METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah pemetaan geologi
permukaan. Pemetaan geologi permukaan merupakan suatu kegiatan penelitian untuk
mendapatkan informasi-informasi geologi permukaan yang menghasilkan suatu
bentuk laporan berupa peta geologi sehingga dapat memberikan suatu gambaran
mengenai penyebaran susunan batuan pada lokasi penelitian. Data yang digunakan
dalam pemetaan ini meliputi data singkapan batuan, geomrfologi, dan struktur
geologi yang mungkin mempengaruhi kondisi tektonik. Metode penelitian tersebut
dilakukan berdasarkan pada standar dalam melakukan penelitian geologi dalam
skema alur penelitian sebagai berikut (Gambar 2,1)
6
Gambar 2.1 Diagram alir tugas akhir
7
2.1.1.2 Persiapan Peta Dasar
2.1.2.3 Perizinan
Proses yang perlu dilakukan pada tahap ini yaitu pegurusan perizinan.
Pengurusan perizinan dimulai dengan mempersiapkan surat izin dan rekomendasi
dari pihak Institut Teknologi Nasional Yogyakarta. Kemudian surat rekomendasi
dikirim dan diberikan kepada pihak terkait di daerah penelitian yaitu Kesbangpol
Kabupaten Tegal dan BAPPEDA Tegal, serta dilanjutkan menyerahkan tembusan ke
beberapa desa terkait di lokasi penelitian.
8
2. Gambaran Geologi Secara Umum
Gambaran geologi secara umum didapatkan dari analisis dan
interpretasi peta topografi, peta DEM, serta hasil observasi lapangan.
Hasil yang diperoleh dari tahap pemetaan awal/reconnaissance berupa: peta
lokasi pengamatan tentatif, peta geologi tentatif, peta geomorfologi tentatif, peta
jalur lintasan, dan laporan usulan skripsi.
11
Gambar 2.2 Klasifikasi batuan beku menurut O’Dunn dan Sill (1986)
Gamba
r 2. 3 Klasifikasi penamaan batuan sedimen (Wentworth, 1922)
12
dengan ukuran besar minimal bisa untuk analisis petrografi yang ada pada daerah
penelitian, sehingga sampel batuan layak untuk dilakukan analisis lebih lanjut di
laboratorium.
13
batuan yang disebabkan oleh pergeseran pada bidang rekahnya, yang disebabkan
oleh gejala tektonik maupun non- tektonik. Lipatan dapat diamati di lapangan, jika
ditemukan sumbu lipatannya. Secara umum terdapat dua jenis lipatan yaitu : 1.
antiklin, bentuk tertutup keatas; 2. sinklin, bentuk tertutup ke bawah. Selanjutnya
sesar yakni rekahan yang telah mengalami pergeseran. Sesar umumnya dapat
diamati di lapangan jika ditemukan bidang sesarnya. Secara umum ada tiga jenis
sesar yang dapat diamati di lapangan yaitu : 1. sesar mendatar; 2. sesar normal; 3.
sesar naik. Aspek sejarah geologi tidak dapat langsung secara pasti diidentifikasi di
lapangan, perlu pekerjaan studio dan pekerjaan labolatorium serta data geologi
lainnya untuk menginterpretasikan sejarah geologi yang berkembang di daerah
penelitian.
14
sebelumnya secara megaskopis. Sampel batuan yang telah diambil dari lapangan
penelitian, akan disayat 0,003 mm untuk dianalisis di laboratorium menggunakan
mikroskop polarisator. Adapun tahapan analisis petrografi meliputi identifikasi pada
kondisi nikol sejajar (PPL) dan nikol silang (XPL). Semua sampel yang mewakili
tiap satuan maupun genetik dari litologi yang ada akan dilakukan identifikasi mulai
dari warna, kehadiran mineral-mineral primer, mineral sekunder maupun mineral
aksesori. Apabila sampel merupakan batuan sedimen akan di identifikasi jenis
semen, matriks, jenis fragmen yang ada, serta kehadiran mineral di dalam batuan.
Sedangkan analisis mikrofosil yang akan dilakukan bertujuan untuk menentukan
umur pengendapan dari lokasi penelitian. Klasifikasi batuan yang digunakan dalam
pengamatan mikroskopis, yaitu untuk batuan beku vulkanik mengacu pada
klasifikasi QAPF (Streckeisen, et al. 2002) dalam Gambar 2.4.)
Gambar 2.5 Klasifikasi batupasir menurut Pettijohn 1975 (Modifikasi dari Dott,
17
1964)
Tabel 2.2 Klasifikasi bentukan asal berdasarkan genesa dan contoh pewarnaan
(Van Zuidan , 1983)
18
No Genesa Pewarnaan
1 Denudasional (D) Coklat
2 Struktural (S) Ungu
3 Vulkanik (V) Merah
4 Fluvial (F) Biru muda
Lanjutan tabek 2.2
5 Marine (M) Biru tua
6 Karst (K) Orange
7 Glasial (G) Biru terang
8 Eolian (E) Kuning
Unit geomorfologi dapat dibagi lagi berdasarkan ciri-ciri yang sesuai dengan
genesa yang terjadi di lapangan dan data morfometri. Seperti unit geomorfologi
bentukan asal denudasional terbagi menjadi 12 jenis (Tabel 2.4), unit geomorfologi
bentukan asal fluvial (van Zuidam, 1983) terbagi menjadi 9 jenis (Tabel 2.5).
Tabel 2.3 Klasifikasi hubungan kelas lereng dengan sifat-sifat proses dan kondisi
lahan di sertai simbol warna (Van Zuidam 1985)
Symbol
Kelas Lereng Proses, Karakteristik dan kondusi lahan warna yang
di sarankan
Dataran atau hamper datar, tidak ada erosi yang besar,
0- 2
Hijau Tua
(0-2%) dapat diolaj dengan mudah dalam kondisi kering.
Lahan memilikih kemiringan lereng landai, bila terjadi
2- 4 longsor bergerak dengan kecepatan rendah, pengikisan Hijau
(2-7%) Muda
dan erosi akan meninggalkan bekas yang sangat dalam.
4- 8 Lahan memiliki kemiringan lereng yang landai-curam, Kuning
(7-15%) Muda
bila terjadi longsor bergerakdengan kecepatan rendah,
19
sangat rawan terhadap erosi.
Lahan memiliki kemiringan lereng yang curam, rawan
8-16 terhadap bahaya longsor, erosi permukaan dan erosi Kuning
(15-30%) Tua
alur.
Lanjutan tabel 2.3
Lahan memiliki kemiringan lereng yang curma sampai
terjal,sering terjadi erosi dan Gerakan tanah dengan
16 - 35 Merah
(30-70%) kecepatan yang perlahan-lahan. Daerah rawan erosi dan Muda
longsor.
Lahan memiliki kemiringan lereng yang terjal, sering di
35-55
Merah Tua
(70-140%) temukan singkapan batuan, rawan terhadap erosi.
Lahan memiliki kemiringan lereng yang terjal,
55 singkapan batuan muncul di permukaan, rawan Ungu Tua
(140%)
terhadap longsor batuan.
D10 Scree slopes and fans Lereng agak curam sampai rendah.
Tidak rata, tebing landai sampai sedang ke topografi
Area with several mass
D11
movement perbukitan. (Slides, Slumps, dan Flows)
Topografi dengan lereng curam- sangat curam, tersayat
Tabel 2.5 Klasifikasi unit geomorfologi bentuk lahan asal fluvial (van Zuidam,
1983)
21
Basin vegetation).
Fluvial terraces Topografi dengan lereng hampir datar-landai, tersayat
F6 lemah-menengah.
Lanjutan tabel 2.5
22
struktur geologi, sikap batuan, resistensi, permeabilitas atau kombinasi dari sekian
faktor tersebut.
Perkembangan dari pola pengaliran dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain kemiringan lereng, perbedaan resistensi batuan, proses vulkanik kuarter,
serta sejarah dan stadia geomorfologi dari cekungan pola aliran. Penentuan pola
pengaliran pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan klasifikasi Howard (1967)
(Tabel 2.6). Pola pengaliran modifikasi atau ubahan merupakan pola pengaliran
dengan perubahan yang masih memperlihatkan ciri pola pengaliran dasar (Tabel 2.7)
dan (Tabel 2.8).
A. Stadia Daerah
23
1.Lembah semakin luas, sehingga sungai secara regional
mempunyai aliran sungai sendiri.
2. Beberapa litologi pada dasar dan tebing sungai mungkin
muncul akibat erosi oleh arus sungai.
3. Batas penyebaran sungai jelas dan cabang sungai tidak
terlalu banyak
4. Dataran banjir terbentuk sepanjang sungai utama dan bahkan
akan membentuk lembah lantai lembah
5. Kelokan sungai muncul intensif bedanyadengan stadia
muda, pada stadia muda agak jarang
Stadia Tua Karakteristik
1. Anak sungai banyak bermunculan dibandingkan dengan
stadia dewasa.
2. Lembah sungai luas dan dataran serta lembah sungai lebih
luas dibandingkan kelokan sungai.
3. Sungai musiman sudah tidak terlihat dan batas antar sungai
tidak sejelas pada stadia dewasa.
4. Danau dan rawa mungkin munculnamun tidak sama jenisnya
sepertipada stadia muda.
5. Kelokan sungai telah menjadikelokan beranyam serta tinggi
muka air sungai sama dengan tinggi tingkat erosi.
24
Pola aliran trellis menyerupai bentuk tangga, dimana cabang - cabang
sungai membentuk sudut siku - siku dengan sungai utama, mencirikan
daerah lipatan dan kekar.
Pola aliran radial dicirikan oleh suatu jaringan yang memancar keluar
dari satu titik pusat, pada umumnya mencirikan suatu kubah atau
daerah gunungapi.
25
Pola aliran dendritik berbentuk seperti cabang - cabang pohon, dimana
cabang - cabang sungai tersebut berhubungan dengan induk sungai
membentuk sudut-sudut yang runcing. Pada umumnya terdapat pada
batuan yang homogen dengan sedikit atau tanpa adanya pengendalian
oleh struktur.
Pola aliran parallel mempunyai arah relatif sejajar, mengalir pada
daerah kemiringan lereng sedang sampai curam, dapat pula pada
daerah dengan morfologi yang paralel dan memanjang.
26
Pola aliran ini terbentuk oleh banyaknya cekungan - cekungan
kecil dan biasanya dapat mencirikan daerah topografi kars.
Dicirikan oleh dataran yang masih tinggi dengan lembah sungai yang lebih
curam dimana erosi vertikal lebih dominan, gradien sungai besar, arus sungai deras,
lembah berbentuk “V”, terkadang dijumpai air terjun dan danau, kondisi geologi
masih orisinil atau umumnya belum mengalami proses deformasi
Dicirikan oleh lembah sungai yang membesar dan dalam dari sebelumnya,
reliefnya menjadi lebih curam, dengan tingkat gradien sungai sedang, aliran sungai
berkelok-kelok, terdapat meander pada sungai, pada umumnya tidak dijumpai
keberadaan air terjun maupun danau, tingkat erosi vertikal berimbang dengan erosi
lateral, lembah sungainya berbentuk “U” yang menandakan proses erosi lateral pada
daerah tersebut
27
3. Stadia Tua (Old)
Dicirikan oleh permukaan relatif datar dengan aliran sungai tidak berpola,
sungai berkelok–kelok menghasilkan endapan di pinggiran sungai, membentuk delta,
danau tapal kuda, arus sungai lemah dan litologi relatif seragam. Urutan proses mulai
dari stadia muda sampai stadia tua dapat kembali berulang menjadi seperti stadia
muda lagi apabila terjadi peremajaan ulang (rejuvenation) atas suatu bentang alam.
28
Pola aliran anastomatik merupakan pola ubahan dari pola aliran
dendritik, pada umumnya berkembang pada lingkungan
floodplains, deltaic, dan tidal marshes serta terdapat didaerah
dataran banjir, delta dan rawa, pasang surut.
Pola aliran distributary merupakan pola ubahandari pola aliran
dendritik, pada umumnya berkembang pada lingkungan alluvial
fans dan deltaik. Bentuknya menyerupai kipas, terdapat pada
kipas aluvial dan delta.
Tabel Lanjutan 2. 8
Pola aliran fault trellis merupakan pola ubahan dari pola aliran trellis.
Kelurusan sungai – sungai besar sebagai kelurusan sesar, menunjukkan
graben dan horst secara bergantian.
29
Pola aliran recurved trellis merupakan pola ubahan dari pola aliran
trellis, pada umumnya pola aliran ini berkembang pada daerah dengan
struktur geologi berupa penunjaman lipatan.
Pola aliran centripetal merupakan pola ubahan dari pola aliran radial.
Pola ini berhubungan dengan kawah, kaldera, dolena besar atau uvala,
beberapa pola centripetal yang bergabung menjadi multicentripetal.
Pola aliran complex memiliki lebih dari satu pola dasar yang
bergabung dalam satu daerah. Kontrol struktur, topografi dan litologi
sangat dominan, terdapat di daerah “Melange”.
Pola aliran palimpset memiliki sungai tua atau pola tua yang sudah
ditinggalkan dan membentukpola baru. Merupakan daerah
pengangkatan baru.
Tabel Lanjutan 2. 8
30
Gambar 2. 4 Stadia daerah (Lobeck, 1939)
2.2.5Analisis Stratigrafi
Stratigrafi dalam arti luas adalah ilmu yang membahas aturan, hubungan
dan kejadian (genesa) macam – macam batuan di alam berdasarkan ruang dan waktu,
sedangkan dalam arti sempit adalah ilmu pemerian batuan menurut Sandi Stratigrafi
Indonesia (Martodjojo dan Djuhaeni, 1996). Dalam pengerjaan peta geologi penulis
menggunakan metode pengelompokan penyebaran batuan hasil pemetaan geologi di
daerah penelitian yang berdasarkan ciri litologi yang dominan dan dapat dikenali di
lapangan. Metode pengelompokan lapisan batuan hasil pemetaan geologi di daerah
penelitian dilakukan berdasarkan konsep litostratigrafi. Metode pengelompokan
batuan hasil pemetaan geologi di daerah penelitian dilakukan berdasarkan ciri
litologi yang ada di daerah penelitian yang kemudian disebandingkan dengan
stratigrafi regional.
Pembagian berdasarkan litostratigrafi dimaksudkan untuk menggolongkan
batuan di bumi secara bersistem menjadi satuan bernama yang bersendi pada ciri
litologi dominan yang dapat dikenali di lapangan. Sedangkan pembagian satuan
litodemik dimaksudkan untuk menggolongkan batuan beku, metamorf dan batuan
31
lain yang terubah kuat menjadi satuan-satuan yang bersendi pada ciri litologi, dimana
satuan ini tidak mengikuti kaidah hukum superposisi, kontaknya dengan satuan
litostratigrafi dapat bersifat intrusi, metamorf ataupun tektonik. Pengelompokkan
dengan sistem penamaan satuan batuan tidak resmi tercantum dalam Sandi Stratigrafi
Indonesia pada Bab II pasal 14 (Martodjojo dan Djuhaeni, 1996).
Penarikan batas satuan batuan dilakukan dengan cara interpolasi dan
ekstrapolasi. Interpolasi adalah metode penarikan batas satuan berdasarkan kuantitas
lokasi pengamatan yang didapatkan di lapangan, sedangkan ekstrapolasimerupakan
metode penarikan batas satuan dengan menumpang susunkan (overlay) peta
topografi citra DEMNAS dan BIG (Badan Informasi Geospasial). Dengan
memperhatikan keadaan dan karakteristik singkapan yang dijumpai di lapangan
dengan mempertimbangkan logika dan konsep geologi yang diaplikasikan di
lapangan. Untuk memperkirakan batas satuan yang tidak tegas, dilakukan pendekatan
hukum V. Hukum ini menyatakan hubungan antara lapisan yang mempunyai
kemiringan dengan relief topografi yang menghasilkan suatu pola singkapan (tabel
2.9).
Morfologi yang berada akan memberikan pola singkapan yang berbeda
meskipun dalam lapisan dengan tebal dan dip yang sama. Hukum V digunakan untuk
mengetahui pola penyebaran dari singkapan sehingga memudahkan untuk
mendeterminasikan kearah mana kira - kira singkapan berlanjut. Jika lapisan batuan
mempunyai kemiringan 0o - 5o, maka akan memberikan gambaran arah penyebaran
yang mengikuti garis kontur dan jika lapisan batuan tersebut mempunyai kemiringan
yang lebih besar dari 60o - 90o, maka akan memberikan gambaran penyebaran batuan
yang tegak lurus dan membelah lereng.
32
daerah penelitian dan mencoba menerangkan proses dan mekanisme struktur geologi
yaitu kekar dan sesar digunakan konsep struktur yang umumnya digunakan oleh para
ahli geologi. Struktur geologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan
unsur- unsur struktur geologi dan hasil analisis dari data - data pengukuran di
lapangan. Dalam mempelajari struktur yang berkembang pada daerah penelitian
dilakukan pendekatan dengan model struktur geologi yang dikemukakan oleh
(Moody and Hill, 1956). Konsep model struktur geologi menurut Moody and Hill
(1956) menerangkan mengenai struktur geologi pada batuan sebagai akibat adanya
gaya kompresi yang disebabkan oleh tektonik. Akibat dari gaya tersebut akan diikuti
beberapa orde yang menerangkan mekanisme pembentukannya, yaitu prediksi
struktur yang terbentuk dan arah gaya yang terjadi. Model ini pada dasarnya
membagi struktur geologi menjadi beberapa orde, apabila gaya dari orde 1 kuat maka
akan menghasilkan gaya kompresi untuk orde 2 dan orde 3dengan kata lain akan
menghasilkan turunan gaya, apabila gaya 1 lemah, maka hanya orde 1 saja yang akan
terbentuk dan sebaliknya (gambar 2.5)
33
Lapisan dengan kemiringan yang searah dengan arah slope,
dimana besar kemiringan lapisan batuan lebih kecil dari pada
slope, maka pola penyebaran singkapannya akan membentuk
huruf “V” yang berlawanan dengan arah slope
Lapisan dengan kemiringan yang searah dengan arah slope,
dimana besarnya kemiringan lapisan batuan sama dengan
besarnya slope, maka pola penyebaran singkapannya akan
terpisah oleh lembah.
Lapisan dengan kemiringan yang searah dengan arah slope,
dimana kemiringan lapisan batuan lebih besar dari pada slope,
maka pola penyebaran singkapannya akan membentuk huruf
“V” yang mengarah sama dengan arah slope.
34
Gambar 2. 5 Model Struktur Geologi (Moody dan Hill 1956)
A. Kekar
Kekar (joint) adalah struktur rekahan dalam batuan yang belum mengalami
pergeseran, merupakan hal yang umum bila terdapat pada batuan dan dapat terbentuk
pada setiap waktu. Pada batuan sedimen, kekar dapat terbentuk mulai pada saat
pengendapan atau terbentuk setelah pengendapan, dalam batuan beku dapat terbentuk
akibat proses pendinginan maupun setelah pendinginan. Dalam proses deformasi,
kekar dapat terjadi pada saat sebelum, mendekati proses akhir, atau bersamaan
dengan terbentuknya, seperti sesar atau lipatan. Selain itu kekar dapat terbentuk
sebagai struktur penyerta dari struktur sesar maupun lipatan yang diakibatkan oleh
tektonik. Kekar dapat di kelompokan berdasarkan cara terjadinya antara lain :
(gambar 2.6 dan gambar 2.7)
A. Kekar yang di akibatkan oleh pendinginan magma pada batuan beku,
meliputi:Columnar Joint dan Sheeting Joint
B.Kekar sebagai struktur penyerta lipatan, antara lain
a. Longitudinal Joint ; Rekahan yang mempunyai arah sejajar dengan
perlapisan atau jurus batuan.
b. Transverse atau Cross Joint ; Rekahan yang mempunyai jurus sejajar
dengan kemiringan batuan.
c. Diagonal Joint atau Oblique ; Rekahan yang berpotongan dengan jurus
dan kemiringan batuan.
35
Gambar 2. 6 Tipe Rekahan (Whitten dan Brook,1972)
36
B. Sesar
Sesar atau patahan adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami
pergeseran melalui bidang rekahnya. Suatu sesar dapat berupa bidang sesar (Fault
Plane), atau rekahan tunggal, tetapi lebih sering berupa jalur sesar (Fault Zone), yang
terdiri dari sesar yang saling berhubungan baik di dalam permukaan maupun
permukaan, misalnya pada sesar terdiri dari lebih dari satu sesar yang saling
berhubungan naik (thrust fault) akan menunjukan 4 tipe hubungan yang berbeda
(gambar 2.8) dan perhentian suatu sesar utama akan menunjukan suatu pergerakan
struktur geologi atau sesar yang lain (Ragan, 1985).
Klasifikasi sesar umumnya berdasarkan pergerakan blok sesar (gambar 2.9)
dan dapat dibagi menjadi beberapa kelas sebagai berikut :
a. Umum : turun, naik (termasuk “Thrust” sesar anjakan/sungkup), sesar
mendatar, untuk sesar naik dibagi menjadi reverse fault dan thrust
fault dimana perbedaan
b. thrust fault dan reverse fault terletak pada kemiringan bidang sesar, jika
thrust fault mempunyai kemiringan bidang sesar kurang dari 45° maka
reverse fault mempunyai kemiringan lebih dari 45° (Price ,McClay, 1981,
dalam Twiss dan Moore, 1992)
c. Sifat pergeseran : slip (gerak sebenarnya), separation (gerak semu)
d. Sifat gerak terhadap bidang sesar : dip slip, strike slip, oblique slip
Gambar 2.8 Model perbedaan percabangan kemiringan pada sesar naik (Boyer
dan Elliot, 1982)
37
Gambar 2.9 Pergerakan relative blok – blok sesar (Twiss dan Moore, 1992)
C. Lipatan
38
Gambar 2.10 Mekanisme gaya penyebab terbentuknya suatu lipatan (Fossen, 2010)
40
2.2.7 Checking Lapangan
Pada tahap ini berupa penelitian permasalahan yang menarik pada daerah
penelitian atau daerah kerja praktik. Tahap ini bertujuan untuk pemaparan mengenai
masalah geologi pada lokasi penelitian dikerja praktek yang dimuat dalam naskah
skripsi secara menyeluruh dan pada studi khusus daerah penelitian dapat berupa peta
Tahap ini merupakan tahap akhir dari seluruh rangkaian kegiatan penelitian.
Pada tahap ini laporan yang telah disusun dalam bentuk naskah tugas akhir, peta
lokasi pengamatan, peta geologi, dan peta geomorfologi dipresentasikan di hadapan
dosen pembimbing dan dosen penguji dalam sidang tertutup untuk
41
mempertanggungjawabkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan
42