Anda di halaman 1dari 90

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Susunan Bumi


Sebagai tempat tinggal makhluk hidup, bumi kita yang telah berusia sekitar
4,6 miliar tahun ini tersusun atas beberapa lapisan, bahan-bahan material
pembentuk bumi, dan seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Bentuk permukaan bumi berbeda-beda, mulai dari daratan, lautan, pegunungan,
perbukitan, danau, lembah, dan sebagainya. Bumi sebagai salah satu planet yang
termasuk dalam sistem tata surya di alam semesta selalu melakukan perputaran
pada porosnya (rotasi) dan bergerak mengelilingi matahari (revolusi) sebagai
pusat sistem tata surya.
Beberapa ilmuan meneliti serta menyimpulkan berbagai peristiwa mengenai
asal usul terbentuknya bumi dengan berbagai teori dan hipotesis mereka. Salah
satu teori yang paling terkenal adalah The Big Bang Theory (Dentuman Besar).
Teori ini tercetus pada tahun 1927 oleh George Lemaire yang disempurnakan
Edwin Hubble. Teori ini menyatakan bahwa alam semesta berasal dari ledakan
besar sekitar 13.7 milyar tahun lalu. Semua materi dan energi yang ada di alam
terkumpul dalam satu titik yang tidak berdimensi dan berkerapatan tidak
terhingga. Seiring dengan berjalannya waktu, ruang angkasa mengembang, dan
ruang yang memisahkan antara benda-benda langit juga mengembang.
Bumi tersusun atas beberapa lapisan. Lapisan bumi mulai dari lapisan terluar
sampai terdalam yaitu kerak, selubung dan inti. Inti terdiri atas inti luar dan inti
dalam.

Gambar 1.1. Struktur lapisan bumi


(Sumber: Mulyaningsih, 2018)

1
2

1. Kerak
Merupakan lapisan terluar yang tipis, terdiri batuan yang lebih ringan
dibandingkan dengan batuan mantel di bawahnya. Densitas rata-rata 2.7 gr/cc.
Ketebalannya tidak merata, perbedaan ketebalan ini menimbulkan perbedaan
elevasi antara benua dan samudera. Pada daerah pegunungan ketebalannya
lebih dari 50 km dan pada beberapa samudera kurang dari 5 km. Berdasarkan
data kegempaan dan komposisi material pembentuknya, para ahli membagi
menjadi kerak benua dan kerak samudera.
a. Kerak benua, terdiri dari batuan granitik, ketebalan rata-rata 45 km,
berkisar antara 30–50 km. Kaya akan unsur Si dan Al, maka disebut
juga sebagai lapisan SiAl.
b. Kerak samudera, terdiri dari batuan basaltik, tebalnya sekitar 7 km.
Kaya akan unsur Si dan Mg, maka disebut juga sebagai lapisan SiMa.
Tabel 1.1 Unsur-unsur utama penyusun kerak bumi
Unsur % Massa
Oksigen (O) 47%
Silikon (Si) 28%
Aluminium (Al) 8.%
Besi (Fe) 5%
Kalsium (Ca) 4%
Natrium (Na) 3%
Kalium (K) 3%
Magnesium (Mg) 2%

2. Selubung atau mantel bumi


Selubung atau mantel merupakan lapisan dibawah kerak yang tebalnya
mencapai 2.900 km. Mantel terletak diantara lapisan inti luar dengan kerak.
Lapisan ini terdiri atas magma kental yang bersuhu 1.400º C hingga 2.500º C.
Karena terdiri dari material cair, mantel bumi disebut sebagai
lapisan astenosfer. Lapisan ini merupakan tempat terjadinya pergerakan-
pergerakan lempeng yang disebabkan oleh gaya konveksi atau energi
3

dari panas bumi. Pergerakan tersebut sangat mempengaruhi bentuk muka


bumi dan proses geologi seperti pergeseran benua dan pembentukan rantai
pegunungan.
3. Inti bumi
Inti bumi terletak mulai kedalaman sekitar 2900 km dari dasar kerak bumi
sampai ke pusat bumi. Inti bumi dapat dipisahkan menjadi inti bumi bagian
luar dan inti bumi bagian dalam. Batas antara selubung bumi dan inti bumi
ditandai dengan penurunan kecepatan gelombang P secara drastis dan
gelombang S yang tidak diteruskan.
Keadaan ini disebabkan karena meningkatnya berat jenis material
penyusun inti bumi dan perubahan sifat materialnya dari yang bersifat padat
menjadi bersifat cair. Meningkatnya berat jenis disebabkan karena perubahan
dari material silikat yang menyusun selubung bumi menjadi material
campuran logam yang kaya akan besi (Fe) di inti bumi. Perubahan sifat
material menjadi cairan disebabkan karena turunnya titik lebur material yang
mengandung besi dibandingkan material yang kaya silikat. Itulah sebabnya
material yang menyusun inti bumi bagian luar berupa cairan yang kaya logam
Fe. Sebaliknya semakin bertambahnya tekanan ke bagian yang semakin dalam
akan mengakibatkan kan naiknya titik lebur material logam. Hal ini
menyebabkan material yang menyusun inti bumi bagian dalam merupakan
material logam yang bersifat padat.
Komposisi material penyusun inti bumi diketahui dengan perkiraan
bahwa unsur besi merupakan unsur yang banyak dijumpai pada kerak batuan
penyusun kerak bumi. Dengan meningkatnya berat jenis pada batuan yang
makin dalam letaknya, maka kadar besi juga akan semakin meningkat,
sehingga pada selubung bumi mempunyai kemungkinan mengandung kadar
besi yang lebih besar daripada kerak bumi. Berat jenis inti bumi bagian luar
yang disusun oleh material kaya besi yang cair sama dengan berat jenis berat
jenis besi dalam keadaan cair. Karena inti bumi bagian dalam disusun oleh
material kaya besi yang padat, maka batas antara inti bumi bagian luar dengan
inti bumi bagian dalam mempunyai temperatur sama dengan titik lebur besi
4

pada tekanan di tempat tersebut. Selain itu, komposisi penyusun inti bumi
juga diketahui dengan mendasarkan pada komposisi meteorit yang dijumpai
mengandung logam besi 90% dan nikel sebanyak sekitar 7% sampai 8%.
Sehingga diperkirakan material logam penyusun inti bumi adalah unsur besi
dan nikel.
1.2. Mineral
Mineral merupakan suatu zat padat homogen yang terdiri dari unsur atau
persenyawaan kimia yang dibentuk secara alamiah oleh proses-proses anorganik,
mempunyai sifat-sifat kimia dan fisika tertentu dan mempunyai penempatan
atom-atom secara beraturan didalamnya atau dikenal sebagai strukutur kristal.
Dalam keadaan padat mineral (kecuali beberapa jenis) memiliki sifat dan bentuk
tertentu sebagai perwujudan dari susunan yang teratur didalamnya. Berikut ini
adalah beberapa definisi mineral oleh para ahli:
1. A.W.R. Potter dan H.Robinso, 1977
Mineral adalah suatu zat atau bahan yang homogen mempunyai komposis
kimia tertentu atau dalam batas-batas tertentu dan mempunyai sifat-sifat tetap,
dibentuk dialam dan bukan hasil suatu kehidupan.
2. L.G. Berry dan B.Mason, 1959
Mineral adalah suatu benda padat homogen yang terdapat dialam
terbentuk secara anorganik, mempunyai komposisi kimia pada batas-batas
tertentu dan mempunyai atom-atom yang tersusun secara teratur.
3. D.G.A. Whitten dan J.R.V. Brooks,1972
Mineral adalah suatu bahan padat yang secara struktur homogen
mempunyai komposisi kimia tertentu, dibentuk oleh proses alam yang
anorganik. Berdasarkan beberapa sifat-sifat tertentu yang dimiliki oleh
mineral, maka mineral-mineral yang ada di alam ini dapat dikelompokkan
menjadi beberapa kelompok mineral. Bedasarkan hal tersebut, James D.
Dana, seorang Professor Yale University pada tahun 1873 mengelompokkan
mineral dalam beberapa kelompok berdasarkan kemiripan komposisi kimia dan
struktur kristal menjadi 8 kelompok, yaitu mineral sulfida, sulfat, karbonat, silika,
oksida, halida, posfat, native mineral atau unsur murni.
5

1. Mineral silika
Hampir 90% mineral pembentuk batuan adalah dari kelompok ini, yang
merupakan persenyawaan antara silikon dan oksigen dengan beberapa unsur
metal. Karena jumlahnya yang besar, maka hampir 90% dari berat kerak bumi
terdiri dari mineral silika. Silikat merupakan bagian utama yang membentuk
batuan baik itu sedimen, batuan beku maupun batuan malihan (metamorf).
Kebanyakan mineral-mineral silikat terbentuk ketika cairan magma mulai
mendingin.
Proses pendinginan ini dapat terjadi dekat permukaan bumi atau jauh di
bawah permukaan bukit dimana tekanan dan temperatur lingkungannya
sangat tinggi. Lingkungan pengkristalan dan komposisi kimia dari magma
sangat mempengaruhi macam mineral yang terbentuk.
Contoh, mineral olivin mengkristal pada temperatur tinggi. Sebaliknya
kuarsa mengkristal pada temperatur yang rendah. Silikat pembentuk batuan
yang umum adalah dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan komposisi
kimianya, yaitu kelompok ferromagnesium dan non-ferromagnesium.
a. Mineral ferromagnesian: mengandung unsur Fe atau Mg, berwarna
gelap. Contohnya, olivin, hornblende, biotit.
b. Mineral non feromagnesian: mineral silikat yang tidak mengandung
unsur besi dan magnesium, berwarna terang. Contohnya, muscovite,
feldspar, kuarsa

Gambar 1.2. Muscovite


(Sumber: anonim, 2018)
6

2. Mineral oksida
Terbentuk sebagai akibat persenyawaan langsung antara oksigen dan
unsur tertentu. Banyak oksida berwarna hitam tetapi yang lain bisa sangat
berwarna-warni. Keragaman oksida diakibatkan oleh kelimpahan oksigen di
kerak bumi. Oksida mengandung ikatan ionik tertentu yang bisa dijadikan
patokan untuk membedakan golongan mineral oksida dengan kelompok
mineral lain di alam. Secara umum mineral oksida selalu berkesinambungan
dengan mineral hidroksida. Unsur yang paling utama dalam golongan oksida
adalah besi, mangan , timah dan alumunium. Beberapa mineral oksida yang
paling umum adalah hematit (Fe2O3), kasiterit (SnO2), dan korundum (Al2O3).

Gambar 1.3. Hematit


(Sumber: anonim, 2018)

3. Mineral oksida
Kelompok sulfida merupakan kombinasi antara logam atau semilogam
dengan sulfur/belerang (S). Biasanya terbentuk di sekitar wilayah gunung api
yang memiliki sulfur yang tinggi. Pembentukan mineral sulfida berawal dari
proses hidrotermal atau lokasi pembentukannya dekat dengan gunung api
yang memiliki kandungan sulfur yang tinggi. Pembentukan mineralnya biasa
terjadi di bawah kondisi air tempat terendapnya unsur sulfur. Contoh
mineralnya, argentite (Ag2S), kalkosit (Cu2S), pirit (FeS3), galena (PbS),
sphalerite (ZnS), dan cinnabar (HgS).
7

Gambar 1.4. Galena


(Sumber: Wiloso, 2022)

4. Mineral sulfat
Mineral sulfat adalah kombinasi dari logam atau semi logam dengan anion
sulfat tersebut membentuk mineral sulfat. Pembentukan mineral
sulfat biasanya terjadi pada daerah evaporitik (penguapan) yang tinggi kadar
airnya, contohnya adalah danau atau pesisir, kemudian perlahan-lahan
menguap sehingga formasi sulfat dan halida berinteraksi.
Mineral sulfat jenisnya ada lebih dari 200 jenis dan merupakan mineral
yang langka. Beberapa mineral yang sering ditemukan yaitu, anhidrit
(CaSO4), barit (BaSO4), celestite (SrSO4), dan gipsum (CaSO4.2H20).
Perbedaan yang membedakan satu mineral dan mineral lainnya terletak pada
lingkungan pembentukannya.

Gambar 1.5. Barit


(Sumber: anonim, 2016)
8

5. Mineral karbonat
Merupakan persenyawaan dengan ion (CO3)2-, dan disebut karbonat.
Seumpama persenyawaan Ca dinamakan kalsium karbonat CaCO3 dikenal
sebagai mineral kalsit. Merupakan mineral utama pembentuk batuan sedimen.
Karbonat terbentuk pada lingkungan laut oleh endapan bangkai plankton.
karbonat juga terbentuk pada daerah evaporitik dan pada daerah karst yang
membentuk gua, stalaktit dan stalagmit. Dalam kelas karbonat ini juga
termasuk nitrat dan borat. Beberapa contoh mineral yang termasuk dalam
kelompok karbonat adalah dolomit (CaMg(CO3) 2, kalsit (CaCO3), dan
magnesit (MgCO3).

Gambar 1.6. Kalsit


(Sumber: anonim, 2018)

6. Mineral halida atau klorida


Kelompok ini dicirikan oleh adanya dominasi dari ion halogen
elektronegatif seperti, F- , Cl- , Br- dan I- . Pada umumnya memiliki berat
jenis yang rendah (<5). Halida adalah kelompok mineral yang memiliki anion
dasar halogen. Halogen adalah kelompok khusus dari unsur-unsur yang
biasanya memiliki muatan negatif ketika tergabung dalam satu ikatan kimia.
Mineral halida memiliki ciri khas lembut, terkadang transparan, umumnya
tidak terlalu padat, memiliki belahan yang baik, dan sering memiliki warna-
warna cerah. Contoh mineralnya adalah fluorit (CaF 2), halit (NaCl), silvit
(KCl).
9

Gambar 1.7. Fluorit


(Sumber: anonim, 2018)

7. Mineral phospat
Mineral phospat terbuat dari adanya proses persenyawaan logam phospat.
Kelompok mineral ini sering dicirikan berkilap serta memiliki struktur kristal
berwarna yang indah. Contoh phospat, yakni apatit, monasit dan turqoise.

Gambar 1.8. Monasit


(Sumber: Wiloso, 2022)
8. Mineral Murni
Native element atau unsur murni ini adalah kelas mineral yang dicirikan
dengan hanya memiliki satu unsur atau komposisi kimia saja. Mineral pada
kelas ini tidak mengandung unsur lain selain unsur pembentuk utamanya.
Pada umumnya sifat dalam (tenacity) mineralnya adalah malleable yang jika
ditempa dengan palu akan menjadi pipih, atau ductile yang jika ditarik akan
dapat memanjang, namun tidak akan kembali lagi seperti semula jika
dilepaskan.
10

Gambar 1.9. Perak


(Sumber: anonim, 2015)

1.3. Sifat Fisik Mineral


Semua mineral mempunyai susunan kimiawi tertentu dan penyusun atom-
atom yang beraturan, maka setiap jenis mineral mempunyai sifat fisik dan sifat
kimia tersendiri. Dengan mengenal sifat-sifat tersebut maka setiap jenis mineral
dapat dikenal, sekaligus dapat diketahui susunan kimianya dalam batas-batas
tertentu.
1. Warna (Colour)
Bila suatu permukaan mineral dikenai suatu cahaya, maka cahaya yang
mengenai permukaan mineral tersebut sebagian akan diserap dan sebagian
akan dipantulkan. Warna penting untuk membedakan antara warna mineral
akibat pengotoran dan warna asli atau tetap yang berasal dari elemen utama
pada mineral disebut dengan nama idiochromatic. Misalnya, sulfur berwarna
kuning, magnetit berwarna hitam.
Warna akibat adanya campuran atau pengotor dengan unsur lain,
sehingga memberikan warna yang berubah-ubah tergantung dari pengotornya,
disebut dengan nama allochromatic. Misalnya pada mineral kuarsa yang tidak
berwarna, tetapi karena ada campuran dari unsur lain warna dapat berubah
menjadi violet (amethyst), merah muda, coklat.
Faktor yang dapat mempengaruhi warna adalah:
a. Komposisi kimia.
b. Struktur kristal dan ikatan atom.
c. Pengotoran dari mineral lain.
11

2. Perawakan kristal (Crystal habits)


Apabila dalam pertumbuhannya tidak mengalami gangguan apapun, maka
mineral mempunyai bentuk kristal yang sempurna. Tetapi mineral yang
dijumpai di alam bentuknya sering tidak berkembang sebagaimana mestinya,
sehingga sulit untuk mengelompokkan mineral ke dalam sistem kristalografi.
Bentuk khas mineral ditentukan oleh bidang yang membangunnya, termasuk
bentuk dan ukuran relatif bidang-bidang tersebut. Beberapa macamnya
sebagai berikut:
a. Meniang (collumnar)
Bentuk kristal prismatik yang menyerupai tiang. Contohnya,
tourmaline dan pyrolusite.

Gambar 1.10. Tourmaline


(Sumber: Mulyaningsih, 2018)

b. Menyerat (fibrous)
Bentuk kristal menyerupai serat-serat kecil. Contohnya, asbestos dan
gipsum.

Gambar 1.11. Asbestos


12

(Sumber: Mulyaningsih, 2018)


c. Menjarum (acicular)
Bentuk kristal yang menyerupai jarum-jarum kecil. Contohnya,
natrolite.

Gambar 1.12. Natrolite


(Sumber: Mulyaningsih, 2018)

d. Membilah (bladed)
Bentuk kristal yang panjang dan tipis menyerupai bilah kayu dengan
perbandingan antara lebar dengan tebal sangat jauh. Contohnya, kyanit
dan kalaverit.

Gambar 1.13. Kyanit


(Sumber: Mulyaningsih, 2018)

e. Memapan (tabular)
Bentuk kristal pipih menyerupai bentuk papan, dimana lebar dengan
tebal tidak terlalu jauh. Contohnya, barit dan hematit.
13

Gambar 1.14. Barit


(Sumber: Mulyaningsih, 2018)

f. Membutir (granular)
Merupakan kelompok kristal kecil yang berbentuk butiran. Contohnya,
olivin, anhidrit, rhodochrosite, dan chromite.

Gambar 1.15. Rhodochrosite


(Sumber: Mulyaningsih, 2018)

3. Kilap (Luster)
Kilap ditimbulkan oleh cahaya yang dipantulkan dari permukaan sebuah
mineral, yang erat hubungannya dengan sifat pemantulan refleksi dan
pembiasan (refraksi). Intensitas kilap tergantung dari indeksi bias dari
mineral, apabila makin besar indeks bias mineral, makin besar pula jumlah
cahaya yang dipantulkan.
a. Kilap logam (metallic luster), yaitu apabila mineral tersebut
mempunyai kilap atau kilapan seperti logam. Contoh mineral yang
mempunyai kilap logam adalah emas dan galena.
14

Gambar 1.16. Emas


(Sumber: anonim, 2019)

b. Kilap sub-logam, tidak terlalu mengkilap seperti logam. Contohnya,


cuprite, hematite, dan cinnabar.

Gambar 1.17. Hematit


(Sumber: anonim, 2019)

c. Kilap bukan logam, biasanya dari mineral yang goresnya tidak


berwarna atau berwarna terang. Kilap non logam dibedakan menjadi:
1) Kilap kaca, kilap yang ditimbulkan oleh permukaan kaca atau
gelas. Contohnya, kuarsa, garnet, korundum, dan halit.

Gambar 1.18. Kuarsa


(Sumber: anonim, 2019)
2) Kilap intan, kilap yang sangat cemerlang seperti kilap intan atau
15

permata. Contohnya, intan, cassiterite, sulfur, dan zircon.

Gambar 1.19. Zircon


(Sumber: anonim, 2019)

3) Kilap lilin, kilap seperti sebagaimana lilin yang khas. Contohnya,


serpentine dan serargirit.

Gambar 1.20. Serpentine


(Sumber: anonim, 2019)

4) Kilap sutera, kilap yang terdapat pada mineral-mineral yang


paralel atau berserabut. Contohnya, asbes, serpentine, dan
selenite.

Gambar 1.21. Selenite


(Sumber: anonim, 2019)
16

5) Kilap tanah, kilap yang ditunjukkan oleh mineral yang porous dan
sinar yang masuk tidak dipantulkan kembali. Contohnya, kaolinit
dan pirolusit.

Gambar 1.22. Kaolinit


(Sumber: anonim, 2017)

4. Kekerasan (Hardness)
Kekerasan mineral pada umumnya diartikan sebagai daya tahan mineral
terhadap goresan. Penentuan kekerasan relatif mineral adalah dengan
menggoreskan permukaan mineral pada mineral standar kekerasan dari skala
mohs yang sudah diketahui kekerasannya, seperti baja yang kekerasannya 6,5
SM.
Tabel 1.2. Skala Mohs
Skala Mohs Mineral
1 Talk
2 Gipsum
3 Kalsit
4 Fluorit
5 Apatit
6 Feldspar Ortoklas
7 Kuarsa
8 Topaz
9 Korundum
10 Intan

5. Gores (Streak)
Gores adalah warna asli dari mineral yang tampak apabila mineral
ditumbuk sampai halus. Gores ini dapat lebih dipertanggungjawabkan karena
stabil dan penting untuk membedakan dua mineral yang warnanya sama tapi
17

goresnya berbeda. Gores ini diperoleh dengan cara menggoreskan mineral


pada permukaan keping porselin.

Gambar 1.23. Perbedaan warna dan cerat pada mineral


(Sumber: Purnamawati, 2022)

6. Belahan (Cleavage)
Apabila mineral mendapat tekanan yang melampaui batas elastisitas dan
plastisitasnya, maka pada akhirnya mineral akan pecah mengikuti arah
belahannya. Belahan mineral akan selalu sejajar dengan bidang permukaan
kristal. Belahan tersebut akan menghasilkan kristal menjadi bagian-bagian
yang kecil, yang setiap bagian kristal dibatasi oleh bidang yang rata. Setiap
mineral memiliki arah belahan tersendiri.
a. Belahan sempurna
Yaitu jika mineral mudah terbelah melalu arah belahannya yang
merupakan bidang yang rata dan sukar pecah selain melalui bidang
belahannya. Contohnya, kalsit dan muskovit.
b. Baik
Apabila mineral mudah terbelah melalui bidang belahannya yang rata,
tetapi dapat juga terbelah memotong atau tidak melalui bidang
belahannya. Contohnya, feldspar dan augit.
c. Jelas
Yaitu apabila bidang belahan mineral dapat terlihat jelas, tetapi
mineral tersebut sukar membelah melalui bidang belahannya dan
tidak rata. Contohnya hornblende dan scheelite.
18

d. Tidak Jelas
Yaitu apabila arah belahan mineral masih terlihat, tetapi kemungkinan
untuk membentuk belahan dan pecahan sama besar. Contohnya, beryl,
emas, dan platina.
e. Tidak sempurna
Apabila mineral sudah tidak terlihat arah belahnnya, dan mineral akan
pecah dengan permukaan yang tidak rata. Contohnya, kasiterit, sulfur,
dan apatit.
7. Pecahan (Fracture)
Apabila suatu mineral mendapat tekanan yang melampaui batas plastisitas
dan elastisitasnya, maka mineral tersebut akan pecah, pecahan dapat dibagi
menjadi:
a. Conchoidal, yaitu pecahan mineral yang menyerupai pecahan botol
atau kulit bawang. Contohnya, kuarsa.
b. Hackly, pecahan mineral runcing-runcing tajam serta kasar tak
beraturan seperti bergerigi. Contohnya, emas, perak, dan tembaga.
c. Even, pecahan mineral dengan permukaan bidang pecah kecil-kecil
dengan ujung pecahan masih mendekati bidang datar. Contohnya.
Muscovite, talk, biotite.
d. Uneven, pecahan mineral yang menunjukkan permukaan bidang
pecahnya kasar dan tidak teratur. Contohnya, kalsit dan chromite.

Gambar 1.23. Macam-macam pecahan (fracture) pada mineral


(Sumber: Wiloso, 2022)
19

8. Daya tahan terhadap pukulan (Tenacity)


Tenacitiy adalah suatu daya tahan mineral terhadap pemecahan,
pemotongan, pemukulan, atau gaya. Macam-macamnya sebagai berikut:
a. Brittle, apabila mineral mudah hancur menjadi tepung. Contohnya,
kalsit dan kuarsa.
b. Sectile, mineral mudah terpotong pisau dengan tidak berkurang
menjadi tepung. Contohnya, gipsum dan serargirit.
c. Malleable, mudah ditempa. Contohnya, tembaga dan emas.
d. Ductile, dapat ditarik seperti kawat. Jika ditarik bertambah panjang
dan bila dilepaskan akan kembali ke bentuk semula. Contohnya,
olivin, tembaga, dan perak.
e. Flexible, mineral dapat dilengkungkan ke segala arah dengan mudah.
Contohnya, talk dan gipsum.
9. Kemagnetan
Berdasarkan sifat kemagnetannya mineral dapat dibedakan menjadi 3
kelompok:
a. Ferromagnetik, yaitu mineral yang memiliki sifat kemagnetan tinggi
sehingga tertarik oleh medan magnet yang relatif rendah sekalipun.
Contohnya, besi dan nikel.
b. Paramagnetik, yaitu mineral yang yang sifat kemagnetannya rendah
dan hanya akan memberi respon terhadap medan magnet yang besar.
Contohnya, biotit dan hornblende.
c. Diamagnetik, yaitu mineral yang tidak memiliki sifat kemagnetan,
artinya tidak dapat tertarik oleh medan magnet. Contohnya, kuarsa,
muskovit.
10. Rasa dan bau (Taste and odour)
Disamping dari sifat-sifat yang sudah dibahas diatas, beberapa mineral
mempunyai rasa dan bau, kedua sifat ini merupakan sifat khas dari mineral.
Salah satu contohnya adalah mineral sulfur atau belerang.
a. Astringet, rasa yang umum dimiliki oleh sejenis logam.
b. Sweetisist Astinget, rasa seperti pada tawas.
20

c. Saline, rasa yang dimiliki seperti pada garam.


d. Alkaline, rasa yang dimiliki seperti pad rasa soda.
e. Bitter, rasa separti garam pahit.
f. Cooling, rasa seperti rasa sendawa.
g. Sour, rasa seperti asam belerang.
Melalui gesekan dan penghilangan dari beberapa zat yang bersifat
volatile melalui pemanasan atau melalaui penambahan suatu asam, maka
kadan-kadang bau (odour) akan menjadi ciri-ciri yang has dari suatu mineral.
a. Alliaceous, bau seperti bawang, proses pereaksi dan arsenopyrite
akan menimbulkan bau yang khas.
b. Horse Radish Odour, bau seperti lobak kuda yang menjadi busuk
(biji selenit yang dipanasi).
c. Sulphurous, bau yang ditimbulkan oleh proses pereaksian pint atau
pemanasan mineral yang mengandung unsur sulfida.
d. Bituminous, bau seperti bau aspal.
e. Fetid, bau yang ditimbulkan oleh asam sulfia atau bau busuk seperti
bau busuk seperti telor busuk.
f. Argillaceous, bau seperi lempung basah, seperti seperti serpentin
yang mengalami pemanasan.
BAB 2
PENGENALAN BATUAN

2.1. Pengenalan batuan beku


Batuan beku adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin
dan menggumpal, baik yang ada di bawah permukaan bumi maupun di atas
permukaan bumi. Batuan beku terbentuk dari pendinginan dan kristalisasi
magma, namun proses pembentukan yang berbeda akan menghasilkan batu yang
berbeda.
Batuan beku dapat dibedakan menjadi batuan dalam atau batuan plutonik
yang terbentuk karena pembekuan yang terjadi di dalam dapur magma secara
perlahan-lahan sehingga batuan tubuh terdiri dari kristal-kristal besar, dan
batuan beku luar atau batuan vulkanik yang terbentuk karena pembekuan magma
di permukaan bumi dan menghasilkan batuan yang berbutir halus. Batuan beku
dapat diklasifikasikan berdasarkan cara terjadinya, kandungan SiO2, dan indeks
warna
2.1.1 Pengertian batuan beku
Batuan beku atau igneous rock merupakan jenis batuan yang terbentuk
dari magma. Magma akan mendingin dan mengalami pengerasan. Proses
pengerasan ini dilalui dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di dalam
lapisan bumi sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan
sebagai batuan ekstrusif (vulkanik).
Batuan beku terbentuk karena adanya magma yang mengeras atau
mengalami pembekuan. Magma ini berasal dari batuan setengah cair ataupun
dari batuan yang sudah ada sebelumnya, baik yang berada di mantel maupun
di kerak bumi. Secara umum, proses pelelehan tersebut terjadi pada salah satu
proses dari kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau perubahan
komposisi.
2.1.1 Klasifikasi Batuan Beku
Berdasarkan proses pembentukannya atau genesa, batuan beku dapat
digolongkan menjadi 3 yaitu, batuan beku intrusif (plutonik), batuan beku
ekstrusif (vulkanik) , dan batuan beku hypabisal.

21
22
23

1. Batuan beku intrusif


Batuan beku intrusif atau batuan plutonik terbentuk karena pembekuan
yang terjadi di dalam dapur magma secara perlahan-lahan sekali. Contoh dari
batuan ini adalah batuan granit dan batuan gabro.

Gambar 2.1. Batuan beku intrusif


(Sumber: Noor, 2012)

Bentuk intrusi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Bentuk konkordan, yaitu tubuh batuan yang mempunyai hubungan
struktur batuan intrusi dengan batuan sekelilingnya sedemikian rupa
sehingga batas/bidang kontaknya sejajar dengan bidang perlapisan
batuan sekelilingnya. Macam-macamnya sebagai berikut:
1) Sill: intrusi yang melembar sejajar dengan lapisan batuan
sekitarnya dengan ketebalan beberapa milimeter hingga beberapa
kilometer.

Gambar 2.2 Intrusi sill


(Sumber: Noor, 2012)
2) Laccolith: Sill dengan bentuk kubah (plankonvex).
24

Gambar 2.3 Intrusi laccolith


(Sumber: Noor, 2012)

3) Lopolith: bentuk lain dari sill dengan ketebalan 1/10 sampai 1/12
dari lebar tubuhnya dengan bentuk seperti lensa dimana bagian
tengahnya melengkun ke arah bawah karena batuan di bawahnya
lentur.

Gambar 2.4 Intrusi lapolith


(Sumber: Noor, 2012)

4) Phacolith: masa intrusi yang melensa yang terletak pada sumbu


lipatan.
b. Bentuk diskordan, yaitu tubuh batuan beku yang mempunyai struktur
memotong atau tidak sejajar dengan batuan induk yang diterobosnya.
Macam-macamnya sebagai berikut:
1) Dike: intrusi yang berbentuk tabular yang memotong lapisan
batuan sekitarnya.
25

Gambar 2.5 Intrusi dike (hitam) memotong batuan samping


(Sumber: Noor, 2012)

2) Batholith: intrusi yang tersingkap di permukaan, berukuran lebih


dari 100 km persegi, bentuk tidak beraturan dan tidak diketahui
dasarnya.

Gambar 2.6 Intrusi batholith


(Sumber: Noor, 2012)

3) Stock: intrusi yang mirip dengan batholith, dengan ukuran yang


tersingkap di permukaan kurang dari 100 km persegi.

Gambar 2.7 Intrusi stock


(Sumber: Noor, 2012)
2. Batuan beku ekstrusif
26

Batuan beku ekstrusif atau vulkanik, proses terbentuknya batuan ini


adalah ketika gunung api menyemburkan lava cair pijar. Pembekuan ini
terjadi tidak hanya di sekitar kawah gunung api saja, namun juga di udara.
Proses pembekuan ini berlangsungsingkat dan hampir tidak mengandung
kristal (armorf).
3. Batuan beku hypabisal
Pembentukan batuan ini terjadi pada celah-celah antar lapisan di dalam
kulit bumi. Proses pembekuannya berjalan lebih cepat sehingga di samping
kristal besar terdapat pula banyak kristal kecil. Contoh dari batuan jenis ini
antara lain batu granit porfir.
Selanjutnya adalah jenis batuan beku yang dibedakan berdasarkan kandungan
silikanya (SiO2). Jika dilihat dari klasifikasi ini, batuan beku dibedakan menjadi
empat macam, yaitu:
1. Batuan beku asam, merupakan jenis batuan beku yang kandungan SiO2 nya
lebih dari 66%. Contoh dari batuan ini adalah granit dan riolit.
2. Batuan beku intermediate, merupakan batuan beku yang kandungan SiO2
nya antara 52% hingga 66%. Contoh dari batuan ini adalah andesit, diorit,
dan dasit.
3. Batuan beku basa, merupakan jenis batuan beku yang kandungan SiO2 nya
antara 45% hingga 52%. Contoh dari batuan ini adalah basalt dan gabro.
4. Batuan beku ultrabasa, merupakan jenis batuan beku yang kandungan SiO2
nya kurang dari 45%. Contoh dari batuan jenis ini adalah batu peridotit
dan dunit.
Tabel 2.1. Klasifikasi batuan beku
Kandungan
Kandungan
Intrusi Ekstrusi Sifat Mineral
Silika
Mafic
Granit Riolit Asam >65% 0-30%
Andesit
Diorit Intermediate 65-52% 30-60%
Dasit
Gabro Basalt Basa 52-45% 60-90%
Peridotit Dunit Ultrabasa <45% 90-100%

2.1.3 Cara Pemerian Batuan Beku


27

Deskripsi batuan beku meliputi:


1. Jenis batuan
Dalam mendeskripsi batuan, hal pertama yang dilakukan adalah
menentukan jenisnya. Untuk jenis batuan beku sendiri, ada beberapa
penggolongan. Berdasarkan tempat terbentuknya ada batuan beku plutonik,
vulkanik, dan hypabisal. Sementara berdasarkan kandungan komposisi
silikanya ada batuan beku ultrabasa, basa, intermediate, dan asam.
2. Warna
Warna meliputi warna segar dan warna lapuk.
a. Warna segar merupakan warna dari batuan yang belum tercampur
dengan lingkungan sekitarnya. Warna segar ini warna di dalam
batuan yang tidak terkena udara luar, biasanya batuan harus dipecah
terlebih dahulu untuk melihat warna segarnya.
b. Warna lapuk merupakan warna dari batuan yang sudah tercampur
dengan lingkungan sekitarnya sehingga mengalami pelapukan
maupun perubahan warna. Warna lapuk ini warna batuan yang
tersingkap, warna luarnya.
3. Struktur
Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi
kedudukan lapisan yang jelas atau umum dari lapisan batuan. Struktur batuan
beku sebagian besar hanya dapat dilihat di lapangan saja, misalnya:
a. Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan
vulkanik bawah laut, membentuk struktur seperti bantal. Terbentuk
karena proses pendinginan yang cepat dan berada di bawah permukaan
air, bisa berada di laut atau danau mungkin juga sungai.
28

Gambar 2.8 Struktur lava bantal


(Sumber: McArthur, 2010)

b. Columnar joint, merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar


yang tersusun secara teratur menyerupai tiang dan tegak lurus arah aliran.

Gambar 2.9 Struktur columnar joint


(Sumber: McArthur, 2010)

c. Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya lubang jejak gas maupun
fragmen lain yang tertanam dalam tubuh batuan beku.

Gambar 2.10 Struktur masif


(Sumber: Anonim, 2019)
29

d. Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh


keluarnya gas pada waktu pembekuan magma, lubang-lubang tersebut
menunjukkan arah yang teratur.

Gambar 2.11 Struktur vesikuler


(Sumber: Miftahussalam, 2022)
e. Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler, tetapi lubang-
lubangnya besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur.

Gambar 2.12 Struktur skoria


(Sumber: Miftahussalam, 2022)

f. Amigdaloidal, yaitu struktur di mana lubang-lubang gas telah terisi oleh


mineral-mineral sekunder, biasanya mineral silikat atau karbonat.
30

Gambar 2.13 Struktur amigdaloidal


(Sumber: Anonim, 2020)

g. Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan


batuan lain yang masuk dalam batuan yang mengintrusi.

Gambar 2.14 Struktur xenolitis


(Sumber: Anonim, 2017)
4. Tekstur
Tekstur merupakan keadaan atau hubungan yang erat antar mineral
sebagai bagian dari batuan dan antara mineral dengan massa gelas yang
membentuk massa dasar dari batuan. Tekstur pada batuan beku umumnya
ditentukan oleh empat hal yang penting, yaitu:
a. Derajat kristalisasi
Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung lambat maka
kristalnya cenderung kasar, sedangkan jika pembekuannya berlangsung cepat
maka kristalnya halus, tetapi jika pendinginannya berlangsung sangat cepat
maka kristalnya berbentuk amorf. Terbagi menjadi 3 macam:
1) Holokristalin: batuan yang terdiri dari massa kristal seluruhnya.
31

Gambar 2.15 Tekstur holokristalin


(Sumber: McArthur, 2010)

2) Hipokristalin: batuan yang terdiri dari sebagian massa kristal dan


sebagian massa gelas.

Gambar 2.16 Tekstur hipokristalin


(Sumber: McArthur, 2010)
3) Holohialin: batuan yang terdiri dari massa gelas seluruhnya.

Gambar 2.17 Tekstur holohialin


(Sumber: McArthur, 2010)
32

b. Granularitas (Ukuran butir)


Granularitas didefinisikan sebagai besar butir pada batuan beku. Pada
umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:
1. Fanerik: kristal-kristalnya jelas, hingga dapat dibedakan dengan mata
telanjang.
2. Afanitik: kristal-kristalnya sangat halus, sehingga tidak dapat
dibedakan dengan mata telanjang.
3. Porfiritik: berbutir sedang atau besar butiran (phenocryst) 1-5mm,
dapat dilihat dengan bantuan loupe.
c. Bentuk kristal (Fabric)
Merupakan sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat
batuan secara keseluruhan. Fabric terbagi menjadi 3 macam:
1) Anhedral: kristal-kristal penyusunnya tidak sempurna dalam arti
batas-batasnya tidak tampak.
2) Subhedral: batas kristalnya sebagian tidak tampak.
3) Euhedral: batas kristalnya terlihat jelas oleh bidang mineralnya.

Gambar 2.18 Bentuk kristal


(Sumber: Purnamawati, 2022)

d. Hubungan kristal (Relasi)


Didefinisikan sebagai hubungan antara kristal/mineral yang satu
dengan yang lain dalam suatu batuan. Relasi dapat dibagi menjadi
dua:
1) Equigranular: ukuran kristalnya relatif sama besar.
2) Inequigranular: ukuran kristalnya tidak sama besar.
6. Komposisi mineral, didasarkan pada 3 macam:
33

a. Mineral utama: mineral penentu penamaan batuan beku yang


merupakan bagian dari Deret Bowen. Contohnya, kuarsa, mika, olivin.
b. Mineral sekunder: mineral yang terbentuk dari mineral primer yang
mengalami proses pelapukan maupun metamorfisme. Contohnya,
kalsit, klorit, dan serpentin.
c. Mineral tambahan: mineral yang terbentuk oleh kristalisasi magma
(biasanya presentasenya hanya sekitar 5%). Contohnya, hematit,
apatit, ilmenit.

Gambar 2.19 Deret Bowen


(Sumber: Purnamawati, 2022)
6. Petrogenesa
Petrogenesa adalah proses pembentukan suatu batuan tertentu, dari
asal-usul atau sumber, proses-proses yang menyebabkan batuan
terbentuk dan daerah pembekuannya dapat diketahui.
7. Nama Batuan
Berdasarkan deskripsi unsur-unsur pemerian batuan beku di atas,
kemudian dapat disimpulkan nama batuannya.
2.2 Pengenalan Batuan Sedimen
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil dari
rombakan batuan lainnya (batuan beku, batuan metamorf, atau batuan
sedimen itu sendiri) melalui proses pelapukan (weathering), erosi,
pengangkutan (transport), dan pengendapan, yang pada akhirnya mengalami
proses litifikasi atau pembatuan. Batuan sedimen hanya menyusun sekitar 5%
34

dari total volume kerak bumi. Tetapi karena batuan sedimen terbentuk pada
permukaan bumi, maka meskipun jumlahnya relatif sedikit akan tetapi dalam
hal penyebaran batuan sedimen hampir menutupi batuan beku dan metamorf.
Batuan sedimen menutupi sekitar 75% dari permukaan bumi.

Gambar 3.1 Ilustrasi terbentuknya batuan sedimen


(Sumber: Noor, 2012)
2.2.1 Pengertian batuan sedimen
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil dari
rombakan batuan lainnya (batuan beku, batuan metamorf, atau batuan
sedimen itu sendiri) melalui proses pelapukan (weathering), erosi,
pengangkutan (transport), dan pengendapan, yang pada akhirnya mengalami
proses litifikasi atau pembatuan. Batuan sedimen hanya menyusun sekitar 5%
dari total volume kerak bumi.
2.2.2 Klasifikasi Batuan Sedimen
Batuan sedimen dibagi 2 macam berdasarkan atas asalnya:
1. Batuan sedimen klastik
Batuan sedimen yang tersusun oleh detrical batuan lain yang sudah ada
terlebih dahulu baik dari batuan beku, sedimen, metamorf. Umumnya telah
mengalami transportasi atau perpindahan. Batuan sedimen klastik juga dapat
diartikan sebagai batuan yang diperoleh dari perubahan ukuran atau
hancurnya batu besar menjadi batu kecil secara mekanik sehingga sifat kimia
batu tersebut masih sama dengan batuan asalnya. Untuk memahami hal
tersebut, dapat diambil contoh pelapukan batuan gunung. Batu gunung yang
berukuran besar hancur karena proses pelapukan batuan. Hasil pelapukan
tersebut adalah batu- batuan kecil yang kemudian terbawa oleh aliran air
sehingga mengendap di sungai sebagai batu pasir. Contohnya, konglomerat
dan breksi.
35

Gambar 3.2 Breksi


(Sumber: Purnamawati, 2022)

2. Batuan sedimen non-klastik


Batuan sedimen yang proses pembentukannya dapat berasal dari proses
kimia, atau sedimen yang berasal dari sisa-sisa organisme yang telah mati.
Batuan sedimen non klastik biasanya belum mengalami proses transportasi.
Contoh batuannya adalah batu bara dan rijang.

Gambar 3.3 Rijang


(Sumber: Noor, 2012)

2.3.1. Pemerian Batuan Sedimen Klastik


1. Jenis batuan
2. Warna
a. Warna segar merupakan warna dari batuan yang belum tercampur
dengan lingkungan sekitarnya. Warna segar ini warna di dalam
batuan yang tidak terkena udara luar, biasanya batuan harus dipecah
terlebih dahulu untuk melihat warna segarnya.
b. Warna lapuk merupakan warna dari batuan yang sudah tercampur
dengan lingkungan sekitarnya sehingga mengalami pelapukan
36

maupun perubahan warna. Warna lapuk ini warna batuan yang


tersingkap, warna luarnya.
3. Struktur
Struktur sedimen adalah kenampakan batuan sedimen dalam dimensi
yang lebih besar, merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal batuan
sedimen dan diakibatkan oleh proses pengendapan dan keadaan energi
pembentuknya. Pembentukannya dapat terjadi saat pengendapan yang
disebut struktur primer, maupun setelah proses pengendapan yang disebut
struktur sekunder.
a. Masif
Apabila tidak terlihat struktur dalam atau ketebalannya lebih dari 120
cm.

Gambar 3.4 Struktur masif


(Sumber: Anonim. 2017)
b. Perlapisan
Terjadi karena adanya variasi warna, perbedaan ukuran butir,
perbedaan komposisi mineral ataupun perubahan macam batuan, terdiri
atas:
1) Perlapisan sejajar: perlapisannya saling sejajar dengan ketebalan
lapisan lebih dari 1 cm.
2) Laminasi: sama seperti perlapisan sejajar namun ketebalannya
lapisannya lebih halus atau kurang dari 1 cm.
37

Gambar 3.5 Struktur perlapisan


(Sumber: Miftahussalam, 2022)

3) Cross bedding (Perlapisan simpang siur)


Cross bedding merupakan struktur primer yang membentuk srutur
penyilangan suatu lapisan batuan terhadap lapisan batuan yang
lainya, atau lapisan batuan yang lebih muda memotong lapisan
batuan yang lebih tua.

Gambar 3.6 Cross bedding


(Sumber: Noor, 2012)

4) Graded bedding (Perlapisan bersusun)


Struktur perlapisan sedimen yang menunjukan perbedaan fragmen
atau ukuran butir yang menyusun sedimen. Perbedaan ini terbentuk
karena adanya gaya gravitasi yang mempengaruhi saat terjadinya
pengendapan pada sedimen tersebut. Sedimen yang memiliki
ukuran butir lebih besar akan lebih dahulu mengendap
dibandingkan dengan sedimen yang memiliki ukuran lebih kecil.
38

Gambar 3.7 Graded bedding


(Sumber: Anonim. 2019)

5) Riple mark (Gelembur gelombang)


Struktur primer perlapisan sedimen yang menunjukan adanya
permukaan seperti ombak atau begelombang yang disebabkan
adanya pengikiran oleh kerja air, dan angin. Pada awalnya lapisan
batuan sedimen tersebut datar dan horizontal karena adanya
pengaruh kerja air dan angin menyebabkan bagian-bagian lemah
terbawa air atau angin sehingg menyisahkan cekungan-cekungan
yang membentuk seperti gelombang.

Gambar 3.8 Ripple mark


(Sumber: Mulyaningsih, 2018)
c. Berfosil
Apabila dicirikan oleh kandungan fosil yang memperlihatkan orientasi
tertentu.
39

Gambar 3.9 Struktur berfosil


(Sumber: Purnamawati, 2022)

4. Tekstur
Tekstur pada batuan sedimen merupakan kenampakan yang
berhubungan dengan ukuran dan bentuk butir serta susunanya.
a. Pemilahan (sortasi)
Pemilahan merupakan keseragaman ukuran besar butir penyusun
batuan sedimen. Dalam pemilahan digunakan pengelompokan sebagai
berikut:
1) Terpilah baik (well sorted), kenampakan ini diperlihatkan ukuran
besar butir yang seragam pada semua komponen batuan sedimen.
2) Terpilah sangat baik (very well sorted)
3) Terpilah sedang (moderately sorted)
4) Terpilah buruk (poorly sorted),
5) Terpilah sangat buruk (very poorly sorted), merupakan
penampakan pada batuan sedimen yang memiliki besar butir yang
beragam.

Gambar 3.10 Derajat pemilahan (sortasi)


(Sumber: Miftahussalam, 2022)
40

b. Ukuran butir
Didasarkan pada pembagian besar butiran. Dapat menggunakan
skala wentworth sebagai acuan.

Gambar 3.11 Skala Wentworth


(Sumber: Noor, 2012)

c. Kebundaran (Roundness)
Kebundaran adalah nilai membulat atau meruncingnya bagian tepi
butiran pada batuan sedimen klastik sedang sampai kasar. Kebundaran
dibagi menjadi:
1) Membundar sempurna (well rounded): permukaannya cenderung
cembung dan halus.
2) Membundar (rounded): pada umunya mempunyai permukaan
bundar ujung-ujung dan bundaran tepi cekung.
3) Agak membundar (subronded): permukaan umunya datar dengan
ujung- ujung yang membundar.
4) Agak menyudut (sub angular): permikaan datar dengan ujung-
ujung yang tajam
5) Menyudut (angular): permukaan kasar dengan ujung-ujung butir
meruncing tajam
41

Gambar 3.12 Tekstur kebundaran


(Sumber: Purnamawati, 2022)

d. Kemas
Kemas adalah banyak sedikitnya rongga antar butir pada batuan
sedimen. Batuan sedimen memiliki dua macam kemas, yaitu:
1) Kemas terbuka, banyaknya ruang atau rongga antara butir yang
cenderung tertutup yang memiliki ukuran butir pasir halus,
hubungan antara butiran materialnya tidak saling bersinggungan.
2) Kemas tertutup, mempunyai sedikit ruang antara butir. Hubungan
antara butiran materialya saling bersinggungan.

Gambar 3.13 Kemas pada batuan sedimen


(Sumber: Anonim, 2021)

5. Komposisi Mineral
Komposisi mineral pada batuan sedimen klastik dapat dibedakan menjadi:
a. Fragmen: bagian butiran yang berukuran lebih besar, dapat berupa
pecahan-pecahan batuan, mineral, cangkang fosil, dan zat organik.
42

b. Matriks (massa dasar): butiran yang berukuran lebih kecil dari


fragmen dan terletak diantaranya sebagai massa dasar. Matriks
dapat berupa pecahan batuan, mineral atau fosil.
c. Semen: material pengisi rongga serta pengikat antara butir sedimen.
Ada tiga macam, yaitu semen karbonat (kalsit dan dolomit), silika
(kuarsa), dan oksida besi (siderit).

Gambar 3.14 Komposisi pada batuan sedimen klastik


(Sumber: Purnamawati, 2022)

6. Petrogenesa
Petrogenesa adalah proses pembentukan suatu batuan tertentu, dari asal-
usul atau sumber, proses-proses yang menyebabkan batuan terbentuk dan
daerah pembekuannya dapat diketahui.
7. Nama Batuan
Berdasarkan deskripsi unsur-unsur pemerian batuan sedimen klastik di
atas, kemudian dapat disimpulkan nama batuannya.
3.3.2. Cara Pemerian Batuan Sedimen Non Klastik
1. Jenis Batuan
2. Warna
a. Warna segar merupakan warna dari batuan yang belum tercampur
dengan lingkungan sekitarnya. Warna segar ini warna di dalam
batuan yang tidak terkena udara luar, biasanya batuan harus dipecah
terlebih dahulu untuk melihat warna segarnya.
b. Warna lapuk merupakan warna dari batuan yang sudah tercampur
dengan lingkungan sekitarnya sehingga mengalami pelapukan
43

maupun perubahan warna. Warna lapuk ini warna batuan yang


tersingkap, warna luarnya.
3. Struktur
a. Berfosil: terdiri dari fosil-fosil yang relatif masih utuh.
b. Oolitis: fragmen-fragmen klastik diselubungi oleh mineral non
klastik yang biasanya mineral karbonat, dengan ukuran lebih kecil
dari 2 mm dan bersifat konsentris.

Gambar 3.15 Oolitis


(Sumber: Noor, 2012)

c. Pisolitis: seperti oolitis tetapi berukuran lebih besar dari 2 mm.


4. Tekstur, dibedakan menjadi:
a. Kristalin: terdiri dari kristal-kristal yang digolongkan berdasarkan
Skala Wentworth.

Gambar 3.16 Tekstur kristalin


(Sumber: Mulyaningsih, 2022)

b. Amorf: tidak kristalin.


44

Gambar 3.17 Tekstur kristalin


(Sumber: Wiloso, 2022)
5. Komposisi
Komposisi mineral sederhana karena hasil kristalisasi dari larutan kimia.
Contohnya, batu gamping, gipsum, dan kalsedon.
6. Petrogenesa
Petrogenesa adalah proses pembentukan suatu batuan tertentu, dari asal-
usul atau sumber, proses-proses yang menyebabkan batuan terbentuk dan
daerah pembekuannya dapat diketahui.
7. Nama batuan
Berdasarkan deskripsi unsur-unsur pemerian batuan sedimen non klastik
di atas, kemudian dapat disimpulkan nama batuannya.
2.3 Pengenalanan batuan metamorf
Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk oleh perubahan tekanan dan
temperatur yang tinggi dalam kulit bumi dari batuan yang sudah ada. Perubahan
ini akan menimbulkan perubahan tekstur, struktur, dan komposisi kimia.
Lempeng tektonik dapat meningkatkan panas dan tekanan. Ketika lempeng bumi
bertabrakan, lempeng tersebut akan menjepit batu di perbatasan dengan
kekuatan luar biasa. Gaya ini meningkatkan tekanan di sekitarnya. Pertemuan
lempeng tersebut juga akan menimbulkan gesekan, gesekan ini menghasilkan
panas yang cukup untuk melelehkan batuan di titik kontak. Sehingga tektonik
lempeng akan menentukan jenis metamorfisme
2.3.1 Pengertian batuan metamorf
Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk oleh perubahan
tekanan dan temperatur yang tinggi dalam kulit bumi dari batuan yang sudah
45

ada. Perubahan ini akan menimbulkan perubahan tekstur, struktur, dan


komposisi kimia.
Metamorfisme dapat digolongkan menjadi:
1. Metamorfisme Kontak
Metamorfisme kontak merupakan tipe metamorfisme yang terjadi akibat
adanya kontak antara magma terhadap batuan yang ada disekitarnya, baik
itu batuan sedimen maupun batuan beku. Perubahan yang terjadi
diakibatkan intensitas panas yang dikeluarkan oleh magma. Jenis
metamorfosis ini terbatas pada zona sekitar intrusi yang dikenal dengan
disebut malihan kontak.
2. Metamorfisme Dinamik
Metamorfisme dinamik terjadi akibat pergerakan patahan dimana batuan
terkena tekanan diferensial yang tinggi di sepanjang zona patahan, jenis
metamorfisme ini biasanya timbul pada bidang-bidang sesar atau patahan.
Metamorfisme ini terjadi di sekitar zona subsduksi.
3. Metamorfisme Regional
Jenis metamorfisme ini adalah metamorfisme yang paling sering muncul
dan biasanya meliputi area yang luas. Perubahan batuan terjadi sebagai
akibat adanya temperatur dan tekanan tinggi yang menyertainya dalam
proses perubahan dari batuan asal menjadi batuan metamorf. Tempat
terjadinya metamorfisme ini di dekat lempeng bagian dalam atau dengan
dapur magma.

Gambar 4.1 Metamorfose


46

(Sumber: anonim, 2020


2.3.3 Klasifikasi Batuan Metamorf
1. Berdasarkan komposisi kimianya
Unsur-unsur kimia yang terkandung di dalam batuan metamorf akan
mencirikan batuan asalnya. Berdasarkan komposisi kimianya batuan
metamorf terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
a. Calcic metamorphic rock
Batuan metamorf yang berasal dari batuan yang bersifat kalsik yang
kaya akan unsur Al, umumnya terdiri atas batu lempung dan serpih.
Contohnya, batu sabak dan filit.

Gambar 4.2 Filit


(Sumber: anonim, 2020)

b. Quartz feldsphatic rock


Batuan metamorf yang berasal dari batuan yang kaya akan unsur
kuarsa dan feldspar. Contohnya, gneiss calcareous metamorphic rock,
adalah batuan metamorf yang berasal dari batu gamping dan dolomit.

Gambar 4.3 Gneiss


(Sumber: anonim, 2020)
47

c. Magnesia metamorphic rock


Magnesia metamorphic rock adalah batuan metamorf yang berasal
dari batuan yang kaya akan unsur Mg. Contohnya, serpentit dan sekis.

Gambar 4.4 Sekis

2. Berdasarkan asosiasi di lapangan


Dipakai kriteria lapangan dan asosiasi mineral serta tekstur yang
berhubungan dengan nature, dan penyebab tekanan serta temperatur.
Misalkan pada suatu zona sesar didapatkan batuan metamorf dengan
struktur kataklastik maka dari sini kita dapat memperkirakan jenis
metamorfosenya.
3. Berdasarkan komposisi mineral
Didasarkan pada fasies metamorfose, sehingga setiap batuan metamorf
akan mempunyai komposisi mineral spesifik. Hal ini disebabkan karena
bila batuan asal mempunyai komposisi mineral yang khas, maka akan
menghasilkan batuan metamorf dengan komposisi mineral yang khas pula.
2.3.2 Cara Pemerian Batuan Metamorf
1. Jenis Batuan
2. Warna
Meliputi warna segar dan warna lapuk.
a. Warna segar merupakan warna dari batuan yang belum tercampur
dengan lingkungan sekitarnya. Warna segar ini warna di dalam
batuan yang tidak terkena udara luar, biasanya batuan harus
dipecah terlebih dahulu untuk melihat warna segarnya.
48

3. Warna lapuk merupakan warna dari batuan yang sudah tercampur


dengan lingkungan sekitarnya sehingga mengalami pelapukan maupun
perubahan warna.
4. Struktur batuan metamorf
Terjadi sebagai penyesuaian dengan kondisi baru akibat tekanan dan
temperatur. Ada 2 jenis struktur:
a. Struktur non foliasi
Struktur yang tidak menunjukkan adanya penjajaran mineral dan
batuan masif. Ini terjadi akibat batuan kontak dengan tubuh intrusi
batuan beku. Batuan yang terbentuk biasanya berbutir halus, dan batuan
berasal dari batuan asal yang mempunyai mineral tunggal seperti
gamping, sehingga tidak terbentuk mineral baru, tetapi kristal-
kristalnya yang kecil tumbuh lebih besar dalam tekstur interlocking
menjadi batuan baru. Contoh gamping menjadi marmer.
b. Struktur foliasi
Struktur ini menunjukkan adanya penjajaran mineral. Beberapa
jenisnya sebagai berikut:
1) Slaty cleavage: Struktur yang diekspresikan oleh kecenderungan
batuan metamorf yang berbutir halus untuk membelah sepanjang
bidang subparalel yang diakibatkan oleh orientasi penjajaran dari
mineral-mineral pipih yang kecil seperti mika, talk atau klorit.
Contoh: Slate/batusabak.

Gambar 4.5 Slaty cleavage


(Sumber: Noor, 2012)
49

2) Schistosity: Struktur sifatnya mirip dengan di atas, tetapi


mineralmineral pipih kebanyakan lebih besar dan secara
keseluruhan batuan metamorf ini tampak menjadi lebih
kasar/medium. Contoh: Sekis.

Gambar 4.6 Schistosity


(Sumber: Noor, 2012)

3) Gneissic: Struktur yang dibentuk oleh perselingan lapisan yang


komposisinya berbeda dan berbutir kasar (feldspar, kuarsa).
Contoh: Gneiss.

Gambar 4.7 Gneissic


(Sumber: Noor, 2012)

4) Phyllitic: srtuktur ini hampir sama dengan struktur slaty


cleavage tetapi terlihat rekristalisasi yang lebih besar dan mulai
terlihat pemisahan mineral pipih dengan mineral granular.
50

Gambar 4.8 Phyllitic


(Sumber: Noor, 2012)

5. Tekstur
Tekstur merupakan kenampakan batuan berkaitan dengan ukuran,
bentuk, dan susunan butir mineral dalam batuan. Terbagi menjadi:
a. Lepidoblastik
Tekstur dimana mineral-mineral penyusun berbentuk pipih.
Contohnya pada sekis mika.
b. Nematoblastik
Tekstur di mana mineral-mineral penyusun batuannya berbentuk
prismatiatik (piroksen, hornblenda), contoh: Sekis hornblenda.
c. Granoblastik
Tekstur di mana mineral-mineral penyusun membutir/ granular
(kuarsa, felspar, kalsit). Contohnya adalah hornfelsik, tekstur yang
tidak menunjukkan penjajaran, tetapi mineral mineral penyusun
membutir/granular. Contoh: Hornfels.

Gambar 4.9 Lepidoblastik, nematoblastik, granoblastik


(Sumber: Miftahussalam, 2022)
51

3. Komposisi Batuan
Komposisi pada batuan metamorf terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Mineral stress: mineral yang stabil atau terbentuk karena tekanan,
dimana mineral ini dapat berbentuk pipih, tabular, maupun
prismatik. Contohnya, mika, klorit, zeolit.
b. Mineral anti stress: mineral yang terbentuk atau stabli bukan karena
tekanan yang umumnya berbentuk equidimensional, seperti kuarsa,
kalsit, dan feldspar.
Tabel 4.1 Batuan metamorf beserta asalnya
Batuan Derajat
Tekstur Batuan Asal
Metamorf Metamorfosa
Slate Foliasi Rendah Serpih (Shale)
Phyllite Foliasi Rendah-sedang Serpih (Shale)
Mica Schisst Foliasi Sedang-Tinggi Serpih (Shale)
Gneiss Foliasi Tinggi Granit, Andesit
Batugamping,
Marble Non-Foliasi Rendah-Tinggi
Dolomit
Quartzite Non-Foliasi Sedang-Tinggi Batu pasir, kuarsa
Amphibolite Non-Foliasi Sedang-Tinggi Basalt, Gabro
Clorite Schist
Foliasi Rendah Basalt
(Green Schist)
Metamorfosa
Hornfels Non-Foliasi Semua jenis batuan
Kontak
52

4. Petrogenesa
Petrogenesa adalah proses pembentukan suatu batuan tertentu, dari asal-
usul atau sumber, proses-proses yang menyebabkan batuan terbentuk dan
daerah pembekuannya dapat diketahui.
5. Nama batuan
Berdasarkan deskripsi unsur-unsur pemerian batuan sedimen klastik di
atas, kemudian dapat disimpulkan nama batuannya.
BAB 3
PENGENALAN FOSIL

3.1 Pengertian Fosil


Definisi fosil adalah sisa atau jejak makhluk hidup yang hidup pada masa
geologi yang lampau yang terawetkan secara alamiah. Batas antara masa lampau
dan masa kini adalah pada awal Holosen, atau kira-kira 11.000 tahun yang lalu.
Bagian ilmu geologi yang menguraikan penyelidikan dan interpretasi fosil adalah
paleontologi. Penggunaan fosil yang sangat penting yaitu untuk menentukan umur
relatif suatu batuan dan menentukan keadaan lingkungan dan ekologi batuan pada
waktu terbentuknya. Suatu makhluk hidup potensial menjadi fosil karena
beberapa faktor, yaitu:
1. Organisme memiliki bagian dalam yang keras, cangkang atau kulit yang
keras yang dapat terawetkan, untuk tanaman bisa berupa jaringan kayu.
2. Organisme segera terkubur oleh material yang dapat menahan terjadinya
pembusukan di dalam lingkungan pengendapan atau belum tertransportasi
dari tempat awal orgnisme tersebut terkubur.
3. Organisme tersebut harus terhindar dari kehancuran setelah mati atau
utuh.
4. Terbentuk pada kondisi anaerob (tanpa oksigen).
5. Terendapkan pada batuan yang berbutir halus agar tidak larut atau dalam
batuan sedimen.
6. Terhindar dari prosesproses kimia (oksidasi & reduksi).
3.2 Jenis-Jenis Fosil
Berdasarkan tipe pengawetannya, fosil dapat dibedakan menjadi beberapa
jenis, yaitu:
1. Fosil tidak terubah, semua bagian organisme atau hewan yang terawetkan,
baik yang lunak maupun yang keras. Contohnya, mammoth yang
terawetkan di dalam es di Siberia.

53
54
Gambar 5.1 Fosil mammoth
(Sumber: Purnamawati, 2022)

2. Fosil yang mengalami perubahan, dapat berupa:


a. Permineralisasi, fosil yang dimana pori-porinya terisi oleh mineral
sekunder.
b. Replacement (penggantian), mineral sekunder mengganti semua
material fosil. Hasilnya hampir sempurna seperti jiplakan fosil asli.
c. Rekristalisasi, fosil yang sebagian atau keseluruhan material
mengalami rekristalisasi.
3. Fosil berupa fragmen, berupa fragmen dalam batuan sedimen yang dapat
berubah dan tidak berubah.
4. Fosil berupa jejak/bekas, fosil tidak hanya sisa kehidupan, tetapi juga jejak
dari kehidupan, sebagai tanda adanya kehidupan antara lain:
a. Mold, Cast, Imprint
1) Mold adalah cetakan dari fosil, cetakan luar disebut external mold
dan cetakan dalam disebut internal mold.
2) Cast adalah mold yang terisi oleh mineral sekunder membentuk
jiplakan fosil aslinya secara kasar.
3) Imprint adalah jejak di mana organisme terjebak dalam sedimen
halus dan dapat meloloskan diri.
b. Track, Trail, dan Burrow
1) Track dan trail adalah jejak pada permukaan organisme pada
batuan sedimen lunak yang berupa tapak dan seratan.
2) Burrow adalah jejak penggalian lubang oleh organisme.

55
56

c. Coprolite, kotoran hewan yang terfosilkan dan dapat dipakai untuk


mengetahui tempat/ lingkungan hidupnya.
5. Fosil kimia, jejak asam organik yang tersimpan dalam batuan
prakambrium.

Mold and Cast Track

Burrow Corpolite

Gambar 5.2 Fosil berupa jejak


(Sumber: Purnamawati, 2022)

3.3 Cara Pengamatan Fosil


Fosil yang terdapat di alam mempunyai ukuran yang beragam, dari yang
besar hingga kecil, sehingga perlu alat untuk melihatnya. Ada 2 cara pengamatan
fosil:
1. Makro paleontologi, pengamatan tidak perlu alat bantu (mikroskop). Fosil
yang dapat dipelajari dengan mata telanjang atau dengan alat berdaya
pembesaran kecil, seperti kaca pembesar, dapat dikelompokkan sebagai
makrofosil.
2. Mikro paleontologi, pengamatan perlu menggunakan alat bantu berupa
mikroskap. Mikrofosil adalah fosil yang umumnya berukuran tidak lebih
besar dari empat millimeter, dan umumnya lebih kecil dari satu milimeter,
sehingga untuk mempelajarinya dibutuhkan mikroskop cahaya ataupun
elektron.
57
BAB 4
PENGENALAN GEOLOGI STRUKTUR

4.1 Pengertian Geologi Struktur


Geologi struktur adalah bagian dari ilmu geologi yang mempelajari tentang
bentuk (arsitektur) batuan sebagai hasil dari proses deformasi. Adapun deformasi
batuan adalah perubahan bentuk dan ukuran pada batuan sebagai akibat dari gaya
yang bekerja di dalam bumi. Secara umum pengertian geologi struktur adalah
ilmu yang mempelajari tentang bentuk arsitektur batuan sebagai bagian dari kerak
bumi serta menjelaskan proses pembentukannya. Beberapa kalangan berpendapat
bahwa geologi struktur lebih ditekankan pada studi mengenai unsur-unsur struktur
geologi, seperti perlipatan (fold), rekahan (fracture), patahan (fault), dan
sebagainya yang merupakan bagian dari satuan tektonik.
Sebagaimana diketahui bahwa batuan-batuan yang tersingkap dimuka bumi
maupun yang terekam melalui hasil pengukuran geofisika memperlihatkan bentuk
bentuk arsitektur yang bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Bentuk
arsitektur susunan batuan di suatu wilayah pada umumnya merupakan batuan-
batuan yang telah mengalami deformasi sebagai akibat gaya yang bekerja pada
batuan tersebut. Deformasi pada batuan dapat berbentuk lipatan maupun patahan
atau sesar. Dalam ilmu geologi struktur dikenal berbagai bentuk perlipatan batuan,
seperti sinklin dan antiklin. Jenis perlipatan dapat berupa lipatan simetri, asimetri,
serta lipatan rebah, sedangkan jenis-jenis patahan adalah patahan normal (normal
fault), patahan mendatar (strike slip fault), dan patahan naik (trustfault).
Gaya yang bekerja dalam struktur geologi dapat dibagi menjadi 4 macam:
1. Tension, gaya yang cenderung menarik pada arah yang berlawanan pada
suatu garis.
2. Compression, gaya yang cenderung menekan pada arah yang berlawanan
pada suatu garis.
3. Couple, terdiri dari 2 gaya yang sama, dan bekerja pada arah berlawanan
dalam bidang yang sama tetapi tidak sepanjang satu garis.
4. Torsion, gaya yang bekerja pada dua ujung benda dan berputar pada arah
yang berlawanan atau memutar.

58
59

4.2 Macam-macam Struktur Geologi


1. Struktur Primer
Struktur primer adalah struktur geologi yang terbentuk sebelum atau
bersamaan dengan pembentukan batuan. Contohnya:
a. Pada batuan sedimen berupa perlapisan atau laminasi, cross bedding,
graded bedding.
b. Pada batuan beku dapat berupa kekar kolom (columnar joint), kekar
melembar (sheeting joint), vesikuler.
c. Pada batuan metamorf yaitu foliasi.
2. Struktur Sekunder
Struktur sekunder adalah struktur geologi yang terbentuk setelah proses
pembentukan batuan yang diakibatkan oleh deformasi. Contohnya, kekar,
sesar, lipatan.
a. Kekar (Joint)
Kekar adalah struktur rekahan yang belum mengalami pergeseran.
Kekar merupakan salah satu struktur yang paling umum pada batuan.
Klasifikasi kekar berdasarkan genesanya, dibagi menjadi:
1) Shear joint
Retakan yang membentuk pola saling berpotongan membentuk
sudut lancip dengan arah gaya utama. Kekar jenis shear joint
umumnya bersifat tertutup.

Gambar 6.1 Shear joint


(Sumber: Noor, 2012)

2) Tension joint
60

Rekahan yang berpola sejajar dengan arah gaya utama,


umumnya bentuk rekahan bersifat terbuka. Hal ini terjadi akibat
dari stress yang cenderung untuk membelah dengan cara
menariknya pada arah yang berlawanan, dan akhirnya kedua
dindingnya akan saling menjauhi.

Gambar 6.2 Tension joint


(Sumber: Noor, 2012)

3) Release joint
Rekahan yang berpola tegak lurus dengan arah gaya utama dan
bentuk rekahan umumnya terbuka. Kekar jenis merupakan campuran
dari kekar gerus dan kekar tarikan dan pada umunya rekahannya terisi
oleh mineral sekunder. Kekar ini disebabkan oleh gaya tarik dan
kompresi.
b. Lipatan (Fold)
Lipatan adalah deformasi lapisan batuan yang terjadi akibat dari gaya
tegasan sehingga batuan bergerak dari kedudukan semula membentuk
lengkungan. Berdasarkan bentuk lengkungannya lipatan dapat dibagi dua,
yaitu:
1) Lipatan sinklin
Bentuk lipatan yang cekung ke arah bawah, lipatan di mana
batuan yang lebih muda berada di bagian luar maupun tengah
lapisan.
61

Gambar 6.3 Lipatan sinklin


(Sumber: Noor, 2012)

2) Lipatan antiklin.
Lipatan yang cembung ke atas, dimana batuan yang lebih tua
berada di bagian dalam lipatan.

Gambar 6.4 Lipatan antiklin


(Sumber: Noor, 2012)

c. Sesar/Patahan (Fault)
Sesar adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran
yang signifikan. Suatu sesar jarang yang terdapat soliter (satu bidang),
tetapi pada umumnya berupa satu zona sesar yang di dalamnya terdiri dari
banyak sesar-sesar minor. Berdasarkan arah pergeserannya atau
berdasarkan hanging wall (bidang yang relatif bergerak) dan footwall
(bidang yg relatif diam), struktur sesar dibedakan menjadi:

1) Sesar mendatar (Strike slip faults)


62

Sesar yang pergerakannya sejajar dengan strike bidang sesar,


blok bagian kiri relatif bergeser kearah yang berlawanan dengan
blok bagian kanannya.

Gambar 6.5 Sesar mendatar


(Sumber: Noor, 2012)

2) Sesar naik (thrust faults)


Sesar yang pergerakan hanging wall relatif ke atas terhadap
footwall.

Gambar 6.6 Sesar naik


(Sumber: Noor, 2012)

3) Sesar turun (Normal faults)


Sesar yang pergerakan hanging wall relatif ke bawah terhadap
footwall. Sesar ini terjadi karena pergeseran blok batuan akibat
pengaruh gaya gravitasi. Secara umum, sesar normal terjadi sebagai
akibat dari hilangnya pengaruh gaya sehingga batuan menuju ke
posisi seimbang.
63

Gambar 6.7 Sesar normal


(Sumber: Noor, 2012)

4) Strike dip slip fault


Sesar yang pergerakannya relatif diagonal terhadap srike dan
dips bidang sesar.
4.3 Aplikasi Geologi Struktur dalam Geologi
Bumi yang kita huni bersama menunjukkan sifat dinamik dan tidak diam,
sehingga berakibat timbulnya gejala-gejala alam seperti gerhana matahari dan
bulan, gempa bumi, munculnya gunung api, pengangkatan dan penurunan kulit
bumi sehingga dihasilkan struktur geologi. Dampak positif dari dinamika bumi
adalah dengan dapat ditemukannya sumberdaya alam batu-batu untuk bangunan,
mineral-mineral dalam usaha pertambangan, air, minyak dan gas bumi, batubara,
panas bumi untuk pembangkit tenaga listrik. Dampak lainnya adalah adanya
bentang alam yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pariwisata, pertanian,
kehutanan. Dampak negatifnya adalah berupa terjadinya bencana alam karena
gempa bumi, longsoran tanah, dll.
Geologi struktur sebagai cabang ilmu geologi sering diterapkan dalam
berbagai aspek keteknikan dan keilmuan seperti dalam eksplorasi minyak bumi,
eksplorasi bahan tambang, eksplorasi air tanah, geologi teknik, ilmu kebumian,
dll. Keberadaan struktur geologi pada batuan penyusun kulit bumi dapat
dimanfaatkan dalam rekayasa, sehingga menjadi terasa sekali kontribusi struktur
untuk membantu peningkatan kesejahteraan umat manusia secara tidak langsung.
Struktur yang dapat dikatakan bernilai positif ini, berguna untuk kepentingan
tertentu. Berikut dibawah ini beberapa struktur yang dapat berguna untuk geologi.
64

1. Antiklin
Dalam eksplorasi minyak bumi, struktur antiklin sampai sekarang
banyak dicari karena dapat bertindak sebagai perangkap minyak bumi
asalkan ada batuan penutupnya (seal) agar minyak dapat terperangkap
dengan baik. Keberadaan struktur tersebut dapat diketahui pada peta
struktur kontur. Jebakan yang antiklinnya melipat ke atas pada lapisan
batuan, yang memiliki bentuk menyerupai kubah pada bangunan. Minyak
dan gas bumi bermigrasi pada lipatan yang sarang dan pada lapisan yang
permeabel, serta naik pada puncak lipatan. Disini, minyak dan gas sudah
terjebak karena lapisan yang diatasnya merupakan batuan impermeabel.
2. Sesar
Sama halnya dengan antiklin, pergeseran pada bidang sesar juga dapat
menghasilkan adanya perangkap minyak bumi. Jebakan minyak bumi,
banyak ditemukan berasosiasi dengan sesar. Agar minyak dapat
terperangkap, maka harus ada batuan yang bertindak sebagai seal seperti
batulempung. Daerah mineralisasi yang merupakan jebakan mineral yang
bernilai ekonomis kebanyakan penempati zona sesar, sehingga pencarian
jebakan mineral dilakukan di sepanjang zona sesar.
Letak mata air tidak jarang ditemukan pada daerah zona sesar,
sehingga pencarian sumber-sumber mata air tanah perlu pula dilakukan
pada daerah zona sesar. Zona sesar adalah merupakan zona di kulit bumi
yang batuannya hancur, sehingga batuannya tidak kompak, mudah
mengalami geseran kalau terjadi gempa bumi yang kuat. Lokasi
pembangunan bendung untuk waduk hendaknya tidak direkomendasikan
melalui zona sesar tersebut.
Jebakan patahan merupakan patahan yang terhenti pada lapisan
batuan. Jebakan ini terjadi bersama dalam sebuah formasi dalam bagian
patahan yang bergerak, kemudian gerakan pada formasi ini berhenti dan
pada saat yang bersamaan minyak bumi mengalami migrasi dan terjebak
pada daerah patahan tersebut, lalu sering kali pada formasi yang
impermeabel yang pada satu sisinya berhadapan dengan pergerakan
65

patahan yang bersifat sarang dan formasi yang permeabel pada sisi yang
lain. Kemudian, minyak bumi bermigrasi pada formasi yang sarang dan
permeabel. Minyak dan gas disini sudah terperangkap karena lapisan tidak
dapat ditembus pada daerah jebakan patahan ini.
3. Kekar
Kekar dapat meningkatkan porositas batuan sehingga kandungan
fluida di dalamnya menjadi bertambah. Karena itu, keberadaan kekar
sangat diperlukan pada pembentukan batuan reservoir minyak bumi atau
air tanah pada sumur dalam atau dangkal.
Keberadaan kekar juga sangat membantu sekali untuk mempermudah
penambangan batu untuk bahan bangunan. Dengan adanya kekar pada
batuan beku yang masif maka batuan menjadi lebih mudah di belah-belah
sehingga para pekerja penambang batu beku dapat melakukan
pengambilan batu dengan lebih mudah.
Aplikasi struktur geologi dalam tahap eksplorasi sangat bermanfaat
untuk menemukan adanya sumber daya alam yang tersembunyi di dalam
perut bumi ini. Dari struktur lipatan, rekahan, dan patahan dapat
ditemukan adanya sumber daya alam yang dapat bermanfaat untuk
keperluan hidup sehari-hari. Dalam dunia pertambangan struktur geologi
sangat berpengaruh dalam usaha pertambangan khususnya dalam tahap
eksplorasi dan usaha perencanaan tambang.
BAB 5
PENGENALAN PERALATAN GEOLOGI

5.1. Pengertian peralatan geologi


Dalam melakukan pekerjaan lapangan seorang geologiawan harus
mengetahui
alat-alat geologi lapangan. Yang paling utama adalah palu dan kompas. Palu
digunakan untuk memecahkan sempel batuan. Palu geologi ada dua jenis, palu
batuan sedimen dan palu batuan beku. Peralatan lain adalah tas, peta, pita ukur,
lensa pembesar, buku catatan lapangan, penggaris, dan botol untuk larutan HCL.
5.2. Macam-macam Peralatan Geologi dan Cara Penggunaannya
1. Kompas Geologi
Ada beberapa model antara lain kompas Brunton (Amerika), kompas
Meridian (Swiss), kompas Chaix Universelle (Prancis), dan kompas Silva
(Swedia).

Gambar 7.1 Kompas Geologi Brunton dan bagian-bagiannya


(Sumber: Miftahussalam, 2022)

Dipakai untuk menentukan arah, kemiringan lereng, kedudukan struktur


perlapisan, bidang sesar, bidang kekar, foliasi dan masih banyak lagi. Bagian
kompas yang selalu ada pada kompas geologi yang baik adalah lingkaran derajat,
jarum kompas, dan klinometer. Kompas yang sering dipakai oleh kita adalah
kompas brunton yang lingkaran derajatnya dibagi 0° - 360°. 0° pada North (N),
angka 90° pada East (E), angka 180° pada South (S), angka 270° pada West (W)
tipe ini disebut tipe azimuth.

66
67

a. Mengatur deklinasi, deklinasi adalah sudut yang terbentuk oleh Utara


magnetik (Magnetic North) dan Utara sebenarnya (True North), untuk itu
kompas harus di koreksi. Koreksinya adalah putar lingkaran derajat
sebesar deklinasi yang ada pada peta tempatkan pada indek pin. Yang
mula-mulanya pada angka mungkin 0°.
b. Menentukan bearing, adalah arah kompas dari satu titik ke titik yang
lainnya.Kompas brunton, bearing ditunjukkan oleh arah sighting arm
dan besarnya dapat dibaca pada jarum Uutara kompas. Untuk membaca
bearing dengan teliti, ada tiga hal yang harus diperhatikan:
1) Kompas harus dalam keadaan paras (level);
2) Titik pandang harus terpusat tepat pada objeknya;
3) Jarum kompas harus terletak mendatar.
Prosedur pengukuran:
1) Kompas dibuka hingga cermin, terbuka dan keluarkan sighting arm.
2) Pegang kompas sepinggang dan arahkan pada objek.
3) Masukkan objek pada sighting arm yang berimpitan dengan axial line.
4) Usahakan kompas dalam keadaan level (masukkan gelembung air ke
bull’s eye).
5) Baca jarum Utaranya.

Gambar 7.2 Cara memegang kompas


(Sumber: Miftahussalam, 2022)

c. Menentukan jurus dan kemiringan bidang, jurus adalah garis yang


dibentuk oleh perpotongan bidang mendatar dan permukaan bidang yang
diukur, sedangkan kemiringan adalah kecondongan permukaan bidang
68

yang tegak lurus jurus. Pengukuran jurus dan kemiringan bidang pada
bidang miring curam dan landai berbeda. Pada bidang miring curam
caranya:
1) Letakkan kompas yang bersisi East (E) pada permukaan bidang dan
dibaca.
2) Gunakan kompas sebagai klinometer untuk mengukur besarnya
kemiringan bidang itu. Tepatkan tepi kompas pada bagian West (W)
dengan arah tegak lurus jurus dan putar tuas klinometer sampai
keadaan level dan dibaca. Pada bidang miring landai (kurang dari 10° )
caranya:
a) carilah jurus bidang yang diukur (garis mendatar pada bidang itu)
dengan menggunakan kompas sebagai klinometer, yaitu dengan
meletakkan arah kemiringan nol pada bidang itu. Beri tanda
dengan garis pada permukaan bidang itu ditepi kompas dengan
pensil. Garis itu adalah bidang yang diukur.
b) Selanjutnya tempelkan sisi kompas yang tertulis East (E) tepat
pada garis itu, baca dan catat angka yang ditunjukkan oleh jarum
Utara kompas.
c) gunakan kompas sebagai klinometer, letakkan tepi kompas
dengan arah tegak lurus jurus, kemudian putar tuas klinometer
sampai keadaan level
d. Menentukan kedudukan struktur garis, cara pengukurannya sebagai
berikut:
1) Tempatkan tepi bunu catatan lapangan atau mapboard sepanjang
struktur garis yang diukur, pegang buku secara tegak, kemidian
tempelkan sisi East (E) kompas pada buku, baca angka yang
ditunjukkan jarum utara dan dicatat, ini adalah trend struktur garis.
2) Gunakan kompas sebagai klinometer, dengan tempatkan kompas
sepanjang struktur, putar tuas klinometer sampai level dan dibaca
angka kemiringannya.
69

e. Mengukur kemiringan lereng, pengukuran besar sudut lereng dapat


dilakukan dengan cara;
1) Buka kompas dengan cermin membuka lebih kurang 45° terhadap
kompas, keluarkan sighting arm dan peep sight ditegakkan.
2) Pegang kompas dalam suatu bidang vertikal, dengan sighting arm ke
arah mata.
3) Lihat lewat jendela pembidik (sighting window) dan temukan objek
yang dicari. Apabila ditemukan, putar tuas klinometer sampai level.
Baca dan tulis yang ditunjukkan oleh klinometer, angka tersebut adalah
sudut lereng yang diukur
2. Palu Geologi
Palu geologi secara kegunaannya dan jenisnya ada 2 macam palu. Palu
pertama untuk batuan yang keras yang disebut palu beku dengan berat 1,8 kg.
Palu untuk batuan beku mempunyai dua mata palu, yang salah satunya tumpul
dan yang lainnya runcing, ini digunakan untuk memecah batuan yang keras.
Palu yang kedua untuk batuan lunak yang disebut palu sedimen dengan berat
0,7 – 1,2 kg. Mempunyai kenampakan hampir sama tetapi pada salah satu mata
palunya mempunyai ujung yang pipih, ini digunakan untuk mencongkel batuan
yang lunak.

Gambar 7.3 Palu batuan beku


(Sumber: Miftahussalam, 2022)
70

Gambar 7.4 Palu batuan sedimen


(Sumber: Miftahussalam, 2022)

3. Global Positioning System (GPS)


Global Positioning System (GPS) adalah sebuah sistem radio navigasi dan
penentuan posisi dengan menggunakan satelit yang tiada hentinya mengorbit
mengelilingi bumi, dimiliki dan dikelola Amerika Serikat. Untuk menentukan
lokasi di darat / di laut dengan tepat, paling sedikit GPS harus diikatkan paling
sedikit dengan tiga satelit. Agar kinerja sistem radio tidak terganggu, maka
antara reciever GPS dan satelit GPS harus ada hubungan langsung (tidak ada
yang menghalangi).

Gambar 7.5 GPS


(Sumber: Miftahussalam, 2022)

4. Kaca Pembesar
Kaca pembesar disebut pula dengan kata loupe, atau lensa. Ukuran loupe
sangat bervariasi, namun semuanya dibuat ramping, mudah dibawa mudah
digantungkan pada leher dengan seutas tali tanpa menambah beban.
Berdasarkan jumlah lensa yang ada pada suatu rangkaian loupe, dibedakan;
loupe satu lensa (single lens), dengan tingkat perbesaran 10x, 15x, sampai 40x
dan loupe dua lensa (double lenses), dengan tingkat pembesaran 5x dan 5x.
71

Cara Menggunakan Loupe:


a. Menggunakan loupe, seperti halnya seseorang memakai kaca mata, atau
melihat dengan mikroskop, oleh sebab itu loupe harus dekat pada mata.
b. Bersihkan peraga (mineral / batuan / fosil dari debu).
c. Keluarkan lensa dari rumah lensa dan pegang rumah lensa dengan cara
dijepit antara ibu jari dan jari telunjuk.
d. Pilih ruangan/tempat yang terang.
e. Letakan lensa berdekatan dengan mata sebelah kanan
f. Gerakan paraga yang berada dibawah lapangan pandang, naik turun
sehingga peraga terlihat jelas. Bila peraga tidak dapat digerakan (misal
singkapan batuan), gerakan lensa naik turun tetapi tetap dekat dengan
mata sebelah kanan.

Gambar 7.6 Loupe


(Sumber: Miftahussalam, 2022)

5. Larutan asam klorida (HCl)


Asam klorida (HCl) merupakan asam keras, bebas dapat dibeli di apotik.
Jenis asam ini dipegunakan untuk mengetahui sifat karbonatan batuan.
Ditempatkan pada botol bekas obat mata atau sebagainya dan dibungkus
dengan plastik, agar mudah dibawa kelapangan. Perlu diingat jangan lupa
menempelkan label HCl 0,1 N pada botol, agar kita tidak keliru
memanfaatkannya.
Cara Penggunaannya, teteskan larutan HCl pada permukaan batuan. Bila
ditetesi dengan larutan HCl menimbulkan buih, menunjukan batuan tersebut
bersifat karbonat. Buih tersebut terjadi karena keluarnya gas CO2.
72
BAB 6
PENGENALAN PETA TOPOGRAFI

8.1. Pengertian peta topografi


Suatu daerah dapat dijelaskan dalam suatu gambaran permukaan dua dimensi
pada peta. Peta bisa jadi memuat informasi yang berbeda-beda tergantung jenis
peta tersebut. Sebagai contoh, peta administratif menunjukkan posisi dari kota,
batas provinsi, kabupaten, atau satuan lokasi administratif lainnya. Peta topografi
merupakan jenis peta yang menambahkan informasi ketinggian dari lokasi
tertentu. Jenis peta ini memberikan gambaran mengenai bentuk permukaan bumi
seperti bukit, danau, gunung, dll. Peta topografi juga merupakan peta dasar (base
map) yang jika dibutuhkan, dapat kita tambahkan informasi lainnya. Sebagai
contoh, peta geologi merupakan peta yang memuat informasi penyebaran batuan
di permukaan dan juga topografi dari suatu daerah.

Gambar 8.1 Peta Topografi


(Sumber: Teknik Geologi IST AKPRIND, 2022)

Peta topografi menggambarkan secara proyeksi dari sebagian fisik bumi


sehingga dengan peta ini dapat diperkirakan bentuk permukaan bumi. Bentuk-
bentuk relief bumi dalam peta ini digambarkan dalam garis-garis kontur dimana
garis konntur tersebut digambarkan kedalam bentuk tempat-tempat dari bagian
bumi yang berketinggian sama dari permukaan laut. Atau satu garis kontur
mewakili satu ketinggian.
Dalam sebuah peta topografi berisi tentang keadaan lapangan secara
menyeluruh, baik itu unsur alam seperti sungai, gunung, danau, laut dan lain-lain

73
74

maupun dari unsur buatan seperti jalan, jembatan, perkampungan, bendungan dan
sebagainya yang digambarkan dengan garis bayangan berupa garis kontur.
6.2 Bagian-Bagian Peta Topografi
Peta topografi yang baik dan yang lengkap didpatkan bagian bagian sebagai
berikut:
1. Judul peta, umumnya memakai nama daerah atau pulau yang
digambarkan oleh peta tersebut dan dituliskan pada bagian atas peta.
2. Nomor lembar peta/ indeks peta, ditilis pada bagian atas peta. Contoh;
Peta topografi skala 1:25.000; nomor lembar peta 45/XLI-a Peta topografi
skala 1:50.000; nomor lembar peta 46/XLI-A Peta topografi skala
1:100.000; nomor lembar peta 45/XLII.
3. Skala peta, yaitu angka yang menunjukkan perbandingan antara jarak
pada peta dengan jarak sebenarnay di lapangan. Jarak yang dukur pada
peta adalah merupakan jarak horizontal, sehingga untuk mengetahui jarak
yang sebenarnya harus dilihat kemiringan lerengnya. Skala peta biasanya
ditulis di bagian bawah peta.
4. Legenda, yaitu menerangkan tanda-tanda atau simbol-simbol yang ada
pada peta topografi.
5. Arah utara, petunjuk arah utara dapat dilihat pada sisi kiri bawah bagian
bawah peta. Dalam hal ini dikenal 3 macam arah utara yaitu:
a. Arah Utara sebenarnya (True North/TN): adalah arah yang sesuai
dengan arah utara geografis (sumbu bumi).
b. Arah Utara magnetik (Magnetik North/MN) adalah arah yang sesuai
dengan arah Utara kutub magnet bumi dan biasanya ditunjukkan
dengan arah Utara jarum kompas.
c. Arah Utara kotak (Grid North/GN) adalah arah yang sesuai dengan
arah Utara tepi peta. Sudut ayang dibentuk antara TN dengan MN
disebut deklinasi magnetik. Sedangkan sudut antara TN dengan GN
desebut deklinasi grid. Deklinasi ini penting dalam penyusaian
kompas geologi yang kan dipergunakan untuk pengamatan lapangan
75

di daerah yang bersangkutan. Pada umumnya arah utara sebenarnya


(TN) disejajarkan dengan pinggir peta (GN).

Gambar 8.2 Deklinasi


(Sumber: Miftahussalam, 2022)

6. Edisi peta, ini diperlukan untuk mengetahui kapan (tahun/bulan)


pembuatan peta yang bersangkutan.
7. Indeks administrasi, digunakan untuk mengetahui pembagian administrasi
didalam peta tersebut. Contoh peta propinsi DIY, A. Kabupaten Sleman
dan B. Kabupaten Bantul.

Gambar 8.3 Indeks administrasi


(Sumber: Miftahussalam, 2022)
76

BAB 7
PENGENALAN GEOMORFOLOGI

7.1 Pengertian geomorfologi


Geomorfologi merupakan ilmu tentang roman/bentuk muka bumi beserta
aspek aspek yang mempengaruhinya. Kata geomorfologi (geomorphology) berasal
bahasa Yunani, yang terdiri dari tiga kata yaitu: Geos (bumi), morphos (bentuk),
logos (ilmu pengetahuan). Secara harfiah geomorfologi dapat diartikan sebagai
pengetahuan tentang bentuk-bentuk permukaan bumi.
Singkatnya geomorfologi merupakan deskripsi dan tafsiran dari bentuk roman
muka bumi. Definisi yang lebih luas dari sekedar ilmu pengetahuan tentang
bentangalam (the science of landforms) yaitu termasuk pembahasan tentang
kejadian bumi secara umum, seperti pembentukan cekungan lautan (ocean basin)
dan paparan benua (continental platform), serta bentuk-bentuk struktur yang lebih
kecil dari yang disebut diatas, seperti plain, plateau, mountain dan sebagainya.
Landscapes dalam geomorfologi adalah bentangalam alamiah (natural
landscapes). Dalam mendeskripsi dan menafsirkan bentuk-bentuk bentangalam
ada tiga faktor yang diperhatikan dalam mempelajari geomorfologi, yaitu:
struktur, proses dan stadia. Ketiga faktor tersebut merupakan satu kesatuan dalam
mempelajari geomorfologi.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka geomorfologi merupakan
ilmu yang mempelajari bentuk alam dan proses yang membentuknya. Para ahli
geomorfologi mencoba untuk memahami bagaimana sebuah bentang alam terlihat
seperti itu, untuk memahami sejarah dan dinamikanya, dan memprediksi
perubahan pada masa depan dengan menggunakan pengamatan lapangan,
percobaan, dan pemodelan.
Terdapat empat aspek utama dalam geomorfologi:
1. Aspek Morfologi
a. Morfografi, yaitu aspek-aspek yang bersifat pemerian suatu daerah
seperti, teras sungai, bentuk-benuk yang dihasilkan oleh abrasi, beting
pantai, tanggul alam, kipas aluvial, bukit rendah, plato, kerucut
gunungapi dan sebagainya.
77

b. Morfometri, yaitu aspek-aspek kuantitatif dari suatu daerah seperti,


kemiringan lereng, bentuk lereng, ketinggian, beda tinggi, kekasaran
medan, bentuk lembah sungai, tingkat pengikisan dan pola aliran.
2. Aspek Morfogenesis
Menekan pada proses geomorfologi, yaitu proses yang mengakibatkan
perubahan- perubahan bentuklahan waktu pendek serta proses terjadinya
bentuklahan. Morfogenesis/morfostruktur mencakup beberapa aspek:
a. Morfostuktur pasif, meliputi litologi dan stuktur batuan yang
berhubungan dengan pelapukan mekanis, kimia, dan biologi.
b. Morfostuktur aktif, berupa tenaga endogen atau tektonisme yang
menghasilkan lipatan dan patahan, termasuk juga vulkanisme.
c. Morfodinamik, berupa tenaga eksogen yang berhubungan dengan
tenaga angin, air, es, gerak massa batuan.
3. Aspek Morfokronologi
Morfokronologi merupakan urutan bentuklahan yang ada di permukaan
bumi sebagai hasil proses geomorfologis. Adanya perbedaan urutan secara
alami menyebabkan terjadinya perbedaan urutan umur bentuklahan dari yang
paling awal hingga yang paling akhir, masing-masing paling tua dan paling
muda. Dalam kaitannya dengan umur suatu bentuklahan dapat dilihat pula
terjadinya pelapukan, pembetukan tanah dan erosi, serta sedimentasi,
sehingga berpengaruh terhadap potensi suatu lahan.
4. Aspek Morfoasosiasi
Morfoasosiasi merupakan kaitan antar bentuklahan satu dengan
bentuklahan yang lain dalam susunan keruangan atau sebarannya di
permukaan bumi. Morfoasosiasi sangat penting dalam geomorfologi karena
bentuklahan yang ada dipermukaan bumi pembentukannya sangat ditentukan
oleh berbagai faktor, antara lain topografi, litologi, proses, iklim temperatur,
curah hujan, kelembaban, vegetasi, organisme, dan waktu. Adanya berbagai
faktor penentu tersebut maka keberadaan bentuklahan penyusun permukaan
bumi ini ada kaitannya antara bentuklahan yang satu dengan yang lain.
78

7.2 Klasifikasi Bentang Alam (Verstappen & Van Zuidam)


1. Klasifikasi Bentangalam Van Zuidan
Tabel 8.1 Klasifikasi bentuklahan asal vulkanik (Van Zuidam, 1983)
Kode Warna Unit Karakteristik
Dasar depresi cekung datar
hingga curam dengan dinding
V1 Kawah gunungapi
yang curam hingga sangat
curam. Tersayat menengah.
Perbukitan tebing yang sangat
curam hingga curam. Sangat
Kerucut gunungapi (abu, atau curam, lereng atas gunung api
V2
kerucut berhamburan) dan curam, tengah dan lereng
bawah gunung api. Tersayat
lemah hingga menengah.
Perbukitan tebing yang sangat
curam hingga curam. Lereng
atas gunung api sangat curam
V3 Lereng gunungapi
dan tengah curam dan lereng
bawah gunung api. Tersayat
kuat.
Kerucut strato-vulkano / Perbukitan tebing yang sangat
V4 kemiringan lereng atas dan curam hingga curam. Tersayat
tengan gunungapi lemah hingga menengah.
Kerucut strato-vulkano / Perbukitan tebing yang sangat
V5 kemiringan lereng atas dan curam hingga curam. Tersayat
tengan gunungapi kuat.
Kaki Lereng Fluvial Gunung
Lereng curam menengah hingga
Api Atas / Lereng Bawah
V6 lemah. Tersayat lemah hingga
Gunung Api tersayat lemah
menengah.
hingga menengah
Kaki Lereng Fluvial Gunung Lereng curam menengah hingga
V7 Api Atas / Lereng Bawah lemah. Tersayat kuat. (Bagian
Gunung Api tersayat kuat Teras & Non-Teras)
Lereng landai-curam. Tersayat
lemah, Biasanya terbentuk oleh
Dataran & Kaki Lereng lahar dan deposit tuff. Agak
V8
Fluvial Gunung Api Atas miring, topografi perbukitan
hingga landai. Tidak atau
tersayat lemah.

Biasanya terbentuk oleh banjir


Kaki Lereng Fluvial Gunung
V9 dan deposit tuff. Agak miring,
Api Bawah, Dataran Antara
topografi bergelombang. Tidak
Gunung Api & Dataran
atau tersayat lemah; jika masih
79

Fluvial Gunung Api aktif, tergenang hingga banjir.


Padang Furmarol Lereng curam, topografi
V10
& atau Solfatara bergelombang sampai berputar

Padang Lava / Aliran / Lereng curam menengah hingga


V11 Dataran Tinggi / Titik lemah. Topografi landai hingga
Letusan Lava bergelombang.
Lereng curam menengah hingga
Debu, Tuff & atau lemah. Topografi landai hingga
V12
Dataran / Padang Lapilli bergelombang. Tersayat
menengah.
Lereng curam-sangat cuuram
mirip dengan flat-irons, tersayat
V13 Panezes
sangat kuat oleh jurang atau
barrancos
Pebukitan Denudasional
Tebing landai-curam, tersayat
V14 Gunung Api (Gunung Berapi
kuat
Terkikis & Kaldera)
Lereng landai-sangat curam,
V15 Leher gunungapi
bukit terisolasi, tersayat kuat

Tabel 8.2 Klasifikasi bentuklahan asal karst (Van Zuidam,1983)


Kode Warna Unit Karakteristik
Topografi bergelombang –
Karst Plateaus bergelombang kuat dengan
K1
(Dataran Tinggi Karst) sedikit depresi hasil pelarutan
dan lembah mengikuti kekar.

Karst/Denudation Slope and Topografi dengan lereng


Hills menengah – curam,
bergelombang kuat – berbukit,
K2 (Lereng Karst Denudasional, permukaan tak teratur dengan
lereng kastified pada kemungkinan dijumpai lapis,
batugamping yang relatif depresi hasil pelarutan dan
keras) sedikit lembah kering.

Karstic/Denudational Hills Topografi dengan lereng


and Mountains menengah sangat curam,
K3 berbukit, pegunungan, lapis,
(Perbukitan & Lereng Karst depresi hasil pelarutan, cliff,
Denudasional) permukaan berbatu.
K4 Labyrint or Starkarst Zone Topografi dengan lereng curam
(Labirin atau star kars) – sangat curam, permukaan
sangat kasar dan tajam dan
depresi hasil pelarutan yang tak
80

teratur.
Topografi dengan lereng
menengah – sangat curam,
bergelombang kuat – berbukit,
K5 Conical Karst Zone
perbukitan membundar bentuk
conic & pepino & depresi
polygonal (cockpits & glades).
Perbukitan terisolir dengan
Tower Karst Hills or Hills
lereng sangat curam – amat
K6 Zone/Isolated Limestone
sangat curam (towers, hums,
Remnant
mogots atau haystacks).
Topografi datar – hampir datar
mengelilingi sisa batugamping
K7 Karst Aluvium Plains terisolasi / zona perbukitan
menara karst atau perbukitan
normal atau terajam lemah.
Lereng hampir datar – landai,
Karst Border/Marginal Plain
K8 terajam dan jarang atau sangat
(Tepian Kars)
jarang banjir.
Sering ditamukan depresi
polygonal atau hasil pelarutan
K9 Major Uvala/Glades dengan tepi lereng curam
menengah – curam, jarang
banjir.
Bentuk depresi memanjang dan
luas, sering berkembang pada
K10 Poljes sesar dan kontak litologi, sering
banjir oleh air sungai, air hujan
& mata air karst.
Lembah dengan lereng landai
curam – menengah, sering
dijumpai sisi lembah yang
K11 Dry Valleys (Major)
curam – sangat curam, depresi
hasil pelarutan (ponors) dapat
muncul.
Lembah berlereng landai curam
– menengah dengan sisi lembah
Karst Canyons/Collapsed
K12 sangat curam – teramat curam,
Valleys
dasar lembah tak teratur dan
jembatan dapat terbentuk.

Tabel 8.3 Klasifikasi bentuklahan asal aeolian (Van Zuidam, 1983)


Kode Warna Unit Karakteristik
81

Topografi bergelombang-
melingkar dengan bukit-
A1 Sateurated dune fields berbukit rendah berbagai
bentuk, berkembang dicover
pasir kontinyu
Topografi bergelombang-
melingkar dengan bukit rendah-
A2 Non-satureted dune fields berbukit rendah dari berbagai
bentuk, berkembang dicover
pasir non-kontinyu
Relative kecil, daerah terisolasi
dengan topografi
Terpencil, bukit pasir minor
bergelombang-melingkar, bukir
A3 kompleks gundukan kecil atau
rendah ke bukit rendah berbagai
bukit besar terisolasi
bentuk atau besar, gumuk
terisolasi
Topografi hampir datar-
bergelombang dengan benjolan
A4 Lembar pasir
rendah berbentuk kubah dan
depresi dangkal
Hampir datar untuk topografi
A5 Reg/serir bergelombang ditutupi oleh
trotoar gurun

Tabel 8.4 Klasifikasi bentuklahan asal denudasional (Van Zuidam, 1983)

Kode Warna Unit Karakteristik Umum


Perbukitan & Lereng Lereng landai – curam menengah
D1 Denudasional dengan erosi (topografi bergelombang kuat),
kecil tersayat lemah – menengah.
Lereng curam menengah - curam
Perbukitan & Lereng
(topografi bergelombang kuat –
D2 Denudasional dengan erosi
berbukit), tersayat menengah
sedang sampai parah
tajam.
Lereng berbukit curam – sangat
Pegunungan & Perbukitan curam hingga topografi
D3
Denudasional pegunungan, tersayat menengah
tajam.
Lereng yang berbukit curam –
sangat curam, tersayat
menengah. (Borhardts:
D4 Bukit Sisa Terisolasi membundar, curam, halus;
Monadnocks: memanjang,
curam; Bentuk yang tidak rata
dengan atau tanpa blok penutup.)
D5 Dataran (Peneplains) Hampir datar, topografi landai
82

sampai bergelombang. Elevasi


rendah.
Dataran yang Terangkat / Hampir datar, topografi landai
D6 Dataran Tinggi (Raized sampai bergelombang. Elevasi
Peneplains / Plateaus) tinggi.
Relatif rendah, lereng hampir
horizontal sampai rendah.
D7 Kaki Lereng
Hampir datar, topografi
bergelombang dalam tahap aktif.
Tebing yang rendah sampai
cukup bergelombang ke
D8 Piedmonts
topografi landai di kaki bukit dan
dataran tinggi pegunungan.
Lereng yang curam sampai
D9 Gawir (Scarp)
sangat curam.
Lereng agak curam sampai
D10 Kipas Rombakan Lereng
rendah.
Tidak rata, tebing landai sampai
Daerah dengan Gerakan
D11 sedang ke topografi perbukitan.
Massa Batuan yang Kuat
(Slides, Slumps, dan Flows)
Curam hingga topografi miring
Lahan Rusak / Daerah
yang sangat curam. (Ujung
D12 dengan erosi parit aktif dan
runcing, puncak membulat dan
parah
tipe castellite)

Tabel 8.5 Klasifikasi bentuklahan asal marin (Van Zuidam,1983)


Kode Warna Unit Karakteristik

Hamper datar, lereng landai,


M1 Marine wave cut platforms banjir saat air pasang, sering
terlihat morfologi tidak teratur

M2 Tebing dan zona kedudukan Lereng curam-sangat curam,


laut topografi tidak teratur

Hampir datar, lereng landau,


terkena banjir saat pasang,
topografi tidak teratur karena
M3 Beaches garis pantai, bars, swales and
sand deposits reworked by
wind. Pasir, shingle, kerikil,
brangkal, dan batuan pantai

Topografi landi-cukup curam,


Pematang pantai, spits and
M4 bentuk memanjang dengan
tombolo bars, possibly slightly
cekungan deflasi dan bukit
reworked by wind
pasir

M5 Swales Depresi memanjang amper rata


83

antara pematang pantai, yang


sekarang sering banjir dan yang
lampau jarang banjir

Lereng landau-curam dengan


topografi memanjang (fore
M6 Active coastal dunes (bukit
dunes), seperti bulan sabi
pasir pesisir aktif)
(barchans dunes dan parabolic
dunes), non-vegetasi

Lereng landau-curam dengan


Inactive or dormant coastal topografi memanjang (fore
M7 dunes (bukit pasir pesisir tidak dunes), seperti bulan sabit
aktif) (parabolic dunes), sering padat
vegetasi

Topografi hamper datar tersyat


oleh pasang surut air laut yang
M8 Non-vegetated tidal flats / mud
berbatasan dengan tanggul
flats
kecil dan cekungan dangkal,
secara teratur banjir

Topografi hamper datar tersyat


oleh pasang surut air laut yang
berbatasan dengan tanggul
M9 dengan baik dan cekungan
vegetated tidal flats dangkal, secara teratur banjir
(swampy tidal flats:
mangroves, marshy tidal flats:
grasses and shrubs)

M10 Marine flood plains (dataran Topografi Lereng datar-landai,


banjir laut) tersayat lemah

Topografi lereng hamper datar-


M11 landai, tersayat lemah oleh
Marine terraces
aktivitas fluvial, pada dasarnya
tidak dibanjiri lagi oleh air laut

Tempat hiduo koral disekitar


M12 Lithothamnium ridges/reef zona pantai dengan topografi
rings/atolls tidak teratur, permanen
ttertutup oleh air laut

Tempat hidup koral di zona


M13 Coral reefs (batu karang) pasang surut dengan topografi
tidak teratur

V14 Reef flats Datar, topografi yang tidak


84

teratur karang terutama mati,


pada dasarnya di atas zona
pasang surut

Datar, berteras, topografi


sedikit miring atau
M15 Reef caps/uplifted reefs bergelombang dimana tempat
karang mati, biasanya terkena
banjir

Hamper datar, topografi


M16 Ramparts and cays bergelombang, dengan endapan
linear
M17 Lagoons Water filled depression

Tabel 8.6 Klasifikasi bentuklahan asal glasial (van Zuidam,1983)


Kode Warna Unit Karakteristik

G1 Salju abadi dan es gletser salju atau es tertutup permukaan


Lereng landau-curam dengan
depresi melingkar, sebagian
G2 Nivation dan glacial cirques
berbatasan curam-dinding
sangat curam
Lereng sangat curam, bukit dan
gunung dengan sharply crested
G3 Es dan tersebar lereng bukit
water devides (acretes and
horns), tersayat kuat
Lereng bermotif garis-garis Lereng landai-curam,
G4 dan gelifluction stripes, lobes permukaan halus-tidak teratur,
dan teras tersayat kuat

Lereng cukup curam-sangat


G5 Ereng scree dan bidaang blok
curam, permukaan kasar

Lereng curam-ekstim dengan


Glasial melalui lembah /
G6 sisi lembah relative landau dan
lembah menggantung
bawah lembah
Lereng landau-curam, topografi
Zona dengan tanah, lateral
bergelombang-melingkar,
G7 menengah / bawah moraine
kadang-kadang bentuk
terminal
memanjang
Outwash dataran / bawah Lereng cukup curam, tersayat
G8
lembah fluvio-glasial kuat

Tabel 8.7 Klasifikasi bentuklahan asal struktural (Van Zuidam, 1983)


85

Kode Warna Unit Karakteristik Umum

Topografi bergelombang
sedang hingga
Rendah sampai cukup miring.
S1 bergelombang kuat dengan
Tersayat menengah.
pola aliran berhubungan
dengan kekar, dan patahan
Topografi bergelombang
sedang hingga Rendah sampai topografi tebing
bergelombang kuat dengan yang cukup miring dengan
S2
pola aliran berkaitan berbentuk linear. Tersayat
dengan singkapan batuan menengah – kuat.
berlapis
Topografi bergelombang
kuat hingga perbukitan
Sedang sampai topografi tebing
S3 dengan pola aliran
yang cukup miring. Tersayat kuat.
berkaitan dengan kekar dan
patahan
Topografi perbukitan
hingga pegunungan dengan Cukup curam sampai topografi
S4 pola aliran berkaitan tebing yang sangat miring curam
dengan singkapan batuan dengan berbentuk linear. Tersayat
berlapis menengah sampai kuat.
Topografi datar hingga
Mesas / Dataran Tinggi bergelombang lemah di atas
S5
yang Dikontrol Struktur plateau dan perbukitan di bagian
tebing.
Bergelombang lemah di bagian
lereng belakang dan perbukitan
S6 Cuestas
pada lereng depan. Tersayat
lemah.
Tinggian berupa topografi
S7 Hogbacks & Flatirons
perbukitan tersayat.
Topografi bergelombang lemah
Teras Denudasional
S8 hingga perbukitan. Tersayat
Struktural
menengah.
Perbukitan Antiklin & Topografi bergelombang kuat
S9
Sinklin hingga perbukitan.
Lereng yang cukup curam hingga
rendah / topografi landai sampai
S10 Depresi Sinklin & Combes
bergelombang. Tersayat lemah –
menengah.
Topografi bergelombang kuat
S11 Kubah / Perbukitan Sisa
hingga perbukitan.
S12 Dykes Topografi bergelombang kuat
hingga perbukitan. Tersayat
menengah.
86

Gawir Sesar & Topografi bergelombang kuat


S13 Gawir Garis Sesar hingga perbukitan. Tersayat
(Tebing yang Curam) menengah sampai kuat.
Topografi bergelombang lemah
S14 Depresi Graben
hingga kuat.
Topografi bergelombang kuat
S15 Tinggian Horst
hingga perbukitan.

2. Klasifikasi Bentangalam Verstappen

Tabel 8.8 Klasifikasi bentuklahan asal vulkanik (Verstappen, 1985)


Kode Warna Unit

V1 Kepundan

V2 Kerucut Vulkanik

V3 Lereng Vulkanik Atas

V4 Lereng Vulkanik Tengah

V5 Lereng Vulkanik Bawah

V6 Kaki Vulkanik
V7 Dataran Kaki Vulkanik

V8 Dataran Fluvial Vulkanik


V9 Padang Lava
V10 Padang Lahar

V11 Lelehan Lava


V12 Aliran Lahar
V13 Dataran Antara Vulkanik
V14 Dataran Tinggi Lava
V15 Planezee

V16 Padang Abu, Tuff, Lapilli


V17 Solfatara
V18 Fumaroles

V19 Bukit Vulkanik Terdenudasi


V20 Leher Vulkanik
87

V21 Sumbat Vulkanik


V22 Kerucut Parasiter
V23 Boca

Tabel 8.9 Klasifikasi bentuklahan asal karst (Verstappen, 1985)


Kode Warna Unit
K1 Dataran Tinggi Karst

K2 Lereng & Perbukitan Karst Terkikis

K3 Kubah Karst

K4 Bukit Sisa Karst

K5 Dataran Alluvial Karst

K6 Uvala, Doline

K7 Polje

K8 Lembah Karst

K9 Ngarai

Tabel 8.10 Klasifikasi bentuklahan asal aeolian (Verstappen, 1985)


Kode Warna Unit
A1 Bukit Gumuk Pasir memanjang longitudinal
A2 Dataran Gurun

Tabel 8.11 Klasifikasi bentuklahan asal denudasional (Verstappen, 1985)


Kode Warna Unit
D1 Perbukitan Terkikis
D2 Pegunungan Terkikis
D3 Bukit Sisa
D4 Bukit Terisoloasi
D5 Dataran Nyaris
D6 Dataran Nyaris Terangkat
D7 Lereng Kaki
D8 Pediment
D9 Piedmen
D10 Lereng Terjal
D11 Kipas Rombakan Lereng
D12 Daerah dengan Gerakan Massa Kuat
88

D13 Lahan Rusak

Tabel 8.12 Klasifikasi bentuklahan asal struktural (Verstappen, 1985)


Kode Warna Unit
S1 Blok Sesar
S2 Gawir Sesar
S3 Gawir Garis Sesar
S4 Pegunungan Antiklin
S5 Perbukitan Antiklin
S6 Pegunungan Sinklinal
S7 Perbukitan Sinklinal
S8 Pegunungan Monoklinal
S9 Perbukitan Monoklinal
S10 Pegunungan Dome atau Kubah
S11 Perbukitan Dome atau kubah
S12 Dataran Tinggi Plato
S13 Cuesta
S14 Hogback
S15 Bentuk seterika Flatiron
S16 Lembah Antiklin
S17 Lembah Sinklin
S18 Lembah Subsekuen
S19 Tanah Sembul
S20 Tanah Terban
S21 Perbukitan lipatan kompleks

Tabel 8.13 Klasifikasi bentuklahan asal fluvial (Verstappen, 1985)


Kode Warna Unit
F1 Dataran Aluvial
F2 Dasar Sungai
F3 Danau
F4 Rawa
F5 Rawa Belakang
F6 Saluran Sungai Mati
F7 Dataran Banjir
F8 Tanggul Alam
F9 Ledok Fluvial
F10 Bekas Dasar Danau
F11 Hamparan celah atau tonjolan fluvial (crevasse splays)
F12 Gosong Lengkung Dalam
F13 Gosong Sungai
F14 Teras Fluvial
89

F15 Kipas Aluvial Aktif


F16 Kipas Alluvial Tidak Aktif
F17 Delta
F18 Igir Delta
F19 Ledok Delta
F20 Pantai Delta
F21 Rataan Delta

Tabel 8.14 Klasifikasi bentuklahan asal glasial (Verstappen, 1985)

Kode Warna Unit

G1 Perbukitan / Dataran Morena


G2 Dataran Teras Glasial
G3 Lembah Cirques
G4 Lembah Aliran Glasial
G5 Pegunungan Glasial

Tabel 8.15 Klasifikasi bentuklahan asal marin (Verstappen, 1985)

Kode Warna Unit

M1 Pelataran Pengikisan Gelombang


M2 Tebing Terjal & Tarik Pantai
M3 Gesik
M4 Beting Gesik Bura
M5 Tombolo
M6 Depresi Antar Beting
M7 Gumuk Pantai Aktif
M8 Gumuk Pantai Tidak Aktif
M9 Rataan Pasang Surut Bervegetasi
M10 Rataan Pasang Surut Tidak Bervegetasi
90

Anda mungkin juga menyukai