinga sampai
detik ini. Laporan ini merupakan salah satu tugas yang wajib di selesaikan oleh
mahasiswa untuk memenuhi Tugas Akhir Laboratorium Kimia Fisika.
Dalam penyusunan laporan akhir ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Namun, kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan laporan ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan, dan kerjasama bersama teman teman sehingga kendala-
kendala yang kami hadapi dapat kami atasi. Juga pada kesempatan ini kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang bersangkutan dengan mata kuliah
praktikum Kimia Fisika dan kepada asisten laboratorium yang membimbing kami dalam
melakukan praktikum ini. Penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak,
sebagai manusia yang memiliki keterbatasan, tentu hasil laporan ini tidak mungkin luput
dari kekurangan. oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak guna sebagai perbaikan dan penyempurnaan dimasa
yang akan datang.
i
DAFTAR ISI
ii
LAMPIRAN B PERHITUNGAN ......................................................................... 64
LAMPIRAN C TUGAS DAN PERTANYAAN .................................................. 66
LAMPIRAN D GAMBAR ALAT ........................................................................ 67
iii
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA
PENGARUH SUHU DAN KONSENTRASI TERHADAP
KECEPATAN REAKSI
DisusunOleh :
Kelompok III (A2)
Nurul Syawal NIM. 180140040
Andre Hanafi Savalena NIM. 180140049
Syafiyah Rauzah NIM. 180140054
Fikri Ananda Pranata NIM. 180140065
Thahtia Rahma NIM. 180140069
Fioza Ozly Erian NIM. 180140075
Susi Yanti NIM. 180140135
Evi Maulida NIM. 180140136
2
3
dikenal, yang membentuk air, merupakan contoh yang baik mengenai reaksi yang
mengikuti jalan yang rumit daripada yang dinyatakan oleh reaksi keseluruhan.
2H2 + O2 → 2H2O……………………………………………………..(2.2)
Reaksi ini, subyek dari ratusan makalah keilmuan, diduga melibatkan beberapa
reaksi erlementer, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
H2 + O2 → H + HO2…...……………………………………………...(2.3)
H + O2 → O + OH……...……………………………………………..(2.4)
O + H2 → H + OH……...……………………………………………..(2.5)
H2+ HO2 → H2O + OH….…………………………………………….(2.6)
H2 + OH → H2O + H..........……………………………………….….(2.7)
H + OH → H2O……...………………………………………………..(2.8)
Partikel seperti H, O, OH dan HO2disebut radikal. Suatu radikal ialah suatu atom
atau gugus atom yang mempunyai satu elektron tak berpasangan atau lebih.
Umumnya radikal berusia pendek, barangkali hanya sepersekian detik sebelum
bertabrakan dan bereaksi dengan partikel lain untuk membentuk ikatan kovalen.
Seringkali suatu reaksi elementer antara dua zat berlangsung dangan cara
sederhana yang melibatkan tabrakan dua partikel untuk membentuk suatu spesi
(jenis partikel) teraktifkan yang lamgsung menimbulkan produk-produk reaksi itu,
AB + AB → A2 + B2…………………………………………..............(2.9)
Tidak semua tabrakan antara dua molekul pereaksi AB akan mengakibatkan suatu
reaksi kimia, meskipun molekul itu memiliki perlengkapan tertentu yang
diperlukan agar reaksi ini terjadi, antara lain energi tinggi dan suatu
kecenderungan alamiah agar bereaksi. Untuk reakai
Reaksi dalam larutan menggunakan analisis konsentrasi pereaksi dan
produk umumnya akan paling sederhana bila reaksi dipelajari dalam larutan.
Salah satu metode larutan yang lazim adalah dengan membagi larutan pereaksi itu
dalam sejumlah botol kecil yang tertutup kedap dan menaruh pereaksi itu dalam
suatu penangas bertemperatur konstan, dan kemudian mengambil satu botol demi
satu botol pada selang waktu yang sesuai. Reaksi dalam sebuah botol itu akan
praktis berhenti bila botol didinginkan dalam air es, setelah itu botol dibuka dan
4
sebanyak larutan dipipet dengan tepat. Isi larutan kemudian ditetapkan dengan
suatu metode analisis yang sesuai.
3.1.2 Bahan-Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan sebagai berikut :
9
10
3.2.2 Bagian B
Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada bagian B adalah:
1. Dimasukkan 10 ml Na2S2O3 kedalam gelas ukur, lalu diencerkan hingga
volume menjadi 50 ml.
2. Diukur 2 ml HCl 1M dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, tempatkan
gelas ukur dan tabung reaksi tersebut di penangas air pada suhu 35℃.
Biarkan kedua larutan beberapa lama sampai mencapai suhu
kesetimbangan, ukur suhu dengan termometer dan dicatat.
3. Ditambahkan HCl kedalam larutan thiosulfat tersebut, pada saat
penambahan dilakukan, dihidupkan stopwatch. Larutan diaduk dan
diletakkan di atas kertas yang telah diberi tanda silang berwarna hitam.
Dicatat waktu yang dibutuhkan sampai tanda silang berwarna hitam
menjadi kabur jika dilihat dari atas.
4. Diulangi cara kerja diatas untuk suhu 40℃, 45℃, 50℃, dan 55℃.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil yang didapat dalam percobaan ini ditunjukkan pada tabel 4.1
dan tabel 4.2
Tabel 4.1 Hasil Percobaan Bagian A
1
Volume Volume Volume Waktu Waktu
No
Na2S2O3 (ml) H2O (ml) HCl (ml) (detik) (detik)
1 25 0 2 18,8 0,0531
2 20 5 2 20,1 0,0497
3 15 10 2 27,3 0,0366
4 10 15 2 39,7 0,0251
5 5 20 2 75,7 0,0132
6 0 25 2 ~ ~
4.2 Pembahasan
Pada percobaan ini kami melakukan sebanyak 6 kali pengulangan.
Percobaan pertama Na2S2O3 sebesar 25 ml, H2O sebesar 0 ml dan H2O sebesar 2
ml dihabiskan waktu selama 18,8 detik agar tanda silang hitam terlihat kabur bila
11
12
dilihat dari atas gelas dan didapat 1/waktu sebesar 0,0531 detik. Kemudian untuk
Na2S2O3 dengan volume 20 ml, H2O sebesar 5 ml dan HCl sebanyak 2 ml
dihabiskan waktu selama 20,1 detik dengan diperoleh 1/waktu sebesar 0,0497
detik, untuk Na2S2O3 15 ml, H2O sebesar 10 ml dan HCl sebesar 2 ml dihabiskan
waktu selama 27,3 detik dan diperoleh 1/waktu sebesar 0,0366 detik, untuk
Na2S2O3 10 ml, H2O sebesar 15 ml dan HCl sebesar 2 ml dihabiskan waktu
selama 39,7 detik dan diperoleh 1/waktu sebesar 0,0251 detik, untuk Na2S2O3 5
ml, H2O sebesar 20 ml dan HCl sebesar 2 ml dihabiskan waktu selama 75,7 detik
dan diperoleh 1/waktu sebesar 0,0132 detik, dan untuk Na2S2O3 0 ml, H2O sebesar
25 ml dan HCl sebesar 2 ml dihabiskan waktu dan 1/waktu tak terhingga. Pada
hasil percobaan , dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi volume zat Na2S2O3
maka semakin sedikit waktu yang dibutuhkan, dan sebaliknya, hal ini dipengaruhi
oleh banyaknya partikel sehingga daya tumbukannya semakin banyak. Akan
tetapi laju reaksi yang dihasilkan semakin kecil, dikarenakan laju reaksi
berbanding terbalik dengan waktu yang dihasilkan. Keadaan cairan keruh,
disebabkan karena kandungan natrium tiosulfat dalam campuran lebih banyak dari
pada volume HCl.
Pada percobaaan bagian B, dilakukan dengan cara kerja yang berbeda,
yaitu 10 ml Na2S2O3 0,25 M kedalam gelas dan diencerkan hingga volumenya 50
ml dan ditambahkan 2 ml HCl 1 M kedalam tabung reaksi lalu dicelupkan tabung
tersebut kedalam air yang mendidih hingga suhu yang berbeda-beda. Kemudian
larutan dicampurkan dan dicatat waktu larutan yang dibutuhkan untuk beraksi
yang ditandai dengan keruhnya warna larutan. Dari percobaan suhu yang berbeda-
beda yaitu 35℃, 40℃, 45℃ , 50℃ dan 55℃ diperoleh waktu berturut-turut 46
detik, 35 detik, 22 detik, 16 detik dan 12 detik. Pada hasil percobaan ini dapat
disimpulkan, semakin tinggi suhu, maka waktu yang dibutuhkan semakin cepat,
dan sebaliknya.
Jadi pada percobaan ini dapat disimpulkan bahwa suhu dan konsetrasi
suatu larutan dapat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi.
13
0.05
0.0497
0.04
0.0366
0.03
0.0251
0.02
0.0132
0.01
0 0
0 5 10 15 20 25
Na2S2O3 (ml)
0.09
1/Waktu (detik-1)
Gambar 4.2 Grafik hubungan antara suhu (°C) dengan 1/waktu (detik-1)
14
1/Suhu (K-1)
0
0.00324 0.00319 0.00314 0.00309 0.00304
-0.2
-0.4
Log 1/Waktu
-0.6
-0.8
-1 y = 0.153x - 1.827
R² = 0.9907 -1.08
-1.2 -1.2
-1.4 -1.34
-1.6 -1.55
-1.67
-1.8
Gambar 4.3 Grafik hubungan antara 1/suhu (K-1) dengan log 1/waktu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Semakin besar volume tiosulfat dalam campuran maka waktu yang terjadi
berlangsung semakin cepat hingga larutan keruh, dan sebaliknya.
2. Semakin tinggi suhu yang diberikan dalam suatu pencampuran maka
waktu yang berlangsung semakin cepat yaitu ditadai dengan berubahnya
warnadari larutan, dan sebaliknya.
3. Adapun hasil dari percobaan Apada volume 25ml, 20 ml, 15 ml, 10 ml,
5ml dan 0 ml Na2S2O3 diperoleh waktu berturut-turut yaitu 18,8 detik,
20,1 detik, 27,3 detik, 39,7 detik, 75,7 detik dan tak terhingga.
4. Adapun hasil dari percobaan B yang berlangsung dengan suhu yang
bebeda-beda 35℃, 40℃, 45℃, 50℃ dan 55℃dan waktu berturut-turut
diperoleh yaitu 46 detik, 35 detik, 22 detik, 16 detik dan 12 detik.
3.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum ini kedepannya adalah dalam mengetahui
kecepatan reaksi selain menggunakan suhu dan konsentrasi dapat juga
ditambahkan katalis dalam satu percobaan sehingga dapat dibandingkan mana
percobaan yang hanya menggunakan faktor suhu dan konsentrasi dengan
percobaan faktor suhu, konsentrasi dan katalis.
15
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN A
Bagian A
1
Volume Volume Volume Waktu Waktu
No
Na2S2O3 (ml) H2O (ml) HCl (ml) (detik) (detik)
1 25 0 2 18,8 0,0531
2 20 5 2 20,1 0,0497
3 15 10 2 27,3 0,0366
4 10 15 2 39,7 0,0251
5 5 20 2 75,7 0,0132
6 0 25 2 ~ ~
Bagian B
No. Na2S2O3 (ml) HCl Suhu Waktu 1 1
Log
Waktu Waktu
(ml) (°C) (detik)
(detik) (detik)
1 10 ml + 40 ml H2O 2 35 46 0,001 -1,67
2 10 ml + 40 ml H2O 2 40 35 0,028 -1,55
3 10 ml + 40 ml H2O 2 45 22 0,045 -1,34
4 10 ml + 40 ml H2O 2 50 16 0,062 -1,20
5 10 ml + 40 ml H2O 2 55 12 0,083 -1,08
17
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
Bagian A
1. Untuk Na2S2O3 25 ml
t = 18,8 s
1 1
Maka =
t 18,8 s
= 0,0531 s-1
2. Untuk Na2S2O3 20 ml
t = 20,1 s
1 1
Maka = 20,1 s
t
= 0,0497 s-1
3. Untuk Na2S2O3 15 ml
t = 27,3 s
1 1
Maka = 27,3 s
t
= 0,0366 s-1
4. Untuk Na2S2O3 10 ml
t = 39,7 s
1 1
Maka = 39,7 s
t
= 0,0251 s-1
5. Untuk Na2S2O3 5 ml
t = 75,5 s
1 1
Maka = 75,5 s
t
=0,0132 s-1
18
19
Bagian B
1. Suhu 35℃ dan waktu 46 s
1 1
= 46 s= 0,021 s-1
Waktu
1
Log Waktu= log 0,021
= -1,67
= -1,55
= -1,34
= -1,20
= -1,08
LAMPIRAN C
Bagian A
1. Lengkapilah tabel diatas, dalam percobaan ini 1/waktu digunakan untuk
mengukur laju reaksi. Buatlah kurva laju reaksi sebagai fungsi konsentrasi
tiosulfat.
2. Hitunglah orde reaksi terhadap tiosulfat.
3. Bagaimana cara menentukan orde reaksi secara keseluruhan?
Jawaban
1. Konsentrasi Relatif 1
No Waktu (detik) (detik)
Waktu
Na2S2O3 (ml)
1 25 18,8 0,0531
2 20 20,1 0,0497
3 15 27,3 0,0366
4 10 39,7 0,0251
5 5 75,7 0,0132
6 0 ~ ~
y = 0.011x - 0.009
0.06
R² = 0.9831 0.0531
0.05
0.0497
0.04
0.0366
0.03
0.0251
0.02
0.01 0.0132
0 0
0 5 10 15 20 25
Na2S2O3 (ml)
20
21
V1 C1
2. Orde reaksi Na2S2O3 = = C2 s-1
V2
0,0531 25 x
= [0,0497] = [20]
= 1,0684 = 1,25x
x = 0,85472
3. Cara menentukan orde reaksi secara keseluruhan yaitu dengan
menggunakan persamaan kecepatan reaksi yaitu v = k[A]x [B]y. Kemudian
orde reaksi x dijumlahkan dengan orde reaksi y.
Bagian B
1. Lengkapi tabel diatas, laju reaksi dinyatakan dengan 1/waktu. Buat kurva
laju reaksi sebagai fungsi suhu (℃), dan buat juga kurva log laju reaksi
sebagai fungsi 1/suhu (K-1).
2. Buat pembahasan mengenai bentuk kurva yang diperoleh.
Jawaban
1.
No Suhu Suhu 1/Suhu Waktu 1/waktu Log 1/t
(oC) (K) (K) (detik)
1 35 308 0,00324 46 0,021 -1,67
2 40 313 0,00319 35 0,028 -1,55
3 45 318 0,00314 22 0,045 -1,34
4 50 323 0,00309 16 0,062 -1,20
5 55 328 0,00304 12 0,083 -1,08
22
0.09
1/Waktu (detik-1)
0.08 y = 0.0158x + 0.0004 0.083
0.07 R² = 0.9756
0.06 0.062
0.05
0.045
0.04
0.03 0.028
0.02 0.021
0.01
0
35 40 45 50 55
Suhu (°C)
Gambar 4.2 Grafik hubungan antara suhu (°C) dengan 1/waktu (detik-1)
1/Suhu (K-1)
0
0.00324 0.00319 0.00314 0.00309 0.00304
-0.2
-0.4
Log 1/Waktu
-0.6
-0.8
-1 y = 0.153x - 1.827
R² = 0.9907 -1.08
-1.2 -1.2
-1.4 -1.34
-1.6 -1.55
-1.67
-1.8
Gambar 4.3 Grafik hubungan antara 1/suhu (K-1) dengan log 1/waktu
2. Dari kurva laju reaksi sebagai suhu dapat diketahui bahwa semakin tinggi
suhu akan semakin tinggi pula nilai laju reaksinya dan sebaliknya semakin
rendah suhu akan semakin rendah nilai laju reaksinya. Dalam hal ini suhu
dan laju reaksi berbanding lurus.
23
Dari kurva hubungan antara suhu dan log 1/waktu dapat diketahui bahwa
semakin tinggi suhu akan semakin tinggi nilai log 1/waktu begitu juga
sebaliknya, semakin rendah suhu akan semakin rendah nilai log 1/waktu.
LAMPIRAN D
GAMBAR ALAT
24
25
Disusun Oleh :
Kelompok III (A2)
Nurul Syawal NIM. 180140040
Andre Hanafi Savalena NIM. 180140049
Syafiyah Rauzah NIM. 180140054
Fikri Ananda Pranata NIM. 180140065
Thahtia Rahmah NIM. 180140069
Fioza Ozly Erian NIM. 180140075
Susi Yanti NIM. 180140135
Evi Maulida NIM. 180140136
27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dimana:
K = koefisien distribusi
CI = konsentrasi zat terlarut dalam pelarut I
CII = konsentrasi zat terlarut dalam pelarut II
Harga K akan tetap jika berat molekul zat terlarut dalam pelarut I sama
dengan berat molekul dalam berat molekul I. Jika molekulnya tidak sama, maka
akan terisosiasi atau asosiasi zat terlarut dalam salah satu pelarut, contohnya:
Cn → nC
(dalam solvent I) (dalam solvent II)
Harga konstanta kesetimbangan:
𝐶𝐼
𝐾= …………...……………………………………………………………(2.2)
𝐶𝐼𝐼
Dimana; C = 1 mol
𝐶
Cn = 𝑛………………………………………………………………………….(2.3)
𝐶 (𝑎𝑖𝑟) 𝐶
Jadi; 𝐾 = 𝐶 ; maka log 𝐾 = 𝑛 𝐿𝑜𝑔 𝐶(𝑎𝑖𝑟) − log 𝑛 (𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘)
(𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘)
𝑛
𝐶
log 𝐾 = 𝑛 log 𝐶(𝑎𝑖𝑟) − log (𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘) + log 𝑛
𝑛
(Penuntun Praktikum)
28
29
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut
terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu
temperatur yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding
distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini
tidak tergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka
banding berubah dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan
temperatur.
31
Bila dua macam pelarut yang tidak bercampur dimasukkan dalam suatu
wadah atau tempat maka akan terlihat suatu batas. Hal ini antara lain
menunjukkan bahwa 2 pelarut tersebut tidak bercampur. Jika suatu zat terlarut
tersebut dapat bercampur baik dalam pelarut 1 maupun pelarut 2. Maka akan
terjadi pembagian kelarutan kedalam dua pelarut tersebut yang pada suatu saat
akan terjadi kesetimbangan. Dalam keadaan setimbang berarti zat terlarut dari
pelarut yang satu keluar dan masuk kepelarut yang lain dan sebaliknya. Sehingga
banyaknya zat terlarut dalam pelarut 1 dan 2 pada keadaan setimbang disebut
koefisien distribusi.
K = C1 / C2……………………………………………………………………..(2.4)
Dengan :
K = Koefisien distribusi
C1 = Konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 1
C2 = Konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 2
Harga K akan tetap jika berat molekul zat terlarut dalam pelarut 1 sama
dengan berat molekul dalam pelarut 2. Apabila berat molekul tidak sama, maka
akan terjadi disosiasi zat terlarut atau disosiasi zat terlarut dalam satu pelarut,
misalnya:
Cn nC
Dalam pelarut 1 Dalam pelarut 2
(organic) (air)
Harga konstanta kesetimbangan
K = (C / Cn) x C = 1mol
Cn = (C/n) mol
Dengan membuat grafik log C (organic) lawan Log C (air) maka akan
didapatkan harga n sebagi slope dan harga n/k sebagai intersep, sehingga harga k
dapat ditentukan
K= C (air) / (c/n (organic))
Log K = n Log (air) – Log c/n (organic)
Log C (organic) = (n Log (air) – Log n/k)
Log k = n Log C (air) – Log C (organic) – Log n
32
Pada dua cairan yang tidak bercampur, sebagai contoh minyak dan air,
dapat dilihat campuran ini terurai dengan setiap komponennya ada pada bejana
terpisah. Jika tekanan uap kedua komponen murni adalah PA dan PB, maka
tekanan uap total P = Pa + Pb dan campuran mendidih jika P = 1 atm. Adanya
komponen kedua berarti “campuran” mendidih pada temperature lebih rendah.
Jika kedua campuran itu mendidih sendiri-sendiri karena pendidihan dimulai, jika
tekanan total mencapai 1 atm. Ini merupakan dasar detilasi uap, yang
memungkinkan beberapa senyawa organic yang peka terhadap panas didetilasi
pada temperature yang lebih rendah daripada titik didih normalnya, satu –satunya
penghalang adalah komposisi kondesor sebanding dengan tekanan uap terdestilasi
dalam jumlah sedikit
(Svehla, 1990).
Hukum ini dalam bentuk yang sederhana, tidak berlaku bila spesi yang
didistribusikan itu mengalami disosiasi atau asosiasi dalam salah satu fasa
tersebut. Pada penerapan praktis ekstraksi pelarut ini, terutama kalau kita
perhatikan fraksi zat terlarut total dalam fasa yang satu atau yang lainnya, tidak
peduli bagaimanapun cara-cara disosiasi, asosiasi atau interaksinya dengan spesi-
spesi lain yang terlarut. Untuk memudahkan, diperkenalkan istilah angka banding
distribusi D (atau koefisien ekstraksi E).
Partisi zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak dapat campur
menawarkan banyak kemungkinan yang menarik untuk pemisahan analitis. Bila
suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tidak dapat campur, ada
suatu hubungan yang pasti antara konsentrasi zat terlarut dalam dua fasa pada
kesetimbangan. Suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua zairan yang
tidak dapat campur. Sedemikian rupa sehingga angka banding konsentrasai pada
kesetimbangan adalah konstanta pada temperatur tertentu.
Disini aA1 menyatakan aktivitas zat terlarut A dalam fasa 1. tetapan sejati
KDA disebut koefisien distribusi dari spesies A. Bila dua macam pelarut yang
tidak saling bercampur dimasukkan kedalam suatu tempat, maka akan terlihat
suatu batas, dimana hal ini menunjukkan dua pelarut tersebut tidak bercampur.
Jika solut yang dapat bercampur baik dalam pelarut I maupun pelarut II
33
ditambahkan pada kedua pelarut tersebut, maka akan terjadi pembagian solut yang
terdistribusi dalam kedua pelarut tersebut. Prinsip tersebut diatas dapat
diaplikasikan pada metode pemisahan senyawa kimia yaitu ekstraksi yang
menggunakan prinsip perbedaan kelarutan senyawa diantara dua pelarut tak
bercampur. Salah satu jenis ekstraksi yaitu cair-cair yang menggunakan pelarut
yang sama fasanya yaitu cair.
Solut yang terdistribusi pada kedua pelarut mempunyai harga potensial
kimia (µ) sebagai berikut:
µi = µi + RT ln ai dimana ai adalah aktivitas solut dalam pelarut
Pada saat kesetimbangan kecepatan solut yang keluar dari pelarut yang
satu sama dengan kecepatan solut yang keluar ke pelarut yang lain sehingga
potensial kimia pada kedua pelarut sama.
µi = µii
µi = µi + RT ln ai = µii + RT ln aii
Koefisien partisi atau koefisien distribusi K adalah x’/x. Dimana x’ dan x
adalah fraksi mol solut pada kedua pelarut. Perumusan tersebut berlaku selama
berat molekul solut sama pada kedua pelarut. Bila berat molekul tidak sama akibat
terjadinya asosiasi dan desosiasi solut di dalam salah satu pelarut. Sehingga untuk
mendapatkan koefisien distribusi konstan diperlukan modifikasi pada kaidah
sederhana tersebut. Misal suatu solut C mempunyai molekul normal dalam pelarut
I tetapi dalam pelarut II solut C berasosiasi membentuk senyawa komplek Cn
nC Cn
(dalam pelarut I air) (dalam pelarut II organik)
Dimana,
C = konsentrasi dalam mol
(Underwood, 1998).
Ekstraksi meliputi distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang tidak
dapat campur. Pelarut umum dipakai adalah air dan pelarut organik lain seperti
CHCl3, eter atau pentana. Garam anorganik, asam-asam dan basa-basa yang dapat
34
larut dalam air bisa dipisahkan dengan baik melalui ekstraksi ke dalam air dari
pelarut yang kurang polar. Ekstraksi lebih efisien bila dilakukan berulang kali
dengan jumlah pelarut yang lebih kecil daripada jumlah pelarutnya banyak tetapi
ekstraksinya hanya sekali
(Arsyad, 2001).
Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi bertahap,
ekstraksi kontinyu, dan ekstraksi counter current. Ekstraksi bertahap merupakan
cara yang paling sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan pelarut
pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula kemudian dilakukan
pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi yang akan diekstraksi
pada kedua lapisan, setelah ini tercapai lapisan didiamkan dan dipisahkan.
Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada pada banyaknya ekstraksi yang
dilakukan. Hasil yang baik diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan
berulang kali dengan jumlah pelarut sedikit-sedikit.
Harga K berubah dengan naiknya konsentrasi dan temperatur. Harga K
tergantung jenis pelarutnya dan zat terlarut. Menurut Walter Nersnt, hukumdiatas
hanya berlaku bila zat terlarut tidak mengalami disosiasi atau asosiasi,hukum di
atas hanya berlaku untuk komponen yang sama.Hukum distribusi banyak dipakai
dalam proses ekstraksi, analisis dan penentuan tetapan kesetimbangan. Dalam
laboratorium ekstraksi dipakai untuk mengambil zat-zat terlarut dalam air dengan
menggunakan pelarut- pelarut organik yang tidak bercampur seperti eter, CHCl3,
CCl4, dan benzene. Dalam industri ekstraksi dipakai untuk menghilangkan zat-zat
yang tidak disukai dalam hasil, seperti minyak tanah, minyak goreng
dansebagainya.
Hukum Distribusi Nernst menyatakan bahwa solut akan mendistribusikan
diri di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur,sehingga setelah
kesetimbangan distribusi tercapai, perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua
fasa pelarut pada suhu konstan akan merupakan suatu tetapan, yang disebut
koefisien distribusi (KD), jika di dalam kedua fasa pelarut tidak terjadi reaksi-
reaksi apapun. Akan tetapi, jika solut di dalam kedua fasa pelarut mengalami
reaksi-reaksi tertentu seperti assosiasi,dissosiasi, maka akan lebih berguna untuk
35
tertentu, kelarutan dinyatakan dalam mililiter pelarut yang dapat melarutkan suatu
gram zat, pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat
fisika dan kimia zat-zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsipnya obat
diabsorbsi setelah zat aktifnya larut dalam cairan tubuh sehingga salah satu usaha
mempertinggi efek farmakologinya dari sediaan adalah dengan menaikkan
kelarutan zat aktifnya.
Perlu diketahui bahwa perbandingan kelarutan ini dipengaruhi juga oleh
beberapa faktor seperti yang telah disinggung seperti faktor suhu. Faktor lain yang
berpengaruh adalah pH larutan. Hubungan ini dapat terlihat sebagai berikut :
[HA]w = C/Kq + 1 + Ka /[H3O+] ………………………………………………(2.8)
Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena distribusi adalah pengaruh
sifat kelarutan bahan obat terhadap distribusi menunjukkan antara lain bahwa
senyawa yang larut baik dalam bentuk lamak terkonsentrasi dalam jaringan yang
mengandung banyak lemak sedangkan sebaliknya zat hidrofil hampir tidak
diambil oleh jaringan lemak karena itu ditentukan terutama dalam ekstrasel.
(Khopkar, 1990)
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Corong Pemisah 250 ml 2 Buah
2. Erlenmeyer 250 ml 4 Buah
3. Buret 1 Buah
4. Pipet Volume 25 ml 1 Buah
5. Pipet Volume 10 ml 1 Buah
6. Pipet Tetes 1 Buah
3.1.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Larutan CH3COOH 1,15 N dan 2,4 N
2. Larutan NaOH
3. Kloroform
4. Indikator PP
37
38
4.1 Hasil
Tabel 4.1 Hasil percobaan distribusi zat terlarut antara dua pelarut yang
tidak bercampur
Volume (ml) NaOH untuk Volume (ml) NaOH untuk
Konsentrasi sampel
titrasi CH3COOH tanpa titrasi CH3COOH dengan
CH3COOH
kloroform kloroform
I II Rata-rata I II Rata-rata
4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan dengan dua konsentrasi yang berbeda yaitu
larutan CH3COOH 1,15 N dan 2,4 N yang masing-masing ditambahkan dengan
kloroform dan dimasukkan kedalam corong pemisah. Setelah itu dikocok selama
20 menit secara homogen agar terjadi kesetimbangan konsentrasi pada zat yang
akan diekstraksi pada kedua lapisan larutan tersebut. Apabila pada larutan ini
dilakukan ekstraksi bertahap bila dua pelarut yang tidak saling bercampur maka
dimasukkan solute yang dapat larut dan akan terjadi pembagian dua lapisan
CH3COOH dan kloroform dicampurkan akan terjadi penurunan temperatur maka
larutan akan terasa dingin dan apabila dilakukan pengocokan dapat menghasilkan
gas.
Gas yang terbentuk berasal dari kloroform yang senyawanya mudah
menguap. Setelah dikocok lalu didiamkan selama 10 menit agar terbentuk dua
lapisan, setelah terpisah lalu diambilkan larutan asam asetat 10 ml kemudian
dititrasi dengan NaOH. Titrasi dilakukan untuk mengetahui besar massa yang
terdistribusi pada pelarut organik dan air. Maka reaksi yang dihasilkan adalah:
CH3COOH + H2O → CH3COO- + H3O+
39
40
5.2 Saran
Dalam menjalankan praktikum sebaiknya para praktikan menggunakan
sarung tangan dan teliti saat melakukan titrasi agar nilai K yang didapat tidak
terlalu jauh berbeda.
41
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, M. N. 1997. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia. Jakarta
Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif
Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Bird, Tony. 1987. Kimia Fisika Untuk Universitas. Jakarta; Gramedia
Dogra & Dogra. 1985. Kimia Fisika dan Soal-soal. Jakarta: UI-Press
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
Sukarjo. 1985. Kimia Fisika. Bandung: Bina Aksara
Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Mikro dan Semimikro.
PT. Kalman Media Pustaka. Jakarta
Underwood, A. L dan Day A. R. 1990. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
Kelima.Penerbit Erlangga. Jakarta
42
43
KELOMPOK : 3 (Tiga) A2
Hasil Percobaan :
Kosentrasi sampel Volume (ml) NaOH untuk Volume (ml) NaOH untuk
CH3COOH titrasi CH3COOH awal titrasi CH3COOH awal
I II Rata-rata I II Rata-rata
n/C 0,87
K= = = 0,76
C 1,15
Log C1 = -1,397
n/C 0,417
K= = = 0,1737
C 2,4
Log C1 = 1,301
C1 = (0,125 - 0,085) ml
= 0,04 ml
Log C1 = -1,397
C1 = (0,2 - 0,25) ml
= -0,05 ml
Log C1 =1,30
45
LAMPIRAN C
GAMBAR ALAT
NAMA
NO GAMBAR ALAT FUNGSI ALAT
ALAT
46
Revisi 10 juni 2020 47
Revisi 15 juni 2020
Revisi 1 juli 2020
Acc 7 juli 2020
Disusun Oleh:
Kelompok III (A2)
Nurul Syawal 180140040
Andre Hanafi Savalena 180140049
Shafiya Rauzah 180140054
Fikri Ananda Pranata 180140065
Thatia Rahma 180140069
Fioza Ozly Erian 180140075
Susi Yanti 180140135
Evi Maulida 180140136
48
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Senyawa
Senyawa yaitu zat tunggal yang terbentuk dari beberapa unsur dengan
perbandingan massa yang tetap. Sifat senyawa berbeda dengan unsur-unsur
penyusunnya.Bagian terkecil dari senyawa adalah molekul. Berikut adalah sifat-
sifat dari senyawa :
49
50
Zat referensi untuk zat cair dan padat biasanya adalah air, jadi berat molekul
adalah rasio densitas yang ditanyakan terhadap densitas air. Berat jenis gas sering
kali diserahkan pada udara, tetapi mungkin juga mengarah pada gas lain. Agar
anda tepat ketika menunjukkan berat jenis maka nyatakan pada suhu berapa setiap
densitas ditetapkan (Sukardjo, 1989).
Tabel 2.1 Densitas air pada beberapa temperatur
Temperatur(℃) 0℃ 2℃ 4℃ 6℃ 8℃
10 0,9997 0,9995 0,9982 0,9990 0,9986
20 0,9982 0,9978 0,9973 0,9968 0,9963
30 0,9957 0,9951 0,9944 0,9937 0,9930
40 0,9923 0,9915 0,9906 0,9898 0,9889
50 0,9880 0,9870 0,9861 0,9852 0,9842
60 0,9831 0,9821 0,9810 0,9799 0,9788
Sumber : (Smith, 1975)
Dumas menggunakan balon kaca yang tidak terlalu tebal dengan leher
yang runcing sehingga ujungnya muda menutup, lalu dibenamkan di penangas air.
Cairan akan mendidih dan mengusir udara di dalam balon kaca.
2.3.3 Metode Victor Meyer
Metode Victor Meyer digunakan jika cuplikan sangat sedikit dan pada
suasana eksperimen temperatur sangat tinggi. Data suatu eksperimen berdasarkan
metode Victor Meyer sebagai berikut :
1. Suatu cairan sebanyak 0,2 g mendesak 85,0 g mL udara diukur pada suhu
17℃ dan tekanan 750 mmHg. Tekanan uap air pada temperatur 17℃ yaitu
15 mmHg. Massa molekul relatif dihitung :
Volume (V1 ) = 85,0 mL
Temperatur (T1 ) = 17 ℃ = 290 K
Tekanan = 750 mmHg
Tekanan uap air = 15 mmHg
53
Hukum Boyle hanya dapat diaplikasikan pada jumlah mol dan temperatur
konstan, sedangkan hukum Charles hanya pada jumlah mol dan tekanan konstan.
Dari kedua hukum ini tidak jelas bahwa kombinasi keduanya dapat diyakini
keberanannya. Ini adalah hubungan massa gas, volume yang fungsi dari tekanan
dan temperatur.
∂V ∂V
dV=[ ∂P ] dP+ [ ∂T ] dT …………………………………………….(2.5)
T P
(Rusman,2009)
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1.2 Bahan-Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1. Air (H2 O) secukupnya
2. Etanol (C2H5OH) 5 ml
56
57
4.1 Hasil
Adapun hasil dari praktikum ini dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil percobaan Penentuan Berat Molekul Suatu Senyawa
No Hasil Pengamatan Jumlah
1. Massa labu Erlenmeyer 39,36g
2. Massa erlenmeyer, alumunium foil dan karet gelang 40,00g
3. Massa labu erlenmeyer dan air 160,34g
4. Massa erlenmeyer, alumunium foil, karet gelang dan 44g
C2H5OH
5. Massa erlenmeyer, alumunium foil, karet gelang dan 40,18 g
C2H5OH setelah di desikator
6. Massa air 120,98 g
7. Massa C2H5OH 0,18g
8. Suhu penangas air (880C) 361 K
9. Suhu air di Erlenmeyer 28 0C
10. Tekanan atmosfer 1 atm
11. Volume air 0,12142 L
12. Densitas air pada T = 301,15 K g
0,9963 ⁄ 3
cm
13. Berat molekul teoritis g
46 ⁄mol
4.2 Pembahasan
Pada percobaan dilakukan beberapa kali penimbangan labu erlenmeyer
baik sebelum maupun sesudah diisi air dan etanol. Hal ini bertujuan agar kita tepat
mendapatkan massa dari air dan etanol. Percobaan ini digunakan senyawa etanol
sebagai zat yang diukur berat molekulnya karena etanol ini merupakan senyawa
58
59
volatil dengan titik didih 78,37oC. Penentuan berat molekul suatu senyawa pada
percobaan ini menggunakan metode Victor Meyer yaitu suatu metode dengan
temperatur penangas yang tinggi lalu diukur tekanan uap air dan dihubungkan ke
persamaan gas ideal.
Pada prinsipnya, tidak ada massa zat yang hilang ketika kita melakukan
penguapan etanol sesuai dengan hukum kekalan massa. Dengan mengubah cairan
etanol menjadi gas, maka sesuai dengan sifatnya yang mudah berubah maka gas
ini akan menempati seluruh ruang dalam hal ini adalah erlenmeyer, dan kemudian
akan berhenti jika tekanannya sama dengan tekanan di dalam erlenmeyer dengan
tekanan di luar erlenmeyer. Setelah etanol diletakkan di penangas air bersuhu
88℃, maka etanol akan langsung menguap karena suhu penangas air yang telah
melewati titik didih dari etanol. Setelah didiamkan beberapa saat, etanol habis
menguap lalu dikeringkan dan dikondensasi di desikator. Labu tersebut ditimbang
dan didapat massa adalah 40,18 g sehingga massa C2H5OH adalah 0,18 g. Massa
ini digunakan dalam perhitungan berat molekul dalam persamaan gas ideal.
Kita menentukan volume air dari densitas air pada suhu 28℃ yaitu 0,9963
g/cm3 dengan massa dari hasil penimbangan sebesar 120,98 g sehingga didapat
volume air 0,12142 L. Maka didapatkan berat molekul etanol dari persamaan gas
ideal adalah 43,88 g/mol. Ini tentunya tidak sesuai dengan berat molekul etanol
yang didapat dengan melihat massa molekul relatif pada tabel periodik yaitu 46
g/mol sehingga persen kesalahannya adalah 4,6 %. Kesalahan ini diakibatkan oleh
praktikan yang terlalu lama dalam melakukan penimbangan.Pratikan melakukan
beberapa kali penimbangan dikarenakan neraca digital yang sedikit bermasalah
sehingga etanol banyak menguap.Desikator yang silikanya sedikit juga menjadi
faktor kesalahan karena mengakibatkan etanol yang terkondensasi sedikit
sehingga etanol dalam fase cair yang didapat juga sedikit. Etanol ini sedikit
terkondensasi karena tekanan udara parsial uap yang tidak masuk ini sama
dengam tekanan uap cairan etanol pada temperatur kamar.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Berat etanol yang didapat setelah penimbangan adalah 0,18 g.
2. Volume air pada suhu 28℃ adalah 0,12142 L.
3. Nilai berat molekul etanol yang diperoleh pada percobaan adalah sebesar
43,88 g/mol sedangkan nilai berat molekul teoritis dari massa molekul
relatif pada tabel periodik adalah 46 g/mol.
4. Pada perhitungan persen kesalahan maka diperoleh hasil yakni sebesar
4,6%.
5. Faktor yang mempengaruhi persen kesalahan dalam praktikum adalah
terlalu dalam membiarkan erlenmeyer di luar sehingga etanol banyak
menguap dan desikator dengan silika yang tidak bagus sehingga etanol
yang terkondensasi sedikit.
5.2 Saran
Disarankan untuk pratikum selanjutnya dapat menggunakan metode lain
seperti metode Dumas yang lebih mudah secara perhitungan tanpa
menghubungkan dengan persamaan gas ideal. Dan diharapkan berhati-hati agar
dapat menjaga uap dari senyawa volatil tidak ada yang keluar dari labu
erlenmeyer sehingga didapat hasil percobaan yang akurat.
60
DAFTAR PUSTAKA
61
65
62
LAMPIRAN A
DATA PENGAMATAN
KELOMPOK : 3 (Tiga) A2
Hasil Pengamatan:
120,98 g
= 121,42 gr V=
0,9963 g/cm3
= 0,12142 L
V=121,42 cm3
V=0,12142 liter
m.R.T
BM=
p.V
0,18 g ×0,08206 L.atm/ mol.K×361,15 K
BM=
1 atm×0,12142 liter
BM=43,88 g/mol
46−43,88
= x 100%
46
= 4,6%
Penyelesaian:
pV = n.R. T
p.V M
n= R.T V= ρ air
air
120,98 g
V= 0,9963 g/cm3
V=121,42 cm3
V=0,12142 liter
m.R.T
BM= p.V
0,18 g ×0,08206 L.atm/ mol.K×361,15 K
BM= 1 atm×0,12142 liter
BM=43,88 g/mol
64
70
71 65
46 - 43,88
= x100%
46
= 4,6 %
LAMPIRAN C
TUGAS DAN PERTANYAAN
= 33,2 : 10 : 4
= 0,83 : 2,5 :1
RE CHCl3
RM ( CHCl3)n
66
72
LAMPIRAN D
GAMBAR ALAT
67
68
Disusun Oleh:
Kelompok III (A2)
Kata Kunci: Cairan volatil, Energi aktivasi, Penguapan, Titik didih dan Suhu.
BAB I
PENDAHULUAN
70
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
71
72
2.2 Tekanan
Reaksi yang melibatkan fase gas, kecepatan reaksinya berbanding lurus
dengan kenaikan tekanan dimana faktor tekanan ini ekivalen dengan konsentrasi
gas.
2.3 Orde reaksi
Orde reaksi menentukan seberapa besar konsentrasi reaktan berpengaruh
pada kecepatan reaksi. Orde suatu reaksi ialah jumlah semua komponen dari
konsentrasi persamaan laju. Jika laju suatu reaksi kimia berbanding lurus dengan
pangkat satu konsentrasi dari hanya satu pereaksi, maka reaksi itu dikatakan
sebaai reaksi orde pertama. Jika laju reaksi itu berbanding lurus dengan pangkat
dua suatu pereaksi, maka reaksi itu disebut reaksi orde dua. Suatu reaksi dapat
bereode ketiga atau mungkin lebih tinggi lagi, tetapi hal itu sangat jarang.
2.4 Suhu
Pada umumnya reaksi akan berlangsung lebih cepat apabila suhu
dinaikkan. Kenaikkan suhu menyebabkan energi kinetik molekul-molekul zat
yang bereaksi akan bertambah sehingga akan lebih banyak molekul yang
memiliki energi sama atau lebih besar dari Ea. Dengan demikian lebih banyak
molekul yang dapat mencapai keadaan transisi atau dengan kata lain kecepatan
reaksi menjadi besar. Kenaikkan suhu bukan hanya menyebabkan molekul-
molekul lebih sering bertabrakan tetapi juga bertabrakan dengan dampak yang
lebih besar karena bergerak lebih cepat. Pada suhu yang ditinggikan,
persentase tabrakan yang mengakibatkan reaksi kimia akan lebih besar, karena
semakin banyak molekul yang memiliki kecepatan lebih besar dan memiliki
energi yang cukup untuk bereaksi.
2.5 Katalisator
Katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan
maksud memperbesar kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam
reaksi tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen, dengan kata
lain pada akhir reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah
yang sama seperti sebelum reaksi.
73
a. Energi Aktivasi
Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi
kimia agar dapat berlansung. Energi aktivasi memiliki simbol Ea dengan E
menotasikan energi dan a yan ditulis subscript menotasikan aktivasi. Kata
aktivasi memiliki makna bahwa suatu reaksi kimia membutuhkan tambahan
energi untuk dapat berlansung. Istilah energi aktivasi (Ea) pertama kali
diperkenalkan oleh Svante Arrhenius dan dinyatakan dalam satuan kJ/mol
(Respati, 1992).
Hubungan antara energi aktivasi dan koefisien laju reaksi dapat dilihat
dari rumusan yang disebut persamaan Arrhenius. Persamaannya sebagai
berikut:
k = Ae-Ea/RT………………………….…………………………………………(2.2)
Ea = -RT ln(k/A) …………………………………………………………...……(2.3)
Keterangan:
k = tetapan laju reaksi
A = tetapan Arrhenius
Ea = energi aktivasi (kJ/mol)
R = konstanta gas universal (8314,34 J/kg mol K)
T = suhu (K)
b. Pengertian Penguapan
Penguapan atau evaporasi adalah proses perubahan molekul didalam
keadaan cair dengan spontan menjadi gas. Proses ini adalah kebalikan dari
kondensasi. Umumnya penguapan dapat diliat dari lenyapnya cairan secara
berangsur-angsur ketika terpapar pada gas dengan volume signifikan.
74
9. Udara
Pada saat pakaian basah dijemur, proses pengeringan tidak sepenuhnya
dilakukan oleh sinar matahari. Akan tetapi juga dibantu oleh adanya angin yang
meniup pakaian sehingga angin tersebut membawa molekul-molekul air keluar
dari pakaian dan pakaian menjadi cepat kering.
10. Tekanan
Pengurangan tekanan udara pada permukaan zat cair bearti jarak antar
partikel udara diatas zat cair tersebut menjadi lebih rendah. Dengan memperkecil
tekanan udara pada permukaan zat, berakibat jarak antar molekul udara menjadi
besar. Hal ini mengakibatkan molekul-molekul pada permukaan zat cair akan
berpindah ke udara diatasnya sehingga mempercepat proses penguapan. Hal yang
sering terjadi disekitar kita adalah jika kita memasak air didataran tinggi akan
lebih cepat mendidih dari pada ketika kita memasak didataran rendah.
11. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor-faktor yang mempengaruhi penguapan,
besarnya suhu menyebabkan penguapan semakin besar pula. Suhu juga akan
mempengaruhi harga konstanta suatu penguapan. Pada umumnya penguapan lebih
cepat apabila suhu dinaikkan, dengan menaikkan suhu maka energi kinetik
molekul-molekul zat yang bereaksi akan bertambah.
c. Klorofrom
Klorofrom adalah zat kimia relatif non-relatif yang digunakan dalam
berbagai laboratorium untuk pekerjaan penelitian, industri seperti pewarna,
pestisida dan obat-obatan. Klorofrom disebut juga halofrom karena brom dan klor
juga bereaksi dengan metil keton yang menghasilkan masing-masing bromofrom
(CBHr3) dan klorofrom (CHCl3).
Senyawa klorofrom adalah senyawa haloalkana yang mengikat tiga atom
halogen klor pada rantai C-nya. Senyawa klorofrom dapat dibuat dengan bahan
dasar berupa senyawa organik yang memiliki gugus metil yang terikat pada atom
C karbonil atau atom C hidroksi yang direaksikan dengan pereaksi halogen dalam
hal ini klor (Cl2). Beberapa senyawa yang dapat menghasilkan klorofrom yaitu
etanol, butanol, propanol, propanon dan 2-butanon (Brady, 1999).
d. Etanol
Etanol adalah cairan tak bewarna yanyang mudah menguap dengan aroma
yang khas. Ia terbakar tanpa asap dengan lidah api bewarna biru yang kadang-
kadang tidak dapat terlihat pada cahaya biasa. Sifat-sifat etanol utamanya
dipengaruhi oleh keberadaan gugus hidroksil dan pendeknya rantai karbon etanol.
77
3.1.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1. Kloroform 99%
2. Etanol 99%
a. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan ini adalah:
a. Cawan porselin diletakkan diatas kaki tiga, dan dipanaskan.
b. Diamati Suhu hingga suhu cawan 35oC, kemudian diteteskan 3 tetes
kloroform didalamnya.
c. Dicatat waktu masing-masing yang diperlukan agas cairan tersebut
menguap sampai habis.
d. Diulangi langkah (2) dan (3) dengan temperatur cawan, 40˚C, 45˚C, 50˚C,
55˚C, dan 60˚C dan diikuti langkah (4).
e. Diulangi dengan menggantikan kloroform dengan etanol.
f. Pada setiap percobaan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali.
78
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil yang didapat dalam percobaan ini ditunjukkan pada Tabel
4.1, 4.2, 4.3 dan 4.4
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan pada etanol
T (K) T (oC) t1 (s) t2 (s) t3 (s) t rata-rata (s)
308,15 35 40 39 38 39,000
313,15 40 35 36 37 36,000
318,15 45 20 22 25 22,333
323,15 50 15 18 18 17,000
328,15 55 10 11 11 10,667
333,15 60 5 5 7 5,667
79
80
4.2 Pembahasan
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan energi pengaktifan dari suatu
zat volatil. Zat volatil yang digunakan adalah etanol dan kloroform. Kedua zat
volatil ini diuapkan dengan berbagai suhu di cawan porselin. Dimulai dari suhu
35oC, 40oC, 45oC, 50oC, 55oC, dan 60oC. Kemudian dikonversi menjadi
308,15oK, 313,15 oK, 318,15 oK, 323,15 oK, 328,15 oK, dan 333,15 oK. Percobaan
pertama dengan menggunakan zat volatil Etanol (C2H5OH) yang ditetesi sebanyak
2 tetes kedalam cawan porselin yang sebelumnya telah dipanaskan dengan
menggunakan spiritus sampai mencapai suhu percobaan yang diinginkan. Waktu
rata-rata yang diperoleh untuk menguapkan cairan volatil etanol pada suhu 35oC
yaitu 39 detik, pada suhu 40 oC yaitu 36 detik, pada suhu 45 oC yaitu 22,333 detik,
pada suhu 50 oC yaitu 17 detik, pada suhu 55 oC yaitu 10,667 detik, dan pada suhu
60 oC yaitu 5,667 detik. Nilai energy aktivasi Etanol sebesar 65,678 kJ/mol.
Grafik perbandingan antara ln K vs 1/T pada Etanol sebagai berikut:
81
-1.5
-2
y = -7923.8x + 21.848
-2.5 R² = 0.9522
ln K
-3
-3.5
-4
0.00295 0.003 0.00305 0.0031 0.00315 0.0032 0.00325 0.0033
1/T
-1
-1.5
y = -9312.8x + 26.531
R² = 0.9624
-2
ln K
-2.5
-3
-3.5
-4
0.00295 0.003 0.00305 0.0031 0.00315 0.0032 0.00325 0.0033
1/T
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan bahwa kloroform lebih cepat bereaksi
sedangkan energi aktivasinya lebih besar daripada etanol yaitu kloroform sebesar
77,427 kJ/mol dan etanol 65,678 kJ/mol dan yang mempengaruhi antara senyawa
yang mudah menguap adalah titik didih larutan.
5.2 Saran
83
DAFTAR PUSTAKA
Brady, James E. 1999. Kimia Universitas Jilid I Edisi Kelima. Jakarta: Binarupa
Aksara
Holliday dan Resnick. 1978. Fisika Jilid I. Jakarta: Erlangga
Petrucci. 1987. Kimia Dasar Prinsip Terapan Modern Jilid 2 Edisi Keempat.
Jakarta: Erlangga
Respati. 1992. Dasar-dasar I Ilmu Kimia untuk Universitas. Yogyakarta: Rineka
Cipta
84
85
KELOMPOK : 3 (Tiga) A2
Hasil Pengamatan:
328,15 55 6 8 7 7,000
333,15 60 3 3 4 3,333
32 + 34 + 31
a.
3
= 32,333
28 +26 + 29
b.
3
= 27,667
17+ 18 +17
c.
3
= 17,333
11 + 12 + 10
d. = 11
3
6+8+7
e.
3
=7
87
88
3+3+4
f. = 3,333
3
4. Nilai 1/t dari etanol :
1
a.
39
= 0,02564
1
b.
36
= 0,02778
1
c.
22,333
= 0,04478
1
d.
17
= 0,05882
1
e.
10,667
= 0,03975
1
f.
5,667
= 0,17647
Perhitungan harga K:
B =intercept = ln A = 21,848
90
A = exp (21,848)
= 3079398122
K untuk T 308.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (3079398122) exp (51.822)/(8.314)(308.15)
=3159608929
K untuk T 313.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (3079398122) exp (51.822)/(8.314)(313.15)
= 3158311950
K untuk T 318.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (3079398122) exp (51.822)/(8.314)(318.15)
= 3157056244
K untuk T 323.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (3079398122) exp (51.822)/(8.314)(323.15)
= 3155839873
K untuk T 328.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (3079398122) exp (51.822)/(8.314)(328.15)
= 3154661017
K untuk T 333.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (3079398122) exp (51.822)/(8.314)(333.15)
91
= 3153517967
Perhitungan harga K:
B = intercept = ln A = 26,531
A = exp (26,531)
= 3,32864E+11
K untuk T 308.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (3,32864E+11) exp (89.051)/(8.314)(308.15)
= 3,43077E+11
K untuk T 313.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (3,32864E+11)exp (89.051)/(8.314)(313.15)
= 3,42912E
K untuk T 318.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (3,32864E+11) exp (89.051)/(8.314)(318.15)
= 3,4275E+11
K untuk T 323.15 :
92
K = Ae(-Ea/RT)
= (3,32864E+11) exp (89.051)/(8.314)(323.15)
= 3,42596E+11
K untuk T 328.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
=(3,32864E+11)exp (89.051)/(8.314)(328.15)
= 3,4244E+11
K untuk T 333.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (3,32864E+11) exp (89.051)/(8.314)(333.15)
= 3,423E+11
LAMPIRAN C
TUGAS DAN PERTANYAAN
K untuk T 308.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (3079398122) exp (51.822)/(8.314)(308.15)
=3159608929
K untuk T 313.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (3079398122) exp (51.822)/(8.314)(313.15)
= 3158311950
K untuk T 318.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (3079398122) exp (51.822)/(8.314)(318.15)
= 3157056244
K untuk T 323.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (3079398122) exp (51.822)/(8.314)(323.15)
= 3155839873
K untuk T 328.15 :
93
94
K = Ae(-Ea/RT)
= (3079398122) exp (51.822)/(8.314)(328.15)
= 3154661017
K untuk T 333.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (3079398122) exp (51.822)/(8.314)(333.15)
= 3153517967
K untuk T 308.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (25970957230206) exp (89.051)/(8.314)(308.15)
= 26889557187802
K untuk T 313.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (25970957230206)exp (89.051)/(8.314)(313.15)
= 26874636522894
K untuk T 318.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (25970957230206) exp (89.051)/(8.314)(318.15)
= 26860193991172
K untuk T 323.15 :
95
K = Ae(-Ea/RT)
= (25970957230206) exp (89.051)/(8.314)(323.15)
= 26846205795579
K untuk T 328.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
=(25970957230206)exp (89.051)/(8.314)(328.15)
= 26832650830981
K untuk T 333.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (25970957230206) exp (89.051)/(8.314)(333.15)
= 26819509279483
B = intercept = ln A = 26,531
A = exp (26,531)
= 3,32864E+11
K untuk T 308.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (3,32864E+11) exp (89.051)/(8.314)(308.15)
= 3,43077E+11
K untuk T 313.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (3,32864E+11)exp (89.051)/(8.314)(313.15)
= 3,42912E
K untuk T 318.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (3,32864E+11) exp (89.051)/(8.314)(318.15)
96
= 3,4275E+11
K untuk T 323.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (3,32864E+11) exp (89.051)/(8.314)(323.15)
= 3,42596E+11
K untuk T 328.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
=(3,32864E+11)exp (89.051)/(8.314)(328.15)
= 3,4244E+11
K untuk T 333.15 :
K = Ae(-Ea/RT)
= (3,32864E+11) exp (89.051)/(8.314)(333.15)
= 3,423E+11
Jawab :
-1
y = -7923.8x + 21.848
-2
R² = 0.9522
-3
ln K
-4
-5
-6
-7
0.00295 0.003 0.00305 0.0031 0.00315 0.0032 0.00325 0.0033
1/T
97
-0.5
-1 y = -9312.8x + 26.531
R² = 0.9624
-1.5
ln K
-2
-2.5
-3
-3.5
-4
0.00295 0.003 0.00305 0.0031 0.00315 0.0032 0.00325 0.0033
1/T
y = -7923,8x+21,848
a = -7923,8
a =-Ea/R
Ea = -(a*R)
Ea = -(-a.R)
= - (-7923,8 x 8.314)
= 65,878 kJ/mol
Perhitungan harga A:
B =intercept = ln A = 21,848
A = exp (21,848)
= 3079398122
a = -9312,8
a =-Ea/R
Ea = -(a*R)
Ea = -(-a.R)
= - (-9312,8 x 8.314)
= 77,427 kJ/mol
Perhitungan harga K:
B = intercept = ln A = 26,531
A = exp (26,531)
= 3,32864E+11
Untuk mengambil
Pipet Volume cairan
3. dengan volume tertentu
dengan ketelitian lebih
tinggi
Untuk mengukur
lamanya waktu yang
4. Stopwatch
diperlukan dalam
kegiatan
99
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA
KENAIKAN TEMPERATUR SEBAGAI UKURAN
KECEPATAN REAKSI
Disusun Oleh:
Kelompok III (A2)
Nurul Syawal NIM.180140040
Andre Hanafi Savalena NIM.180140049
Shafiya Rauzah NIM.180140054
Fikri Ananda Pranata NIM.180140065
Thahtia Rahma NIM.180140069
Fioza Ozly Erian NIM.180140075
Susi Yanti NIM.180140135
Evi Maulida NIM.180140136
Kata Kunci : HCl, Kecepatan reaksi, Konsentrasi, Laju reaksi, Serbuk Mg, Suhu
dan Waktu
BAB I
PENDAHULUAN
100
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
101
102
Keterangan :
V = kecepatan reaksi penguapan
dL = penguapan liquid
t = waktu
K = tetapan kesetimbangan
Kata laju mempunyai hubungan dengan selang waktu yang diperlukan jika
selang waktunya singkat bearti lajunya besar. Sebaliknya, jika selang waktunya
panjang maka lajunya kecil. Jadi, laju berbanding terbalik dengan waktu. Reaksi
kimia menyatakan perubahan suatu zat menjadi zat lain, yaitu perubahan suatu
pereaksi menjadi hasil reaksi. Perubahan ini dinyatakan dengan dalam sebuah
persamaan reaksi (Sukardjo, 1986).
103
V1 M1 =V2 M2 …………………………………………………………………..(2.6)
Keterangan :
V1 = Volume larutan pekat
M1 = Molaritas larutan pekat
V2 = Volume larutan encer
M2 = Molaritas larutan encer
(Zemansky,1995)
Tingkat reaksi didefinisikan sebagai jumlah spesifik yang terlibat dalam
reaksi, yaitu spesies yang mempengaruhi kecepatan reaksi. Misalnya : Reaksi
antara serbuk Mg dengan larutan HCl
Mg + 2HCL- → MgCL2 + H2………………………………………………….………………………(2.7)
Karena kecepatan reaksi hanya dipengaruhi oleh ion H+ maka kecepatan
reaksi sama dengan kecepatan pengurangan konsentrasi ion H+, sebagai berikut.
−d(H+ )
V= =k(H+ )……………….…….......………………………...……….....(2.8)
dt
Sejumlah kecil reaksi, semua yang melibatkan laju reaksi jatuh dengan
peningkatan suhu. Ini berarti energi aktivasi negatif. Alasan untuk ini keganjilan
jelas adalah bahwa meskipun k laju konstan memang meningkat dengan
meningkatnya suhu, mekanisme ini seperti yang lain konstan, konstanta
kesetimbangan untuk salah satu langkah mekanistik, juga terlibat dalam
persamaan laju. Ini jatuh dengan meningkatnya suhu. Reaksi nitrogen monoksida
(oksida, nitrat nitrogen (II) oksida) dengan oksigen adalah:
2NO(g) + O2(g) → 2NO2(g)…….........................................................................(2.11)
Seingga tingkat:
k’Kc[NO]2[O2]………………………………………………………………..(2.16)
Ini adalah persamaan laju dikutip dengan k = k'Kc.
Laju reaksi mempunyai hubungan dengan selang waktu. Apabila waktu
yang diperlukan singkat, berarti lajunya besar. Sebaliknya, jika selang waktunya
panjang, dikatakan bahwa lajunya kecil. Jadi, laju berbanding terbalik dengan
waktu. Reaksi kimia menyatakan perubahan suatu zat menjadi zat lain, yaitu
perubahan suatu pereaksi menjadi hasil reaksi. Perubahan ini dinyatakan dalam
sebuah persamaan reaksi (Smith,1999).
3.1.2 Bahan-Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1. HCl (Asam klorida) 0,1 N ; 0,2 N ; 0,3 N ; 0,4 N dan 0,5 N 5 ml
2. Serbuk Mg (Magnesium)
107
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil dari praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil pengamatan kenaikan temperature sebagai ukuran kecepatan
reaksi
Temperatur Pengulangan Waktu
No Konsentrasi (℃) Rata-rata
(N) Awal Akhir I (s) II (s) III (s) (s)
1. 0,1 27 29 13,01 13,37 13,96 13,44
2. 0,2 30 32 10,03 10,01 10,05 10,03
3. 0,3 28 30 04,38 04,32 05,02 04,57
4. 0,4 29 31 03,93 03,25 03,25 03,47
5. 0,5 29 31 01,61 01,95 01,73 01,76
4.2 Pembahasan
Percobaan ini menentukan kecepatan reaksi dengan patokan kenaikan
temperatur pada beberapa konsentrasi yang berbeda dan didapat perbedaan waktu
yang berbeda-beda pula bergantung pada konsentrasinya.
Di konsentrasi HCl 0,1 N naiknya temperatur hingga sebesar 2 ℃
memerlukan waktu 13,01 detik ; 13,37 detik dan 13,96 detik dengan rata-rata
13,44 detik. Kemudian di konsentrasi 0,2 N didapat waktu yang dibutuhkan untuk
temperatur naik adalah 10,03 detik ; 10,01 detik dan 10,05 detik dengan rata-rata
10,03 detik. Pada HCl 0,3 N waktu yang dibutuhkan adalah 04,38 detik ; 04,32
detik dan 05,02 detik dengan rata-rata 04,57 detik dan untuk HCl 0,4 N adalah
03,93 detik ; 03,25 detik dan 03,25 detikdengan rata- rata 03,47. Terakhir untuk
HCl 0,5 N waktu yang dibutuhkan agar temperatur sistem naik sebesar 2℃ adalah
01,61 detik ; 01,95 detik dan 01,73 detik dengan rata-rata 01,73 detik. Kenaikan
temperatur sistem dari temperatur sistem berbeda – beda mulai dari 27ºC ke 29ºC,
30ºC ke 32 ºC, 28 ºC ke 30 ºC, 29 ºC ke 31 ºC, 29 ºC ke 31 ºC. mengikuti
108
109
-0.6
-0.8
-1
-1.2
-1.4
y = 1,2058x - 0,0083
R² = 0,8978
log [H+]
Gambar 4.1 Plot log [H+] versus log 1/trata-rata
110
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Reaksi antara HCl dengan Mg merupakan reaksi eksotermis dengan
naiknya temperatur sistem mengikuti dengan perbedaan konsentrasi di
setiap larutan
2. Semakin tinggi konsentrasi HCl maka akan mempunyai sifat yang semakin
baik untuk melarutkan serbuk Mg serta akan mempercepat waktu yang
dibutuhkan untuk bereaksi yang ditandai singkatnya waktu yang di
butuhkan
3. Peningkatan suhu paling cepat adalah pada HCl 0,5 N dengan waktu rata-
rata adalah 01,76 detik.
4. Percobaan ini sesuai dengan teori tumbukan yang menyatakan bahwa laju
reaksi akan semakin cepat jika tumbukan antarpartikel zat yang bereaksi
lebih banyak.
5. Tetapan kecepatan reaksi baru (k’) yang diperoleh adalah 0,0375.
6. Tingkat reaksi (n) yang diperoleh adalah -0,475.
5.2 Saran
Menganti larutan HCl dengan larutan asam kuat lain nya H2SO4 atau pun
dengan HNO3
111
DAFTAR PUSTAKA
112
113
KELOMPOK : 3 (Tiga) A2
114
115
1
log 1/ t rata-rata(Yi) = log = -1,0008
10,02
3. Pada HCl 0,3 N
t1 = 04,38 detik ; t2 04,32= detik
t1 +t2 04,38 + 04,32
t rata-rata = = = 04,35 detik
2 2
1
log 1/ t rata-rata(Yi) = log = -0,638
04,35
4. Pada HCl 0,4 N
t1 = 03,93 detik ; t2 = 03,25 detik
t1 +t2 03,93 + 03,25
t rata-rata = = = 03,59 detik
2 2
1
log 1/ t rata-rata(Yi) = log = -0,555
03,59
5. Pada HCl 0,5 N
t1 = 01,61 detik ; t2 = 01,95 detik
t1 +t2 01,61+ 01,95
t rata-rata = = = 01,78 detik
2 2
1
log 1/ t rata-rata(Yi) = log = -0,250
01,78
C. Mencari tetapan kecepatan reaksi (k)
1. Pada HCl 0,1 N
+ d[H+ ] -0,1
k [H ] = - dt = = -0,0075 N/s
13,19
2. Pada HCl 0,2 N
+ -0,2
d[H ]
k [H+] = - dt = = -0,0199 N/s
10,02
3. Pada HCl 0,3 N
d[H+ ] -0,3
k [H+] = - dt = = -0,068 N/s
04,35
116
-0.4
log 1/trata-rata
-0.6
-0.8
-1
-1.2
-1.4
y = 1,2058x - 0,0083 log [H+]
R² = 0,8978
Intercept Slope
-0,0083 1,2058
118
LAMPIRAN D
TUGAS DAN PERTANYAAN
Jawab:
1. Kecepatan reaksi adalah banyaknya perubahan mol atau liter suatu zat
yang dapat berubah menjadi zat lain per perubahan waktu.
2. Karena persamaan laju reaksi didefinisikan dalam bentuk konsentrasi
reaktan maka dengan naiknya konsentrasi, maka naik pula kecepatan
reaksinya.
3. Karena, pada percobaan ini yang mempengaruhi kecepatan reaksi adalah
konsentrasi HCl.
4. Menetukan kecepatan reaksi (v)
a. HCl 0,1 N
t = 13,44 det
N x volume
mol =
1
0,1 x 5 mL
= = 0,5 mol
1
0,5 mol
v = = 0,037 mol/det
13,44 det
b. HCl 0,2 N
t = 10,03 det
N x volume
mol =
1
119
120
02 x, 5 mL
= = 1 mol
1
1 mol
v = = 0,099 mol/det
10,03 det
c. HCl 0,3 N
t = 04,57 det
N x Volume
mol =
1
0,3 x 5 mL
= = 1,5 mol
1
1,5 mol
Vv = = 0,32 mol/det
04,57 det
d. HCl 0,4 N
t = 03,47 det
N x volume
mol =
1
0,4 x 5 mL
= = 2 mol
1
2 mol
v = = 0,58 mol/det
03,40 det
e. HCl 0,5 N
t = 01,76 det
N x Volume
mol =
1
0,5 x 5 mL
= = 2,5 mol
1
2,5 mol
v = = 1,420 mol/det
01,76 det
121
0.05
0
0 0.2 0.4 0.6
1/t (s)
-0.05
-0.1
y = -0.6381x + 0.0939
-0.15 R² = 0.8346
-0.2
-0.25
-0.3
LAMPIRAN E
GAMBAR ALAT
NAMA
NO GAMBAR ALAT FUNGSI ALAT
ALAT
6. Mengukur dan
mencampur bahan-bahan
analisa,
7. Menampung larutan,
bahan padat ataupun
cairan,
8. Meracik dan
menghomogenkan
2 Erlenmeyer
(melarutkan) bahan-bahan
komposisi media,
9. Tempat kultivasi mikroba
dalam kultur cair,
10. Tempat untuk
melakukan titrasi bahan
122
123