Anda di halaman 1dari 12

Tekmapro : Journal of Industrial Engineering and Management

Vol. 15, No. 02,Tahun 2020, 94-105


e-ISSN 2656-6109. URL: http://tekmapro.upnjatim.ac.id/index.php/tekmapro

ANALISIS POSTUR KERJA DENGAN METODE


RAPID UPPER LIMB ASSESSMENT
DI UD. SAUDARA SIDOARJO
Rina Sri Wulandari1), M. Khotibul Umam2)
1, 2)
Teknik Industri, Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo
e-mail: rinasriwulandari.ti@unusida.ac.id1), umamkhotibul04@yahoo.com2)

ABSTRAK
Aktivitas manual material handling (MMH) utamanya pada industri kecil dan menengah
seringkali tidak melakukan perhitungan secara ergonomis. Hal tersebut menyebabkan sangat
tingginya risiko kecelakaan dan kesehatan yang mungkin terjadi oleh pekerja. UD. SAUDARA
merupakan UKM penghasil kerupuk yang pekerjanya mempunyai tugas untuk mengerjakan setiap
proses pembuatan krupuk secara manual. Pada penelitian ini, digunakan metode Rapid Upper
Limb (RULA) untuk melakukan analisa postur kerja. Rula merupakan metode yang digunakan
untuk melakukan penilaian terhadap gaya, gerakan, dan postur anggota tubuh bagian atas (upper
limb) pada setiap aktivitas kerja yang dilakukan. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan
Metode RULA, aktivitas pengambilan serta pengangkatan krupuk untuk dibawa ke mesin oven
memperoleh skor 7. Skor 7 tersebut menunjukkan bahwa action level aktivitas tersebut bernilai 4
yang berarti aktivitas tersebut berbahaya. Karena itu, postur kerja ini harus diperbaiki saat itu
juga karena postur kerja tersebut tidak aman dan nyaman terhadap pekerja. Rekomendasi yang
diusulkan yaitu diperlukan perancangan alat bantu dan perbaikan postur kerja.

Kata Kunci: Action Level, MMH, RULA.

ABSTRACT
Manual material handling (MMH) activities, especially in small and medium industries, never
did ergonomic calculations. This causes a very high risk of accidents and health that may occur by
workers. UD. SAUDARA is a cracker-producing SMEs whose workers have the task of doing eve-
ry process of making crackers manually. In this study, the Rapid Upper Limb (RULA) method was
used to analyze work posture. Rula is a method used to assess the style, movement and posture of
the upper limb (upper limb) in any work activity undertaken. Based on the results of data pro-
cessing with RULA Method, the activity of picking and removing the crackers to be brought to the
oven machine gets a score of 7. The score 7 indicates that the action level of the activity is 4 which
means that the activity is dangerous. Therefore, this work posture must be corrected right away
because the work posture is not safe and comfortable for workers. The recommended recommen-
dation is that a tool design and work posture improvement are needed.

Keywords: Action Level, MMH, RULA.

94
Wulandari, Umam / Tekmapro Vol.15, No.02, Tahun 2020,
94-105

I. PENDAHULUAN
Perkembangan industri kecil dan menengah seiring dengan pertambahan jumlah
kebutuhan akan tenaga kerja. Tenaga kerja dalam industri kecil dan menengah sangat
dibutuhkan utamanya untuk penanganan material secara manual (Manual Material
Handling). Untuk beban-beban ringan, penggunaan manual material handling (MMH)
lebih menguntungkan dibandingkan dengan menggunakan alat bantu kerja. Tetapi
aktivitas MMH berisiko besar menyebabkan penyakit tulang belakang (Low Back Pain).
Beratnya beban kerja, gerakan yang dilakukan secara berulang, adanya getaran pada
keseluruhan tubuh, serta postur kerja yang salah menjadi penyebab memperburuknya
penyakit tulang belakang tersebut.
Seringkali aktivitas MMH tidak dilakukan dengan aspek perhitungan ergonomi,
sehingga risiko kecelakaan dan kesehatan yang mungkin terjadi oleh pekerja sangat
tinggi. Risiko yang sering dialami pekerja adalah penyakit tulang belakang, keluhan
pergelangan tangan dan kaki. Postur kerja yang salah, beban kerja yang berat, dan
pengulangan pekerjaan yang sering menjadi faktor penyebab penyakit tersebut. Menurut
Polat (2016), desain kerja dan postur tubuh yang salah dapat menyebabkan hilangnya
produktivitas dan masalah kesehatan kerja. Di sisi lain, bekerja dengan posisi tubuh yang
benar dapat berdampak positif pada jumlah total pekerjaan yang dilakukan serta
produktivitas. Banyak industri masih membutuhkan banyak tenaga kerja meskipun ada
kemajuan dalam teknologi mekanisasi. Menurut Choobineh (2011), desain tempat kerja
yang buruk tidak hanya mempengaruhi individu tetapi juga berdampak negatif pada
organisasi dan masyarakat secara keseluruhan yaitu dapat menimbulkan efek ekonomi
dan psikososial.
Salah satu industri rumah tangga pembuatan krupuk berada di Kabupaten Sidoarjo yaitu
di Jalan Raya Tlasih Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo, usaha milik Bapak
Wachid. Industri krupuk ini memiliki sepuluh orang pekerja, satu pekerja bertugas
melakukan pembuat adonan dan pembentuk adonan, empat pekerja bertugas melakukan
pemotongan, satu pekerja bertugas melakukan pengoven, dua pekerja bertugas melakukan
penjemuran, dan dua pekerja bertugas melakukan pengemasan. Setiap pekerja
mempunyai tugas untuk mengerjakan setiap proses pembuatan krupuk secara manual.
Para pekerja di home industry krupuk tersebut cenderung melakukan pekerjaan yang terus
menerus, sehingga mengakibatkan pekerja seringkali mengalami sakit di bagian kaki,
tangan, leher, pinggang, dan bagian tubuh yang lainnya. Di unit pengovenan, pekerja
sering mengalami keluhan pada punggung. Apabila keluhan pada pekerja dibagian
pengovenan tersebut dibiarkan, maka akan menimbulkan kecacatan permanen atau pada
masa tua akan mengalami pembungkukan pada punggung. Untuk itu perlu dilakukan
pengamatan dan analisis aktivitas MMH yang benar sehingga dapat memberi masukan
untuk menghindari kecelakan dan kenyamanan pekerja. Menurut Tee et al (2017),
pengerahan tenaga, postur tubuh, gerakan berulang, dan durasi kerja pada beberapa
anggota tubuh yang meliputi batang tubuh, kaki, leher, pergelangan tangan, lengan atas,
dan lengan bawah menjadi faktor risiko yang perlu dievaluasi dengan menggunakan
metode RULA. Pada penelitian ini, akan dilakukan pengukuran postur kerja dengan
menggunakan metode RULA.

II.TINJAUAN PUSTAKA
A. Ergonomi
Menurut Wignjosoebroto (2007), ergonomi merupakan satu upaya dalam bentuk
teknologi, seni, dan ilmu untuk mengkombinasikan antara peralatan, sistem, mesin, ling-
kungan dan organisasi dengan segala keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki oleh
manusia dengan memanfaatkan tubuh manusia secara maksimal untuk mencapai kondisi
lingkungan yang produktif, aman, nyaman, sehat serta efisien.

95
Wulandari, Umam / Tekmapro Vol.15, No.02, Tahun 2020,
94-105

Ergonomi adalah suatu ilmu yang menganalisis keterbatasan, kelebihan, dan


karakteristik manusiaserta menggunakan informasi-informasi tersebut untuk melakukan
perancangan produk, lingkungan kerja, dan fasilitas agar tercapai kualitas kerja yang
optimal dengan mengutamakan aspek keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan manusia
sebagai penggunanya (Irisdiastadi dan Yassierli, 2014). Manusia adalah salah satu
komponen input yang diperlukan untuk proses produksi di industri. Sampai sekarang
penggunaan tenaga kerja manusia di industri di Indonesia masih dominan, terutama untuk
melakukan aktivitas pekerjaan manual (Budiman dan Setyaningrum, 2006). Namun,
tubuh manusia secara fisik memiliki kemampuan dan kapasitas kerja yang terbatas. Salah
satu komponen input yang sampai saat ini masih terus diperlukan pada proses produksi di
industri adalah manusia. Di Indonesia penggunaan tenaga kerja manusia untamanya untuk
melakukan aktivitas pekerjaan manual masih sangat dominan (Budiman dan
Setyaningrum, 2006). Namun, tubuh manusia secara fisik memiliki kemampuan dan
kapasitas kerja yang terbatas. Postur tubuh merupakan salah satu faktor yang harus
diperhatikan oleh pekerja utamanya ketika melakukan pekerjaan secara manual.
Aktivitas yang sering dan berulang dengan postur tubuh yang canggung atau tidak alami
seperti membungkuk, memutar, meregangkan, stres kontak, dan getaran adalah beberapa
faktor risiko. Tugas penanganan material secara manual yang melibatkan pengangkutan
beban termasuk mendorong, menarik, mengangkat, menurunkan, membawa, atau
memindahkan beban menyebabkan postur tubuh yang canggung karena beban kerja dan
tenaga yang berat (Husain, 2019).
Tujuan utama penerapan ergonomi adalah untuk menjamin pekerja dalam kecelakaan
kerja serta kesehatan dalam jangka panjang. Secara otomatis juga dapat meningkatkan
produktivitas yang dicapai pekerja. Ergonomi dapat mengurangi beban kerja dengan cara
menganalisis secara langsung atau tidak langsung pengukuran beban dan memodifikasi
yang sesuai diantara kapasitas beban kerja dan beban tambahan.
Penerapan pedoman ergonomis yang tepat dalam desain stasiun kerja mengarah pada
keseimbangan antara beban kerja tugas dan kemampuan fisik dan mental individu
(Shikdar dan Al-Hadhrami, 2007) . Banyak peneliti ergonomi merekomendasikan meja
kerja dan kursi yang dapat disesuaikan di tempat kerja untuk tugas duduk karena fitur ini
secara signifikan mengurangi penderitaan muskuloskeletal dan meningkatkan
kenyamanan dan kepuasan individu (Garbie, 2014). Lebih lanjut, Menurut Shikdar dan
Al-Hadhrami (2012) menyimpulkan bahwa intervensi ergonomis, seperti mendesain
ulang workstation dan tempat kerja, secara signifikan mengurangi MSD di antara
kelompok kerja yang berbeda dan meningkatkan kinerja pekerja.

B. Rapid Upper Limb Assessment (RULA)


Mc Atamney dkk. pada tahun 1993 telah memperkenalkan penilaian dengan
menggunakan metode RULA. Alat ini merupakan metode berbasis survey yang men-
gevaluasi risiko hubungan ergonomi dengan ganggungan muskuloskeletal (work related
musculoskeletal disorders) di tempat kerja. Tidak memerlukan instrumen apapun untuk
penilaian dengan menggunakan metode ini yang membuatnya menjadi metode yang se-
derhana serta cepat. Peralatan khusus tidak dibutuhkan dalam melakukan pengukuran
posisi, punggung, leher serta tubuh bagian atas, namun berdasarkan beban eksternal dan
fungsi otot yang ditopang tubuh. Dalam melengkapi penilaian secara umum (scoring gen-
eral) pada seluruh kegiatan fisik yang dilakukan oleh pekerja dibutuhkan waktu yang
relatif sedikit sehingga memudahkan dalam melakukan penilaian (Andrian, 2013).
RULA merupakan metode yang khusus digunakan untuk menyelesaikan berbagai kasus
risiko pada muskulosketal ketika operator melakukan berbagai kegiatan. Metode tersebut
memberikan penilaian risiko yang objektif pada kekuatan, aktivitas, dan sikap yang dil-
akukan pekerja. Beberapa tahun ini, proses penilaian risiko dengan RULA yang dihub-
ungkan dengan Work Related Upper Limb Disorders (WRULD) telah digunakan oleh

96
Wulandari, Umam / Tekmapro Vol.15, No.02, Tahun 2020,
94-105

dunia internasional. Sikap tubuh dan postur kerja ketika menjalankan aktivitas merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi ergonomi. Aktivitas-aktivitas tersebut sangat
mempengaruhi hasil produksi. Postur kerja merupakan faktor utama untuk menganalisis
efektif dan tidaknya pekerjaan. Jika postur dan sikap kerja seorang operator sudah ergonomis,
bisa dipastikan hasil kerja dari pekerja atau operator akan baik dan berlaku sebaliknya. Menurut
Sutalaksana (2006), studi ergonomi yang berkaitan dengan pekerjaan manusia bertujuan
untuk melakukan evaluasi serta perancangan ulang terhadap tata cara kerja agar dapat
meningkatkan efektivitas, efisiensi, kenyamanan dan keamanan manusia sebagai pekerja.
Pekerjaan akan menjadi lambat apabila postur yang digunakan pekerja tidak ergonomis
yang berakibat menurunnya kuantitas serta kualitas hasil produksi.
Postur normal ketika bekerja menurut Merulalia (2010) yang dikutip dari dan Bridger
(1995), adalah postur atau sikap normal pada pergelangan tangan dan tangan harus
terletak pada posisi garis lurus dengan jari tengah dan tidak miring serta fleksi atau
ekstensi. Sikap atau postur normal pada leher dengan kemiringan tidak lebih dari 20˚
sehingga dscus pada tulang cervical tidak mengalami penekanan. Sikap atau postur nor-
mal seharusnya posisi siku terletak dekat dengan tubuh dan bahu dalam keadaan tidak
mengangkat sehingga bahu kanan kiri dalam posisi lurus dan proporsional. Posisi atau
sikap normal pada bagian tulang belakang adalah tidak boleh membungkuk lebih dari 20˚.
Penelitian terkait analisis postur kerja dengan metode RULA telah banyak dilakukan di
seluruh dunia bahkan di Indonesia. Berbagai macam pekerjaan utamanya yang
menggunakan MMH telah dilakukan analisis dengan menggunakan metode RULA.
Budiyanto (2019) melakukan analisis dengan RULA pada industri kecil dan menengah
yang memproduksi wajan dengan posisi kerja membungkuk yang dilakukan berulang-
ulang dengan menggunakan bagian tubuh atas, sehingga pekerja berpotensi mengalami
cedera otot. Permasalahan tersebut, dianalisis menggunakan metode RULA untuk men-
gukur dampak perbaikan desain fasilitas kerja terhadap tingkat keluhan pekerja dengan
membandingkan skor penilaian sebelum dan sesudah penerapan desain fasilitas kerja
yang ditingkatkan. Surahma (2020), pada pekerja bengkel Las Manggaraya melakukan
analisis postur kerja para pekerjanya. Hal tersebut didasarkan pada hasil wawancara pada
5 pekerja, dimana 3 dari pekerja tersebut mengeluhkan nyeri pada punggung dan ping-
gang, pada area bahu serta nyeri pada otot. Widiastuti (2020), melakukan pengukuran
terhadap beban fisik dan mental pada pekerja di UKM Batik Jumputan Yogyakarta.
Pengukuran beban fisik yang dilakukan menggunakan metode RULA sedangkan
pengukuran pada beban mental menggunakan metode NASA-TLX.
C.Analisis Penilaian RULA
Metode RULA merupakan metode yang dirancang untuk mempermudah pengguna
dengan menggunakan alat-alat sederhana bukan alat canggih yang sukar untuk digunakan.
Bagian tubuh yang akan ditentukan skornya oleh evaluator dengan menggunakan Table
Action Level RULA antara lain: Leher, batang tubuh, lengan atas, lengan bawah,
pergelangan tangan, dan kaki merupakan. Hasil skor dari beberapa bagian tubuh akan
ditambahkan untuk mendapatkan hasil akhir yang akan disimpulkan untuk membaginya
menjadi beberapa kategori.
Menurut Micheletti et. Al (2019), Metode RULA membagi tubuh menjadi beberapa ba-
gian yang dikumpulkan menjadi dua kelompok, A dan B. Kelompok A meliputi lengan
atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Grup B meliputi leher, batang tubuh dan ka-
ki. Metode ini terdiri dari pemberian skor untuk setiap segmen tergantung pada postur
tubuh yang diambil dan memungkinkan untuk memperoleh dua skor berbeda (Skor A dan
B) melalui penggunaan tabel numerik atau spreadsheet. Skor ini mewakili tingkat beban
postur sistem muskuloskeletal, ditentukan oleh kombinasi postur tubuh secara kese-
luruhan. Penggunaan otot dan skor gaya kemudian ditambahkan ke Skor A dan B untuk
memperoleh dua skor baru (Skor C dan D). Melalui tabel ketiga atau spreadsheet, dapat
diperoleh skor akhir atau Skor Utama.

97
Wulandari, Umam / Tekmapro Vol.15, No.02, Tahun 2020,
94-105

Penilaian lengan atas (Upper Arm) pada grup A dilakukan dengan melakukan penguku-
ran sudut yang dibentuk antara lengan atas dengan posisi batang tubuh. Sedangkan pen-
gukuran sudut yang dibentuk antara lengan bawah (lower arm) dengan posisi batang
tubuh merupakan penilaian terhadap lengan bawah. Pengukuran sudut yang dibentuk an-
tara lengan bawah dengan pergelangan tangan merupakan cara melakukan penilaian ter-
hadap pergelangan tangan (wrist). Penilaian leher (neck) pada grup B dilakukan dengan
cara mengamati apakah pekerja melakukan kegiatan fleksi atau ekstensi dengan sudut
tertentu. Penilaian batang tubuh (trunk) dilakukan dengan melakukan pengukuran sudut
kemiringan antara batang tubuh dan tulang belakang. Melakukan pengamatan apakah ka-
ki pekerja bertumpu pada satu kaki lurus atau pada posisi seimbang (normal) ketika
bekerja merupakan cara melakukan penilaian posisi kaki (leg).

III. METODE PENELITIAN


Subjek pada penelitian ini adalah Bapak Ponikam yang bekerja pada UD SAUDARA
yang terletak di Jalan Raya Tlasih RT 01 RW 01 Tulangan Sidoarjo. Bapak Ponikam
yang berusia 45 Tahun yang sudah 8 tahun bekerja di UD SAUDARA. Setiap hari Bapak
Ponikam memproses 200 kg krupuk. Bapak Ponikam bekerja dalam kegiatan pengovenan
di bidang pembuatan krupuk, lebih spesifiknya yaitu pekerja yang melakukan pekerjaaan
pembuatan krupuk dan beberapa material yang dibutuhkan. Pekerja ini melakukan
kegiatan atau pekerjaannya dengan beberapa postur seperti postur jongkok dan berdiri.
Penelitian ini dimulai dari melakukan perekaman aktivitas kerja dengan menggunakan
alat sederhana berupa kamera untuk melakukan penilaian pada postur kerja yang
dilakukan oleh pekerja. Tahap berikutnya adalah melakukan penentuan skor pada group
A dan group B. Hasil penilaian skor pada group A yang dijumlahkan dengan skor
penggunaan aktivitas dan skor beban untuk group A merupakan penilaian untuk skor C.
Sedangkan Skor D diperoleh dengan menjumlahkan skor pada group B, skor penggunaan
aktivitas, dan skor beban. Hasil dari penilaian Skor D menunjukkan nilai grand score.
Grand score bernilai 1 sampai 7 yang menunjukkan beberapa action level (level
tindakan). Action level 1 ditunjukkan pada Skor 1 dan 2 yang berarti bahwa postur
pekerja tidak memiliki risiko dan dapat terus dipertahankan. Action level 2 ditunjukkan
pada skor 3 atau 4 yang berarti bahwa diperlukan pemerikasaan lanjutan serta diperlukan
beberapa tindakan atau perubahan. Action level 3 ditunjukkan pada skor 5 atau 6 yang
berarti memiliki risiko sedang sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dan perubahan
dengan segera. Action level 4 menunjukkan skor 4 yang berarti berisiko tinggi sehingga
pemeriksaan dan perubahan postur kerja perlu dilakukan saat itu juga.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Penilaian Postur Pengambilan Krupuk dari Pemotongan
Pengumpulan dan pengolahan data diawali dengan melakukan pengukuran rasa sakit
pada otot pekerja ketika melakukan aktivitas dengan menggunakan Nordic Body Map
(NBM). Penggunaan NBM sebagai salah satu kuisioner dalam ergonomi merupakan
kuisioner yang banyak digunakan untuk mengetahui standarisasi kenyamanan pada para
pekerja karena sudah memenuhi standar dan telah tersusun rapi. Untuk pengumpulan data
dengan NMB digunakan kuesioner sebagai alat penilaian menggunakan skala linkert
dengan rentang 1 sampai 5. Responden diminta memberikan penilaian terhadap bagian
tubuhnya yang merasakan sakit selama menjalani aktivitas kerja sesuai dengan skala lik-
ert yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil kuesioner dengan menggunakan NBM
diperoleh kesimpulan bahwa pekerja pada bagian pengovenan mengalami keluhan pada
otot mereka. Hal tersebut menjadi salah satu dasar yang digunakan penulis untuk
melakukan penelitian postur kerja menggunakan metode RULA.
Penilaian postur kerja pada aktivitas pengambilan kerupuk dimulai dengan melakukan
recording (perekaman) dengan menggunakan kamera. Pada Gambar 1 dapat dilihat postur

98
Wulandari, Umam / Tekmapro Vol.15, No.02, Tahun 2020,
94-105

kerja pada bagian pengambilan kerupuk untuk dibawa kebagian pengovenan. Gambar
tersebut menunjukkan bagian-bagian tubuh yang akan dilakukan pengukuran dengan
RULA.
Keterangan:
A. Postur Leher
B. Postur Lengan Atas
C. Postur Lengan Bawah
D. Postur Kaki
E. Postur Batang Tubuh
A
E

B
D
C

Gambar 1. Pengambilan Krupuk dari Pemotongan

Berdasarkan hasil perekaman yang berupa foto di atas, selanjutnya dilakukan


pengukuran sudut berdasarkan beberapa kategori yang telah ditetapkan pada tabel score
RULA. Hasil penilaian Skor RULA untuk postur pengambilan krupuk dari stasiun
pemotongan yang akan dioven dapat dilihat pada Tabel I.

TABEL I
PENILAIAN POSTUR PENGAMBILAN KRUPUK DARI PEMOTONGAN
Kategori Pergerakan Skor
Lengan Atas 38° ke Depan dan Lengan Bengkok 3
Lengan Bawah 42° ke Depan 2
Pergelangan Tangan 15° ke Bawah 2
Putaran Pergelangan Tangan Dekat dari Putaran 2
Leher 48° Leher Bengkok 4
Batang Tubuh 90° B. Tubuh Bengkok 5
Kaki Tidak Seimbang 2
Beban 5-7 kg (berulang) 2
Aktivitas Berulang 1

Pada tabel di atas, hasil pengukuran sudut pergerakan lengan atas 38°. Jika dilihat pada tabel
pengamatan RULA seharusnya bernilai 2. Karena pergerakan lengan atas ke depan dan
lengan bengkok menyebabkan skor harus mendapat penambahan 1 sehingga skor baru
menjadi 3. Dan kategori lain dapat dilihat berdasarkan pada tabel penilaian skor RULA.
Setelah dilakukan penilaian postur berdasarkan hasil foto dan tabel penilaian skor RULA,
maka selanjutnya dilakukan penentuan skor pada group A. Hasil penentuan skor pada
group A dapat dilihat pada Tabel II.

TABEL II
PERHITUNGAN GRUP A POSTUR PENGAMBILAN KRUPUK DARI PEMOTONGAN
Pergelangan Tangan
Lengan 1 2 3 4
Lengan Atas
Bawah PP PP PP PP
1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 2 2 2 2 3 3 3
1 2 2 2 2 2 3 3 3 3
3 2 3 3 3 3 3 4 4
2 1 2 3 3 3 3 4 4 4

99
Wulandari, Umam / Tekmapro Vol.15, No.02, Tahun 2020,
94-105

Pergelangan Tangan
Lengan 1 2 3 4
Lengan Atas
Bawah PP PP PP PP
1 2 1 2 1 2 1 2
2 3 3 3 3 3 4 4 4
3 3 4 4 4 4 4 5 5
1 3 3 4 4 4 4 5 5
3 2 3 4 4 4 4 4 5 5
3 4 4 4 4 4 5 5 5
1 4 4 4 4 4 5 5 5
4 2 4 4 4 4 4 5 5 5
3 4 4 4 5 4 5 6 6
1 5 5 5 5 5 6 6 7
5 2 5 6 6 6 6 6 7 7
3 6 6 6 7 7 7 7 8
1 7 7 7 7 7 8 8 9
6 2 8 8 8 8 8 9 9 9
3 9 9 9 9 9 9 9 9

Perhitungan skor pada group A didapatkan dari lengan atas dengan skor 3, lengan
bawah dengan skor 2 sedangkan pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan
masing-masing bernilai 2. Setelah perhitungan Skor A telah dilakukan, maka dilanjutkan
dengan menghitung Skor B yang meliputi bagian leher, batang tubuh, dan kaki. Tabel
Skor B ditunjukkan pada Tabel III.

TABEL III
PERHITUNGAN GRUP B POSTUR PENGAMBILAN KRUPUK DARI PEMOTONGAN
Batang Tubuh
1 2 3 4 5 6
Leher
Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7
2 2 3 2 3 3 4 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9

Hasil perhitungan pada Grup B diperoleh dari perhitungan skor kategori leher bernilai 4,
batang tubuh bernilai 5 dan Kaki bernilai 2. Berdasarkan kategori tersebut, maka
diperoleh perhitungan pada group B bernilai 7. Jika Skor A dan B sudah didapat, langkah
selanjutnya adalah menghitung Grand Score yang dapat dilihat pada Tabel IV.
Perhitungan Grand Score meliputi kombinasi Skor A, Skor B, aktivitas, dan beban. Skor
untuk kategori aktivitas yang berjalan bernilai 1 dan beban yang diterima bernilai 2.

TABEL IV
GRAND SCORE
Grand Score
Skor D = Skor B + Aktivitas + Beban
Skor C* 1 2 3 4 5 6 7+
1 1 2 3 3 4 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6
4 3 3 3 4 5 6 6
5 4 4 4 5 6 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7
8+ 5 5 6 7 7 7 7

Pada Tabel IV menunjukkan bahwa Grand Score pada aktivitas pengambilan krupuk dari
pemotongan bernilai 7 yang berarti bahwa Action Level aktivitas tersebut bernilai 4. Hal

100
Wulandari, Umam / Tekmapro Vol.15, No.02, Tahun 2020,
94-105

tersebut menunjukkan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh pekerja pada bagian pengam-
bilan krupuk untuk dibawa ke pengovenan berbahaya, sehingga perlu dilakukan pemerik-
saan dan perubahan terhadap postur kerja saat itu juga. Nyeri otot pada bahu, batang
tubuh, pinggang serta leher disebabkan batang tubuh pekerja pada posisi membungkuk.
Sedangkan posisi kaki yang tidak seimbang mengakibatkan pengangkatan beban tidak
merata sehingga dapat menyebabkan sakitnya otot kaki bahkan dapat menyebabkan
cidera.
B. Penilaian Postur Pengangkatan Krupuk dari Stasiun Pemotongan
Penilaian Skor RULA untuk postur pengangkatan krupuk dari stasiun pemotongan yang
akan dioven dimulai dengan melakukan recording atau perekaman aktivitas yang
dilakukan oleh pekerja dengan menggunakan alat bantu kamera.

Keterangan:
A. Postur Leher
B. Postur Lengan Bawah
C. Postur Lengan Atas
D. Postur Batang Tubuh
A

Gambar 2. Pengangkatan Krupuk dari Pemotongan

Berdasarkan hasil perekaman pada aktivitas pengangkatan krupuk dari pemotongan


untuk dibawa ke bagian pengovenan, maka penilaian beberapa kategori dapat dianalisa
dari gambar tersebut. Hasil penilaian Skor RULA untuk postur pengangkatan krupuk
dapat dilihat pada Tabel V.
TABEL V
PENILAIAN POSTUR PENGANGKATAN KRUPUK DARI PEMOTONGAN
Kategori Pergerakan Skor
Lengan Atas 52° Agak Naik Sedikit 3
Lengan Bawah 51° ke Depan 2
Pergelangan Tangan Menjauhi Sisi Tengah 60° 3
Putaran Pergelangan Tangan Dekat dari Putaran 2
Leher 61° Agak ke Belakang 4
Batang Tubuh 80° ke Belakang 4
Kaki Normal 1
Beban 5-7 kg (Berulang) 1
Aktivitas Berulang 1

Tabel V menunjukkan penilaian postur pengangkatan krupuk dari pemotongan menuju


bagian pengovenan. Score hasil penilaian postur diperoleh berdasarkan tabel RULA
sebagai contoh untuk kategori pergelangan tangan dan leher. Pada tabel score RULA
pergelangan tangan menjauhi sisi tengah lebih dari 15° maka memperoleh skor 3. Pada
kategori leher, dengan sudut 61° atau pergerakannya ekstensi pada tabel score RULA
bernilai 4. Begitu pula untuk kategori lainnya. Dari hasil penilaian postur berdasarkan
berbagai kategori, maka tahap selanjutnya dilakukan perhitungan pada group A.
Perhitungan pada Group A dapat dilihat pada Tabel 8.

101
Wulandari, Umam / Tekmapro Vol.15, No.02, Tahun 2020,
94-105

TABEL VI
PERHITUNGAN GRUP A POSTUR PENGANGKATAN KRUPUK DARI PEMOTONGAN
Pergelangan Tangan
Lengan 1 2 3 4
Lengan Bawah
Atas PP PP PP PP
1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 2 2 2 2 3 3 3
1 2 2 2 2 2 3 3 3 3
3 2 3 3 3 3 3 4 4
1 2 3 3 3 3 4 4 4
2 2 3 3 3 3 3 4 4 4
3 3 4 4 4 4 4 5 5
1 3 3 4 4 4 4 5 5
3 2 3 4 4 4 4 4 5 5
3 4 4 4 4 4 5 5 5
1 4 4 4 4 4 5 5 5
4 2 4 4 4 4 4 5 5 5
3 4 4 4 5 4 5 6 6
1 5 5 5 5 5 6 6 7
5 2 5 6 6 6 6 6 7 7
3 6 6 6 7 7 7 7 8
1 7 7 7 7 7 8 8 9
6 2 8 8 8 8 8 9 9 9
3 9 9 9 9 9 9 9 9

Perhitungan skor pada group A didapatkan dari lengan atas dengan skor 3, lengan
bawah dengan skor 2 sedangkan pergelangan tangan dengan skor 3 dan putaran
pergelangan tangan bernilai 2. Setelah Skor A selesai, maka dilanjutkan dengan
menghitung Skor B yang meliputi bagian leher, batang tubuh, dan kaki. Perhitungan Skor
B ditunjukkan pada Tabel VII.

TABEL VII
PERHITUNGAN GRUP B POSTUR PENGANGKATAN KRUPUK DARI PEMOTONGAN
Batang Tubuh
1 2 3 4 5 6
Leher
Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7
2 2 3 2 3 3 4 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9

Jika Skor A dan B sudah didapatkan, langkah selanjutnya adalah menghitung Grand
Score yang meliputi kombinasi Skor A, Skor B, aktivitas, dan beban yang ditunjukkan
pada Tabel VIII.

TABEL VIII
GRAND SCORE
Grand Score
Skor D = Skor B + Aktivitas + Beban
Skor C* 1 2 3 4 5 6 7+
1 1 2 3 3 4 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6
4 3 3 3 4 5 6 6
5 4 4 4 5 6 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7
8+ 5 5 6 7 7 7 7

102
Wulandari, Umam / Tekmapro Vol.15, No.02, Tahun 2020,
94-105

Pada Tabel VII terlihat bahwa Grand Score bernilai 7 yang menunjukkan bahwa ac-
tion level pada aktivitas tersebut bernilai 4. Action level bernilai 4 berarti bahwa aktivi-
tas pengangkatan krupuk dari bagian pemotongan berbahaya dan dapat menimbulkan
cidera. Lengan atas dan bawah menerima beban yang berat secara berulang. Kaki dalam
kondisi tidak seimbang menyebabkan beban pada kaki tidak merata sehingga otot kaki
dapat sakit. Untuk itu, postur kerja pada aktivitas tersebut perlu dilakukan pemeriksaan
serta perubahaan segera atau saat itu juga.
Perancangan alat bantu serta perubahan tata letak dari fasilitas kerja yang terdapat pada
stasiun kerja merupakan rekomendasi yang diusulkan dari hasil analisis beberapa aktifitas
pada kegiatan di UD. Saudara. Rekomendasi mengenai rancangan alat bantu dan tata le-
tak dari fasilitas kerja tersebut bertujuan agar pekerja dapat melakukan pekerjaan dengan
postur kerja yang benar pada saat melakukan aktivitasnya. Usulan perbaikan dari aktivitas
yang dilakukan didesain menggunakan perangkat lunak CATIA. Menurut Pinem (2008),
CATIA merupakan software atau perangkat lunak untuk membantu proses manufaktur,
rekayasa dan juga desain. Rekomendasi usulan dengan menggunakan software CATIA
dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Rekomendasi Postur dan Alat Bantu Pengambilan Krupuk dari Pemotongan

Berdasarkan gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa A merupakan tempat menaruh


tampah yang berisi krupuk dari pemotongan, B merupakan tampah atau wadah untuk
krupuk hasil pemotongan sedangkan C adalah postur kerja mengambil krupuk dari
pemotongan. Usulan perbaikan yang diberikan meliputi perubahan postur kerja dan
penambahan fasilitas kerja yang berupa tempat meletakkan tampah dengan ukuran
panjang 30 cm dan lebar 50 cm untuk mempermudah pekerja yang tingginya dibawah
160 cm dalam bekerja. Menurut May (2004) penyediaan tempat kerja dengan prinsip er-
gonomis, seperti meja kerja dengan ketinggian yang dapat disesuaikan dan kursi ergono-
mis, memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan persepsi pekerja ter-
hadap lingkungan kerja dan kepuasan kerja. Mereka menyatakan bahwa desain dan
karakteristik stasiun kerja ergonomis yang tepat berpengaruh positif terhadap kepuasan
stasiun kerja, yang meningkatkan kepuasan keseluruhan pekerja terhadap suatu pekerjaan.
Rekomendasi juga diberikan untuk postur pengangkatan krupuk dengan menggunakan
software CATIA yang dapatdilihat pada Gambar 4.

103
Wulandari, Umam / Tekmapro Vol.15, No.02, Tahun 2020,
94-105

Gambar 4. Rekomendasi Postur Pengangkatan Krupuk dari Pemotongan

Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa D merupakan postur rekomendasi untuk


kegiatan pengangkatan krupuk dari pemotongan. Mengangkat beban dengan
membungkuk setiap 30 menit secara berulang diperlukan pelemasan otot guna
menghindari cidera pada tulang belakang. Berdasarkan postur kerja dan perbaikan di atas,
maka diharapkan bisa memperbaiki aktivitas para pekerja guna meminimalisir kecelakaan
kerja dan kesehatan kerja.

V. KESIMPULAN
Berdasarkan pengumpulan dan pengolahan dengan menggunakan metode RULA pada
dua aktivitas di UD. Saudara, diperoleh nilai grand score keduanya bernilai 7 dan action
level yang keduanya bernilai 4. Dari hasil penilaian action level tersebut, maka direk-
omendasikan adanya perbaikan serta perubahan-perubahan untuk menghindari terjadinya
cedera pada pekerja. Perbaikan tersebut dilakukan pada postur tubuh pekerja pada saat
bekerja. Usulan perbaikan yang diberikan meliputi perubahan postur kerja dan
penambahan fasilitas kerja yang berupa tempat meletakkan tampah dengan ukuran
panjang 30 cm dan lebar 50 cm untuk mempermudah pekerja yang tingginya dibawah
160 cm dalam bekerja.

DAFTAR PUSTAKA
Andrian, Deni. (2013), “Pengukuran Tingkat Resiko Ergonomi secara Biomenika pada Pekerja Pengangkatan Semen
(Studi Kasus: PT. Semen Baturaja),” Laporan Kerja Praktik Fakultas Teknik, Universitas Binadarma,
Palembang.
Budiman, E. and R. Setyaningrum. (2006), “Perbandingan Metode-metode Biomekanika untuk Menganalisis Postur pada
Aktivitas Manual Material Handling (MMH),” Jurnal Teknik Industri Undip, Vol. 1, No. 3, September 2006, pp.
46-52.
Budiyanto, T., Adiputra, N., Sutjana, I. D. P., & Tirtayasa, K. (2019), “Application of RULA Analysis on Work Posture
Improvement to Reduce Workers’ Fatigue and Musculoketal Complaints and to Accelerate Processing Time of
WOK Molding,” International Research Journal of Engineering, IT & Scientific Research, Vol. 5, No. 4, pp. 8-
15.
Choobineh, A., Motamedzade, M., Kazemi, M., Moghimbeigi, A., & Pahlavian, A. H. (2011), "The Impact of Ergonomics
Intervention on Psychosocial Factors and Musculoskeletal Symptoms Among Office Workers," International
Journal of Industrial Ergonomics, vol. 41, pp.671-676.
Micheletti C., M., Giustetto, A., Caffaro, F., Colantoni, A., Cavallo, E., & Grigolato, S. (2019), “Risk Assessment for Mus-
culoskeletal Disorders in Forestry: A Comparison between RULA and REBA in the Manual Feeding of a Wood-
Chipper,” International Journal of Environmental Research and Public Health, Vol .16, No. 5, pp.1-13.
Garbie. (2014), "An Experimental Investigation on Ergonomically Designed Assembly Workstation,” Int. J. Industrial and
Systems Engineering, Vol. 16, No. 3, pp.296-321.
Hussain, M. Manzoor. et al (2019), “Digital Human Modelling in Ergonomic Risk Assessment of Working Posture using
RULA,” Proceedings of The International Conference on Industrial Engineering and Operations Management,
Thailand, pp. 2714-2725.
Iridiastadi, Hardianto and Yessierli. (2014), “Ergonomi (suatu pengantar),” PT Remaja Rosda karya. Bandung.

104
Wulandari, Umam / Tekmapro Vol.15, No.02, Tahun 2020,
94-105

May, D. R., Reed, K., Schwoerer, C. E., & Potter, P. (2004), "Ergonomics Office Design And Aging: A Quasiexperimental
Field Study of Employee Reactions To An Ergonomics Intervention Program," Journal of Occupational Health
Psychology, vol.9(2), pp.123-135.
Mc Atamney, Lynn and Corlett, E Nigel. (1993), “RULA: A Survey Method for Investigation of Work-related Upper Limb
Dissorders. Applied Ergonomics,” Vol. 24 No. 2, p.91-99.
Merulalia. (2010) “Postur Tubuh yang Ergonomis Saat Bekerja,” Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Medan.
Pinem, D. (2008), “Catia Si Jago Desain Tiga Dimensi,” Lingua Kata. Surabaya.
Polat dan Kalayci CB. (2016), “Ergonomic Risk Assessment of Workers in Garment Industry,” Eight International
Conference on Textile Science & Economy VIII. May 16-21.
Shikdar, A and Al-Hadhrami, M. (2007), "Smart Workstation Design: A Ergonomics and Methods Engineering Approach,"
Int. J. Industrial and Systems Engineering, Vol. 2, No. 4, pp.363-374.
Shikdar, A and Al-Hadhrami, M. 2012. "Evaluation of A Low-Cost Ergonomically Designed Adjustable Assembly
Workstation," Int. J. Industrial and Systems Engineering, Vol. 10, No. 2, pp.153-166.
Surahma, Suroso, B., Prastike, F., (2020), “Work Posture Analysis of Welding Workers Using the Rula Method,” Journal
La Medihealtico, Vol. 01, No.01, pp. 13-23.
Sutalaksana, Iftikar Z. (1979), “Teknik Tata Cara Kerja,”. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Tee, K. S., Low, E., Saim, H., Zakaria, W. N. W., Khialdin, S. B. M., Isa, H., ... & Soon, C. F. (2017), “A Study on The
Ergonomic Assessment in The Workplace,” AIP Coference Proceedings, Advance Electrical and Electronic En-
gineering: From Theory to Applications, pp. 1-11.
Widiastuti, R., Nurhayati, E., Wardani, D. P., & Sutanta, E. (2020), “Workload Measurement of Batik Workers at UKM
Batik Jumputan Yogyakarta Using RULA and NASA-TLX,” Journal of Physics: Conference Series, The 5th In-
ternational Conference on Technology and Vocational Teachers (ICTVT 2019), Vol. 1456, Yogyakarta, Indone-
sia.
Wignjosoebroto, Sritomo, (2003), “Ergonomi Studi Gerak dan Waktu,” Cetakan Ketiga, Guna Widya.

105

Anda mungkin juga menyukai