Anda di halaman 1dari 24

PENILAIAN KINERJA MANUAL MATERIAL HANDLING

LAPORAN PRAKTIKUM

TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN

Oleh

NAMA : BIMA EKA SAPUTRA

NIM : 191710301015

KELAS : TIP A

ASISTEN :1. WIFQI NUR PANGESTU

2. NABILA TSANA B.S.

3. RESTIA MAHARANI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2020
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara berkembang yang banyak sekali dijumpai


industri-industri yang masih menggunakan tenaga manusia dalam pemindahan
material. Walaupun beberapa industri yang relatif modern telah banyak
menggunakan mesin sebagai alat bantu dalam pemindahan material, namun
aktivitas pemindahan bahan secara manual (MMH) masih sangat diperlukan
karena memilki kelebihan dibandingkan dengan menggunakan alat yaitu bahwa
pemindahan material secara manual bisa dilakukan dalam ruang terbatas dan
dimana dalam melakukan aktivitas pekerja sangat mengandalkan fisik manusia
untuk mengangkat barang, tetapi pemindahan bahan secara manual (MMH)
apabila tidak dilakukan secara ergonomis akan menimbulkan kecelakaan dalam
industri, yang disebut juga ”Over Exertion– Lifting and Carying”, yaitu kerusakan
jaringan tubuh yang disebabkan oleh beban angkat yang berlebihan (Nurmianto,
1996).
Manual material handling (MMH) adalah salah satu komponen dari banyak
pekerjaan dan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Jenis pekerjaan ini meliputi
mengakat, menurunkan, mendorong, menarik, dan membawa objek dengan
tangan. Olehkarena itu dilakukan praktikum Manual Material Handling ini.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui kinerja pekerja manual material handling


2. Untuk mengetahui metode penilaian kinerja MMH
3. Untuk mengevaluasi serta menyusun rekomendasi sikap kerja MMH pada
agroindustry
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material Handling
Material handling dapat didefinisikan sebagai penyediaan material dalam
jumlah yang tepat, kondisi yang tepat, pada posisi yang tepat, diwaktu yang tepat,
pada tempat yang tepat untuk mendapatkan ongkos yang efisien (Rohcman dkk.
2010). Material adalah seluruh bahan yang dibutuhkan dalam suatu proses
produksi meliputi material curah, material unit, aliran informasi dan kertas kerja.
Material Handling juga mempunyai arti penanganan material dalam jumlah yang
tepat dari material. Sesuai dengan waktu dan temat yang baik dan cocok, pada
waktu yang tepat pada posisi yang benar dalam urutan yang sesuai dan biaya yang
murah dengan menggunakan metode yang benar.
Salah satu masalah penting dalam produksi ditinjau dari segi kegiatan atau
proses produksi adalah bergeraknya material dari satu tingkat ke tingkat proses
produksi berikutnya. Memungkinkan proses produksi dapat berjalan dibutuhkan
adanya kegiatan pemindahan material yang disebut dengan material handling.
Menurut Wignjosoebroto (2003), kegiatan material handling adalah
kegiatan tidak produktif, karena pada kegiatan ini bahan tidaklah mendapat
perubahan bentuk atau perubahan nilai, sehingga sebenarnya akan mengurangi
kegiatan yang tidak efektif dan mencari ongkos material handling terkecil. Dalam
material handilng juga mempunyai beberapa prinsip-prinsip penanganan yang
meliuputi prinsip perencanaan, prinsip sistem, prinsip aliran material, prinsip
penyederhanaan, prinsip gravitasi, prinsip pemanfaatan ruang, prinsip unit load
(muatan satuan), prinsip mekanisasi, prinsip otomasi, prinsip pemilihan peralatan,
prinsip standarisasi, prinsip adaptabilitas, prinsip perbandingan bobot mati,
prinsip utilisasi, prinsip perawatan, prinsip obsolescencel, prinsip pengendalian,
prinsip kapasitas, prinsip performansi, dan prinsip keselamatan.

2.2 Manual Material Handling (MMH)


Manual Material Handling (MMH) dapat didefinisikan sebagai suatu
suatu kegiatan transportasi yang dilakukkan oleh satu pekerja atau lebih dengan
melakukan kegiatan pengangkatan, penurunan, mendorong, menarik, mengangkut
dan memindah barang (Azkiyah dkk, 2020). Penanganan manual seperti
mengangkat ataupun mendorong sesuatu dapat menyebabkan cedera, banyak
energi yang terbuang, dan waktu yang terbuang. Suatu proses atau kegiatan pada
industri dapat langsung mendapatkan manfaat dari meningkatkan kesesuaian
antara tuntutan tugas pekerjaan dan kemampuan pekerja. Kemampuan pekerja
untuk melakukan tugas pekerjaan dapat bervariasi karena perbedaan usia, kondisi
fisik, kekuatan, jenis kelamin, tinggi badan, dan faktor-faktor lain. Jika
penanganan material oleh pekerja dilakukan berulang kali atau selama jangka
waktu tertentu, dapat menyebabkan kelelahan dan cedera.
Menurut Mas’idah (2009), manual material handling masih sangat
diperlukan karena memilki kelebihan dibandingkan dengan menggunakan alat
yaitu bahwa pemindahan material secara manual bisa dilakukan dalam ruang
terbatas dan dimana dalam melakukan aktivitas pekerja sangat mengandalkan fisik
manusia untuk mengangkat barang .
Penanganan material secara manual memiliki beberapa keuntungan, yaitu
yang pertama fleksibel dalam gerakan sehingga memberikan kemudahan
pemindahan beban pada ruang terbatas dan pekerjaan yang tidak beraturan, yang
kedua untuk beban ringan akan lebih murah bila dibandingkan menggunakan
mesin dan yang ketiga yaitu tidak semua material dapat dipindahkan dengan alat
(Wignjosoebroto, 1996).

2.3 Metode Penilaian Podtur Kerja


2.3.1 NIOSH
NIOSH dapat didefiniika sebagai suatu metode penilaian postur untuk
menginvestigasi gangguan pada anggota badan bagian atas (Suhendri dkk,…..).
Metode NIOSH ini pertama kali ditemukan pada tahun 1981 oleh National Health
nstitute of Occupatanional Safety and Health yang menganalisis postur tubuh
berdasarkan gaya kompresi yang dihasilkan dan merekomendasikan beban yang
aman untuk dikerjakan. Dalam metode NIOSH ini terdapat 2 jenis metode yaitu
metode MPL (Maximum Permissible Limit) dan metode RWL (Recommended
Weigh Limit) metode ini digunakan untuk mengetahui gya yang terjadi pada
pungguang (Budiman dan Setyaningrum,…..)
Pada metode MPL (Maximum Permissible Limit) inputnya berupa
rentang postur atau posisi aktibitas, ukuran beban dan ukuran manusia yang
dievaluasi. Proses pada metode RWL ini yang pertama adalah mengidentifikasi
postur pekerja atau postur input yang akan dilakukan penelitian, kemudian dari
postur tersebut dilakukan pengukuran. Tahapan selanjutnya yaitu dilakukan
perhitungan diantaranya yaitu perhitungan momen, gaya dan yang terakhir
sebagai outpunya adalah perhitungan gaya tekan/ kompresi. Sedangkan untuk
metode RWL (Recommended Weigh Limit) adalah metode yang
merekomendasikan batas beban yang diangkat oleh manusia tanpa menimbulkan
cidera meskipun pekerjaan tersebut dilakukan secara repetitif dan dalam jangka
waktu yang lama. Input metode RWL adalah jarak beban terhadap manusia, jarak
perpindahan, dan postur tubuh (Budiman dan Setyaningrum, 2006).

2.3.2 REBA (Rapid Entire Body Assessment)


REBA (Rapid Entire Body Assessment) merupakan sebuah metode yang
dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk
menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan pergelangan tangan dan
kaki pekerja. Selain itu metode ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya yaitu beban material yang ditopang oleh tubuh serta aktifitas pekerja.
Penilaian dengan menggunakan. REBA tidak membutuhkan waktu yang lama
untuk melengkapi dan melakukan penilaian pada daftar aktivitas yang
mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko yang diakibatkan postur
pekerja. Metode ergonomi tersebut mengevaluasi postur, kekuatan, aktivitas dan
beberapa faktor yang menimbulkan cedera akibat aktivitas yang berulang-ulang.
Penilaian postur kerja dengan metode ini dengan cara pemberian skor resiko
antara satu sampai lima belas, yang mana skor tertinggi menandakan level yang
mengakibatkan resiko yang besar (bahaya) untuk dilakukan dalam bekerja. Hal ini
berarti bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari
ergonomic hazard. REBA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang
beresiko dan melakukan perbaikan sesegera mungkin. REBA dikembangkan tanpa
membutuhkan piranti khusus. Ini memudahkan peneliti untuk dapat dilatih dalam
melakukan pemeriksaan dan pengukuran tanpa. biaya peralatan tambahan.
Pemeriksaan REBA dapat dilakukan di tempat yang terbatas tanpa menggangu
pekerja (Sulaiman dan Sari, 2016)

2.3.3 RULA (Rapid Upper Limb Assessment)


RULA (Rapid Upper Limb Assessment) dapat didefinisikan suatu metode
yang dikembangkan dalam bidang ergonomi yang menginvestigasi dan menilai
postur kerja yang dilakukan oleh tubuh bagian atas. Metode penilaian postur kerja
ini tidak memerlukan alat-alat khusus dalam melakukan pengukuran. Metode
RULA ini digunakan untuk penilaian postur tubuh meliputi postur leher,
punggung, dan tubuh bagian atas. Teknologi ergonomi ini mengevaluasi postur,
kekuatan, dan aktivitas otot yang dapat menimbulkan cedera akibat aktivitas yang
berulang . RULA memberikan hasil evaluasi yang berupa skor resiko antara satu
sampai tujuh. Skor tertinggi menandakan tingkatan yang mengakibatkan resiko
yang besar atau berbahaya untuk dilakukan oleh pekerja. Sedangkan skor terendah
juga tidak berarti menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomic Hazards
(Akshinta dan Susanty, 2018).
Menurut Wijaya dan Muhsin (2018), ada beberapa tujuan
dikembangkanya metode penilaian postur tubuh RULA ini diantaranya adalah
sebagai berikut :
a. Memberikan suatu metode pemeriksaan populasi pekerja secara cepat,
terutama pemeriksaan paparan terhadap resiko gangguan bagian tubuh atas
yang disebabkan karena bekerja.
b. Menentukan penilaian gerakan-gerakan otot yang dikaitkan dengan postur
kerja, mengeluarkan tenaga, dan melakukan kerja statis dan repetitive yang
mengakibatkan kelelahan otot.
c. Memberikan hasil yang dapat digunakan pada pemeriksaan atau
pengukuran ergonomi yang mencakup faktor-faktor fisik, epidemiologis,
mental, lingkungan dan faktor organisional dan khususnya mencegah
terjadinya gangguan pada tubuh bagian atas akibat kerja.

2.3.4 OWAS (Ovako Working Analysis System)


OWAS (Ovako Working Analysis System) dapat didefinisikan sebagai
sebuah metode yang digunakan untuk mengevaluasi postural stress pada pekerja
yang dapat mengakibatkan musculoskeletal disorders atau kelainan otot. Metode
ini dimulai pada tahun 1970-an di perusahaan Ovako Oy Finlandia.
Dikembangkan oleh Karhu dan kelompoknya di Laboratorium Kesehatan Buruh
Finlandia yang mengkaji tentang pengaruh sikap kerja terhadap gangguan
kesehatan seperti sakit pada punggung, leher, bahu, kaki, dan lain-lain. Penelitian
tersebut memfokuskan hubungan antara postur kerja dengan berat beban. Seiring
berjalannya waktu, metode ini disempurnakan oleh Stofert pada tahun 1985
(Pramestari, 2017) .
Menurut Wijaya (2008), dalam metode OWAS ini terdapat beberapa
sikap bagian tubuh yang diamati untuk dianalisa dan dievaluasi diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Sikap Punggung.
a. Lurus
b. Membungkuk
c. Memutar atau miring kesamping
d. Membungkuk dan memutar
2. Sikap Lengan.
a. Kedua lengan berada dibawah bahu
b. Satu lengan berada pada atau diatas bahu
c. Kedua lengan pada atau diatas bahu
3. Sikap Kakia.
a. Duduk
b. Berdiri bertumpu pada kedua kaki lurus
c. Berdiri bertumpu pada satu kaki lurus
d. Berdiri bertumpu pada kedua kaki dengan lutut ditekuk
e. Berdiri bertumpu pada satu kaki dengan lutut ditekuk
f. Berlutut pada satu atau kedua lututg.Berjalan
4. Berat Bebana.
a. Berat beban adalah kurang dari 10 Kg (W = 10 Kg)
b. Berat beban adalah 10 Kg–20 Kg (10 Kg < W = 20 Kg)
c. Berat beban adalah lebih besar dari 20 Kg (W > 20 Kg)
Dibawahini adalah perihal penjelasan tentang klasifikasi sikap
agarmembedakan sikap masing-masing klasifikasi.
1. Sikap Punggung.
a. Membungkuk.
Penilaian sikap kerja diklasifikasikan membungkuk jika terjadi sudut yang
terbentuk pada punggung minimal sebesar 20° ataulebih. Begitupula
sebaliknya jika perubahan sudut kurang dari 20°, maka dinilaitidak
membungkuk. Adapun posisi leher dan kaki tidak termasukdalam
penilaian batang tubuh (punggung).
2. Sikap Lengan
a. Yang dimaksud sebagai lengan adalah dari lengan atas sampaitangan.
b. Penilaian terhadap posisi lengan yang perlu diperhatikan adalah
posisitangan.
3. Sikap Kaki
a. DudukPada sikap ini adalah duduk dikursi dan semacamnya.
b. Berdiri bertumpu pada kedua kaki lurusPada sikap ini adalah kedua
kaki dalam posisi lurus / tidakbengkokdimana beban tubuh menumpu
kedua kaki.
c. Berdiri bertumpu pada satu kaki lurus.Pada sikap ini adalah beban
tubuh bertumpu pada satu kaki lurus(menggunakan satu pusat
gravitasi lurus), dan satu kaki yang laindalam keadaan menggantung
(tidakmenyentuh lantai). Dalam hal inikaki yang menggantung untuk
menyeimbangkan tubuh dan bila jarikaki menyentuh lantai termasuk
sikap ini.
d. Berdiri bertumpu pada kedua kaki dengan lutut ditekukPada sikap ini
adalah keadaan postur setengah duduk yang telahumum diketahui
yaitu keadaan lutut ditekuk dan beban tubuhbertumpu pada kedua
kaki.
e. II-23e.Berdiri bertumpu pada satu kaki dengan lutut ditekukPada
sikap ini dalam keadaan berat tubuh bertumpu pada satu kakidengan
lutut ditekuk (menggunakan pusat gravitasi pada satu kakidengan
lutut ditekuk).
f. Berlutut pada satu atau kedua lututAda sikap ini dalam keadaan satu
atau kedua lutut menempel padalantai.
g. BerjalanPada sikap ini adalah gerakan kaki yang dilakukan termasuk
gerakankedepan, belakang, menyamping dan naik turun tangga.
4. Berat beban
Dalam hal ini yang membedakan adalah berat beban yang diterima
dalamsatuan kilogram (Kg). Berat beban yang diangkat lebih kecil atau sama
dengan 10Kg (W = 10 Kg), lebih besar dari 10 Kg dan lebih kecil atau sama
dengan 20 Kg(10 Kg < W = 20 Kg), lebih besar dari 20 Kg (W > 20 Kg).
Hasil dari analisa postur kerja OWAS terdiri dari empat level skala
sikapkerja yang berbahaya bagi para pekerja.
KATEGORI 1: Pada sikap ini tidak ada masalah pada sistem muskuloskeletal
(tidak berbahaya). Tidak perlu ada perbaikan.
KATEGORI 2: Pada sikap ini berbahaya pada sistem musculoskeletal (posturkerja
mengakibatkan pengaruh ketegangan yang signifikan).Perlu
perbaikan dimasa yang akan datang.
KATEGORI 3: Pada sikap ini berbahaya pada sistem musculoskeletal(posturkerja
mengakibatkan pengaruh ketegangan yang sangat signifikan).
Perlu perbaikan segera mungkin.
KATEGORI 4: Pada sikap ini sangat berbahaya pada sistem Muskuloskeletal
(postur kerja ini mengakibatkan resiko yang jelas). Perlu perbaikan
secara langsung / saat ini juga (Wijaya, 2008).
Berikut ini merupakan tabel kategori tindakan kerja OWAS
secarakeseluruhan, berdasarkan kombinasi klasifikasi sikap dari punggung,
lengan, kaki dan berat beban.
Matrixs Penilaian OWAS

2.4 Industri Tahu


2.4.1 Kedelai
Kedelai merupakan salah satu tanaman anggota kacang-kacangan yang
memiliki kandungan protein nabati yang paling tinggi jika dibandingkan dengan
jenis kacang-kacangan yang lainnya seperti kacang tolo, kacang merah, kacang
hijau, kacang gude dan kacang tanah. Hal tersebut ditegaskan bahwa kedelai utuh
mengandung 35-40 % protein paling tinggi dari segala jenis kacang-kacangan.
Ditinjau dari segi protein, kedelai yang paling baik mutu gizinya, yaitu hampir
setara dengan protein pada daging. Protein kedelai merupakan satu-satunya dari
jenis kacang yang mempunyai susunan asam amino esensial yang paling lengkap.
Kedelai sebagai sumber pangan fungsional mengandung komponen
penting yang berguna untuk kesehatan, termasuk vitamin (vitamin A, E, K dan
beberapa jenis vitamin B) dan mineral (K, Fe, Zn dan P). Lemak kedelai
mengandung 15% asam lemak jenuh dan sekitar 60% lemak tidak jenuh yang
berisi asam linolenat dan linoleat, keduanya diketahui membantu menyehatkan
jantung dan mengurangi risiko terkena kanker (Krisnawati, 2017). Untuk
komposisi kandungan kedelai dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Kandungan gizi pada kedelai tiap 100 gram
Unsur Gizi Kadar 100 g bahan
Energy (kal) 442
Air (g) 7,5
Protein (g) 34,9
Lemak (g) 38, 1
Karbohidrat (g) 34,8
Mioneral (g) 4,7
Kalsium (mg) 227
Fosfor (mg) 585
Zat besi (mg) 8
Vitamin A (mg) 33
Vitamin (mg) 1,07
Sumber : DKBM (2005)
Menurut Rani dkk (2013), Kedelai mengandung karbohidrat sekitar 35%
(basis kering). Kandungan tersebut, hanya 12-14% saja yang dapat digunakan
oleh tubuh secara biologis. Karbohidrat pada kedelai terdiri atas golongan
oligosakarida dan golongan polisakarida. Golongan oligosakarida terdiri dari
sukrosa, stakiosa, dan rafinosa yang larut dalam air. Sementara golongan
polisakarida terdiri dari arabinogalaktan dan bahan-bahan selulosa yang tidak larut
dalam air dan alkohol. Secara umum, kedelai merupakan sumber vitamin B karena
kandungan vitamin B1, B2, nisin, piridoksin dan golongan vitamin B lainnya
banyak terdapat di dalamnya. Vitamin lain yang terkandung dalam jumlah cukup
banyak yaitu vitamin E dan K. Sementara vitamin A dan D terkandung dalam
jumlah yang sedikit. Dalam kedelai muda terdapat vitamin C dengan kadar yang
rendah.

2.4.2 Tahu
Tahu merupakan makanan yang dibuat dari kacang kedelai. Berbeda
dengan tempe yang asli dari Indonesia, tahu berasal dari China, seperti halnya
kecap, taucu, bakpao dan bakso. Tahu pertama kali muncul di Tiongkok sejak
zaman Dinasti Han sekitar 2200 tahun lalu. Penemunya adalah Liu An yang
merupakan seorang bangsawan, anak dari Kaisar Han Gaouzu, Liu Bang yang
mendirikan Dinasti Han (Kastyanto, 1999).
Menurut Suprapti (2005), tahu dibuat dari kedelai yang dilakukan dengan
proses penggumpalan atau pengendapan. Kualitas tahu sangat bervariasi karena
perbedaan bahan penggumpalan dan perbedaan proses pembuatan. Tahu
diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu akan terjadi proses
penggumpalan apabila bereaksi dengan zat asam. Penggumpalan protein oleh
asam cuka akan berlangsung secara cepat dan serentak diseluruh bagian cairan
sari kedelai, sehingga sebagian besar air yang semula tercampur dalam sari
kedelai akan terperangkap didalamnya. Pengeluaran air yang terperangkap
tersebut dapat dilakukan dengan memberikan tekanan, semakin banyak air yang
dapat dikeluarkan dari gumpalan protein, gumapalan protein inilah yang disebut
dengan “tahu”.
Tahu mengandung air 86 %, protein 8-12%, lemak 4-6% dan karbohidrat
1-6%. Tahu juga mengandung berbagai mineral seperti kalsium, zat besi, fosfat,
kalium, natrium; serta vitamin seperti kolin, vitamin B dan vitamin E. Kandungan
asam lemak jenuhnya rendah dan bebas kolesterol (Santoso, 2005). Syarat mutu 6
tahu diatur dalam SNI 01-3142-1998 yang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Syarat Mutu Tahu menurut SNI 01-3142-1998 dan SII No. 0270-1990
Kriteria uji Satuan Persyaratan
Keadaan: Normal Normal Putih
1.1 Bau normal atau kuning
1.2 Rasa normal Normal, tidak
1.3 Warna berlendir dan tidak
1.4 Penampakan berjamur
Abu %b/b Maks. 1,0
Protein %b/b Min. 9,0
Lemak %b/b Min. 0,5
Serat kasar %b/b Maks. 0,1
BTP %b/b Sesuai SNI.0222-M dan
Peraturan Men Kes.
No.722/Men.Kes/Per/I
X/88
Cemaran logam: 7.1
Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
7.1 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 30,0
7.2 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0
7.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0 / 250,0
7.4 Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
Cemaran Mikrobia
8.1 Escherichia coli APM/g Maks. 10
8.2 Salmonella
8.3 Angka Lempeng /25 g Negatif
Total koloni/g Maks. 1,0 x 106
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Skema Kerja
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. Alat tulis
2. Kamera handphone
3.1.2 Bahan
Tidak ada bahan dalam praktikum ini.

3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan


3.2.1 Skema Kerja

Alat tulis dan


kertas

Persiapan Peralatan

Observasi operator

Mencatat hasil pengamatan

Mendokumentasikan objek pengamatan

Mewawancarai operator

Membuat analisa dan matrik OWAS

Penilaian
OWAS
3.2 Fungsi Perlakuan
Pada praktikum tata letak dan penanganan bahan acara ke 2 manual
material handling ini menggunakan babarapa alat yaitu alat tulis dan kamera
handphone, sedangkan pada praktikum kali ini tidak menggunakan bahan apapun
karena pada acara ini praktikan melakukan observasi ke industri. Pada praktikum
ini langkah yang pertama dilakukan yaitu menyiapakan alat tulis, alat tulis ini
berupa bullpen dan buku yang digunakan sebagai alat untuk mencatat data
pengamatan pada sat observasi ke industri, alat yang kedua yaitu kamera
Handphone, kamera ini digunakan untuk mengambil gambar sebagai dokumentasi
saat pelaksanaan praktikum. Langkah kedua yaitu observasi operator yang
bertujuan untuk mengetahui informasi pada proses-proses yang ada pada industri
yang diamati dan juga sekaligusmelakukan pengamatan pada pekerja unutk
mengamamati mengenai kegiatan yang dilakukan. Dalam observasi operasional
ini informasi yang didapatkan nantinya akan digunakan sebagai data untuk
penilaian postur kerja dengan metode OWAS. Langkah ketiga yaitu mencatat
haisil pengamatan, langkah ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi yang
didapat saat langkah-langakah sebelumnya berlangsung. Pencatatan ini bertujuan
untuk mengarsipkan atau mencatat hasil pengamatan agar nantinya dapat
memudahkan pengerjaan praktikum ini. Selanjutnya yaitu proses
mendokumentasikan objek pengamatan langkah ini bertujuan untuk mendapatkan
gambar-gambar maupun video untuk menyimpan data informasi agar
memudahkan dan meminimalisir kesalahan data pada saat perhitungan nanti.
Langkah selanjutnya yaitu mewawancarai operator, langkah ini bertujuan untuk
melengkapi informasi mengenai profil usaha dan sebagainya yang nantinya juga
akan dimasukan ke dalam data pengamatan untuk menyelesaikan praktikum acara
kedua MMH ini. Langkah berikutnya yaitu Membuat analisa dan matrik OWAS,
langkah ini merupakan langkah yang penting dilakukan karena akan menganalisa
Dari data-data yang diperoleh dari industri dan akan dilanjutkan ke langkah
berikutnya panilaian OWAS, penilaian ini dilakukan menggunakan skors yang
diperoleh dari langkah sebelumnya.
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan


1. Narasumber 1

1 1 2 1 0 1
BACK ARM LEG LOAD Workphase

2. Narasumber 2

3 1 2 1 0 1
BACK ARM LEG LOAD Workphase

3. Narasumber 3

1 1 7 1 0 1
BACK ARM LEG LOAD Workphase

4.2 Hasil Perhitungan

Pada praktikum ini tidak dilakukan perhitungan.


BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Alasan Pemilihan Industri


Pada praktikum penilaian kinerja manual material handling (MMH) ini
pengamatan dilakukan pada industri tahu yang beralamat wringinagung
Kecamatan Jombang Kabupaten jember jawa timur. Pada indutri tahu ini terdapat
enam proses yaitu proses perendaman, penggilingan, pemasakan, penyaringan,
pengasaman, pencetakan. Pada industri tahu ini terdapat 4 pekerja dimana setiap
hari mereka bekerja selama 5 jam dalam sehari. Setiap pekerja melakukan jenis
pekerjaan yang berbeda, tetapi pada proses penyaringan dilakukan oleh dua
orang pekerja.
Alasan pemilihan industri tahu ini karena industri tahu ini sendiri masih
tergolong tradisional dan manual meskipun ada beberapa proses yang sudah
menggunakan mesin. Jadi kita lebih bisa mengoptimalkan pengamatan yang
berkaitan dengan kinerja MMH nya. Adapun terkait dengan perencanaan tata letak
dari industri tahu ini sudah tepat karena karena jarak per departemen yang
terpisah cukup dekat, Hal ini dapat mempengaruhi efisiensi waktu yang
digunakan dan bekerja.
5.2 Manual Material Handling
5.2.1 Narasumber 1
Pada praktikum MMH ini dilakukan pengamatan terhadap beberapa
pekerja yang ada pada setiap departemen di industri tahu. Narasumber 1
bernama pak yon. Proses yang dilakukan adalah pemotongan. Dari hasil
pengamatan dan penilaian dengan menggunakan metode OWAS pada
narasumber 1 didapatkan hasil yaitu pada saat melakukan proses pencetakan
posisi punggung lurus/tegak dengan skor 1, posisi kedua lengan tangan di
bawah bahu dengan skor 1, posisi kaki berdiri dengan kedua kaki lurus dengan
skor 2, dan beban yang dibawa adalah kurang dari 10kg dengan skor 1.
Kemudian setelah dilakukan penilaian dengan matriks OWAS didapatkan skor
workphase sebesar 01.
Menurut Sumiati dan Bustomi (2019), hasil dari analisa postur kerja
OWAS terdiri dari empat level skala sikap kerja yang berbahaya bagi para
pekerja. Pada kategori 1 pada sikap ini tidak ada masalah pada sistem
mulkuloskeletal (tidak berbahaya) yang mana tidak perlu ada perbaikan.
Berdasarkan perbandingan literature dan hasil praktikum, diperoleh
kesesuaian hasil antara literature dengan data hasil praktikum yang telah
dilakukan. Yaitu menunjukkan bahwa workphase dengan skor 01 tidak
memiliki masalah pada sistem mulkuloskeletal (tidak berbahaya) yang mana
tidak perlu ada perbaikan.

5.2.2 Narasumber 2
Pada praktikum MMH ini dilakukan pengamatan terhadap beberapa
pekerja yang ada pada setiap departemen di industri tahu. Narasumber 2 adalah
pak doni. Proses yang dilakukan adalah penggilingan. Dari hasil pengamatan
dan penilaian dengan menggunakan metode OWAS pada narasumber 2
didapatkan hasil yaitu pada saat melakukan proses penggilingan posisi
punggung bungkuk ke depan dan miring ke samping dengan skor 3, posisi
kedua lengan tangan di bahan bahu dengan skor 1, posisi kaki berdiri dengan
bertumpu pada satu kaki lurus dengan skor 2, dan beban yang dibawa adalah
adalah kurang dari 10kg dengan skor 1. Kemudian dilakukan penilaian dengan
matriks OWAS didapatkan skor workphase 01.
Menurut Sumiati dan Bustomi (2019), hasil dari analisa postur kerja
OWAS terdiri dari empat level skala sikap kerja yang berbahaya bagi para
pekerja. Pada kategori 2 Pada sikap ini sedikit berbahaya pada sistem
musculoskeletal (postur kerja mengakibatkan pengaruh ketegangan yang tidak
terlalu signifikan) sehingga perlu perbaikan dimasa yang akan datang.
Berdasarkan perbandingan literature dan hasil praktikum, diperoleh
kesesuaian hasil antara literature dengan data hasil praktikum yang telah
dilakukan. Yaitu menunjukkan bahwa workphase dengan skor 02 sedikit
berbahaya pada sistem musculoskeletal (postur kerja mengakibatkan pengaruh
ketegangan yang tidak terlalu signifikan) sehingga perlu perbaikan dimasa yang
akan datang.

5.2.3 Narasumber 3
Pada praktikum MMH ini dilakukan pengamatan terhadap beberapa
pekerja yang ada pada setiap departemen di industri tahu. Narasumber 3 adalah
pak mojo. Proses yang dilakukan adalah pemindahan hasil produk tahu, Dari
hasil pengamatan dan penilaian dengan menggunakan metode OWAS pada
narasumber 3 didapatkan hasil yaitu pada saat melakukan proses penggilingan
posisi punggung lurus/tegak dengan skor 1, posisi kedua lengan tangan di bahan
bahu dengan skor 1, posisi kaki berjalan atau bergerak skor 7, dan beban yang
dibawa adalah kurang dari 10kg dengan skor 1. Kemudian setelah dilakukan
penilaian dengan matriks OWAS didapatkan skor workphase sebesar 01.
Menurut Sumiati dan Bustomi (2019), hasil dari analisa postur kerja
OWAS terdiri dari empat level skala sikap kerja yang berbahaya bagi para
pekerja. Pada kategori 1 pada sikap ini tidak ada masalah pada sistem
mulkuloskeletal (tidak berbahaya) yang mana tidak perlu ada perbaikan.
Berdasarkan perbandingan literature dan hasil praktikum, diperoleh
kesesuaian hasil antara literature dengan data hasil praktikum yang telah
dilakukan. Yaitu menunjukkan bahwa workphase dengan skor 01 tidak memiliki
masalah pada sistem mulkuloskeletal (tidak berbahaya) yang mana tidak perlu ada
perbaikan.
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum manual material handling (MMH) yang telah
dilaksanakan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Manual material handling (MMH) adalah salah satu komponen dari
banyak pekerjaan dan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Jenis
pekerjaan ini meliputi mengakat, menurunkan, mendorong, menarik, dan
membawa objek dengan tangan.
2. Sikap kerja MMH yang baik sangat diperlukan agar tidak terjadi cidera
atau kecelakaan pada saat bekerja. Untuk meminimalisir hal tersebut maka
dilakukan penilaian kinerja MMH menggunakan metode NIOSH, REBA,
RULA, dan OWAS.

6.2 Saran
Adapun saran dari dilakukannya praktikum ongkos material handling (OMH)
sebagai berikut:
1. Dalam kegiatan praktikum ini diharapkan dari asisten memberikan
penjelasan dan informasi secara jelas dan tidak terburu-buru agar praktikan
dapat mengikuti kegiatan praktikum secara baik dan lancar
2. Dalam kegiatan praktikum ini praktikan diharapkan lebih aktif lagi untuk
menanyakan beberapa hal yang belum dimengerti sehingga kegiatan
praktikum dapat berjalan dengan baik
DAFTAR PUSTAKA

Akshinta, P.Y dan Susanty, A. 2017. Analisis Rula (Rapid Upper Limb
Assessment) Dalam Menentukan Perbaikan Postur Pekerja Las Listrik
Pada Bengkel Las Listrik Nur Untuk Mengurangi Resiko Musculoskeletal
Disorders. Semarang: Universitas Diponegoro
Azkiya, M. R, Solichin, dan Sendhi, T.P. 2020. Pengaruh Sikap Manual Material
Handling Siswa Terhadap Keluhan Musculoskeletal Disorders. Malang:
Universitas Negeri Malang
Budiman, E dan Setyaningrum, R. 2006. Perbandingan Metode-Metode
Biomekanika Untuk Menganalisis Postur Pada Aktivitas Manual Material
Handling (MMH). Purwokerto: Sekolah Tinggi Wiworotomo Purwokerto
Kastyanto, F.W. 1999. Membuat Tahu. Jakarta: Penebar Swadaya.
Krisnawati, Ayda. 2017. Kedelai sebagai Sumber Pangan Fungsional (Soyben as
Source of Functional Food). Malang: Balai Penelitian Tanaman Aneka
Kacang dan Umbi
Mas’idah, 2009. Analisa manual material handling (MMH) dengan menggunakan
metode biomekanika untuk mengidentifikasi resiko cidera tulang belakang
(musculuoskeletal disorder) (studi kasus pada buruh pengangkat beras di
pasar jebor Demak). Vol. XLV, No.119, September - Nopember 2009.
Nurmianto, Eko. 1996. Ergonomi : Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya:
Guna Widya
Pramestari, D. 2017. METODE ovako work posture analysis system ( owas ).
Diah pramestari. 1(2):22–29.
Rohcman, Taufiq, Rahmaniyah D.A, dan Rahardian P. 2010. Peningkatan
Produktivitas Kerja Operator melalui Perbaikan. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret
Santoso. 2005. Teknologi Pengolahan Kedelai (Teori Dan Praktek). Malang :
Fakultas Pertanian Universitas Widyagama.
Sulaiman, F, dan Sari, YP. (2016). Analisis Postur Kerja Pekerja Proses
Pengesahan. Jurnal Teknovasi, 3(1), 16–25.
Sumiati dan Bustomi, M. R. 2019. Analisis Posisi Kerja yang Ergonomis Pada
Proses Mengasap Ikan dengan Metode Ovako Working Analisys System
(OWAS). Surabaya: UPN “Veteran” Jawa Timur.
Suprapti, M. L. 2005. Pembuatan Tahu. Yogyakarta: Kanisius
Wijaya, Andi. (2008). Analisa Postur Kerja dan Perancangan Alat Bantu untuk
Aktifitas Manual Material Handling Industri Kecil. Juruan Teknik Industri,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Wijaya, I.S.A dan Muhsin, A. 2018. Analisa Postur Kerja dengan Metode Rapid
Upper Limb Assessment (RULA) pada Operator Mesin Extruder di Stasiun
Kerja Extruding pada PT XYZ. Yogyakarta: UPN “Veteran” Yogyakarta
Wignjosoebroto, Sritomo. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan.
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November
LAMPIRAN GAMBAR

Narasumber 1

Narasumber 2

Narasumbaer 3

Anda mungkin juga menyukai