Anda di halaman 1dari 6

PT MULIA KERAMIK INDAH RAYA

CENTRAL LAB DEPARTMENT

Proses Koagulasi dan Flokulasi

Partikel koloid dalam air sulit mengendap secara normal. Partikel koloid mempunyai
muatan, penambahan koagulan akan menetralkan muatan tersebut. Partikel netral akan saling
berikatan membentuk flok-flok besar dari partikel koloid yang berukuran sangat kecil. Hal ini
disebut sebagai proses floakulasi. Koagulasi diartikan sebagai proses kimia fisik dari pencampuran
bahan kimia kedalam bentuk larutan tercampur. Flokulasi adalah proses penambahan flokulan
pada pengadukan lambat untuk meningkatkan saling hubung antar partikel yang goyah sehingga
meningkatkan penyatuannya (aglomerasi).

Pada proses koagulasi, koagulan dan air limbah yang akan diolah akan dicampurkan dalam
suatu wadah atau tempat kemudian dilakukan pengadukan secara cepat agar diperoleh campuran
yang merata distribusi koagulannya sehingga proses pembentukan gumpalan atau flok dapat terjadi
secara merata pula. Proses flokulasi dilakukan setelah setelah proses koagulasi dimana pada proses
koagulasi kekokohan partikel koloid ditiadakan sehingga terbentuk flok-flok lembut yang
kemudian dapat disatukan melalui proses flokulasi. Adapun proses koagulasi dan flokulasi dapat
direpresentasikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Representasi Proses Koagulasi dan Flokulasi

Dua gaya yang menentukan kekokohan koloid adalah, (1) gaya tarik menarik antar partikel
yang didsebut dengan gaya Van der Walls, cenderung membentuk agregat yang lebih besar, (2)
gaya tolak menolak yang disebabkan oleh tumpeng tindih lapisan tanda elektrik yang bermuatan
sama yang mengakibatkan kekokohan dispersi koloid.
PT MULIA KERAMIK INDAH RAYA
CENTRAL LAB DEPARTMENT

Koagulan dapat diklasifikasikan menjadi koagulan alami dan koagulan kimia, seperti pada
Gambar 2. Koagulan alami tergolong dalam koagulan nabati seperti Gum, ekstrak seed dari tepung
kentang. Koagulan hewani seperti kitosan dan untuk koagulan dari mikroorganisme yaitu permen
karet xanthan. Sedangkan koagulan kimia dikategorikan menjadi tiga kelas yaitu menghidrolisis
garam logam sebagai tawas, ferri klorida, ferri sulfat, dan magnesium klorida. Sedangkan
koagulan kimia yang diterapkan dikategorikan menjadi tiga kelas yang berbeda; Menghidrolisis
garam logam sebagai Tawas, Ferri klorida, Ferri sulfat, dan Magnesium klorida. Kelas kedua
adalah garam logam prahidrolisis yang diwakili dalam nasib Polialuminium sulfat, Polialuminium
klorida, Poliferrik klorida, Polialuminium besi klorida, dan poliferrous sulfat. Sedangkan golongan
ketiga adalah sintetik polimer kationik seperti aminoetil poliakrilamida, Poliamina Polyalkylene,
Polietilenimina, Polidiallyldimetil amonium klorida.

Gambar 2. Jenis Koagulan

Agar proses destabilisasi efektif, molekul polimer harus mengandung kelompok kimia
yang dapat berinteraksi dengan permukaan partikel koloid. Pada saat terjadi kontak antara molekul
polimer dengan partikel koloid, beberapa dari kelompok kimia pada polimer terserap ke
permukaan partikel, meninggalkan molekul polimer yang tersisa pada larutan. Apabila terjadi
kontak antar molekul polimer yang tersisa dengan partikel keduanya yang memiliki permukaan
adsorbsi yang kosong, maka akan terjadi ikatan. Partikel polimer komplek akan terbentuk dengan
polimer sebagai penghubung. Jika partikel kedua tidak dapat berikatan, maka seiring dengan waktu
PT MULIA KERAMIK INDAH RAYA
CENTRAL LAB DEPARTMENT

bagian polimer yang tersisa perlahan akan terserap pada permukaan partikel yang lain, sehingga
polimer tidak dapat lagi berfungsi sebagai penghubung.

Dosis polimer yang berlebih akan mengakibatkan koloid menjadi stabil kembali karena
tidak adanya ruang untuk membentuk penghubung antar partikel. Pada kondisi tertentu, suatu
sistem yang telah didestabilisasi dan membentuk agregat dapat menjadi stabil kembali dengan
meningkatkan agitasi, akibat putusnya polimer permukaan partikel dan proses berulang antara
polimer tersisa dengan permukaan partikel. Penambahan polimer akan mempengaruhi kestabilan
molekul dari agregat yang terbentuk, sehingga Ketika molekul dalam keadaan tidak stabil polimer
akan mudah untuk berikatan dengan agregat yang lebih besar membentuk suatu flok. Mekanisme
pembentukan flok dengan penambahan polimer dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Mekanisme pembentukan flok dengan penambahan polimer


PT MULIA KERAMIK INDAH RAYA
CENTRAL LAB DEPARTMENT

Selain jenis koagulan, beberapa faktor ditentukan untuk meningkatkan efisiensi


koagulasi seperti volume dosis koagulan, pH, kecepatan dan durasi pencampuran, suhu, dan waktu
pengendapan.

Tabel 1. Penerapan dosis koagulan

Jenis Koagulan Rentan Dosis (mg/L) pH


Aluminium Sulfat 75-250 4,5-7,0
Al2(SO4)3.18H2O
Ferri Chloride 35-150 4,0-7,0
FeCl3.H2O
Ferro Sulfate 70-200 4,0-7,0
FeSO4.7H2O
Polyaluminium Chloride 75-250 4,5-7,0
(PAC)
Al13(OH)22.(SO4)2.Cl15

Proses koagulasi yang efektif terjadi pada pH tertentu. Penggunaan koagulan logam
seperti aluminium dan garam-garam besi secara umum dapat mendekolorisasi air limbah yang
mengandung komponen-komponen organik. Ketika koagulan direaksikan dengan air limbah,
partikel-partikel koloid yang terdapat dalam air limbah akan membentuk agregasi atau
penggabungan partikel kecil untuk membentuk partikel yang lebih besar sebagai akibat adanya
perbedaan muatan antara partikel koloid dengan koagulan. Proses koagulasi saja terkadang belum
cukup untuk mengendapkan agregat tersebut secara cepat.

pH adalah proses pengukuran konsentrasi ion H+ dan OH- dalam larutan, dan ion-ion
ini telah diatur sebelumnya dalam lapisan penentu potensial yang dapat menyebabkan muatan
partikel menjadi lebih positif atau kurang negative pada pH dibawah titik isoelektrik. Titik
isoelektrik adalah titik dimana nilai PH muatannya dinetralkan. Aluminium hidroksida titik
isoelektriknya sekitar pH 8, dan berbeda dengan larutan ionic berada pada PH 7-9. Pada pH
optimal basa bermuatan positif akan menetralkan muatan negative polutan yang tersuspensi dalm
larutan bermuatan dan menghasilkan partikel koloid dan mengahsilkan potensial zeta nol.
PT MULIA KERAMIK INDAH RAYA
CENTRAL LAB DEPARTMENT

Sedangkan pada keadaan polimer kefektifan dalam koagulasi sangat penting karena interaksi
antara muatan elektrolit dan pH.

Adapun pengolahan limbah yang dilakukan oleh PT Mulia Keramik Indah Raya yaitu
dengan menambahkan koagulan PAC (Polyaluminium Chloride) dan untuk menjaga pH saat
proses koagulasi dan flokulasi ini terdapat proses penambahan NaOH (Natrium Hidroksida) yang
bersifat sebagai amfoter karena akan menetralkan ketika terjadi penambahan PAC yang
berlebihan, berdasarkan Tabel 1 bahwa PAC akan efektif bekerja pada pH 4,5 sampai 7. Setelah
proses koagulasi dan flokulasi terjadi maka akan terjadi proses sedimentasi, dan endapan yang
terbentuk akan digunakan lagi sebagai material tambahan untuk produksi. Adapun ilustrasi proses
untuk pengolahan limbah dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Ilustrasi Proses Pengolahan Limbah untuk Proses Koagulasi dan Flokulasi
PT MULIA KERAMIK INDAH RAYA
CENTRAL LAB DEPARTMENT

Daftar Pustaka:

Yulianti, S. (2006). Proses Koagulasi-Flokulasi pada Pengolahan Tersier Limbah Cair. Institut
Pertanian Bogor.

R.M. El-taweel, N. Mohamed, K.A. Alrefaey, Sh. Husein, A.B. Abdel-Aziz, A. I. Salim, N. G.
Mostofa, L.A. Said, I.R. Fahim, and A.G. Radwan, A review of coagulation explaining its
definition, mechanism, coagulant types, and optimization models, RSM and ANN. Current
Research in Green and Sustainable Chemistry 6 (2023) 100358.

T. Song, W. Fu, S. Liu, and X. Zhan, Integration of coagulation and ozonation with flat-sheet
ceramic membrane filtration for shale gas hydraulic fracturing wastewater treatment: A laboratory
study. Water Environ Res. 2021; 93: 2298–2307.

C.Y. Teh, P.M. Budiman, K.P. Yee Shak, and T.Y. Wu, Recent Advancement of
Coagulation−Flocculation and Its Application in Wastewater Treatment. Ind. Eng. Chem. Res.
2016, 55, 4363−4389.

Eckenfelder Jr, W. Wesley. 2000. Industrial Water Pollution Control 3th ed. Singapore: Mc Graw
Hill Book Co.

Rau J.G,Wooten DC.1980. Environmental Impact Analysis Handbook. Graw Hill Book Company,
New York.

Anda mungkin juga menyukai