MODUL 3
EVALUASI ERGONOMI PADA SISTEM KERJA
TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan diadakannya Modul 3 adalah sebagai berikut.
1. Memahami konsep dan mampu menggunakan data antropometri sebagai salah
satu pertimbangan untuk mengevaluasi stasiun kerja.
2. Mampu melakukan proses pengukuran dan pengolahan data antropometri.
3. Menganalisis kondisi postur kerja menggunakan metode Rapid Upper Limb
Assessment (RULA).
4. Merancang evaluasi stasiun kerja.
Perancangan Metode
Pengendalian Persediaan Perencanaan Produksi Kerja, Waktu Standar, dan
Perbaikan Produktivitas
Konsumen
Pemasok
Penyimpanan Pengiriman Proses Pembuatan Penerimaan
TEORI PENDUKUNG
3.1 ERGONOMI
Ergonomi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang memanfaatkan berbagai aspek
dan karakteristik manusia (informasi, kemampuan, kebolehan, dan batasan) dalam
merancang produk, mesin, cara kerja, sistem, tugas, organisasi, dan lingkungan sehingga
terdapat kondisi kerja yang Efektif, Nyaman, Aman, Sehat, dan Efisien (ENASE)
(Sutalaksana, 2006).
Menurut Iridiastadi dan Yassierli (2014) bidang-bidang kajian ergonomi yaitu
sebagai berikut:
1. Antropometri, yaitu bidang yang mengkaji dimensi fisik tubuh manusia, termasuk
MODUL 3 EVALUASI ERGONOMI PADA SISTEM KERJA
TIB 316 – EKSPERIMEN LABORATORIUM TERINTEGRASI
usia, tinggi berdiri, bobot, panjang, jangkauan lengan, tinggi duduk dan
sebagainya. Data antropometri banyak dimanfaatkan dalam perancangan produk,
peralatan, serta tempat kerja.
2. Biomekanika, yaitu suatu bidang yang memfokuskan pada proses mekanika (gaya,
momen, kecepatan, percepatan, serta tekanan) yang terjadi pada tubuh manusia,
terkait dengan aktifitas fisik yang dilakukan oleh pekerja. Contoh penerapan
biomekanika adalah dalam penentuan bobot beban yang dapat diangkat oleh
seseorang, dengan meminimalkan risiko cedera pada tulang belakang atau dalam
memahami bagaimana proses terjatuh bisa terjadi.
3. Fisiologi kerja, yaitu bidang ergonomi yang mengkaji respons fungsi-fungsi tubuh
(misal sistem cardiovascular), yang terjadi saat bekerja. Aplikasinya dapat berupa
penentuan beban kerja bila dibandingkan dengan kemampuan metabolik manusia.
Serta penentuan jadwal kerja-isitirahat optimal yang meminimalkan stress dan
kelelahan
4. Human Information Processing (HIP) dan ergonomi kognitif, yaitu bidang
ergonomi yang mempelajari bagaimana manusia memproses informasi dari
lingkungan dimulai dari indra manusia yaitu adanya stimulus dan
mempresepsikannya, sampai dengan mengambil keputusan dan melakukan
tindakan yang diperlukan. Bidang ini mempelajari proses presepsi, pengingat,
pemberian perhatian, serta pengambilankeputusan.
5. Human Computer Interaction (HCI), yaitu bidang ergonomi yang mengkaji dan
merancang interaksi antar manusia dengan sistem komputer, dengan salah satu
tujuannya antara lain meminimalkan kesalahan, meningkatkan kinerja sistem
operasi serta meningkatkan kepuasan penggunaan.
6. Display dan Control, yaitu bidang ergonomi yang memiliki fokus pada
perancangandisplay maupun control yang sesuai dengan penggunanya.
7. Lingkungan kerja, yaitu bidang yang mencoba memahami respon manusia terhadap
lingkungan fisik kerja, termasuk kebisingan, temperatur, pencahayaan, getaran
dan lain sebagainya. Contoh penerapannya seperti lampu lalu lintas, dampak rotasi
kerja dan lain-lain.
8. Ergonomi makro, berangkat dari konsep sosio-teknologi, bidang ini merupakan
suatu pendekatan sistem dalam mengkaji kesesuaian antara individu, organisasi,
teknologi serta proses interaksi yang terjadi. Tujuannya adalah tercapainya tujuan
MODUL 3 EVALUASI ERGONOMI PADA SISTEM KERJA
TIB 316 – EKSPERIMEN LABORATORIUM TERINTEGRASI
manusia dalam keadaan diam atau dalam keadaan dibakukan. Data antropometri statis
dapat berupa dimensi skeletal (dimensi dititik pusat persendian, seperti antara siku dan
pergelangan tangan), dimensi kontur tubuh (dimensi permukaan kulit, seperti keliling
lingkar luar kepala). Contoh antropometri statis yaitu tinggi badan, lebar bahu, dan lain
sebagainya.
2. Antropometri Dinamis
Pengukuran tubuh ini dilakukan dengan memperhatikan gerakan-gerakan yang
mungkin terjadi saat pekerja melaksanakan kegiatannya. Dimensi tubuh yang sedang
bergerak bukan penjumlahan dari data antropometri statis bagian tubuh yang terlibat.
Contoh antropometri dinamis adalah sudut putaran tangan dan sudut putaran pergelangan
kaki.
Pengukuran antropometri statis dan dinamis dapat dilakukan oleh dua jenis
pengukuran yaitu secara konvensional dan secara digital.
1. Pengukuran secara konvensional atau pengukuran langsung
Pengukuran secara konvensional atau pengukuran langsung membutuhkan
beberapa instrumen atau alat seperti kursi antropometri, meteran, timbangan badan,
pengukur tinggi tubuh, jangka sorong, dan sebagainya tergantung kebutuhan.
2. Pengukuran secara digital
Pengukuran secara digital menggunakan teknologi pengolahan citra digital.
Pengukuran digital secara umum tidak banyak memakan waktu dan tenaga, cocok untuk
melakukan pengukuran antropometri dalam jumlah besar, mengeliminasi kontak
langsung dengan subjek ukur sehingga dislokasi (perubahan atau pemindahan lokasi) dan
deformasi (perubahan bentuk) jaringan yang lunak pada tubuh dapat dihindari. Namun
untuk memulai pengukuran digital memerlukan biaya yang cukup besar karena
melibatkan teknologi hardware dan software komputer, serta memerlukan pelatihan
khusus. Misalnya Headthropometry, Hand Anthropometry Digital Measurement, 3D
Semi-Automatic Measurement dan Anthroscan.
3.2.2 Metode Pengukuran Antropometri
Terdapat beberapa metode dalam pengukuran antropometri menurut (Iridiastadi
dan Yassierli, 2014) yang dapat dilihat sebagai berikut:
1. Dimensi Linier (Jarak)
Jarak terpendek antara dua titik pada tubuh manusia. Contoh pengukuran panjang
jari, tinggi lutut, lebar pinggul, dan sebagainya.
MODUL 3 EVALUASI ERGONOMI PADA SISTEM KERJA
TIB 316 – EKSPERIMEN LABORATORIUM TERINTEGRASI
2. Lingkar Tubuh
Lingkar tubuh diukur sebagai panjang keliling bagian tubuh. Contoh pengukuran
lingkar paha, lingkar perut, lingkar kepala, dan sebagainya.
3. Ketebalan Lapisan Kulit
Untuk mengetahui kandungan lemak yang mempengaruhi ketebalan lapisan kulit
kemudian dijadikan sebagai acuan tingkat kebugaran tubuh.
4. Sudut
Untuk melihat kecenderungan posisi tubuh ketika bekerja. Secara aktif untuk
mengetahui fleksibilitas tubuh dalam kemampuan maksimum gerakan otot sendi.
5. Bentuk dan Kontur Tubuh
Aspek ini diperlukan untuk merancang berbagai peralatan yang berhubungan
langsung dengan manusia, misalnya bentuk kaki untuk membuat sepatu yang
nyaman.
6. Bobot Tubuh Secara Keseluruhan
a. Metode langsung dengan alat ukur antropometri meliputi: pita ukur/ mistar
ukur, alat ukur ketebalan.
b. Metode tidak langsung dengan metode fotografi dengan kamera digital.
3.2.3 Penggunaan Data Antropometri
Penggunaan Data Antropometri Karakteristik dari antropometri untuk populasi
manusia manapun akan tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang paling
penting dari sisi ergonomi yaitu, jenis kelamin, suku bangsa, dan pekerjaan. Faktor-faktor
yang mempengaruhi karakteristik data antropometri menurut Sugiono dkk., (2018) adalah
sebagai berikut:
1. Usia
Tinggi tubuh manusia terus bertambah mulai dari lahir hingga usia sekitar 20-25
tahun. Usia saat berhentinya pertumbuhan pada perempuan lebih dini daripada lakilaki.
Berbeda dengan tinggi tubuh, dimensi tubuh yang lain, seperti bobot badan dan lingkar
perut mungkin tetap bertambah hingga usia 60 tahun. Pada tahap usia lanjut, dapat terjadi
perubahan bentuk tulang seperti bungkuk ada tulang punggung, terutama pada
perempuan.
2. Jenis kelamin
Tingkat pertumbuhan maksimum perempuan terjadi pada usia sekitar 10-12 tahun.
Pada usia ini perempuan cenderung lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan laki-laki
MODUL 3 EVALUASI ERGONOMI PADA SISTEM KERJA
TIB 316 – EKSPERIMEN LABORATORIUM TERINTEGRASI
seusianya. Pada laki-laki, tingkat pertumbuhan maksimum terjadi pada usia sekitar 13-
15 tahun. Selain lebih tinggi dan lebih berat, pada umumnya tubuh laki-laki juga lebih
besar dibandingkan perempuan namun pada beberapa dimensi, perbedaan ini tidak berarti
seperti paha dan pinggul. Selain dalam hal ukuran, perbedaan juga terlihat pada proporsi
bagian-bagian tubuh dan postur tubuh.
3. Suku/ etnis
Ukuran dan proporsi tubuh sangat beragam antara ras dan etnis yang berbeda,
misalnya tinggi rata-rata orang Cina adalah 166cm (laki-laki) dan 152cm (perempuan).
Bandingkan dengan rata-rata orang Amerika Utara dengan tinggi badan sekitar 179cm
(laki-laki) dan 165cm (perempuan). Orang Asia biasanya mempunyai postur yang
berbeda dengan Amerika dan Eropa, dengan proporsi kaki yang lebih pendek dan
punggung lebih panjang.
4. Postur tubuh
Postur tubuh biasanya dipengaruhi oleh kebiasaan sikap seseorang dalam
melakukan aktivitas yang pada akhirnya dapat mempengaruhi ukuran dimensi tubuh
seseorang.
5. Pakaian
Pakaian seperti model, jenis bahan, jumlah rangkapan, dan lain-lain yang melekat
di tubuh akan menambah dimensi ukuran tubuh manusia. Pakaian yang telah lama kita
gunakan akan memengaruhi dimensi tubuh kita, contoh: Penggunaan cincin leher dengan
waktu yang lama akan menyebabkan perubahan pada dimensi tinggi kepala (leher).
6. Jenis pekerjaan
Perbedaan dalam ukuran dan dimensi fisik dapat dengan mudah kita temukan pada
kumpulan orang yang mempunyai aktivitas kerja berbeda. Sebagai contoh, petani yang
terbiasa melakukan kerja fisik berat memiliki antropometri yang berbeda dengan
pekerjaan kantoran yang hanya duduk di depan komputer.
7. Faktor kehamilan pada wanita
Faktor kehamilan pada wanita merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
variabilitas data antropometri yaitu terutama pada tebal perut dan tebal dada. Sehingga,
data antropometri yang digunakan dalam merancang produk dan stasiun kerja untuk
wanita hamil berbeda dengan data antropometri wanita lainnya.
8. Cacat tubuh secara fisik
Cacat tubuh secara fisik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
MODUL 3 EVALUASI ERGONOMI PADA SISTEM KERJA
TIB 316 – EKSPERIMEN LABORATORIUM TERINTEGRASI
variabilitas data antropometri. Seperti, orang normal dan orang yang memiliki
keterbatasan fisik tidak mempunyai lengan. Untuk dimensi tinggi siku, tinggi pinggul,
tinggi tulang ruas, tinggi ujung jari, dan lain-lain sangatlah berbeda antara orang normal
dengan orang yang memiliki keterbatasan fisik. Sehingga, data antropometri yang
digunakan dalam merancang produk dan stasiun kerja untuk orang yang cacat tubuh
secara fisik berbeda dengan orang normal.
3.2.4 Metode Perancangan Fasilitas Kerja
Dalam perancangan fasilitas kerja ada beberapa metode adalah sebagai berikut:
1. Quality Function Deployment (QFD)
Quality Function Deployment (QFD) merupakan sebuah metode perancangan
langsung melibatkan konsumen dikaitkan dengan aspek kualitas. Keterlibatan konsumen
diperlukan untuk mengetahui yang dirasakan, diinginkan, dibutuhkan, dan kesan
konsumen terhadap suatu produk sehingga hal tersebut dapat mempermudah proses
perancangan produk.
Contoh: Rancangan meja dapur multifungsi, meja dapur berguna untuk menaruh
peralatan dan melakukan berbagai kegiatan. Meja dapur yang dihasilkan berguna untuk
menaruh peralatan dan melakukan berbagai kegiatan kemudian memiliki kelebihan dapat
dibawa jika berpergian dan pada saat pindah rumah dan memiliki beberapa posisi dengan
berbagai fungsi dan kegiatan.
2. Ergonomic Function Deployment (EFD)
Ergonomic Function Deployment merupakan pengembangan dari Quality
Function Deployment (QFD) yaitu dengan menambahkan hubungan baru antara
keinginan konsumen dan aspek ergonomi dari produk. Identifikasi atribut produk adalah
untuk mengetahui atribut produk yang akan dikembangkan dan sesuai dengan keinginan
konsumen, maka diperlukan identifikasi produk. Atribut produk yang digunakan
diturunkan dari aspek ergonomi, yaitu ENASE (Efektif, Nyaman, Aman, Sehat, dan
Efisien).
a. Efektif, adalah tercapainya sasaran atau target yang telah ditentukan.
Berdasarkan penjelasan literatur, efektif pada tas sepeda adalah sepeda dapat
masuk dalam tas, maka variabel yang digunakan pada tas sepeda adalah
bentuk tas sesuai dengan sepeda trial , dan besar tas sesuai dengan ukuran
sepeda trial.
b. Nyaman, adalah suatu kondisi dimana seseorang berada dalam kondisi tanpa
MODUL 3 EVALUASI ERGONOMI PADA SISTEM KERJA
TIB 316 – EKSPERIMEN LABORATORIUM TERINTEGRASI
Dimensi
No. Keterangan
Antropometri
Jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung tulang
3 Tinggi Bahu Duduk
bahu yang menonjol. Subjek duduk tegak.
Jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung bawah
siku kanan. Subjek duduk tegak dengan lengan atas vertikal di
4 Tinggi Siku Duduk
sisi badan dan lengan bawah membentuk sudut siku-siku
dengan lengan atas.
Jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung bawah
siku kanan. Subjek duduk tegak dengan lengan atas vertikal di
5 Tinggi Siku Duduk
sisi badan dan lengan bawah membentuk sudut siku-siku
dengan lengan atas.
Tinggi Sandaran Jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung
6
Punggung belikat bawah. Subjek duduk tegak.
Jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai pinggang.
7 Tinggi Pinggang
Subjek duduk tegak.
Jarak vertikal dari lantai sampai bagian bawah paha. Subjek
8 Tinggi Popliteal duduk tegak, paha dan pergelangan kaki bawah membentuk
sudut siku- siku.
Jarak horizontal dari bagian terluar pantat sampai lekukan
Panjang Pantat ke
9 lutut sebelah dalam (popliteal). Subjek duduk tegak, paha dan
Popliteal
pergelangan kaki bagian bawah membentuk sudut siku-siku.
Jarak horizontal dari bagian terluar pantat sampai ke lutut.
Panjang Pantat ke Subjek duduk tegak, paha dan pergelangan kaki bagian bawah
10
Lutut membentuk sudut siku-siku.
*No.9 ditambah tebal lutut
b. Posisi Duduk Menghadap Depan
Alat yang digunakan adalah kursi antropometri, penggaris 30 cm, dan
meteran.
Tabel 3.2. Antropometri posisi duduk menghadap depan
Dimensi
No. Keterangan
Antropometri
Jarak horizontal antara kedua lengan atas. Subjek duduk tegak
11 Lebar Bahu dengan lengan atas merapat ke badan dan lengan bawah
direntangkan ke depan.
Jarak horizontal antara kedua tulang belikat. Subjek duduk
Lebar Sandaran
12 tegak dengan lengan atas merapat ke badan dan lengan bawah
Duduk
direntangkan ke depan.
Jarak horizontal dari bagian terluar siku sisi kiri sampai bagian
13 Lebar Siku ke Siku terluar sisi kanan. Subjek duduk tegak dengan lengan atas
merapat ke badan dan lengan bawah direntangkan ke depan.
Jarak horizontal dari bagian terluar pinggul sisi kiri sampai
14 Lebar Pinggul bagian terluar pinggul sisi kanan. Subjek duduk tegak.
c. Posisi Berdiri
Alat yang digunakan adalah penggaris 30 cm, meteran, dan timbangan berat
badan.
Tabel 3.3. Antropometri posisi berdiri
Dimensi
No. Keterangan
Antropometri
Jarak vertikal telapak kaki sampai ujung kepala yang
16 Tinggi Badan Tegak paling atas. Subjek berdiri tegak dengan mata memandang
lurus ke depan.
Jarak vertikal dari lantai sampai ujung mata bagian dalam
17 Tinggi Mata Berdiri (dekat pangkal hidung). Subjek berdiri tegak dan
memandang lurus ke depan.
Jarak vertikal dari lantai sampai bahu yang menonjol pada
18 Tinggi Bahu Berdiri
saat subjek berdiri tegak.
Jarak vertikal dari lantai ke titik pertemuan antara lengan
19 Tinggi Siku Berdiri atas dengan lengan bawah. Subjek berdiri tegak dengan
lengan membentuk sudut siku-siku.
Tinggi Pinggang Jarak vertikal dari lantai sampai pinggang pada saat subjek
20
Berdiri berdiri tegak.
Jarak vertikal dari lantai sampai lutut pada saat subjek
21 Tinggi Lutut Berdiri
berdiri tegak.
Tinggi Genggaman Jarak vertikal dari lantai ke pusat batang silinder (centre of
23 Tangan ke Atas a cylindrical rod) yang digenggam oleh telapak tangan
dalam Posisi Berdiri kanan.
MODUL 3 EVALUASI ERGONOMI PADA SISTEM KERJA
TIB 316 – EKSPERIMEN LABORATORIUM TERINTEGRASI
Gambar 3.4 Antropometri statis posisi duduk dan berdiri (telapak tangan)
MODUL 3 EVALUASI ERGONOMI PADA SISTEM KERJA
TIB 316 – EKSPERIMEN LABORATORIUM TERINTEGRASI
berikut.
2. Pada perancangan sebuah kursi digunakan persentil 5, karena hal tersebut dapat
mengakomodasi 5% populasi kecil merasa nyaman, dan 95% dari populasi sisanya yang
harus menyesuaikan. Untuk contoh lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.7 berikut.
MODUL 3 EVALUASI ERGONOMI PADA SISTEM KERJA
TIB 316 – EKSPERIMEN LABORATORIUM TERINTEGRASI
Gambar 3.7. Area Jangkauan dengan Persentil Ke-5 untuk Pekerja Wanita
(Sumber: Eastman Kodak Company, 1986)
Secara umum data antropometri yang diterapkan untuk hal-hal yang khusus,
cukup diambil dari persentil ke-5, ke-50, ke-95 atau antara persentil ke-5 sampai persentil
ke-95. Persentil ke-100 hanya diterapkan pada rancangan yang digunakan oleh semua
orang, contohnyaperlengkapan di rumah-rumah sakit. Untuk alat yang dapat diatur sesuai
dengan operatornya, misalnya posisi tempat duduk, posisi pegangan kendali, desain
sebaiknya dirancang agar dapatmemenuhi selang persentil ke-5 sampai ke- 95 (Zander,
1972).
Populasi manusia memiliki variasi bentuk dan ukuran tubuh yang tinggi. Dengan
menggunakan sebaran normal, persentil dalam data antropometri menunjukkan bila suatu
ukuran adalah rata-rata, di atas atau di bawah rata-rata. Jika kita membuat grafik tinggi
tubuh (atau dimensi lainnya) dari sebuah populasi, gambar tersebut akan terlihat seperti
pada Gambar3.8.
Gambar 3.8 menunjukkan grafik dari nilai persentil dengan menggunakan diagram
kurvanormal.
MODUL 3 EVALUASI ERGONOMI PADA SISTEM KERJA
TIB 316 – EKSPERIMEN LABORATORIUM TERINTEGRASI
Keterangan,
MODUL 3 EVALUASI ERGONOMI PADA SISTEM KERJA
TIB 316 – EKSPERIMEN LABORATORIUM TERINTEGRASI
c. Menghitung Batas Kendali Atas (BKA) dan Batas Kendali Bawah (BKB)
𝐵𝐾𝐴 = 𝑥 + 3𝜎 (3.3)
𝐵𝐾𝐵 = 𝑥 − 3𝜎 (3.4)
Data hasil pengukuran dapat dikatakan seragam jika seluruh data tidak berada di
atas BKA dan tidak berada di bawah BKB.
5. Uji Kecukupan Data
Uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui apakah jumlah data sampel hasil
pengukuran telah merepresentasikan populasi yang ada atau tidak. Pada praktikum ini,
digunakan tingkat ketelitian sebesar 5% dan tingkat keyakinan sebesar 95%. Adapun
persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung 𝑁′ adalah sebagai berikut
2
40 √N∑(Xi )2 -(∑Xi)2
N=[ ] (3.5)
∑Xi
3.3 BIOMEKANIKA
MODUL 3 EVALUASI ERGONOMI PADA SISTEM KERJA
TIB 316 – EKSPERIMEN LABORATORIUM TERINTEGRASI
untuk mengukur beban postur tubuh. Metode pengukuran beban postur tubuh dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu metode Subjektif dan metode Objektif.
Metode objektif merupakan metode yang dilakukan dengan cara menganalisis posisi
operator pada saat mekakukan aktivitas kerja. Sedangkan metode subjektif merupakan
metode yang dilakukan dengan menganalisis operator secara langsung melalui kuesioner
mengenai beban postur tubuh yang dialami operator tersebut.
1. Metode Pengukuran Beban Postur Tubuh Objektif
a. REBA (Rapid Entire Body Assessment)
Rapid Entire Body Assessment (REBA) merupakan tools penilaian
ergonomis yang menggunakan proses sistematis untuk mengevaluasi MSDS
postural pada seluruh tubuh dan risiko yang terkait dengan pekerjaan yang
dilakukan. Pengembangan metode REBA dilakukan karena adanya
kebutuhan pengembangan tools untuk menganalisis postur tubuh, terutama
berkaitan dengan kepekaannya terhadap jenis postur kerja yang tak terduga.
Pengembangan REBA dilakukan oleh Sue Hignett dan Lynn Mc Atamney.
Metode ini digunakan untuk menilai postur leher, punggung, lengan,
pergelangan tangan, dan kaki seorang pekerja secara cepat. Hasil
perhitungan dengan metode REBA menunjukkan tingkat risiko yang
diterima pekerja dalam melakukan pekerjaan beserta beban kerja yang
diterimanya. Risiko dari pekerjaan ini diantaranya adalah timbulnya cedera
otot dan kesalahan postur tubuh. Kelebihan metode REBA dibanding
dengan metode yang lain adalah metode ini dapat diaplikasikan untuk
seluruh tubuh yang bekerja dan dapat digunakan pada pekerjaan yang
statis, dinamis, cepat berubah, atau tidak stabil. Kekurangannya yaitu
metode ini hanyadapat digunakan sebagai alat analisis untuk menilai load
handling dan metode ini juga belum menilai faktor risiko ergonomi dan
lingkungan.
Persyaratan untuk metode REBA antara lain adalah:
• Pekerjaan menggunakan seluruh tubuh.
• Postur tubuh dalam keadaan diam (statis), bergerak (dinamis), dapat berubah
dengan cepat (rapidly changing) atau tidak stabil.
• Pengambilan postur tubuh diharuskan untuk diambil dari kondisi origin dan
destination, tetapi pada praktikum ini hanya menggunakan satu kondisi yaitu
MODUL 3 EVALUASI ERGONOMI PADA SISTEM KERJA
TIB 316 – EKSPERIMEN LABORATORIUM TERINTEGRASI
● Sikap Lengan:
1. Kedua lengan berada dibawah bahu
2. Satu lengan berada pada atau diatas bahu
3. Kedua lengan pada atau diatas bahu
7. Berjalan
BA AR Use
C K MS 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 of Force
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
1
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
1 2 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3
2 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 4 2 3 4
2
3 3 3 4 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 3 3 4 4 4 1 1 1 1 1 1
2 2 2 3 1 1 1 1 1 2 4 4 4 4 4 4 3 3 3 1 1 1
3
3 2 2 3 1 1 1 2 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 1
1 2 3 3 2 2 3 2 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
2 3 3 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
4
3 4 4 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
(Sumber: Setiorini, 2020)
MODUL 3 EVALUASI ERGONOMI PADA SISTEM KERJA
TIB 316 – EKSPERIMEN LABORATORIUM TERINTEGRASI
bagian tubuh dan beban tersebut masuk ke nomor berapa lalu tentukan masuk
kategori tindakan yang mana.
b. Nordic Body Map (NBM)
Nordic Body Map merupakan salah satu tools ergonomi yang digunakan untuk
mengetahui keluhan musculosceletal disorders (MSDSs) yang dirasakan
pekerja. Keluhan MSDSs tersebut dapat diketahui dengan kuesioner yang
terdapat beberapa keluhan MSDSs. Kuesioner ini terdapat empat skala
diantaranya skala A (Tidak Sakit) dengan skor 1, skala B (Cukup Sakit) dengan
skor 2, skala C (Sakit) dengan skor 3, dan skala D (Sangat Sakit) dengan skor 4.
Terdapat 27 titik otot jenis keluhan yang diamati dalam kuesioner tersebut.
Untuk mengetahui lebih rinci bagian tubuh yang mengalami rasa sakit atau
gangguan pada saat bekerja dapat menggunakan metode Nordic Body Map yang
sudah terstandarisasi dan valid untuk digunakan. (Santoso, dkk 2014 dalam
Dewi, 2020). Keterangan skala Nordic Body Map dapat dilihat pada Tabel 3.9
Tabel 3.9 Skala Nordic Body Map
Tingkat Keluhan Keterangan
A Tidak Sakit
B Cukup Sakit
C Sakit
D Sangat Sakit
Kuesioner Nordic Body Map (NBM) dapat dilihat pada Tabel 3.10
Tabel 3.10 Kuesioner Nordic Body Map
MODUL 3 EVALUASI ERGONOMI PADA SISTEM KERJA
TIB 316 – EKSPERIMEN LABORATORIUM TERINTEGRASI
d. Tennis Elbow
Tendon yang menempel pada epicondilus menjadi iritasi. Kondisi ini sering
terjadi akibat gerakan melempar yang terlalu keras, supinasi dan pronasi yang
berulang pada lengan bawah (gerakan mengadah dan menelungkup pada
lengan), dan gerakanpada pergelangan tangan yang lama. Kondisi ini sering
terjadi pada pemain tenis, pelempar bola pada baseball, dan orang yang
menggunakan palu.
Tipe Pekerjaan atau Aktivitas :
Bermain alat musik, bermain tennis dan bowling, kegiatan memalu, perakitan
bagian yang kecil.
Penjelasan anatomi Tennis Elbow pada siku dapat dilihat pada Gambar 3.22.
tumor kista atau selaput sendi. Area yang terkena akan membengkak dan
menyebabkan benjolan di bawah kulit, seringkali pada sisi dorsal (punggung
tangan) atau sisi lingkaran dari pergelangan tangan.
Tipe Pekerjaan atau Aktivitas :
Proses pemotongan, menggergaji, menekan, penggunaan tang, memasukkan
skrup ke lubang.
f. Shoulder Tendonitis
Rotator cuff merupakan tempat bergabungnya empat otot bahu dan tendonnya
yangmenyatu di tulang lengan atas (humerus). Iritasi dan pembengkakan dari
tendon seringkali disebabkan oleh pengangkat lengan secara terus-menerus.
Tipe Pekerjaan atau Aktivitas :
Kegiatan menekan, pekerjaan perakitan belt conveyor, overhead assembly,
overhead welding, overhead painting, overhead auto repair.
g. Thoracic Outlet Syndrome
Gangguan yang disebabkan oleh tertekannya saraf dan pembuluh darah
antara tulang selangka (klavikula) dengan tulang rusuk pertama dan kedua.
Jika kumpulansaraf ini ditekan maka aliran darah dari lengan akan berkurang.
Kondisi ini membuatlengan mati rasa dan membatasi aktivitas otot.
Tipe Pekerjaan atau Aktivitas :
Proses penggilingan, proses pemolesan, pengamplasan, perakitan overhead,
mengetik, bermain alat musik, mengemudi truk, membawa berat beban
dengan lengan terentang.
Anatomi TOS dapat dilihat pada Gambar 3.23.
h. Tenosynovitis
Peradangan pada selubung cairan sendi (synovial) menyebabkan selubungnya
membengkak. Akibatnya, pegerakan dari tendon dengan selubung akan
menghambat dan menimbulkan rasa sakit. Jika selubung yang meradang
semakin menekan kepada tendon, maka kondisi tersebut disebut stenosing
tendosynovitis atau trigger finger (kondisi jari terkunci pada kondisi
menekuk).
Tipe Pekerjaan atau Aktivitas :
Proses penggilingan, proses pemolesan, pengamplasan, mendorong,
menekan, menggergaji, penggunaan tang, memasukkan sekrup ke lubang.
i. Low Back Pain
Low Back Pain adalah gejala ketika terdapat nyeri di antara tulang rusuk ke-
12 danlipatan inferior gluteal (punggung bawah), dengan tanpa nyeri pada
kaki dari berbagai sebab (Norasteh, 2012), namun bukan sebuah penyakit.
Tipe Pekerjaan atau Aktivitas :
Duduk dengan posisi dan fasilitas kerja yang salah engan waktu yang lama.
MODUL 3 EVALUASI ERGONOMI PADA SISTEM KERJA
TIB 316 – EKSPERIMEN LABORATORIUM TERINTEGRASI
PERALATAN PRAKTIKUM
Peralatan praktikum yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
1. Perangkat lunak Microsoft Excel dan Ergofellow
2. Worksheet RULA
3. Data dimensi antropometri
4. Meteran
5. Kursi Antropometri
6. Preston Pinch Gauge
7. Preston Hand Dynamometer
8. Back Leg & Chest Dynamometer
Peralatan tersebut WAJIB disiapkan oleh setiap praktikan sebelum praktikum berlangsung.
PROSEDUR PRAKTIKUM
Langkah-langkah pengolahan data yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai
berikut:
1. Melihat video perakitan ragum
2. Menganalisis postur tubuh operator yang ada dalam video
3. Melakukan pengukuran antropometri dimensi tubuh
4. Uji statistik dimensi antropometri
5. Melakukan evaluasi perancangan stasiun kerja dengan menggunakan data dimensi
antropometri.
MODUL 3 EVALUASI ERGONOMI PADA SISTEM KERJA
TIB 316 – EKSPERIMEN LABORATORIUM TERINTEGRASI
SISTEMATIKA LAPORAN
Laporan disusun dengan tata tulis sebagai berikut:
COVER
LEMBAR PENGESAHAN Format Laporan
LEMBAR PERNYATAAN TIDAK
MENCONTEK 1. Ukuran kertas : A4
BAB 1. PENDAHULUAN : Kiri 3,5 cm
2. Margin
BAB 2. PENGOLAHAN DAN
PENGUMPULAN DATA Atas 3 cm
BAB 3. ANALISIS Kanan 2,5 cm
BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN Bawah 2,5 cm
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN 3. Header : 2 cm
4. Footer : 1,5 cm
6. Before & After : 0 cm
7. Line Spacing keseluruhan : 1,5
Berikut merupakan definisi pengumpulan awal 8. Line Spacing tabel & gambar :1
dan pengumpulan akhir yang harus dipenuhi 8. Jenis font : Times New
olehpraktikan: Roman
6. Font size bab : 14 pt
Pengumpulan Awal :
9. Font size sub bab & isi : 12 pt
Kerangka laporan beserta pengolahan data
10. Font size judul & isi tabel : 11 pt
yang sudah selesai. 11. Font size judul gambar : 11 pt
Pengumpulan Akhir : 12. Font size header & footer : 10 pt
Laporan lengkap beserta pengolahan data yang sudah selesai.
FORMAT PENGUMPULAN
Format pengumpulan akhir Modul 5 adalah sebagai berikut:
1. Pengolahan Data Excel Lengkap
Modul_Kelompok_Shift_Inisial PM
M3_K01_S2_ZR
2. Laporan Lengkap
Modul_Kelompok_Shift_Inisial PM.pdf
M3_K01_S2_ZR
MODUL 3 EVALUASI ERGONOMI PADA SISTEM KERJA
TIB 316 – EKSPERIMEN LABORATORIUM TERINTEGRASI
REFERENSI
Chaffin, D.B., & Andersson, G.B.J. (1991). Occupational Biomechanics.
WileyInterscience: English.
Dewi, N. F. (2020). Identifikasi Risiko Ergonomi dengan Metode Nordic Body Map Terhadap
Perawat Poli RS X. Jurnal Sosial Humaniora Terapan, 125-134.
Hamill, J., Kathleen, M.K., & Timothy, R.D. (2015).Biomechanical Basis of Human Movement
Fourth Edition.Philadelphia: Wolters Kluwe
Middlesworth, Mark.(2020).A Step by Step Guide to the REBA Assesment Tool. Retrivied from
Ergo Plus: https://ergo-plus.com/reba-assessment-tool-guide/.
Middlesworth, Mark.(2020).A Step by Step Guide to the RULA Assesment Tool. Retrivied from
Ergo Plus: https://ergo-plus.com/rula-assessment-tool-guide/
Setiorini, Anggi.(2020).OWAS (Ovako Work Analysis System).Jurnal Kedokteran UNILA, 197-
204
Selvianti, Rizka.(2009).Gambaran Tingkat Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) dengan
Metode Rapid Entire Body Assessment (REBA) pada Pekerjaan Mengangkat
Pasien oleh Perawat Unit Gawat Darurat (UGD) di Rumah Sakit Atma Jaya.Universitas Indonesia
: Depok.
Suhardi, Bambang., & Astuti, Rahmaniyah Dwi.(2008).Analisis Postur Kerja Manual Material
Handling Menggunakan Metode OWAS (Ovako Work Posture Analysis
System).GEMA TEKNIK, 67-75.
Tayyari, F. and J.L. Smith, (1997). Occupational Ergonomi Principles and Applications. T.J.
Press Ltd, Great Britain.
Adrianto, Reza dkk., (2014). Usulan Rancangan Tas Sepeda Trial Menggunakan Metode
Ergonomic Function Deployment (EFD). Bandung: Institut Teknologi Nasional.
Anggraeni, Mutiara dkk., (2013). Rancangan Meja Dapur Multifungsi Menggunakan Quality
Function Deployment (QFD). Bandung: Institut Teknologi Nasional.
Susanti, Lusi, dkk., (2015). Pengantar Ergonomi Industri. Padang: Andalas University Press.
Nurmianto E. (2005). Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Guna Widya, Surabaya.
Iridiastadi, H. Yassierlie. (2014). Ergonomi Suatu Pengantar. Bandung: Institut Teknologi
Bandung.
Sutalaksana, I.Z., dkk., (1979). Teknik Tata Cara Kerja, Laboratorium Tata Cara Kerja &
Ergonomi Dept. Teknik Industri-ITB, Bandung.
Purnomo, Hari. (2013). Antropometri dan Aplikasinya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Roebuck, J.A. (1995). Anthropometric methods: designing to fit the human body, Human Factors
and Ergonomics Society Santa Monica, CA.