Anda di halaman 1dari 99

B I S M I L L A H I R R A H M A A N I R R A H I IM

Menganggap Diri
Paling Salafy, Akhlaq
Jahiliyyah
Penyusun :

Zainudin

Ukuran Buku :

21.0 cm x 14.8cm (A5) 99 Halaman

Cetakan ke-1

Tahun 1445H/2023M

Diperbolehkan bahkan memperbanyak sebagian atau


seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun dengan
atau tanpa izin penerbit selama bukan untuk tujuan
komersil. Mohon koreksi jika ditemukan kesalahan
dalam karya kami. Koreksi dan saran atas karya kami
dapat dilayangkan ke zainudinayyubi@gmail.com

Semoga Allah ‫ ﷻ‬menjadikannya bermanfaat bagi


umat Islam -terutama bagi penulis sendiri-. Semoga
Allah ‫ ﷻ‬mengampuni dosa-dosa dan mengangkat
derajat seluruh kaum muslimin di dunia dan di
akhirat. Amin, Ya Rabbal ‘alamin.
Saran dan kritik konstruiktif para pembaca selalu
ditunggu dan dinanti oleh penulis. Diperbolehkan
memperbanyak buku ini dengan syarat: tidak
dikomersilkan dan tidak mengubah isi buku.

Jazaakumullahu khairan

Website :
https://assunahsalafushshalih.wordpress.com/

Youtube Channel (Islam The Religion of Truth)

https://bit.ly/3KzrSc3

https://shorturl.at/gzKX7

https://s.id/1As9b

https://m.youtube.com/c/@IslamTheReligionOfTrut
h

English Website

https://whyislamisthetruereligion.wordpress.com/bl
og/

https://bit.ly/42xRLzD

https://s.id/1DuKm

https://rebrand.ly/utae58z

https://rb.gy/phd7n6
Daftar Isi
Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah...
Hal. 7

Menyampaikan Kajian dengan Seijin Pemerintah,


Sebuah Manhaj As-Salaf... Hal. 29

Merasa Diri Suci... Hal. 36

Merasa Diri Sudah Baik... Hal. 39

Sok Suci... Hal. 42

INILAH DAKWAH Salafiyah... Hal. 48

KETERASINGAN DAN KEMENANGAN Salafi Sejati...


Hal. 52

KERIKIL-KERIKIL TAJAM MENGHADANG DAKWAH


Salafiyah... Hal. 54

AWAS SYUBHAT “SALAFI HARAKI” !!!... Hal. 55

HERMAFRODIT (SALAFI HARAKI)... Hal. 57

JAGALAH KEMURNIAN DAKWAH Salafiyah... Hal. 59

DAKWAH SALAFIYAH ADALAH… Hal. 60

SALAF YANG Mana?... Hal. 63

KAPAN SESEORANG KELUAR DARI


AHLUSSUNNAH?... Hal. 70

Siapa Idola Kita ?... Hal. 74


1

bismillāhir-raḥmānir-raḥīm

ِ‫ٱلرحِ ِيم‬
َ ‫ن‬ ِِ ‫ٱلرحْ َٰم‬
َ ‫ٱّلل‬
َِِ ‫ِبس ِِْم‬

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha


Penyayang

*MUQADDIMAH*

ِ‫ت‬ ِ ‫ور أنْفُسِنا ومِ نِْ سيِئا‬ َِِ ِ‫ّلل نحْم ُدهُِ ونسْتعِينُهُِ ونسْتغْف ُِرهُِ ونعُوذُِ ب‬
ِِ ‫اّلل مِ نِْ ش ُُر‬ َِِ ِ ِ‫إنَِ الْح ْمد‬
َُِ ‫ض ِل ِْل فلِ هادِيِ لهُِ وأشْه ُِد أنِْ لِ ِإلهِ ِإ َِل‬
‫ّللا‬ ْ ُ‫ّللا فلِ ُم ِض َِل لهُِ ومنِْ ي‬
َُِ ‫أعْمالِنا منِْ ي ْه ِد ِِه‬
ُِ‫سولُه‬
ُ ‫وحْ د ُِه لِ ش ِريكِ لهُِ وِ أشْه ُِد أنَِ ُمح َمدًا عبْ ُد ُِه ور‬
‫ون‬
ِ ‫س ِل ُم‬ َِ ‫يا أيُّها الَذِينِ آمنُواِْ اتَقُواِْ ّللاِ ح‬
ْ ‫ق تُقا ِت ِِه ولِ ت ُموتُنَِ ِإ ِلَ وأنتُم ُّم‬

‫ث مِ نْهُما‬ َِ ‫ق مِ نْها زوْ جها وب‬ ِ ‫اس اتَقُوِاْ ربَكُ ُِم الَذِي خلقكُم ِمن نَفْسِ واحِ دةِ وخل‬
ُِ َ‫يا أيُّها الن‬
َ ُ
ِ‫ِيرا ونِساء واتَقواِْ ّللاِ الذِي تساءلُونِ بِ ِِه واأل ْرحامِ إِنَِ ّللاِ كانِ عليْكُ ْمِ رقِيبًا‬ً ‫ِرجا ِلً كث‬
ْ ُ‫ي‬-- ‫ّللا وقُولُوا قوْ لًِ سدِيدًا‬
ِ‫صلِحِْ لكُ ِْم أعْمالكُ ِْم ويغْف ِِْر لكُ ْم‬ َِ ‫يا أيُّها الَذِينِ آمنُوا اتَقُوا‬
‫ّللا ورسُولهُِ فق ِْد فازِ فوْ زً ا عظِ ي ًما‬ َِ ِْ‫ذُنُوبكُ ِْم ومن يُطِ ع‬

‫ور ُمحْ دثاتُها‬ِِ ‫ وش َِر األ ُ ُم‬,ِ‫ْي ُمح َمد‬ ِ ‫ وخيْرِ الْه ْد‬,‫ّللا‬
ُِ ‫ي ِ هد‬ َِِ ‫اب‬ ِِ ‫ف ِإنَِ خيْرِ الْحدِي‬:‫أ َما بعْ ُِد‬,
ُِ ‫ث كِت‬
َ
ِ‫ وكُ ُِّل ضللةِ فِي الن ِار‬,ِ‫ وكُ َِل بِدْعةِ ضللة‬,ِ‫وكُ َِل ُمحْ دثةِ بِدْعة‬

Sesungguhnya, segala puji bagi-Allah, kami memuji-Nya dan kami-


memohon pertolongan dan ampunan-Nya, Kami berlindung
kepada Allah-dari kejahatan diri-diri kami dan dari kejahatan amal
perbuatan kami *

*Barangsiapa yang Allah berikan-petunjuk, maka tidak ada yang


dapat-menyesatkannya, dan-barangsiapa yang Allah-sesatkan,
maka tidak ada yang-dapat memberikan petunjuk kepadanya *

Aku bersaksi bahwa tidak ada-Tuhan yang berhak-disembah


kecuali Allah Maha Esa Dia dan tidak ada-sekutu bagi-Nya, dan
aku-bersaksi bahwa Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam
adalah hamba dan Rasul-Nya*

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


2

*Allah berfirman, yang artinya: (Wahai orang-orang yang beriman


kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya! takutlah kalian kepada
Rabb kalian dengan sebenar-benarnya takut, yaitu dengan
mengikuti perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-
Nya dan mensyukuri nikmat-nikmat-Nya Dan berpegang-teguhlah
kalian pada agama kalian sampai maut menjemput ketika kalian
dalam keadaan seperti itu) (QS Al-Imran : 102)

*Dan juga berfirman, yang artinya (Wahai manusia! Bertakwalah


kalian kepada Rabb kalian Karena Dia lah yang telah menciptakan
kalian dari satu jiwa, yaitu bapak kalian, Adam Dan dari Adam Dia
menciptakan istrinya, Hawa, ibu kalian Dan dari keduanya Dia
menyebarkan banyak manusia laki-laki dan wanita ke berbagai
penjuru bumi

Dan bertakwalah kalian kepada Allah, Żat yang nama-Nya kalian


gunakan sebagai sarana untuk meminta sesuatu kepada sesama
kalian Yaitu dengan mengatakan, “Aku memintamu dengan nama
Allah agar kamu sudi melakukan hal ini " Dan takutlah kalian
terhadap memutus tali persaudaraan yang mengikat kalian
dengan saudara kalian Sesungguhnya Allah Maha Mengawasi
kalian Maka tidak ada satu pun amal perbuatan kalian yang luput
dari pengawasan-Nya Dia senantiasa menghitungnya dan akan
memberi kalian balasan yang setimpal dengannya) (QS An-Nisa:
1) *

*Dan juga berfirman, yang-artinya (Wahai orang-orang yang


beriman kepada Allah dan melaksanakan syariat-Nya,
bertakwalah kepada Allah dengan mengerjakan segala perintah-
Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta ucapkanlah ucapan
yang benar dan jujur Sesungguhnya jika kalian bertakwa kepada
Allah dan mengucapkan ucapan yang benar, niscaya Allah akan
memperbaiki bagi kalian amal perbuatan kalian dan menerimanya
dari kalian serta menghapus dari kalian dosa-dosa kalian sehingga
Dia tidak menyiksa kalian karena dosa itu

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


3

Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya maka dia telah


mendapatkan kemenangan yang besar, tidak ada kemenangan
yang setara dengannya, yaitu kemenangan dengan mendapatkan
keridaan Allah dan masuk ke dalam Surga ) (QS Al-Ahzab: 70-71)*

*Amma ba'du,

Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kalamullah,sebaik-baik


petunjuk adalah tuntunan Muhammad, seburuk-buruk perkara
adalah sesuatu yang diada-adakan dalam agama,setiap yang
diada-adakan dalam agama adalah bid'ah,setiap bid'ah adalah
sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka

Allah mengutus beliau dengan membawa hidayah Dan agama


kebenaran, Maka beliau menyampaikan risalah, menunaikan
amanat, menasehati umat, berjihad di jalan Allah dengan jihad
yang sebenarnya, meninggalkan umat di atas jalan putih yang
malamnya seperti siangnya, tidak ada yang menyimpang darinya
kecuali akan binasa

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam Dan shalawat serta
salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para
sahabatnya, serta para pengikutnya hingga akhir zaman

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

‫السلم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬

‫ والصلة والسلم على نبيا المصطفى وعلى آله وصحبه ومن اهتدى‬،‫الحمد هلل وكفى‬
‫بهداه أما بع ِد‬

*Kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa


Ta'āla Saudara-saudariku seiman, semoga Allāh senantiasa
memberikan taufik-Nya kepada kita semua *

*Alhamdulillāh, puji syukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla,


senantiasa kita haturkan, senantiasa kita panjatkan dan tidak
bosan-bosannya kita puji Tuhan kita *

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


4

*Dzat Yang Maha Memberi Rezeki, memberikan kehidupan


kepada kita, dan memberikan (tentunya) berbagai ragam (macam)
karunia, kenikmatan, yang salah satunya adalah kenikmatan
diberikan kita kesempatan dan keistiqamahan belajar agama *

Pada kesempatan ini, kita akan membahas tema yang berkenaan


dengan Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah

Semoga Allah Ta'ala menjadikan amalan sederhana ini menjadi


amalan yang ikhlas mengharap wajah Allah semata dan menjadi
pemberat timbangan kebaikan di Yaumul Mizan

Inilah, hanya kepada Allah aku memohon agar Dia menjadikan


amalku ini murni mengharap wajah-Nya Yang Mulia, dan agar ia
bermanfaat bagi kaum muslimin, serta menjadi tabungan untuk
hari akhir

Semoga Allah berkenan menjadikan kita termasuk orang-orang


yang membela agama-Nya, Rasul-Nya, serta para shahabat Dan
semoga pula Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang
memberikan nasihat untuk Allah, untuk agama-Nya, untuk Rasul-
Nya, untuk para pemimpin Islam, dan untuk kaum Muslimin
kebanyakan

Sesungguhnya Allah menguasai hal itu Dan akhir seruan kami


ialah bahwa sesungguhnya segala puji kepunyaan Allah, Rabb seru
semesta alam

ِ‫اللَ ُه َِم ص ِِل وس ِل ِْم على ن ِب ِينا ُمح َمدِ وعلى آ ِل ِِه وصحْ ِب ِِه أجْم ِعيْن‬

Semoga Allah menerima amalan-amalan kita dan membuat


dakwah tauhid menjadi tegak dan semarak di bumi nusantara
yang kita cintai ini

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


5

Kita memohon kepada Allah agar menambahkan bagi kita ilmu


yang bermanfaat dan menjadikan buku ini bermanfaat bagi kami
pribadi dan umat secara umum Kritik dan saran sangat kami
harapkan dari semua pihak

_*Ya Allah, saksikanlah bahwa kami telah menjelaskan dalil


kepada umat manusia, mengharapkan manusia mendapatkan-
hidayah, melepaskan tanggung jawab dihadapan Allah Ta’ala,
menyampaikan dan menunaikan kewajiban kami Selanjutnya,
kepadaMu kami berdoa agar menampakkan kebenaran kepada
kami dan memudahkan kami untuk mengikutinya*_

_*Itu saja yang dapat Ana sampaikan Jika benar itu datang dari
Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Kalau ada yang salah itu dari Ana
pribadi, Allah dan RasulNya terbebaskan dari kesalahan itu *_

Hanya kepada Allah saya memohon agar Dia menjadikan tulisan


ini murni mengharap Wajah-Nya Yang Mulia, dan agar ia
bermanfaat bagi kaum muslimin dan menjadi tabungan bagi hari
akhir

Saya memohon kepada AllahTa’ala Agar menjadikan Tulisan ini


amal soleh saat hidup dan juga setelah mati untuk saya, kedua
orangtua, keluarga saya dan semua kaum muslimin dihari di mana
semua amal baik dipaparkan

Sebarkan, Sampaikan, Bagikan ebook ini jika dirasa bermanfaat


kepada orang-orang terdekat Anda/Grup Sosmed, dll, Semoga
Menjadi Pahala, Kebaikan, Amal Shalih Pemberat Timbangan Di
Akhirat Kelak

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala membalas kebaikan Anda Wa


akhiru da’wanā ‘anilhamdulillāhi rabbil ālamīn Wallāhu-a’lam,
Wabillāhittaufiq

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


6

_*“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya


ada pahala yang sama dengan pahala orang yang mengikutinya
dan tidak dikurangi sedikitpun juga dari pahala-pahala mereka ”*
(HR Muslim no 2674)_

Kita meminta kepada Allah agar Dia selalu membimbing kita ke


jalan yang diridhai-Nya dan memberikan kita taufiq untuk dapat
menempuhnya, aamin

ِ َ‫ إِن‬،‫ كما صلَيْتِ على إِبْرا ِهيْمِ وعلى آ ِِل إِبْرا ِهيْم‬،‫اللَ ُه َِم ص ِِل على ُمح َمدِ وعلى آ ِِل ُمح َمد‬
‫ك‬
‫ كما باركْتِ على إِبْرا ِهيْمِ وعلى‬،‫ اللَ ُه َِم ب ِاركِْ على ُمح َمدِ وعلى آ ِِل ُمح َمد‬،‫حمِ يْدِ م ِجيْد‬
‫ إِنَكِ حمِ يْدِ م ِجيْد‬،‫آ ِِل إِبْرا ِهيْم‬

ًِ ‫ان ولِ تجْع ِْل فِي قُلُو ِبنا غ‬


‫ِل ِللَذِينِ آم ُنوا‬ ِ ْ ‫ربَنا ا ْغف ِِْر لنا و ِ ِِل ْخوانِنا الَذِينِ سبقُونا ِب‬
ِِ ‫اِليم‬
ِ‫ربَنا ِإنَكِ رؤُوفِ َرحِ يم‬

ِ‫ربَنا آتِنا فِي ال ُّدنْيا حسنةًِ وفِي اآلخِ ر ِِة حسنةًِ وقِنا عذابِ ال َن ِار‬

Penyusun,

Kota Besi, Jum'at 5 Rabiul Akhir 1445H / 20 Oktober 2023 M

Zainudin

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


7

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah

Oleh: dr M Faiq Sulaifi

Di antara sekian banyak akhlaq jahiliyyah yang harus dijauhi oleh


setiap pencari kebenaran adalah memiliki perasaan bahwa dirinya
paling berilmu, paling salafi, atau ma’hadnya yang paling salafi
atau menganggapnya sebagai markiz dakwah salafiyah yang
paling murni sedunia (sebagaimana yang dikutip dengan tulisan
yang tebal dan jelas oleh sebuah Situs Hizbi yang penuh dengan
fitnah) dan sebagainya Ucapan-ucapan semisal ini tidaklah
muncul kecuali dari mulut orang-orang yang memiliki penyakit
jahiliyyah Yang aneh adalah mereka masih mengaku diri mereka
paling salafi atau paling murni ke-salafi-annya dalam keadaan
mereka terjangkiti penyakit jahiliyyah ini

Perbuatan ini dinamakan ‘tazkiyatun nafs’ yang artinya merasa


diri paling bersih, paling alim atau paling salafi

Larangan Menganggap Diri Sendiri Paling Baik

Allah berfirman:

ً ‫ّللا يُزكِي منِْ يشا ُِء ولِ يُ ْظل ُمونِ فت‬


ِ‫ِيل‬ َُِ ‫أل ِْم ترِ إِلى الَذِينِ يُزكُّونِ أنْفُس ُه ِْم ب ِِل‬

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang


menganggap diri mereka bersih? Sebenarnya Allah membersihkan
siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidaklah dianiaya
sedikitpun ” (QS An-Nisa’: 49)

Al-Imam Qatadah berkata tentang ayat di atas:

(‫ )نحن أبناء هللا وأحباؤه‬:‫ فقالوا‬،‫ زكوا أنفسهم بأمر لم يبلغوه‬،‫وهم أعداء هللا اليهود‬
‫ ل ذنوب لنا‬:‫وقالوا‬

“Mereka adalah musuh-musuh Allah yaitu kaum Yahudi Mereka


menganggap diri mereka bersih dengan sesuatu perkara yang
mana mereka tidak sampai kepadanya

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


8

Mereka berkata: “Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-Nya ”


Dan mereka berkata: “Kami tidak memiliki dosa ” (HR Ath-Thabari
dengan sanad hasan Ash-Shahihul Masbur: 2/64-65)

Al-Allamah Alimul Yaman Asy-Syaukani berkata:

‫ فل يبعد صدقها على جميع هذه التفاسير وعلى‬،‫ التطهير والتنزيه‬: ‫ومعنى التزكية‬
‫ ويدخ ِل في‬،‫ق أو بباطل من اليهود وغيرهم‬
ِ ‫ واللفظ يتناول كل من زكى نفسه بح‬،‫غيرها‬
‫ ونحوهما‬، ‫ وعز الدين‬، ‫ كمحيي الدين‬،‫هذا التلقب باأللقاب المتضمنة للتزكية‬

“Dan makna ‘tazkiyah’ adalah menganggap diri suci dan bersih


Dan tidaklah jauh kebenaran makna ‘tazkiyah’ atas semua tafsir
ini dan yang lainnya Dan lafazh ini (tazkiyah, pen) meliputi semua
orang yang men-tazkiyah dirinya (merekomendasikan dirinya
dengan kebaikan, pen) dengan cara yang benar atau yang batil
dari kalangan Yahudi dan lainnya Dan termasuk dalam perkara ini
adalah memberikan laqab (nama julukan) yang mengandung
‘tazkiyah’ seperti Muhyiddin (orang yang menhidupkan agama),
Izzuddin (kemuliaan agama) dan lain sebagainya ” (Fathul Qadir:
2/160)

Maka bandingkanlah penjelasan Al-Allamah Asy-Syaukani di atas


dengan klaim mereka bahwa mereka memiliki markaz dakwah
salafiyyah paling murni sedunia Padahal ilmu mereka adalah
tidak ada apa-apanya jika dibanding dengan ilmu beliau

Allah berfirman:

ِِ ‫فلِ تُزكُّوا أنْفُسكُ ِْم هُوِ أعْل ُِم بِم‬


‫ن اتَقى‬

“Maka janganlah kalian mengatakan diri kalian suci Dialah yang


paling mengetahui tentang orang yang bertakwa ” (QS An-Najm:
32)

Al-Allamah Asy-Syaukani berkata tentang ayat di atas:

‫ فإن ترك تزكية النفس أبعد من الرياء‬،‫ل تمدحوها ول تبرئوها عن اآلثام ول تثنوا عليها‬،
‫وأقرب إلى الخشوع‬،

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


9

“Janganlah kalian memuji diri kalian sendiri, merasa diri kalian


bebas dari dosa dan janganlah kalian menyanjung diri kalian
sendiri, karena meninggalkan ‘sifat memuji diri sendiri dan merasa
bersih’ adalah lebih jauh dari sifat riya’ dan lebih mendekati
khusyu’ ” (Fathul Qadir: 7/77)

Kisah Nabi Musa alaihissalam

Allah pernah menegur Nabi Musa karena menyatakan bahwa


beliau adalah orang yang paling alim di jamannya

Dari Abdullah bin Abbas bahwa Rasulullah bersabda:

‫بيْنا ُموسى فِي ملِ مِ نِْ بنِي إِسْرائِيلِ إِ ِْذ جاءهُِ رجُلِ فقالِ ه ِْل تعْل ُِم أحدًا أعْلمِ مِ نْكِ فقالِ ُموسى‬
َُِ ِ‫لِ فأُوحِ يِ إِلى ُموسى بلى عبْدُنا خ ِضرِ فسألِ ُموسى السَبِيلِ إِلى لُقِيِ ِِه فجعل‬
ُِ‫ّللا له‬
ً‫…الْحُوتِ آي ِة‬

“Suatu ketika Musa berada di majelis perkumpulan Bani Israil


Tiba-tiba ada seorang laki-laki mendatangi beliau dan bertanya:
“Apakah engkau mengetahui ada orang yang lebih alim (berilmu)
dari engkau?” Beliau menjawab: “Tidak ada ” Maka Musa
mendapatkan wahyu: “Ya, ada (seseorang yang lebih alim darimu)
yaitu hamba Kami Khadlir ” Maka Musa bertanya kepada Allah
tentang jalan untuk menemui Khadlir kemudian Allah jadikan ikan
huut sebagai tanda… dst ” (HR Al-Bukhari: 6924, Muslim: 4385,
At-Tirmidzi: 3074)

Sedangkan di dalam riwayat Muslim, Nabi Musa u berkata:

ِ ِ ‫ما أعْل ُِم فِي ْاأل ْر‬


ًِ ‫ض رج‬
‫ُل خي ًْرا وأعْلمِ مِ نِي‬

“Aku tidak mengetahui di muka bumi ini ada seseorang yang lebih
baik dan lebih alim dariku ” (HR Muslim: 4386)

Dalam riwayat lain:

ِ‫ّللا عليْ ِِه إِ ِْذ ل ِْم ي ُر َِد الْ ِعلْمِ إِليْ ِه‬ ِ ِ َ‫ي الن‬
َُِ ِ‫اس أعْل ُِم فقالِ أنا فعتب‬ ُِّ ‫فسُئِلِ أ‬

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


10

“Maka Musa ditanya: “Siapakah di antara para manusia yang


paling alim?” Maka beliau menjawab: “Aku ” Maka Allah
menegurnya karena ia tidak mengembalikan ilmu kepada-Nya ”
(HR Al-Bukhari: 4356, Muslim: 4385)

Al-Allamah Al-Aini berkata:

‫وقيل جاء هذا تنبيها لموسى وتعليما لمن بعده ولئل يقتدي به غيره في تزكية نفس ِه‬
ِ‫والعجب بحاله فيهلك‬

“Dan dikatakan bahwa teguran ini datang untuk memperingatkan


Musa dan mengajari orang-orang setelahnya dan agar tidak ditiru
oleh selainnya dalam sikap merasa diri paling baik dan rasa
bangga (ujub) dengan keadaan dirinya sehingga menjadi binasa ”
(Umdatul Qari: 3/40)

Kalau Nabi Musa yang maksum saja ditegur oleh Allah karena
ucapan beliau bahwa beliau adalah orang yang paling alim, maka
mereka yang bukan Nabi lebih pantas untuk ditegur karena
ucapan mereka bahwa markiz mereka adalah markiz salafiyah
yang paling murni sedunia Wallahul musta’an

Sikap Tawadlu’ dari Al-Imam Malik

Beliau adalah Al-Imam Malik bin Anas, seorang ulama besar di


kota Madinah yang tidak diragukan lagi keilmuan beliau

Al-Imam Sufyan bin Uyainah berkata:

‫ وهو حجة زمانه‬،‫مالك عالم أهل الحجاز‬

“Malik adalah orang alimnya penduduk Hejaz Beliau adalah


hujjah masanya ” (Siyar A’lamin Nubala’: 8/57)

Al-Imam Adz-Dzahabi berkata:

‫ والحفظ‬،‫ والجللة‬،‫ والفقه‬،‫ولم يكن بالمدينة عالم من بعد التابعين يشبه مالكا في العلم‬،

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


11

“Dan di Madinah tidak dijumpai seorang alim setelah tabi’in yang


seperti Malik dalam keilmuan, fiqih, kebesaran dan hafalan ”
(Siyar A’lamin Nubala’: 8/58)

Meskipun mendapat banyak tazkiyah dari para ulama’, beliau


tidak pernah menyatakan bahwa diri beliau adalah orang yang
paling alim, paling salafi atau kitab Al-Muwaththa’ karya beliau
adalah kitab yang paling murni Bahkan beliau pernah berkata:

‫ ويحمل الناس على ما‬،‫ق الموطأ في الكعبة‬


ِ ‫ في أن يعل‬:‫شاورني هارون الرشيد في ثلثة‬
ِ ‫ أما تعلي‬:‫… فقلت‬،ِ‫فيه‬
‫ وكل‬،‫ وتفرقوا‬،‫ فإن الصحابة اختلفوا في الفروع‬،“ ‫ق ” الموطأ‬
ِ ‫……عند نفسه مصي‬
‫ب‬

“Harun Ar-Rasyid bermusyawarah denganku dalam 3 perkara: (di


antaranya adalah) beliau ingin menggantungkan kitab Al-
Muwaththa’ di Ka’bah dan menganjurkan manusia untuk
mengamalkan isi kitab tersebut…… Maka aku katakan: “Adapun
menggantungkan Al-Muwaththa’ maka sesungguhnya para
sahabat telah ber-ikhtilaf (berbeda pendapat) dalam masalah
furu’ dan mereka telah menyebar (ke berbagai negeri) Dan
masing-masing mereka telah benar menurut ijtihad mereka…dst ”
(Siyar A’lamin Nubala’: 8/98 dan isnad atsar di atas di-hasan-kan
oleh Adz-Dzahabi)

Antara Tazkiyah yang Boleh dan yang Dilarang

Al-Imam An-Nawawi berkata:

‫ فالمذموم أن يذكره للفتخار‬،‫ مذموم; ومحبوب‬:‫إعلم أن ذكر محاسن نفسه ضربان‬


‫ والمحبوب أن يكون فيه مصلحة‬،‫وإظهار الرتفاع والتميز على األقران وشبه ذلك‬
‫ أو ناصحا أو مشيرا بمصلحة‬،‫ أو ناهيا عن منكر‬،‫ وذلك بأن يكون آمرا بمعروف‬،‫دينية‬،
‫ أو يدفع عن نفسه شرا‬،‫ أو مصلحا بين اثنين‬،‫ أو مذكرا‬،‫ أو واعظا‬،‫ أو مؤدبا‬،‫أو معلما‬،
‫ فيذكر محاسنه ناويا بذلك أن يكون هذا أقرب إلى قبول قوله واعتماد ما‬،‫أو نحو ذلك‬
‫…يذكره‬

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


12

“Ketahuilah bahwa menyebutkan kebaikan diri sendiri ada 2


macam: tercela dan terpuji Yang tercela adalah menyebutkan
kebaikan diri untuk berbangga-bangga, menampakkan kelebihan,
menampilkan sikap menonjol atas teman sejawat atau
semisalnya Dan yang terpuji adalah jika di dalamnya terdapat
maslahat secara agama Yaitu ketika menjadi seseorang yang
memerintahkan kebaikan, atau melarang kemungkaran, atau
menasehati, atau memberi arahan dengan kemaslahatan, atau
mengajar, atau mengajar adab, atau memberikan wejangan, atau
mendamaikan di antara 2 orang, atau menolak keburukan atas
dirinya dan sebagainya maka seseorang boleh menyebutkan
kebaikan dirinya dengan niat agar ucapannya lebih bisa diterima
atau dijadikan pegangan ” (Al-Adzkar lin Nawawi: 278-279)

Di antara dalil yang digunakan oleh An-Nawawi untuk tazkiyah


yang diperbolehkan adalah ucapan orang shalih dari Madyan
kepada calon menantunya yaitu Nabi Musa

‫ن‬
ِ ‫ستجدني إن شاء هللا من الصالحي‬

“Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang


yang baik ” (QS Al-Qashash: 27)

Sekarang marilah kita nilai klaim mereka ‘bahwa markiz mereka


adalah markiz salafiyah yang paling murni sedunia’, apakah
termasuk klaim yang terpuji ataukah tercela?

Pertama: Motivasi dari klaim tersebut adalah karena berbangga-


bangga melebihkan markiz mereka atas markiz-markiz salafiyyah
yang lain di dunia Bahkan mengarah kepada ashabiyah dan
hizbiyyah kepada markiz dan syaikh mereka karena mereka
terbukti men-tahdzir dan memusuhi salafiyyin yang tidak
membela markiz dan syaikh mereka

Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab berkata:

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


13

‫ أن الذي لبد منه عندهم تعصب اِلنسان لطائفته ونصر من هو منها‬: ‫الثالثة والتسعون‬
‫ظالما أو مظلوما‬

“Masalah jahiliyyah yang ke-93: “Bahwa perkara yang pasti ada


pada orang-orang jahiliyyah adalah sikap ta’ashshub (bersikap
sektarian atau hizbiyyah atau pembelaan yang membabi buta,
pen) seseorang atas kelompoknya (baca: markiznya, pen) dan
membela (dengan mati-matian, pen) orang dari kelompok
tersebut baik dalam posisi menganiaya atau yang dianiaya ”
(Masa’ilul Jahiliyyah: 21)

Rasulullah bersabda:

ِ ‫ّللا أنْص ُُرهُِ إِذا كانِ م ْظلُو ًما أفرأي‬


‫ْت‬ َِِ ِ‫انْص ُِْر أخاكِ ظا ِل ًما أوِْ م ْظلُو ًما فقالِ رجُلِ يا رسُول‬
ُِ‫إِذا كانِ ظا ِل ًما كيْفِ أنْص ُُرهُِ قالِ تحْ ُجزُ هُِ أوِْ ت ْمنعُهُِ مِ نِْ الظل ِِم ف ِإنَِ ذلِكِ نص ُْره‬
ْ ُّ

“Tolonglah saudaramu baik dalam keadaan menganiaya atau


dianiaya!” Seseorang bertanya: “Wahai Rasulullah, aku
menolongnya jika ia dianiaya Maka menurut engkau bagaimana
aku menolongnya jika ia berbuat aniaya?” Maka beliau
menjawab: “Kamu halangi dan kamu cegah ia dari perbuatan
aniaya Maka itu adalah menolongnya ” (HR Al-Bukhari: 6438, At-
Tirmidzi: 2181, Ahmad: 11511)

Mereka melanggar hadits ini karena mereka terbukti men-tahdzir


dan mencela orang-orang yang berdiam diri atau tawaqquf dalam
masalah markiz mereka

Kedua: Calon mertua Nabi Musa hanya menggunakan kata


‘termasuk orang-orang yang baik’ dan tidak menggunakan isim
tafdlil yaitu bentuk lebih (comparative) seperti lebih baik atau
bentuk paling (superlative) seperti paling baik Sementara mereka
menggunakan isim tafdlil dalam klaim mereka ‘bahwa markiz
mereka adalah markiz salafiyah yang paling murni sedunia’ Coba
perhatikan kata-kata ‘paling murni sedunia’

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


14

Ketiga: Calon mertua Nabi Musa menyatakan ‘Insya Allah’


sedangkan mereka tidak menyatakannya bahkan memastikan
kebenaran klaim tersebut karena mereka terbukti men-tahdzir
dan mencela orang-orang yang tidak membela mereka

Keempat: Ruang lingkup ucapan mertua Musa adalah masalah


mahar pernikahan Maka dalam lingkup kecil, seseorang boleh
berucap: “Saya Insya Allah tidak termasuk orang yang
mengecewakan dalam menjamu tamu,” atau “Saya Insya Allah
termasuk orang yang bertanggung jawab dalam mengurus
keluarga,” dan sebagainya Sedangkan mereka menyatakan klaim
tersebut dalam ruang lingkup yang lebih besar Seolah-olah
mereka berkata ‘bahwa markiz mereka adalah markiz salafiyah
yang paling murni sedunia’ dalam masalah aqidah, akhlaq, fiqih,
tafsir dan sebagainya

Dari keempat poin di atas terbukti bahwa klaim mereka adalah


klaim tercela dan hizbiyyah Wallahul musta’an

Manakah yang Lebih Murni?

Selain itu dalam klaim ‘bahwa markiz mereka adalah markiz


salafiyah yang paling murni sedunia’, mereka telah berbuat su’ul
adab (baca: kurang ajar) kepada Rasulullah karena klaim tersebut
diucapkan tanpa meminta ijin dan permisi dulu kepada beliau
Mereka tidak bertanya dulu kepada beliau apakah ada markiz
salafiyyah yang lebih murni dari milik mereka Dan ternyata
jawabannya adalah didapati markiz salafiyyah yang lebih murni
dari milik mereka yaitu markiz salafiyyah di kota beliau Madinah

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:

ِ ‫اِليمانِ ليأْ ِرزُِ إِلى الْمدِين ِِة كما تأْ ِر ُِز الْحي َِةُ إِلى ج‬
ِ‫ُحْرها‬ ِ ْ َِ‫إِن‬
“Sesungguhnya Al-Iman akan berkumpul ke Madinah
sebagaimana ular berkumpul ke sarangnya ” (HR Al-Bukhari:
1743, Muslim: 210)

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


15

Al-Allamah Al-Mubarakfuri berkata:

‫ أو ألنها وطنه الذي‬،‫والمراد أن أهل اِليمان يفرون بإيمانهم إلى المدينة وقاية بها عليه‬
‫ وهذا إخبار عن آخر الزمان حين يقل اِلسلم وينضم إلى المدينة فيبقى‬،‫ظهر وقوي بها‬
‫فيها‬

“Maksud hadits ini adalah bahwa Ahlul Iman akan berlari dengan
membawa iman mereka ke Madinah untuk menjaga iman mereka
atau karena Madinah merupakan tempat muncul dan bertambah
kuatnya iman Dan ini adalah pemberitaan tentang akhir jaman
ketika (orang-orang yang berpegang pada) Al-Islam berjumlah
sedikit dan bergabung ke Madinah dan tetap di sana ” (Mir’atul
Mafatih: 1/607)

Dan untuk menjaga kemurnian markiz salafiyyah di Madinah,


Rasulullah memperberat sangsi bagi orang-orang yang berbuat
bid’ah di dalamnya Dan berbuat bid’ah di kota Madinah dosanya
lebih berat daripada berbuat bid’ah di kota-kota lain di dunia

Dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah bersabda:

ِ‫اس أجْ معِينِ لِ يُقْب ُل‬ َِِ ُِ‫منِْ أحْ دثِ فِيها حدثًا أوِْ آوى ُمحْ ِدثًا فعليْ ِِه لعْنة‬
ِ ِ َ‫ّللا والْملئِك ِِة والن‬
ِ‫مِ نْهُِ ص ْرفِ ولِ عدْل‬

“Barangsiapa yang berbuat bid’ah di dalamnya (kota Madinah)


atau melindungi pelaku bid’ah maka ia mendapatkan laknat Allah,
Malaikat dan manusia semuanya Tidak diterima amalannya baik
yang wajib ataupun yang sunnah ” (HR Al-Bukhari: 1737, Muslim:
2433, At-Tirmidzi: 2053, Abu Dawud: 1739)

Mengapa demikian?

Al-Allamah Al-Faqih Ibnu Utsaimin menjawab:

‫ وهو يأرز إليها كما تأرز الحية إلى جحرها‬،‫ وموئل اِليمان‬،‫ألن المدينة عاصمة اِلسلم‬،
‫ فلبد أن تبقى المدينة على السنة‬،‫ق األرض ومغاربها‬ ِ ‫ويأتي إليها المسلمون من مشار‬
‫ نيرة واضحة ل تخالطها بدعة؛ ألن من رأى البدعة فيها ظن البدعة سن ِة‬،‫المطهرة‬
‫وأشد الناس في التحذير من البدع مالك بن أنس إمام دار الهجرة رحمه هللا تعالى‬،

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


16

“Karena Madinah adalah ibukota Al-Islam, tempat berlindungnya


Al-Iman Iman akan kembali bergabung kepadanya seperti ular
kembali berkumpul ke sarangnya Kaum muslimin akan
mendatangi Madinah dari penjuru timur dan barat bumi Maka
suatu keharusan bagi Madinah untuk tetap di atas As-Sunnah
yang disucikan, sebuah kota yang bercahaya lagi jelas tidak
terkontaminasi dengan bid’ah Karena orang yang melihat
kebid’ahan (yang dibiarkan, pen) di dalamnya akan menyangkanya
sebagai sunnah Dan ulama yang paling keras dalam
memperingatkan dari berbagai kebid’ahan adalah Al-Imam Malik
bin Anas Imam Kota Hijrah yaitu Madinah –semoga Allah
merahmati beliau-,… ” (Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah, syarh
hadits ke-28: 61/11)

Dan puncak kemurnian markiz salafiyyin di Madinah adalah ketika


munculnya Dajjal –semoga Allah melaknatnya- Ketika itu kota
Madinah mengadakan penyaringan dan orang-orang kafir dan
munafiq akan terpental dari Madinah

Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda:

ِ‫ليْسِ مِ نِْ بلدِ إِ َِل سيط ُؤهُِ ال َدجَا ُِل إِ َِل مكَةِ والْمدِينةِ ليْسِ لهُِ مِ نِْ نِقابِها نقْبِ إِ َِل عليْ ِه‬
‫ّللا كُ َِل‬
َُِ ‫ج‬ُِ ‫ُف الْمدِينةُِ ِبأ ْهلِها ثلثِ رجفاتِ في ُْخ ِر‬ُِ ‫حْرسُونها ثُ َِم ت ْرج‬ ُ ‫الْملئِكةُِ صافِينِ ي‬
ِ‫كافِرِ و ُمنافِق‬

“Tidaklah ada dari suatu negeri pun kecuali akan diinjak


(dimasuki) oleh Dajjal kecuali Makkah dan Madinah Tidak ada
celah di Madinah kecuali ada Malaikat yang berbaris yang
menjaganya Kemudian Madinah bergetar 3 kali untuk
menggoyang penduduknya Maka Allah mengeluarkan setiap
orang kafir dan munafik dari dalam Madinah ” (HR Al-Bukhari:
1748, Ahmad: 12517)

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:

ُِ ‫لِ تقُو ُِم السَاع ِةُ حتَى تنْفِيِ الْمدِين ِةُ شِرارها كما ينْفِي الْك‬
‫ِير خبثِ الْحدِي ِِد‬

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


17

“Tidak akan terjadi hari kiamat sampai kota Madinah


membersihkan perusuh-perusuhnya seperti ubupan (tiupan
pandai besi) membersihkan kotoran besi ” (HR Muslim: 2451,
Ibnu Hibban dalam Shahihnya: 3734 (9/51-2)

Bahkan sebelum munculnya Dajjal –semoga Allah melaknatnya-,


Madinah juga mengadakan penyaringan untuk menjaga
kemurniannya Rasulullah bersabda:

ِ ‫ِير خب‬
‫ث‬ ُِ ‫ب وهِيِ الْمدِين ِةُ تنْفِي النَاسِ كما ينْفِي الْك‬
ُِ ‫مِرتُِ بِق ْريةِ تأْكُ ُِل الْقُرى يقُولُونِ يثْ ِر‬
ْ ُ‫أ‬
‫الْحدِي ِِد‬

“Aku diperintahkan untuk menempati sebuah desa yang


memakan desa-desa Mereka menyebutnya Yatsrib Yaitu
Madinah Ia mengadakan pembersihan atas manusia
sebagaimana ubupan pandai besi membersihkan kotoran besi ”
(HR Al-Bukhari: 1738, Muslim: 2452)

Al-Allamah Abdur Rauf Al-Munawi berkata:

‫)تأكل القرى( أي تغلبها في الفضل حتى يكون فضل غيرها بالنسبة إليها كالعدم‬
‫لضمحللها في جنب عظيم فضلها كأنها تستقري القرى تجمعها إليها أو الحرب بأن‬
‫يظهر أهلها على غيرهم من القرى فيفنون ما فيها فيأكلونه تسلطا عليها وافتتاحهاِ بأيدي‬
ِ‫بأيدي أهلها فاستعير األكل لفتتاح البلد وسلب األموال وجلبها إليه‬

“Maksud ‘memakan desa-desa’ adalah bahwa Madinah


mengalahkan desa-desa lain dalam keutamaan, sampai-sampai
keutamaan yang lainnya jika dibandingkan dengan Madinah
seolah-olah menjadi tidak ada Karena hilangnya keutamaan desa-
desa tersebut jika disandingkan dengan keutamaan Madinah
seolah-olah Madinah mengelilingi desa-desa dan
mengumpulkannya menjadi satu atasnya Atau dalam peperangan
dengan cara penduduk Madinah mengalahkan penduduk desa
yang lain kemudian memakan milik mereka dengan cara
menguasai (ghanimah, pen) dan menaklukkan mereka

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


18

Maka kata ‘memakan’ dipinjam untuk kata menguasai negeri-


negeri dan mengambil harta (ghanimah) serta membawanya ke
Madinah ” (Faidlul Qadir: 2/243)

Beliau juga berkata:

‫جعل مثل المدينة وساكنيها مثل الكير ما يوقد عليه في النار فيميز به الخبيث من الطيب‬
‫فيذهب الخبيث ويبقى الطيب كما كان في زمن عمر رضي هللا عنه حيث أخرج أهل الكتاب‬
‫ب‬
ِ ‫وأظهر العدل والحتساب فزعم عياض أن ذا مختص بزمنه غير صوا‬

“Dijadikan perumpamaan Madinah dan penduduknya seperti


ubupan pandai besi pada sesuatu yang dinyalakan dalam api,
sehingga orang yang jelek dapat dibedakan dari orang yang baik
Maka orang yang jelek akan pergi (dari Madinah) dan orang yang
baik akan tetap tinggal di dalamnya sebagaimana terjadi pada
jaman Umar yang mengusir Ahlul Kitab (dari Madinah) dan
menampakkan keadilan dan keikhlasan Maka persangkaan Qadli
Iyadl bahwa ini (penyaringan Madinah) hanya khusus pada jaman
Nabi r adalah tidak benar ” (Faidlul Qadir: 2/243)

Cara penyaringan di Madinah ini jauh lebih baik daripada cara


penyaringan di markiz yang katanya paling murni sedunia
Wallahu a’lam

Hejaz, Syam dan Yaman

Ketiga daerah yaitu Hejaz (Makkah dan Madinah), Syam dan


Yaman adalah pusat cahaya Al-Islam

Tentang keutamaan Hejaz, Rasulullah bersabda:


ُ‫ْن كما تأْ ِرزُِ الْحي َِة‬
ِِ ‫اِلسْلمِ بدأِ غ ِريبًا وسيعُو ُِد غ ِريبًا كما بدأِ وهُوِ يأْ ِرزُِ بيْنِ الْمس ِْجدي‬
ِ ْ َِ‫إِن‬
ِ‫ُحْرها‬
ِ ‫فِي ج‬
“Sesungguhnya Al-Islam datang dalam keadaan asing dan akan
kembali dalam keadaan asing seperti ketika datangnya Dan ia (Al-
Islam) akan kembali berkumpul diantara 2 masjid seperti ular

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


19

yang kembali berkumpul di sarangnya ” (HR Muslim: 209, Ahmad:


16690)

Al-Imam An-Nawawi berkata:

‫وقوله صلى هللا عليه و سلم بين المسجدين أى مسجدى مكة والمدين ِة‬

“Dan maksud sabda beliau ‘diantara 2 masjid’ adalah masjid


Makkah dan masjid Madinah ” (Syarhun Nawawi ala Muslim:
2/177)

Tentang keutamaan Syam, Rasulullah bersabda:

ِ ‫ ولِ يزا ُِل أُناسِ مِ نِْ أُ َمتِي منْص‬،‫ فلِ خيْرِ فِيكُ ْم‬،‫إِذا فسدِ أ ْه ُِل الش َِام‬
ِْ‫ لِ يُبالُونِ من‬،‫ُورين‬
ُِ‫خذل ُه ِْم حتَى تقُومِ السَاعة‬

“Jika Penduduk Syam binasa maka tidak ada kebaikan bagi kalian
Dan senantiasa ada sekelompok manusia dari umatku yang
ditolong oleh Allah Mereka tidak mempedulikan orang-orang
yang meninggalkan mereka sampai datangnya hari kiamat ” (HR
Ahmad: 15596 dan isnadnya di-shahih-kan oleh Syaikh Syu’aib Al-
Arna’uth dalam Tahqiq Musnad Hadits ini juga di-shahih-kan oleh
Al-Allamah Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah hadits: 403)

Tentang keutamaan Yaman, Rasulullah bersabda:

‫اِليمانُِ يمانِ والْ ِفقْ ِهُ يمانِ والْحِ كْم ِةُ يمانِي ِة‬
ِ ْ ً‫ق أفْئِد ِة‬ ِِ ‫جاءِ أ ْه ُِل الْيم‬
ُِّ ‫ن هُ ِْم أر‬

“Telah datang penduduk Yaman yang mana mereka memiliki hati


yang paling halus Al-Iman adalah dari arah Yaman, Al-Fiqih dari
arah Yaman dan Al-Hikmah dari arah Yaman ” (HR Al-Bukhari:
4037, Muslim: 73 dan ini adalah redaksi Muslim, At-Tirmidzi:
3870)

Adapun markiz yang paling baik di antara 3 tempat di atas maka


kota Madinah adalah yang paling baik Rasulullah bersabda:

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


20

ِ ‫ِيه ِْم يبُسُّونِ والْمدِين ِةُ خيْرِ ل ُه ِْم لوِْ كانُوا يعْل ُم‬
‫ون‬ ِ ‫ج مِ نِْ الْمدِين ِِة قوْ مِ بِأ ْهل‬ ُِ ‫ح الشَا ُِم في ْخ ُر‬ ُِ ‫تُفْت‬
‫ِيه ِْم يبُسُّونِ والْمدِين ِةُ خيْرِ ل ُه ِْم لوِْ كانُوا‬
ِ ‫ل‬ ‫ه‬ْ ‫أ‬‫ب‬
ِ ‫م‬
ِ ْ‫و‬‫ق‬ ِ
‫ة‬
ِ ‫ِين‬‫د‬ ‫م‬ ْ ‫ل‬ ‫ا‬ ِْ‫ن‬ ِ‫م‬ ِ
‫ج‬
ُ ‫ر‬ُ ْ
‫خ‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ُِ‫ن‬ ‫م‬ ‫ي‬ ْ ‫ل‬‫ا‬ ِ
‫ح‬
ُ ‫ت‬ ْ ‫ف‬ُ ‫ت‬ ِ
‫م‬
َ ُ ‫ث‬
ِْ‫ِيه ِْم يبُسُّونِ والْمدِينةُِ خيْرِ ل ُه ِْم لو‬
ِ ‫ج مِ نِْ الْمدِين ِِة قوْ مِ بِأ ْهل‬ ُِ ‫ح الْعِر‬
ُِ ‫اق في ْخ ُر‬ ُِ ‫يعْل ُمونِ ثُ َِم تُفْت‬
ِ‫كانُوا يعْل ُمون‬

“Syam akan dibuka Kemudian suatu kaum keluar dari Madinah


dengan membawa keluarga mereka sambil mengajak orang lain
untuk tinggal di Syam Padahal Madinah adalah lebih baik bagi
mereka seandainya mereka mengetahuinya Kemudian Yaman
juga akan dibuka Maka suatu kaum akan keluar dari Madinah
dengan membawa keluarga mereka serta mengajak orang lain
untuk tinggal di Yaman Padahal Madinah adalah lebih baik bagi
mereka seandainya mereka mengetahuinya Kemudian Iraq juga
akan dibuka Maka suatu kaum akan keluar dari Madinah dengan
membawa keluarga mereka serta mengajak orang lain untuk
tinggal di Iraq Padahal Madinah adalah lebih baik bagi mereka
seandainya mereka mengetahuinya ” (HR Al-Bukhari: 1742,
Muslim: 2459 dan ini adalah redaksi Muslim)

Al-Imam An-Nawawi berkata:

ِ‫ق العيش بها وهللا أعلم‬


ِ ‫وفيه فضيلة سكنى المدينة والصبر على شدتها وضي‬

“Dan di dalam hadits ini terdapat keutamaan bermukim di


Madinah, bersabar atas kerasnya dan sempitnya penghidupan di
kota Madinah Wallahu a’lam ” (Syarhun Nawawi ala Muslim:
9/159)

Demikian kelebihan kota Madinah bila dibanding dengan kota-


kota kaum muslimin yang lainnya

Oleh karena itu Rasulullah memperingatkan orang-orang yang


keluar dari Madinah karena membenci Madinah Beliau bersabda:

‫ل يخرج أحد من المدينة رغبة عنها إل أبدلها هللا خيرا من ِه‬

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


21

“Tidaklah seseorang keluar dari Madinah dalam keadaan


membencinya kecuali Allah akan menggantikan untuknya dengan
orang-orang yang lebih baik darinya ” (HR Malik dalam Al-
Muwathha’: 1572 dan ini adalah redaksi beliau, Muslim: 2426)

Dan ini berlaku untuk jaman Rasulullah dan jaman setelah beliau
sampai sekarang

Al-Allamah Al-Mubarakfuri berkata:

‫ األظهر أن ذلك ليس خاصًا بالزمن النبوي ومن خرج من الصحابة لم يخرج‬: ‫قال األبي‬
‫رغبة عنها بل إنما خرج لمصلحة دينية من تعليم أو جهاد أو غير ذلك – انتهى‬

“Berkata Al-Abbi: “Yang jelas adalah bahwa hadits ini tidak hanya
dikhususkan untuk jaman kenabian saja Dan orang-orang yang
keluar dari Madinah dari kalangan Ash-Shahabah (seperti Ibnu
Mas’ud, Mu’adz bin Jabal dan sebagainya) adalah tidak keluar
karena membenci Madinah akan tetapi karena mashlahat agama
seperti mengajarkan (Al-Islam) atau berjihad atau yang lainnya
Selesai ” (Mir’atul Mafatih: 9/514)

Hadits di atas juga menunjukkan bahwa orang yang keluar dari


Madinah karena membenci Madinah sudah pasti tercela
Sedangkan orang yang keluar dari markiz mereka karena
membenci markiz mereka belum tentu tercela Harus dilihat dulu
alasan dan sebabnya

Dan Rasulullah juga mendorong umat beliau untuk tinggal di


Madinah Beliau bersabda:

ِ ‫منِْ صبرِ على ألْوائِها و‬


‫ش َدتِها كُنْتُِ لهُِ ش ِهيدًا أوِْ شفِيعًا يوْ مِ الْقِيام ِِة يعْنِي الْمدِين ِة‬

“Barang siapa yang bersabar atas kelaparan dan kerasnya hidup


di Madinah maka aku akan menjadi saksi atasnya atau orang yang
memberinya syafaat pada hari kiamat ” (HR Muslim: 2447, At-
Tirmidzi: 3859)

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


22

Al-Imam An-Nawawi berkata:

‫ق وما بعدها دللت ظاهرة‬ ِ ‫قال العلماء وفي هذه األحاديث المذكورة في الباب مع ما سب‬
‫ق‬
ِ ‫ق العيش فيها وأن هذا الفضل با‬ِ ‫على فضل سكنى المدينة والصبر على شدائدها وضي‬
‫مستمر إلى يوم القيامة‬

“Para ulama berkata: “Di dalam hadits-hadits tersebut dalam bab


ini serta bab sebelum dan sesudahnya terdapat beberapa dalil
yang jelas atas keutamaan bermukim di Madinah dan bersabar
atas keras dan sempitnya kehidupan di dalamnya Dan keutamaan
ini terus menerus ada sampai hari kiamat ” (Syarhun Nawawi ala
Muslim: 9/151)

Bahkan Rasulullah juga memperingatkan orang-orang yang


membuat makar atas penduduk Madinah Beliau bersabda:

ِِ‫ح فِي الْماء‬


ُِ ْ‫لِ يكِي ُِد أ ْهلِ الْمدِين ِِة أحدِ إِ َِل انْماع كما ينْماعُ الْمِ ل‬

“Tidaklah seseorang membuat makar atas penduduk Madinah


kecuali ia akan melebur seperti meleburnya garam dalam air ”
(HR Al-Bukhari: 1744)

Dalam riwayat Muslim beliau bersabda:

ِِ‫ح فِي الْماء‬ ُِ ُ‫ّللا كما يذ‬


ُِ ْ‫وب الْمِ ل‬ َُِ ُِ‫منِْ أرادِ أ ْهلِ الْمدِين ِِة بِسُوءِ أذابه‬

“Barangsiapa yang ingin menimpakan keburukan atas penduduk


Madinah maka Allah akan menghancurkannya seperti garam yang
hancur dalam air ” (HR Muslim: 2458)

Al-Allamah Abdur Rauf Al-Munawi berkata:

‫فالمعنى من مس أهل المدينة بسوء مريدا أي عامدا عالما مختارا ل ساهيا ول مجبورا‬
‫ق من حقيقته شئ ل دفعة بل‬ ِ ‫)أذابه هللا( أي أهلكه بالكلية إهلكا مستأصل بحيث لم يب‬
‫بالتدريج لكونه أشد إيلما وأقوى تعذيبا وأقطع عقوب ِة‬

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


23

“Maka makna dari hadits di atas adalah bahwa barangsiapa yang


menyentuh penduduk Madinah dengan keburukan dalam
keadaan mengetahui (sangsinya, pen), tidak terpaksa dan tidak
lupa, maka Allah akan menghancurkannya secara keseluruhan
sampai ke pangkalnya sehingga tidak tersisa dari hakikatnya
sedikitpun Siksaan tersebut tidak diberikan sekaligus akan tetapi
secara bertahap (seperti meleburnya garam dalam air, pen)
karena demikian itu lebih menyakitkan, lebih menyiksa dan lebih
memutus hasil akhir…” (Faidlul Qadir: 6/65)

Al-Allamah Athiyyah Muhammad Salim berkata:

‫وإذا تأملنا في ذلك فإننا نجد أن حرمة المدينة وتعظيم شأنها والحفاظ على أمر الدين فيها‬
‫…من ضروريات الدين ِ؛‬

“Jika kita memperhatikan di dalamnya (dalam hadits tentang


keutamaan Madinah, pen), maka kita akan mendapati bahwa
kehormatan kota Madinah, mengagungkan keadaannya, dan para
penjaga agama (para ulama, pen) di dalamnya (Madinah, pen)
adalah termasuk keharusan urusan Ad-Dien, dst ” (Syarh Bulughul
Maram (dalam kaset): 171/8)

Maka bandingkanlah hadits-hadits di atas dengan ucapan-ucapan


mereka yang menonjolkan para syaikh dari markiz mereka saja
dan melecehkan ulama-ulama kota Madinah dengan ucapan
bahwa ulama Madinah secara khusus dan Saudi secara umum
adalah ulama-ulama yang digaji oleh pemerintah atau yang
semisalnya Ini adalah sikap bodoh dan hizbiyyah jahiliyyah Dan
apakah mereka tidak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa
Rasulullah memperbolehkan bagi para ulama untuk mengambil
upah atau gaji dari mengajarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-
Nya?

Dari Abdullah bin Abbas bahwa Rasulullah bersabda:

ِ‫ّللا‬
ِ َ ‫اب‬ ً ‫ق ما أخ ْذتُ ِْم عل ْي ِِه أ‬
ُِ ‫جْرا كِت‬ َِ ‫ِإنَِ أح‬

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


24

“Sesungguhnya perkara yang paling berhak untuk kalian ambil


upahnya adalah Kitabullah ” (HR Al-Bukhari: 5296, Ibnu Hibban
dalam Shahihnya: 5146 (11/546-7))

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata:

‫واستدل به للجمهور في جواز أخذ األجرة على تعليم القرآن‬

“Jumhur ulama berdalil dengan hadits ini atas bolehnya


mengambil upah (gaji) atas mengajar Al-Quran…dst” (Fathul Bari:
4/453)

Dan yang dilarang adalah mempersyaratkan gaji dalam mengajar

Al-Imam Asy-Sya’bi berkata:

‫ل يشترط المعلم إل أن يعطي شيئا فليقبله‬

“Seorang pengajar tidak boleh mempersyaratkan upah (gaji)


kecuali ia diberikan sesuatu maka hendaknya ia terima ” (Fathul
Bari: 4/454)

Al-Hakam berkata:

‫لم أسمع أحدا كره أجر المعلم وأعطى الحسن دراهم عشرة‬

“Aku belum pernah mendengar salah seorangpun (dari ulama)


yang membenci upah atas pengajar Dan Al-Imam Al-Hasan Al-
Bashri diberi gaji 10 dirham ” (Fathul Bari: 4/454)

Majelis Ta’lim di Masjid Nabawi

Mengikuti majelis ilmu di masjid-masjid kaum muslimin akan


mendapat kemuliaan dari Allah Dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah bersabda:

ِْ‫ّللا ويتدارسُونهُِ بيْن ُه ِْم إِ َِل نزلت‬


َِِ ِ‫ّللا يتْلُونِ كِتاب‬
َِِ ‫ت‬
ِِ ‫وما اجْ تمعِ قوْ مِ فِي بيْتِ مِ نِْ بُيُو‬
ُ‫ّللا فِيمنِْ ِعنْد ِه‬ َُِ ‫الرحْ مةُِ وحفَتْ ُه ِْم الْملئِكةُِ وذكرهُ ِْم‬
َ ‫علي ِْه ِْم السَكِينةُِ وغشِيتْ ُه ِْم‬

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


25

“Dan tidaklah suatu kaum berkumpul di sebuah rumah dari


rumah-rumah Allah (yaitu masjid) dalam keadaan membaca
Kitabullah dan saling mempelajarinya di antara mereka kecuali
ketenangan akan turun atas mereka, rahmat Allah akan
melingkupi mereka, para Malaikat akan meliputi mereka dan
Allah akan menyebut mereka termasuk di dalam orang-orang
yang berada di sisi-Nya ” (HR Muslim: 4867, Abu Dawud: 1243,
Ibnu Majah: 221)

Keutamaan dalam hadits di atas akan didapati oleh siapapun yang


mengikuti majelis ilmu Al-Kitab dan As-Sunnah di semua masjid,
baik itu masjid di Madinah, Makkah, Yaman, Syam ataupun masjid
di Indonesia

Adapun mengikuti majelis ilmu di Masjid Nabawi maka terdapat


tambahan keutamaan

Rasulullah bersabda:

َِِ ‫منِْ دخلِ مس ِْجدنا هذا لِيتعلَمِ خي ًْرا أوِْ ِليُعلِمهُِ كانِ كالْ ُمجا ِه ِِد فِي س ِبي ِِل‬
ِ‫ّللا ومنِْ دخلهُِ لِغي ِْر‬
ِِ َ‫ذلِكِ كانِ كالن‬
ُِ‫اظِر ِإلى ما ليْسِ له‬

“Barangsiapa memasuki masjidku ini (masjid Nabawi) untuk


mempelajari kebaikan atau mengajarkannya maka ia seperti
orang yang berjihad di jalan Allah Dan barangsiapa yang
memasukinya untuk selain itu maka ia seperti orang yang melihat
pada sesuatu yang bukan miliknya ” (HR Ahmad: 8248, Ibnu
Hibban dalam Shahihnya: 87 (1/288), Al-Hakim dalam Al-
Mustadrak: 310 (1/169) dari Abu Hurairah dan di-shahih-kan
olehnya menurut syarat Al-Bukhari dan Muslim dan disepakati
oleh Adz-Dzahabi)

Dalam riwayat lain:

‫…منِْ جاءِ مس ِْجدِي هذِا‬

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


26

“Barangsiapa mendatangi masjidku ini… ” (HR Ibnu Majah: 223,


Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’ab: 1698 (2/263) dan isnadnya di-
shahih-kan oleh Al-Bushairi dalam Mishbahuz Zujajah: 1/31 dan
di-shahih-kan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah:
186)

Al-Allamah Asy-Syaukani berkata:

‫قوله ) مسجدنا هذا ( فيه تصريح بأن األجر المترتب على الدخول إنما يحصل لمن كان‬
‫ق غيره به من المساجد التي هي‬ ِ ‫في مسجده صلى هللا عليه وآله وسلم ول يصح إلحا‬
‫ق‬
ِ ‫دونه في الفضيلة ألنه قياس مع الفار‬

“Sabda beliau ‘masjidku ini (masjid Nabawi)’ di dalamnya


terkandung pernyataan bahwa pahala yang diberikan untuk
memasuki (masjid beliau) hanyalah diberikan kepada orang yang
berada di dalam masjid beliau (saja) dan tidaklah benar jika
mengikutkan masjid-masjid yang lain yang keutamaannya di
bawahnya dengan masjid Nabawi Karena perkara tersebut
termasuk men-qiyas-kan (menganalogikan) 2 perkara yang
berbeda ” (Nailul Authar: 2/165)

Al-Allamah Al-Faqih Ibnu Utsaimin berkata:

‫ والجامعات اِلسلمية وغيرها في المدينة وغيرها من‬،‫نحن نعلم بأن العلم في أقطار الدنيا‬
‫ ويسمع حديث رسول هللا‬،‫ ولكن حينما يأتي الطالب إلى الجامعة‬،‫أقطار العالم اِلسلمي‬
‫ ويأتي مرة أخرى إلى مسجد رسول هللا صلى هللا عليه وسلم أولى‬،‫صلى هللا عليه وسلم‬
‫جامعات العالم اِلسلمي يجد للحديث تلوة جديدة ل يجدها في غير ذلك المكان؛ إذ كان‬
‫ فكان يلقي على رسول هللا صلى‬،‫أول مدرس ومعلم في تلك المدرسة جبريل عليه السلم‬
‫ كما جاء في حديث عمر رضي هللا تعالى عن ِه‬،‫ ويسمع المسلمون منه‬،‫هللا عليه وسلم‬

“Kita mengetahui bahwa Al-Ilmu telah tersebar ke berbagai


penjuru dunia dan di berbagai universitas baik di Madinah
ataupun di kota lainnya di penjuru dunia islam Akan tetapi ketika
seseorang pelajar mendatangi universitas dan mendengarkan
hadits Rasulullah, kemudian di lain waktu ia mendatangi masjid
Rasulullah sebagai universitas yang paling utama di dunia islam,
maka ia akan mendapati hadits (yang telah ia dengarkan dari

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


27

universitas lain tersebut, pen) sebagai bacaan baru yang mana ia


belum mendapatkannya di tempat lain Ini karena awal pengajar
dan guru di madrasah tersebut adalah Jibril Maka Malaikat Jibril
mengajari Rasulullah dan kaum muslimin mendengarkannya dari
beliau sebagaimana dalam hadits Umar ” (Syarhul Arbai’in An-
Nawawiyyah: syarh hadits ke-36 (78/4)) Kemudian Syaikh
Utsaimin menyebutkan hadits Jibril

Maka termasuk kebodohan yang nyata ketika seseorang mengajak


orang lain untuk menuntut ilmu ke markiznya dan men-tahdzir
serta melarang untuk menuntut ilmu di Masjid Nabawi, termasuk
juga ke Jami’ah Islamiyyah yang diadakan di Masjid Nabawi
Kemudian mereka juga melecehkan system pengajaran di Masjid
Nabawi dengan memberikan julukan kepada para salafiyyin
lulusan Masjid Nabawi yang bergelar Lc dengan kepanjangan
lucu-lucu Dan ini juga menandakan seolah-olah mereka ingin
mendapatkan hukuman dari Allah secara perlahan seperti
meleburnya garam dalam air Wal iyadzu billah

Penutup

Dengan demikian klaim bahwa ‘markiz mereka adalah markiz


salafiyah yang paling murni sedunia’ adalah klaim hizbiyyah
jahiliyyah dan termasuk su’ul adab kepada Rasulullah

Di antara do’a Rasulullah r adalah:

‫اللَ ُه َِم ح ِببِْ ِإليْنا الْمدِينةِ كما حبَبْتِ مكَةِ أوِْ أش َِد وص ِححْها وب ِاركِْ لنا فِي صاعِها و ُمدِها‬
‫وح ِو ِْل ُح َماها ِإلى الْجُحْ ف ِِة‬

“Ya Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana


Engkau menjadikan kami mencintai Makkah atau lebih cinta lagi
Sehatkanlah Madinah (dari wabah penyakit) dan berkahilah sha’
dan muddnya dan pindahkan penyakit demamnya ke Juhfah ” (HR
Al-Bukhari: 1756, Muslim: 2444 dan ini adalah redaksi Muslim)

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


28

Tulisan ini ditulis sebagai bentuk rasa cinta Penulis kepada


Rasulullah, Salafush Shalih serta kota Madinah Penulis berharap
agar kelak bisa dikumpulkan bersama mereka meskipun derajat
Penulis jauh di bawah mereka karena kurangnya amal dan
banyaknya dosa yang Penulis lakukan

Dari Anas bin Malik, ia berkata:

‫ّللا عليْ ِِه وسلَمِ عنِْ السَاع ِِة فقالِ متى السَاع ِةُ قالِ وماذا‬ َُِ ‫ي صلَى‬ َِ ِ‫ُل سألِ النَب‬
ًِ ‫أنَِ رج‬
ْ
ِ‫ّللا عليْ ِِه وسلَمِ فقالِ أنت‬ َُِ ‫ّللا ورسُولهُِ صلَى‬ َِ ‫ب‬ ُ
ُِّ ِ‫يءِ إِ َِل أنِي أح‬ ْ ‫أعْددْتِ لها قالِ لِ ش‬
ِ‫ّللا عليْ ِِه وسلَمِ أنْت‬ َُِ ‫ي ِ صلَى‬ ِ ِ‫يءِ فرحنا بِقوْ ِِل النَب‬ ْ ‫معِ منِْ أحْ ببْتِ قالِ أنسِ فما ف ِرحْ نا بِش‬
ِْ‫ّللا عليْ ِِه وسلَمِ وأبا بكْرِ وعُمرِ وأ ْرجُو أن‬ َُِ ‫ي صلَى‬ َِ ِ‫ب النَب‬ ُِّ ِ‫معِ منِْ أحْ ببْتِ قالِ أنسِ فأنا أُح‬
‫أكُونِ مع ُه ِْم بِحُبِي إِيَاهُ ِْم وإِنِْ ل ِْم أعْم ِْل بِمِ ثْ ِِل أعْمال ِِه ِْم‬

“Bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah r tentang


hari kiamat Ia berkata: “Kapan hari kiamat?” Rasululullah
bertanya: “Apa yang kamu siapkan untuknya?” Ia menjawab:
“Tidak ada, hanya saja aku mencintai Allah dan Rasul-Nya ” Beliau
berkata: “Kamu bersama orang yang kamu cintai ” Anas berkata:
“Aku belum pernah bergembira seperti gembiranya saya ketika
mendengar sabda Nabi: “Kamu bersama orang yang kamu cintai ”
Anas berkata: “Maka aku mencintai Rasulullah, Abu Bakar dan
Umar dan aku berharap agar aku bisa bersama mereka karena
cintaku kepada mereka meskipun aku belum pernah beramal
seperti amal mereka ” (HR Al-Bukhari: 3412, Muslim: 4777, At-
Tirmidzi: 2307)

Semoga kita dijadikan oleh Allah termasuk orang-orang yang


dicintai oleh-Nya dari kalangan para Nabi, Shiddiqin, Syuhada’ dan
Shalihin Amien Wallahu a’lam

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


29

Menyampaikan Kajian dengan Seijin Pemerintah, Sebuah Manhaj


As-Salaf

Oleh: dr M Faiq Sulaifi

Termasuk manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah meminta ijin


pemerintah dalam mengadakan kegiatan dakwah Ketika
melakukan kegiatan dakwah, mereka membangun lembaga
dakwah atau yayasan dakwah sebagaimana peraturan pemerintah
di negeri mereka Begitu pula ketika mengadakan kegiatan daurah
keilmuan, mereka juga harus mendapatkan ijin dari pemerintah
setempat

Sebaliknya, manhaj khawarij adalah melakukan dakwah tanpa


seijin penguasa Mereka berdakwah secara diam-diam tanpa
mendirikan lembaga ataupun yayasan sehingga menyulitkan
pemerintah untuk mengawasi mereka Begitu pula ketika
mengadakan daurah, mereka tidak meminta ijin pemerintah
terlebih dahulu

Matan Hadits

Dari Auf bin Malik Al-Asyja’i, ia berkata: “Aku telah mendengar


Rasulullah bersabda:

ِ‫لِ يقُصُِّ ِإ َِل أمِ يرِ أوِْ مأْ ُمورِ أوِْ ُم ْختال‬

“Tidaklah menyampaikan kisah kecuali amir (penguasa) atau


orang yang diperintah (oleh amir) atau orang yang sombong ” (HR
Abu Dawud: 3180, Ibnu Majah: 3743, Ahmad: 6374, Al-Bazzar:
2397 (7/226), Ath-Thabrani dalam Al-Kabir: 14849 (18/76))

Derajat Hadits

Al-Hafizh Al-Haitsami berkata tentang riwayat Ahmad:


“Diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya adalah hasan ”
(Majma’uz Zawaid: 907 (1/451))

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


30

Beliau juga berkata tentang riwayat Ath-Thabrani: “Diriwayatkan


oleh Ath-Thabrani dalam Al-Kabir dan isnadnya hasan ” (Majma’uz
Zawaid: 910 (1/452))

Riwayat Abu Dawud dan Ath-Thabrani di atas juga dinilai jayyid


oleh Al-Hafizh As-Suyuthi dalam kitab beliau Tahdzirul Khawash
min Akadzibil Qashshash (Tahdzirul Khawash: 173)

Al-Allamah Al-Muhaddits Al-Albani juga berkata: “Hadits ini


shahih tanpa keraguan, dengan terkumpulnya 3 jalan ini Apalagi
riwayat yang terakhir juga hasan sebagaimana keterangan
terdahulu Wallahu a’lam ” (Silsilah Ash-Shahihah: 2020 (5/19))

Makna Hadits

Al-Allamah Abdur Rauf Al-Munawi berkata:

ِ‫)ل يقص على الناس( أي ل يتكلم عليهم بالقصص واِلفتاء‬

“Maksud hadits (Tidaklah menyampaikan kisah kepada manusia)


adalah tidaklah berbicara tentang kisah dan berfatwa kepada
mereka ” (Faidlul Qadir: 6587)

Beliau juga menjelaskan:

‫)أو مأمور( أي مأذون له في ذلك من الحاكم‬

“Maksud sabda beliau (atau orang yang diperintah (oleh amir))


adalah orang yang diijinkan oleh penguasa untuk berfatwa atau
menyampaikan kisah ” (Faidlul Qadir: 6587)

Al-Allamah Ubaidullah Al-Mubarakfuri berkata:

‫ فمن رأى‬،‫وفي الحديث الزجر عن الوعظ بغير إذن اِلمام؛ ألنه أعرف بمصالح الرعية‬
‫ق الحال يأذن له أن يعظ الناس وإل فل‬
ِ ‫فيه حسن العقيدة وصد‬

“Di dalam hadits ini terdapat larangan yang keras dari kegiatan
memberikan nasehat (ceramah) tanpa seijin imam (penguasa)
Karena ia lebih mengetahui terhadap kemaslahatan rakyat

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


31

Maka orang-orang yang menurut pemerintah, memiliki kebaikan


aqidah dan jujurnya keadaan maka mereka dapat diberikan ijin
untuk menyampaikan nasehat kepada manusia dan begitu pula
sebaliknya ” (Mir’atul Mafatih Syarh Misykatil Mashabih: 242
(1/336))

Al-Imam Al-Baghawi menukilkan dari Ibnu Syuraih bahwa ia


berkata:

‫ من يقيمه اِلمام خطيبا‬: ‫ وكان األمراء يلون الخطبة يعظون فيها الناس والمأمور‬،
‫ وطلبا للرياسة من غير أن يؤمر به‬، ‫ من نصب نفسه لذلك اختيال وتكبرا‬: ‫والمختال‬

“Adalah pemerintah itu mengurusi masalah khutbah Mereka


berkhutbah untuk memberikan nasehat kepada manusia Orang
yang diperintah adalah orang yang ditunjuk oleh penguasa
menjadi khatib Dan orang yang sombong adalah yang menunjuk
dirinya untuk berkhutbah dalam rangka berbangga-bangga,
sombong dan mencari kedudukan dengan tanpa diperintahkan
atau diijinkan terlebih dahulu ” (Syarhus Sunnah: 1/304)

Keterangan As-Salaf

Al-Imam Sahl bin Abdullah At-Tustari (wafat tahun 283 H) berkata:

ً‫ وإنِْ كان أميرِا‬،‫ فإن أفتى فهو عاص‬،‫إذا نهى السلطانُِ العالمِ أن يُفتِيِ فليس له أن يُفتي‬
ً‫جائرِا‬

“Jika sultan (pemerintah) melarang seorang alim untuk berfatwa,


maka ia tidak boleh berfatwa Jika ia tetap berfatwa maka ia telah
berbuat maksiat meskipun sultan tersebut merupakan pemimpin
yang zhalim ” (Tafsir Al-Qurthubi: 5/259, Tafsir Al-Bahrul Muhith:
4/174)

Demikian pula sikap Ammar bin Yasir ketika menyampaikan hadits


tentang tayammum kepada Amirul Mukminin Umar bin Al-
Khaththab Umar berkata:

ِْ ‫شئْتِ ل ِْم أُحد‬


ِ‫ِث بِ ِه‬ ِ ِْ‫ار قالِ إِن‬
ُِ ‫ّللا يا ع َم‬
َِ ‫َق‬ِِ ‫ات‬

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


32

“Bertakwalah kepada Allah, wahai Ammar!” Maka Ammar pun


berkata: “Kalau engkau mau, maka aku tidak akan menyampaikan
hadits itu lagi ” (HR Muslim: 553 dan An-Nasa’i: 314)

Dahulu Abu Musa Al-Asy’ari pernah berfatwa tentang haji


tamattu’ Kemudian sampailah kepada beliau bahwa Amirul
Mukminin Umar bin Al-Khaththab memerintahkan haji ifrad
Maka beliau pun berkata:

‫اس منِْ كُنَا أفْتيْناهُِ فُتْيا فلْيتَئِ ِْد ف ِإنَِ أمِ يرِ الْ ُمؤْ مِ نِينِ قادِمِ عليْكُ ِْم فبِ ِِه فأْت ُّموا‬
ُِ َ‫يا أيُّها الن‬

“Wahai manusia! Barangsiapa yang telah kami berikan kepadanya


suatu fatwa maka hendaknya fatwa tersebut jangan dilaksanakan
dulu Karena Amirul Mukminin telah datang kepada kalian maka
hanya dengannya hendaknya kalian bermakmum!” (HR Muslim:
2143, Ad-Darimi: 1815, Ahmad: 18713 dan lain-lain)

Dari Amr bin Dinar , ia berkata:

‫أن تميم الداري استأذن عمر في القصص فأبى أن يأذن له ثم استأذنه فأبى أن يأذن له ثم‬
‫ إن شئت وأشار بيده يعني الذبح‬: ‫استأذنه فقال‬

“Bahwa Tamim Ad-Dari meminta ijin kepada Umar untuk


menyampaikan kisah-kisah maka Umar tidak mau memberikan
ijin kepadanya Kemudian ia meminta ijin lagi dan Umar tidak
mengijinkannya Pada kali yang ketiga Umar berkata: “Kalau kamu
mau maka kamu akan disembelih ” Sambil berisyarat dengan
tangannya ” (Atsar riwayat Ath-Thabrani dalam Al-Kabir: 1250
(2/49) Al-Haitsami berkata: “Perawinya adalah perawi Ash-Shahih
kecuali bahwa Amr bin Dinar tidak pernah mendengar Umar
(Majma’uz Zawaid: 905 (1/450) dan As-Suyuthi menilai jayyid
isnadnya dalam Tahdzirul Khawash: 172)

Abdul Jabbar Al-Khaulani berkata:

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


33

‫ّللا عليْ ِِه وسلَمِ الْمس ِْجدِ ف ِإذا كعْبِ يقُصُِّ فقالِ منِْ هذا‬ َُِ ‫ي ِ صلَى‬
ِ ِ‫ب النَب‬
ِِ ‫دخلِ رجُلِ مِ نِْ أصْحا‬
ِْ‫ّللا عليْ ِِه وسلَمِ يقُو ُِل لِ يقُصُِّ إِ َِل أمِ يرِ أو‬
َُِ ‫ّللا صلَى‬
َِِ ِ‫قالُوا كعْبِ يقُصُِّ فقالِ سمِ عْتُِ رسُول‬
‫مأْ ُمورِ أوِْ ُم ْختالِ قالِ فبلغِ ذلِكِ كعْبًا فما ُرئِيِ يقُصُِّ بعْ ُِد‬

“Salah seorang sahabat Nabi memasuki masjid Ternyata di sana


ada Ka’ab (Al-Ahbar) yang sedang membacakan kisah Maka
Sahabi ini bertanya: “Siapa ini?” Mereka menjawab: “Ia adalah
Ka’ab yang sedang membacakan kisah ” Maka Sahabi ini berkata:
“Aku telah mendengar Rasulullah bersabda: “Tidaklah
menyampaikan kisah kecuali amir (penguasa) atau orang yang
diperintah (oleh amir) atau orang yang sombong ” Maka hadits ini
akhirnya sampai kepada Ka’ab Kemudian ia tidak pernah terlihat
lagi membacakan kisah setelah itu ” (HR Ahmad: 17358 dan
isnadnya di-hasan-kan oleh Al-Haitsami: 907 (1/451))

Kisah Al-Imam Ahmad bin Hanbal dan Raja Al-Watsiq

Sesungguhnya dalam kisah ini terdapat pelajaran bagi kita Al-


Imam Ahmad pernah dicekal oleh rezim Raja Al-Watsiq yang
bermanhaj mu’tazilah Ini karena Al-Imam Ahmad
mempertahankan aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah yaitu Al-
Quran adalah firman Allah, bukan makhluk Sedangkan rezim Al-
Watsiq menyatakan bahwa Al-Quran adalah makhluk Dan ini
menjadi sebab pencekalan Al-Imam Ahmad Beliau tidak boleh
mengadakan perkumpulan, menyampaikan ilmu dan diharuskan
bersembunyi Dan beliau menaati perintah pencekalan ini sampai
berakhirnya kekuasaan Al-Watsiq

Al-Imam Hanbal bin Ishaq (sepupu Al-Imam Ahmad) berkata:

‫ق بن إبراهيم إلى أبي‬


ِ ‫ إذ جاء يعقوب ليل برسالة المير إسحا‬،‫فبينانحن في أيام الواثق‬
‫ ول تساكني‬،‫ فل يجتمعن إليك أحد‬،‫ إن أمير المؤمنين قد ذكرك‬:‫ يقول لك المير‬:‫عبد هللا‬
‫ فاذهب حيث شئت من أرض هللا‬،‫بأرض ول مدينة أنا فيها‬

‫ق‬
ِ ‫ فاختفى أبو عبد هللا بقية حياة الواث‬:‫قال‬

‫ وقتل أحمد بن نصر الخزاعي‬،‫وكانت تلك الفتنة‬

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


34

‫ق‬
ِ ‫ولم يزل أبو عبد هللا مختفيا في البيت ل يخرج إلى صلة ول إلى غيرها حتى هلك الواث‬

“Suatu ketika kami di masa kekuasaan Raja Al-Watsiq Tiba-tiba


Ya’qub datang pada malam hari dengan membawa sepucuk surat
dari Amir (Gubernur) Ishaq bin Ibrahim kepada Al-Imam Abu
Abdillah (Ahmad bin Hanbal) Gubernur berkata (dalam suratnya):
“Sesungguhnya Amirul Mukminin (Raja Al-Watsiq) telah
menyebutkanmu Maka janganlah seorang pun berkumpul
(bermajelis) kepadamu dan janganlah engkau berdiam denganku
di bumi ataupun kota yang mana di situ ada aku! Pergilah ke
tempat sesukamu dari bumi Allah!”

Hanbal bin Ishaq berkata: “Maka Al-Imam Abu Abdillah


bersembunyi sampai masa sisa dari kehidupan Raja Al-Watsiq
Dan pada fitnah itu terbunuhlah Ahmad bin Nashr Al-Khuza’i Dan
Al-Imam Abu Abdillah senantiasa bersembunyi di rumah Beliau
tidak keluar rumah untuk menghadiri shalat jamaah tidak pula
acara yang lainnya sampai Raja Al-Watsiq mati ” (Siyar A’lamin
Nubala’: 11/263-264)

Ijin Pemerintah

Pada hakekatnya pemerintah RI telah memberikan jaminan


kebebasan bagi warganya untuk berpendapat, berserikat dan
berkumpul Agar tertib administrasi dan hukum, pemerintah
mengeluarkan UU no 8 tahun 1985 tentang Organisasi
Kemasyarakatan, Peraturan Pemerintah no 18 tahun 1986
tentang Organisasi Kemasyarakatan Untuk sekala kecil
pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah no 63 tahun
2008 tentang Yayasan Sehingga orang yang berkumpul baik
dalam majelis ta’lim atau apapun kegiatannya, harus
mendapatkan pengesahan dari pemerintah melalui lembaga yang
diatur dalam peraturannya semisal organisasi kemasyarakatan
atau yayasan atau lembaga dakwah

Penutup

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


35

Maka orang-orang yang mengadakan majelis ta’lim tanpa seijin


pemerintah –yaitu tanpa mendirikan yayasan– adalah orang-
orang yang menyelisihi manhaj Ahlus Sunnah Sehingga kalau
mereka konsisten dengan bid’ahnya yayasan maka hendaknya
mereka tidak mengadakan majelis ta’lim dan cukup duduk-duduk
di rumah mereka saja Dan kalau mereka memaksa, maka mereka
termasuk orang-orang yang sombong dan mencari kedudukan
Wallahu a’lam

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


36

Merasa Diri Suci

Setan sebagai musuh yang nyata bagi manusia, tidak pernah


kehabisan cara untuk menjerumuskan manusia dalam keburukan
Tipu dayanya membuat sesuatu yang sejatinya salah, seolah
terlihat menjadi benar Diantara tipu daya tersebut ialah dengan
membuat manusia merasa dirinya suci dan merasa aman dari
dosa

Larangan Menganggap Diri Suci

Allah ta’ala berfirman,

ِِ ‫فلِ تُزكُّوا أنْفُسكُ ِْم هُوِ أعْل ُِم بِم‬


‫ن اتَقى‬

“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci Diaah yang paling


mengetahui tentang orang yang bertakwa” (QS An Najm:32)

Mengenai ayat ini, Syaikh Abdurrahman As-Si’di menerangkan


bahwa terlarangnya orang-orang beriman untuk mengabarkan
kepada orang-orang akan dirinya yang merasa suci dengan bentuk
suka memuji-memuji dirinya sendiri (Taisir Karimir Rahman)

Kebiasaan merasa diri suci merupakan perbuatan yahudi dan


nasrani yang jelas-jelas dicela oleh Allah ta’ala,

ًِ‫ارِ إِ َِل أيَا ًما معْدُودة‬


ُ َ‫وقالُوا لنِْ تمسَنا الن‬
“Dan mereka berkata, ‘kami sekali-kali tidak akan disentuh api
neraka kecuali selama beberapa hari saja” (QS Al Baqarah: 80)

Bahkan, saking merasa sucinya, mereka merasa bahwa hanya


merekalah yang paling layak masuk surga

ِ ‫وقالُوا لنِْ ي ْد ُخلِ الْجنَةِ ِإ َِل منِْ كانِ هُودًا أوِْ نصار‬
‫ى‬

“Dan mereka berkata,’Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali


orang yahudi dan nasrani” (QS Al Baqarah: 111)

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


37

Sehingga Allah ta’ala cela kebiasaan mereka ini,

ً ‫ّللا يُزكِي منِْ يشا ُِء ولِ يُ ْظل ُمونِ فت‬


ِ‫ِيل‬ َُِ ‫أل ِْم ترِ ِإلى الَذِينِ يُزكُّونِ أنْفُس ُه ِْم ب ِِل‬

“Apakah kami tidak memperhatikan orang yang menganggap


dirinya bersih Sebenarnya Allah mensucikan siapa yang
dikehendaki-Nya dan mereka tidak dianiaya sedikit pun” (QS An-
Nisa: 49)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

ِ‫ّللا أعْل ُِم بِأ ْه ِِل الْبِ ِِر مِ نْكُ ْم‬


َُِ ‫لِ تُزكُّوا أنْفُسكُ ُِم‬

“Janganlah kalian merasa diri kalian suci, Allah lebih tahu akan
orang-orang yang berbuat baik diantara kalian” (HR Muslim)

Rasulullah dan para Salaf pun tidak menganggap diri suci

Adakah keraguan pada diri kita, bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi


wasallam adalah manusia yang paling sempurna keimanannya?
Sekali-kali tidak Kita amat meyakini kesempurnaan iman beliau
Akan tetapi, kesempurnaan iman beliau tidak membuat beliau
merasa dirinya suci dan bosan dalam beribadah Meski telah
dijamin surga, akan tetapi beliau tetap shalat malam hingga
bengkak kakinya Lalu bagaimana dengan kita ?! Masih layakkah
menganggap diri kita suci ?!

Belum sampaikah ke telinga kita, cerita tentang Hasan al Bashri


rahimahullah yang tiba-tiba bangun dari tidur malam dan
menangis sejadi-jadinya Setelah ditanya apa sebab ia menangis,
ia menjawab, “Aku menangis karena tiba-tiba aku teringat akan
satu dosa ” (Al-Buka’ min Khasyatillah, Asbabuhu wa Mawani’uhu
wa Thuruq Tahshilih)

Masya Allah, seorang Hasan al Bashri rahimahullah yang begitu


banyak ilmu dan amalnya, ternyata tidak membuat beliau merasa
dirinya suci

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


38

Justru beliau menangis karena teringat akan satu dosa Begitulah


sejatinya seorang mu’min, menganggap kerdil dirinya karena
dosa-dosanya, sebagaimana Hasan al Bashri rahimahullah yang
menangis karena teringat akan satu dosa Lalu bagaimana dengan
kita, yang dosanya tidak dapat lagi dihitung dengan jari tangan
dan jari kaki ?! Masih layakkah menganggap diri kita suci ?!

Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “Barangsiapa diberikan


musibah berupa sikap berbangga diri, maka pikirkanlah aib dirinya
sendiri Jika semua aibnya tidak terlihat sehingga ia menyangka
tidak memiliki aib sama sekali dan merasa suci, maka ketahuilah
sesungguhnya musibah dirinya tersebut akan menimpa dirinya
selamanya Sesungguhnya ia adalah orang yang paling lemah,
paling lengkap kekurangannya dan paling besar kecacatannya ”
(Al-Akhlaq wa as-Siyar fii Mudawah an-Nufus, dinukil dari Ma’alim
fii Thoriq Thalab al-Ilmi)

Semoga Allah ta’ala menghindarkan kita dari sikap merasa suci


dan memudahkan kita dalam menggapai surga-Nya Aamiin

Penulis: Erlan Iskandar

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


39

Merasa Diri Sudah Baik

Ini yang dialami oleh kita-kita tatkala sudah lama belajar agama
Merasa diri sudah lebih dari orang lain dan lebih paham dari yang
lain Padahal kekurangan kita teramat banyak Maksiat kecil-
kecilan bahkan yang besar masih dilakoni Ilmu yang telah kita
pelajari pun sedikit yang diamalkan Prinsip yang harus dipegang
adalah jangan selalu merasa diri sudah baik, namun berusaha
terus untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik

Allah Ta’ala berfirman,

ِِ ُ‫ض وإِ ِْذ أنْتُ ِْم أ ِجنَةِ فِي بُط‬


ِ‫ون أُ َمهاتِكُ ِْم فلِ تُزكُّوا أنْفُسكُ ْم‬ ِ ِ ‫هُوِ أعْل ُِم بِكُ ِْم إِ ِْذ أنْشأكُ ِْم مِ نِ ْاأل ْر‬
‫ى‬ِ ‫ن اتَق‬ِِ ‫هُوِ أعْل ُِم بِم‬

“Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia


menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam
perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci
Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa ”
(QS An Najm: 32)

Janganlah engkau mengatakan dirimu suci, dirimu lebih baik Nabi


shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

ِ‫ّللا أعْل ُِم بِأ ْه ِِل الْبِ ِِر مِ نْكُ ْم‬


َُِ ‫لِ تُزكُّوا أنْفُسكُ ُِم‬

“Janganlah menyatakan diri kalian suci Sesungguhnya Allah yang


lebih tahu manakah yang baik di antara kalian ” (HR Muslim no
2142)

Jika kita ingin memiliki tahu bahayanya menganggap diri lebih


baik, maka coba lihatlah pada kekurangan kita dalam ketaatan
Lalu lihat para orang yang menyatakan kita baik Maka kalau
seandainya mereka tahu kekurangan kita, pasti mereka akan
menjauh

Seharusnya sikap seorang muslim adalah mengedepankan


suuzhon (prasangka jelek) pada diri sendiri

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


40

Ia merasa dirinya serba kurang Tak perlulah ia memandang


kejelekan pada orang lain Kita ingat kata pepatah, “Semut di
seberang lautan nampak, namun gajah di pelupuk mata tak
nampak ”

Dari Abu Hurairah, ia berkata,

ِ ْ‫ْن نف‬
‫س ِِه‬ ِِ ‫ أو الجذع – فِي عي‬-‫ وينْسى الجذل‬،ِ‫ُن أخِ يْه‬
ِِ ‫يُب ِْص ُِر أح ُدكُ ِْم القذاة فِي أ ْعي‬

“Salah seorang dari kalian dapat melihat kotoran kecil di mata


saudaranya tetapi dia lupa akan kayu besar yang ada di matanya ”
(HR Bukhari dalam Adabul Mufrod no 592, shahih secara
mauquf)

Hati-hati pula dengan sifat ujub, yaitu takjub pada diri sendiri
Dalam hadits yang ma’ruf disebutkan,

ِ ْ‫اب الْم ْرءِِ ِبنف‬


‫س ِِه‬ ُِ ‫ شُحِ ُمطاع وه ًوى ُمتَبعِ و ِإعْج‬: ِ‫ثلثِ ُم ْهلِكات‬

“Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan: (1) tamak lagi
kikir, (2) mengikuti hawa nafsu (yang selalu mengajak pada
kejelekan), dan ujub (takjub pada diri sendiri) ” (HR Abdur Rozaq
11: 304 Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan
Lihat Shahihul Jaami’ 3039)

Harusnya kita melihat contoh Abu Bakr, ia malah berdoa ketika


dipuji oleh orang lain

ِ ْ‫اللَ ُه َِم أنْتِ أعْل ُِم مِ نِى بِنفْسِى وأنا أعْل ُِم بِنفْسِى مِ نْ ُه ِْم اللَ ُه َِم اجْعلْنِى خي ًْرا مِ َما يظُنُّو‬
‫ن‬
ِ‫وا ْغف ِِْر لِى ما لِ يعْلمُوْ نِ ولِ تُؤاخِ ْذنِى بِما يقُوْ لُوْ ن‬

Allahumma anta a’lamu minni bi nafsiy, wa anaa a’lamu bi nafsii


minhum Allahummaj ‘alniy khoirom mimmaa yazhunnuun, wagh-
firliy maa laa ya’lamuun, wa laa tu-akhidzniy bimaa yaquuluun
[Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku
sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka
yang memujiku

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


41

Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan,


ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku,
dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka] (
Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 4: 228,
no 4876 Lihat Jaami’ul Ahadits, Jalaluddin As Suyuthi, 25: 145,
Asy Syamilah)

Sikap Abu Bakr di atas menunjukkan bahwa ia merasa dirinya


tidak lebih baik dari pujian tersebut Marilah kita memiliki sifat
yang baik seperti ini

Hanya Allah yang memberi taufik

Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


42

Sok Suci

“Ustadz, sebagai manusia biasa, kadang terlintas di hati bahwa


aku adalah orang yang terbaik di antara mereka Bagaimana cara
mengatasinya? Apa yang harus kulakukan? Aku tahu hal itu tidak
boleh”

Begitu bunyi SMS yang penulis terima dari salah satu jamaah
pengajian, beberapa waktu yang lalu

Sebelum penulis bahas solusi penyakit hati tersebut di atas, perlu


kiranya dijelaskan duduk permasalahan ini Sebab mungkin ada
juga di antara pembaca yang bertanya-tanya, “Apa salahnya, kita
merasa paling baik Toh kita sudah berusaha untuk memperbaiki
diri! Bukankah itu konsekwensi hasil dari sebuah usaha?”

Antara usaha mensucikan diri dengan merasa suci

Sebagian orang kurang bisa membedakan antara dua term di atas


“Upaya mensucikan diri” dengan “merasa diri suci” Seakan-akan
keduanya sama saja Padahal sebenarnya, al-Qur’an pun
membedakan antara keduanya

Mari kita cermati dua ayat berikut:

Ayat pertama:

“‫”ق ِْد أفْلحِ منِْ تزكَى‬

Artinya: “Sungguh beruntung orang yang mensucikan diri“ QS Al-


A’la (87): 14 [1]

Ayat kedua:

ِِ ‫”فلِ تُزكُّوا أنْفُسكُ ِْم هُوِ أعْل ُِم ِبم‬


“‫ن اتَقى‬

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


43

Artinya: “Janganlah kalian menganggap menganggap diri kalian


suci Dia lebih mengetahui siapa orang yang bertakwa” QS An-
Najm (53): 32 [2]

Ayat pertama berisi motivasi untuk mensucikan diri, dan ini jelas
menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah positif
Sebaliknya ayat kedua berisi larangan mengklaim diri suci, dan ini
tentu menjelaskan bahwa perbuatan tersebut adalah negatif

Ar-Raghib al-Ashfahany (w 425 H) mengistilahkan perbuatan


pertama dengan “pensucian diri dengan tindak nyata“ Sedangkan
perbuatan kedua beliau namakan “pensucian diri dengan klaim
belaka“ [3]

Bukankah perasaan itu manusiawi?

Perasaan diri suci, pasca upaya untuk mensucikan diri, bukankah


itu suatu yang bersifat manusiawi? Alias wajar-wajar saja?
Mengapa dilarang?

Perlu diketahui bahwa sesuatu yang manusiawi itu belum tentu


islami Misalnya, ketertarikan kepada lain jenis, ini jelas sesuatu
yang bersifat manusiawi Terlebih karena memang sejalan dengan
dorongan syahwat yang ada dalam diri manusia Namun hal yang
manusiawi tadi, bila disalurkan tanpa aturan maka akan menjadi
tidak islami

Begitu pula perasaan diri suci dan terbaik atau tersalih, ini
merupakan gejala yang tidak islami Sebab;

Pertama:

Akan menyeret kepada seabreg penyakit hati yang amat


berbahaya Antara lain: kesombongan, keangkuhan, takjub
dengan diri sendiri, memandang remeh orang lain dan yang
semisal Jika seorang telah terjangkiti penyakit sombong,
walaupun kadarnya hanya sebesar debu, dia terancam untuk

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


44

terhalang masuk surga Sebagaiaman telah diingatkan Rasulullah


shallallahu’alaihiwasallam dalam sabdanya,

“ِ‫”لِ ي ْد ُخ ُِل الْجنَةِ منِْ كانِ فِي قلْبِ ِِه مِ ثْقا ُِل ذ َرةِ مِ نِْ ِكبْر‬

“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat


sifat sombong walaupun sebesar debu” HR Muslim dari Ibnu
Mas’ûd

Perasaan sombong amat bertolak belakang dengan konsep ibadah


dalam Islam Sebab makna dasar ibadah itu sendiri adalah
merendahkan diri di hadapan Allah Maka jika ada orang rajin
beribadah, namun justru kemudian yang muncul dalam dirinya
adalah perasaan sombong, berarti dia telah gagal untuk mencapai
tujuan utama dari ibadah

Dari sini kita bisa memahami mengapa seorang ahli ibadah


tersohor; Mutharrif bin Abdullah asy-Syikh-khir (w 95 H) pernah
bertutur, “Aku lebih suka bila ketiduran sehingga tidak bisa
bangun malam, lalu menyesal di pagi harinya, dibandingkan bila
aku bisa bangun malam, namun kemudian di hatiku muncul
perasaan takjub!” [4]

Kedua:

Tidaklah pantas kita merasa suci Mengapa? Sebab jika kita mau
merenungi sejauh mana kesempurnaan upaya kita untuk
mensucikan diri, niscaya kita bisa berkaca, alangkah jauhnya kita
dari potret kesucian! Maka akan sangat naïf bila kita merasa suci

Sekedar contoh, shalat lima waktu yang selalu kita kerjakan secara
berjamaah di masjid, tepat pada waktunya Selama sekian puluh
tahun kita menjalankannya, pernahkah kita menunaikannya
dengan kekhusyuan sempurna, sejak dari takbiratul ihram hingga
mengucapkan salam? Sekali saja dalam kurun waktu yang amat

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


45

panjang itu?! Silahkan masing-masing dari kita menjawabnya


dengan jujur

Ini baru ibadah shalat yang kita bedah Bagaimana jika kita
telusuri kualitas ibadah kita lainnya, semisal puasa, zakat, haji,
dzikir dan lain-lain?

Belum jika kita introspeksi deretan maksiat yang setiap hari kita
kerjakan Entah dosa yang terlihat, semisal mata yang jelalatan
serta tutur kata yang tidak jujur Atau dosa yang tersembunyi,
seperti iri-dengki, riya’ dan buruk sangka

Di situlah kita akan menyadari betapa jauhnya kita dari potret


ideal seorang yang suci Maka mengapa kita masih juga merasa
sok suci?

Karena itu, bila kita mencermati perjalanan hidup kaum salih


terdahulu, maka kita akan dapatkan mereka adalah orang-orang
yang begitu jauh dari perasaan sok suci Mereka adalah generasi
yang begitu tekun di dalam beribadah, namun demikian, mereka
amat rendah hati Bahkan cenderung merasa khawatir dengan
nasib akhir mereka kelak di akhirat

Allah ta’ala merekam jejak menakjubkan mereka dalam firman-


Nya,

“‫ون أُولئِكِ يُس ِارعُونِ فِي‬ ِ ‫والَذِينِ ُيؤْ تُونِ ما آتوْ ا وقُلُو ُب ُه ِْم و ِجلةِ أنَ ُه ِْم ِإلى ر ِب ِه ِْم ر‬
ِ ‫اج ُع‬
ِِ ‫”الْخيْرا‬
ِ‫ت وهُ ِْم لها سابِقُون‬

Artinya: “Mereka yang memberikan sedekah dengan hati penuh


rasa takut (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka
akan kembali kepada Rabbnya Mereka itu bersegera dalam
kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang lebih dahulu
memperolehnya” QS Al-Mukminun (23): 60-61

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


46

Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu’anha saat membaca ayat


di atas beliau terheran-heran, lalu bertanya kepada Nabiyullah
shallallahu’alaihiwasallam, “Wahai Rasulullah, siapakah yang
dimaksud dalam ayat ini, orang yang merasa takut kepada Allah
Apakah ia adalah orang yang minum khamr dan mencuri?”

“Bukan wahai putri Abu Bakr! Ia adalah orang yang menunaikan


shalat, berpuasa dan bersedekah, namun ia juga merasa takut
amalannya tidak diterima” HR Tirmidzy dan dinilai sahih oleh al-
Albany

Ya, begitulah potret ideal orang yang beriman! Gemar beramal,


namun hatinya tetap diliputi dengan perasaan khawatir mengenai
nasib amalannya Bukan orang yang amalannya pas-pasan,
bahkan cenderung kurang Tapi begitu ‘pe de’ memandang dirinya
suci!

Tutup pintu itu rapat-rapat!

Saking menjaga supaya tidak muncul perasaan ‘sok suci’ tadi,


sampai Nabi kita Muhammad shalllallahu’alaihiwasallam merasa
perlu untuk merubah nama yang berkonotasi demikian

Dikisahkan dalam Shahîh Muslim bahwa salah satu sahabat Nabi


shallallahu’alaihi wasallam menamakan anak perempuannya
“Barroh”, yang kurang lebih maknanya adalah: wanita yang sangat
berbakti Maka Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam pun
menasehatinya, “Janganlah kalian menganggap diri kalian suci
Sesungguhnya Allah lebih mengetahui siapakah yang sejatinya
berbakti di antara kalian” Lalu beliau memerintahkan agar
namanya diganti dengan “Zainab”

Mari kita berusaha meneladani Rasulullah


shallallahu’alaihiwasallam dalam menutup setiap celah yang
mengantarkan kepada perasaan buruk tersebut

Jadikan slogan kita: “Sucikan diri, namun jangan merasa sok suci”!

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


47

[1] Semakna dengan ayat tersebut: QS Asy-Syams (91): 9

[2] Senada dengan ayat di atas: QS An-Nisâ’ (4): 14 dan QS Yusuf


(12): 53

[3] Baca: Mufradât Alfâzh al-Qur’ân (hal 381)

[4] Hilyah al-Auliyâ’ karya Abu Nu’aim al-Ashbahany (II/200)

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


48

INILAH DAKWAH SALAFIYAH

Kembali kepada Al-Quran Al-Azhim dan Sunnah Nabi ‫ ﷺ‬yang


Shahihah serta memahami keduanya dengan pemahaman
salafush shalih Hal ini dalam rangka mengamalkan firman Allah:

ِ‫ى ويتَبِ ِۡع غ ۡيرِ سبِي ِِل ۡٱل ُم ۡؤمِ نِينِ نُو ِلهِۦ ما تو َل َٰى‬
َِٰ ‫ٱلرسُولِ مِ نِ ب ۡع ِِد ما تبيَنِ لهُِ ۡٱلهُد‬
َ ‫ِق‬ِِ ‫ومن يُشاق‬
‫يرا‬ً ‫ت م ِص‬ ِۡ ‫ص ِلهِۦ جهنَمِ وس ۤاء‬ ۡ ُ‫ون‬

“Dan barang siapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas


kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-
orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah
dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam neraka
Jahannam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali ” (QS An-Nisa’:
115) dan

ۖ ۡ ‫ن ءامنُواِ بِمِ ۡث ِِل مِۤا ءامنتُم بِهِۦ فق ِِد‬


ِ ‫ٱهتدوا‬ ِۡ ‫ف ِإ‬

“Maka jika mereka telah beriman sebagaimana yang kamu imani,


sungguh, mereka telah mendapat petunjuk ” (QS Al-Baqarah:
137)

Memurnikan kotoran yang menempel dalam kehidupan kaum


muslimin baik berupa kesyirikan dengan berbagai bentuknya dan
memperingatkan mereka dari kebid’ahan yang mungkar serta
pemikiran-pemikiran yang menyimpang yang batil Dan
membersihkan As-Sunnah (hadits) dari riwayat-riwayat yang
lemah dan palsu yang mencoreng kejernihan Islam serta
mencegah kemajuan/kemuliaan kaum muslimin Hal ini dalam
rangka melaksanakan amanah ilmu, sebagaimana yang Rasulullah
‫ ﷺ‬sabdakan: “Ilmu agama ini senantiasa dibawa oleh orang-orang
yang adil di setiap generasi Mereka menafikan
tahrif/penyimpangan orang yang ekstrim, jalan orang-orang yang
batil, dan takwil orang-orang yang jahil ” (HR Baihaqi) Dan ini
dalam rangka melaksanakan perintah Allah: ‫وتعاونُواِ على ۡٱلبِ ِِر‬
⁠َِٰ ِ‫ٱِل ۡث ِِم و ۡٱلعُ ۡدو‬
ِِ ۖ
‫ن‬ َِٰ ‫وٱلت َۡقو‬
ِ ۡ ‫ى ولِ تعاونُواِ على‬

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


49

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan kebajikan


dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
permusuhan ” (QS Al-Maidah: 2)

Mendidik kaum muslimin diatas agama mereka yang haq dan


menyeru mereka kepada pengamalan hukum-hukumnya, berhias
dengan keutamaan-keutamaannya dan adab-adabnya Yang
dengannya Allah akan menganugerahkan keridhaan-Nya kepada
mereka serta kebahagiaan dan kemuliaan bagi mereka Hal ini
dalam rangka mewujudkan sifat kelompok yang dikecualikan dari
kerugian dalam Al-Quran:

ِِ ‫وتواص ۡواِ بِ ۡٱلح‬


ِ‫ق وتواص ۡواِ بِٱلص َۡب ِر‬

“serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati


untuk kesabaran ” (QS Al-Ashr: 3)

ِ‫ول َٰـكِن كُونُواِ ربَ َٰـنِيِـۧنِ بِما كُنتُمِۡ تُع ِل ُمونِ ۡٱلكِتـَٰبِ وبِما كُنتُمِۡ ت ۡد ُرسُون‬

“tetapi (dia berkata), “Jadilah kamu Rabbaniyyin, karena kamu


mengajarkan kitab dan karena kamu mempelajarinya!” (QS Ali-
Imran: 79)

Menghidupkan manhaj ilmi islami yang shahih di bawah cahaya


Al-Quran dan As-Sunnah dengan pemahaman salafush shalih Dan
menghilangkan kejumudan madzhab serta fanatik golongan yang
telah menguasai akal pikiran kebanyakan kaum muslimin dan
menjauhkan mereka dari kejernihan ukhuwah Islamiyyah yang
suci Hal ini dalam rangka melaksanakan firman Allah:

ِۖ‫ٱّلل جمِيعا ولِ تف َرقُوا‬ ۡ ‫و‬
َِِ ‫ٱعت ِص ُمواِ ِبح ۡب ِِل‬

“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama)


Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai” (QS Ali-Imran: 103)
dan sabda Rasulullah ‫ﷺ‬: Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang
bersaudara

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


50

Tidak memprovokasi manusia serta tidak menyeru mereka


melawan (memberontak) pemimpin kaum muslimin meskipun
mereka zhalim, baik di atas mimbar atau yang lainnya (seperti di
medsos), karena hal ini menyelisihi manhaj Salafush shalih Hal ini
dalam rangka melaksanakan sabda Rasulullah ‫ﷺ‬: “Barangsiapa
yang ingin menasihati pemimpinnya maka jangan di hadapan
umum dan hendaknya berduaan dengannya Jika dia (pemimpin)
mau mendengar, maka itu yang diharapkan, jika tidak maka telah
gugur kewajiban ” (HSR Ibnu Abi Ashim)

Berusaha mewujudkan kehidupan yang islami yang berdasarkan


manhaj nubuwah dan membangun masyarakat Rabbani serta
mempraktekkan hukum Allah di atas muka bumi berlandaskan
manhaj tashfiyah dan tarbiyah yang berdasarkan firman Allah:

ِ ‫ويُع ِل ُم ُه ُِم ۡٱلكِتـَٰبِ و ۡٱلحِ ۡكمةِ ويُزك‬


ِۡ‫ِيهم‬

“dan mengajarkan Kitab dan Hikmah kepada mereka, dan


menyucikan mereka ” (QS Al-Baqarah: 129) Dan senantiasa
mengingat firman Allah:

ِ‫ف ِإ َما نُ ِرينَكِ ب ۡعضِ ٱلَذِی ن ِع ُدهُمِۡ أوِۡ نتوفَينَكِ ف ِإل ۡينا ي ُۡرجعُون‬

“Meskipun Kami perlihatkan kepadamu sebagian siksa yang Kami


ancamkan kepada mereka, ataupun Kami wafatkan engkau
(sebelum ajal menimpa mereka), namun kepada Kamilah mereka
dikembalikan ” (QS Ghafir: 77)

Serta mewujudkan kaidah syariat “Barangsiapa yang tergesa-gesa


meraih sesuatu sebelum waktunya maka dia terhalang darinya”

Inilah dakwah kami, kami menyeru kaum muslimin semua untuk


bergotong royong dalam mengemban amanah ini, yang
dengannya mereka akan bisa bangkit meraih kejayaan, berkibar
bendera Islam yang abadi dengan persaudaraan yang jujur dan
kecintaan yang murni

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


51

Dan mereka yakin akan bisa meraih pertolongan Allah dan Allah
akan memberikan kekuasaan kepada hamba-hamba-Nya yang
shalih

ِ‫ّلل ۡٱل ِعزَ ةُِ ولِرسُو ِلهِۦ ول ِۡل ُم ۡؤمِ نِين‬


َِِ ِ ‫و‬

“Dan kekuatan itu hanyalah milik Allah, rasul-Nya, dan bagi orang-
orang mukmin”

(QS Al-Munafikun: 8)

ِِ ‫ق ِلي ُۡظ ِهرهُۥ على ٱلد‬


‫ِين ك ُِلهِۦ ولوِۡ ك ِر ِه‬ ِِ ‫ِين ۡٱلح‬ َِٰ ‫هُوِ ٱلَذِیِۤ أ ۡرسلِ رسُولهُۥ بِ ۡٱلهُد‬
ِِ ‫ى ود‬
ۡ ۡ
ِ‫ٱل ُمش ِركُون‬

“Dialah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan


agama yang benar, untuk memenangkannya di atas segala agama
meskipun orang-orang musyrik membenci ” (QS Ash-Shaf: 9)

LINK PDF: http://bit ly/3s94TZm

[*] Maktabah Al-Furqan Ajman

Penulis pernah bertanya kepada Syaikh Ali Abu Haniyah


hafizhahullahu (murid Syaikh Ali Bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari
rahimahullahu) tentang makalah diatas dan beliau berkata: “Inilah
yang kami yakini”

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


52

KETERASINGAN DAN KEMENANGAN SALAFI SEJATI

Syaikh Ali Abu Haniyah hafizhahullahu berkata:

Pernah suatu ketika Imam Ahmad bin Hambal rahimahullahu


ditanya ketika ayyamul mihnah (masa-masa berkuasanya
kelompok Jahmiyah Mu’tazilah yang memaksa semua orang untuk
mengatakan Al-Quran makhluk dan menyiksa yang tidak mau
mengikuti ajaran sesat mereka): Wahai Abu Abdillah, tidakkah
anda melihat bagaimana kebenaran dikalahkan oleh kebatilan?
Beliau menjawab: Sekali-kali tidak, sesungguhnya kemenangan
kebatilan atas kebenaran itu apabila hati berpaling dari petunjuk
kepada kesesatan Dan hati-hati kami masih tetap di atas
kebenaran (Siyar A’lam An-Nubala’ 11/238 oleh Imam Adz-
Dzahabi)

Di dalam ucapan Imam Ahmad di atas, ada hiburan yang sangat


besar bagi salafiyyin (sejati) di zaman ini dimana ahlul batil
berkuasa di banyak negeri kaum muslimin Mereka menggunakan
kekuasaan dan kedudukan mereka untuk mengintimidasi
salafiyyin Terkadang dengan mengambil alih masjid (mengkudeta
kepengurusan masjid dengan menghalalkan segala cara), tidak
mau mengangkat mereka sebagai imam dan muadzin masjid,
melarang mereka dari mengajar (dengan cara licin bin licik),
melarangnya dari khutbah/ceramah/kajian (melakukan aksi
mogok kajian jika si ustadz fulan masih memberikan kajian di
masjid tersebut atau memprovokasi takmir masjid agar melarang
ustadz tersebut dari kajian dengan tuduhan terlalu keras, merusak
ukhuwah islamiah, dsb), membuat pernyataan-pernyataan yang
mengandung makar dan lain-lain

Semua itu mereka lakukan untuk membela hizbiyah (fanatik buta


terhadap golongan/komunitas atau ustadz “besar” mereka) atau
mendukung kebid’ahan (takut terbongkar kedok kesesatan)
mereka, atau untuk menjauhkan tauhid dan sunnah serta untuk

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


53

menyebarkan ajaran tasawuf, kesyirikan, dan kebid’ahan di


tengah kaum muslimin yang tidak diketahui bahayanya dan tidak
ada yang memperingatkannya kecuali salafiyyin (sejati)

Maka bergembiralah dan bersemangatlah wahai Salafiyyin


Ghuraba’ (yang terasing di atas kebenaran), Ahli tauhid dan
sunnah selama kebenaran masih tertancap di dalam hati-hati
kalian Kebatilan dan para pengikutnya tidak akan bisa
mengalahkan kalian meskipun mereka punya kedudukan dan
kekuasaan yang tinggi (bisa melobi sana sini tapi di balik topeng
“akhlak dan toleransi”, kedok “lemah lembut”, bermuka dua dan
standar ganda, lempar batu sembunyi tangan, atau berpura-pura
kepada teman-teman alumni satu almamaternya seolah-olah dia
tidak ikut (melobi) membatalkan kajian di masjid yang dekat
rumahnya) Allah yang Maha Besar dan Yang Maha Mulia serta
Yang Maha Agung (semoga membalas makar-makar jahat
mereka)

Ingatlah selalu firman Allah:

ِ ‫ولِ ت ِهنُواِ ولِ ت ۡحزنُواِ وأنتُ ُِم ۡٱأل ۡعل ۡونِ إِن كُنتُم ُّم ۡؤمِ ن‬
‫ِين‬

“Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih


hati, sebab kamu adalah yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu
orang beriman ”

(QS Ali Imran: 139)

Segala Puji bagi Allah Rabb semesta alam

(Diterjemahkan dari postingan grup WA Fawaid Syaikh Ali Abu


Haniyah pada tanggal 21 Oktober 2021)

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


54

KERIKIL-KERIKIL TAJAM MENGHADANG DAKWAH SALAFIYAH

Syaikh Muhammad Musa Alu Nashr rahimahullahu berkata:

Telah dimaklumi bahwa dakwah para Nabi tidak selamat dari


orang-orang yang mencela/membully, membuat
keraguan/syubhat, dan selalu mengganggu (provokasi) sepanjang
masa, sejak zaman nabi Nuh ‘alaihi as-salam hingga Nabi kita
Muhammad ‫ ﷺ‬Allah berfirman:
ࣰ ࣰ
‫يل‬ ۡ ‫ى ما يقُولُونِ و‬
ِ ِ‫ٱهج ُۡرهُمِۡ ه ۡجرا جم‬ ۡ ‫و‬
َِٰ ‫ٱصبِرِۡ عل‬

“Dan bersabarlah (Muhammad) terhadap apa yang mereka


katakan dan tinggalkanlah mereka dengan cara yang baik ” (QS
Al-Muzzammil: 10)

Para Nabi telah menghadapi kaum mereka yang menghalangi


(dakwah tauhid), mendustakan, menuduh (dengan tuduhan
dusta), mencela dan memperolok sampai kepada pembunuhan
serta pengusiran

ِ‫ٱّلل خ ۡي ُر‬ ُِ َ ‫وإِ ِۡذ يمۡ ك ُُِر بِكِ ٱلَذِينِ كف ُرواِ ِلي ُۡثبِتُوكِ أوِۡ ي ۡقتُلُوكِ أوِۡ ي ُۡخ ِرجُوكِ ويمۡ ك ُُرونِ ويمۡ ك ُُِر‬
َُِ ‫ٱّلل و‬
ِ‫ۡٱلم َٰـك ِِرين‬

“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan


tipu daya terhadapmu (Muhammad) untuk menangkap dan
memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu Mereka
membuat makar dan Allah menggagalkan makar itu Allah adalah
sebaik-baik pembalas makar ” (QS Al-Anfal: 30)

Demikian juga para dai yang tulus ikhlas dan jujur/benar (yang
berpegang dengan aqidah dan manhaj salaf) pasti akan dicaci
maki, dijelek-jelekkan dan dituduh dengan tuduhan-tuduhan keji,
agar manusia menjauh dari mereka Dan Dakwah Salafiyah
banyak mendapatkan kecurangan, kezhaliman, kedustaan serta
tuduhan batil dari para musuhnya Allahu Al-Musta’an

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


55

AWAS SYUBHAT “SALAFI HARAKI” !!!

Akhir-akhir ini kita dapati seruan dari sebagian dai yang ngaku
salafi tapi aroma tulisannya di medsos (adalah) aroma haraki yaitu
kita bersatu dalam menghadapi musuh (komunis, sekuler, atau
orang kafir yang menghina nabi ‫ )ﷺ‬dan tidak usah saling
mencela/mentahdzir karena berbeda pendapat (padahal dalam
masalah aqidah dan manhaj)

Syaikh Hamad bin Ibrahim Al-Utsman hafizhahullahu berkata


dalam kitabnya “Zajru Al-Mutahawin Bi Dharari Qaidah Al-
Ma’dzirah wa At-Ta’awun”* hal 98:

“Orang-orang jahil kuadrat menyeru untuk tidak


mencela/membantah/mentahdzir oknum-oknum yang
salah/menyimpang dan ahli bid’ah dengan tujuan persatuan
(semisal bersatu untuk melawan penghina Nabi ‫ ﷺ‬atau melawan
komunis, sekuler cs) Mereka tidak paham bahwa bid’ah dan
kesalahan-kesalahan (terutama dalam masalah aqidah dan
manhaj) serta penyimpangan-penyimpangan tersebut merupakan
sumber perpecahan dan mengeluarkan manusia dari jalan yang
lurus

Dengan adanya penyimpangan-penyimpangan ini justru tidak


akan ada persatuan selama-lamanya

Seandainya kita mau menuruti kemauan mereka (dengan tidak


membantah penyimpangan mereka), perpecahan ini tidak akan
mungkin sirna, karena Allah telah mentakdirkannya secara kauni
Yang wajib adalah membantah kebid’ahan dan penyimpangan
dalam rangka menjaga (kesucian) syariat dari segala bentuk
penyelewengan ‘Ashim Al-Ahwal berkata kepada Qatadah
(tabi’in): ‘Aku berpendapat sebaiknya para ulama tidak saling
bantah membantah (mencela) ’, maka Qatadah berkata: ‘wahai
Ahwal, Tidakkah engkau tahu bahwa seseorang jika telah berbuat

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


56

bid’ah maka selayaknya untuk dibantah hingga bisa diwaspadai’ ”


**

* Kitab ini sangat amat spesial karena khusus membantah kaidah


bid’ah kelompok Harakah yang sudah menular kepada sebagian
oknum dai yang ngaku salafi yaitu kaidah “kita saling tolong-
menolong dalam hal yang kita sepakati dan kita saling toleransi
dalam hal yang kita perselisihkan” Dan karena kitab ini juga telah
mendapatkan rekomendasi ulama senior ahlussunnah di zaman
ini yaitu Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad Al-Badr hafizhahullahu
dan dimuraja’ah oleh Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
hafizhahullahu

** Syarhu Ushul I’tiqad Ahlisunnah oleh Imam Al-Lalikai 1/154 no


256

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


57

HERMAFRODIT (SALAFI HARAKI)

Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullahu menyebutkan


diantara manhaj/metode Al-Firqah An-Najiyah adalah:

“Al-Firqah An-Najiyah tidak mendahulukan ucapan seorangpun


(meskipun para ulama) diatas ucapan Allah dan Rasul Nya Hal ini
dalam rangka mengamalkan firman Allah:

ِ‫ّللا سمِ يعِ علِيم‬ َِ ‫ّللا ورسُو ِل ِِه ِۖ واتَقُوا‬


َِ َِ‫ّللا ِۖ إِن‬ ِ ‫يا أيُّها الَذِينِ آمنُوا لِ تُق ِد ُموا بيْنِ يد‬
َِِ ِ ‫ي‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului


Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah Sesungguhnya
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui ” (QS Al-Hujurat:
1)

Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata:

“Aku melihat mereka itu akan binasa, aku mengatakan: Nabi


shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, sedangkan mereka
mengatakan: Abu Bakar dan Umar berkata ” (Minhaj Al-Firqah An-
Najiyah hal 4 oleh Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu)

Dalam masalah menasihati pemimpin kaum muslimin atau yang


semisal dengan mereka maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Barangsiapa yang ingin untuk menasihati
pemimpinnya maka jangan di hadapan umum Akan tetapi
hendaklah berduaan dengannya…” (HSR Ahmad dan Ibnu Abi
‘Ashim)

Apakah salafi akan meninggalkan hadits ini karena mengikuti


sebagian orang meskipun dikatakan ulama?! Kalau haraki hizbi dia
akan berkata “ya” Ataukah sang oknum sudah menjelma menjadi
“Hermafrodit” (salafi haraki)?!

ُِ ‫غ قُلُوبناِ بعْدِ ِإ ِْذ هديْتنا وهبِْ لنا مِ ن لَدُنكِ رحْ مةًِ ِۖ ِإنَكِ أنتِ ٱلْوه‬
‫َاب‬ ِْ ‫ربَنا لِ ت ُِز‬

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


58

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong


kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami,
dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena
sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia) ” (QS Ali-
Imran: 8)

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


59

JAGALAH KEMURNIAN DAKWAH SALAFIYAH

Dakwah Salafiyah menyeru kaum muslimin agar tidak menuntut


ilmu melainkan dari ahlussunnah yang selalu menyeru kepada
tauhid dan sunnah serta membasmi syirik, khurafat dan bid’ah
Dakwah Salafiyah melarang kaum muslimin untuk menimba ilmu
dari ahli bid’ah (baik sufi atau haraki) yang menyeru kepada bid’ah
dengan segala bentuknya Dan ini diambil oleh Dakwah Salafiyah
dari para salaf mereka seperti dari seorang ulama tabi’in yang
bernama Muhammad bin Siirin rahimahullahu yang mengatakan:
“Ilmu ini adalah agama itu sendiri maka lihatlah darimana kamu
mengambil ilmu tersebut ” Beliau juga berkata: “Dahulu para salaf
(sahabat) tidak pernah bertanya tentang isnad (periwayatan) tapi
ketika terjadi fitnah mereka bertanya: Siapa guru-gurumu? Jika
guru tersebut dari ahlussunnah maka diambil haditsnya tapi jika
dari ahli bid’ah maka ditolak haditsnya” [Muqaddimah Shahih
Muslim dalam bab Annal Isnad Minad Diin]

Dakwah Salafiyah bukan seperti kelompok-kelompok harakah


(seperti Ikhwanul Muslimin) yang menerima semua golongan baik
syi’ah, khawarij, sufiyah maupun mu’tazilah Pernah diceritakan
kepada Imam Al-Auza’i rahimahullahu bahwa ada seseorang yang
mengatakan: Aku terkadang menimba ilmu dari ahlussunnah dan
terkadang aku menimba ilmu dari ahli bid’ah Maka Imam Al-
Auza’i mengatakan: Orang itu ingin menyamakan kebenaran
dengan kebatilan [Atsar/ucapan ini diriwayatkan oleh Ibnu
Baththah dalam kitab “Al-Ibanah” 2/456 dan beliau
mengomentari ucapan Al-Auza’i tersebut dengan mengatakan:
Sungguh benar apa yang diucapkan oleh Al-Auza’i, orang tersebut
tidak tahu kebenaran]

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


60

DAKWAH SALAFIYAH ADALAH…

Dakwah Salafiyah bukanlah suatu


kelompok/gerakan/partai/golongan yang serupa dengan Ikhwanul
Muslimin, Hizbut Tahrir atau Jama’ah Tabligh atau NII yang
didirikan beberapa tahun yang lalu oleh pemimpin-pemimpin
besarnya seperti Hasan Al-Banna, Taqiyuddin An-Nabhani,
Muhammad Ilyas dan Kartosuwiryo Dan Dakwah Salafiyah
berlepas diri dari kelompok-kelompok sesat tersebut

Dakwah Salafiyah adalah cara/metode memahami agama Islam


sesuai dengan pemahaman salafush shalih (pendahulu kita yang
shalih) yaitu sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tabi’in dan
tabi’ut tabi’in Dakwah Salafiyah adalah penisbatan diri kepada
manhaj/metode salaf yang haq dan bukan aliran baru dalam
Islam

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata: Tidak tercela


orang yang menampakkan madzhab salaf dan menisbatkan diri
kepadanya Bahkan wajib untuk menerima hal tersebut menurut
kesepakatan, karena tidaklah madzhab salaf itu kecuali benar ”
[Majmu’ Fatawa 4/149]

Dakwah Salafiyah adalah penerus dakwah Rasul shallallahu ‘alaihi


wa sallam dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum Dakwah
Salafiyah adalah pemegang tongkat estafet dakwah generasi
pertama umat Islam yang merupakan sebaik-baik generasi umat
ini Dakwah Salafiyah selalu berusaha mewujudkan sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Firqotun Najiyah
(Golongan yang selamat) : Yang mengikuti aku dan para
sahabatku [HR Tirmidzi dengan sanad yang hasan]

Dakwah Salafiyah merupakan perwujudan dari ucapan ulama


salaf, diantaranya Imam Al-‘Auzai rahimahullahu yang berkata:
“Bersabarlah di atas sunnah, berhentilah ke mana (para salaf)
berhenti, katakan dengan apa yang mereka katakan dan cegahlah

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


61

dari apa yang mereka cegah Telusurilah jejak salafush shalih


karena akan mencukupimu apa yang mencukupi mereka” Imam
Ahmad rahimahullahu juga berkata dalam awal kitab beliau yang
berjudul Ushul As-Sunnah: Prinsip sunnah (aqidah) kita adalah
berpegang teguh dengan metode para sahabat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengikuti jejak mereka

Dakwah Salafiyah adalah pengikut setia para salaf yang telah


dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya:ِ‫والسَابِقُونِ ْاأل َولُونِ مِ ن‬
‫ّللا عنْ ُه ِْم ورضُوا عنْهُِ وأع َِد ل ُه ِْم‬ ِِ ‫اج ِرينِ و ْاألنْص‬
َُِ ِ‫ار والَذِينِ اتَبعُوهُ ِْم ِب ِإحْسانِ ر ِضي‬ ِ ‫الْ ُمه‬
‫ار خا ِلدِينِ فِيها أبدًا ذلِكِ الْفوْ زُِ الْعظِ ي ُِم‬
ُِ ‫جْري تحْ تها ْاألنْه‬
ِ ‫ت‬ ‫ات‬
ِ َ ‫ن‬ ‫ج‬

“Orang-orang yang terdahulu, lagi yang pertama-tama (masuk


Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-
orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada
mereka dan merekapun ridha kepada Allah Dan Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-
sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya
Itulah kemenangan yang besar ” [QS At-Taubah 100]

Dakwah Salafiyah adalah manhaj/jalan yang benar, karena dia


berlandaskan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai
pemahaman para salafush shalih Inilah yang harus kita katakan
seperti yang telah dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di
atas

Adapun pribadi orang yang menisbatkan kepada manhaj ini, maka


kita katakan:

‫ن‬
ِ ‫كل بني آدم خطاء و خير الخطائين التوابو‬

“Setiap manusia itu pernah bersalah dan sebaik-baik orang yang


bersalah adalah yang bertaubat ” [HSR Ibnu Majah]

Dan kita katakan seperti yang dikatakan oleh Imam Malik


rahimahullahu: Tidak ada seorangpun setelah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam melainkan bisa diambil ucapannya atau ditolak

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


62

————————–—–

[1] Asy-Syari’ah oleh Al-Ajury hal 58

[2] Lihat kitab Ashlu sifat shalah An-Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam hal 27 oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


63

SALAF YANG MANA?

Ada tulisan: “Di antara bentuk penyimpangan dari manhaj salaf


dalam tarbiyah: melibatkan para santri atau para pemula dalam
perkara tahdzir, yang demikian itu melahirkan para penuntut ilmu
yang gersang dari adab dan sopan santun dalam berilmu, bahkan
akan melahirkan generasi-generasi yang penuh dg sifat ujub
dengan kedangkalan ilmu yang dimilikinya”

Kalau boleh tanya: Salaf yang mana ya? Semoga ini bukan
ujub (na’udzubillah min dzalika), tapi statement ini
ajib/aneh/ganjil Kenapa demikian? Perhatikan hal-hal berikut ini:

Syaikh Dr Abdul Aziz Ar-Rayyis hafizhahullahu berkata ketika


menjelaskan cara mengetahui manhaj salaf (salafush shalih) : (di
antaranya) (Kalau) ada salah seorang ahli ilmu dan iman dari para
pakar (ulama) yang menyebutkan bahwa hal tersebut adalah
jalan/manhaj salaf atau ini adalah yang telah disepakati oleh
mereka Hal ini bisa diketahui lewat tulisan para imam-imam
sunnah dalam kitab-kitab aqidah seperti “Ushul As-Sunnah oleh
Imam Ahmad, Al-Ibanah Al-Kubra dan Ash-Shughra oleh Ibnu
Baththah dan Asy-Syariah oleh Al-Ajurri…demikian seterusnya ”

(Haqiqah Ad-Dakwah As-Salafiyah hal 14-15 oleh Syaikh Dr Abdul


Aziz Ar-Rayyis hafizhahullahu)

Buktikan kebenaran ucapan yang dinisbatkan kepada manhaj


salaf di atas! Di kitab aqidah apa?

Apa yang dimaksud perkara tahdzir oleh penulis di atas?


Tahdzir terhadap/atas/dari apa dan siapa?

Imam Ibnu Al-Qayyim rahimahullahu berkata:

‫ق واِلجمال دون بيان‬


ِ ‫فعليك بالتفصيل والتمييز فال إطل‬

‫ن‬
ِ ‫قد أفسدا هذا الوجود وخبطا ال أذهان واآلراء كل زما‬

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


64

Maka wajib bagimu untuk memperinci dan menjelaskan karena


ucapan mutlak dan global tanpa penjelasan

Sungguh telah merusak alam ini dan membuat kerancuan


pemikiran dan pendapat di setiap zaman (Al-Kafiyah Asy-Syafiyah
atau Al-Qashidah An-Nuniyah hal 84 poin 774-775)

Imam Ibnu Abi Al-Izzi Al-Hanafi rahimahullahu berkata: Para


ulama salaf tidak melarang kata Jauhar, Jism, ‘Aradh dan selainnya
hanya karena itu merupakan istilah baru untuk makna yang
shahih, sebagaimana istilah bagi lafazh-lafazh untuk ilmu yang
shahih Dan mereka tidak melarangnya jika untuk menunjukkan
akan kebenaran serta untuk membantah pengikut kebatilan
Namun mereka melarang istilah-istilah tersebut karena
mengandung hal-hal yang dusta yang menyelisihi kebenaran yaitu
menyelisihi Al-Quran dan As-Sunnah

(Syarah Al-Aqidah Ath-Thahawiyah 1/20)

Apakah yang dimaksud tahdzir terhadap orang yang tidak


salah/menyimpang? Kalau ini sih berlaku untuk semuanya bahkan
ulama pun tidak boleh mentahdzir orang yang tidak
salah/menyelisihi Al-Quran dan As-Sunnah (hanya karena nggak
sesuai hawa nafsunya)

Kalau yang dimaksud oleh penulis dengan tahdzir adalah


tahdzir dari Ahlul Bid’ah atau yang menyimpang

Apa nggak terbalik/keliru statement di atas? Justru yang kita


dapati dalam kitab aqidah salafush shalih itu mereka (salafush
shalih) mengajari tahdzir kepada anak-anak mereka dan para
pemuda yang baru belajar ilmu agama dari ahlil bid’ah Ini di
antara buktinya:

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


65

Yunus bin Ubaid rahimahullahu melihat anaknya keluar dari


tempat salah satu ahlil bid’ah, maka beliau berkata: Wahai anakku
darimana engkau? Sang anak menjawab: Dari si fulan Sang ayah
berkata: Wahai anakku aku lebih suka engkau keluar dari rumah
orang b4nci (pelaku maksiat) daripada engkau keluar dari rumah
fulan dan fulan (yang sesat, yaitu ‘amru bin Ubaid tokoh
Mu’tazilah)

(Syarhu As-Sunnah hal 124-125 oleh Imam Al-Barbahari


rahimahullahu)

Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullahu berkata:


Inilah yang Yunus (bin Ubaid) mentahdzir (mengajarkan tahdzir
kepada) anaknya darinya, karena dia duduk di majelis ‘Amru bin
‘Ubaid (Ithaf Al-Qari Bi At-Ta’liqat Ala Syarhi As-Sunnah 2/187
oleh Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullahu)

Dahulu Ibnu Thawus pernah duduk bersama anaknya, lalu ada


orang Mu’tazilah mendatanginya dan dia berkata sesuatu untuk
dijawab oleh Ibnu Thawus, maka Ibnu Thawus pun memasukkan
kedua jarinya ke dalam kedua telinganya Dan beliau berkata
kepada anaknya: Wahai anakku, masukkan kedua jarimu ke dalam
kedua telingamu agar engkau tidak mendengar sedikitpun dari
ucapannya, karena hati ini lemah Dan beliau terus mengatakan:
Wahai anakku, tutup rapat telingamu… tutup rapat telingamu
hingga orang Mu’tazilah itu pergi

(Ikmal Tahdzib Al-Kamal 7/ 414-415 dan kisah ini juga dibawakan


oleh Syaikh Dr Abdurrazzaq Al-Badr dalam potongan video yang
sudah kita posting dengan judul “Ulama salaf mengajari anaknya
tahdzir”)

Syaikh Dr Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad Al-Badr


hafizhahullahu mengatakan dalam kitab beliau yang berjudul
“Min Washaya As-Salaf Li Asy-Syabab” (wasiat salaf untuk para

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


66

pemuda) hal 8-9: (wasiat kedua) Di antara wasiat-wasiat salaf


untuk para pemuda adalah:

Apa yang dikatakan oleh Hammad bin Zaid: Kami pernah


menjenguk Anas bin Sirin ketika beliau sakit, lalu beliau berkata:
Wahai para pemuda, bertakwalah kepada Allah,
perhatikanlah/selektiflah dari mana engkau mengambil hadits-
hadits (ilmu agama) ini, karena itu bagian dari agama kalian
(Diriwayatkan oleh Al-Khatib dalam Al-Jami’ Li Akhlak Ar-Rawi Wa
Adab As-Sami’ no 139)

Syaikh Dr Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad Al-Badr


hafizhahullahu menjelaskan riwayat di atas dengan ucapan beliau:
Inilah wasiat yang agung sekali, yaitu bahwasanya seorang
pemuda yang akan menimba ilmu dan mencari hadits selayaknya
belajar dari para ulama yang kokoh dan terpercaya, ahli ilmu dan
bashirah, pakar dalam ilmu Tidak boleh sembarangan dalam
mencari ilmu, namun mencari ilmu dari pengikut Sunnah yang
kokoh langkahnya diatas Sunnah

Dari Syaudzab rahimahullahu, dia berkata: Sesungguhnya di


antara nikmat Allah atas seorang pemuda jika dia tumbuh (dalam
belajar agama atau ibadah) untuk dipersaudarakan dengan
ahlussunnah yang bisa mengarahkannya kepada Sunnah

Dari ‘Amru bin Qais Al-Malaai rahimahullahu beliau berkata:


Apabila engkau melihat seorang pemuda awal kali tumbuh
(belajar agama) bersama ahlussunnah wal jamaah, maka
harapkan (kebaikannya) Namun jika engkau melihatnya bersama
ahlil bid’ah, maka jangan harapkan (kebaikannya) karena seorang
pemuda itu tergantung awal pertumbuhannya

Dari ‘Amru bin Qais rahimahullahu beliau berkata: Sesungguhnya


seorang pemuda ketika tumbuh condong kepada para ulama,
maka dia akan selamat, tapi kalau condong kepada yang lainnya,
maka dia akan binasa

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


67

(Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam kitab Al-Ibanah Al-Kubra


1/204 no 42-44)

Berkata Artha bin Mundzir: Aku lebih suka anakku menjadi orang
fasik daripada menjadi pengikut hawa nafsu (ahlil bid’ah)

Sa’id bin Jubair berkata: Aku lebih suka anakku bersahabat


dengan orang fasik penjahat daripada bersahabat dengan yang
ahli ibadah tapi mubtadi’

Malik bin Maghul pernah dikabarkan kepadanya: Kami melihat


anakmu bermain-main burung, maka beliau menjawab: Itu lebih
baik daripada dia bersahabat dengan ahlil bid’ah

(Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Baththah Al-Ukbari dalam Al-


Ibanah Ash-Shughra hal 149-150 no 87, 89, 90)

Syaikh Ahmad bin Muhammad Asy-Syihhi hafidzahullahu


berkata dalam kitab beliau “Al-Washaya As-Saniyah Li At-Taibina
Ila As-Salafiyah” hal 16-17 (Alhamdulillah sudah penulis
terjemahkan dengan judul “Wasiat Emas Bagi Pengikut Manhaj
Salaf” : Apabila anda -wahai orang yang bertaubat (baru hijrah)
sudah paham pentingnya ilmu dan keutamaannya serta bahaya
meninggalkannya, maka ketahuilah bahwa yang pertama engkau
mulai dalam belajar ilmu adalah (wasiat ketiga) mulailah dengan
mempelajari Ushul (prinsip-prinsip) Ahlussunnah Wal Jamaah

Ketahuilah -semoga Allah memberikan Taufiq kepadamu untuk


mentaatinya- Sesungguhnya aku tidaklah memaksudkan dengan
Ushul ini hanyalah tiga macam tauhid saja Akan tetapi aku
maksudkan juga adalah prinsip-prinsip yang telah disepakati oleh
ahlussunnah wal jamaah dan mereka menyelisihi dengannya ahlul
bid’ah dan Al-Furqah seperti masalah wala’ dan bara’, amar ma’ruf
nahi mungkar, sikap terhadap para sahabat memuliakan dan
membela mereka, sikap terhadap pemimpin kaum muslimin
(semisal tidak boleh mencelanya/mengkritiknya di hadapan

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


68

umum), sikap terhadap pelaku maksiat dan dosa besar, SIKAP


TERHADAP AHLIL BID’AH DAN MEMBANTAH/MENTAHDZIR
MEREKA, dll

Seandainya benar (sekedar tanazul) statement di atas “Di


antara bentuk penyimpangan dari manhaj salaf dalam tarbiyah:
melibatkan para santri atau para pemula dalam perkara tahdzir…”

Apakah contohnya itu seperti kalau ada ustadz B memanggil


santri-santrinya atau alumninya ke ruangan kantornya kemudian
menginterogasi dan mentahdzir mereka dari ustadz C atau agar
mereka membatalkan kajian dengan ustadz C (semisal bedah buku
“Menyelami Samudera kalimat tauhid)?! Kalau contohnya benar
seperti ini berarti ustadz B menyimpang ya dari manhaj salaf
dalam tarbiyah?

Ataukah hak tahdzir hanya untuk ustadz B saja atau yang sejalan
dengannya? Sedangkan ustadz C nggak boleh mentahdzir?

ِ‫أت ۡأ ُم ُرونِ ٱلنَاسِ بِ ۡٱلبِ ِِر وتنس ۡونِ أنفُسكُمِۡ وأنتُمِۡ ت ۡتلُونِ ۡٱلكِتـَٰبِ أفلِ ت ۡع ِقلُون‬

“Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan,


sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu
membaca Kitab? Tidakkah kamu mengerti?” (QS Al-Baqarah: 44)

Sekedar nasehat umum saja:

Jangan kita seperti ahlil bid’ah yang sudah bangkrut hujjah,


kemudian mengata-ngatai Salafiyyin dengan ucapan mereka
“Jangan merasa benar sendiri”, “Sok menjadi juru kunci surga”
dan yang semisal dengannya

Jangan seperti orang awam yang ketika dicegah dari kemungkaran


atau dia melihat orang yang melaksanakan nahi mungkar
kemudian mengatakan “Jangan sok suci”

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


69

Semoga Allah memberikan kepada kita semua keistiqamahan


di atas manhaj salafush shalih hingga akhir hayat kita nanti

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


70

KAPAN SESEORANG KELUAR DARI AHLUSSUNNAH?

Syaikh Abdul Aziz Ar-Rayyis hafizhahullahu berkata:

Di antara yang selayaknya untuk dijelaskan dan dipahami dengan


baik adalah permasalahan pembid’ahan seseorang atau
kelompok Sungguh adanya ketidaktahuan dalam masalah ini
menimbulkan banyak perselisihan dan permasalahan

Ada kelompok yang membid’ahkan seseorang dengan setiap


kesalahan aqidah Ini menyelisihi ijma’ salaf

Ada pula lawannya yaitu sekelompok orang yang menyepelekan


dan melempem Jika ada yang salah dalam urusan agama dan
dalam masalah aqidah (bahkan sering asbun, suka menebar
syubhat, hobi mencla-mencle), namun dikarenakan orang yang
salah itu punya aktivitas (keagamaan), maka orang-orang itu tidak
menggubris (tidak mengingkari) kesalahan sang oknum tersebut

Wajib bagi kita untuk berada di pertengahan dalam bab ini Yang
kesimpulannya: (Baca lanjutannya)

(Al-La’ali As-Salafiyah Bi Syarhi Al-Aqidah Ath-Thahawiyah hal 25


oleh Syaikh Abdul Aziz Ar-Rayyis hafizhahullahu)

Beliau hafizhahullahu berkata:

Seseorang atau kelompok keluar dari Ahlussunnah menjadi Ahlul


bid’ah, jika dia jatuh ke dalam salah satu dari dua hal ini:

Jika menyelisihi Ahlussunnah dalam perkara kulli (kaidah umum


yang berkaitan dengan prinsip-prinsip aqidah salafush shalih)
seperti:

Menyelisihi Ahlussunnah dalam menetapkan sifat-sifat Allah


atau sifat-sifat fi’liyah (sifat yang berkaitan dengan kehendak
Allah) Ini adalah kaidah umum yang masuk ke dalamnya banyak

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


71

sifat-sifat fi’liyah bagi Allah (seperti sifat istiwa’ Allah di atas ‘


Arsy)

Tidak menerima hadits ahad dalam masalah aqidah

Tidak mau berdakwah (meremehkan/menyinyiri dakwah)


kepada tauhid (dengan alasan) agar tidak membuat manusia lari
dari dakwah

Tidak mau mengingkari kemungkaran (seperti membantah


penyimpangan atau kesesatan atau kebid’ahan atau kesyirikan)
agar manusia tidak lari dari dakwah (demi menambah followers
atau subscribers)

Menyelisihi Ahlussunnah dalam membolehkan kudeta


terhadap setiap pemimpin muslim yang fasik/zhalim

Jadikan kaidah ini sebagai tolok ukur Hal ini telah dijelaskan oleh
Imam Asy-Syathibi dalam kitabnya Al-I’thisham 2/712 dan ini
sangat jelas dalam ucapan para ulama

Jika menyelisihi Ahlussunnah dalam perkara juz’i (salah satu


bagian/cabang/perincian dari kaidah umum di atas) tapi dengan
syarat perkara juz’i yang telah masyhur khilaf/perselisihan
tersebut (sebagai pembeda) antara Ahlussunnah dengan Ahlul
bid’ah di dalamnya, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu dalam Majmu’
Fatawa 35/415 Diantaranya:

Barangsiapa yang menyelisihi Ahlussunnah dengan dia


mencela salah satu sahabat Nabi ‫ﷺ‬, maka dia dicap sebagai ahlul
bid’ah, karena dia menyelisihi Ahlussunnah dalam hal yang
merupakan garis pemisah antara Ahlussunnah dengan Ahlul
bid’ah Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad dalam
kitab Ushul As-Sunnah bahwa barangsiapa yang mencela satu
sahabat Nabi ‫ﷺ‬, maka dia ahlul bid’ah

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


72

Barangsiapa yang membolehkan kudeta terhadap seorang


pemimpin kaum muslimin karena kefasikannya atau yang lainnya,
maka dia ahlul bid’ah, karena dia menyelisihi Ahlussunnah dalam
masalah yang telah masyhur perselisihan antara Ahlussunnah
dengan Ahlul bid’ah di dalamnya

Barangsiapa yang mentakwilkan sifat turun (bagi Allah) atau


istiwa’ atau ketinggian Allah (di atas langit) atau yang lainnya yang
telah masyhur perselisihan antara Ahlussunnah dengan Ahlul
bid’ah di dalamnya, maka dia dikatakan sebagai ahlul bid’ah
Inilah tolok ukurnya

Catatan:

Barangsiapa yang menyelisihi Ahlussunnah dalam perkara juz’i


yang tidak termasuk hal yang masyhur perselisihan antara
Ahlussunnah dengan Ahlul bid’ah di dalamnya, maka dia tidak
dikatakan sebagai ahlul bid’ah (Diantaranya:)

Al-Qadhi Syuraih rahimahullahu mentakwilkan sifat takjub


bagi Allah dan beliau mengingkari bacaan (ُ‫)ب ِْل ع ِجبْت‬

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata:


Meskipun demikian, beliau (Al-Qadhi Syuraih rahimahullahu)
tetap sebagai imam kaum muslimin (Ahlussunnah) Hal ini
disampaikan beliau dalam Majmu’ Fatawa

Al-Qadhi Syuraih rahimahullahu jatuh dalam penyelisihan juz’i


yang tidak termasuk yang masyhur perselisihan antara
Ahlussunnah dengan Ahlul bid’ah di dalamnya

(At-Taq’id An-Nadhid Fi Syarhi Al-Ushul As-Sittah hal 35-36 oleh


Syaikh Abdul Aziz Ar-Rayyis hafizhahullahu)

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


73

Beliau hafizhahullahu juga berkata: Semisal dengan yang tersebut


(Al-Qadhi Syuraih rahimahullahu) adalah Imam Ibnu Khuzaimah
rahimahullahu Beliau berkata tentang hadits Allah menciptakan
Nabi Adam sesuai shuratihi/bentuknya Bukan maksudnya adalah
shuratullah Ini adalah bentuk menyelisihi Ahlussunnah dalam
masalah juz’i (yang bukan masyhur perselisihan antara
Ahlussunnah dengan Ahlul bid’ah di dalamnya) Oleh karena
itulah, para ulama tidak membid’ahkannya, bahkan
menganggapnya sebagai Imamul Aimmah (imamnya para imam)
rahimahullahu

(Al-Minnah Fi Syarhi Ushul As-Sunnah hal 12 oleh Syaikh Abdul


Aziz Ar-Rayyis hafizhahullahu)

Catatan:

Sang oknum yang mengucapkan ucapan kufur besar alias


kemurtadan “Pospus alias isuk tempe sore dele alias mencla-
mencla kayak Nasikh Manshukh Di Al-Quran” tidak punya rasa
malu memposting tulisan “Syubhat dan ngelesnya orang kafir
terdahulu” yang jika dia masih punya akal, dia akan sadar bahwa
itu mengarah kepada dirinya sendiri karena dia yang
mengucapkan ucapan kufur dan ngeles…Semoga Allah masih
memberikan kepada kita akal yang sehat

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


74

Siapa Idola Kita ?

MUKADDIMAH

Bila kita memperhatikan fenomena dan gejala yang


memasyarakat saat ini di dalam mencari panutan atau lebih trend
lagi dengan sebutan “sang idola”, maka kita akan menemukan hal
yang sangat kontras dengan apa yang terjadi pada abad-abad
terdahulu, khususnya pada tiga abad utama (al-Qurûn al-
Mufadldlalah)

Kalau dulu, orang begitu mengidolakan manusia-manusia pilihan


dan berakhlaq mulia di kalangan mereka seperti para ulama dan
orang-orang yang shalih Maka, kondisi itu sekarang sudah
berubah total Orang-orang sekarang cenderung menjadikan
manusia-manusia yang tidak karuan dari segala aspeknya sebagai
idola Mereka mengidolakan para pemain sepakbola, kaum
selebritis, paranormal dan tokoh-tokoh maksiat pada umumnya
Anehnya, hal ini didukung oleh keluarga bahkan diberi spirit
sedemikian rupa agar anaknya kelak bisa menjadi si fulanah yang
artis, atau si fulan yang pemain sepakbola dan seterusnya Lebih
aneh lagi bahwa mereka berbangga-bangga dengan hal itu

Tentunya ini sangat ironis karena sebagai umat Islam yang


mayoritas seharusnya mereka harus memahami ajaran agama
secara benar sehingga tidak terjerumus kepada hal-hal yang
dilarang di dalamnya Ketidaktahuan akan ajaran agama ini akan
berimplikasi kepada masa depan mereka kelak karena ini
menyangkut keselamatan dan ketentraman mereka di dalam
meniti kehidupan di dunia ini

Bahkan pada sebagian masyarakat kita, telah muncul gejala yang


lebih serius dan mengkhawatirkan lagi, yaitu pengkultusan
terhadap sosok yang dianggap sebagai tokoh tanpa menyelidiki
terlebih dahulu sisi ‘aqidah dan akhlaqnya

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


75

Tokoh idola ini diikuti semua perkataan dan ditiru semua


perbuatannya tanpa ditimbang-timbang lagi, apakah yang
dikatakan atau dilakukan itu benar atau salah menurut agama
bahkan sebaliknya, perkataan dan perbuatannya justru menjadi
acuan benar tidaknya menurut agama…naûdzu billâhi min dzâlik

Yang lebih memilukan lagi, sang idola yang tidak ketahuan


juntrungannya tersebut memposisikan dirinya sebagaimana yang
dianggap oleh para pengidolanya Mereka berlagak sebagai
manusia-manusia suci pada momen-momen yang memang suci
seperti pada bulan Ramadhan, hari Raya ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul
Adlha Mereka diangkat sedemikian rupa oleh mass media dan
media visual maupun audio visual seperti surat kabar, majalah,
internet, radio dan televisi

Pada momen-momen tersebut, mereka seakan mengisi semua


hari-hari para pengidola bahkan non pengidolapun tak luput dari
itu Mereka menganggap bahwa diri merekalah yang paling
mengetahui apa yang harus dilakukan secara agama pada
momen-momen tersebut Maka dipersembahkanlah berbagai
tayangan program dan acara untuk menyemarakkan syi’ar bulan
Ramadhan tersebut – menurut anggapan mereka- Tampak, pada
momen-momen tersebut mereka seakan menjadi manusia paling
suci dan panutan semua… Yah! Untuk sesaat saja!

Sesungguhnya, apa yang mereka lakukan itu tak lain hanyalah


racun yang dipaksakan kepada ummat untuk diteguk, mulai dari
racun dengan reaksi lambat, sedang bahkan cepat tergantung
kepada daya tahan dan tingkat kekebalan peneguknya

Selanjutnya, akankah kita membiarkan anggota keluarga kita


meneguk racun-racun tersebut, baru kemudian menyesali apa
yang telah terjadi?

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


76

Maka untuk mengetahui siapa yang seharusnya dijadikan sebagai


idola oleh seorang Muslim dan bagaimana implikasi-
implikasinya? Kajian hadits kali ini sengaja mengangkat tema
tersebut, mengingat hampir semua rumah kaum Muslimin telah
dimasuki oleh salah satu atau kebanyakan mass media dan media
tersebut

Semoga kita belum terlambat untuk menyelamatkan keluarga kita


sehingga racun-racun tersebut dapat dilenyapkan dan
dimusnahkan

NASKAH HADITS

ِ‫ّللاِ صلَى هللاُِ عليْ ِه‬


ِ ‫ جاءِ رجُلِ إِلىِ رسُو ِِل‬:ِ‫سعُوْ دِ( قال‬ْ ‫ْن م‬ِِ ‫ّللا )ب‬
ِِ ‫ عنِْ عبْ ِِد‬,ِ‫عنِْ أبِي وائِل‬
ِِ ِ‫ كيْفِ ترىِ فِي رجُلِ أحبِ قوْ مِا ً ولما يلْح قِْ بِ ِه ْم؟ قالِ رسُو ُل‬,‫ّللا‬
‫ّللا‬ ِِ ِ‫ يا رسُول‬:ِ‫وسلَمِ فقال‬
‫ب» رواه مسلم‬ ِ ‫ «الْم ْر ُِء معِ منِْ أح‬:ِۖ ‫هللا عليْ ِِه وسلَم‬
ُِ ‫صلَى‬

Dari Abu Wâ-il dari ‘Abdullah (bin Mas’ud), dia berkata: “seorang
laki-laki datang kepada Rasulullah sembari berkata: ‘wahai
Rasulullah! Apa pendapatmu terhadap seorang laki-laki yang
mencintai suatu kaum padahal dia belum pernah (sama sekali)
berjumpa dengan mereka?’ Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa
sallam bersabda: “seseorang itu adalah bersama orang yang dia
cintai” (H R Muslim)

TAKHRIJ HADITS SECARA GLOBAL

Hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam Bukhâry, at-Turmuzy, an-


Nasaiy, Abu Daud, Ahmad dan ad-Darimy

PENJELASAN HADITS

Di dalam riwayat yang lain, disebutkan dengan lafazh “Engkau


bersama orang yang engkau cintai” Demikian pula dengan hadits
yang maknanya: “Ikatan Islam yang paling kuat adalah mencintai
karena Allah dan membenci karena Allah”

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


77

Anas bin Malik mengomentarinya: “Setelah keislaman kami, tidak


ada lagi hal yang membuat kami lebih gembira daripada ucapan
Rasulullah: ‘engkau bersama orang yang engkau cintai’ ” Lalu
Anas melanjutkan: “Kalau begitu, aku mencintai Allah dan Rasul-
Nya, Abu Bakar serta ‘Umar Aku berharap kelak dikumpulkan
oleh Allah bersama mereka meskipun aku belum berbuat seperti
yang telah mereka perbuat”

Imam an-Nawawy, setelah menyebutkan beberapa hadits terkait


dengan hadits diatas, menyatakan: “Hadits ini mengandung
keutamaan mencintai Allah dan Rasul-Nya, orang-orang yang
shalih, orang-orang yang suka berbuat kebajikan baik yang masih
hidup atau yang telah mati Dan diantara keutamaan mencintai
Allah dan Rasul-Nya adalah menjalankan perintah dan menjauhi
larangan keduanya serta berakhlaq dengan akhlaq islami Di
dalam mencintai orang-orang yang shalih tidak mesti
mengerjakan apa saja yang dikerjakannya sebab bila demikian
halnya maka berarti dia adalah termasuk kalangan mereka atau
seperti mereka Pengertian ini dapat diambil dari hadits setelah
ini, yakni (ucapan seseorang yang bertanya tentang pendapat
beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam mengenai) seseorang yang
mencintai suatu kaum sementara dia tidak pernah sama sekali
bertemu dengan mereka (seperti yang tersebut di dalam hadits
diatas-red)…”

Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyyah mengaitkan makna cinta tersebut


selama seseorang itu mencintai Allah dan Rasul-Nya sebab orang
yang mencintai Allah, maka dia pasti mencintai para Nabi-Nya
karena Dia Ta’ala mencintai mereka dan mencintai setiap orang
yang meninggal di atas iman dan taqwa Maka mereka itulah
Awliyâ Allah (para wali Allah) yang Allah cintai seperti mereka
yang dipersaksikan oleh Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam masuk
surga, demikian pula dengan Ahli Badar dan Bai’ah ar-Ridlwan
Jadi, siapa saja yang telah dipersaksikan oleh Rasulullah masuk
surga, maka kita bersaksi untuknya dengan hal ini sedangkan

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


78

orang yang tidak beliau persaksikan demikian, maka terjadi


perbedaan pendapat di kalangan para ulama; sebagian ulama
mengatakan: ‘tidak boleh dipersaksikan bahwa dia masuk surga
dan kita juga tidak bersaksi bahwa Allah mencintainya’
Sedangkan sebagian yang lain mengatakan: ‘justeru orang yang
memang dikenal keimanan dan ketakwaannya di kalangan
manusia serta kaum Muslimin telah bersepakat memuji mereka
seperti ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, al-Hasan al-Bashry, Sufyan ats-
Tsaury, Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi’iy, Ahmad, Fudlail bin ‘Iyadl,
Abu Sulaiman ad-Darany (al-Kurkhy), ‘Abdullah bin Mubarak dan
selain mereka, kita mesti bersaksi bahwa mereka masuk surga’

Diantara dalil yang digunakan oleh kelompok kedua ini adalah


hadits shahih yang menyatakan bahwa Nabi shallallâhu 'alaihi wa
sallam pernah melewati suatu jenazah lalu mereka memujinya
dengan kebaikan, maka beliau berkata: “pasti, pasti” Kemudian
lewat lagi suatu jenazah lalu mereka bersaksi untuknya dengan
kejelekan, maka beliau berkata: “pasti, pasti” Mereka lantas
bertanya: “wahai Rasulullah! Apa maksud ucapanmu : ‘pasti, pasti
tersebut ?’ beliau menjawab: “jenazah ini kalian puji dengan
kebaikan, maka aku katakan: ‘pasti ia masuk surga’ Dan jenazah
satunya, kalian bersaksi dengan kejelekan untuknya, maka aku
katakan: ‘pasti dia masuk neraka’ Lalu ada yang bertanya kepada
beliau: “bagaimana hal itu bisa terjadi, wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab: “dengan pujian baik atau jelek”

Klasifikasi Mahabbah (Kecintaan)

Mahabbah ada beberapa jenis:

Pertama, al-Mahabbah Lillâh (kecintaan karena Allah) ; jenis ini


tidak menafikan tauhid kepada-Nya bahkan sebagai penyempurna
sebab ikatan keimanan yang paling kuat adalah kecintaan karena
Allah dan kebencian karena Allah

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


79

Refleksi dari kecintaan karena Allah adalah bahwa kita mencintai


sesuatu karena Allah Ta’ala mencintainya baik ia berupa orang
atau pekerjaan, dan inilah yang merupakan penyempurna
keimanan

Diantara contoh yang menjelaskan perbedaan antara kecintaan


kepada Allah dan selain Allah adalah antara apa yang dilakukan
oleh Abu Bakar dan Abu Thalib; Abu Bakar mencintai Nabi
shallallâhu 'alaihi wa sallam karena semata-mata mengharap ridla
Allah sedangkan Abu Thalib, paman Nabi mencintai diri beliau dan
membelanya karena mengikuti hawa nafsunya bukan karena Allah
sehingga Allah menerima amal Abu Bakar dan tidak menerima
amal Abu Thalib

Kedua, al-Mahabbah ath-Thabî’îyyah (kecintaan yang alami)


dimana seseorang tidak mendahulukannya dari kecintaannya
kepada Allah ; jenis ini juga tidak menafikan kecintaan kepada
Allah Contohnya adalah seperti kecintaan terhadap isteri, anak
dan harta

Oleh karena itu, tatkala Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam ditanyai


tentang siapa manusia yang paling engkau cintai? Beliau
menjawab: ‘Aisyah Lalu beliau ditanyai lagi: dari kalangan laki-laki
siapa? Beliau menjawab: ayahnya (yakni Abu Bakar)

Demikian juga kecintaan seseorang kepada makanan, pakaian dan


selain keduanya yang bersifat alami

Ketiga, al-Mahabbah ma’a Allah (kecintaan berbarengan dengan


kecintaan kepada Allah) yang menafikan tauhid kepada-Nya; yaitu
menjadikan kecintaan kepada selain Allah seperti kecintaan
kepada-Nya atau melebihinya dimana bila kedua kecintaan itu
saling bertolak belakang, seseorang lebih mengutamakan
kecintaan kepada selain-Nya ketimbang kepada-Nya

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


80

Hal ini dapat terjadi ketika seseorang menjadikan kecintaan


tersebut sebagai sekutu bagi Allah yang lebih diutamakannya atas
kecintaan kepada-Nya atau –paling tidak- menyamainya

Diantara contoh kecintaan kepada selain Allah adalah seperti


kecintaan kaum Nashrani terhadap ‘Isa al-Masih 'alaihissalâm,
kecintaan kaum Yahudi terhadap Musa 'alaihissalâm, kecintaan
kaum Syi’ah Rafidlah terhadap ‘Aly radliallâhu 'anhu, kecintaan
kaum Ghulât (orang-orang yang melampaui batas dan berlebih-
lebihan) terhadap para syaikh dan imam mereka seperti orang
yang menunjukkan loyalitas terhadap seorang Syaikh atau Imam
dan menghasut orang lain agar menjauhi orang yang dianggap
rival atau saingannya padahal masing-masing mereka hampir
sama atau sama di dalam kedudukan dan kualitas kelimuan Ini
sama dengan kondisi Ahlul Kitab yang beriman kepada sebagian
Rasul dan kufur kepada sebagian yang lain; kondisi kaum Syi’ah
Rafidlah yang menunjukkan loyalitas terhadap sebagian shahabat
dan memusuhi sebagian besar yang lainnya, demikian pula
kondisi orang-orang yang fanatik dari kalangan Ahli Fiqih dan
Zuhud yang menunjukkan sikap loyalitas terhadap para syaikh dan
imam mereka dengan menganggap remeh orang-orang selain
mereka yang sebenarnya hampir sama atau selevel dengan para
syaikh dan imam mereka tersebut Seorang Mukmin sejati adalah
orang yang menunjukkan loyalitas terhadap semua orang yang
beriman sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Sesungguhnya orang-
orang yang beriman itu bersaudara”

Perbedaan Antara Klasifikasi Pertama Dan Ketiga

Perbedaan antara klasifikasi pertama, yakni al-Mahabbah lillâh


(kecintaan karena Allah) dan klasifikasi ketiga, yakni al-Mahabbah
ma’a Allah (kecintaan berbarengan dengan kecintaan kepada
Allah) tampak jelas sekali, yaitu;

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


81

- bahwa Ahli syirik menjadikan sekutu-sekutu yang mereka cintai


sama seperti kecintaan mereka kepada Allah bahkan lebih,

- sedangkan orang-orang yang beriman dan ahli iman sangat


mencintai Allah, ini dikarenakan asal kecintaan mereka adalah
mencintai Allah dan barangsiapa yang mencintai Allah, maka dia
akan mencintai orang yang dicintai oleh Allah; dan barangsiapa
yang dicintai oleh-Nya, maka dia akan mencintai-Nya Jadi, orang
yang dicintai oleh orang yang dicintai oleh Allah adalah dicintai
oleh Allah karena dia mencintai Allah; barangsiapa yang mencintai
Allah, maka Allah akan mencintainya sehingga kemudian dia
mencintai orang yang dicintai oleh-Nya

Urgensi Mencintai Allah dan Rasul-Nya

Kewajiban pertama seorang hamba adalah mencintai Allah Ta’ala


karena merupakan jenis ibadah yang paling agung sebagaimana
firman-Nya : “Dan orang-orang yang beriman sangat cinta kepada
Allah” (Q, s al-Baqarah/01: 165) Hal ini dikarenakan Dia Ta’ala
adalah Rabb yang telah berkenan memberikan kepada semua
hamba-Nya nikmat-nikmat yang banyak baik secara lahir maupun
bathin

Kewajiban berikutnya adalah mencintai Rasul-Nya, Muhammad


shallallâhu 'alaihi wa sallam sebab beliaulah yang mengajak
kepada Allah, memperkenalkan-Nya, menyampaikan syari’at-Nya
serta menjelaskan kepada manusia hukum-hukum-Nya Jadi,
semua kebaikan yang didapat oleh seorang mukmin di dunia dan
akhirat semata adalah berkat perjuangan Rasulullah Seseorang
tidak akan masuk surga kecuali bila ta’at dan mengikuti beliau
shallallâhu 'alaihi wa sallam

Di dalam hadits yang lain disebutkan: “Tiga hal yang bila ada pada
seseorang maka dia akan merasakan manisnya iman;
(pertama)bahwa dia menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih
dicintai olehnya daripada selain keduanya; (kedua) dia mencintai

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


82

seseorang hanya karena Allah; (ketiga) dia benci untuk kembali


kepada kekufuran setelah diselamatkan oleh Allah darinya
sebagaimana dia benci dirinya dicampakkan ke dalam api neraka”
(Hadits Muttafaqun ‘alaih)

Dalam hal ini, mencintai Rasulullah yang menempati peringkat


kedua merupakan sub-ordinasi dan konsekuensi dari mencintai
Allah Ta’ala Khusus dengan kewajiban mencintai Rasulullah dan
mendahulukannya atas kecintaan terhadap siapapun dari
Makhluk Allah, terdapat hadits beliau yang berbunyi (artinya) :
“Tidaklah beriman seseorang diantara kalian hingga aku menjadi
orang yang paling dicintainya daripada anaknya, ayahnya serta
seluruh manusia” (Hadits Muttafaqun ‘alaih)

Lebih dari itu, hendaknya kecintaannya terhadap Rasulullah


melebihi kecintaannya terhadap dirinya sendiri sebagaimana
disebutkan di dalam hadits bahwa ‘Umar bin al-Khaththab
radliallâhu 'anhu pernah berkata: “Wahai Rasulullah! Sungguh
engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu selain daripada diriku”
Lalu beliau bersabda: “demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya,
hingga engkau jadikan aku lebih engkau cintai daripada dirimu
sendiri” Lantas ‘Umar berkata kepada beliau: “Kalau begitu,
sekarang engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri” Beliau
berkata kepadanya: “Sekaranglah, wahai ‘Umar!” (H R Bukhary)

Imam Ibn al-Qayyim berkata: “Setiap mahabbah (kecintaan) dan


pengagungan terhadap manusia hanya boleh menjadi sub-
ordinasi dari kecintaan kepada Allah dan pengagungan terhadap-
Nya, yaitu seperti kecintaan kepada Rasulullah shallallâhu 'alaihi
wa sallam dan pengagungan terhadapnya karena hal ini
merupakan sarana penyempurna kecintaan terhadap utusan-Nya
dan pengagungan terhadap-Nya Sesungguhnya, umat mencintai
Rasul mereka karena kecintaan Allah, pengagungan-Nya serta
pemuliaan-Nya terhadap dirinya Inilah bentuk kecintaan yang
merupakan konsekuensi dari kecintaan kepada Allah”

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


83

Implikasi Dari Kecintaan Kepada Selain Allah Dan Rasul-Nya Yang


Berlebihan

Dimuka telah dijelaskan bahwa kita sangat menginginkan agar


dikumpulkan bersama orang-orang yang kita cintai, yaitu orang-
orang yang shalih dan dikenal ketaqwaannya Sementara itu
menurut satu pendapat, juga kita dibolehkan bersaksi untuk
orang yang memang dikenal oleh kalangan luas ketaqwaan dan
keshalihannya serta umat telah bersepakat memujinya seperti
imam-imam madzhab yang empat

Di samping itu, telah disebutkan bahwa ada dua pendapat terkait


dengan persaksian masuk surga terhadap orang yang belum
dipersaksikan demikian oleh Rasulullah dimana salah satu
pendapat berdalil dengan salah satu sabda beliau shallallâhu
'alaihi wa sallam yang memberikan kriteria, yaitu adanya pujian
baik dan jelek dari manusia

Dari sini, sebagaimana yang dinyatakan oleh Syaikhul Islam, Ibnu


Taimiyyah bahwa sebenarnya banyak di kalangan para syaikh yang
terkenal di masa beliau yang bisa jadi bukan orang berilmu,
bahkan melakukan amalan sesat, kemaksiatan dan dosa-dosa
yang menghalangi diri mereka dari persaksian orang terhadap
mereka dengan kebaikan Bahkan bisa jadi, diantara mereka ada
orang Munafiq dan Fasiq, juga tidak menutup kemungkinan ada
orang yang termasuk wali-wali Allah yang benar-benar bertaqwa
dan beramal shalih serta termasuk hizb-Nya yang mendapatkan
kemenangan Disamping itu, ada pula kelompok manusia selain
para syaikh tersebut yang dikategorikan sebagai para wali Allah
dan hamba-hamba-Nya yang bertaqwa -dimana mereka itu masuk
surga - seperti para pedagang, petani dan selain mereka dari kelas
sosial lainnya yang ada di tengah masyarakat

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


84

Oleh karena itu, menurut Syaikhul Islam, barangsiapa yang


meminta agar kelak dikumpulkan dengan seorang Syaikh yang dia
tidak tahu bagaimana akhir hidupnya maka dia telah sesat,
bahkan seharusnya dia meminta agar dikumpulkan oleh Allah
dengan orang yang dia ketahui akhir hidupnya yaitu para Nabi dan
hamba-hamba-Nya yang shalih sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“…dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi,
maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula)
Jibril dan orang-orang mu'min yang baik; dan selain dari itu
malaikat-malaikat adalah penolongnya pula” (Q, s 66/at-Tahrim:
4)

Di dalam firman-Nya yang lain: “Sesungguhnya penolong kamu


hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk
(kepada Allah)” (Q, s 5/al-Ma-idah: 55) Demikian pula di dalam
firman-Nya: “Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan
orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka
sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang”
(Q, s 5/al-Ma-idah: 56)

Maka, berdasarkan ayat-ayat tersebut diatas, kembali menurut


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, siapa saja yang mencintai seorang
Syaikh/tuan guru yang menyelisihi syari’at, maka dia kelak akan
bersamanya; bila si Syaikh dimasukkan ke dalam neraka, maka dia
akan bersamanya disana Sebab secara lumrah sudah diketahui
bahwa para Syaikh yang menyimpang dan menyelisihi Kitabullah
dan as-Sunnah adalah orang-orang yang sesat dan jahil,
karenanya; barangsiapa yang bersama mereka, maka jalan akhir
dari kehidupannya adalah sama seperti jalan akhir dari kehidupan
orang-orang tersebut (ahli kesesatan dan kejahilan) Sedangkan
mencintai orang yang termasuk para wali Allah yang bertaqwa
seperti Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Aly dan selain mereka adalah
merupakan ikatan keimanan yang paling kokoh dan sebesar-besar
kebaikan yang akan diraih oleh orang-orang yang bertaqwa

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


85

Andaikata seseorang mencintai seseorang yang lain lantaran


melihat kebaikan yang tampak pada dirinya yang dicintai oleh
Allah dan Rasul-Nya, maka Allah akan mengganjarnya pahala atas
kecintaannya terhadap apa yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya
meskipun dia tidak mengetahui apa yang sebenarnya tersimpan di
dalam bathinnya (orang tersebut) karena hukum asalnya adalah
mencintai Allah dan mencintai apa yang dicintai oleh-Nya;
barangsiapa yang mencintai Allah dan apa yang dicintai oleh-Nya,
maka dia termasuk wali Allah akan tetapi kebanyakan manusia
sekarang hanya mengaku-aku saja bahwa dirinya mencintai tetapi
tanpa teliti dan realisasi yang benar Allah berfirman: “Katakanlah
(wahai Muhammad)! Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah
aku niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni semua
dosa kalian”

Ayat ini turun terhadap suatu kaum di masa Rasulullah yang


mengaku-aku bahwa mereka mencintai Allah

Mencintai Allah dan Rasul-Nya dan hamba-hamba-Nya yang


bertaqwa memiliki konsekuensi melakukan hal-hal yang dicintai-
Nya dan menjauhi hal-hal yang tidak disukai-Nya sementara
manusia di dalam hal ini memiliki perbedaan yang signifikan;
barangsiapa yang di dalam hal tersebut berhasil meraup jatah
yang banyak, maka dia akan meraih derajat yang paling besar pula
di sisi Allah

Sedangkan orang yang mencintai seseorang karena mengikuti


hawa nafsunya seperti dia mencintainya karena ada urusan yang
bersifat duniawy yang ingin diraihnya, karena suatu hajat
tertentu, karena harta yang dia menumpang makan kepada si
empunya-nya, atau karena fanatisme terhadapnya, dan semisal
itu; maka ini semua itu bukan termasuk kecintaan karena Allah
tetapi (kecintaan) karena hawa nafsu belaka Kecintaan seperti
inilah yang menjerumuskan para pelakunya ke dalam kekufuran,
kefasikan dan kemaksiatan

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


86

PELAJARAN YANG DAPAT DIPETIK DARI HADITS TERSEBUT

Kewajiban pertama seorang hamba adalah mencintai Allah,


setelah itu diikuti dengan kewajiban berikutnya, yaitu mencintai
Rasul-Nya yang merupakan subordinasi dan konsekuensi dari
mencintai Allah tersebut

Seseorang kelak akan dikumpulkan bersama orang yang


diidolakan dan dicintainya; maka hendaknya yang menjadi idola
kita adalah Allah dan Rasul-Nya serta hamba-hamba-Nya yang
shalih dan bertaqwa

Persaksian terhadap seseorang masuk surga atau tidak boleh


dilakukan bila memang termasuk orang yang sudah dipersaksikan
oleh Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam, sedangkan terhadap
orang yang banyak dipuji dan dipersaksikan oleh orang banyak;
maka terdapat perbedaan pendapat tentang kebolehannya

Hendaknya semua makhluk mengikuti Rasulullah shallallâhu


'alaihi wa sallam; tidak menyembah selain Allah dan beribadah
kepada-Nya dengan syari’at Rasulullah, bukan selainnya

Tidak boleh kita mengidolakan dan mencintai orang-orang yang


dikenal sebagai pelaku maksiat dan pengumbar hawa nafsu
karena implikasinya amat berbahaya, khususnya terhadap
‘aqidah Karenanya, bagi mereka yang terlanjur telah
mengidolakan orang-orang seperti itu yang tidak karuan ‘aqidah
dan akhlaqnya, hendaknya mulai dari sekarang mencabut
pengidolaan tersebut dari hati mereka dan mengalihkannya
kepada idola yang lebih utama, yaitu Allah dan Rasul-Nya serta
hamba-hamba-Nya yang shalih dan bertaqwa Sebab bila tidak,
maka akhir hidupnya akan seperti akhir hidup orang-orang yang
diidolakannya yang tidak karuan juntrungannya tersebut, na’ûdzu
billâhi min dzâlik Wallahu a’lam

REFERENSI:

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


87

“Majmu’ al-Fatâwâ” Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyyah, pasal: Ma’na


hadîts “al-Mar-u ma’a man Ahabb”

Kitab “at-Tauhid” karya Syaikh Shalih al-Fauzân

Kitab “al-Qaul al-Mufîd ‘ala kitâb at-Tauhîd” karya Syaikh


Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullâh, jld I, hal 151)

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


88

Catatan

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


89

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah


90

Menganggap Diri Paling Salafy, Akhlaq Jahiliyyah

Anda mungkin juga menyukai