Anda di halaman 1dari 5

DIMENSI PROFETIK PADA NOVEL KHOTBAH DI ATAS BUKIT

KARYA KUNTOWIJOYO

Nama : Addin Zulfan Kemal

Nim : 22060110055

1. Alasan Melakukan Penelitian

Latar belakang penelitian Pak Ayyin dan Ibu Umi ini menjelaskan tentang penelitian deskriptif
kualitatif yang berfokus pada Novel Khotbah di atas Bukit Karya Kuntowijoyo. Novel ini memiliki
suatu dimensi yang dapat dikupas melalui fokus dimensi humanisasi, liberasi dan transendensi.
Penelitian ini menggunakan kajian hermeneutika sebagai dasar untuk menafsirkan dan memberi makna
pada novel. Pendekatan hermenutika menekanan pentingnya peran pembaca dalam menentukan makna
karya sastra. Dalam konteks keilmuan, hermeneutika adalah ilmu atau keahlian menginterpretasi karya
sastra dan ungkapan bahasa dalam arti yang lebih luas maksudnya . Pada Novel ini menjelaskan tentang
kematian bahwa kematian tidak mengenal waktu ,usia ,dan tempat. Manusia harus bersiap kapan pun
dan dimana pun dia berapa, serta meningkatkan pengetahuan tentang bagaimana cara agar
mempersiapkan diri dari kematian dengan cara mempeerbanyak berbuat baik, selalu berdoa agar
diampuni dosanya ,dan menjalani perintah Allah SWT. Urgensi penelitian ini agar dapat mempertajam
kesadaran sosial dan religius pembaca.

2. Landasan Teori
Perkembangan sastra Indonesia pada masa ini yang berbasis teknologi industri cukup pesat dan
beragam. Karya sastra juga muncul melalui hubungan yang harmonis antara individualitas dan
komunitas (Ratna, 2014:99). Karya sastra juga dalam banyak hal merupakan cerminan masyarakat
(Siswanto, 2013:6). Urgensi sastra sebagai sumber nilai-nilai moral juga untuk membangkitkan
kesadaran sosial dan keagamaan umatnya. Sastra bercorak islami menekankan konstruktif dan
bermakna positif bagi masyarakat. Imam Al-Ghazali dalam Koesnoe dkk (2013:140) menyatakan
bahwa efek yang dihasilkan oleh karya seni juga termasuk karya sastra karena jiwa manusia sangat
besar. Menurut Mangunwijaya (1988:11), dimana belakangan ini banyak dibicarakan tentang seni
(sastra) Islam. Muncul suatu gagasan baru dalam dunia sastra yang dinamakan istilah profetik. Menurut
kamus Oxford (2008:125), dimensi diartikan sebagai (1) lebar, ukuran dari situasi, (2) aspek dan jalan
dari sudut pandang. Dalam kamus Oxford, (2008:353), prophet diartikan sebagai manusia yang dikirim
oleh Tuhan untuk masyarakat dan memberi mereka nasihat, pesan, serta mampu meramal masa depan.
Gagasan mengenai ilmu sosial profetik di Indonesia pada mulanya berasal dari Prof. Dr.
Kuntowijoyo, guru besar sejarah dari Fakultas Ilmu Budaya, UGM. Gagasan ilmu sosial profetik
dituangkan dalam bukunya yang berjudul Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika,
yang diterbitkan tahun 2004. (Ahimsa-Putra, 2016:6). Menurut Kuntowijoyo (2004:25),pengembangan
paradigma Islam merupakan langkah pertama dan strategis ke arah pembangunan Islam sebagai sistem
dan Gerakan sosialbudaya ke arah sistem Islam yang kaffah, modern dan berkeadaban. Menurut Roqib
(2009), Ilmu sosial profetik merupakan perubahan yang didasarkan pada cita-cita humanisasi, liberasi,
dan transendensi, sebagaimana diderivasi dari dari misi historis Islam sebagaimana terkandung dalam
Al Quran, khususnya Surat al-Imran (3):110. Engkau adalah umat terbaik yang diturunkan di tengah
manusia untuk menegakkan kebaikan, mencegah kemungkaran (kejahatan), dan beriman kepada Allah.
Sastra profetik adalah renungan realitas dan realitas dalam sastra pada intinya adalah realitas simbolis
bukan realitas aktual dan realitas historis. Melalui simbol itulah sastra memberi arah dan melakukan
kritik atas realitas (Kuntowijoyo: 2005:10). Dialetika dalam sastra profetik menyatukan dimensi penting
dari kehidupan manusia, yaiotu dimensi sosial dan transsendental. Inilah akar tujuan dari sastra religius
(Trianton, 2013:214). Sastra profetik yang memiliki dimensi humanisasi, liberasi dan transdensi adalah
sastra yang dimana terdapat pesan moral untuk mengajak kepada kebaikan, untuk kemasalahatan
bersama melalui untaian kata kata indahnya amar makruf (Membebaskan diri dari pengaruh pengaruh
yang buruk yang mendatangkan mudharat). Hadi (2004:1) menekanan bahwa dimensi profetik
(kenabian) merupakan segi yang sentral, pusat bertemunya aspek sosial dan transedental dalam
penciptaan karya sastra. Menurut Efendi (2011:66), sastra profetik dapat menjadi renungan realitas
dalam sastra yang harus menjadi bagian dari collective intelligence dalam kehidupan masyarakat.
3. Metodologi Penelitian
Jenis data dalam penelitian ini termasuk kualitatif dengan kajian teks sastra dan analisis
dokumen. Jenis pendekatan dalam penelitian ini termasuk dalam pendekatan deskriptif kualitatif. Jenis
penelitian ini adalah analisis teks. Penelitian ini menggunakan kajian hermeneutika sebagai dasar untuk
menafsirkan dan memberi makna pada novel. Penafsir mesti mengetahui bahwa segala sesuatu yang
berhubungan dengan makna dan gagasan dalam teks itu merupakan pengalaman tentang kenyataan
nonbahasa (Wachid, 2006:220).
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengolahan bentuk-bentuk dimensi profetik
dalam Khotbah di Atas Bukit yang dikaji melalui dimensi profetik, yaitu (1) humanisasi, (2) liberasi
dan (3) transendensi. Data dikumpulkan dari sumber data utama yaitu novel Khotbah di Atas Bukit
karya Kuntowijoyo. Sebagai instrumen kunci, peneliti bertindak mengumpulkan data,
mengklasifikasikan data, menganalisis data, dan selanjutnya melaporkan hasil penelitian. Teknik
pengumpulan data menggunakan studi dokumentasi. Analisis data penelitian dalam penelitian ini
mengikuti model analisis Miles dan Huberman (1992:18) yang meliputi tiga alur kegiatan yang terjadi
secara bersamaan, yaitu (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penarikan simpulan.
Data yang dikumpulkan diidentifikasi dalam bentuk reduksi menjadi kesimpulan yang pada
akhirnya menyangkut dimensi kenabian novel. Teknik yang digunakan untuk memverifikasi keabsahan
data dalam penelitian ini adalah uji kredibilitas. Ada dua cara yang digunakan dalam pengujian untuk
memeriksa keabsahan data. Pertama-tama, ketelitian dan ketekunan dalam dan analisis teks novel.
Kedua, verifikasi keabsahan data dilakukan melalui diskusi dengan dosen ahli dari rekan sejawat.
4. Hasil Penelitian
Hasil penelitian dipaparkan berdasarkan analisis data. Hasil tersebut meliputi (1) dimensi
humanisasi, (2) dimensi liberasi, dan (3) dimensi transendensi novel Khotbah di Atas Bukit Karya
Kuntowijoyo, Ketiga dimensi tersebut masih akan diolah dan dianalisis menjadi sub dimensi.
a) Dimensi Humanisasi pada Novel Khotbah di Atas Bukit
Humanisasi merupakan aktivitas menyelaraskan dan menyeimbangkan nilai-nilai kemanusiaan
dengan tujuan untuk memanusiakan kembali manusia. Pada novel ini, Kuntowijoyo ingin
mengungkapkan betapa pentingnya beriman kepada Allah berarti “membangun relasi dengan
Allah” dengan pengabdian. Tentunya bukan mengabdi kepada sesama manusia, dimana
penduduk terlalu berharap Barman sebagai orang yang dijadikan penunjuk arah kehidupan.
Sikap tokoh Popi yang rela mengorbankan dirinya yang masih muda untuk bersedia menemani
dan melayani laki-laki tua (Barman). Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. Pesan yang
dapat dipetik dari novel tersebut adalah terkait dengan kewajiban seorang anak untuk berbakti
kepada orang tua.
b) Dimensi Liberasi pada Novel Khotbah di Atas Bukit
Aktifitas membebaskan dari keduniawian Dalam novel ini pengarang menyelipkan pesan
tentang bagaimana manusia harus berpegang teguh pada agama. Pada kutipan di bawah ini
termasuk dimensi liberasi,sebab menunjukkan aspek aktifitas pembebasan dari kehidupan
duniawi yang menonjokan material saja, mengiris kehidupan yang kekal abadi di akhirat kelak
Sifat dari Humam yang cenderung zuhud’ (tidak mengharap kemewahan dunia) dan menerima
apa adanya, dimana ini termasuk dimensi transendensi. Tokoh Humam lebih ingin
memposisikan dirina seakan-akan kehidupan yang sangat panjang masanya adalah kehidupan
akhirat. Humam tidak peduli dengan hiruk pikuk dunia. Di dalam novel Khotbah di Atas Bukit
ini juga mencerminkan kesesatan hidup mausia. Hal itu terlihat dari sikap para pengikut
Barman. Mereka yang datang kebanyakan orang orang miskin di pasar. Mereka meratapi
hidupnya dan menganggap Barman sebagai “dewa penolong” yang sanggup menghilangkan
penderitaan hidup dari manusia
c) Dimensi Transendensi pada Novel Khotbah di Atas Bukit
Sosok Barman digambarkan sebagai orang tua yang tidak menyiapkan diri untuk kehidupan di
akhirat (Sitanggang, dkk, 2003:129). Dia lebih suka untuk menikmati masa hidupnya dengan
kehidupan yang enak dan manis-manis. Kutipan di bawah ini menunjukkan manusia
sewajarnya mempercayai akan datang hari akhir. Hal ini menandakan aspek khauf pada dimensi
transendensi. Barman menyatakan keyakinannya pada hari akhir pasti tiba, maka dari itu
dirinya merasa belum siap. “Dan mati? Ia bertanya. Ialah kalau kita tak lagi punya gerak. Dan
engkau tidak takut? Justru yang paling tidak menakutkan”. (Kuntowijoyo, 2003:48). Prinsip
transendensi atau tukminunabillah dapat dihubungkan dengan salah satu isi panca darma yang
merupakan butir butir ajaran rujukan pengarahan orientasi kehdupan manusia dalam
menentukan visi misi nya, yaitu dharma marang hingkang akarya jagad.
Hakikat dharma marang hingkang akarya jagad adalah melaksanakan perbuatan mulia sebagai
perwujudan kewajiban umat kepada Sang Pencipta. Usmani (2015:39) menuturkan manusia
diharapkan dapat meneladani sikap Rasulullah dan mencintai Allah sebagai sang Pencipta dari
nur Nabi Muhammad. Hadi (2004:160) mengatakan bahwa manusia harus sadar bahwa mereka
sebagai hamba yang mengabdi dan sekaligus wakil Tuhan di bumi. Manusia diciptakan oleh
Tuhan untuk selalu menghambakan diri kepada-Nya (Bangunjiwa, 2009:123). Menurut
Kuntowijoyo (2001:19), dapat saja terjadi ketika anggota sebuah masyarakat menunjukkan
iman dan takwa, tapi institusinya tidak saleh, sehingga masyarakatnya penuh kemungkaran.
Disini peran penting antara perpaduan iman dan takwa secara individual dan institusional
sehingga dimensi humanisasi, liberasi dan transedensi dapat bersinergi satu sama lain sehingga
dapat tercipta harmonisasi kehidupan bermasyarkat, berbangsa dan bernegara.
Daftar Rujukan

Ahimsa-Putra, H.S. 2016. Paradigma Profetik Islam. Yogyakarta: UGM Press.

Oxford Learners Pocket Dictionary: Fourth Edition. 2004. New York: Oxford University Press

Trianton, T. 2013. Dimensi Profetik Ahmad Tohari dalam Khazanah Budaya Cablaka. Jurnal
Kebudayaan Islam (Online), 11 (2): 211 (http://www.ejournal.stainpurwokerto.ac.id),
diakses 27 November 2022.

Kuntowijoyo. 2001. Muslim tanpa Masjid: Esai-esai Agama, Budaya, dan Politik dalam Bingkai
Strukturalisme Transendental. Bandung: Mizan.

Kuntowijoyo. 2003. Khotbah di Atas Bukit. Jogjakarta: Bentang Budaya

Kuntowijoyo. 2006. Maklumat Sastra Profetik. Yogyakarta: Grafindo Litera Media.

Ma’arif, S. 2005. Muslim Tanpa Mitos: Dunia Kuntowijoyo. Yogyakarta: Ekspresi Buku.

Ratna. N.K. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra: Dari Strukturalisme Hingga
Poststrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Roqib. 2009. Kontekstualisasi Filsafat Budaya Profetik dalam Pendidikan (Kajian Ahmad
Tohari). Disertasi tidak diterbitkan.

Anda mungkin juga menyukai