2014: 41-49
Dominggus Rumahlatu1,*, Aloysius Duran Corebima2, Mohamad Amin2 dan Fatchur Rohman2
1
Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP Universitas Pattimura, Jl. Dr. Tamaela, Ambon.
2
Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Malang, Malang, Jawa Timur.
*
Penulis korespondensi. No Telp: 0911-312343; Email: dominggus_amq@yahoo.co.id
Kadmium yang terakumulasi pada hewan dapat menyebabkan karsinogenik, mutagenik, dan teratogenik. Pada
penelitian ini, dilakukan secara eksperimen nonfaktorial dalam RAL 6 level dengan 7 ulangan selama 4 minggu, untuk
mengkaji efek perlakuan logam berat Cd terhadap apoptosis melalui aktivasi protein caspase-3 bulu babi Deadema
setosum. Penelitian dilakukan di laboratorium Balai LIPI Ambon dalam 6 bak aquarium berukuran 100 x 60 x 70 cm3.Tiap
bak perlakuan diisi 200 L air laut yang diganti satu kali setiap minggu. Konsentrasi perlakuan adalah 0, 1, 3, 6, 9, dan 12
µg/L Cd terlarut. Pada tiap bak diterapkan satu level perlakuan konsentrasi Cd, dan tiap bak itu dihuni oleh 7 individu D.
setosum sebagai ulangan. Usia hewan uji sekitar 8 bulan berbobot 90 g dengan lingkar tubuh 15 cm. Hewan uji diberi
pakan lamun. Pengukuran konsentrasi protein caspase-3 dilakukan pada organ hepar dengan metode Caspase Colorimetric
Assay Kit, sedangkan pemeriksaan apoptosis dilakukan dengan teknik pengecatan Hematoxilen-Eosin (HE). Data penelitian
terkait konsentrasi protein caspase-3 dianalisis dengan One Way Anova dan uji lanjut dihitung dengan Duncan 0,05. Hasil
penelitian memperlihatkan bahwa perlakuan Cd sangat signifikan meningkatkan kadar protein caspase-3; semakin tinggi
kadar Cd, kadar protein caspase-3 juga makin tinggi. Konsentrasi protein caspase-3 pada konsentrasi perlakuan 12 µg/L Cd
adalah yang paling tinggi dibanding kontrol. Gambaran histologi hepar D. setosum yang mengalami apoptosis atas dasar
pengecatan HE sangat sesuai dengan tiap konsentrasi protein caspase-3 yang terekam. Hasil ini menunjukkan bahwa
protein caspase-3 memiliki potensi sebagai satu alternatif biomonitoring pencemaran Cd pada tingkat seluler D. setosum di
perairan laut.
Abstract
Cadmium which accumulated in animals could cause carcinogenic, mutagenic and teratogenic. In this research, non
factorial experiments conducted in Complete Random Design (CRD) 6 level with 7 replication for 4 weeks, in order to
examine effect of Cd heavy metal treatment toward apoptosis through caspase-3 protein activation in sea urchin Deadema
setosum. Research conducted in LIPI Ambon laboratory using 6 aquarium tank size 100 x 60 x 70 cm3. Each tank was
filled with 200 L of sea waters that being replace once a week. Treatment concentrations in tanks are containing 0, 1, 3, 6,
9, and 12 µg/L dissolved Cd. In each tank there is one level Cd concentration treatment level, and each tank was filled with
seven D. setosum individual as replication. The age of animals is approximately 8 month with the weight 90 g and body
circumference 15 cm. These animals were fed with seagrass. Measurement of Caspase-3 protein concentration was
conducted in heparin organ using the method Caspase Colorimetric Assay kit, while apoptosis examination was conducted
by painting technique using Hematoxilen-Eosin (HE). Research data concerning caspase-3 protein concentration was
analyzed by One Way Anova and further test was calculated by Duncan 0.05. Result of this research showed that Cd
treatment is significantly increasing caspase-3 protein content; higher Cd content, caspase-3 protein would essentially
higher. Caspase-3 protein concentration in treatment concentration of 12 µg/L is the highest compared to control
treatment. Histological description of D. setosum heparin organ that experiencing apoptosis based on HE painting is in
accord with each recorded caspase-3 protein concentration. This result showed that caspase-3 protein has the potential to
become one alternative in Cd pollution biomonitoring at celluler level of D. setosum in the sea.
fisik, dan mekanis pada berbagai organisme. Selain individu selanjutnya dimasukan ke dalam bak
itu, Dwipoyono (2007), Zhang dkk. (2002) dan aquarium berukuran 100 x 60 x 70 cm, dimana setiap
Nagata (1997) menjelaskan bahwa caspase-3 bak ditempati 7 individu D. setosum dan dilakukan
berperan dalam proses regulasi dan eksekusi proses fase adaptasi selama 1 minggu pada kondisi
apoptosis. Dijelaskan oleh Agnello dkk. (2007) laboratorium.
bahwa akumulasi protein HSP berperan sebagai
signal transduksi terhadap respons stres dan Perlakuan
mengaktivasi terjadinya apoptosis. Itulah sebabnya Tahapan perlakuan paparan kadmium pada
penelitian ini dilakukan untuk mengkaji efek individu D. setosum mengikuti langkah-langkah
perlakuan logam berat Cd terhadap apoptosis melalui sebagai berikut. Sebanyak 42 individu D. setosum
aktivasi protein caspase-3 bulu babi D. setosum yang telah melalui proses kapasitasi, selanjutnya
sebagai satu alternatif biomonitoring pencemaran dibagi menjadi 6 kelompok sesuai dengan tingkatan
perairan laut oleh logam berat Cd pada tingkat konsentrasi logam berat, yaitu 0, 1, 3, 6, 9, dan 12
seluler. µg/L Cd terlarut selama 4 minggu dalam bak
aquarium yang berisikan air laut 200L dengan
METODE PENELITIAN sirkulasi udara bak perlakuan menggunakan
aeratorlistrik. Semua perlakuan diulang sebanyak 7
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen kali. Selama perlakuan, dilakukan pengukuran faktor
nonfaktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) fisika kimia pada bak perlakuan berupa suhu, pH,
6 level dengan 7 ulangan selama 4 minggu. Sampel salinitas, dan oksigen terlarut pada waktu pagi, siang
dalam penelitian ini adalah 42 individu D. setosum dan sore hari. Selama 4 minggu perlakuan, dilakukan
hasil penangkaran pada Balai LIPI Ambon. Urutan pergantian air aquarium 1 kali dalam 1 minggu.
pelaksanaan penelitian dijelaskan sebagai berikut. Pemberian pakan berupa lamun dilakukan setiap pagi
dengan cara mengikat lamun pada bongkahan karang
Penyediaan Hewan Uji dan diletakan dalam bak perlakuan serta menebar
Penyediaan hewan uji dimulai dengan tahapan lamun pada permukaan air bak perlakuan.
budidaya pada Balai LIPI Ambon, Indonesia. Setelah 4 minggu perlakuan, dilakukan
Tahapan budidaya D. setosum menggunakan sistem pembedahan terhadap 42 individu D. setosum untuk
air mengalir, yakni tahap pemijahan, tahap larva, diambil organ hati. Oragn hati yang telah dibedah,
tahap pendedaran dan tahap pembesaran. Tahapan dimasukan ke dalam pot sampel untuk pemeriksaan
pemijahan dilakukan pada kolam pemijahan dimulai apoptosis dan pengukuran konsentrasi protein
dari pemilihan induk, peneluran, pembuahan hingga caspase-3 di Laboratorium Fisiologi dan Histologi
penetasan telur. Tahapan larva ini dilakukan di wadah Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.
terkontrol (bak semen atau fiberglass). Fase sejak
telur menetas hingga mencapai umur 12-15 hari. Pada Pemeriksaan Apoptosis dengan Pengecatan
tahap pendedaran, pemeliharaan benih D. setosum Hematoxilen-Eosin (HE)
dilakukan di bak semen atau fiberglass selama 1 Pemeriksaan apoptosis pada hepar D. setosum,
bulan. Tahap pembesaran merupakan fase diawali dengan pembuatan preparat spesimen hepar.
membesarkan benih yang dilakukan selama 3-8 bulan Langkah-langkah pembuatan preparat spesimen hepar
di bak semen atau fiberglass sampai individu D. dijelaskan sebagai berikut.
setosum mencapai lingkar tubuh 10-25 cm dan berat Tahapan fiksasi jaringan diawali dengan
tubuh 40-160 g. pencucian Hepar D. setosum dengan PBS 1x sampai
bersih, dan dimasukan dalam fiksatif selama 1 jam,
Penentuan Hewan Uji kemudian hepar dipotong 1 x 1 cm. Spesimen
Penentuan individu D. setosum untuk direndam kembali dalam fiksatif dengan waktu < 24
digunakan dalam perlakuan, yakni sampel individu jam. Spesimen dicuci dengan alkohol 50% secara
D. setosum yang dipelihara selama 8 bulan dengan berulang tanpa memegang serta memencet spesimen.
berat tubuh 90 g dan lingkar tubuh 15 cm sebanyak Bila disimpan > 24 jam, spesimen direndam dalam
42 individu yang dibagi menjadi 6 kelompok untuk 6 alkohol 70%, setelah itu dicuci lagi dengan alkohol
tingkatan konsentrasi logam berat Cd, dan pada 70%. Tujuan dari fiksasi adalah untuk meminimalis
masing-masing kelompok digunakan 7 individu atau menghentikan proses autokatalik dari jaringan.
sehingga total unit analisis adalah 42. Sampel
44 J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN Vol. 21, No.1
Langkah selanjutnya adalah pembuatan blok metode standar. Setiap ekstrak sitosol diencerkan
parafin. Spesimen didehidrasi dalam alkohol 85% sampai konsentrasi 50-200 μg protein per 50 μL Cell
selama 1-2 jam, alkohol 96% selama 1-2 jam, dan Lysis Buffer (1-4 mg/mL). Jumlah sampel diukur dan
alkohol 100% selama 2-3 jam. Spesimen dijernihkan dilakukan aliquot 2x pereaksi buffer secukupnya ke
dengan xylol:alkkohol 100% = 1:3 selama 1 jam, dalam tabung kaca (diasumsikan 50 μL 2x Reaction
xylol:alkkohol 100% = 2:2 selama 1 jam, Buffer per sampel). Selanjutnya ditambahkan DTT ke
xylol:alkkohol 100% = 3:1 selama 1 jam, xylol murni 2x Reaction Buffer segera sebelum digunakan (10
I selama 1 jam, dan xylol murni II selama 1 jam. mM konsentrasi akhir; ditambahkan 10 μL 1,0 stok
Infiltrasi spesimen dikerjakan dalam oven dengan DTT per 1 mL 2x Reaction Buffer). Ke dalam sampel
xylol:parafin 1:1 (45-50 oC) selama 1 jam, parafin I ditambahkan 50 μL 2x Reaction Buffer (berisi 10
(65-70 oC) selama 1 jam, parafin II (65-70 oC) selama mM DTT) ke setiap sampel. Selanjutnya
1 jam. Tujuan dari proses ini untuk membersihkan ditambahkan 5 μL substrat 4 mM (200 μM
jaringan dari sisa-sisa alkohol agar mudah untuk konsentrasi akhir) dan inkubasikan pada 37 oC selama
menempel digunakan mounting medium. Pembuatan 1-2 jam. Simpan sampel dalam gelap selama
blok dengan kertas, spesimen dimasukan dalam kotak inkubasi. Absorbansi sampel dibaca dalam 400 nm
kertas, diberi parafin cair, kemudian dilabeli. Parafin atau 405 nm dengan microplate reader. Peningkatan
didinginkan dengan air dingin. Pengeblokan dengan aktivitas caspase-3 ditentukan melalui perbandingan
parafin ini bertujuan untuk memudahkan pengirisan langsung dengan level kontrol non-induksi.
jaringan dengan mikrotom dengan ketebalan 5-10
mikron. Analisis Data
Selanjutnya adalah langkah pemotongan blok Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif
parafin. Blok parafin yang sudah siap selanjutnya menggunakan metode kuantitatip dalam bentuk
diiris dengan rotary microtome. Irisan jaringan hepar persentase untuk menggambarkan jaringan hepar D.
setebal 4 µm, selanjutnya dilakukan mounting pada setosum yang mengalami apoptosis.
gelas objek/slide dengan gelatin 5%. Selain itu, digunakan statistik inferensial
Tahapan pewarnaan dilakukan berikutnya. ANOVA satu jalur (One Way Anova) untuk mengkaji
Setelah blok parafin diiris, lalu diletakkan di atas efek perlakuan logam Cd terhadap konsentrasi
gelas slide (object glass). Lapisan yang terjadi masih protein caspase-3 dan dilakukan uji lanjut dengan
terlapisi paraffin, maka perlu dihilangkan dulu Duncan 0,05 untuk melihat perbedaan rata-rata
dengan cara merendamnya dalam larutan dehidrasi konsentrasi paparan logam berat terhadap konsentrasi
(alkohol, xylol). Masih dalam rangka rangkaian protein caspase-3 pada organ hepar D. setosum.
dehidrasi, dilakukan pewarnaan supaya jaringan yang
diamati tampak jelas. Larutan yang digunakan adalah HASIL DAN PEMBAHASAN
haemotoksilin eosin.
Sel hati yang mengalami apoptosis diamati Apoptosis pada D. setosum akibat Paparan Logam
menggunakan mikroskop Olympus dengan Berat Cd
pemotretan slide blot pada lapang pandang Hasil pengamatan untuk memberikan gambaran
perbesaran 400x. Sel yang mengalami apoptosis mengenai histologi hepar yang mengalami apoptosis
diamati berdasarkan ciri sel shrinkage, nukleus sebagai respons fisiologi D. setosum akibat terpapar
mengalami kondensasi, dan pembentukan apoptotic logam berat Cd, terlihat adanya noktah berwarna
bodies. ungu (Gambar 1). Noktah berwarna ungu yang
ditunjukan dengan tanda panah hitam menunjukkan
Pengukuran Konsentrasi Caspase-3 dengan adanya apoptosis pada jaringan hepar D. setosum.
Caspase Colorimetric Assay Kit Jaringan hepar yang mengalami apoptosis, nukleus
Penentuan konsentrasi caspase-3 mengikuti selnya mengalami kondensasi dan pembentukan
Slee dkk. (1999), yaitu penghalusan jaringan hepar D. apoptotic bodies. Semakin tinggi paparan konsentrasi
setosum kemudian ditambahkan lysis buffer, logam berat Cd, maka sel yang mengalami apoptosis
selanjutnya divortek dan diinkubasi 30 menit pada 4 juga semakin tinggi. Peningkatan apoptosis jaringan
°C. Sampel kemudian disentrifuse pada 2000 rpm dan hepar D. setosum dapat terungkap, kadarnya
supernatan disimpan. Supernatan (ekstrak sitosol) meningkat berturut-turut dari rendah ke tinggi, yakni
dipindahkan ke dalam tabung segar dan diletakkan di pada bak 1 < 2 < 3 < 4 < 5 < 6. Hal ini berarti bahwa
es. Perlakuan assay pada konsentrasi protein dengan konsentrasi logam berat Cd meningkatkan apoptosis.
Maret 2014 RUMAHLATU, D.: EFEK PERILAKU LOGAM BERAT 45
A B C
D E F
Gambar 1. Hasil pemulasan jaringan hepar D. setosum dengan pengecatan Hematoxilen-Eosin (HE).
Pengamatan dengan mikroskop olympus untuk pemotretan slide blot dengan pembesaran 400x zoom. Gambar
dengan Notasi (a) kontrol; (b) konsentrasi 1,0 µg/L Cd; (c) 3,0 µg/L; (d) 6,0 µg/L; (e) 9,0 µg/L; dan (f) 12,0
µg/L. Tanda panah menunjukkan sel hepar yang mengalami apoptosis.
46 J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN Vol. 21, No.1
penelitian apoptosis ini dapat dijadikan sebagai Pada sisi lain, hasil pengujian hipotesis dengan
model biomonitoring paparan logam berat Cd pada One Way Anova (Tabel 1), yakni konsentrasi logam
tingkatan seluler dengan menggunakan D. setosum berat Cd berpengaruh sangat signifikan terhadap
sebagai spesies biomonitoring. Dijelaskan oleh konsentrasi protein caspase-3 pada organ hepar D.
Roccheri dkk. (2005) bahwa over-expressed dalam setosum, dimana nilai signifikansi lebih kecil dari α
sel-sel yang terpapar logam berat berperan penting 0.05 (p < 0.05). Selanjutnya, hasil analisis varians
untuk mencegah terjadinya kematian sel dan yang menunjukkan pengaruh sangat signifikan,
memberikan kontribusi terhadap respon pertahanan kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan 0,05 (Tabel
seluler akibat stres dan dapat digunakan sebagai 2), dimana terlihat adanya perbedaan notasi.
model biomonitoring paparan logam berat. Dengan Perbedaan yang teramati pada kelompok perlakuan
demikian, hasil penelitian pada kasus apoptosis konsentrasi Cd menunjukkan pengaruh paparan
jaringan hepar D. setosum dapat digunakan sebagai konsentrasi Cd terhadap konsentrasi protein caspase-
model biomonitoring seluler paparan logam berat Cd. 3 pada hepar D. setosum.
Konsentrasi Cd secara signifikan meningkatkan
Pengaruh Konsentrasi Logam Berat Cd terhadap konsentrasi protein caspase-3. Hal ini menunjukkan
Konsentrasi Protein Caspase-3 pada Organ Hepar bahwa semakin tinggi konsentrasi Cd yang
D. setosum dipaparkan maka konsentrasi protein caspase-3 yang
Hasil pengukuran konsentrasi protein caspase-3 teraktivasi pada D. setosum juga semakin tinggi.
dengan metode caspase colorimetric assay kit Secara kuantitatif dengan uji caspase
(Gambar 2) menunjukkan adanya peningkatan colorimetric assay kit (Gambar 2) menunjukkan
konsentrasi dengan semakin tingginya paparan logam bahwa konsentrasi protein caspase-3 meningkat
berat Cd. Terlihat bahwa konsentrasi protein caspase- seiring dengan semakin tingginya paparan
3, kadarnya meningkat berturut-turut dari rendah ke konsentrasi logam berat Cd. Terlihat konsentrasi
tinggi, yakni pada bak 1 < 2 < 3 < 4 < 5 < 6. Dapat protein caspase-3 pada perlakuan konsentrasi 12
disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar logam berat µg/L Cd adalah yang paling tinggi dibanding kontrol,
yang terakumulasi di dalam jaringan hepar D. dengan tingkat konsentrasi yang paling tinggi. Selain
setosum sebagai suatu respons terhadap stress itu, berdasarkan hasil analisis varians (Tabel 1.)
oksidatif oleh adanya logam berat Cd sehingga menunjukkan bahwa konsentrasi logam berat Cd
mengaktifkan dan meningkatkan konsentrasi berpengaruh sangat signifikan (p < 0.05) terhadap
caspase-3. konsentrasi protein caspase-3 pada organ hepar D.
setosum. Di sisi lain, hasil uji lanjut Duncan (Tabel
2.) menunjukkan adanya perbedaan rerata pada
kelompok tingkatan konsentrasi Cd. Hasil ini
menunjukkan bahwa respons biomolekuler D.
setosum berupa konsentrasi protein caspase-3
diaktifkan oleh adanya akumulasi logam berat Cd,
dan dapat dikatakan bahwa peningkatan konsentrasi
caspase-3 mengaktivasi terjadinya apoptosis pada
hepar D. setosum seperti yang terlihat pada Gambar
Gambar 2. Konsentrasi protein caspase-3 dalam 1. Hal ini berarti bahwa logam berat Cd menginduksi
jaringan hepar D. setosum akibat paparan konsentrasi apoptosis lewat aktivasi caspase-3.
logam berat Cd.
Tabel 1. Hasil analisis varian, pengaruh konsentrasi logam berat Cd terhadap konsentrasi protein Caspase-3
pada organ hepar D. setosum
Sum of Sig.
Sumber varians df Mean square Nilai F
squares (Nilai p)
Total 0,642 41
Maret 2014 RUMAHLATU, D.: EFEK PERILAKU LOGAM BERAT 47
Tabel 2. Hasil uji Duncan dari hasil analisis varian terdapat pengaruh yang signifikan konsentrasi logam berat
Cd terhadap konsentrasi protein Caspase-3 pada organ hepar D. setosum (N = 7).
Rerata konsentrasi protein
Notasi
Konsentrasi logam berat Cd caspase-3 pada organ hepar
Duncan
D. setosum
0.0 (kontrol) 0,46886 a
1,0 µg/L Cd 0,47957 a
3,0 µg/L Cd 0,54643 ab
6,0 µg/L Cd 0,60014 ab
9,0 µg/L Cd 0,60543 ab
12,0 µg/L Cd 0,63086 b
Dijelaskan oleh Dwipoyono (2007); Zhang dkk. logam berat dan memiliki kemampuan untuk
(2002) dan Nagata (1997) bahwa caspase-3 berperan merespons kontaminasi logam berat.
dalam proses regulasi dan eksekusi proses apoptosis.
Disisi lain, berdasarkan hasil pengamatan (Gambar 1) KESIMPULAN
terlihat adanya sel hepar D. setosum yang mengalami
apoptosis. Hasil ini sejalan dengan hasil pengukuran Hasil pengukuran konsentrasi protein caspase-3
konsentrasi protein caspase-3 (Gambar 2), dimana dengan caspase colorimetric assay kit dan
semakin tinggi konsentrasi logam berat Cd yang pemeriksaan apoptosis dengan teknik pengecatan HE
dipaparkan, maka protein caspase-3 yang menunjukkan adanya peningkatan dengan semakin
mengaktivasi terjadinya apoptosis menunjukkan hasil tingginya konsentrasi logam berat Cd. Di sisi lain, D.
yang tinggi. Nagata (1997) menjelaskan bahwa setosum dapat dipakai sebagai alat biomonitoring
aktivasi caspase-3 dapat menyebabkan terjadinya pencemaran logam berat Cd di laut. Hal ini
apoptosis dan menghasilkan apa terlihat sebagai didasarkan pada hasil analisis pengaruh perlakuan
apoptosis pada Gambar 1. logam berat Cd terhadap protein caspase-3 pada D.
Peningkatan konsentrasi protein caspase-3 dapat setosum yang menunjukkan pengaruh yang sangat
dikatakan sebagai salah satu mekanisme protektif di signifikan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa
dalam sel sehingga mengakibatkan terjadinya caspase-3 pada D. setosum dapat digunakan sebagai
apoptosis yang diinduksi oleh logam berat Cd. biomonitoring pencemaran logam berat di laut pada
Logam berat Cd yang meningkatkan konsentrasi tingkat seluler.
protein caspase-3 memiliki potensi sebagai
biomonitoring akumulasi logam berat Cd pada UCAPAN TERIMAKASIH
tingkat seluler. Dijelaskan oleh Allen dan Moore
(2004) bahwa pengukuran langsung terhadap Penulis mengucapkan terimakasih kepada
biomarker paparan logam berat dilakukan untuk Kepala UPT Balai Konservasi Biota Laut LIPI
menilai perubahan proses kimia dan fisiologi pada Ambon beserta staf, kepada Kepala Laboratorium
tingkatan organisasi. Hal ini berarti bahwa Fisiologi dan Histologi Fakultas Kedokteran
pengukuran konsentrasi protein caspase-3 pada D. Universitas Brawijaya Malang, kepada Prof.
setosum dapat menjadi penanda biologi sekaligus Shalihuddin Djalal Tanjung, Ph.D Dosen Ekologi dan
biomonitoring akumulasi logam berat Cd pada Ilmu Lingkungan Fakultas Biologi UGM. Ucapan
tingkat seluler. Dijelaskan oleh Schoettger (1996) terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ditjen
bahwa respons yang timbul pada organisasi seluler Dikti Kemendiknas yang telah memberikan BPPS
memang diperlukan untuk memastikan keberadaan kepada penulis untuk menyelesaikan Program Doktor
logam berat di lingkungan. Russo dkk. (2003) (S3) Pendidikan Biologi di Program Pascasarjana
menjelaskan bahwa invertebrata laut memiliki Universitas Negeri Malang tahun 2010/2011, dan
sensivitas yang tinggi terhadap tekanan (stressor) kepada para reviewer yang telah mengkoreksi artikel
ini.
48 J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN Vol. 21, No.1