Disusun Oleh:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
bimbingan dan petunjuk kepada kita semua sehingga kami berhasil menyusun buku
Pedoman Internal Keselamatan Pasien dan Manajemen Risiko di UPT Puskesmas
Sekotong.
Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami
sangat berharap atas saran untuk perbaikan selanjutnya. Semoga buku ini bermanfaat
bagi kita semua dalam upaya keselamatan pasien dan manajemen risiko di UPT
Puskesmas Sekotong.
Tim Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................1
BAB I: PENDAHULUAN............................................................................................3
A. Latar Belakang....................................................................................................3
B. Tujuan.................................................................................................................4
C. Sasaran................................................................................................................4
BAB V: PENUTUP.....................................................................................................44
Lampiran......................................................................................................................45
2
BAB I
PENDAHULUA
N
A. Latar Belakang
Sarana pelayanan kesehatan merupakan tempat yang dikategorikan tidak
aman, sekitar 10 % pasien yang dirawat di sarana kesehatan di negara maju dan
lebih dari 10 % di negara berkembang mengalami kejadian tidak diharapkan.
Cedera mungkin saja dialami oleh pasien atau pengunjung sarana
pelayanan kesehatan baik akibat kondisi sarana, prasarana, dan peralatan yang
ada, maupun akibat pelayanan yang diberikan. Cedera atau kejadian yang tidak
diharapkan terjadi bukan karena kesengajaan, tetapi karena rumitnya
pelayanan kesehatan. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
cedera atau kejadian tidak diharapkan, seperti tidak tersedianya sumber daya
manusia yang kompeten, kondisi fasilitas, maupun ketersediaan obat dan
peralatan kesehatan yang tidak memenuhi standar.
Yang dimaksud dengan “keselamatan pasien” pada pedoman ini adalah
upaya yang dilakukan pada Puskesmas Sekotong agar asuhan pasien lebih aman,
tertibnya pelaporan dan analisis insiden, implementasi solusi untuk meminimalisir
timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera, tidak hanya terkait dengan
pelayanan klinis tapi juga terkait dengan upaya Kesehatan masyarakat. Upaya
keselamatan pasien dilakukan dengan memperbaiki tata Kelola risiko terkait
dengan pencapaian kinerja dan menganalisis risiko – risiko yang mungkin terjadi
pada saat proses pelayanan, baik pelayanan Administrasi dan Manajemen, UKM,
maupun UKP.
Pasien, pengunjung, dan masyarakat dapat mengalami cedera atau
kejadian tidak diharapkan terkait dengan infeksi, kesalahan pemberian obat,
pembedahan yang tidak aman, alih pasien yang tidak dilakukan dengan
tepat, kesalahan identifikasi, kondisi fasilitas pelayanan yang tidak aman,
maupun akibat penyelenggaraan kegiatan pada upaya kesehatan masyarakat
yang tidak memperhatikan aspek keselamatan.
Risiko-risiko yang mungkin terjadi dalam pelayanan kesehatan perlu
diidentifikasi dan dikelola dengan baik untuk mengupayakan keselamatan
pasien, pengunjung, dan masyarakat yang dilayani.
Standar akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, baik untuk
puskesmas, klinik pratama, maupun tempat praktik dokter/dokter gigi
3
mensyaratkan diterapkan manajemen risiko sebagai upaya untuk meminimalkan
risiko bagi pasien, sasaran kegiatan upaya Kesehatan masyarakat, dan lingkungan,
yang terkait dengan pelayanan yang disediakan oleh fasilitas kesehatan tingkat
pertama dan menjamin keselamatan pasien.
Terkati dengan hal tersebut maka Kementrian Kesehatan telah menerbitkan
Permenkes tentang Keselamatan Pasien yang dituangkan dalam Permenkes
Nomor 11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien, dan untuk
mengimplementasikan Permenkes tersebut maka perlu disusun Pedoman
Pelaksanaan Keselamatan Pasie di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(PUSKESMAS)
Pedoman ini disusun dengan tujuan menyediakan pedoman bagi tenaga
kesehatan di Puskesmas Sekotong dalam mengupayakan keselamatan pasien,
pengunjung dan masyarakat melalui penerapan manajemen risiko dalam seluruh
aspek pelayanan yang disediakan oleh fasilitas kesehatan tersebut.
B. Tujuan
1. Sebagai acuan dalam melaksanakan program keselamatan pasien melalui
pengelolaan risiko dalam suatu manajemen risiko di Puskesmas Sekotong
2. Terciptanya budaya keselamatan pasien di puskesmas
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di Puskesmas.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan
5. Meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas Sekotong melalui penerapan
manajemen risiko dalam seluruh aspek pelayanan yang disediakan oleh
Puskesmas Sekotong.
C. Sasaran
1. Seluruh pegawai Puskesmas Sekotong
2. Seluruh pengunjung Puskesmas Sekotong
4
BAB II
KESELAMATAN PASIEN DAN MANAJEMEN RISIKO
PENYELENGGARAAN PELAYANAN
5
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Yang dimaksud Insiden Keselamatan Pasien dalam pedoman ini yang
selanjutnya disebut Insiden, adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan
kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang
dapat dicegah pada pasien.
Penyelenggaraan Keselamatan Pasien tersebut dilakukan melalui
pembentukan sistem pelayanan yang menerapkan: 1) standar Keselamatan
Pasien; 2) sasaran Keselamatan Pasien; dan 3) tujuh langkah menuju
Keselamatan Pasien.
6
f. Risiko lain diluar 5 (lima) risiko di atas: adalah risiko – risiko lain yang
tidak termasuk pada lingkup risiko a sampai dengan e, misalnya
kecelakaan ambulans, kecelakaan kendaraan dinas yang digunakan
7
Disusun daftar risiko-risiko yang mungkin atau pernah terjadi (register
risiko)
c. Kajian risiko:
1) Kajian tingkat keparahan (severity assessment) risiko:
Jika diidentifikasi ternyata terdapat sekian banyak risiko maka
dapat dilakukan kajian tingkat keparahan risiko dari risiko-risiko
yang dikenali tersebut, demikian juga jika terjadi suatu kejadian,
maka dapat dikaji tingkat keparahan dari insiden tersebut.
2) Root Cause Analysis(RCA): Jika terjadi suatu insiden yang masuk
kategori risiko ekstrem dan risiko tinggi, maka tim KP perlu
dilakukan investigasi lebih lanjut, jika kejadian termasuk risiko
rendah atau risiko minimal maka dilakukan investigasi sederhana oleh
atasan langsung
3) Failure Modes and Effects Analysis: Untuk memperbaiki suatu
proses pelayanan agar minim dari risiko dapat dilakukan analisis
dengan menggunakan instrument FMEA
d. Evaluasi risiko:
Setiap risiko atau kejadian harus dievaluasi apakah memerlukan
tindak lanjut atau tidak.Jika perlu tindak lanjut maka harus disusun
rencana tindak lanjut terhadap risiko atau kejadian tersebut.
e. Menyusun rencana dan melaksanakan tindakan / treatment terhadap risiko.
Jika dari hasil evaluasi diperlukan tindak lanjut terhadap risiko, maka
perlu disusun rencana aksi yang berisi kegiatan-kegiatan yang perlu
dilakukan untuk mengatasi akibat risiko dan melakukan tindakan
pencegahan agar tidak terjadi insiden terkait dengan risiko tersebut.
8
Untuk menentukan dampak risiko digunakan tabel di bawah ini:
Tingkat
Dampak Penjelasan
Risiko
1 Minimal Tidak ada cedera
Cedera ringan, missal luka lecet, dapat
2 Minor
diatasi misalnya dengan P3K
Cedera sedang, misalnya luka robek,
berkurangnya fungsi motorik, sensorik,
3 Moderat psikologis atau intelektual yang bersifat
reversible, tidak berhubungan dengan penyakit,
atau memperpanjang hari perawatan
Cedera luas / berat, misa l: cacat, lumpuh,
4 kehlangan fungsi motoric, sensorik, psikologi atau
Mayor
intelektual yang bersifat irreversible, tidak
berhubungan dengan penyakit
Ekstrem Kematian yang tidak berhubungan dengan
5
(katastropik) perjalanan penyakit
DAMPAK
Grading 1 2 3 4 5
5
PROBABILITAS
4
3
2
1
9
Jika terjadi suatu insiden, harus dilakukan severity assessment, jika hasil
kajian masuk kategori merah (risiko ekstrem) dan kuning (risiko tinggi),
maka harus dilakukan Root Cause Analysis. Jika masuk kategori hijau
(risiko sedang), atau biru (risiko rendah), maka cukup dilakukan
investigasi sederhana.
b. Root Cause Analysis (RCA):
Root Cause Analysis (RCA) adalah suatu proses untuk mengekplorasi
semua faktor yang mungkin berhubungan dengan suatu kejadian
dengan menanyakan apa kejadian yang terjadi, mengapa kejadian
tersebut terjadi, dan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah
kejadiatan tersebut terjadi lagi di masa mendatang. Joint Commission
International menganjurkan pelaksanaan RCA mengikuti 21 langkah,
sebagai berikut:
10
Identifikasi sistem mana yang Flow chart, cause effect diag,
terlibat (akar penyebab) FMEA, tree analysis (analisis
9
(Identify which systems are pohon), barrier analysis
involved (the root causes)
Pendekkan / kurangi daftar
10 akar penyebab (Prune the list
of root causes)
Pastikan / konfirmasikan akar
11 penyebab (Confirm root
causes)
Cari dan identifikasi strategi FMEA
pengurangan risiko (Explore
12
& identify risk-reduction
strategies)
Formulasikan tindakan Brainstorm, flow chart, cause effect
13 perbaikan (Formulate diagram (diagram sebab akibat)
improvement actions)
Evaluasi tindakan perbaikan
yang diajukan (Evaluate
14
Proposes Improvement
Actions)
Desain perbaikan (Design Gantt chart
15
improvements)
Pastikan rencana diterima
16 (Ensure acceptability of
the action plan)
Terapkan rencana perbaikan PDCA, critical path
17 (Implement the Improvement
Plan)
Kembangkan cara pengukuran
efektiftifitas dan pastikan
18 keberhasilannya (Develop
measures of effectiveness and
ensure their success)
Evaluasi penerapan rencana Run chart, control chart,
perbaikan (Evaluate histogram
19
implementation of
improvement plan)
Lakukan tindakan tambahan
20 (Take additional action)
Komunikasikan hasilnya
21
(Communicate the results)
11
mempelajari dokumen-dokumen atau rekam kegiatan, melakukan
peninjauan ke tempat kejadian, dan menggambarkan kronologi kejadian.
Selanjutnya tim akan melakukan analisis masalah dengan cara
mengidentifikasi faktor-faktor yang berkaitan langsung terhadap
kejadian, kemudian tim akan melakukan identifikasi faktor-faktor yang
ikut mendorong atau berkontribusi terhadap terjadinya kejadian. Tim
akan melanjutkan melakukan analisis masalah dengan menggunakan
diagram tulang ikan atau diagram pohon masalah untuk menemukan
penyebab-penyebab masalah, menyusun rencana perbaikan sementara,
dan selanjutnya melakukan analisis lebih lanjut untuk mengenali sistem-
sistem yang terkait dengan kejadian atau akar-akar masalah. Akar-akar
masalah yang diidentifikasi tersebut diverifikasi dengan didukung data
dan informasi yang terkait dengan kejadian.Selanjutnya disusun strategi
dan tindakan perbaikan sesuai dengan akar-akar masalah yang
diidentifikasi. Tiap tindakan yang akan dilakukan dinilai apakah dapat
dilakukan dan akan berdampak pada perbaikan, yang selanjutnya disusun
rencana aksi yang dapat diterima oleh Kepala Puskesmas untuk
diterapkan. tiap tindakan yang direncanakan harus dapat diukur
keberhasilannya sebagai dasar untuk melakukan evaluasi. Jika
diperlukan dapat dilakukan tindakan tambahan. Setelah seluruh kegiatan
dilaksanakan, hasil dilaporkan kepada Kepala Puskesmas.
c. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA):
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan suatu
pendekatan untuk mengenali dan menemukan kemungkinan terjadinya
kegagalan pada sistem dan strategi untuk mencegah terjadinya
kegagalan tersebut. FMEA digunakan untuk mengkaji suatu desain
atau prosedur secara rinci dengan cara mengenali model-model
kegagalan atau kesalahan yang mungkin terjadi pada suatu proses,
melakukan penilaian terhadap setiap model tersebut, mencari akar
penyebab terjadinya, mengenali akibat dari model-model tersebut, dan
mencari solusi dengan melakukan perubahan desain atau prosedur. Jadi
hasil akhir dari FMEA adalah disusunnya disain baru atau prosedur baru.
d. Adapun langkah-langkah menggunakan FMEA adalah sebagai berikut:
12
1) Membentuk tim FMEA yang terdiri dari orang-orang yang menjadi
pemilik proses.
2) Menetapkan tujuan analisis, keterbatasan yang dimiliki tim
tersebut, dan menyusun jadwal kegiatan tim untuk melaksanakan
FMEA
3) Menetapkan peran dari setiap anggota tim saat melakukan analisis
dengan FMEA.
4) Menggambarkan alur proses yang ada sekarang.
5) Mengenali model-model kegagalan atau kesalahan pada proses
tersebut.
6) Mengenali penyebab terjadinya kegagalan atau kesalahan untuk setiap
model tersebut.
7) Mengenali akibat dari kegagalan untuk setiap model tersebut.
8) Melakukan penilaian terhadap setiap model kegagalan atau
kesalahan.
9) Menghitung Risk Priority Number (RPN).
10) Menentukan batasan (cut-off point) RPN untuk menentukan urutan
prioritas dari model-model yang diidentifikasi
11) Menyusun kegiatan untuk mengatasi (design actions/ solution).
12) Menentukan cara memvalidasi untuk menilai keberhasilan solusi yang
direncanakan.
13) Menggambarkan alur proses yang baru.
Penilaian terhadap setiap model kegagalan pada langkah 8 dilakukan
dengan memerhatikan tiga variabel, yaitu:
1) Sering tidaknya terjadi (O = occurrence) dengan skala pengukuran 1
sampai 10: dari tidak pernah terjadi sampai dengan sangat sering
terjadi. Panduan untuk menentukan sering tidaknya terjadi, dapat
digunakan skala berikut ini:
13
sangat tingggi terjadi paling tidak seminggu
7
sekali
6 Kemungkinan terjadi
5 Kesalahan terjadi sekali sebulan
tinggi sedang
4 Kemungkinan terjadi Kesalahan kadang terjadi, atau
3 sedang sekali tiap tiga bulan
Kemungkinan terjadi Kesalahan jarang terjadi atau
2
rendah terjadi sekitar sekali setahun
Kesalahan hampir tidak pernah
Kemungkinan terjadi
1 terjadi, atau tidak ada yang
amat sangat rendah
ingat kapan terakhir terjadi
14
ringan
15
Tidak semua model harus diselesaikan, melainkan harus
diprioritaskan. Untuk memprioritaskan dapat dilakukan dengan
menggunakan diagram Pareto, dengan langkah sebagai berikut:
Membuat tabel bantu untuk membuat diagram Pareto, sebagai
berikut:
16
BAB III
PENYELENGGARAAN KESELAMATAN PASIEN
DAN MANAJEMEN RISIKO DI PUSKESMAS
17
Fasilitas pelayanan kesehatan menjamin keselamatan pasien dalam
kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan
antar unit pelayanan.
4. Standar IV
Penggunaan Metode-Metode Peningkatan Kinerja untuk Melakukan
Evaluasi dan Program Peningkatan Keselamatan Pasien
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendesain proses baru atau
memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja
melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif, dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
5. Standar V
Peran Kepemimpinan dalam Meningkatkan Keselamatan Pasien
a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatan pasien secara terintegrasi dalamm organisasi melalui
penerapan .Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi
risiko keselamatan pasien dan program meneken atau mengurangi
insiden
c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi
antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan
tentang Keselamatan Pasien.
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja Puskesmas Sekotong serta
meningkatkan keselamatan pasien
e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan dan keselamatan Pasien
6. Standar VI
Mendidik Staf tentang Keselamatan Pasien
a. Fasilitas pelayanan kesehatan memiliki proses pendidikan, pelatihan
dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan
dengan keselamatan pasien secara jelas
b. Fasilitas pelayanan kesehtaan menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara
18
kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisipliner dan
pelayanan pasien.
7. Standar VII
Komunikasi sebagai Kunci Bagi Staf untuk Mencapai Keselamatan
Pasien
a. Fasilitas pelayanan kesehatan merencanakan dan mendesain proses
manajemen informasi keselamatan pasien unuk memenuhi kebutuhan
informasi internal dan eksternal
b. Transmisi data dan informasi harus tepat dan akurat
19
Dalam mencapai standar keselamatan pasien diperlukan peran serta aktif dan
kerja tim dari semua praktisi klinis dan manajemen di Puskesmas
9. Prinsip Kerja tim
Dalam mencapai standar keselamatan pasien kerja tim merupakan upaya
yang efektif dalam mencegah terjadinya kesalahan, dan membangun sikap
saling percaya dan saling menghargai.
20
Dimasa lalu sangat sering terjadi reaksi pertama terhadap insiden di
Puskesmas Sekotong adalah menyalahkan staf yang terlibat, dan dilakukan
tindakan-tindakan hukuman Hal ini, mengakibatkan staf enggan melapor
bila terjadi insiden. Penelitian menunjukkan kadang - kadang staf yang
terbaik melakukan kesalahan yang fatal, dan kesalahan ini berulang dalam
lingkungan Fasilitas pelayanan Kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan
lingkungan dengan budaya adil dan terbuka sehingga staf berani melapor
dan penanganan insiden dilakukan secara sistematik. Dengan budaya adil
dan terbuka ini pasien, staf dan Fasilitas Kesehatan akan memperoleh
banyak manfaat.
b. Kegiatan yang dilaksanakan :
1) Untuk tingkat Puskesmas Sekotong:
a) Pastikan ada kebijakan yang menyatakan apa yang harus
dilakukan oleh staf apabila terjadi insiden, bagaimana dilakukan
investigasi dan dukungan apa yang harus diberikan kepada
pasien, keluarga, dan staf.
b) Pastikan dalam kebijakan tersebut ada kejelasan tentang peran
individu dan akuntabilitasnya bila terjadi insiden.
c) Lakukan survei budaya keselamatan untuk menilai budaya
pelaporan dan pembelajaran di Fasilitas pelayanan Kesehatan
anda.
2) Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a) Pastikan teman anda merasa mampu berbicara tentang
pendapatnya dan membuat laporan apabila terjadi insiden.
b) Tunjukkan kepada tim anda tindakan-tindakan yang sudah
dilakukan oleh Fasilitas pelayanan Kesehatan menindak lanjuti
laporan-laporan tersebut secara adil guna pembelajaran dan
pengambilan keputusan yang tepat.
21
kepemimpinan yang kuat dan kemapuan organisasi mendengarkan
pendapat seluruh anggota.
b. Kegiatan yang dilaksanakan
1) Untuk tingkat Puskesmas Sekotong:
a) Pastikan ada anggota eksekutif yang bertanggung jawab tentang
keselamatan pasien. Anggota eksekutif di PUSKESMAS
merupakan jajaran struktural PUSKESMAS yang meliputi kepala
PUSKESMAS dan pimpinan unsur-unsur yang ada dalam
struktur organisasi PUSKESMAS, sedangkan untuk Puskesmas
Sekotong tingkat pertama merupakan jajaran pimpinan
organisasi jenis Puskesmas Sekotong tingkat pertama.
b) Tunjuk penggerak/champion keselamatan pasien di tiap unit.
c) Tempatkan keselamatan pasien dalam agenda pertemuan-
pertemuan pada tingkat manajemen dan unit.
d) Masukkan keselamatan pasien ke dalam program-program
pelatihan bagi staf dan pastikan ada pengukuran terhadap
efektifitas pelatihan-pelatihan tersebut.
2) Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a) Calonkan penggerak/champion untuk keselamatan pasien.
b) Jelaskan pentingnya keselamatan pasien kepada anggota unit anda.
c) Tumbuhkan etos kerja dilingkungan tim/unit anda sehingga staf
merasa dihargai dan merasa mampu berbicara apabila mereka
berpendapat bahwa insiden bisa terjadi.
22
mencakup progam-program asesmen risiko secara pro-aktif dan risk
register.
b. Kegiatan yang dilaksanakan :
1) Untuk tingkat Puskesmas Sekotong:
a) Pelajari kembali struktur dan proses untuk pengelolaan risiko
klinis dan non klinis, dan pastikan hal ini sudah terintegrasi
dengan keselamatan pasien dan staf komplain dan risiko keuangan
serta lingkungan.
b) Kembangkan indikor-indikator kinerja untuk sistem manajemen
risiko anda sehingga dapat di monitor oleh pimpinan.
c) Gunakan informasi-informasi yang diperoleh dari sistem pelaporan
insiden dan asesmen risiko untuk perbaikan pelayanan pasien
secara pro-aktif.
2) Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a) Giatkan forum-forum diskusi tentang isu-isu manajemen risiko dan
keselamatan pasien, berikan feedback kepada manajemen.
b) Lakukan asesmen risiko pasien secara individual sebelum
dilakukan tindakan
c) Lakukan proses assesmen risiko secara regular untuk tiap jenis
risiko dan lakukan tindakan – tindakan yang tepat untuk
meminimalisrnya.
d) Pastikan asesmen risiko yang ada di unit anda masuk ke dalam
proses asesmen risiko di tingkat organisasi dan risk register.
23
2) Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
Dorong kolega anda untuk secara aktif melaporkan insiden-insiden
keselamatan pasien baik yang sudah terjadi maupun yang sudah di
cegah tetapi bisa berdampak penting unutk pembelajaran. Panduan
secara detail tentang sistem pelaporan insiden keselamatan pasien akan
di susun oleh Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP).
24
6. Belajar dan Berbagi tentang Pembelajaran Keselamatan
Jika terjadi insiden keselamatan pasien, isu yang penting bukan siapa yang
harus disalahkan tetapi bagaimana dan mengapa insiden itu terjadi. Salah satu
hal yang terpenting yang harus kita pertanyakan adalah apa yang
sesungguhnya terjadi dengan sistem kita ini.
a. Dorong staf untuk menggunakan analisa akar masalah guna
pembelajaran tentang bagaimana dan mengapa terjadi insiden.
b. Kegiatan yang dilaksanakan :
1) Untuk tingkat Puskesmas Sekotong:
a) Yakinkan staf yang sudah terlatih melakukan investigasi insiden
secara tepat sehingga bisa mengidentifikasi akar masalahnya.
b) Kembangkan kebijakan yang mencakup kriteria kapan fasilitas
pelayanan kesehatan harus melakukan Root Cause Analysis
(RCA).
2) Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a) Lakukan pembelajaran di dalam lingkup unit anda dari analisa
insiden keselamatan pasien.
b) Identifikasi unit lain yang kemungkinan terkena dampak dan
berbagilah proses pembelajaran anda secara luas.
25
menetapkan solusi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Hal ini
mencakup redesigning system dan proses, penyelarasan
pelatihan staf dan praktek klinik.
b) Lakukan asesmen tentang risiko-risiko untuk setiap perubahan
yang direncanakan.
c) Monitor dampak dari perubahan-perubahan tersebut
d) Implementasikan solusi-solusi yang sudah dikembangkan
eksternal. Hal ini termasuk solusi yang dikembangkan oleh KNKP
atau Best Practice yang sudah dikembangkan oleh Fasilitas
Kesehatan lain
2) Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a) Libatkan tim anda dalam pengambangan cara-cara agar asuhan
pasien lebih baik dan lebih aman.
b) Kaji ulang perubahan-perubahan yang sudah dibuat dengan tim
anda untuk memastikan keberlanjutannya
c) Pastikan tim anda menerima feedback pada setiap followup dalam
pelaporan insiden.
Ketujuh Langkah tersebut akan otomatis terpenuhi dalam implementasi
akreditasi fasilitas kesehatan tingkat pertama.
26
SKP.4 Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang Benar,
Pembedahan pada Pasien yang Benar
SKP.5 Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan
SKP.6 Mengurangi Risiko Pasien Akibat terjatuh
27
seperti nama pasien, dengan dua nama pasien, nomor identifikasi
menggunakan nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang (-identitas pasien)
dengan bar-code, atau cara lain. Nomor kamar atau lokasi pasien tidak bisa
digunakan untuk identifikasi.Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan
penggunaan dua pengidentifikasi/penanda yang berbeda pada lokasi yang
berbeda di Puskesmas Sekotong, seperti di pelayanan ambulatori atau
pelayanan rawat jalan yang lain, unit gawat darurat, atau kamar
operasi.Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas, juga
termasuk. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan
kebijakan dan/atau prosedur untuk memastikan telah mengatur semua
situasi yang memungkinkan untuk diidentifikasi.
Kegiatan yang dilaksanakan:
a. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
b. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk
darah.
c. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan
dan tindakan / prosedur.
d. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang
konsisten pada semua situasi dan lokasi.
28
c. Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan
kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti laboratorium klinis menelpon
unit pelayanan pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera /cito.
d. Fasilitas pelayanan kesehatan secara kolaboratif mengembangkan suatu
kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan melalui telepon
termasuk: menuliskan (atau memasukkan ke komputer) perintah secara
lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima informasi; penerima
membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan;
dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibacakan
ulang dengan akurat.untuk obat-obat yang termasuk obat
NORUM/LASA dilakukan eja ulang.
e. Kebijakan dan/atau prosedur mengidentifikasi alternatif yang
diperbolehkan bila proses pembacaan kembali (read back)
tidakmemungkinkan seperti di kamar operasi dan dalam situasi gawat
darurat/emergensi di IGD.
Kegiatan yang dilaksanakan:
a. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil
pemeriksaan tersebut.
b. Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara lengkap
dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan
tersebut.
c. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang
memberi perintah atau hasil pemeriksaan tersebut
d. Kebijakan dan prosedur mendukung praktek yang konsisten dalam
melakukan verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan melalui
telepon.
29
medications) adalah obat yang persentasinya tinggi dalam
menyebabkan terjadi kesalahan/error dan/atau kejadian sentinel
(sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang
tidak diinginkan (adverse outcome) demikian pula obat-obat yang
tampak mirip/ucapan mirip (Nama Obat, Rupa dan Ucapan
Mirip/NORUM, atau Look-Alike Sound-Alike/ LASA).
b. Daftar obat-obatan yang sangat perlu diwaspadai tersedia di WHO.
Yang sering disebut-sebut dalam isu keamanan obat adalah pemberian
elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium/potasium
klorida [sama dengan 2 mEq/ml atau yang lebih pekat)],
kalium/potasium fosfat [(sama dengan atau lebih besar dari 3 mmol/ml)],
natrium/sodium klorida [lebih pekat dari 0.9%], dan magnesium sulfat
[sama dengan 50% atau lebih pekat]. Kesalahan ini bisa terjadi bila staf
tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit asuhan pasien, bila
perawat kontrak tidak diorientasikan sebagaimana mestinya terhadap
unit asuhan pasien, atau pada keadaan gawat darurat/emergensi.
c. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian
tersebut adalah dengan mengembangkan proses pengelolaan obat-obat
yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat
dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Puskesmas Sekotong secara
kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk
menyusun daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan datanya
sendiri. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana
yang membutuhkan elektrolit konsentrat secara klinis sebagaimana
ditetapkan oleh petunjuk dan praktek profesional, seperti di IGD atau
kamar operasi, serta menetapkan cara pemberian label yang jelas
serta bagaimana penyimpanannya di area tersebut sedemikian rupa,
sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak
disengaja/kurang hati-hati.
Kegiatan yang dilaksanakan:
a. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses
identifikasi, lokasi, pemberian label, dan penyimpanan obat-obat yang
perlu diwaspadai
b. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan
30
c. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah
pemberian yang tidak sengaja di area tersebut, bila diperkenankan
kebijakan.
d. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus
diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat
(restricted).
31
dalam pemberian obat: benar orang, benar obat, benar dosis, benar rute, dan
benar waktu pemberian obat.
Efek samping obat, reaksi alergi harus dimonitor dengan baik.
Monitoring yang tidak memadai akan berakibat terhadap terjadinya
kesalahan dalam penggunaan obat.
Upaya yang dapat dilakukan oleh puskesmas agar lebih aman
dalam penggunaan obat antara lain dilakukan dengan cara: penggunaan
nama obat generic, memberikan obat secara khusus untuk tiap pasien,
belajar dan mempraktikan mencatat histori pemakaian obat, memperhatikan
obat-obat yang sering menimbulkan kejadian tidak diharapkan dan obat-
obat berisiko tinggi yang perlu diwaspadai, menggunakan
referensi,menerapkan lima benar dalam pelayanan obat, melakukan
komunikasi yang jelas dalam pelayanan obat, membiasakan diri untuk
melakukan pemeriksaan kembali (double check), dan melaporkan serta
belajar jika terjadi kejadian tidak diharapkan.
32
oleh orang yang akan melakukan tindakan; harus dibuat saat pasien
terjaga dan sadar; jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai pasien
disiapkan dan diselimuti. Lokasi operasi ditandai pada semua kasus
termasuk sisi (laterality), struktur multipel (jari tangan, jari kaki,
lesi), atau multiple level (tulang belakang).
c. Maksud dari proses verifikasi praoperatif adalah untuk :
1) memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
2) memastikan bahwa semua dokumen, foto (images), dan hasil
pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan
dipampang;
3) Memverifikasi keberadaan peralatan khusus dan /atau implant-
implant yang dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi” /Time out memungkinkan setiap
pertanyaan yang belum terjawab atau kesimpang-siuran dibereskan.
Time out dilakukan di tempat tindakan akan dilakukan, tepat sebelum
dilakukan tindakan.
Kegiatan yang dilaksanakan:
Puskesmas Sekotong menggunakan suatu tanda yang jelas dan dapat
dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam
proses penandaan /pemberi tanda.
a. Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu checklist atau
proses lain untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat
prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang
diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
33
b. Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan
termasuk infeksi saluran kemih-terkait kateter, infeksi aliran darah
(blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan
dengan ventilasi mekanis). Pokok dari eliminasi infeksi ini maupun
infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat.
c. Pedoman hand hygiene yang berlaku secara internasional bisa diperoleh
dari WHO, Puskesmas Sekotong mempunyai proses kolaboratif untuk
mengembangkan kebijakan dan / atau prosedur yang menyesuaikan atau
mengadopsi pedoman hand hygiene yang diterima secara umum untuk
implementasi pedoman itu di Puskesmas Sekotong.
Kegiatan yang dilaksanakan:
a. Fasilitas pelayanan Kesehatan mengadopsi atau mengadaptasi pedoman
hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara
umum (al.dari WHO Patient Safety).
b. Fasilitas pelayanan Kesehatan menerapkan program hand hygiene yang
efektif.
Untuk mencegah terjadinya penularan infeksi di sarana kesehatan dapat
dilakukan antara lain dengan cara:
a. Lingkungan kerja yang bersih, disinfeksi, dekontaminasi dan sterilisasi
instrument medis yang digunakan, ketertiban melakukan hand hygiene
dengan langkah yang benar pada saat: sebelum menyentuh pasien,
sebelum melakukan prosedur aseptic, sesudah terpapar cairan tubuh,
sesudah menyentuh pasien, dan sesudah menyentuh benda-benda
disekitar pasien.
b. Penggunaan alat pelindung diri baik gaun, sarung tangan, apron, kaca
mata untuk proteksi diri, maupun masker perlu diperhatikan pada saat
memberikan pelayanan yang membutuhkan alat pelindung diri.
c. Untuk mencegah terkena benda tajam yang terinfeksi maupun sampah
infeksius perlu dilakukan pembuangan sampah medis infeksius dengan
benar.
34
a. Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna penyebab cedera
pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani,
pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya, fasilitas pelayanan
kesehatan perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil
tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh.
b. Evaluasi bisa meliputi riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap obat dan
konsumsi alkohol, penelitian terhadap gaya/cara jalan dan
keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien.
c. Program ini memonitor baik konsekuensi yang dimaksudkan atau yang
tidak sengaja terhadap langkah-langkah yang dilakukan untuk
mengurangi jatuh. Misalnya penggunaan yang tidak benar dari alat
penghalang atau pembatasan asupan cairan bisa menyebabkan cedera,
sirkulasi yang terganggu, atau integrasi kulit yang menurun. Program
tersebut harus diterapkan di Puskesmas Sekotong.
Kegiatan yang dilaksanakan:
a. Puskesmas Sekotong menerapkan proses asesmen awal risiko pasien jatuh
dan melakukan asesmen ulang terhadap pasien bila diindikasikan
terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.
b. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka
yang pada hasil asesmen dianggap berisiko
Agar ke-enam sasaran keselamatan pasien tersebut dapat dicapai maka perlu
dilakukan kegiatan-kegiatan yang nyata untuk mencapai sasaran-sasaran
tersebut, untuk selanjutnya dimonitor secara periodik dengan menggunakan
indikator-indikator yang jelas dan terukur.Indikator-indikator tersebut perlu
disusun oleh tiap-tiap puskesmas dan disesuaikan dengan kondisi sarana dan
prasarana yang ada.
Beberapa contoh indikator untuk tiap sasaran keselamatan pasien adalah
sebagai berikut:
Sasaran Upaya untuk
No Keselamatan Indikator Target mencapai
Pasien sasaran
1 Mengidentifikasi Kepatuhan 100 % Menyusun kebijakan
Pasien Dengan melakukan identifikasi pasien
Benar identifikasi pasien minimal dengan dua
pada saat cara yang relatif
pendaftaran dan tidak berubah
akan melaksanakan Menyusun prosedur
35
tindakan maupun identifikasi pasien
pemberian obat Sosialisasi
pelaksanaan
identifikasi pasien
Kepatuhan
melaksanakan
identifikasi pasien.
Monitoring dan
tindak lanjut
terhadap kepatuhan
identifikasi pasien
2 Meningkatkan Kepatuhan 100 % Menyusun kebijakan
Komunikasi melaksanakan komunikasi efektif
Yang Efektif prosedur transfer dalam pelayanan
Kepatuhan Menyusun prosedur
melaksanakan komunikasi efektif
prosedur operan dalam pelayanan
Kepatuhan Melaksanakan
melaksanakan komunikasi efektif
SBAR pada dalam pelayanan
pelaporan kasus sesuai prosedur
Kepatuhan Memonitor dan
melaksanakan menindak lanjuti
TBK pada saat pelaksanaan
menerima komunikasi efektif
instruksi dokter dalam pelayanan
3 Meningkatkan Kepatuhan Menyusun kebijakan
Keamanan Obat pelabelan obat 100 % dan prosedur
- obatan Yang LASA pelabelan obat High
Harus Kepatuhan Alert dan obat LASA
Diwaspadai pelabelan obat 100 % Melaksanakan
High Alert prosedur pelabelan
Kepatuhan dengan benar
pelaksanaan 5 100 % Melaksanakan 5
benar dalam benar dalam
pemberian obat pemberian obat
Melakukan
monitoring dan
tindak lanjut upaya
penyediaan obat
yang aman
4 Memastikan Kepatuhan 100 % Menyusun kebijakan
Lokasi terhadap dan prosedur untuk
Pembedahan pelaksanaan mencegah kesalahan
Yang Benar, prosedur tindakan prosedur tindakan klinis
Prosedur Yang yang kritis
Benar
Pembedahan Kepatuhan Melaksanakan
Pada Pasien melakukan 100 % tindakan klinis sesuai
yang Benar double check prosedur dan
pada tindakan melakukan double
agar tidak terjadi check agar tidak
36
salah sisi terjadi salah sisi atau
Kepatuhan 100 % salah orang
melakukan Melakukan
double check monitoring dan tindak
pada tindakan lanjut
agar tidak salah
orang
5 Mengurangi Kepatuhan Menyusun kebijakan
Risiko Infeksi melakukan hand 100 % dan prosedur
Akibat hygiene dengan pengendalian infeksi
Perawatan benar dalam pelayanan
Kesehatan Kepatuhan Melaksanakan
menggunakan 100 % pengendalian infeksi
APD sesuai dalam pelayanan
dengan ketentuan sesuai kebijakan dan
prosedur
Melakukan
monitoring dan
tindak lanjut
6 Mengurangi Kepatuhan 100 % Menyusun kebijakan
Risiko Cedera melakukan kajian dan prosedur kajian
Pasien Akibat jatuh pada pasien pasien jatuh
Terjatuh Melaksanakan upaya
pencegahan pasien
jatuh sesuai dengan
kebijakan dan
prosedur
Melakukan
monitoring dan
tindak lanjut
37
Tim Keselamatan pasien bertanggung jawab langsung kepada pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan.Keanggotaan Tim tersebut paling sedikit terdiri
atas unsur manajemen Puskesmas Sekotong dan unsur klinisi di Puskesmas
Sekotong.
TIPE
CONTOH
INSIDEN
Penempatan alat yang rusak di ruang perawatan, misal inkubator
rusak ditempatkan diruang bersalin
Penempatan obat-obatan yang kadaluarsa di ruang obat tidak
KPC
dipisah
Ruang farmasi / obat yang sangat sibuk tetapi jumlah personil
selalu kurang
38
Dokter memberikan resep antibiotik dimana pasien alergi
terhadap antibiotik tersebut, tetapi diketahui oleh petugas
KNC apotik
Unit transfusi darah sudah terpasang pada pasien yang salah,
tetapi keselahan tersebut segera diketahui sebelum tindakan
dimulai
Perawat menyuntikkan obat antibiotik ke pasien, tetapi belum
dilakukan skin test, tetapi pasien tidak mengalami reaksi
KTC
alergi
Pasien mendapat obat yang salah karena lupa tidak dilakukan
identifikasi di apotik tetapi tidak terjadi gejala keracunan obat
Pasien mengalami keracunan obat setelah meminum obat
yang salah karena resep tertukar di apotik
KTD
Transfusi yang salah mengakibatkan pasien meninggal karena
reaksi hemolitik
39
Setiap insiden keselamatan pasien harus dilaporkan kepada Pimpinan
puskesmas. Budaya untuk melaporkan jika terjadi insiden keselamatan pasien
perlu dikembangkan bersamaan dengan budaya “just culture”, budaya
memberikan perlakuan yang adil perlu dikembangkan sehingga tidak terjadi
budaya menyalahkan dalam penyelenggaraan pelayanan klinis pada pasien.
Kebijakan dan prosedur pelaporan insiden perlu disusun dengan alur, setiap
kejadian harus dilaporkan kepada pimpinan organisasi, selanjutnya
berdasarkan hasil analisis terhadap insiden tersebut dilakukan tindak lanjut
sesuai dengan tingkat keparahan kejadian.
Insiden keselamatan pasien harus dilaporkan paling lambat 2 x 24 jam
kepada Kepala puskesmas dengan Format Laporan Insiden Keselamatan Pasien
dapat dilihat pada lampiran 1.
Setelah dilakukan analisis, serta mendapatkan rekomendasi dan solusi,
fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan pelaporan insiden, secara
online atau tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien sesuai
format laporan sebagaimana tercantum pada Formulir 2
Pelaporan insiden ditujukan untuk menurunkan insiden dan mengoreksi
sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien dan tidak
menyalahkan orang lain. Pelaporan insiden harus:
1. Dijamin keamanannya
2. Bersifat rahasia
3. Anonym (tanpa identitas)
4. Tidak mudah diakses oleh orang yang tidak berhak
40
Dalam setiap pelaksanaan program UKM harus memperhatikan sasaran
keselamatan pasien, karena dalam pelaksanaan Upaya Kesehatan Masyarakat
ada kegiatan-kegiatan yang terkait langsung dengan kesehatan perseorangan dan
kegiatan-kegiatan yang dapat berdampak risiko pada masyarakat secara lebih
luas maupun lingkungan.
Beberapa contoh sebagai berikut :
Fogging dalam upaya penanggulangan demam berdarah,
Penyemprotan insektisida dalam upaya penanggulangan malaria.
Dalam kegiatan tersebut digunakan bahan berbahaya dan beracun yang harus
diantisipasi risiko terhadap masyarakat dan lingkungan.
Vaksin yang digunakan tidak memenuhi kaidah rantai dingin, akan
berdampak masyarakat tidak terlindungi terhadap kejadian penyakit
menular yang pada gilirannya dapat berdampak pada kesehatan
masyarakat.
Pemberian makanan tambahan yang tidak higienis dapat berakibat
timbulnya diare pada balita yang mengkonsumsi makanan tambahan
tersebut.
41
Hasil analisis tersebut dituangkan dalam register risiko sebagaimana tabel di
bawah ini:
Risiko Upaya
Pelayanan Penyebab
yang Tingkat penanganan
No. / tempat terjadi Akibat Pencegahan Pelaporan
mungkin Risiko jika terjadi
Kerja
terjadi insiden
42
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
43
BAB V
PENUTUP
Pedoman keselamatan pasien dan manajemen risiko disusun sebagai acuan dalam
memberikan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama baik
dalam pelayanan klinis maupun dalam penyelenggaraan kegiatan upaya kesehatan
masyarakat.
.
44
Lampiran 1
FORMULIR LAPORAN INSIDEN KE TIM KESELAMATAN
PASIEN DI PUSKESMAS SEKOTONG
RAHASIA,
A. DATA TIDAK BOLEH DIFOTOCOPY, DILAPORKAN MAKSIMAL 2 x 24JAM
PASIEN
Nama : ...........................................................................................
No MR : ....................................... Ruangan : ...........................
Umur : ..... Bulan ...... Tahun
Kelompok Umur* : 0-1 bulan > 1 bulan - 1 tahun
1 tahun - 5 tahun > 5 tahun - 15 tahun
> 15 tahun - 30 tahun > 30 tahun - 65 tahun
> 65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Penanggung biaya pasien : Pribadi Asuransi Swasta
Pemerintah Perusahaan*
BPJS Lain-lain
B. RINCIAN KEJADIAN
1. Tanggal dan Waktu Insiden
Tanggal : ............................................................. Jam : ...................
.............................................................
2. Insiden : .................................................................................................
3. Kronologis Insiden
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
4. Jenis Insiden* :
Kejadian Nyaris Cedera / KNC (Near miss)
Kejadian Tidak diharapkan / KTD (Adverse Event) / Kejadian
Sentinel (Sentinel Event)
Kejadian Tidak Cedera / KTC
KPC
45
5. Orang Pertama Yang Melaporkan Insiden* :
Karyawan : Dokter / Perawat / Petugas
lainnya Pasien
Keluarga / Pendamping pasien
Pengunjung
Lain-lain : ................................................................... (sebutkan)
6. Insiden terjadi pada*
: Pasien
Lain-lain :
(sebutkan)
Mis : karyawan / Pengunjung / Pendamping / Keluarga pasien, lapor ke K3
PUSKESMAS/ RS/unit K3 Fasyankes lain
7. Insiden menyangkut pasien :
Pasien rawat inap Pasien rawat jalan
Pasien Gawat Darurat / UGD
Lain-lain ......................................................................................
(sebutkan)
8. Tempat Insiden
Lokasi ..................................................................... (sebutkan)
kejadian
(Tempat pasien berada)
9. Insiden terjadi pada pasien : (sesuai kasus penyakit /
spesialisasi) Umum
Penyakit Dalam dan Subspesialisasinya
Anak dan Subspesialisasinya
Bedah dan Subspesialisasinya
Obstetri Gynekologi dan Subspesialisasinya
THT dan Subspesialisasinya
Mata dan Subspesialisasinya
Saraf dan Subspesialisasinya
Anestesi dan
Subspesialisasinya
Kulit dan Kelamin dan Subspesialisasinya
Jantung dan Subspesialisasinya
Paru dan Subspesialisasinya
Jiwa dan Subspesialisasinya
Lain-lain ....................................................................... (sebutkan)
10. Unit / Departemen terkait yang menyebabkan insiden
Unit kerja ............................................................. (sebutkan)
penyebab
11. Akibat Insiden Terhadap Pasien*
: Kematian
Cedera Irreversibel / Cedera Berat
46
Cedera Reversibel / Cedera Sedang
Cedera Ringan
Tidak ada cedera
12. Tindakan yang dilakukan segera setelah kejadian, dan hasilnya :
...................................................................................................................
...................................................................................................................
...................................................................................................................
13. Tindakan dilakukan oleh* :
Tim : terdiri dari : ...........................................................................
Dokter
Bidan/ Perawat
Petugas lainnya ..................................................................................
14. Apakah kejadian yang sama pernah terjadi di Unit Kerja lain?*
Ya Tidak
Apabila ya, isi bagian dibawah ini.
Kapan ? Dan Langkah / tindakan apa yang telah diambil pada Unit kerja
tersebut untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama?
...................................................................................................................
...................................................................................................................
...................................................................................................................
...................................................................................................................
Penerima :
Pembuat Laporan :...............................
Laporan ..............................
:
Paraf :............................... Paraf
..............................
:
Tgl Terima :............................... Tgl Lapor
..............................
Formulir 2
Formulir data Puskesmas sekotong untuk pelaporan insiden ke Komite Nasional Keselamatan Pasien
melalui Pos
47
Silahkan Isi User name Puskesmas Sekotong
UNTUK MELAPORKAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN KE
KOMITE NASIONAL KESELAMATAN PASIEN
User name Puskesmas Sekotong:
48