GROUP M
1. Monica Dwi Yanti Putri 17031010100
2. Titan Obby Pangestu 17031010116
LEMBAR PENGESAHAN
GRUP M :
Kepala Laboratorium
Operasi Teknik Kimia II Dosen Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat – Nya, sehingga kami dapat mentuntaskan Laporan Resmi Operasi Teknik
Kimia I berjudul “Kesetimbangan Uap Cair (VLE)”.
Laporan Resmi berikut merupakan salah satu tugas mata kuliah praktikum
Operasi Teknik Kimia II pada Semester V. Laporan ini disusun berdasarkan hasil
percobaan hingga perhitungan dan dilengkapi dengan berbagai teori dari literatur
serta bimbingan asisten pembimbing yang dilaksanakan pada tanggal 5 September
2019 di Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
Terbentuknya laporan berikut dengan baik, tidak terlewat dari jasa baik
sarana, prasarana, pemikiran maupun kritik dan saran. Sehingga, tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. Ketut Sumada, MS. selaku Kepala Laboratorium Operasi Teknik
Kimia
2. Ibu Lilik Suprianti, ST., MSc. Selaku dosen pembimbing modul
“Kesetimbangan Uap Cair (VLE)”.
3. Seluruh asisten laboratorium yang turut membantu dalam pelaksanaan
praktikum
4. Rekan – rekan mahasiswa yang membantu dalam proses praktikum sampai
pada pembuatan laporan ini
Namun demikian kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih
memiliki banyak kekurangan. Kami hanyalah manusia yang mempunyai banyak
kesalahan. Oleh karena itu, kami berterima kasih apabila ada saran dan kritik yang
sifatnya membangun demi penyempuraan makalah ini.
Akhir kata semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk kami sebagai
penyusunan laporan dan para pembaca pada umumnya,. Tim penyusun berharap
semoga makalah ini dapat dimanfaatkan sebaik – baiknya.
Penyusun
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN…......................................................................................i
KATA
PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI…...........................................................................................................iii
INTISARI ....................................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
IV.2 Tabel
Perhitungan........................................................................................15
IV.3 Grafik..........................................................................................................16
IV.4 Pembahasan.................................................................................................17
V.1 Kesimpulan..................................................................................................1
9
V.2 Saran ...........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA…............................................................................................20
APPENDIX….............................................................................................................21
INTISARI
Pada percobaan ini dilakukan dengan variabel fraksi etanol 0,1 ; 0,2 ; 0,3 ; 0,4 ;
0,5 ; 0,6 ; 0,7; ;0,8 ; 0,9. Hasil dari percobaan kesetimbangan uap-cair / VLE adalah
sebagai berikut. Berdasarkan percobaan didapatkan suhu kesetimbangan etanol-air
pada masing-masing fraksi etanol 0,1 ; 0,2 ; 0,3 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6 ; 0,7; ;0,8 ; 0,9
berturut-turut yaitu 97 oC, 95,3oC, 92,4 oC, 90,2 oC, 87 oC, 85,2 oC, 83,5 oC, 81,8 oC,
dan 80,35 oC. Menggunakan grafik antara ln γ1, ln γ2, dan GE/RT.x1.x2 didapatkan
nilai parameter A12 = 3,1705x10-5 dan A21 = 0.673383. Pada Persamaan Margules
didapatkan koefisien aktivitas pada pada masing-masing fraksi etanol 0,1; 0,2 ; 0,3 ;
0,4 ; 0,5 ; 0,6 ; 0,7 ;0,8 ; 0,9 berturut-turut pada γ1 yaitu 1,0626; 1,1142; 1,1539;
1,20338; 1,21028; 1,21589; 1,2189; 1,1586; dan 1.06165. Dan pada γ2 yaitu 0,998 ;
0,9947 ; 0,9899 ; 0,9805 ; 0,9786 ; 0,97704 ;0,97605 ; 1,0241 ; dan 1,2208. Suhu
kesetimbangan etanol-air berbanding terbalik dengan fraksi etanol. Semakin besar
fraksi etanol maka suhu kesetimbangannya semakin rendah karena semakin dekat
dengan titik didih dari etanol. Semakin besar fraksi etanol maka semakin rendah
densitasnya karena etanol memiliki densitas lebih rendah daripada air.
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bunyi dari hokum Raoult adalah “tekanan uap larutan ideal dipengaruhi oleh
tekanan uap pelarut dan fraksi mol zat terlarut yang terkandung dalam larutan
tersebut”. Hukum Raoult sangat penting mempelajari sifat dan karakteristik fisik dari
larutan seperti menghitung jumlah molekul dan memprediksi massa molar suatu zat
(Mr). terdapat dua buah asumsi yang diperlukan untuk mengurangi perhitungan VLE
menjadi hokum Roult adalah fasa uap yang ideal. Fase cair merupakan solusi yang
ideal. Asumsi yang pertama menyatakan bahwa hokum Raoult hanya dapat
diaplikasikan untuk tekanan rendah hinga sedang. Untuk yang kedua menyatakan
bahwa ia dapat memiliki validitas hanya ketika spesies yang menggunakan system
serupa secara kimiawi. Hanya gas ideal yang berfungsi sebagai standar yang dapat
dijadikan perilaku solusi dibandingkan. Jadi campuran isomer seperti ortho, metha,
dan para-xylene.
Ekspresi matematika yang mencerminkan dua asumsi yang tercampur dan yang di
dalamnya memberikan ekspresi kuantitatif pada hokum Raoult adalah
y i P=x i Pisat (i=1,2,………N) ………………………………(1)
Keterangan :
x i=mol fase cair
y i=mol fase uap
P=tekanan sebagian spesies
sat
p =tekanan uap spesies murni i pada temperatur dari system
B. Hukum Henry
Bunyi hukum Henry “Air membutuhkan, gas terkondensasi, dengan satu, dua,
atau lebih tambahan atmosfer, suatu kuantitas dimana, biasanya dikompresi, akan
sebanding dengan dua kali, tiga kali lipat, volume yang diserap di bawah tekanan
umum atmosfer”. Dengan kata lain, jumlah gas yang terlarut sebanding dengan
tekanan parsial dalam fase gas. Faktor kesebandingannya disebut sebagai konstanta
hukum Henry.
Hukum Henry, diterapkan disini untuk tekanan yang cukup rendah dimana
fase uap dapat diasumsikan sebagai gas ideal. Untuk spesies hadir sebagai zat terlarut
yang sangat encer dalam fase cair, Hukum Henry kemudian menyatakan bahwa
tekanan parsial spesies dalam fase vapor adalah berbanding lurus dengan fraksi mol
fase cairnya. Demikian
y i P=x i H i ……………………………………….. (2)
Keterangan
Hi = konstanta henry
Dalam setiap kasusnya nama menunjukkan jumlah yang akan dihitung baik
BUBL point dan DEW point pada P atau T. Dengan demikian kita harus menentukan
fase cair atau komposisi fase uap dan P atau T, dengan demikian menetapkan
1+( N −1) atau aturan fasa N variable, tepatnya jumlah derajat kebebasan F yang
dibutuhkan oleh aturan fasa. Prosedur umum untuk solusi masalah VLE menjadi jelas
melalui perhitungan kesederhanaan relative. Karena difokuskan pada penerapan
hukum Roult dikarenakan yakni ∑ i yi =1 yang selanjutnya dapat dirumuskan
P=∑ xi Psat
i ……………………………………… (3)
i
II.1.5 Fugasitas
Fugasitas adalah kecenderungan untuk berubah yang dapat diukur dengan
kuantitas. Pada keadaan setimbang property-properti yang teramati tidak boleh
berubah terhadap waktu. Sehingga property-properti intensif atau potensial
termodinamikanya (suhu, tekanan, potensial kimia) sama dalam suatu system. Untuk
fluida nyata, persaman analog yang mendefinisikan f i
Gi=⎾ i (T ) + RT ln f i…………………………… (4)
Dengan f i adalah fugasitas zat murni i. jika persamaan fugasitas untuk zat murni i
dalam keadaan garis ideal dikurangi persamaan analog untuk fluida nyata
menghasilkan persamaan
fi
Gi−Gigi =RT ln
P
Persamaan Gi−Gigi adalah energy Gibbs residual, GiR maka
R
G i =RT ln ∅ i
fi
Dimana rasio merupakan property baru yang disebut koefisien fugasitas dengan
P
symbol ∅
fi
∅ i= ……………………………………… (5)
P
Untuk persamaan dibawah ini dapat langsung digunakan untuk menghitung koefisien
fugasitas zat murni I dengan menggunakan persamaan dalam bentuk volume explicit
p
dp
ln ∅i=∫ ( z i −1 ) (T konstan)
o p
Contoh persamaan keadaan dalam bentuk volume explicit adalah persamaan viral dua
suku
Bi P
z i−1=
RT
Karena Bi hanya tergantung dari temperature, maka
Bi p
ln ∅i= ∫ dp(T konstan)
RT o
Bi p
ln ∅i= ∫ dp
RT o
Untuk persamaan keadaan kubik yang merupakan persamaan yang berbentuk P
eksplisit menggunakan rumus
ln ∅i=Z i−1−ln ( Z i−Bi ) −qi Li
Berikut ini koefisien fugasitas senyawa murni dari beberapa persamaan keadaan :
1. Van de Waals
RT a
P= − 2 …………………………………… (6)
V −b V
ln ∅i=Z−1−
a
RTV ( ( ))
−ln Z 1−
b
v
…………………………. (7)
2. Virial
B C
Z=1+ + ………………………………….(8)
V V2
( ) ( )
2
P (C−B ) P
2
( D−3 BC + 2 B2 ) P 3
ln ∅i=B + + ………………… (9)
RT 2 RT 3 RT
3. Redlich-Kwong
RT a
P= − 0.5 ……………………………..(10)
V −b T V (V + b)
ln ∅i=Z−1− Z 1−( ( ))
b
V
−
a
bR T
4.5
b
( )
ln 1+ ……………….(11)
V
4. Soave-Redlich-Kwong
RT a∝
P= − …………………………….(12)
V −b V (V +b)
ln ∅=Z−1−ln Z 1−
( ( )) b
V
−
a∝
bRT ( )
b
ln 1+ …………….(13)
V
5. Peng-Robinson
RT a∝
P= − 2 …………………………….(14)
V −b V + 2bV −b2
( ( ))
ln ∅=Z−1−ln Z 1−
b
V
−
a∝
2 √ 2 bRT
ln ( )
V +2.414 b
V −0.414 b
……..(15)
( ) ai =
f 0i
fi
…………………………………(16)
Sedangkan koefisien aktifitas adalah bilangan tak berdimensi yang bias mewakili
aktifitas pada P dan T tertentu
ai fi
Y i= = 0 …………………………………(17)
xi xi f i
(Smith, 2005)
II.1.9 Azeotrop
Gambar 1. Azeotrop
Azeotrop adalah campuran dari dua atau lebih cairan sedemikian rupa
sehingga komponen yang tidak dapat diubah dengan distilasi sederhana. Pada
industry petrokimia, banyak sekali dijumpai campuran-campuran azeotrope, dimana
distilasi konvensial tidak dapat dipakai untuk memisahkan campuran tersebut menjadi
senyawa-senyawa murni penyusunnya (Sutijan,2004).
' A '12 x 1 −2
ln γ 1= A [1+
12 ] ……………………...(23)
A '12 x 2
' −2
' A 21 x 1
ln γ 2= A [1+
21 '
] ……………………...(24)
A 21 x 2
ln γ 1=−ln ( x1 + A12 x2 ) + x 2
( A 12
+
A 21
)
x 1+ A 12 x 2 x 1 + A21 x 2
……(25)
ln γ 2=−ln ( x2 + A 21 x1 ) + x 1
( A 12
+
A 21
)
x 1+ A 12 x 2 x1 + A21 x2
…....(26)
( ( ) ) ( ( ) )
2 2 2 2
2 G21 G12 τ 12 G21 G12 τ 12
ln γ 1=x τ 21
2 + ln γ 2=x 21 τ 21 +
x 1+ x 2 G21 x 2+ x 1 G12 x 1+ x2 G21 x 2+ x 1 G12
II.2.Sifat Bahan
II.2.1. Aquadest
A. Sifat Fisika
1) Fase cair
2) Densitas 1 gr/ml
3) Titik didih 100oC
4) Warna bening
B. Sifat Kimia
1) Rumus molekul H2O
2) Berat molekul 18,02 gr/mol
3) Tidk korosif
4) Tidak mudah terbakar
(Perry, 1997 “Water”)
C. Fungsi: Sebagai pelarut
II.2.2. Etanol
A. Sifat Fisika
1) Fase cair
2) Tidak bewarna
3) Titik didih 76oC
4) Tidak bewarna
B. Sifat Kimia
1) Rumus molekul C2H5OH
2) Berat molekul 46,07 gr/mol
3) Mudah terbakar
4) Larut dalam air
(Perry, 1997 “Ethyl Alcohol”)
C. Fungsi: Sebagai bahan yang diamati dalam percobaan.
II.3. Hipotesa
Larutan etanol-air berada pada suhu kesetimbangan 78-100oC dan azeotrope
terjadi pada komposisi 95,63% etanol dan 4,37% air (berat).
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Rangkaian Alat
Keterangan:
A = Boiling still
B = Condenser
C = Chock
D = Kondensat
H = Heater
T = Termocouple
[ ]
−2
A 12 x 1
ln γ 1= A 12 1+
A 21 x 2
[ ]
−2
A 21 x 2
ln γ 2= A 21 1+
A 12 x 1
IV.2 Pembahasan
Kesetimbangan dapat diartikan suatu keadaan dimana tidak terjadi
perubahan sifat makroskopis dari sistem terhadap waktu. Kesetimbangan uap-cair
dapat ditentukan ketika ada variabel yang tetap (konstan) pada suatu waktu
tertentu. Saat kesetimbangan model ini, kecepatan antara molekul-molekul
campuran yang membentuk fase uap sama dengan kecepatan molekul-molekulnya
membentuk cairan kembali.
Larutan biner adalah larutan yang mengandung dua komponen yaitu
komponen zat terlarut dan komponen pelarut. Larutan biner memiliki beberapa
sifat yakni homogen, tidak mempunyai entalpi pencampuran dan tidak ada
volume pencampuran. Larutan ideal adalah larutan yang gaya tarik menarik
molekul-molekul komponennya sama dengan gaya tarik menarik antara molekul
dari masing-masing komponennya. Larutan zat A dan B jika bersifat ideal, maka
gaya tarik antara molekul A dan B, sama dengan gaya tarik antara molekul A dan
A atau antara B dan B. Semua komponen dalam larutan ideal (pelarut dan zat
terlarut) mengikuti hukum Raoult pada seluruh selang konsentrasi.
Azeotrop adalah campuran dengan komposisi yang konstan pada tekanan
tertentu. Jika tekanan total diubah, baik titik didih maupun komposisi azeotrop
juga akan berubah. Azeotrop bukan merupakan suatu senyawa pasti yang
komposisinya konstan pada seluruh range temperatur dan tekanan, tetapi
merupakan suatu campuran yang dihasilkan dari interaksi gaya intermolekuler
dalam larutan. Kondisi ini terjadi karena ketika azeotrop di didihkan, uap yang
dihasilkan juga memiliki perbandingan konsentrasi yang sama dengan larutannya
semula akibat ikatan antar molekul pada kedua larutannya.
Percobaan yang telah dilakukan tentang kesetimbangan uap cair pada
sistem biner bertujuan untuk mendapatkan data kesetimbangan uap cair system
biner pada kondisi isobaric, untuk menggambar kurva T-xy, dan untuk
mendapatkan parameter persamaan koefisien aktifitas pada fasa cair yaitu
parameter Margules, Van Laar, dan Wilson berdasarkan korelasi data
kesetimbangan uap cair system biner. Percobaan ini akan dilakukan dengan proses
destilasi. Destilasi merupakan teknik pemisahan yang didasari atas perbedaan titik
didih dari masing-masing zat penyusun dari campuran homogen. Proses destilasi
terdapat dua tahap proses yaitu tahap penguapan dan dilanjutkan dengan tahap
pengubahan kembali uap menjadi cair. Proses destilasi diawali dengan
pemanasan, sehingga zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap.
Uap tersebut bergerak menuju kondensor yaitu pendingin, proses pendinginan
terjadi karena kedalam dinding (bagian luar kondensor) dialiri air sehingga uap
yang dihasilkan akan kembali cair. Saat destilasi ini akan diperoleh titik didih
alkohol. Suhu kesetimbangan diperoleh pada masing-masing fraksi etanol air 0,2 ;
0,3 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6 ; 0,7; ;0,8 ; 0,9 berturut-turut yaitu 91 oC, 91 oC, 90 oC, 84 oC, 85
o
C, 92 oC, 75 oC, dan 90 oC.
Hal pertama yang dilakukan adalah mengencerkan etanol 96%
menggunakan air menjadi menjadi fraksi etanol 0,2 ; 0,3 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6 ;
0,7; ;0,8 ; 0,9 dengan volume 100 ml. Larutan yang sudah diencerkan kemudian
dimasukkan ke dalam labu destilasi untuk didestilasi. Destilasi dihentikan pada
saat sudah mencapai suhu kesetimbangannya yaitu dimana suhu nya sudah
konstan. Sebelum itu membuat kurva kalibrasi antara fraksi etanol versus densitas
untuk menghitung kadar residu dan kadar kondensat. Selanjutnya dicatat suhunya
dan dihitung densitasnya pada masing –masing kondensat dan residu.
Kurva Kalibrasi
1
Densitas (gr/cm3)
gr
Grafik 1. Hubungan Antara Densitas ( ¿ VS Fraksi Etanol (x)
ml
gr
Dari grafik 1. Menandakan bahwa hubungan antara densitas ( ¿ vs
ml
fraksi etanol (x) berbanding lurus yaitu semakin besar nilai densitas suatu etanol
maka semakin besar pula nilai fraksi etanol nya. Fraksi etanol yang diketahui
secara berturut-turut yaitu 0; 0.1; 0.2; 0.3; 0.4; 0.5; 0.6; 0.7; 0.8; 09; dan 1.
gr
Kemudian didapatkan nilai densitas secara berturut-turut sebesar 0.998 ; 0.926
ml
gr gr gr gr gr gr gr
; 0.881 ; 0.836 ; 0.832 ; 0.828 ; 0.8179 ; 0.8078 ; 0.8001
ml ml ml ml ml ml ml
gr gr gr
; 0.7925 ; 0.79 . Hal ini sesuai dengan teori yang ada yaitu semakin
ml ml ml
tinggi konsentrasi larutan, densitasnya juga semakin besar. Hal ini disebabkan
karena semakin tinggi konsentrasi suatu larutan, menunjukkan jumlah partikel
dalam larutan tersebut semakin banyak.
0.4
0.2
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Grafik 2. Hubungan Antara Kadar Ethanol dalam Liquid (x) VS Kadar Etanol
dalam Vapor (y)
Dari grafik 2. Menandakan bahwa hubungan antara kadar ethanol dalam liquid
(x) vs kadar etanol dalam vapor (y) berbanding lurus. Kadar etanol dalam liquid
(x) yang berasal dari rumus persamaan kurva kalibrasi y = -312.16x 3 + 869.71x2 -
807.9x + 250.34 dengan memasukkan nilai x sebagai densitas residu yang di
peroleh pada masing-masing fraksi etanol maka didapatkan nilai berturut-urut
Kurva T - XY
105
100
95
90 T-X
T (Celcius)
85 Polynomial (T - X)
80
T-Y
75
70 Polynomial (T - Y)
65
60
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
X-Y
Grafik 3. Hubungan Antara Kadar Ethanol dalam Distilat dan Residu (x,y) Vs
Temperatur (ToC )
Dari grafik 3. Menandakan bahwa hubungan antara kadar ethanol dalam
distilat (x) dan kadar etanol dalam residu (y) vs temperatur (oC ) berbanding lurus.
Yang pertama kadar etanol dalam distilat (x) vs temperature (T oC ) dengan x
sebagai kadar etanol dalam distilat yang di peroleh pada masing-masing fraksi
etanol maka didapatkan nilai berturut-urut sebesar 0 ; 0.05 ; 0.0989 ; 0.1456 ;
0.2347 ; 0.256 ; 0.2799 ; 0.3 ; 0.557 ; 0.7579 ; dan 1. Yang kedua kadar etanol
dalam residu (y) vs temperature (T oC ) dengan y sebagai kadar etanol dalam
residu yang di peroleh pada masing-masing fraksi etanol maka didapatkan nilai
berturut-urut sebesar 0 ; 0.188831 ; 0.285215 ; 0.437189 ; 0.618208 ; 0.624555 ;
0.640658 ; 0.663108 ; 0.711364 ; 0.808480 ; dan 1. Untuk temperature yang di
0.40000
0.20000
0.00000
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
-0.20000
-0.40000
Kadar Etanol (x)
ln γ1 ln γ2
dengan teori yang ada yaitu kadar etanol dalam distilat dan residu berbanding
terbalik dengan temperature. Semakin besar fraksi etanol maka suhu
kesetimbangannya semakin rendah karena semakin dekat dengan titik didih dari
etanol.
Grafik 4. Hubungan Antara ln γ 1 VS ln γ 2
Dari Grafik 4. Menandakan bahwa Hubungan antara Kadar Etanol (x) dengan
ln 𝛾1 dan ln 𝛾2 fluktuatif (tidak stabil). Yang pertama adalah x vs ln γ 1 dengan nilai
x sebagai kadar etanol dalam liquid nilai yang di peroleh berturut-urut sebesar
0.05 ; 0.0989 ; 0.1456 ; 0.2347 ; 0.256 ; 0.2799 ; 0.3 ; 0.557 ; 0.7579. Untuk ln γ 1
sebagai koefisien aktivitas etanol, nilai yang di peroleh berturut-urut sebesar
0.62490 ; 0.41551 ; 0.56023 ; 0.50967 ; 0.55197 ; 0.55614 ; 0.58615 ; 0.10323 ; -
0.02025. Yang kedua adalah x vs ln γ 2 dengan nilai x sebagai kadar etanol dalam
liquid. Untuk ln γ 2 sebagai koefisien aktivitas air, nilai yang di peroleh berturut-
urut sebesar -0.05015 ; -0.06177 ; -0.14026 ; -0.33547 ; -0.20164 ; -0.14290 ; -
0.11233 ; 0.25810 ; 0.51030. Hal ini sesuai dengan teori yang ada dimana
seharusnya hubungan antara kadar etanol dalam liquid dengan ln 𝛾1 dan ln 𝛾2
adalah berbanding lurus. Semakin besar nilai kadar etanol maka koefisien aktifitas
etanol dan koefisien aktifitas air akan semakin besar.
0.6 GE/RT X1 X2
0.4 f(x) = 0.673351682871848 x + 3.17055158164381E-05 Linear (GE/RT X1 X2)
R² = 1 ln γ1
0.2 Linear (ln γ1)
0 ln γ2
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 Linear (ln γ2)
-0.2
-0.4
-0.6
X1
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan percobaan didapatkan suhu kesetimbangan etanol-air pada
masing-masing fraksi etanol 0,2 ; 0,3 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6 ; 0,7; ;0,8 ; 0,9
berturut-turut yaitu 91oC, 91 oC, 90 oC, 84 oC, 85 oC, 92 oC, 75 oC, dan 90 oC.
2. Pada grafik antara ln γ1, ln γ2, dan GE/RT.x1.x2 didapatkan nilai
parameter 3,17055 × 10 ^-5 dan 0,6733.
3. Pada Persamaan Margules didapatkan koefisien aktivitas pada pada
masing-masing fraksi etanol 0,1; 0,2 ; 0,3 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6 ; 0,7; ;0,8 ; 0,9
berturut-turut pada γ1 yaitu 1,8680; 1,51515; 1,75108; 1,66473; 1,73667;
1,74394; 1,79706; 1,10875; 0,97995. Dan pada γ2 yaitu 0,95108 ;
0,94010; 0,86914; 0,71500; 0,81739; 0,86684; 0,89375; 1,29446; 1,66579.
4. Pada Persamaan Van Laar didapatkan koefisien aktivitas pada pada
masing-masing fraksi etanol 0,1; 0,2 ; 0,3 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6 ; 0,7; ;0,8 ; 0,9
berturut-turut pada γ1 yaitu 2,253 ; 2,342 ; 2,318 ; 2,321 ; 3,107 ; 2,304 ;
3,054 ; 2,291 . Dan pada γ2 yaitu 0,995 ; 0,988 ; 0,990 ; 0,990 ; 0,887 ;
0,991 ; 0,896 ; 0,992.
5. Berdasarkan data percobaan yang didapat maka pada sistem biner ethanol
air yang diujikan mempunyai azeotrop sebesar 0,925 dan ini berbeda
dengan hipotesa yang kami buat yakni etahnol-air akan mempunyai
azeotrop sebesar 0,96
V.2 Saran
1. Sebaiknya praktikan melakukan pengamatan suhu lebih teliti agar
didapatkan hasil yang akurat.
2. Sebaiknya alat-alat dibersihkan terlebih dahulu sebelum digunakan agar
tidak ada campuran zat lain yang dapat mempengaruhi hasil percobaan
3. Sebaiknya volume etanol-air nya ditambah agar saat proses destilasi liquid
di dalam labu tidak habis dan waktu pengukuran suhu liquid dapat sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
APPENDIX
= 0.4772
2. Densitas Larutan
piknometer isi− piknometer kosong
ρ=
volume piknometer
19.84 gr −11.56 gr
¿
10 ml
gr
¿ 0.828
ml
3. Densitas Residu
piknometer isi− piknometer kosong
ρ=
volume piknometer
20.368 gr−11.56 gr
¿
10 ml
gr
¿ 0.8808
ml
4. Densitas Distilat
piknometer isi− piknometer kosong
ρ=
volume piknometer
19.6945 gr−11.56 gr
¿
10 ml
gr
¿ 0.8345
ml
5. Kadar etanol
Persamaan dari kurva kalibrasi
3 2
y=−312.16 x +869.71 x −807.9 x+250.34
- Kadar etanol dalam liquid (etanol 30%)
gr
Densitas : 0.8808
cm3
y=−312.16(0,8808)3 +869.71(0.8808)2−807.9(0.8808)+250.34
y=0.161217099