ABSTRACT
THE INVESTIGATION OF VIBRATION MONITORING FOR THE SAFETY OPERATION OF
PWR COOLANT PUMP. Reactor coolant pump is an essential component for the safety operation
of PWR where the maintenance requires online monitoring such as vibration analysis. This research
demonstrates the investigation of various mechanical failures, electromechanical related failures or
hydraulic phenomena by comparing the measurement data with various available model of fault
frequency spectrum based on vibration analysis. For the experimental test, due to the unavailable of
PWR coolant pump, therefore secondary coolant pump of research reactor GA Siwabessy with
similar principle of induction motor and coolant pump were employed. It was found that coolant
pump is relatively in a good condition below the level of failure with the parameter of normalized
RMS about 0.5187, kurtosis around 2.08, and crest factor 2.60. In addition, this study successfully
identified cavitation as indicated by random peak frequencies between 1000 and 1250 Hz, and BPF
frequency at around 125 Hz,even though this result still need further confirmations using detail anal-
ysis of the pump section.
Keywords : safety, coolant pump, vibration analysis, PWR
Gambar 1. Lokasi sensor monitoring integritas NSSS menggunakan vibrasi (V), akustik (A), noise
(N) dan metal impact (M) di reaktor daya tipe PWR dari (a) Westinghouse (b) Advance Power
Reactor-Korea (4, 5)
Gambar 2. Komponen utama pompa pendingin PWR untuk (a) AP1000 buatan RUV dan (8) (b)
EPR 1650 MWe (7) yang terdiri dari : (1) stator, (2) rotor, (3) thrust bering, (4) flywheel, dan (5)
impeller
B. Tipe pengukuran vibrasi kaitannya dengan Tipe-tipe pengukuran ini berperan dalam
sensor sistem pemantauan
pemilihan sensor vibrasi, dimana masing
Vibrasi ini dapat diamati dengan berbagai
parameter ini akan memberikan efek yang
melalui berbagai parameter, seperti pengukuran
spesifik terhadap hasil pengukurannya seperti
pergeserannya (displacement), kecepatan
terlihat di Gambar 3.
(velocity), dan percepatannya (acceleration)(9).
Gambar 3. Hubungan antara sensor diplacement, velocity dan acceleration untuk mengamati
frekuensi vibrasi pada kondisi (a) diplacement konstan (b) velocity konstan (c) acceleration konstan
Terlihat pada grafik, sensor accelerometer C. Metode ekstraksi sinyal pada domain waktu
dengan Fourier Transform
merepresentasikan korelasi yang lebih mudah
Pengukuran pada domain frekuensi ini dapat
dipahami saat dipakai di frekuensi rendah
dilakukan dengan berbagai macam teknik
maupun tinggi baik saat pergeseran, kecepatan
ekstraksi sinyal dari gelombang vibrasi pada
atau percepatan yang terjadi relatif konstan.
domain waktu. Salah satu teknik yang sudah
Dengan kata lain, seperti sensor tipe
sangat dikenal luas adalah fourier transform
displacement, yang biasanya dengan probe edy
(FT). Fourier transform pada dasarnya adalah
current sering hanya dipakai untuk vibrasi dan
teknik ekstraksi sebuah gelombang bertipe
pengukuran posisi poros motor karena
sinusoid menjadi sinyal-sinyal penyusun dan
sensitifitasnya hanya di frekuensi rendah.
menampilkannya dalam domain frekuensi,
Kelemahan pada frekuensi tinggi ini hampir
seperti terlihat dalam Persamaan 1 berikut ini
sama juga terjadi pada sensor velocity, walaupun
(10)
.
dibanding dengan sensor accelerometer, sensor
ini lebih tahan terhadap sinyal clipping (1)
meskipun pada saat kondisi sinyal yang
mendekati saturasi. Terlepas dari perbedaan dimana x(t) adalah time domain sinyal, X(f)
amplitudo tipe-tipe sensor, namun pada adalah FFT-nya dan ft adalah frekuensi yang
dasarnya satu dan lain sensor dapat dihasilkan dianalisis.
dari differensiasi atau integrasi dari hasil Namun karena sistem transformasi
pengukuran tipe sensor lainnya. diimplementasikan dalam sebuah digitizer,
maka proses transformasi dilakukan secara selanjutnya dapat digunakan untuk menunjukkan
diskrit pada rentang penyampelan tertentu, berbagai gejala kerusakan atau degradasi pompa
dengan metode discrete fourier transform (DFT) pendingin, tentunya dengan asumsi bahwa
(10)
seperti ditunjukkan di Persamaan 2. amplitudo frekuensi yang rata dapat tercapai
pada rentang pengukuran tertentu dengan sensor
(2) tertentu. Frekuensi ini yang selanjutnya dapat
diklasifikasikan menurut jenis kerusakannya
dimana N adalah jumlah sampel dari urutan seperti ditunjukkan di Gambar 4. berikut ini.
input x(n), dan k=1,2,3,… N-1, dan X(k) adalah Sebagai catatan, beberapa persamaan umum
hasil DFT nya. yang dibutuhkan untuk menganalisis frekuensi
Implementasi langsung dari DFT ini sangat fundamental vibrasi diantaranya adalah (11).
tidak efisien dan sangat menghabiskan memori (3)
komputer karena membutuhkan operasi bilangan (4)
2
kompleks sebanyak (n ). Fast fourier transform (5)
(FFT) menyederhanakan kompleksitas ini (6)
sehingga hanya dibutuhkan (N log2 (N)) yang Dimana
salah satunya seperti ditunjukkan oleh algoritma NS = kecepatan singkron motor (rpm),
Cooley Tookey. Algolritma ini hanya f = frekuensi dari catu daya (Hz)
melakukan perhitungan setahap demi setahap P = Jumlah kutup-kutup motor
separuh bagian (N/2), dan membaginya terus s = slip
menerus sampai bagian terkecil dengan dengan NR = kecepatan rotor (rpm)
n
ukuran kelipatan (2 ). NS = kecepatan singkron motor (rpm)
FFT akan memberikan relasi yang sangat FR = frekuensi rotor/poros (Hz)
diperlukan dalam pemantauan kondisi dengan FR = frekuensi jala-jala listrik (Hz)
spektrum ferkuensi. Pertama adalah frekuensi
Terlihat di Gambar 4 berbagai kerusakan
tertinggi yang bisa di analisis dengan jumlah
yang umum terjadi pada bagian komponen
sampling tertentu, dan yang kedua adalah
elektromekanikal, yaitu stator dan rotor.
resolusi yang bisa diperoleh dengan waktu akui-
Pengukuran dengan menggunakan metode
sisi tertentu. Jumlah sampling dapat ditentukan
vibrasi akan memunculkan tidak hanya
dengan setting frekuensi penyampelan, se-
pengaruhnya terhadap putaran rotor (FR berikut
dangkan waktu akuisisi akan terhubung dengan
harmoniknya), akan tetapi juga peningkatan
ukuran blok nya.
signifikan dari frekuensi jala-jala berikut
D. Identifikasi kerusakan dengan basis data harmoniknya (FL). Sebagai contoh, pada
frekuensi vibrasi pompa pendingin
kerusakan stator Gambar 4 (a) muncul FL
Kombinasi frekuensi berikut amplitudo
dan 2FL, sedangkan Gambar 4 (b) patah batang
sinyal yang terekam dari sensor vibrasi ini
rotor memunculkan interaksi frekuensi kutup- bahwa frekuensi kutup (FP) sangatlah kecil,
kutup stator yang termodulasi dalam frekuensi sebagai hasil perkalian antara frekuensi slip
putaran rotor, serta munculnya 2FL berikut side- (frekuensi perbedaan antara kecepatan singkron
band-nya pada saat terjadi eccentric antara rotor motor induksi dan frekuensi kecepatan putaran
dan stator (lihat Gambar 4 (d)). Perlu dicatat rotor) dan jumlah pasangan kutup pada stator.
Gambar 5. Spektrum frekuensi kerusakan yang berhubungan dengan kerusakan mekanik (13)
(a) mechanical unbalance (b) paralel misalignment (c) angular misalignment (d) internal assembly
loseness (e) looseness antara motor dan dudukan
Frekuensi ini normal terjadi pada sebuah Berbagai model kombinasi frekuensi inilah
pompa, namun karena tingkat keausan dari yang bisa digunakan untuk mengidentikasi
impellerlah atau eccentric dari rotor yang akan berbagai jenis kerusakan. Kuncinya adalah
menentukan seberapa tinggi amplitudo pengetahuan tentang parameter-parameter dari
frekuensinya. Gambar 6 menunjukkan interaksi sebuah motor dan pompa. Kemudian parameter
dari BPF dengan kecepatan rotasi poros motor parameter yang dihitung dengan Persamaan 3
serta frekuensi random yang cukup lebar saat sampai dengan 7 yang nantinya akan digunakan
peristiwa turbulensi dalam pompa terjadi sebagai informasi mendasar tentang kondisi
(Gambar 6.c) dan kavitas (Gambar 6.d). BPF sebuah motor pendingin.
dapat dicari dengan persamaan berikut, dimana
TATA KERJA
B adalah jumlah blade atau bilah impeller
Penelitian ini berupaya untuk memberikan
pompa.
pemahaman mendasar tentang bagaimana
FBPF = (FR*B) (7)
pemantauan pompa pendingin di reaktor daya
Gambar 6. Spektrum frekuensi pompa yang berhubungan dengan fenomena gaya-gaya hidrolika
(a) pompa normal dengan BPF yang tinggi (potensi kerusakan), (b) turbulensi (c) kavitasi
bertipe PWR dilakukan. Namun mengingat jenis kerusakan tertentu untuk lebih mendalami
motor pendingin untuk PWR seperti di Gambar metode pemantauan vibrasi ini tidak dapat
2 tidak diperoleh, maka motor induksi dan disimulasikan.
pompa pendingin dengan fungsi yang sama Pemantauan vibrasi dilakukan dengan
diimplementasikan. Motor pendingin sekunder menggunakan rangkaian perangkat yang terdiri
RSG GA Siwabessy dengan spesifikasi seperti dari, sistem pemrosesan sinyal Dynamic Signal
ditunjukkan di Tabel 1 pada penelitian ini Analyzer (DSA NI 4551), NI PCI-4451, 16-Bit,
diambil data spektrum frekuensinya dengan 204.8 kS/s, simultaneously sampled input
metode pemantauan vibrasi, dianalisis dan 2 kanal/ output 2 kanal. Sebuah sensor vibrasi
diprediksi jenis cacatnya terkini. Perlu accelerometer, piezoelectric vibration sensor
dipahami, mengingat bahwa motor dan pompa PTB EX-81/2125, yang terkoneksi melalui
yang terpasang digunakan untuk fasilitas terminal Integrated Circuit Piezoelectric
keselamatan RSG-GA Siwabessy, maka jenis- ICP-2140 BNC ke kartu akuisisi NI 4551.
Data sinyal vibrasi yang diperoleh kemudian mengetahui spectrum baseline kondisi motor
ditampilkan delam domain fekuensi untuk pendingin sekunder RSG GA Siwabessy,
mendemonstrasikan contoh jenis gangguan yang sehingga berguna bagi analisis selanjutnya
mungkin terjadi terhadap motor dan pompa secara historikal. Analisis pertama dilakukan
pendingin RSG GA Siwabeessy. Penyampelan terhadap sinyal vibrasi pada time domain seperti
dilakukan pada frekuensi 2500 Hz dengan terlihat pada Gambar 7 berikut ini.
jumlah blok data FFT 2048 kanal. Window yang Gambar 7(a) menunj ukkan data
dipakai adalah Hanning dengan perata-rataan ternormalisasi hasil pengukuran pada domain
spektrum frekuensi 5 kali pada mode root mean waktu dengan laju sampling 2000 Hz, selama
square (RMS). 0.4 detik, dan 2048 sampel pada posisi motor
pendingin bagian luar (pada posisi kipas
HASIL DAN PEMBAHASAN
pendingin) di daerah bearing dengan arah
Analisa pendahuluan spektrum vibrasi
horizontal. Gambar pembesaran untuk melihat
Penelitian ini memberikan porsi yang lebih
lebih detil lagi pola sinyalnya ditunjukkan
terhadap analisis pendahuluan sejauh mana
seperti di Gambar 7 (b). Secara visual terlihat
sistem pemantauan berbasis vibrasi dapat
bahwa hasil pengukuran vibrasi memberikan
diterapkan kembali. Beberapa penelitian
gambaran sinyal yang cenderung berpola beru-
terdahulu dengan obyek motor pendingin
lang, cenderung impulsif dan memberikan nilai
sekunder telah dilakukan, namun diperlukan
root mean square (RMS) ternormalisasi (lihat
analisis ulang mengingat motor sekunder sudah
persamaan 8) yang cukup signifikan (0.5187),
mengalami pemeliharaan yang cukup signifikan.
mirip seperti tanda-tanda kejadian pada cacat/
Selain itu, penelitian ini bermanfaat untuk
keausan bearing.
Gambar 7. Sinyal hasil pemantauan vibrasi (ternormalisasi) pada domain fungsi waktu pompa
pendingin RSG GAS PA 02 pada posisi motor outboard horisontal (a) grafik total dan (b) grafik
pembesaran (rentang 0 sampai dengan 0.05 detik).
Namun, secara sederhana konfirmasi untuk lebih mempertajam analisis, selanjutnya nilai
mengetahui level tanda-tanda terjadinya RMS dapat juga diaplikasikan pada analisis
berbagai cacat yang disebabkan oleh bearing, overall vibrasi untuk mengetahui sehat atau
menggunakan nilai kurtosis dari distribusi tidaknya sebuah mesin dengan kriteria ISO
sinyalnya (lihat persamaan 9), masih dibawah 10816, tentunya setelah dikonversi menjadi
nilai batas ambang 3, yaitu berkisar pada 2.08. parameter percepatan.
Demikian juga konfirmasi dengan menggunakan
1 N 2 (8)
pendekatan Crest Factor (lihat persamaan 10) RMS * xn
N n1
menghasilkan nilai 2.60. Nilai ini relatif N 4
n 1
x n (9)
memenuhi syarat dimana untuk mesin yang k 2 2
N *( )
relatif sehat, nilai ini umumnya berkisar Antara
2 sampai dengan 6. Sebagai alternatif, untuk (10)
Dimana, N adalah jumlah sampel dari urutan dengan skala logaritmik. Spektrum vibrasi
input x(n), m adalah rata-rata data, s2 adalah menunjukkan tidak dominannya puncak
varian dari data, k adalah nilai kurtosis dan CF frekuensi kecepatan putaran rotor 1RPM (24.8
(15)
adalah Crest Factor . Hz), 2RPM yaitu pada 49.6 Hz, ataupun
Analisis lebih lanjut untuk mengetahui detil harmonik-harmnik lainnya. Kenyataan ini
setiap potensi cacat atau kerusakan, dapat menunjukkan bahwa fenomena kerusakan atau
dilakukan pada domain frekuensi dengan gangguan mekanik seperti mechanical
membandingkan hasil pengukuran dengan pola unbalance, misalignment, ataupun looseness
frekuensi kerusakan di Gambar 4, 5 dan 6. Hasil kemungkinan besar tidak terjadi. Demikian juga
pengukurannya dari pemantauan vibrasi dengan kerusakan bearing pada stadium yang
ditunjukkan di Gambar 8 dimana detilnya pada akut juga tidak ditemukan, seperti ditandai oleh
frekuensi rendah ditunjukkan di Gambar 9 tidak munculnya fekuensi-frekuensi kerusakan
bearing pada 10 Hz, 52 Hz, 119 Hz, 176 Hz. rentang frekuensinya boleh jadi kerusakan ini
Sebagai catatan nilai ini adalah nilai perkiraan karena keausan awal dari bearing yang memang
analitis yang menjadi spesifikasi dari bearing tidak mudah dideteksi. Kemungkinan lain yang
terpasang tipe FAG 6319 C3 2Z motor lebih menarik adalah peristiwa kavitasi pada
pendingin sekunder. pompa pendingin. Hal ini ditandai dengan
Ditinjau dari aspek gangguan elektro munculnya frekuensi disekitar 124 Hz, yang
mekanikal, beberapa potensi kerusakan baik merupakan frekuensi BPF. Dugaan ini haruslah
pada bagian rotor, stator maupun eccentricity bisa dikonfirmasi lebih lanjut dengan lebih teliti,
antara keduanya juga tidak terdeteksi. Frekuensi terutama pada pengukuran yang lebih
jala-jala catu daya FL (50Hz) yang biasanya terkonsentrasi di sisi pompa.
menjadi penanda utama kerusakan yang Gambar 10 menunjukkan spektogram dari
berkaitan dengan elektrikal tidak muncul dengan sinyal untuk mendemonstrasikan berbagai
signifikan. Namun tidak adanya gangguan distribusi frekuensi pada waktu tertentu. Gambar
elektrikal tidak bisa disimpulkan hanya dengan 10 menunjukkan bahwa puncak frekuensi lebih
mengandalkan teknik ini. Hal ini karena dari -40 db antara 1000 sampai dengan 1250 Hz
pemantauan dengan vibrasi memang kurang dapat diasumsikan terjadi hampir secara ajeg
begitu sensitif terhadap gangguan yang dan bukanlah sinyal fluktuatif. Grafik ini
berhubungan dengan sistem elektrikal. sekaligus memberikan konfirmasi tentang
Puncak-puncak frekuensi yang lebih karakteristik frekuensi kemungkinan kejadian
dominan terjadi sebenarnya antara frekuensi kavitasi yang terjadi hampir berterusan selama
yang relatif random dan terkumpul antara 1000- rentang pengambilan data.
1250 Hz. Pengalaman menunjukkan, dilihat dari