Anda di halaman 1dari 29

My Ergonomic Book

Site: Elearning Institut Teknologi Nasional Printed by: 132019162 Timotius Darrent Liemedya
Course: TIA-305 REKAYASA SISTEM KERJA II DD GANJIL 2021/1 Date: Tuesday, 28 September 2021, 8:04 PM
Book: My Ergonomic Book
Table of contents

1. ERGONOMI
1.1. Human-system interaction
1.2. Human/ users-centered design & engineering system
1.3. Lima Kesalahan Mendasar
1.4. Cost- Benefit in ergonomic/ human factor design

2. ANTROPOMETRI
2.1. Variasi Dimensi Tubuh
2.2. Constraints and criteria
2.3. Anthropometric Data
2.4. List of body dimensions
2.5. Prinsip Antropometri

3. BIOMEKANIKA
3.1. Biomekanika dalam rancangan sistem kerja
3.2. Mekanisme/ Konsep kerja Musculoskeletal
3.3. Mekanika pada sistem muscoloskeletal
3.4. Prinsip Biomekanika
3.5. Biomechanics Assessment

4. ANTROPOMETRI-BIOMEKANIKA DALAM PERANCANGAN


4.1. Cumulative Trauma
4.2. Repetitive Motion Injury
4.3. Musculoskeletal Disorders
4.4. Perancangan Metoda Kerja
4.5. Perancangan Alat Bantu

5. WORK PHYSIOLOGY
5.1. Metabolisme
5.2. Metabolisme Saat Kerja
5.3. Pengukuran Beban Fisiologi
1. ERGONOMI

Manusia merupakan

Ergonomi adalah ilmu yang membahas mengenai kerja (έργο - Greek word for ergo), biasa disebut juga Human Factors. Pembahasan kerja dalam
Ergonomi berkaitan dengan interaksi antara manusia dan elemen lain dari suatu sistem, dan manusia sebagai pusat dalam merancang sistem kerja/
produk (Human/ Users-Centered Design). Oleh karena itu dalam ergonomi akan dibahas mengenai batasan-batasan pada manusia yang harus
diperhatikan dalam merancang sistem kerja/ produk. Domain human factors dan ergonomi meliputi:

Kemampuan dan keterbatasan manusia


Interaksi manusia-mesin
Kerja tim
Alat, mesin, dan desain material
Faktor lingkungan
Pekerjaan dan desain organisasi

Dari domain tersebut memberikan penekanan (terkadang implisit) pada analisis kinerja (human performance), keselamatan, dan kepuasan manusia,
maka human factors dan ergonomi adalah disiplin yang memiliki kekuatan dalam pengembangan dan penerapan metode. Dengan demikian
perancangan ergonomi diharapkan akan terwujud sistem kerja yang dapat memberikan keamanan dan mendukung pada kesehatan selama bekerja/
menggunakan produk, sehingga manusia dapat bekerja pada sistem atau dengan produk tersebut dengan lebih nyaman. Pada sistem kerja/ produk
yang aman sehat dan nyaman manusia dapat bekerja dengan lebih efisien dan efektif, sehingga mampu meningkatkan produktivitas kerjanya.
1.1. Human-system interaction

1.
1.2. Human/ users-centered design & engineering system

1.
2.
1.3. Lima Kesalahan Mendasar

desain ini memuaskan (saya) - oleh karena itu, akan memuaskan semua orang
desain ini memuaskan kebanyakan orang - oleh karena itu, akan memuaskan semua orang
variabilitas manusia begitu besar tidak mungkin dapat dipenuhi dalam desain apa pun - tetapi karena orang-orang sangat mudah beradaptasi, tidak
masalah pula
ergonomis itu mahal dan karena produk dibeli berdasarkan penampilan, maka pertimbangan ergonomis dapat dengan mudah diabaikan
ergonomis adalah ide yang bagus. Saya selalu merancang hal-hal dengan ergonomi (dalam pikiran) - tetapi saya melakukannya secara intuitif dan
mengandalkan akal sehat, sehingga tidak memerlukan tabel data atau studi empiris
1.4. Cost- Benefit in ergonomic/ human factor design

1.
2. ANTROPOMETRI

Filosofi dasar dalam ergonomi adalah merancang stasiun kerja yang nyaman, praktis, dan produktif untuk bekerja. Idealnya, stasiun kerja harus
dirancang agar sesuai dengan tubuh dan pikiran operator. Rancangan stasiun kerja yang tidak mempertimbangkan persyaratan fisik operator
menyebabkan postur kerja buruk dan menyebabkan kelelahan, penurunan produktivitas, dan bahkan berpotensi memicu cedera.

Anthropometrics (antropometri) merupakan salah satu cabang ilmu kemanusiaan yang berhubungan dengan pengukuran tubuh: khususnya
pengukuran ukuran tubuh, bentuk, kekuatan dan kapasitas kerja. Antropometri adalah cabang ergonomi yang sangat penting.

Penggunaan prinsip desain antropometri, mewujudkan kenyamanan fisik di tempat kerja, dengan pendekatan Antropometri tidak hanya
memperhatikan kesesuaian ketinggian area kerja, tetapi juga bagaimana operator dapat dengan mudah mengakses pengendalian dan perangkat
kendali. Postur alami (sikap tubuh, lengan, dan kaki yang tidak melibatkan tenaga statis) dan gerakan alami merupakan bagian penting dari pekerjaan
yang efisien. Oleh karena itu stasiun kerja harus disesuaikan dengan ukuran dan bentuk fisik dan mobilitas operator, serta dimensi produk atau ruang
kerja dengan pengguna/ operator; dan juga dengan menyesuaikan tuntutan fisik tugas kerja dengan kapasitas angkatan kerja.
2.1. Variasi Dimensi Tubuh

1. The statistical description of human variability


2.
2.2. Constraints and criteria

1.
2.
2.3. Anthropometric Data

1.
2.
2.4. List of body dimensions

a
2.5. Prinsip Antropometri

Prinsip antropometri dalam perancangan


3. BIOMEKANIKA

Cabang terpisah dari antropometri terapan dikembangkan pada akhir tahun 1900-an. Struktur tubuh, kinetika dan kinematika tubuh manusia,
mekanisme sistem muskuloskeletal, dll. secara khusus diselidiki. Bidang kajian ilmiah tersebut disebut biomekanika.

Biomekanika didefinisikan oleh Roebuck et al. sebagai ilmu interdisipliner yang meliputi terutama antropometri, mekanika, fisiologi, dan teknik yang
mempelajari struktur mekanik dan perilaku material biologi (tulang dan otot).

Dua dari tiga tujuan utama ergonomi adalah kenyamanan, serta kesehatan dan keamana pekerja. Kedua tujuan ini saling melengkapi dan membahas
perkembangan potensi konsekuensi bahaya yang tidak diinginkan.
3.1. Biomekanika dalam rancangan sistem kerja

Dengan revolusi industri, ledakan penduduk, inovasi teknologi, dan kebutuhan manusia akan barang dagangan dan komoditas, tatanan ekonomi dunia
menjadi sangat bergantung pada sektor industri. WHO (1995) mempublikasikan bahwa ~ 45% populasi dunia dan 58% populasi> 10 tahun merupakan
angkatan kerja global. Dari jumlah tersebut, ~ 50% pekerja bekerja dalam kondisi fisik berbahaya yang membutuhkan pekerjaan berat, yang kadang-
kadang tidak wajar, membuat mereka terpapar kondisi yang membahayakan kesehatan dan kapasitas kerja mereka. Banyak orang menghabiskan
sepertiga dari kehidupan dewasanya di lingkungan kerja yang berbahaya.

Pekerja di sektor industri yang berbeda umumnya memiliki karakteristik cedera pada sektor tersebut. Orang-orang di bidang kehutanan, konstruksi,
dan manufaktur memiliki proporsi cedera punggung yang lebih tinggi. Mereka yang bekerja di bidang manufaktur hasil hutan, menjahit, merajut, dan
pekerjaan jenis kantor yang melibatkan keyboard memiliki Cummulative Trauma dissorder (CTD), juga disebut cedera regangan berulang [RSI]). Karena
tidak terjadi sebaliknya, yaitu, pekerja fisik berat yang mengembangkan CTD pada ekstremitas atas dan pekerja kantoran melukai punggung mereka,
ini memberikan kepercayaan pada argumen bahwa sifat stres fisik dan wilayah yang menanggung beban sebagian besar menentukan area yang
terkena dan mungkin sifat cedera. Oleh karena itu, jika seseorang dapat menggambarkan mekanisme cedera dan rincian kuantitatif dari variabel yang
relevan, seseorang dapat mengembangkan intervensi yang lebih efektif.

Intervensi yang efektif akan menghasilkan pengendalian cedera yang lebih baik, yang jelas memiliki hasil yang signifikan. Dengan demikian,
keberhasilan jangka panjang dalam mengendalikan cedera ini bergantung pada pemahaman penyebabnya. Pemahaman yang jelas dan pembentukan
mekanisme penyebab cedera agak sulit dipahami. Oleh karena itu, titik awal yang tepat adalah memeriksa fakta dan membangun teori
penyebab Musculoskeletal injury (MSI).

1. Pentingnya Biomekanika dalam rancangan sistem kerja


2.
3.2. Mekanisme/ Konsep kerja Musculoskeletal

1.
2.
3.3. Mekanika pada sistem muscoloskeletal

1.
2.
3.4. Prinsip Biomekanika

1.
2.
3.5. Biomechanics Assessment

Postur tubuh yang buruk dan cara kerja yang membutuhkan kekuatan dapat menyebabkan kerusakan permanen pada jaringan tubuh. Penting untuk
dapat mengklasifikasikan postur tubuh dan gaya serta menarik kesimpulan yang dapat digunakan untuk memperbaiki desain pekerjaan dan tempat
kerja. Harus dipahami bahwa orang tidak dengan sengaja membuat postur kerja yang buruk; mereka terpaksa melakukannya karena karakteristik
tugas dan desain ergonomis pekerjaan dan stasiun kerja yang buruk.

Metode untuk menilai masalah muskuloskeletal dapat dilakukan secara subyektif, misalnya dengan Body Part Discomfort Scale/ Nordic Body
Map yang menginvestigasi efek kerja jangka panjang yang dirasakan dari hari ke hari. Secara obyektif, penilian dapat dilakukan dengan banyak cara,
seperti OWAS, RULA, JSI, dan sebagaiknya. Namun demikian perlu dipahami terlebih dahulu dasar-dasar penilaian tersebut dilakukan.

Reba dkk
4. ANTROPOMETRI-BIOMEKANIKA DALAM PERANCANGAN

Hubungan antara antropometri dan biomekanik begitu dekat, hampir tidak ada batasnya. Pengetahuan tentang karakteristik fisik tubuh jelas
merupakan dasar untuk anthropometri & biomekanika. Target dari sebuah rancangan lingkungan kerja, mulai dari alat hingga tugas/ metoda kerja,
adalah sesuai dengan dimensi manusia dan memenuhi kemampuan manusia.

Postur kerja, besarnya beban, frekuensi dan pengulangan (repetitive) dalam pergerakan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi besarnya
pembebanan (gaya & momen) pada setiap sambungan (joint) tubuh. Pada saat kondisi tersebut berada di luar kapasitas/ kemampuan tubuh maka
potensi cidera akan semakin besar. Cidera tubuh tidak terjadi secara langsung, akan tetapi sebagai dampak dari kondisi yang salah secara terus
menerus (gradual). Berapa lama orang akan mengalami cidera tergantung dari besarnya kesalahan yang terjadi pada faktor-faktor tersebut. Semakin
banyak faktor kesalahan, semakin besar kesalahan yang terjadi, semakin cepat cidera itu terjadi.

Tugas seorang ergonom (ergonomist) adalah meminimasi potensi cidera & menjaga kesehatan (tulang & otot) personel pada sebuah sistem kerja.
Pada materi ini, Bila kita mengkaji sebuah sistem kerja maka kita akan melihat faktor-faktor dalam sistem kerja, terutama yang yang berkaitan dengan
anthropometri-biomekanika. Bagaimana ergonomist merancang sistem kerja yang dapat memberikan keamanan, mendukung kesehatan dan
memberikan kenyamanan saat bekerja.

Pada saat mengkaji biomekanika kerja, maka tidak akan terpisah dari anthropometri, karena beban biomekanika yang utama adalah beban dari tubuh,
bobot tubuh dan dimensi tubuh. Oleh karena itu, tanpa beban angkat sekalipun, tulang-otot sudah mendapatkan beban dari berapa besar dimensi dan
bobot tubuh, serta postur kerjanya.

Pada saat berada di suatu sistem kerja, manusia akan berinteraksi dengan fasilitas di sekitarnya. Oleh karena itu fasilitas pada sebuah sistem kerja
harus memperhatikan prinsip-prinsip anthropometri-biomekanika agar diperoleh sistem kerja yang aman, sehat dan nyaman.

Penggunaan metode fisik (Physical methods) untuk menilai bagaimana pekerjaan dilakukan sangat penting untuk ergonomist. Physical methods yang
termasuk pada session ini dapat digunakan untuk memperoleh data observasi penting untuk mengelola potensi/ risiko cedera di tempat kerja.
4.1. Cumulative Trauma

Secara umum cedera muskuloskeletal dimulai dengan ketidaknyamanan yang dialami pekerja. Jika diabaikan, faktor risiko yang menyebabkan
ketidaknyamanan akan meningkatkan keparahan gejala, dan apa yang memicu ketidaknyamanan ringan secara bertahap (gradual) akan menjadi lebih
intens dan akan dialami sebagai nyeri. Jika dibiarkan, rasa sakit dan nyeri yang menandakan trauma kumulatif (cumulative trauma) pada akhirnya
dapat menyebabkan cedera muskuloskeletal yang sebenarnya, seperti tendonitis, tenosinovitis, atau cedera kompresi saraf yang serius seperti carpal
tunnel syndrome.

Sensasi ketidaknyamanan adalah tanda peringatan dini tubuh bahwa beberapa atribut pekerjaan pekerja harus diubah. Ketidaknyamanan juga akan
berdampak buruk pada kinerja kerja, baik dengan menurunkan kuantitas pekerjaan, menurunkan kualitas pekerjaan melalui peningkatan tingkat
kesalahan, atau keduanya. Mengurangi tingkat ketidaknyamanan sebenarnya menurunkan risiko terjadinya cedera. Akibatnya, perubahan tingkat
ketidaknyamanan juga dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan desain produk ergonomis atau penerapan intervensi ergonomi.
4.2. Repetitive Motion Injury

otot2 di persendian
4.3. Musculoskeletal Disorders

otot besar dan kelainan


4.4. Perancangan Metoda Kerja

berkaitan dengan rancangan

- interaksi manusia-mesin (micro & macro motion)

- postur kerja

- fasilitas kerja
4.5. Perancangan Alat Bantu

1. Material Handing

2. perkakas kerja
5. WORK PHYSIOLOGY

Di kebanyakan negara Barat, beban kerja fisik tidak lagi biasa seperti dulu. Di bidang manufaktur, kerja fisik yang berat telah diambil alih oleh alat
bantu penanganan material, proses mekanis, dan otomatisasi. Undang-undang juga telah membatasi jumlah beban kerja yang dapat dialami
karyawan. Namun, dalam beberapa pekerjaan seperti pekerjaan konstruksi, nelayan konvenesional, dan penebangan kayu, pekerja masih banyak
melakukan pekerjaan fisik. Pekerjaan semacam itu umumnya melibatkan tugas yang kurang terstruktur, dan sulit untuk dimekanisasi.

Kegiatan kerja fisik masih umum di negara-negara industri berkembang di mana mekanisasi belum membuahkan hasil mengingat ketersediaan
tenaga kerja yang mudah. Misalnya, dalam industri konstruksi, material biasanya dibawa oleh pekerja. Eriksson (1976) memperkirakan 30 tahun yang
lalu bahwa 200 pekerja di sebuah lokasi konstruksi jalan di Bangladesh dapat memindahkan tanah secara manual sebanyak satu Caterpillar, dan
biayanya setara. Dalam keadaan seperti itu, ekonomi nasional, serta ekonomi pribadi pekerja, akan memperoleh keuntungan dengan menggunakan
tenaga kerja manual.

Meskipun tuntutan pekerjaan fisik di bidang manufaktur telah berkurang secara substansial, masih banyak situasi yang memerlukan analisis
ergonomis. Banyak individu kurang mampu melakukan pekerjaan fisik.
5.1. Metabolisme

Metabolisme didefinisikan sebagai konversi bahan makanan menjadi kerja mekanis dan panas (Astrand, Rodahl, Dahl, dan Stromme, 2003). Agar
bermanfaat bagi tubuh, bahan makanan diubah menjadi senyawa energi tinggi adenosin trifosfat (ATP). ATP berfungsi sebagai mekanisme
transportasi bahan bakar, yang dapat melepaskan energi kimia untuk bahan bakar pekerjaan internal di berbagai organ tubuh. Ikatan fosfat dapat
dengan mudah dipecah menjadi adenosin difosfat (ADP) menurut rumus berikut:

ATP + H2O = ADP + pelepasan energi

Metabolisme didefinisikan sebagai konversi bahan makanan menjadi kerja mekanis dan panas (Astrand, Rodahl, Dahl, dan Stromme, 2003). Agar
bermanfaat bagi tubuh, bahan makanan diubah menjadi senyawa energi tinggi adenosin trifosfat (ATP). ATP berfungsi sebagai mekanisme
transportasi bahan bakar. Itu dapat melepaskan energi kimia untuk bahan bakar pekerjaan internal di berbagai organ tubuh. Ikatan fosfat dapat
dengan mudah dipecah menjadi adenosin difosfat (ADP) menurut rumus berikut:

ATP + H2O = ADP + pelepasan energi

Reaksi dasar ini memasok energi untuk sel otot. Setelah energi dikirim, ADP dikembalikan ke ATP menggunakan kombinasi bahan makanan. Pada
awalnya glukosa digunakan (jika tersedia), lalu glikogen, dan terakhir lemak dan protein.

Selama bekerja terus menerus ada oksigen yang tersedia di dalam darah. Oksigen inilah yang digunakan untuk proses konversi, sehingga setiap
molekul glukosa akan menghasilkan 36 molekul ATP. Ini adalah proses hemat energi, dan ini disebut proses aerobik (proses yang menggunakan
oksigen).

Ketika tiba-tiba terjadi lonjakan permintaan energi, tubuh tidak akan punya waktu untuk menggunakan oksigen untuk mensintesis ulang ATP. Ini adalah
kasus pada lari 400 meter. Selama 100 meter pertama tersedia cukup ATP yang dapat dipecah menjadi ADP. Setelah itu ADP harus diubah menjadi
ATP. Karena 300 meter sisanya membutuhkan banyak energi dan tidak ada cukup oksigen yang tersedia, ATP akan dibuat kembali tanpa oksigen. Ini
disebut proses anaerobik (tanpa oksigen). Ini jauh lebih hemat energi daripada proses aerobik. Dalam hal ini satu molekul glukosa hanya akan
menghasilkan dua molekul ATP. Dalam proses anaerobik, asam laktat diproduksi sebagai produk sampingan. Inilah yang membuat otot terbakar
karena kelelahan.

Oleh karena itu, asam laktat akan terakumulasi di otot-otot yang bekerja alih-alih terbawa oleh darah. Akhirnya kekurangan energi yang tersedia,
kekurangan bahan bakar, dan akumulasi asam laktat di otot menyebabkan kelelahan dan penghentian kerja. Setelah lari 400 meter, otot-otot akan
terasa sakit dan perlu waktu sekitar satu menit untuk pulih.

Fenomena yang sama juga dicatat untuk kerja statis dengan kontraksi terus menerus dari beberapa otot. Dalam situasi ini (seperti membawa koper)
kontraksi otot statis mengakibatkan pembengkakan, yang dapat menyumbat arteri, sehingga oksigen tidak dapat diangkut ke otot. Ini kemudian akan
menciptakan proses anaerobik dan karena darah tidak bersirkulasi dan tidak dapat mengeluarkan produk limbah, asam laktat diproduksi. Ini lagi-lagi
menghasilkan kelelahan otot lokal dan nyeri otot.

Proses konversi ATP aerobik hanya efisien sekitar 50%, sehingga separuh dari total energi makanan hilang sebagai panas sebelum dapat digunakan.
Ini karena energi ATP digunakan untuk mendukung tiga proses berbeda. Pertama, ia memelihara proses kimiawi, seperti sintesis dan pemeliharaan
ikatan energi tinggi dalam senyawa kimia. Kedua, digunakan untuk bahan bakar proses saraf dan kontraksi otot untuk menjaga fungsi tubuh, seperti
aliran darah dan pernapasan. Akhirnya, sebagian energi ATP digunakan untuk kerja otot. Paling banyak 25% energi yang masuk ke dalam tubuh berupa
makanan dapat digunakan untuk kerja otot. Ini adalah batas atas efisiensi energi untuk tubuh manusia, dan biasanya hanya dicapai untuk otot besar di
tubuh, seperti otot kaki. Efisiensi 25% melebihi mesin uap dan hampir sama dengan efisiensi mesin pembakaran (Brown dan Brengelmann, 1965).
Untuk otot yang lebih kecil di lengan dan bahu, efisiensi biasanya sekitar 10–15%. Oleh karena itu seseorang harus mencoba menggunakan otot besar
untuk bekerja daripada otot kecil.

Jumlah pengeluaran energi yang terkait dengan suatu tugas dapat dinilai dengan mengukur jumlah oksigen yang digunakan. Pengambilan oksigen
dihitung dengan mengukur volume dan kandungan oksigen dari udara yang dihembuskan dan dihirup. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan
instrumen khusus. Pengambilan oksigen kemudian diubah menjadi kilokalori (kkal) pengeluaran energi; satu liter oksigen menghasilkan energi 4,83
kkal. Oleh karena itu, pengukuran pengambilan oksigen memberikan penilaian yang tepat tentang pengeluaran energi, tetapi cukup membosankan
untuk mengukurnya. Metode yang lebih mudah, tetapi lebih mendekati, adalah mengukur detak jantung. Denyut jantung memberikan perkiraan yang
adil dari pengeluaran energi dalam kisaran menengah. Denyut jantung kurang cocok untuk menilai aktivitas fisik yang kecil dan sangat tinggi.

Menjaga fungsi dasar tubuh saat istirahat membutuhkan sekitar 1200 kkal / hari. Ini disebut sebagai tingkat metabolisme dasar (BMR). Ini termasuk
fungsi seperti jantung (215 kkal / hari), otak (360 kkal / hari), ginjal (210 kkal / hari), dan otot saat istirahat (360 kkal / hari).

Selain mempertahankan fungsi dasar tubuh, orang biasanya melakukan beberapa aktivitas minimal. Ini disebut sebagai aktivitas waktu luang dan
tidak termasuk aktivitas kerja.

Secara bersama-sama BMR dan kegiatan rekreasi memberikan konsumsi energi rata-rata 2.500 kkal / hari.
5.2. Metabolisme Saat Kerja

Setelah pekerjaan dimulai, metabolisme membutuhkan waktu untuk mengejar pengeluaran energi dari otot-otot yang sedang bekerja. Faktanya,
metabolisme tidak mencapai tingkat yang stabil sampai beberapa menit setelah pekerjaan dimulai. Jumlah waktu yang dibutuhkan tergantung pada
seberapa keras pekerjaannya, tetapi biasanya sekitar 5 menit. Dengan demikian, aktivitas metabolik (atau pengambilan oksigen) tidak meningkat
secara tiba-tiba saat permulaan kerja. Sebaliknya, ada peningkatan serapan oksigen secara bertahap dan mulus (Gambar 12.4). Selama beberapa
menit pertama kerja, otot menggunakan energi yang tidak membutuhkan oksigen.

Pengambilan oksigen pada permulaan, selama, dan setelah bekerja. (A) Beban kerja fisik dan tekanan panas Hutang oksigen; (B) pengembalian
oksigen selama istirahat. A = B.

Saat pengambilan oksigen meningkat, tubuh dapat menggunakan aerobik, atau membutuhkan oksigen, bahan bakar ATP, & laju metabolisme akhirnya
menjadi stabil.

Level kondisi-mapan ini mewakili respons aerobik tubuh terhadap tuntutan peningkatan beban kerja. Ketika pekerjaan berhenti, pengambilan oksigen
kembali perlahan ke tingkat istirahat sebelum bekerja. Recovery oksigen setelah bekerja, menutup pengambilan oksigen yang terjadi di awal bekerja,
(area A) dilunasi (area B).

Pace of movement dapat digunakan untuk memprediksi kecepatan kerja. Umumnya, jumlah upaya untuk mempertahankan kecepatan tertentu pada
individu terlatih konsisten dengan detak jantung relatif. Persamaan untuk itu dikembangkan pada tahun 1994 oleh David Swain:

% HRmax = (0.64 x% VO2max) + 37

Exercise heart rate/Max HR = %HRmax

Detak jantung maksimal seseorang adalah 220bpm. Pada saat melakukan pekerjaan ringan (misalnya saat pemanasan/ pendinginan/ recovery)
diperlukan %VO2max = 50% dan %HRmax= 70%. Maka dengan detak jantung maksimal 200bpm perlu berlari pada 70% dari 200bpm (menjadi 140bpm
dan RPE yang sangat ringan) untuk mencapai 50 % VO2.

Menggunakan persamaan di atas, maka %HRmax=140bpm / 200bpm = 63.64%, sehingga

(63.64-37) /. 64 = 41.62% VO2max

nilai ini mencerminkan persentase VO2max sebenarnya yang digunakan untuk bekerja.

Karena nilai HR dan VO2 berkorelasi, seseorang dapat bolak-balik di antara keduanya berdasarkan kebutuhan informasi. Sementara detak jantung
memprediksi tingkat kerja VO2, VO2 dapat memprediksi detak jantung. Jelas, tindakan langsung adalah yang paling menguntungkan untuk zona
pelatihan yang valid; Oleh karena itu, yang terbaik adalah selalu mencoba menentukan detak jantung maksimal yang sebenarnya.

Hal ini mendorong intensitas latihan yang lebih akurat terutama bila digunakan dalam hubungannya dengan laju tenaga yang dirasakan (RPE).
5.3. Pengukuran Beban Fisiologi

Sebagian besar tidak praktis menggunakan pengambilan oksigen untuk menilai beban kerja dalam situasi manufaktur. Denyut jantung (denyut nadi)
adalah ukuran yang jauh lebih mudah.

Namun, detak jantung adalah prediktor yang baik hanya untuk beban kerja dengan intensitas sedang (sekitar 100–140 detak / menit). Pengukuran
sederhana detak jantung dapat berguna untuk memperkirakan jika ada masalah dengan tingkat beban kerja fisik saat ini. Ini diilustrasikan oleh contoh
berikut.

Penulis pernah mengunjungi pabrik perakitan mobil. Ada seorang pekerja perakitan wanita yang terlihat kelelahan secara fisik. Dia berusia sekitar 45
tahun dan bertubuh kecil (sekitar 150 cm [5 kaki]). Jenis pekerjaan tersebut tampaknya tidak terlalu menuntut rekan kerjanya. Namun, saya melangkah
maju dan bertanya apakah saya dapat mengukur denyut nadinya.

Itu berjalan sekitar 130 denyut / menit, jelas berlebihan untuk hari kerja 8 jam. Dia dipindahkan ke tugas lain yang tidak terlalu menuntut secara fisik

Anda mungkin juga menyukai