Anda di halaman 1dari 9

HIDRO-ELEKTROMETALURGI

LAPORAN PRAKTIKUM HIDRO-ELEKTROMETALURGI


Acara 4 – Kinetika Proses Pelindian Nikel

Dewa Gde Yoga S1, Abdullah2, Aulia3, Errandy4, Firmansyah5, Nabil6, Syahwanul7, dan Syifa8
1
Program Studi Teknik Metalurgi, Fakultas Teknologi Mineral,
UPN Veteran Yogyakarta, Kampus 2 UPN Babarsari 55281, Indonesia

Abstrak. Nikel laterit ini digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu nikel laterit jenis saprolit dan nikel laterit jenis
limonit. Pada dasarnya, pengolahan nikel laterit dapat dilakukan dengan metode hidrometalurgi, pirometalurgi,
atau kombinasi dari keduanya. Pada metode pirometalurgi biasanya digunakan untuk mengolah nikel saprolit
yang memiliki kadar nikel lebih tinggi dari nikel limonit. Sedangkan nikel limonit biasanya dilakukan
pengolahan dengan menggunakan metode hidrometalurgi. Dari pengujian pelindian yang dilakukan
menggunakan pelarut asam sulfat, didapatkan hasil pengendali laju reaksi yaitu surface chemical control
dengan nilai R2 sebesar 0,9983. Selanjutnya % ekstraksi tertinggi yang didapatkan pada 303K sebesar 54%,
pada 323K sebesar 66%, dan pada 363K sebesar 88%. Seluruh % ekstraksi tertinggi didapatkan pada waktu 30
menit. Dari perhitungan yang dilakukan terhadap energi aktivasi, didapatkan nilai sebesar 11639,42935
joule/mol. Peningkatan laju reaksi pelindian dapat dilakukan dengan cara menaikkan konsentrasi dari pelarut
yang digunakan dan penambahan katalis.

Keyword : Nikel, Asam Sulfat, Persen Ekstraksi

1. Pendahuluan menggunakan jalur pirometalurgi untuk memproduksi


feronikel dan nikel matte [5]. Sedangkan pada bijih
Salah satu sumber daya alat yang tak terbarukan dan nikel limonit yang memiliki kadar rendah, biasanya
mempunyai andil yang tinggi terhadap perekonomian diolah menggunakan jalur hidrometalurgi. Hal ini
di Indonesia adalah mineral logam. Salah satu mineral disebabkan karena dapat menghasilkan produk dengan
logam yang tersebar di Indonesia khususnya di kemurnian tinggi dibanding pirometalurgi serta bila
Indonesia timur seperti Sulawesi dan dimanfaatkan diolah dengan jalur pirometalurgi, dinilai tidak
dalam industri yaitu nikel. Nikel memiliki ketahanan ekonomis dan nikel yang dihasilkan memiliki grade
yang baik terhadap korosi, mudah dibentuk tetapi tetap rendah. Proses hidrometalurgi yang dapat dilakukan
kuat, serta katalisator dan konduktor yang baik. Nikel untuk pengolahan bijih nikel laterit kadar rendah yaitu
termasuk ke dalam logam nonferrous yang banyak proses Caron, proses High Pressure Acid Leaching
digunakan sebagai baja tahan karat, baja paduan, dan (HPAL), dan Atmospheric Pressure Acid Leaching
pelapis baja. Nikel dapat diperoleh dari beberapa (APAL) [4].
sumber utama, seperti batuan nikel laterit dan batuan
nikel sulfida [6].
Pada penggolongan bijih nikel laterit atau oksida 2. Landasan Teori
biasanya terdapat di belahan bumi beriklim tropis,
Nikel merupakan logam nonferrous dengan sifat yang
sedangkan bijih nikel sulfida biasanya terdapat di
kuat, lunak, tahan benturan, tahan korosi, dan memiliki
belahan bumi bagian utara. Masing-masing dari bijih
aplikasi yang cukup luas digunakan dalam industri.
nikel tersebut menyumbang sekitar 30% untuk bijih
Salah satu bijih nikel yang terdapat di Indonesia yaitu
nikel sulfida dan 70% untuk bijih nikel laterit dari
bijih nikel laterit. Nikel laterit ini merupakan produk
cadangan nikel dunia. Walaupun nikel sulfida memiliki
sisa dari proses pelapukan secara mekanik dan kimiawi
persentase yang kecil, tetapi lebih dari 60% produksi
yang berkepanjangan dari batuan dasar ultramafik.
nikel berasal dari bijih nikel sulfida [1]. Potensi nikel
Secara umum, bijih nikel laterit ini digolongkan ke
laterit di Indonesia memiliki cadangan nikel laterit
dalam dua kelompok menurut kadar nikel yang
terbesar keempat di dunia. Pada bijih nikel laterit,
terdapat di dalam bijihnya yaitu nikel saprolit dan nikel
secara umum diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu
limonit. Pada nikel limonit memiliki kadar yang lebih
limonit dan saprolit. Bijih nikel saprolit memiliki kadar
rendah dibandingkan nikel saprolit yaitu sebesar 1-
nikel sebesar 1,5-3%, sedangkan bijih nikel limonit
1,5%. Nikel limonit diperkaya oleh zat besi, tetapi
memiliki kadar nikel sebesar 1-1.5% dengan
terdapat kandungan silika dan magnesium yang rendah.
kandungan besi yang cukup banyak [4].
Komponen utama dari nikel limonit ini yaitu oksida
Pengolahan bijih nikel laterit dapat dilakukan
besi, kobalt, dan kromium [2].
dengan menggunakan jalur pirometalurgi,
Pengolahan dari nikel laterit ini dapat dilakukan
hidrometalurgi, atau kombinasi dari keduanya.
dengan metode hidrometalurgi, pirometalurgi, atau
Umumnya untuk bijih nikel saprolit yang memiliki
gabungan dari keduanya. Untuk nikel laterit jenis
kadar lebih tinggi dari pada nikel laterit, diolah
limonit biasanya dilakukan pengolahan menggunakan mineral bijih yang disebut lapisan film, yang terakhir
jalur hidrometalurgi dengan alasan bahwa pengolahan yaitu tidak ada perubahan pada ukuran bijih, tetapi
dengan jalur hidrometalurgi dinilai lebih ekonomis hanya bagian inti yang berangsur-angsur menyusut
untuk bijih nikel dengan kadar rendah sehingga dapat akibat terjadinya reaksi. Mekanisme yang terjadi pada
menghasilkan grade yang lebih tinggi daripada SCM yaitu awal mula reaksi terjadi pada lapisan
menggunakan jalur pirometalurgi untuk mengolah bijih terluar. Dilanjutkan dengan reaksi yang menuju ke
dengan kadar rendah. Selain itu, penggunakan lapisan ash dan menuju lapisan core untuk bereaksi
hidrometalurgi dalam mengolah bijih nikel dengan terakhir kali. Dapat dilihat pada Gambar 1.
kadar rendah akan menghasilkan produk yang lebih
murni dibandingkan pirometalurgi [4].
Proses hidrometalurgi merupakan suatu proses
kimia basah untuk memisahkan atau mengekstraksi
logam yang diinginkan dari bijih secara selektif ke
dalam fasa cair atau pelarutnya. Hidrometalurgi
merupakan metode yang dinilai menjanjikan karena
mampu menghasilkan produk nikel dengan kemurnian
yang tinggi. Selain itu, penggunaan reagen yang
digunakan sebagai pelarut dapat didaur ulang dan
digunakan kembali sehingga dapat mengurangi biaya
produksi. Walaupun begitu, metode ini juga memiliki
dampak negatif dimana pada prosesnya masih
meninggalkan residu dari pelarut kimia yang dapat
membahayakan lingkungan dan kesehatan [2]. Gambar 1. Mekanisme shrinking core model (SCM)
Pelindian bijih nikel laterit jenis limonit termasuk
ke dalam reaksi heterogen karena melibatkan lebih dari Selain SCM terdapat model kinetika PCM atau
satu fasa. Progressive-Convertion Model. Mekanisme dilakukan
Reaksi yang terjadi: dengan menggunakan gas reaktan sehingga berbeda
aA(solid) + bB(liquid)  cC(liquid) + dD(solid) dengan SCM. Gas reaktan ini akan bereaksi dengan
Konsentrasi nikel yang didapatkan bergantung pada partikel bijih dengan cara masuk ke dalam partikel.
reagen asam yang digunakan, konsentrasi asam, Perbedaan dengan SCM yaitu pada PCM tidak terdapat
temperature dan waktu pelindian Salah satu reagen lapisan sehingga reaksi hanya berlangsung dalam
pelarut yang dapat digunakan dalam proses pelindian partikel. Dapat dilihat pada Gambar 2.
hidrometalurgi yaitu asam sulfat (H 2SO4). Pada proses
pelindian menggunakan H2SO4 merupakan sistem
reaksi heterogen (solid-liquid) [3]. Dalam proses
pelindian bijih nikel laterit terdapat salah satu studi
yang penting diterapkan yaitu studi kinetika pelindian.
Tujuan diterapkan studi kinetika pelindian yaitu dapat
menentukan tahap pengendali laju reaksi dan model
kinetika yang digunakan. Tahap pengendali laju
merupakan tahap yang paling lambat dari keseluruhan
tahapan. Tahap ini penting untuk diketahui karena
dengan mengetahui pengendali laju, maka dapat
diketahui cara yang tepat untuk meningkatkan
kecepatan laju reaksi pelindian [5]. Laju reaksi pada
dasarnya dikendalikan oleh salah satu tahapan berikut,
yaitu difusi melalui lapisan pelarut, difusi melalui
permukaan produk reaksi, atau reaksi kimia pada Gambar 2. Mekanisme Progressive-Convertion Model
permukaan partikel yang bereaksi. Proses yang terjadi (PCM).
dikendalikan oleh tahapan yang paling lambat dari
ketiga tahapan tersebut. Kinetika reaksi pelindian 3. Metode Penelitian
untuk partikel umumnya dapat ditinjau dengan
menentukan pengendali laju reaksi menggunakan Pada praktikum kinetika proses pelindian nikel ini,
model kinetika shrinking core model (SCM) [3]. terdapat beberapa peralatan dan bahan yang digunakan
Permodelan kinetika shrinking core model (SCM) dalam pengujian untuk mendukung terlaksananya
dalam menganalisis pelindian pada bijih nikel laterit praktikum kinetika proses pelindian nikel, yaitu :
jenis limonit menggunakan reagen asam sulfat (H 2SO4)
terdapat beberapa asumsi dimana partikel bijih yang
3.1 Peralatan
diteliti diasumsikan berbentuk bulat, selanjutnya
terdapat lapisan padat porous di permukaan inti yang Adapun peralatan yang digunakan dalam praktikum,
sedang bereaksi akibat dari mineral yang tidak larut, antara lain :
terdapat lapisan fluida tipis yang ada pada permukaan

Praktikum Hidro-Elektrometalurgi – Dewa Gde Y. S. / 116210046


3.1.1 Magnetic Stirrer Gelas beker merupakan alat yang digunakan untuk
tempat penampungan, percampuran, dan pemanas
Magnetic Stirrer merupakan alat yang digunakan untuk larutan pada saat pengujian praktikum. Alat ini
proses pengadukan dalam pengujian ini sehingga digunakan untuk mengukur seberapa banyak larutan
proses pelindian dapat dilakukan. Magnetic Stirrer yang akan digunakan. Gelas beker dapat dilihat pada
dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 6.

Gambar 3. Magnetic stirrer


Gambar 6. Gelas beker
3.1.2 Timbangan
3.1.5 Pengaduk
Timbangan merupakan alat yang digunakan dalam
menghitung berat sampel yang akan dilakukan Pengaduk merupakan alat yang digunakan untuk
pengujian. Timbangan dapat dilihat pada Gambar 4. melakukan percampuran larutan yang ada di dalam
suatu wadah. Pengaduk dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 4. Timbangan

Gambar 7. Pengaduk
3.1.3 Reaktor Pelindi
Reaktor pelindi merupakan alat yang digunakan untuk 3.1.6 Tabung Ukur
melakukan pelindian, dimana pada alat ini terdapat
tutup berbentuk seperti mahkota yang disebut katup Tabung ukur merupakan alat yang digunakan untuk
untuk tempat penembakan oksigen dengan tekanan mengukur banyaknya larutan dalam pengujian dengan
tinggi. Reaktor pelindi dapat dilihat pada Gambar 5. lebih rinci daripada gelas beker. Tabung ukur dapat
dilihat pada Gambar 8.

Gambar 5. Reaktor pelindi Gambar 8. Tabung ukur

3.1.4 Gelas Beker 3.1.7 Stopwatch

Praktikum Hidro-Elektrometalurgi – Dewa Gde Y. S. / 116210046


Stopwatch merupakan alat yang memberikan Asam sulfat (H2SO4) merupakan bahan pelarut asam
keterangan waktu seberapa lama reaksi tersebut yang digunakan dalam pengujian untuk melarutkan
berjalan. Stopwatch dapat dilihat pada Gambar 9. sampel bijih. Asam sulfat (H2SO4) dapat dilihat pada
Gambar 12.

Gambar 9. Stopwatch
Gambar 12. Asam sulfat (H2SO4)

3.2 Bahan
3.3 Prosedur Praktikum
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum
kinetika proses pelindian nikel, antara lain : Praktikum kinetika proses pelindian nikel dilakukan
dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4) sebagai
reagen pelarut. Langkah pertama yang dilakukan yaitu
3.2.1 Bijih Nikel dengan menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan dalam pengujian sesuai dengan prosedur
Bijih nikel merupakan bahan utama yang digunakan
yang telah diberikan.
dalam pengujian ini. Bijih nikel yang digunakan
Setelah alat dan bahan sudah disiapkan, selanjutnya
merupakan bijih nikel laterit. Bijih nikel dapat dilihat
dilakukan penghalusan ukuran butir sampel bijih nikel
pada Gambar 10.
dan dilanjutkan dengan penimbangan sampel bijih
nikel sebanyak 100 gram dengan menggunakan
timbangan. Dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 10. Bijih nikel


Gambar 13. Penimbangan sampel bijih nikel
3.2.2 Aquades
Setelah itu, dilakukan pengambilan larutan yang
Aquades merupakan air murni hasil proses destilasi. akan digunakan dalam pengujian yaitu asam sulfat
Pada pengujian ini, aquades digunakan sebagai (H2SO4) dengan kadar 1 M yang dicampur dengan
campuran bahan pelarut. Aquades dapat dilihat pada aquades sebanyak 122,22 ml. Dapat dilihat pada
Gambar 11. Gambar 14.

Gambar 11. Aquades Gambar 14. Pencampuran asam sulfat dan aquades
Dilanjutkan dengan mencampurkan larutan tersebut
ke dalam sampel bijih nikel yang akan dilakukan
3.2.3 Asam Sulfat (H2SO4) pelindian di dalam reaktor pelindi yang sudah

Praktikum Hidro-Elektrometalurgi – Dewa Gde Y. S. / 116210046


diletakkan di atas magnetic stirrer. Dapat dilihat pada Time Ni gpt (awal) Ni dissolve
Gambar 15. 0 1,6 0
303 K 10 1,6 0,35
20 1,6 0,64
30 1,6 0,87
Time Ni gpt (awal) Ni dissolve
0 1,6 0
323 K 10 1,6 0,49
20 1,6 0,84
30 1,6 1,06
Time Ni gpt (awal) Ni dissolve
0 1,6 0
363 K 10 1,6 0,68
Gambar 15. Pencampuran larutan dengan sampel 20 1,6 1,13
30 1,6 1,41
Selanjutnya, dilakukan pengadukan menggunakan
magnetic stirrer dengan kecepatan 300 rpm dan suhu Tabel 2. Data Perhitungan Volume H2SO4
60°C. Dapat dilihat pada Gambar 16.
Menghitung Volume H2SO4
Berat Bijih 100 gr
% Solid 45%
% H2SO4 96%
Mr H2SO4 98 gr/mol
Rho H2SO4 1,83 gr/cm3

Tabel 3. Data Perhitungan Nilai Energi Aktivasi

Menghitung Nilai Energi Aktivasi


R 0,001 m
rho T 42500 mol/m3
Gambar 16. Pengadukan dengan magnetic stirrer
b (Perbandingan mol
Setelah mencapai batas waktu yang telah reagen pelindi terhadap 0,5
ditentukan yaitu 10 menit. Dilanjutkan dengan mol oksida)
melakukan pencatatan data hasil pengujian dan C (Konsentrasi reagen
6000 mol/m3
menghitung perolehan menggunakan data yang pelindi)
didapatkan.
Rk (Konstanta Gas) 8,314472 J/mol.K

4. Hasil Pengamatan
4.2 Perhitungan
Pada praktikum dengan acara Kinetika Proses
Pelindian Nikel ini, data yang diberikan berupa data Perhitungan yang dilakukan pada praktikum ini yaitu :
sekunder untuk dilakukan perhitungan.  Persen Ekstraksi
¿ Dissolve
% Ekstraksi=
4.1 Hasil Data Pengamatan ¿ Awal
 External Mass Control
Hasil dari data pengamatan yang ada pada praktikum t
ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini. =Xb
τ
 Rate Diffusion Cntrol
2
t 3
=1−3 ( 1−Xb ) +2(1− Xb)
τ
 Surface Chemical Control
1
t 3
=1− (1−Xb )
τ
 Energi Aktivasi
Ea
ln K −
Tabel 1. Data Hasil Pelindian Nikel RT

Praktikum Hidro-Elektrometalurgi – Dewa Gde Y. S. / 116210046


Dari rumus yang telah disajikan, selanjutnya dilakukan
perhitungan dan diperoleh hasil perhitungan yaitu :
Tabel 4. Perhitunan persen ekstraksi

Time Ni Awal Ni dissolve % Extraction


0 1,6 0 0%
303 K 10 1,6 0,35 22%
20 1,6 0,64 40%
30 1,6 0,87 54%
Time Ni Awal Ni dissolve % Extraction
0 1,6 0 0%
323 K 10 1,6 0,49 31%
20 1,6 0,84 53%
30 1,6 1,06 66% Gambar 18. Grafik regresi linear 323K
Time Ni Awal Ni dissolve % Extraction
Tabel 7. Perhitungan regresi linear pada temperatur 363K
0 1,6 0 0%
363 K 10 1,6 0,68 43% Time Xb 1-3(1-Xb)^(2/3)+2(1-Xb) 1-(1-Xb)^(1/3)
0 0,00 0,00000 0,00000
20 1,6 1,13 71% 363 K 10 0,43 0,07557 0,16845
30 1,6 1,41 88% 20 0,71 0,26182 0,33525
30 0,88 0,51271 0,50848

Tabel 5. Perhitungan regresi linear pada temperatur 303K


Time Xb 1-3(1-Xb)^(2/3)+2(1-Xb) 1-(1-Xb)^(1/3)
0 0,00 0,00000 0,00000
303 K 10 0,22 0,01773 0,07899
20 0,40 0,06586 0,15657
30 0,54 0,13454 0,23016

Gambar 19. Grafik regresi linear 363K

Tabel 8. Nilai R2 pengendali laju reaksi

Nilai R2
External
Temperatur Rate Surface
Mass
Diffusion Chemical
Transfer
Gambar 17. Grafik regresi linear 303K Control
Controls Controls

30 0,9915 0,9398 0,9997


50 0,9716 0,9656 0,9953
Tabel 6. Perhitungan regresi linear pada temperatur 323K 90 0,9646 0,9502 0,9999
0,9759 0,9519 0,9983
Time Xb 1-3(1-Xb)^(2/3)+2(1-Xb) 1-(1-Xb)^(1/3)
0 0,00 0,00000 0,00000
323 K 10 0,31 0,03648 0,11475
20 0,53 0,12365 0,21975 Berdasarkan perhitungan R2 di atas, dapat
30 0,66 0,22076 0,30376 diketahui bahwa surface chemical controls merupakan
pengendali laju reaksi dari proses pelindian nikel. Hal
itu dapat diketahui karena nilai rata-rata dari ketiga
pengendali laju tersebut yang paling mendekati 1
adalah surface chemical controls.
Tabel 9. Perhitungan energi aktivasi

Praktikum Hidro-Elektrometalurgi – Dewa Gde Y. S. / 116210046


T tho K 1/T ln K hidrometalurgi sehingga lebih ekonomis. Terdapat
7595,6938 0,0000018651 3,30E-03 -13,19220
beberapa faktor dari studi kinetika yang dapat
303 7664,4340 0,0000018484 3,30E-03 -13,20121 mempengaruhi hasil dari ekstraksi pada
7820,6758 0,0000018114 3,30E-03 -13,22139 hidrometalurgi, yaitu pengaruh waktu terhadap persen
5228,9189 0,0000027093 3,10E-03 -12,81882
323 5460,6359 0,0000025943 3,10E-03 -12,86218
ekstraksi yang diperoleh, energi aktivasi, dan pengaruh
5925,6982 0,0000023907 3,10E-03 -12,94392 pengendali laju reaksi.
3561,9248 0,0000039773 2,75E-03 -12,43492 Pada percobaan praktikum pelindian nikel, reagen
363 3579,4338 0,0000039578 2,75E-03 -12,43982
3539,9886 0,0000040019 2,75E-03 -12,42874
yang digunakan yaitu asam sulfat. Dimana reagen ini
nantinya akan dipanaskan dengan temperatur 30°C,
50°C, dan 90°C. Dengan adanya perbedaan temperatur
yang diaplikasikan dalam praktikum, dimana semakin
tinggi temperatur maka laju reaksi dalam proses
pelindian akan semakin besar juga berdasarkan teori
yang ada. Selamnjutnya, bijih nikel diambil sebanyak
100 gram dan dicampurkan dengan aquades agar
mendapatkan % solid sebanyak 45%. Pelindian ini
dilakukan di dalam alat reaktor yang berbentuk
mahkota secara tertutup yang berfungsi untuk menjaga
tekanan dan temperatur. Penutup berbentuk mahkota
ini bertujuan untuk memudahkan masuknya oksigen
agar saat salah satu tutupnya dibuka maka tekanan dan
temperatur tidak berubah terlalu banyak. Pada
Gambar 20. Grafik regresi linear energi aktivasi
pelindian ini dilakukan dengan interval waktu yang
Dari persamaan regresi linear y = -1399,9x – berbeda-beda yaitu 0 menit, 10 menit, 20 menit, dan 30
8,5679 dapat dilakukan perhitungan energi aktivasi, menit. Waktu pelindian ini akan berpengaruh ke persen
yaitu : ekstraksi nikel. Hal ini disebabkan karena semakin
Tabel 10. Hasil energi aktivasi lama waktu pelindian maka kontak antara bijih yang
dilakukan pelindian dengan reagen larutan asam yang
Ea/Rk 1399,9 digunakan akan semakin banyak bertumbukan. Dari
Ea 11639,42935 Joule/mol peristiwa tersebut, maka menyebabkan mineral nikel
yang diinginkan akan terlarut secara sempurna oleh
reagen asam sulfat. Akan tetapi jika waktu proses
5. Pembahasan pelindian semakin lama hal ini mengakibatkan
pemborosan pada konsumsi energi yang digunakan.
Praktikum hidrometalurgi acara kinetika proses Untuk mengetahui waktu yang optimal atau
pelindian nikel dilakukan dengan tujuan yaitu untuk mengetahui titik ekuivalen dari proses pelindian maka
mengetahui hubungan antara waktu pelindian dengan dilakukan analisis studi kinetika untuk proses
persen ekstraksi nikel yang diperoleh. Selain itu, pelindian. Analisis kinetika dapat dilakukan dengan
praktikan juga dapat mempelajari kinetika proses dari metode kinetika shrinking core model (SCM), dimana
pelindian nikel yang terjadi. Terakhir yaitu untuk terdapat tiga pengendali laju reaksi yaitu difusi melalui
mempelajari pengendali laju reaksi pada proses lapisan film fluida pada permukaan bijih (external
pelindian nikel. Bijih yang digunakan dalam praktikum mass transfer control/film diffusion control), difusi
ini merupakan bijih nikel yang telah mengalami proses melalui lapisan produk padat yang tidak bereaksi
pengecilan ukuran dan penyaringan hingga didapatkan (rate/ash diffusion control), dan reaksi antarmuka
ukuran yang cukup halus dan pelindian dibantu dengan (surface chemical reaction control). Dari data yang
menggunakan reagen H2SO4. diperoleh dan dilakukan perhitungan maka didapatkan
Nikel merupakan mineral yang termasuk ke dalam hasil untuk nilai rata-rata R2 pada external mass
logam nonferrous. Sumber logam nikel yang ada di transfer control sebesar 0,9759. Sedangkan pada rate
alam terdapat dalam bentuk endapan bijih sulfida dan diffusion control didapatkan hasil sebesar 0,9519.
endapan bijih laterit. Endapan bijih sulfida biasanya Terakhir pada surface chemical control sebesar 0,9983.
terdapat di belahan bumi bagian utara, sedangkan Dapat disimpulkan bahwa pengendali laju reaksi pada
endapan bijih laterit biasanya terdapat di belahan bumi pengujian ini yaitu surface chemical control karena
beriklim tropis. Secara umum nikel laterit terbagi nilai rata-ratanya R2 mendekati 1.
menjadi dua, yaitu nikel saprolit dengan kadar Ni yang Pada perhitungan terhadap persen ekstraksi yang
tinggi dan nikel limonit dengan kadar Ni yang lebih didapatkan untuk setiap interval menunjukkan bahwa,
rendah. Nikel saprolit diekstraksi dengan untuk suhu 303K pada waktu 0 menit diperoleh persen
menggunakan jalur pirometalurgi karena memiliki ekstraksi sebesar 0%, pada 10 menit sebesar 22%, pada
kadar nikel yang tinggi, dimana salah satu syarat 20 menit sebesar 40%, dan pada 30 menit sebesar
penggunaan jalur pirometalurgi yaitu memiliki kadar 54%. Sedangkan untuk suhu 323K diperoleh persen
tinggi supaya hasil yang diperoleh lebih efektif. ekstraksi pada 0 menit sebesar 0%, 10 menit sebesar
Sedangkan nikel limonit yang memiliki kandungan 31%, 20 menit sebesar 53%, dan 30 menit sebesar
nikel lebih rendah biasanya diekstraksi dengan jalur 66%. Terakhir untuk suhu 363K diperoleh persen

Praktikum Hidro-Elektrometalurgi – Dewa Gde Y. S. / 116210046


ekstraksi pada 0 menit sebesar 0%, 10 menit sebesar surface chemical control dan nilai energi aktivasi yang
43%, 20 menit sebesar 71%, dan 30 menit sebesar merupakan batas minimum berlangsungnya reaksi
88%. Sehingga dari perolehan ini dapat disimpulkan sehingga dapat ditentukan cara yang tepat untuk
jika hasil yang didapatkan sesuai dengan teori yang menaikkan laju reaksi agar reaksi dapat berlangsung
ada. Dalam teori dinyatakan bahwa semakin tinggi lebih cepat. Cara yang dapat dilakukan yaitu dengan
suhu dan semakin lama waktu yang digunakan dalam menaikkan konsentrasi dari reagen yang digunakan
proses pelindian, maka perolehan persen ekstraksi yang dalam pelindian sehingga kecepatan laju reaksi dapat
didapatkan akan semakin meningkat. Hal ini dapat meningkat. Selain cara tersebut, dapat juga dilakukan
dilihat dalam grafik peningkatan persen ekstraksi pada dengan penambahan katalis sehingga energi aktivasi
Gambar 21. dari proses reaksi pelindian dapat turun dan reaksi
dapat terjadi dengan energi di bawah energi aktivasi
sebelumnya. Katalis ini nantinya tidak ikut ke dalam
reaksi dan tidak akan mengubah konstanta
kesetimbangan. Sedangkan apabila pengendali laju
reaksi yang didapat adalah external mass control maka
dapat dilakukan dengan menaikkan temperatur
sehingga laju reaksi dapat berjalan lebih cepat.
Kemudian ketika pengendali laju yang didapat adalah
rate diffusion control maka dapat dilakukan
penambahan tekanan untuk mempercepat laju reaksi.

Gambar 21. Peningkatan % ekstraksi


6. Kesimpulan
Setelah itu dilakukan perhitungan terhadap nilai Dari praktikum kinetika proses pelindian nikel yang
energi aktivasi yang merupakan energi minimum yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan
diperlukan untuk bereaksi saat molekul bertumbukan sebagai berikut :
pada proses pelindian. Dalam teori disebutkan bahwa 1. Semakin tinggi temperatur yang digunakan dalam
semakin kecil energi aktivasi maka reaksi akan proses pelindian, maka % ekstraksi yang diperoleh
semakin mudah terjadi yang menyebabkan laju reaksi akan semakin besar.
akan semakin besar sehingga reaksi dapat berlangsung 2. Semakin lama waktu proses pelindian yang
cepat. Perhitungan diawali dengan perhitungan rumus dilakukan, maka % ekstraksi yang diperoleh akan
arhenius dan pendekatan grafik 1/T vs ln K. Grafik semakin besar juga.
dapat dilihat pada Gambar 22. 3. Jika energi aktivasi yang didapatkan semakin
kecil, maka suatu reaksi akan semakin mudah
terjadi.
4. Pengendali laju pelindian yang didapatkan yaitu
surface chemical control dengan perolehan nilai
R2 yang didapatkan sebesar 0,9983.
5. Perhitungan % ekstraksi yang diperoleh untuk
setiap interval :
 303K
- 0 menit = 0%
- 10 menit = 22%
- 20 menit = 40%
- 30 menit = 54%
 323K
- 0 menit = 0%
- 10 menit = 31%
Gambar 22. Grafik 1/T vs ln K. - 20 menit = 53%
- 30 menit = 66%
Dari grafik tersebut diketahui bahwa terdapat  363K
persamaan garis yang dibentuk yaitu y=-1399,9X- - 0 menit = 0%
8,5679. Dengan perhitungan energi aktivasi maka - 10 menit = 43%
didapatkan hasil untuk energi aktivasi yaitu sebesar - 20 menit = 71%
11639,42935 joule/mol. Dimana nilai ini merupakan - 30 menit = 88%
nilai minimum yang harus dilampaui untuk reaksi 6. Nilai energi aktivasi (Ea) yang didapatkan pada
proses pelindian nikel tersebut dapat terjadi. Dari proses pelindian yaitu sebesar 11639,42935
pengendali laju reaksi yang telah ditentukan yaitu joule/mol.
Praktikum Hidro-Elektrometalurgi – Dewa Gde Y. S. / 116210046
7. Peningkatan laju reaksi dapat dilakukan dengan
cara meningkatkan konsentrasi reagen dan
penambahan katalis.

Referensi
1. Bahfie, F., Manaf, A., Astuti, W., Nurjaman, F., &
Herlina, U. (2021). Tinjauan Teknologi Proses
Ekstraksi Bijih Nikel Laterit. Jurnal Teknologi
Mineral dan Batubara. 17(3), 135-152.
2. Budianto, E., Yuono, L. D., Bahfie, F., & Sulistiyo,
D. (2021). Ekstraksi Limonit dengan Metode Dua
Tahap Reduksi Selektif dan Magnetic Separation
dengan Variasi Waktu Tahan dan Suhu Rendah.
Jurnal Program Studi Teknik Mesin UM Metro,
10(1), 104-114.
3. Febriana, E., Tristiyan, A., Mayangsari, W., &
Prasetyo, A. B. (2018). Kinetika dan Mekanisme
Pelindian Nikel dari Bijih Limonit : Pengaruh
Waktu dan Temperatur. Jurnal Material Metalurgi,
33(2), 61-68.
4. Nurfaidah, A. Y., Lestari, D. P., Azzahra, R. T., &
Suminar, D. R. (2020). Kajian Pustaka Pengaruh
Suhu Dan Konsentrasi Terhadap Proses
Pemisahan Nikel Dari Logam Pengotor
Menggunakan Metode Leaching. Jurnal Fluida.
13(2), 81-92.
5. Wahab, Anshari, E., Mili, M. Z., Nafiu, R. A.,
Khaq, N., Deniyatno, Firdaus, & Supriyatna, Y. I.
(2021). Studi Pengaruh Variabel Proses dan
Kinetika Ekstraksi Nikel dari Bijih Nikel Laterit
Menggunakan Larutan Asam Sulfat pada Tekanan
Atmosferik. Jurnal Rekayasa Proses. 15(1), 37-48.
6. Wanta, K. C., Petrus, H. T. B. M., Perdana, I., &
Astuti, W. (2017). Uji Validitas Model Shrinking
Core Terhadap Pengaruh Konsentrasi Asam Sitrat
Dalam Proses Leaching Nikel Laterit. Jurnal
Rekayasa Proses. 11(1), 30-35.

Praktikum Hidro-Elektrometalurgi – Dewa Gde Y. S. / 116210046

Anda mungkin juga menyukai