Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat, sehingga peralatan sudah


menjadi kebutuhan pokok pada lapangan pekerjaan, artinya peralatan dan
teknologi merupakan salah satu penunjang yang penting dalam upaya
meningkatkan produktivitas untuk berbagai jenis pekerjaan. Disamping itu,akan
terjadi dampak negatifnya bila kita kurang waspada menghadapi bahaya potensial
yang mungkin akan timbul (Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI,
2010).

Hal ini tentunya dapat di cegah dengan adanya antisipasi berbagai risiko,
antara lain kemungkinan terjadinya penyakit akibat kerja, penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan dan kecelakaan akibat kerja yang dapat
menyebkan kecacataan dan kematian. Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua
pihak dengan cara penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja.
Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan ergonomi (Pusat Kesehatan Kerja
Departemen Kesehatan RI, 2010).

Dalam dunia kerja terdapat Undang-Undang yang mengatur tentang


ketenagakerjaan yaitu Undang-Undang No. 14 tahun 1969 tentang ketentuan-
ketentuan pokok tenaga kerja merupakan subjek dan objek pembangunan.
Ergonomi yang bersasaran akhir efisiensi dan keserasian kerja memiliki arti
penting bagi tenaga kerja, baik sebagai subjek maupun objek. Akan tetapi sering
kali suatu tempat kerja mengesampingkan aspek ergonomi bagi para pekerjanya,
hal ini tentunya sangat merugikan perusahaan dan para pekerja itu sendiri (Pusat
Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI, 2010).

Pada umumnya ergonomi belum diterapkan secara merata pada sektor


kegiatan ekonomi. Gagasannya telah lama disebarluaskan sebagai unsur hygiene
perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes), tetapi sampai saat ini kegiatan-

1
kegiatan baru sampai pada taraf pengenalan, khususnya pada pihak yang
bersangkutan, sedangkan penerapannya baru pada tingkat perintisan. Fungsi
pembinaan ergonomi secara teknis merupakan tugas pemerintah. Pusat Bina
Hiperkes dan Keselamatan Kerja memiliki fungsi pembinaan ini melalui
pembinaan keahlian dan pengembangan penerapannya (Manuaba, 2000).

Namun begitu, sampai saat ini pengembangan kegiatan-kegiatannya baru


diselenggarakan dan masih menunggu kesiapan masyarakat untuk menerima
ergonomi dan penerapannya. Dalam hal menunggu kesiapan tersebut maka perlu
pemberitahuan kepada masyarakat itu sendiri mengenai ergonomi ini. Salah satu
cara dalam pemberitahuan tersebut adalah melalui tulisan-tulisan formal maupun
informal, dimana salah satunya adalah melalui pembuatan makalah. Oleh karena
itu, penulis merasa perlu untuk membuat makalah yang berjudul ergonomi di
tempat kerja.

1.2. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kepanitraan


Klinik Senior Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat/ Ilmu Kedokteran
Komunitas/Ilmu Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara-RSUP H. Adam Malik Medan dan meningkatkan pemahaman
penulis maupun pembaca mengenai ergonomi di tempat kerja.

1.3. Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman


masyarakat, khususnya para pekerja mengenai aspek ergonomis di tempat kerja
sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit akibat kerja, penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan dan kecelakaan akibat kerja yang dapat
menyebabkan kecacatan atau kematian. Hasil akhir dari semua ini adalah dapat
meningkatkan kesehatan para pekerja dan meningkatkan produktivitas dari
perusahaan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Ergonomi (ergonomics) berasal dari kata Yunani yaitu ergo yang berarti
kerja dan nomos yang berarti hukum, dimana ergonomi sebagai disiplin keilmuan
yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaannya. Istilah
ergonomi lebih populer digunakan oleh beberapa negara Eropa Barat, dan di
Amerika istilah ini lebih dikenal sebagai Human Faktors Engineerings atau
Human Engineering (Wignjosoebroto, 2003). Istilah ergonomi didefinisikan
sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang
ditinjau secara anatomi, fisiologi, engineering, manajemen dan desain peralatan
(Nurmianto, 2003).

Dari survei pendahuluan yang dilakukan pekerja mengalami gangguan


kesehatan yang diakibatkan oleh sikap kerja yang tidak ergonomis. Keluhan yang
dialami antara lain: sakit pada pinggang, lelah seluruh badan, nyeri lutut dan kaki,
keluhan pada lengan dan tangan, dan nyeri bahu dan punggung (Manuaba, 2000).

Beberapa prinsip kerja secara ergonomis agar terhindar dari cedera antara
lain:

1. Gunakan tenaga seefisien mungkin, beban yang tidak perlu harus dikurangi
atau dihilangkan, perhitungkan gaya berat yang mengacu pada berat badan dan
bila perlu gunakan pengungkit sebagai alat bantu.

2. Sikap tubuh berdiri, duduk dan jongkok hendaknya disesuaikan dengan prinsip-
prinsip ergonomi.

3. Panca indera dapat dimanfaatkan sebagai alat kontrol, bila susah harus istirahat
(jangan dipaksa) dan bila lapar atau haus harus makan /minum (jangan ditahan).

4. Jantung digunakan sebagai parameter yang diukur lebih dari jumlah maksimum
yang diperbolehkan (Wignjosoebroto, 2003).

3
Ergonomi juga dapat digunakan dalam menelaah sistem manusia dan
poduksi yang kompleks. Dapat ditentukan tugas-tugas apa yang diberikan kepada
tenaga kerja dan yang mana kepada mesin. Dibawah ini dikemukakan beberapa
prinsip ergonomi sebagai pegangan, antara lain : (Suma’mur, 1996)

1. Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran
dan penempatan mesin-mesin, penempatan alat-alat penunjuk, cara-cara harus
melayani mesin (macam, gerak, arah dan kekuatan).

2. Dari sudut otot sikap duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk.
Sedangkan dari sudut tulang duduk yang baik adalah duduk tegak agar
punggung tidak bungkuk dan otot perut tidak lemas. Maka dianjurkan memilih
sikap duduk yang tegak yang diselingi istirahat dan sedikit membungkuk.

3. Pekerjaan berdiri sedapat mungkin dirubah menjadi pekerjaan duduk. Dalam


hal tidak mungkin kepada pekerja diberi tempat dan kesempatan untuk duduk.

4. Arah penglihatan untuk pekerjaan berdiri adalah 23-37o kebawah. Arah


penglihatan ini sesuai dengan sikap kepala yang istirahat (relaxed).

5. Ruang gerak lengan ditentukan oleh punggung lengan seluruhnya dan lengan
bawah. Pegangan-pegangan harus diletakkan, lebih-lebih bila sikap tubuh tidak
berubah.

6. Macam gerakan yang kontinu dan berirama lebih diutamakan, sedangkan


gerakan yang sekonyong-konyong pada permulaan dan berhenti dengan paksa
sangat melelahkan. Gerakan ke atas harus dihindarkan, berilah papan
penyokong pada sikap lengan yang melelahkan. Hindarkan getaran-getaran
kuat pada kaki dan lengan.

7. Pembebanan sebaiknya dipilih yang optimum, yaitu beban yang dapat


dikerjakan dengan pengerahan tenaga paling efisien. Beban fisik maksimum
telah ditentukan oleh ILO sebesar 50kg. Cara mengangkat dan menolak
hendaknya memperhatikan hukum-hukum ilmu gaya dan dihindarkan

4
penggunaan tenaga yang tidak perlu. Beban hendaknya menekan langsung
pada pinggul yang mendukungnya.

8. Kemampuan seseorang bekerja seharinya adalah 8-10 jam, lebih dari itu efisien
dan kualitas kerja sangat menurun.

Dalam ergonomi akan dipelajari cara-cara penyesuaian pekerjaan, alat kerja


dan lingkungan kerja dengan manusia, dengan memperhatikan kemampuan dan
keterbatasan manusia itu sehingga tercapai suatu keserasian antara manusia dan
pekerjaannya yang akan meningkatkan kenyamanan kerja dan produktifitas kerja.

2.2. Sejarah Ergonomi

Ergonomi mulai dicetuskan pada tahun 1949, akan tetapi aktivitas yang
berkenaan dengannya telah bermunculan puluhan tahun sebelumnya. Beberapa
kejadian penting diilustrasikan sebagai berikut: (Suma’mur, 1996)

a. C.T. Thackrah, England, 1831

Trackrah adalah seorang dokter dari Inggris/England yang meneruskan


pekerjaan dari seorang Italia bernama Ramazzini, dalam serangkaian kegiatan
yang berhubungan dengan lingkungan kerja yang tidak nyaman yang dirasakan
oleh para operator di tempat kerjanya. Ia mengamati postur tubuh pada saat
bekerja sebagai bagian dari masalah kesehatan. Pada saat itu Trackrah mengamati
seorang penjahit yang bekerja dengan posisi dan dimensi kursi-meja yang kurang
sesuai secara antropometri, serta pencahayaan yang tidak ergonomis sehingga
mengakibatkan menbungkuknya badan dan iritasi indera penglihatan.

b. F.W. Taylor, U.S.A., 1989

Frederick W. Taylor adalah seorang insinyur Amerika yang menerapkan


metoda ilmiah untuk menentukan cara yang terbaik dalam melakukan suatu
pekerjaan.

5
c. F.B. Gilbreth, U.S.A., 1911

Gilbreth juga mengamati dan mengoptimasi metoda kerja, dalam hal ini lebih
mendetail dalam Analisa Gerakan dibandingkan dengan Taylor. Dalam bukunya
Motion Study yang diterbitkan pada tahun 1911 ia menunjukkan bagaimana
postur membungkuk dapat diatasi dengan mendesain suatu sistem meja yang
dapat diatur turun-naik (adjustable).

d. Badan Penelitian untuk Kelelahan Industri (Industrial Fatique Research


Board), England, 1918

Badan ini didirikan sebagai penyelesaian masalah yang terjadi di pabrik


amunisi pada Perang Dunia Pertama. Mereka menunjukkan bagaimana output
setiap harinya meningkat dengan jam kerja per hari-nya yang menurun.

e. E. Mayo dan teman-temannya, U.S.A., 1933

Elton Mayo seorang warga negara Australia, memulai beberapa studi di suatu
Perusahaan Listrik. Tujuan studinya adalah untuk mengkuantifikasi pengaruh dari
variabel fisik seperti pencahayaan dan lamanya waktu istirahat terhadap faktor
efisiensi dari para operator kerja pada unit perakitan.

f. Perang Dunia Kedua, England dan U.S.A

Masalah operasional yang terjadi pada peralatan militer yang berkembang


secara cepat (seperti misalnya pesawat terbang). Masalah yang ada pada saat itu
adalah penempatan dan identifikasi utnuk pengendali pesawat terbang, efektivitas
alat peraga (display), handel pembuka, ketidak-nyamanan karena terlalu panas
atau terlalu dingin, desain pakaian untuk suasana kerja yang terlalu panas atau
terlalu dingin dan pengaruhnya pada kinerja operator.

g. Pembentukan Kelompok Ergonomi

Pembentukan Masyarakat Peneliti Ergonomi (the Ergonomics Research


Society) di England pada tahun 1949 melibatkan beberapa profesional yang telah
banyak berkecimpung dalam bidang ini. Hal ini menghasilkan jurnal (majalah

6
ilmiah) pertama dalam bidang Ergonomi pada November 1957.
Perkumpulan Ergonomi Internasional (The International Ergonomics Association)
terbentuk pada 1957, dan The Human Factors Society di Amerika pada tahun
yang sama.

Diketahui pula bahwa Konferensi Ergonomi Australia yang pertama


diselenggarakan pada tahun 1964, dan hal ini mencetuskan terbentuknya
Masyarakat Ergonomi Australia dan New Zealand (The Ergonomics Society of
Australian and New Zealand).

2.3. Tujuan Ergonomi

Pelaksanaan dan penerapan ergonomi di tempat kerja di mulai dari yang


sederhana dan pada tingkat individual terlebih dahulu. Rancangan ergonomi akan
dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, serta dapat
menciptakan sistem serta lingkungan yang cocok, aman, nyaman dan sehat
(Nurmianto, 2003)

Secara umun tujuan dari penerapan Ergonomi adalah: (Nurmianto, 2003)

a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan


cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak


sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan
meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun
setelah tidak produktif.

c. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis,


ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan
sehingga tercipta kualitas kerja dan hidup yang tinggi.

7
2.4. Metode-Metode Ergonomi

a. Diagnosis, dapat dilakukan melalui wawancara dengan pekerja, inspeksi


tempat kerja penilaian fisik pekerja, uji pencahayaan, ergonomik checklist
dan pengukuran lingkungan kerja lainnya. Variasinya akan sangat luas mulai
dari yang sederhana sampai kompleks (Nurmianto, 2003).

b. Treatment, pemecahan masalah ergonomi akan tergantung data dasar pada


saat diagnosis. Kadang sangat sederhana seperti merubah posisi meubel, letak
pencahayaan atau jendela yang sesuai. Membeli furniture sesuai dengan
demensi fisik pekerja (Nurmianto, 2003).

c. Follow-up, dengan evaluasi yang subyektif atau obyektif, subyektif misalnya


dengan menanyakan kenyamanan, bagian badan yang sakit, nyeri bahu dan
siku, keletihan , sakit kepala dan lain-lain. Secara obyektif misalnya dengan
parameter produk yang ditolak, absensi sakit, angka kecelakaan dan lain-lain
(Nurmianto, 2003).

2.5. Aplikasi Ergonomi di Tempat Kerja

Terdapat beberapa aplikasi / penerapan dalam pelaksanaan ilmu ergonomi.


Aplikasi / penerapan tersebut antara lain:

2.5.1 Sikap Kerja

Sikap kerja diartikan sebagai kecenderungan pikiran dan perasaan


puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya. Kemudian pada saat bekerja
perlu diperhatikan postur tubuh dalam keadaan seimbang agar dapat bekerja
dengan nyaman dan tahan lama. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat
dikatakan sikap kerja adalah proses kerja yang sesuai ditentukan oleh
anatomi tubuh dan ukuran peralatan yang digunakan pada saat bekerja
(Darlis, 2009).

8
Sikap tubuh dalam bekerja berhubungan dengan tempat duduk, meja
kerja dan luas pandangan. Untuk merencanakan tempat kerja dan
perlengkapannya diperlukan ukuran-ukuran tubuh yang menjamin sikap
tubuh paling alamiah dan memungkinkan dilakukannya gerakan-gerakan
yang dibutuhkan (Nurmianto, 2003).

Dikenal dua sikap kerja, yaitu sikap duduk dan sikap berdiri.

2.5.1.1 Sikap Duduk

Pekerjaan sejauh mungkin harus dilakukan sambil duduk karena sikap


kerja duduk merupakan sikap kerja dimana kaki tidak terbebani dengan
berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Duduk memerlukan lebih
sedikit energi daripada berdiri karena hal itu dapat mengurangi banyaknya
beban otot statis pada kaki. Kegiatan bekerja sambil duduk harus dilakukan
secara ergonomi sehingga dapat memberikan kenyamanan dalam bekerja
(Ardana, 2005).

Sikap duduk yang paling baik yaitu tanpa pengaruh buruk terhadap
sikap badan dan tulang belakang adalah sikap duduk dengan sedikit lordosa
(sikap tulang punggung ke depan) pada pinggang dan sedikit mungkin
kifosa (sikap duduk ke belakang) pada punggung. Sikap demikian dapat
dicapai dengan kursi dan sandaran punggung yang tepat. Dengan begitu otot
punggung terasa enak (Santoso, 2004).

Sikap duduk yang benar yaitu sebaiknya duduk dengan punggung


lurus dan bahu berada dibelakang serta bokong menyentuh belakang kursi.
Caranya, duduk diujung kursi dan bungkukkan badan seolah terbentuk huruf
C. Setelah itu tegakkan badan buatlah lengkungan tubuh sebisa mungkin.
Tahan untuk beberapa detik kemudian lepaskan posisi tersebut secara ringan
(sekitar 10 derajat). Posisi duduk seperti inilah yang terbaik. Duduklah
dengan lutut tetap setinggi atau sedikit lebih tinggi panggul (gunakan
penyangga kaki) dan sebaiknya kedua tungkai tidak saling menyilang. Jaga
agar kedua kaki tidak menggantung dan hindari duduk dengan posisi yang

9
sama lebih dari 20-30 menit. Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan
pada kursi, jaga bahu tetap rileks (Nurmianto, 2003; Darlis, 2009).

Gambar 1. Sikap Duduk

Keuntungan kerja sambil duduk adalah ; (1) Kurangnya kelelahan, (2)


Berkurangnya pemakaian energi, dan (3) Berkurangnya sikap keperluan
sirkulasi darah. Namun begitu terdapat pula kerugian-kerugian sebagai
akibat kerja sambil duduk antara lain (1) Melembekkan otot-otot perut, (2)
Melengkungkan punggung dan (3) Tidak baik bagi alat tubuh bagian dalam,
khususnya peralatan pencernaan, jika posisi dilakukan secara membungkuk
(Suma’mur, 1996) .

Sikap duduk yang keliru merupakan penyebab adanya masalah –


masalah punggung. Hal ini dapat terjadi karena tekanan pada bagian tulang
belakang akan meningkat pada saat duduk dibandingkan dengan saat berdiri
ataupun berbaring. Jika diasumsikan tekanan tersebut sekitar 100% ; maka

10
cara duduk yang tegang atau kaku (erect posture) dapat menyebabkan
tekanan tersebut mencapai 140% dan cara duduk yang dilakukan dengan
membungkuk ke depan menyebabkan tekanan tersebut sampai 190%
(Nurmianto, 2003).

Keterbatasan gerak akan akan membiasakan bekerja dengan sikap


tubuh yang salah. Postural/sikap posisi pekerjaan secara salah dan dilakukan
menahun akan menyebabkan keluhan yang dikenal sengan Low back pain
(LBP) yaitu otot-otot pingang menjadi lelah (fatique) menimbulkan
ketidakstabilan dari tulang belakang sehingga timbul proses degeberasi yang
dapat menimbulkan keluhan sakit/pegal di daerah pinggang. Apabila hal ini
tidak dikoreksi, maka gangguan kesehatan tersebut akan menyebabkan
penyakit/kelainan dan akhirnya menurunkan kemampuan melakukan
aktivitas (Abeysekera, 2002).

Sikap dan sistem kerja yang ergonomis memungkinkan peningkatan


produktivitas. Sikap tubuh dalam bekerja selalu diusahakan dilaksanakan
dengan duduk atau dalam sikap duduk dan sikap berdiri secara bergantian.
Duduk lama dengan posisi yang salah akan menyebabkan otot-otot
pinggang menjadi tegang dan dapat merusak jaringan lunak sekitarnya. Dan
bila ini berlanjut terus akan menyebabkan penekanan pada hernia nucleus
polposus. Hernia polposus yaitu saraf tulang belakang sehingga
menyebabkan nyeri pinggang dan kesemutan yang menjalar ketungkai
sampai kaki (Abeysekera, 2002).

Sikap duduk ini sangat dipengaruhi oleh pemakaian kursi. Penerapan


ergonomi dalam pembuatan kursi dimaksudkan untuk mendapatkan sikap tubuh
yang ergonomi dalam bekerja. Dengan sikap yang ergonomi ini diharapkan
efisiensi kerja dan produktivitas meningkat. Tempat duduk (kursi) harus dibuat
sedimikian rupa sehingga memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang
dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh
yang dapat mengganggu sirkulasi darah dan sensibilitas bagian-bagian tersebut
(Sarmauly, 2009).

11
Pembuatan bangku dan meja kerja yang buruk atau mesin merupakan
penyebab kerja otot statis dan posisi tubuh yang tidak alamiah. Maka syarat-
syarat bangku kerja yang benar adalah sebagai berikut (Manuaba, 2000):

a. Tinggi area kerja harus sesuai sehingga pekerjaan dapat dilihat dengan
mudah dengan jarak optimal dan sikap duduk yang enak. Makin kecil
ukuran benda, makin dekat jarak lihat optimal dan makin tinggi area
kerja.

b. Pegangan, handel, peralatan dan alat-alat pembantu kerja lainnya harus


ditempatkan sedemikian pada meja atau bangku kerja, agar gerakan-
gerakan yang paling sering dilakukan dalam keadaan fleksi.

c. Kerja otot statis dapat dihilangkan atau sangat berkurang dengan


pemberian penunjang siku, lengan bagian bawah, atau tangan. Topangan-
topangan tersebut harus diberi bahan lembut dan dapat di sesuaikan,
sehingga sesuai bagi pemakainya.

Kriteria dan ukuran kursi yang ergonomi berdasarkan antropometri


orang Indonesia adalah :

a. Tinggi alas duduk

Diukur dari lantai sampai pada permukaan atas dari bagian depan alas
duduk. Ukuran yang dianjurkan 38-48 cm. Tinggi alas duduk harus
sedikit lebih pendek dari jarak antara lekuk lutut dan telapak kaki
(Nurmianto, 2003).

b. Panjang alas duduk

Diukur dari pertemuan garis proyeksi permukaan depan sandaran duduk


pada permukaan atas alas duduk sampai kebagian depan alas duduk.
Ukuran yang dianjurkan adalah 36 cm. Panjang alas duduk harus lebih
pendek dari jarak antara lekuk lutut dan garis punggung(Nurmianto,
2003).

12
c. Lebar alas duduk

Diukur pada garis tengah alas duduk melintang. Lebar alas duduk harus
lebih besar dari lebar pinggul. Ukuran yang diusulkan adalah 44- 48 cm
(Nurmianto, 2003).

d. Sandaran pinggang

Bagian atas dari sandaran pinggang tidak melebihi tepi bawah ujung
tulang belikat, dan bagian bawahnya setinggi garis pinggul (Nurmianto,
2003).

e. Sandaran tangan

Jarak antara tepi dalam kedua sandaran tangan (harus lebih lebar dari
pinggul dan tidak melebihi lebar bahu) (Nurmianto, 2003).

f. Tinggi Sandaran adalah setinggi siku

Panjang sandaran tangan: sepanjang lengan bawah. Ukuran yang


dianjurkan adalah jarak tepi dalam kedua sandaran tangan: 46-48 cm.
Tinggi sandaran tangan adalah 20 cm dari alas duduk. Panjang sandaran
tangan : 21 cm (Nurmianto, 2003).

g. Sudut alas duduk

Alas duduk harus sedemikian rupa sehingga memberikan kemudahan


bagi pekerja untuk menentukan pemilihan gerakan dan posisi. Alas
duduk hendaknya dibuat horisontal. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang
tidak memerlukan sikap sedikit membungkuk ke depan, alas duduk dapat
dibuat ke belakang (3-5 derajat). Bila keadaan memungkinkan,
dianjurkan penyediaan tempat duduk yang dapat diatur (Nurmianto,
2003).

2.5.1.2 Sikap Berdiri

13
Selain sikap kerja duduk, sikap kerja berdiri juga banyak ditemukan di
perusahaan. Sikap kerja berdiri merupakan sikap kerja yang posisi tulang
belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki.
Sikap kerja berdiri dapat menimbulkan keluhan subjektif dan juga kelelahan
bila sikap kerja ini tidak dilakukan bergantian dengan sikap kerja duduk
(Darlis, 2009).

Ukuran tubuh yang penting dalam bekerja dengan posisi berdiri


adalah tinggi badan berdiri, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul, panjang
lengan. Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan
mengakibatkan penumpukan darah dan beragai cairan tubuh pada kaki dan
ini akan membuat bertambahnya biola berbagai bentuk dan ukuran sepatu
yang tidak sesuai, seperti pembersih (clerks), dokter gigi, penjaga tiket,
tukang cukur pasti memerlukan sepatu ketika bekerja (Santoso, 2004).

Apabila sepatu tidak pas maka sangat mungkin akan sobek dan terjadi
bengkak pada jari kaki, mata kaki, dan bagian sekitar telapak kaki. Sepatu
yang baik adalah yang dapat manahan kaki (tubuh) dan kaki tidak
direpotkan untuk menahan sepatu, desain sepatu harus lebih longgar dari
ukuran telapak kaki dan apabila bagian sepatu dikaki terjadi penahanan yang
kuat pada tali sendi (ligaments) pergelangan kaki, dan itu terjadi dalam
waktu yang lama, maka otot rangka akan mudah mengalami kelelahan
(Santoso, 2004).

Beberapa penelitian telah berusaha untuk mengurangi kelelahan pada


tenaga kerja dengan posisi berdiri, contohnya yaitu seperti yang
diungkapkan Granjean (dalam Santoso, 2004) merekomendasikan bahwa
untuk jenis pekerjaan teliti, letak tinggi meja diatur 10 cm di atas siku.
Untuk jenis pekerjaan ringan, letak tinggi meja diatur sejajar dengan tinggi
siku, dan untuk pekerjaan berat, letak tinggi meja diatur 10 cm di bawah
tinggi siku (Santoso, 2004).

14
2.5.2 Proses Kerja

Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi


waktu bekerja dan sesuai dengan ukuran anthropometrinya. Harus
dibedakan ukuran anthropometri barat dan timur (Wignjosoebroto, 2003).

Istilah anthropometri berasal dari kata anthro yang berarti manusia


dan metri yang berarti ukuran. Anthropometri dapat didefinisikan sebagai
satu studi yang berkaitan dengan ukuran dimensi tubuh manusia. Data
anthropometri sangat penting dalam menentukan alat dan cara
mengoperasikannya. Kesesuaian hubungan antara anthropometri pekerja
dengan alat yang digunakan sangat berpengaruh pada sikap kerja, tingkat
kelelahan, kemampuan kerja dan produktivitas kerja. Anthropometri juga
dapat ditentukan dalam seleksi penerimaan tenaga kerja, misalnya orang
gemuk tidak cocok ditempat pekerjaan yang bersuhu tinggi, pekerjaan
yang memerlukan kelincahan, dll. Data anthropometri dapat digunakan
untuk mendesai pakaian, tempat kerja, lingkungan kerja, mesin, alat kerja
dan sarana kerja serta produk-produk untuk konsumer (Nurmianto, 2003).

Menurut Nurmianto (2003) dalam mengukur data anthropometri


banyak ditemui perbedaan-perbedaan atau sumber validitas yang dapat
mempengaruhi hasil pengukuran yang pada akhirnya akan digunakan
dalam perancangan suatu produk.

Adapun faktor-faktor yang turut mempengaruhi dimensi tubuh


manusia yang menyebabkan timbulnya perbedaan antar populasi yaitu
jenis kelamin, usia, jenis pekerjaan, dan faktor kehamilan pada wanita
(Nurmianto, 2003).

2.5.3 Tata Letak Tempat Kerja

15
Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja.
Sedangkan simbol yang berlaku secara internasional lebih banyak
digunakan daripada kata-kata (Manuaba, 2000).

2.5.4 Mengangkat Beban

Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni, dengan


kepala, bahu, tangan, punggung dan sebagainya. Beban yang terlalu berat
dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot dan persendian
akibat gerakan yang berlebihan (Wignjosoebroto, 2003).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan-kegiatan mengangkat dan


mengangkut adalah sebagai berikut : (Wignjosoebroto, 2003)

a. Beban yang diperkenakan, jarak angkut dan intensitas pembebanan.

b. Kondisi lingkungan kerja yaitu keadaan medan yang licin, kasar, naik
turun dll.

c. Keterampilan bekerja

d. Peralatan kerja beserta keamanannya

Harus diperhatikan juga cara mengangkut beban. Cara-cara


mengangkut dan mengangkat yang baik harus memenuhi 2 prinsip kinetis
yaitu : (Wignjosoebroto, 2003)

a. Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang keluar dan


sebanyak mungkin otot tulang belakang yang lebih lemah
dibebaskan dari pembebanan.

b. Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.

Berat beban maksimal yang boleh dipikul adalah:

Tabel 1. Berat Beban Maksimal yang Boleh Dipikul Pekerja

Dewasa Tenaga kerja muda


Jenis
Pria (kg) Wanita (kg) Pria (kg) Wanita (kg)

16
Sekali-sekali 40 15 15 10-12

Terus-menerus 15-18 10 10-15 6-9

Sumber: (Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI, 2010)

Semua pekerja harus diajarkan mengangkat beban. Metode kinetik


dari pedoman penanganan harus dipakai yang didasarkan pada dua prinsip:
(Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI, 2010)
a. Otot lengan lebih banyak digunakan dari pada otot punggung
b. Untuk memulai gerakan horizontal maka digunakan momentum berat
badan. Metoda ini termasuk 5 faktor dasar, yaitu posisi kaki yang benar,
punggung kuat dan kekar, posisi lengan dekat dengan tubuh,
mengangkat dengan benar, menggunakan berat badan.
Semua pekerja secara kontinyu harus mendapat supervisi medis
teratur, berupa pemeriksaan sebelum bekerja untuk menyesuaikan dengan
beban kerjanya, pemeriksaan berkala untuk memastikan pekerja sesuai
dengan pekerjaannya dan mendeteksi bila ada kelainan, serta nasehat harus
diberikan tentang hygiene dan kesehatan, khususnya pada wanita muda
dan yang sudah berumur (Wignjosoebroto, 2003).

2.6. Sikap Kerja yang Ergonomi Pada Pekerja yang Berhadapan Dengan
Komputer

Dewasa ini komputer adalah suatu sarana yang sangat penting dalam dunia
kerja, hampir setiap kantor baik pada kantor pemerintah atau kantor swasta,
lembaga pendidikan, tingkat rumah tangga atau dunia usaha pasti dijumpai
komputer. Pada awal munculnya alat ini, komputer hanya digunakan sebagai
sarana untuk pengolahan data. Seiring dengan perkembangan teknologi, sekarang
ini komputer juga mengalami kemajuan, yaitu sebagai sarana informasi yang
sangat cepat, murah, dan mudah yang tidak dimiliki oleh fasilitas informasi
lainnya seperti telepon, fax maupun via pos. Dapat dikatakan bahwa komputer
adalah suatu sarana yang dapat mempermudah manusia dalam beraktivitas baik

17
dalam menyelesaikan tugas (mengolah data) maupun untuk memperoleh
informasi (Ankrum, 2004).

Seperangkat komputer yang paling sederhana terdiri dari Layar Monitor,


CPU, Keyboard, Mouse, dengan seperangkat unit ini kita sudah bisa melakukan
aktivitas mengetik. Untuk bisa mengunakan seperangkat komputer tersebut
dengan nyaman dan aman maka letak dari bagian-bagian komputer ini harus
diatur sesuai dengan fungsi dan disesuaikan juga dengan pengguna atau operator.
Hal ini dimaksudkan dalam pencapaian ergonomi di lingkungan kerja (Mashud,
2008).

2.6.1 Mouse

Mouse ini merupakan alat untuk menggerakkan kursor. Mouse harus


pada ketinggian di mana lengan, pergelangan tangan, dan tangan sejajar.
Penggunaan mouse dilakukan dengan menggerakkan bahu dan lengan atas,
bukan pergerakan pergelangan tangan. Tempatkan mouse sedemikian rupa
sehingga tidak perlu menggapai terlalu jauh dari jangkauan tangan (dekat ke
keyboard adalah yang terbaik) (Mashud, 2008).

Gambar 2. Posisi Mouse

Sumber: Sweere, 2005

Pegang mouse dengan posisi pergelangan tangan dan jari sejajar


dengan lengan bawah. Hal ini dapat menghindari terjadinya kekakuan otot
dan tendon (Sweere, 2005).

18
Gambar 3. Cara Memegang Mouse

Sumber : Sweere, 2005

2.6.2 Keyboard

Keyboard adalah peralatan untuk input. Data atau perintah dapat


dimasukkan ke dalam komputer melalui keyboard. Jadi, keyboard
merupakan penghubung antara manusia dan komputer. Jenis keyboard ada
beberapa macam, tetapi yang paling sering digunakan adalah jenis qwerty
(Mashud, 2008).

Sejak awal keyboard qwerty diciptakan belum terlalu memperhatikan


masalah ergonomi, sehingga sangat memungkinkan timbulnya gangguan
atau keluhan terhadap tubuh manusia. Keyboard Qwerty ternyata belum
memberikan beban yang sama untuk jari- jari tangan kiri dan tangan kanan
(Mashud, 2008).

Pengguanaan keyboard adalah dengan meletakkan pergelangan tangan


dan jari segaris dengan lengan bawah, untuk memberikan rileks pada otot
dan tendon yang ada di tempat tersebut (Sweere, 2005).

19
Gambar 4. Cara Menggunakan Keyboard

Sumber: Sweere, 2005

2.6.3 Layar/Monitor

Layar komputer atau monitor adalah peralatan untuk menampilkan


obyek yang akan ditampilkan. Obyek tersebut bisa tulisan, angka, ataupun
gambar. Bentuk layar komputer juga terus mengalami perubahan. Monitor
harus sejangkauan lengan atau lebih jauh dari mata. Kebijakan ergonomi
konvensional umumnya menyarankan bahwa pusat layar monitor
seharusnya pada titik di mana tatapan mata jatuh secara alamiah dan
monitor harus agak miring untuk menyesuaikan dengan sudut pandang
seseorang. Penyangga monitor yang dapat disesuaikan akan membantu
membuat penyesuaian (Ankrum, 2004).

Agar dapat bekerja dengan nyaman, monitor komputer dirancang


berpijak pada poros yang bisa digerakkan ke segala arah, sehingga posisi dan
jarak serta sudut kemiringannya dapat diatur . Pekerjaan komputer merupakan
jenis pekerjaan dekat yang berbeda dengan jenis pekerjaan dekat lain dimana
dilakukan sambil menatap menyudut ke bawah tetapi, pekerjaan komputer
harus menatap pada sudut horizontal pandangan ergonomis merekomendasikan

20
adaptasi pekerja dengan lingkungan kerja atau menyesuaikan lingkungan kerja
dengan pekerjanya (Abeysekera, 2002).

Monitor komputer harus berada tepat di hadapan operator, karena


tampilan di layar perlu dicermati. Pekerjaan terampil dan cermat hanya bisa
dilakukan sambil duduk, maka monitor harus sejajar dengan garis pandang
mata operator sehingga paling tepat posisinya di atas meja (Yale University,
2005). Rekomendasi tinggi layar monitor komputer berada sejajar atau sedikit
di bawah (antara 2,5 – 5 cm) garis mata operator saat duduk rileks dan nyaman
(Sweere, 2005).

Posisi monitor yang diatur adalah: a. tinggi dari permukaan lantai; b.


sudut kemiringan permukaan horizontal dan vertikal; serta c. jarak dengan
operator. (Cornell University, 2004; FEOSH, 2005; Ankrum 2005)

a. Tinggi dari permukaan lantai

Bagian atas minimal sejajar dengan garis mata operator, karena posisi
istirahat melakukan fokus sekitar 5-76 cm di bawah garis mata (Cornell
University, 2004). Rekomendasi tinggi monitor sejajar atau sedikit di bawah
garis mata saat duduk rilaks, Kecuali pada pemakai kaca mata dengan lensa
ganda ketinggian monitor harus diatas garis mata. (Sweere 2005).

b. Sudut kemiringan permukaan horizontal dan vertikal

Kemiringan permukaan monitor antara 10 – 20 cukup ideal, tergantung


0

ukurannya. Kemiringan tesebut dimaksudkan agar silau bisa berkurang


(McCormik & Sanders, 1987; Sweere, 2005). Sudut horizontal diatur agar
memungkinkan operator memperoleh sudut pandang terbaik. Bidang pandang
adalah 15 - 50 di bawah garis pandang horizontal mata, atau 10 - 20 agar
0 0

kenyamanan tidak terganggu tetapi antara 15 – 35 (Ankrum, 2005). Hal ini


0

juga direkomendasikan oleh FEOSH, 2005. Berdasarkan penemuan yang


sudah dikonfirmasikan, berupa permukaan strees pada otot punggung dan
leher menggunakan elektromyalgram sudah menjadi ketetapan ISO 9241-5.

21
c. Jarak dengan operator

Jarak jarak pandang adalah bervariasi “ garis pandang normal”, karena


melihat objek jauh sangat nyaman dengan pandangan lurus dan datar
(Ankrum, 2005). Mata melihat kebawah agar mudah melakukan akomodasi
dan pemusatan , jarak sebaiknya 76,2 cm atau lebih (Ankrum, 2005; Sweere,
2005). Pabrik menetapkan lebih besar dari 40 cm, jarak pandang optimum
posisi duduk 60 cm. FEOSH (2005) menyatakan kebanyakan operator
memilih jarak pandang 45-75 cm, lainnya lebih senang 50,8-66cm,
rekomendasi jarak pandang 45,7-71,1cm sudah diakui standar ergonomic
(Sweere, 2005). VDU harus tetap pada fokus yang tepat, maka ditempatkan
jauh dan lebih tinggi dari ketentuan jarak membaca (McDowell, 2005).
Maksudnya agar bagian permukaan terlihat, tanpa mengubah posisi kepala
sehingga teks kecil diatasi dengan memperbesar ukuran atau bidang gambar
daripada mendekatkannya (Ankrum, 2005).

Gambar 5. Posisi Tubuh Terhadap Monitor

Sumber: McDowell, 2005

22
2.6.4 Meja Komputer

Beberapa persyaratan yang dibutuhkan untuk sebuah meja komputer


ergonomis adalah : (Mashud, 2008)

1. Meja dibuat dekat dengan pengguna agar terhindar dari penjangkauan


yang terlalu jauh.

2. Permukaannya harus dibuat sedemikian rupa agar tidak memancarkan


cahaya silau.

3. Memiliki tempat pergerakan kaki yang cukup.

4. Tinggi permukaan kerja untuk keyboard dibedakan dengan tinggi untuk


monitor komputer.

5. Mempunyai jarak yang cukup antara kursi dan monitor komputer.

6. Cukup untuk ruang dari peralatan yang digunakan.

Konstruksi dan ukuran dari meja/ kursi harus disesuaikan dengan


ukuran dari tubuh manusia (antropometri) yang akan menggunakannya.
Kesesuaian ini akan menciptakan kenyamanan dan efisiensi dalam bekerja.
Ukuran yang sesuai dengan antropometri orang Indonesia adalah sebagai
berikut : (Mashud, 2005)

a. Tinggi meja

Tinggi permukaan atas dari meja kerja dibuat setinggi siku dan
disesuaikan dengan sikap tubuh pada waktu bekerja. Untuk sikap duduk,
tinggi meja yang diusulkan adalah 64 – 74 cm yang diukur dari permukaan
daun meja sampai ke lantai.

b. Tebal daun meja

Tebal daun meja dibuat sedemikian rupa sehingga dapat memberikan


kebebasan bergerak pada kaki. Jarak antara permukaan bawah daun meja
dengan permukaan atas alas duduk > 15 cm.

23
c. Permukaan meja

Permukaan meja harus rata dan tidak menyilaukan.

d. Lebar meja

Lebar meja tidak melebihi jarak jangkauan tangan pekerja. Ukuran yang
diusulkan adalah kurang dari 80 cm (Laurensia, 2004).

2.6.5 Kursi Komputer

Kursi yang ergonomis dapat membantu mengatur posisi tulang


belakang pada postur yang optimal dengan memberikan pendukung yang
tepat. Kursi komputer disini memiliki syarat dan ketentuan pembuatan
sesuai dengan kursi kerja lainnya sebagaimana telah dijelaskan pada poin
sebelumnya.

2.7. Masalah Akibat Lingkungan Kerja yang Tidak Ergonomi

Masalah terbesar yang dihadapi para pekerja setelah melakukan


pekerjaannya adalah kelelahan. Menurut Tarwaka (2004) kelelahan adalah suatu
mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut
sehingga terjadi pemuliham setelah istirahat.

Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan


kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan
kerja dalam industri. Pembebanan otot secara statispun (static muscular loading) jika
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan RSI (Repetition
Strain Injuries), yaitu nyeri otot, tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh
jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive) (Nurmianto, 2003).

Sebab-sebab kelelahan yang utama adalah pekerjaan yang monoton, beban


dan lama kerja terlalu berat, lingkungan pekerjaan, sakit dan gizi yang buruk, dan
kurangnya waktu istirahat (Nurmianto, 2003).

24
Lamanya pekerja dalam sehari yang baik pada umumnya 6 – 8 jam sisanya
untuk istirahat atau kehidupan dalam keluarga dan masyarakat. Dalam hal
lamanya kerja melebihi ketentuan-ketentuan yang ada, perlu diatur istirahat
khusus dengan mengadakan organisasi kerja secara khusus pula.pengaturan kerja
demikian bertujuan agar kemampuan kerja dan kesegaran jasmani serta rohani
dapat dipertahankan (Nurmianto, 2003).

Dalam hal ini kita harus waspada dan harus kita bedakan jenis kelelahannya,
beberapa ahli membedakan/membaginya sebagai berikut :

2.4.1 Kelelahan fisik

Kelelahan fisik akibat kerja yang berlebihan, dimana masih dapat


dikompensasi dan diperbaiki performansnya seperti semula. Kalau tidak
terlalu berat kelelahan ini bisa hilang setelah istirahat dan tidur yang cukup
(Manuaba, 2000).

2.4.2 Kelelahan yang patologis

Kelelahan ini tergabung dengan penyakit yang diderita, biasanya


muncul tiba-tiba dan berat gejalanya (Manuaba, 2000).

2.4.3 Psikologis dan emotional fatique

Kelelahan ini adalah bentuk yang umum. Kemungkinan merupakan


sejenis “mekanisme melarikan diri dari kenyataan” pada penderita
psikosomatik. Semangat yang baik dan motivasi kerja akan mengurangi
angka kejadiannya di tempat kerja (Manuaba, 2000).

Gejala klinis dari kelelahan adalah perasaan lesu, ngantuk, dan pusing, sulit
tidur, kurang atau tidak mampu berkonsentrasi, menurunnya tingkat kewaspadaan,
persepsi yang buruk dan lambat, tidak ada atau berkurangnya keinginan untuk
bekerja, dan menurunnya kesegaran jasmani dan rohani (Manuaba, 2000).
Jika kelelahan yang terjadi sudah dalam batas waktu kronis, maka gejala
yang ditimbulkan adalah meningkatnya ketidaksatbilan jiwa, depresi, dan
meningkatnya sejumlah penyakit fisik (Manuaba, 2000).

25
2.8. Upaya penanggulangan Kelelahan

Upaya kesehatan kerja dalam mengatasi kelelahan, meskipun seseorang


mempunyai batas ketahanan, akan tetapi beberapa hal dibawah ini akan
mengurangi kelelahan yang tidak seharusnya terjadi : (Manuaba, 2000;
Nurmianto, 2003)

a. Lingkungan harus bersih dari zat-zat kimia. Pencahayaan dan ventilasi


harus memadai dan tidak ada gangguan bising,

b. Jam kerja sehari diberikan waktu istirahat sejenak dan istirahat yang cukup
saat makan siang.,

c. Kesehatan pekerja harus tetap dimonitor,

d. Tempo kegiatan tidak harus terus menerus,

e. Waktu perjalanan dari dan ke tempat kerja harus sesingkat mungkin, kalau
memungkinkan,

f. Secara aktif mengidentifikasi sejumlah pekerja dalam peningkatan


semangat kerja,

g. Fasilitas rekreasi dan istirahat harus disediakan di tempat kerja,

h. Waktu untuk liburan harus diberikan pada semua pekerja,

i. Kelompok pekerja yang rentan harus lebih diawasi misalnya;

- Pekerja remaja dan usia tua

- Wanita hamil dan menyusui

- Pekerja shift

- Para pekerja yang mempunyai kebiasaan pada alkohol dan zat stimulan
atau zat addiktif lainnya perlu diawasi

26
BAB III

KESIMPULAN

Ergonomi (ergonomics) berasal dari kata Yunani yaitu ergo yang berarti
kerja dan nomos yang berarti hukum, dimana ergonomi sebagai disiplin keilmuan
yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaannya.

Pelaksanaan dan penerapan ergonomi di tempat kerja di mulai dari yang


sederhana dan pada tingkat individual terlebih dahulu. Rancangan ergonomi akan
dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, serta dapat
menciptakan sistem serta lingkungan yang cocok, aman, nyaman dan sehat.

Metode Ergonomi dilakukan dengan pendekatan diagnosis, treatment, dan


follow up. Sedangkan penerapannya dilakukan dalam mengatur sikap kerja, proses
kerja, tataletak tempat kerja, dan mengangkat beban.

Masalah terbesar yang dihadapi para pekerja setelah melakukan


pekerjaannya adalah kelelahan. Menurut Tarwaka (2004) kelelahan adalah suatu
mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut
sehingga terjadi pemuliham setelah istirahat. Sebab-sebab kelelahan yang utama
adalah pekerjaan yang monoton, beban dan lama kerja terlalu berat, lingkungan
pekerjaan, sakit dan gizi yang buruk, dan kurangnya waktu istirahat.

Penanggulangan terhadap kelelahan yang dapat dilakukan adalah dengan


mengatur lingkungan kerja, pengaturan jam kerja, dan memberikan istirahat
kepada pekerja.

Tujuan akhir dari ergonomi adalah menurunkan angka kecelakaan kerja,


penyakit akibat kerja serta meningkatkan produktivitas dari pekerja.

27
Daftar Pustaka

Abeysekera, J. 2002. Ergonomic and Industrially Developing Countries. Jurnal


Ergonomi Indonesia, Vol. 1(1):3-12

Ankrum, D.R. 2004. Computer Monitor Height, Angl, and Distance. Available
from URL:http://www. Google. Com/ ergonomics. Guidelines.html.
[Accessed: 5 Sept 2012]

Ardana, I. G.N. 2005. Ergonomi Indonesia. The Indonesian Journal of


Ergonomic, JEI 6(1): 1 – 38

Carayon, P. 1995. Effect of Computer System Performance and Other Work


Stressor on Strain of Office Workers. Dalam Anzai, Y.K. Ogawa dan H.
Mori (Eds), Preceeding of the Sixth International Conference on Human
Computer Interaction, Tokyo: Elsevier. Hal. 693-698

Cornell University. 2004. Arranging Your Workstation Eronomically. Available


from URL: http: //www.Google.Com/ CUergoweb/posturetyping.html
[Accessed: 5 Sept 2012]

Darlis, dkk. 2009. Pertimbangan Ergonomi Pada Perancangan Stasiun Kerja.


Sigma Epsilon, vol 13 (4): 105-110

FEOSH. 2005. Creating a Healthy Workstation Environment. Available from


URl:http://www.eh.doe.gov/feosh/pubs/ergo-12-10.pdf [Accessed: 5 Sept
2012].

Manuaba, A. 2000. Ergonomi – Kesehatan dan Keselamatan kerja, Proceeding


Seminar Nasional Ergonomi, Surabaya,6-7 juli.

Mashud. 2008. MGMP TIK SMA DKI Jakarta. Komputer Ergonomi dan
Kesehatan Kerja. Available from: http://www.mgmp-tik-dki.org/?
pilih=news&aksi=lihat&id=6 [Accessed: 5 Sept 2012]

McCormick, E. J. and Sanders, M. S. 1987. Human Factors in Engineering and


Design. McGraw-Hill, Inc. 37-123;313-452

McDowell, J. 2005. Computer related Injury: How Information Technology


Mangers Help ease the Pain. Available from:URL:http://cm.bell-
labs.com/who/ches/me/index.html [Accessed: 5 Sept 2012]

28
Nurmianto, E. 2003. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: PT.
Guna Widya.

Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI, 2010. Ergonomi. Available


from: www.searo.who.int [Accessed: 5 Sept 2012].

Santoso, G. 2004. Ergonomi Manusia, Peralatan dan Lingkungan. Jakarta:


Prestasi Pustaka Publisher.

Sarmauly, S.R. 2009. Evaluasi Postur Tubuh di Tinjau Dari Segi Ergonomi di
Bagian Pengepakan Pada PT Coca Cola Bottling Indonesia Medan. Skripsi
Teknik Industri. USU. Medan

Suma’mur. 1996. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakarta: Yayasan


Swabhawa Karya

Sweere, H. C. 2005. Ergonom factors Involved in Optimum Computer


Workstation Design Pragmatic Approach.

Available from

URL=http://www.ergotron.comm/5_support/literature/PDF/ERGONOMIC_
FACTORS.pdf [Accessed: 5 Sept 2012]

Wignjosoebroto, S. 2003. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, Teknik Analisis


untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja. Surabaya: PT. Guna Widya. 72-
92.

Yale University. 2005. Comfort and Health. Health Problems of VDT Work.
Available from: URL:http//www.theoffice.com/office/yale/html. [Accessed:
5 Sept 2012]

29

Anda mungkin juga menyukai