“SEDIMENTASI”
GRUP E
LEMBAR PENGESAHAN
“ SEDIMENTASI ”
GRUP E
Dosen Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas berkat
dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Resmi Operasi
Teknik Kimia I ini dengan judul “Sedimentasi”.
Laporan Resmi ini merupakan salah satu tugas mata kuliah praktikum
Operasi Teknik Kimia I yang diberikan pada semester IV. Laporan ini disusun
berdasarkan pengamatan, perhitungan dan dilengkapi dengan teori dari literatur
serta petunjuk asisten pembimbing yang dilaksanakan pada tanggal 26 April 2021
di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Universitas Pembangunan Nasional
“VETERAN” Jawa Timur.
Laporan hasil praktikum ini tidak dapat tersusun sedemikian rupa tanpa
bantuan baik sarana, prasarana, pemikiran, kritik dan saran. Oleh karena itu, tidak
lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Ketut Sumada, MS selaku Kepala Laboratorium Operasi Teknik Kimia
Universitas Pembangunan Nasional ‘VETERAN’ Jawa Timur dan dosen
pembimbing praktikum Sedimentasi.
2. Seluruh asisten laboratorium yang membantu dalam pelaksanaan praktikum.
3. Rekan – rekan mahasiswa yang membantu dalam memberikan masukan-
masukan dalam praktikum.
Penyusun sangat menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak
kekurangan. Maka dari itu, penyusun selalu mengharapkan kritik dan saran, seluruh
asisten dosen yang turut membantu dalam kesempurnaan laporan ini. Sehingga
penyusun berharap penyusun mengharapkan semua laporan praktikum yang telah
disusun ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Teknik khususnya jurusan
Teknik Kimia.
Penyusun
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi
INTISARI......................................................................................................... vii
BAB I .................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
I.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
I.2. Tujuan ...................................................................................................... 1
I.3 Manfaat ..................................................................................................... 1
BAB II ................................................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 2
II.1 Secara Umum .......................................................................................... 2
II.2 Sedimantasi .............................................................................................. 2
II.2.1 Mekanisme Sedimentasi ................................................................... 2
II.2.2 Kecepatan Sedimentasi ..................................................................... 3
II.2.3 Proses Sedimetasi Gravitasi.............................................................. 5
II.2.4 Tipe - Tipe Pengendapan .................................................................. 6
II.2.5 Jenis – Jenis Sedimentasi .................................................................. 7
II.2.6 Clarifier ............................................................................................. 9
II.2.7 Koagulasi ........................................................................................... 9
II.2.8 Flokulasi .......................................................................................... 10
II.2.9 Jenis-jenis clarifier .......................................................................... 11
II.2.10 Slurry ............................................................................................. 12
II.2.11 Aplikasi dalam dunia industri ...................................................... 12
II.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi..................................................... 13
II.4 Sifat bahan ............................................................................................. 14
II.4.1 Aquadest .......................................................................................... 14
II.4.2 Kalsium Karbonat .......................................................................... 14
II.5 Hipotesa ................................................................................................. 15
BAB III ............................................................................................................. 16
PELAKSANAAN PRAKTIKUM ................................................................... 16
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
INTISARI
Sedimentasi merupakan salah satu operasi pemisahan campuran padatan
dan cairan (slurry) menjadi cairan bening dan slurry yang memiliki konsentrasi
tinggi dengan menggunakan gaya gravitasi. Sedimentasi merupakan salah satu
cara yang paling ekonomis untuk memisahkan padatan suspensi bubur atau slurry.
Larutan suspensi terdiri dari campuran fase cair dan fase padat. Cairan bening
dapat dipisahkan dari larutan suspensi dikarenakan adanya perbedaan densitas dan
dengan bantuan gaya gravitasi. Sedimentasi dilakukan dengan tujuan untuk
merancang desain alat clarifier. Selain itu,tujuan proses sedimentasi juga untuk
mengklasifikasikan suatu partikel berdasarkan ukuran partikel atau massa
jenisnya.
Adapun prosedurnya dengan membuat larutan dengan melarutkan kalsium
karbonat dalam air dengan berat yang berbeda-beda lalu dimasukkan ke dalam
gelas ukur. Setelah itu mengukur ketinggian larutan dan menunggu sampai terjadi
proses critical settling point. Apabila telah mencapai titik critical settling point,
maka ukur ketinggian slurry dan cairan sehingga sudah terlihat jelas bahwa lapisan
atas yaitu cairan dan lapisan bawah berupa slurry.
Data hasil percobaan yang diperoleh yaitu tiga konsentrasi kalsium
karbonat yang akan digunakan dalam percobaan yaitu sebesar 6,5% ; 7,5% ; 8,5%.
Hasil yang diperoleh pada pengamatan tinggi awal (Zo), tinggi endapan (Z1), dan
tinggi cairan (∆z). Diperoleh nilai feed yang masuk sebesar 0,065 gr/cm⁸
dibutuhkan clarifier dengan luas penampang 1404.4313 cm², dengan diameter
42,2976 cm , dan ketinggian 100,9231 cm. Feed yang masuk sebesar 0,075 gr/cm⁸
dibutuhkan clarifier dengan luas penampang 1151,169 cm², dengan diameter
38,2944 cm, dan ketinggian 95,70286 cm. Feed yang masuk sebesar 0,085 gr/cm⁸
dibutuhkan clarifier dengan luas penampang 1000,628 cm², dengan diameter
35,7027 cm, dan ketinggian 86,28955 cm.
Pada desain clarifier berbentuk silinder dan diperoleh underflow yang
dikeluarkan sebesar 0,62 gr/cm3 dan debit diperoleh sebesar 4916,67 cm3/menit.
Kecepatan pengendapan Kalsium Karbonat dalam cairan pada konsentrasi 6,5%;
7,5%; 8,5% berturut-turut sebesar 3,5008 cm/menit ; 4,27102 cm/menit; 4,913579
cm/menit. Kemudia hubungan antara tinggi permukaan suspense dengan waktu
pengendapan. Apabila semakin cepat waktu pengendapan maka akan semakin besar
juga ketinggian pelarutnya dan semakin lama waktu pengendapannya maka
semakin kecil tinggi pada ketinggian pelarutnya.
BAB I
PENDAHULUAN
I.2. Tujuan
1. Untuk merancang desain alat clarifier dari data batch sedimentasi
2. Untuk mengetahui kecepatan pengendapan kalsium karbonat dalam cairan
3.Untuk mengetahui hubungan antara tinggi permukaan suspense dengan waktu
pengendapan
I.3 Manfaat
1. Agar praktikan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses
sedimentasi
2. Agar praktikan dapat mengatuhi pengaplikasin konsep sedimentasi dalam
dunia industri
3. Agar praktikan dapat memahami mengetahui proses sedimentasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.2 Sedimantasi
II.2.1 Mekanisme Sedimentasi
Tahapan sedimentasi dideskripsikan dengan observasi pada tes batch
settling ketika partikel–partikel padatan mengendap dari suatu slurry dalam silinder
kaca (Foust, 1980). Gambar 1.(a) menunjukkan slurry dalam silinder dengan
konsentrasi padatan yang seragam. Seiring dengan berjalannya waktu, partikel-
partikel padatan mulai mengendap dan laju mengendapnya partikel tersebut
diasumsi sebagai terminal velocity. Pada Gambar 1.(b) terdapat beberapa zona
konsentrasi. Daerah D didominasi endapan partikel-partikel padatan yang lebih
berat dan lebih cepat mengendap. Pada zona C terdapat partikel dengan ukuran yang
berbeda-beda dan konsentrasi yang tidak seragam. Daerah B adalah daerah dengan
konsentrasi yang seragam dan hampir sama dengan keadaan mula mula. Pada
daerah B ini partikel-partikel turun dengan bebas hambatan dan terjadi proses free
settling. Di atas daerah B adalah daerah A yang berupa liquid jernih. Jika
sedimentasi dilanjutkan, tinggi dari tiap daerah bervariasi seperti pada Gambar 1.(c)
dan Gambar 1.(d). Daerah A dan D semakin luas, sebanding dengan berkurangnya
daerah B dan C. Pada akhirnya daerah B dan C akan hilang dan semua padatan
terdapat pada daerah D sehingga hanya tersisa daerah A dan D. Keadaan seperti ini
disebut dengan “Critical Settling Point” (Gambar 1.(e), yaitu keadaan dimana
terbentuk bidang batas tunggal antara liquid jernih dan endapan.
…………………………………………………………….(1)
Keterangan rumus :
Vs = Kecepatan pengendapan (mm/menit)
g = percepatan gravitasi (m/𝑠 2 )
Ds = Diameter partikel
ρs = densitas partikel (g/𝑐𝑚3 )
ρ = densitas cairan (g/liter)
μ = viskositas cairan (Ns/𝑚2 )
2. Persamaan Farag
Farag merumuskan suatu persamaan untuk kecepatan sedimentasi dengan
variabel konsentrasi cairan. Persamaannya dapat dirumuskan :
………………………………………………………...(2)
Keterangan rumus :
Vs = Kecepatan pengendapan (mm/menit)
g = percepatan gravitasi (m/𝑠 2 )
Ds = Diameter partikel
ρs = densitas partikel (g/𝑐𝑚3 )
ρ = densitas cairan (g/liter)
μ = viskositas cairan (Ns/𝑚2 )
3. Persamaan Fergusson-Church
Persamaan kecepatan pengendapan dapat dirumuskan :
……………………………………………………..(3)
Keterangan rumus :
Vs = Kecepatan pengendapan (mm/menit)
g = percepatan gravitasi (m/𝑠 2 )
Ds = Diameter partikel
ρs = densitas partikel (g/𝑐𝑚3 )
ρ = densitas cairan (g/liter)
μ = viskositas cairan (Ns/𝑚2 )
4. Persamaan Gibbs-Mattew-Link
Persamaan ini mengungkapkan hubungan antara ukuran partikel berbentuk
bola dan kecepatan free settlingnya untuk berbagai temperatur, viskositas dan
kepadatan bola. Untuk menghitung kecepatan pengendapan partkel berbentuk bola
dari berbagai ukuran, dengan menggunakan pengolahan data yang diubah kedalam
persamaan empiris memberikan hasil di bawah ini,
………………………..(4)
Keterangan rumus :
v = Kecepatan pengendapan (mm/menit)
η = viskositas fluida (Ns/𝑚2 )
g = percepatan gravitasi (m/𝑠 2 )
ρf = densitas fluida
ρs = densitas solid
r = jari-jari partikel
(Setiyadi,2017)
Ka Fd F = G - Ka – Fd . . . . . . . . . (1)
Fluida Di mana :
G = Gaya Berat
diam Ka = Gaya ke atas
F Fd = Gaya gesek
F F = Gaya netto yang diterima butir padatan
2. Flocculant settling
Pada flocculant settling inilah konsentrasi partikel cukup tinggi terjadi pada
penggumpalan (agglomeration). Peningkatan rata-rata massa partikel ini
menyebabkan partikel karam lebih cepat. Flocculant settling banyak digunakan
pada primary clarifier. Kecepatan pengadukan dari partikel-partikel meningkat,
dengan setelah adanya penggabungan diantaranya. Tipe ini digunakan dalam proses
flokulasi dan koagulasi.
3. Hindered Settling
Di dalam hindered settling atau zone settling, konsentrasi partikel relaitf
tinggi (cukup) sehingga pengaruh antar partikel tidak dapat diabaikan, kemudian
partikel bercampur dengan partikel lainnya dan kemudian mereka karam
𝑉𝑠 𝑑 𝑉𝑠 𝑑 𝜌
NRe = =
𝑉 𝑉
24
Aliran laminar (Nre < 1) ; CD= 𝑁𝑅𝑒
24
Aliran Transien (1 < Nre < 104) ; CD= 𝑁𝑅𝑒 + 3√𝑁𝑅𝑒 + 0.34
II.2.6 Clarifier
Clarifier umumnya dilengkapi dengan suspensi encer, terutama aliran
proses industri dan limbah rumah tangga domestik dan tujuan utama clarifier adalah
untuk menghasilkan luapan yang relatif jelas, pada dasarnya indentik. Dengan
thickener (pengental) dan desain serta tata letak. Adapun jenis-jenis clarifier adalah
rectangular clarifier, circular clarifier, clarifier thickener, dan industrial waste
secondary clarifier.
1. Rectangular clarifier
Alat ini biasa digunakan di pabrik air dan pengelolahan limbah, serta dibeberapa
industri tertentu, juga untuk limbah. Mekanisme yang digunakan dalam banyak
desain terdiri dari hambatan chaintype rectangular clarifier. Tersedia dalam lebar
dari 2 ke 10 meter (6 to 33 ft). Panjang umumnya 5 kali lebar. Lebar yang lebih
besar memiliki beberapa mekanisme raking, masing-masing dengan drive terpisah.
2. Circular clarifier
Unit sirkular tersedia dalam tiga tipe dasar yang sama dengan pengental
kompartemen tunggal jembatan ke kolom tengah sebagai traksi periper. Karena
pertimbangan ekonomi, jelas yang didukung jembatan umumnya terbatas pada
tangki dengan diameter kurang dari 40 m.
3. Thickener Clarifier
Clarifier yang berfungsi sebagai pengental, untuk mencapai densifikasi dalam
endapan lumpur. Biasanya penggerakan pada jenis ini harus lebih tinggi
kemampuan torsinya dari pada alat clarifier yang standart.
4. Industrial waste secondary clarifier
Banyak pabrik resmi membuang limbah organik ke saluran pembuangan dengan
fasilitas yang dimilikinya untuk penanganan hal terssebut. Seperti kasus ini
dugunakannya alat clarifier sekunder untuk menghasikan efluen dan menyebakan
biomassa untuk didaur ulang (Perry, 2007)
II.2.7 Koagulasi
Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid karena penambahan
bahan kimia sehingga partikel-partikel tersebut bersifat netral dan membentuk
endapan karena adanya gaya grafitasi.
Mekanisme koagulasi
1. Secara fisika
Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan (contoh: darah), pengadukan
(contoh: tepung kanji), dan pendinginan (contoh: agar-agar)
2. Secara kimia
Koagulasi secara kimia
a. Penambahan elektrolit
Jika suatu elektrolit ditambahkan pada system koloid , maka partikel koloid
yang bermuatamnn negative akan mengadsorpsi koloid yang bermuatan negative
akan mengadsorpsi koloid dengan muatan positif ( kation ) dari elektrolit . Begitu
juga sebaliknya. Dari adsorpsi tersebut, dapat terjadi koagulasi
b. Pencampuran koloid
Ketika koloid bermuatan negatif ( - ) dicampurkan dengan kolid bermuatan
( +), maka muatan tersebut akan saling tmenarik sehingga muatannya menjadi tak
bermuatan atau bersifat netral sehingga terjadi koagulasi.
c. Menggunakan prinsip elektroforesis
Pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan ke electrode dengan
muatan yang berlawanan . Ketika partikel ini mencapai elektroda , maka system
koloid akan kehilangan muatannya dan bersifat netral.
II.2.8 Flokulasi
Salah satu langkah dalam proses pembuatan gula adalah proses pemurnian.
Pada proses pemurnian ini ada beberapa tahap yaitu pemberian susu kapur,
pemberian gas SO2 dan klarifikasi. Dalam tahapan proses tersebut menggunakan
bahan pembantu. Untuk proses klarifikasi atau pengendapan menggunakan bahan
– bahan polimer atau flokulan yang berfungsi untuk mempercepat pengendapan.
Penggunaan flokulan telah dilakukan semenjak pertengahan tahun 70an dan
terbukti telah mampu meningkatkan efisiensi klarifikasi.
Flokulan adalah suatu persenyawaan elektrolit yang bermuatan anion (anion
polyelectrolyte) dengan berat molekul 5 – 10 juta. Flokulan ini berfungsi
membentuk gumpalan-gumpalan kalsium fosfat sekunder. Kemudian dengan
bantuan udara mikro gumpalan tersebut diapungkan ke permukaan clarifier.
Gumpalan kalsium fosfat ini bersifat mengadsorbsi kotoran non sukrosa. Flokulan
yang paling banyak digunakan adalah poliakrilamida yang terhidrolisa sebagian
(Darni, 2016)
II.2.10 Slurry
Slurry merupakan istilah umum yang berupa residu dan limbah yang
dihasilkan dari proses pembuatan biogas. Slurry yang keluar dari instalasi biogas
berupa padat dan cair. Slurry yang berasal dari biogas sangat baik untuk dijadikan
pupuk karena mengandung berbagai macam unsur yang dibutuhkan oleh tumbuhan
leguminosa seperti N, P, Mg, Ca, K, Cu dan Zn. Bio-slurry sapi adalah slurry yang
sudah difermentasi dengan fermentor Biang Kompos (BEKA) yang berkualitas
tinggi baik bagi kesuburan lahan dan menambah mikro flora serta fauna di dalam
tanah (Gunawan, 2017)
II.5 Hipotesa
Hubungan konsentrasi dengan kecepatan pengendapan dimana jika
konsentrasi solute (tak terlarut) semakin besar maka kecepatan pengendapan
semakin lambat karena adanya gaya gesek antar partikel semakin besar. Hubungan
waktu pengendapan dengan tinggi permukaan slurry, dimana jika semakin lama
waktu yang diberikan maka semakin tinggi permukaan slurry.
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tinggi
waktu Tinggi Tinggi C1 v
Endapa
(t,meni awal cairan ( z, (gr/cm3 (cm/meni
n (Z1,
t) (zo,cm) cm) ) t)
cm)
Tinggi
Tinggi Tinggi C1 v
waktu Endapa
awal cairan ( z, (gr/cm (cm/men
(t,menit) n (Z1,
(zo,cm) cm) 3) it)
cm)
Tinggi
waktu Tinggi Tinggi C1 v
Endapa
(t,meni awal cairan ( z, (gr/cm (cm/meni
n (Z1,
t) (zo,cm) cm) 3) t)
cm)
Feed Underfl
Debit v
Masuk ow Waktu D
(cm3/ (cm/me A (cm2) H (cm)
(gr.cm (gr/cm3 (t,menit) (cm)
menit) nit)
3) )
4916,6
0,065 0,62 28,8284 3,5008 1404,4 42,29 100,92
6666
4916,6
0,075 0,62 22,4074 4,2710 1151,1 38,29 95,702
6666
4916,6
0,085 0,62 17,5614 4,9135 1000,6 35,70 86,289
6666
Berdasarkan data dari tabel IV.5 diatas yang merupakan hasil perhitungan
berupa A (cm2), D (cm), dan H(cm) clarifier pada setiap konsentrasi
CaCO3.Didapatkan bahwa nilai v akan semakin bertambah seiring dengan
bertambahnya nilai konsntrasi feed masuk.Hal ini dapat terjadi dikarenakan oleh
sapabila sebuah larutan semakin pekat konsentrasinya maka akan banyak zat
pelarut yang akan turun atau underflow.Dapat dilihat dari data tabel bahwa jika feed
masuk pada larutan bekonsentrasi sebesar 0,085 gr/ml dan memiliki hasil v yang
lebih besar dibandingkan feed yang masuk pada larutan berkonsentrasi sebesar
0,065 gr/ml.Selain itu,nilai A (cm2), D (cm) dan H (cm) semakin menurun seiring
dengan bertambahnya konsentrasi kalsium karbonat yang dimasukan (feed). Dari
data yang didapatkan disimpulkan bahwa belum sesuai dengan teori yang ada
karena menurut (Setiyadi,2014) pada proses sedimentasi dengan variasi perbedaan
konsentrasi, kecepatan pengendapan akan semakin menurun seiring dengan
meningkatnya konsentrasi pada campuran. Hal ini dapat terjadi dikarenakan adanya
banyak partikel pada konsentrasi yang tinggi dibandingkan pada konsentarsi yang
rendah. Jika semakin banyak partikel maka akan semakin besar kemungkinan
adanya gaya gesek yang besar antara satu partikel dengan yang lain.Adanya gaya
gesek merupakan suatu hambatan pada proses sedimentasi.
IV.3 Grafik dan Pembahasan
120
100
80
Series1
60 y = 0.0976x2 - 6.5541x + 115.23
R² = 0.8654 Poly. (Series1)
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60
waktu (menit)
140
y = 0.0972x2 - 6.526x + 116.08
120 R² = 0.8669
100
80
Series1
60
Poly. (Series1)
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60
waktu ( menit)
140
Ketinggian pelarut (cm)
100
80
Series1
60
Poly. (Series1)
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60
waktu ( menit)
C1 vs waktu
60
50
40
R² = 0.9099
30
Series1
20 Poly. (Series1)
10
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
C1 (gr/l)
c1 vs waktu
60
y = 118.03x2 - 28.067x + 5.5617
50 R² = 0.907
waktu (menit)
40
30
Series1
20 Poly. (Series1)
10
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8
c1(gr/l)
c1 vs waktu
60
50
y = 112.77x2 - 31.862x + 6.0329
R² = 0.9041
waktu (menit)
40
30
Series1
20 Poly. (Series1)
10
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8
c1(gr/l)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan data-data hasil percobaan yang diperoleh, dapat disimpulkan
bahwa :
1. Desain clarifier berbentuk silinder dan diperoleh underflow sebesar 0,62
gr/cm3 dan debit yang diperoleh sebesar 4916,67 cm3/menit.
2. Kecepatan pengendapan kalsium karbonat dalam cairan pada konsentrasi
6,5%;7,5% dan 8,5% berturut-turut sebesar 3,5008 cm/menit;4,27102
cm/menit dan 4,913579 cm/menit
3. Hubungan antara waktu pengendapan dengan tinggi permukaan slurry
yaitu berbanding lurus, artinya semakin lama waktu pengendapan maka
semakin tinggi pula permukaan slurry yang dihasilkan.
V.2. Saran
1. Sebaiknya praktikan mengukur ketinggian dengan tepat pada saat larutan
telah mencapai critical settling point
2. Sebaiknya praktikan lebih teliti saat melihat stopwatch karena data
berhubungan dengan interval waktu
3. Sebaiknya praktikan memperhatikan dengan seksama waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai critical setling point.
DAFTAR PUSTAKA
Darni, Utami & Lismeri 2016, ‘Pemisahan Campuran Heterogen I;, Tekkim
publish, Bandar Lampung
Gunawan, Budiasa & Wirawan 2017, ‘Aplikasi Slurry dan BIO-SLURRY Sapi
pada Berbagai Level Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Hijauan
Stylosanthes Guianensis’, Journal of Tropical Animal Science, vol.5, no.3,
hh 466
Mc.Cabe & Warren L 2005, Unit Operation of Chemical Engineering, New York:
Mc Graw Hill.
Perry & Robert H. 1997, Chemical Engineers Handbook, New York: Mc Graw Hill.
Setiyadi, 2017,‘Menentukan Persamaan Kecepatan Pengendapan Pada
Sedimentasi’,Jurnal Teknik Kimia, hh 9-16
Shi. Z, Zhang, 2019,’ Modeling of Flocculation and Sedimentation Using
Population Balance Equation’, Journal of Chemistry, vol. 9, no. 10, hh.1-9
Tim Dosen, 2017, Sedimentasi, STIPAP, Medan
Tim Dosen 2021, Sedimentasi, Fakultas Teknik UPN Veteran Jawa
Timur,Surabaya
LAMPIRAN
Perhitungan
1. Pembuatan Larutan
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
%Berat =𝑣𝑜𝑙.𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑥 𝑥 100%
ρ larutan
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
6,5% = 𝑥 100%
1000 𝑚𝑙 𝑥 1 gr/cm3
v = 15 cm/menit
4916,6667 𝑐𝑚3/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
A= 3.5008 cm/menit
A = 1404.4313 cm2
4(1404.4313 cm2)
D =√ 3,14
D = 42.2976 cm