Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang maha Esa,
karena atas rahmat dan hidayahNya, kami dapat menyusun Pedoman Keselamatan
Pasien Di UPT. Puskesmas martapura 1. Pedoman ini diharapkan menjadi acuan bagi seluruh
staf karyawan di UPT. Puskesmas martapura 1 ini dalam mengupayakan keselamatan pasien,
pengunjung dan masyarakat melalui penerapan manajemen risiko dalam seluruh aspek
pelayanan yang disediakan oleh fasilitas kesehatan tersebut.
Keselamatan (Safety) telah menjadi isu global dalam pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan kesehatan di UPT. Puskesmas martapura 1 , Oleh karena itu dalam akreditasi
Puskesmas, Keselamatan pasien merupakan suatu hal yang sangat penting untuk
dilaksanakan. Masyarakat menghendaki pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu, serta
dapat menjawab kebutuhan mereka, oleh karena itu upaya peningkatan mutu, manajemen
risiko dan keselamatan pasien perlu diterapkan dalam pengelolaan Puskesmas yang
komprehensif kepada pengguna jasa.
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Pengertian
C. Tujuan
BAB II KONSEP KESELAMATAN PASIEN
A. Konsep Keselamatan Pasien
BAB III PENYELENGGARAAN KESELAMATAN PASIEN
A. Standar Keselamatan Pasien
B Sasaran Keselamatan Pasien
C. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
D. Insiden Keselamatan Pasien
E. Pelaporan Insiden Keselamatan
F. Mengelola Risiko Dalam Pelayanan
G. Penyusunan Register Risiko di FKTP
BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
A. Pembinaan
B. Pengawasan
BAB V PENUTUP
Refrensi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sarana pelayanan kesehatan merupakan tempat yang dikategorikan tidak aman, sekitar 10
% pasien yang dirawat di sarana kesehatan di negara maju dan lebih dari 10 % di negara
berkembang mengalami kejadian tidak diharapkan. Cedera mungkin saja dialami oleh pasien
atau pengunjung sarana pelayanan kesehatan baik akibat kondisi sarana, prasarana, dan peralatan
yang ada, maupun akibat pelayanan yang diberikan.Cedera atau kejadian
yang tidak diharapkan terjadi bukan karena kesengajaan, tetapi karena rumitnya pelayanan
kesehatan.Banyak faktor yang berpengaruh terhadapterjadinya cedera atau kejadian tidak
diharapkan, seperti tidak tersedianyasumber daya manusia yang kompeten, kondisi
fasilitas, maupunketersediaan obat dan peralatan kesehatan yang tidak memenuhi standar.
Yang dimaksud dengan “keselamatan pasien” pada pedoman ini adalah upaya yang
dilakukan pada fasilitas kesehatan tingkat primer agar asuhan pasien lebih aman, tertibnya
pelaporan dan analisis insiden, implementasi solusi untuk meminimalisir timbulnya risiko
dan mencegah terjadinya cidera, tidak hanya terkait dengan pelayanan klinis tapi juga terkait
dengan upaya kesehatan masyarakat. Upaya keselamatan pasien dilakukan dengan memperbaiki
tata kelola risiko terkait dengan pencapaian kinerja dan menganalisis risiko-risiko yang mungkin
terjadi pada saat proses pelayanan, baik pelayanan Administrasi dan Manajemen, UKM maupun
UKP.
Pasien, pengunjung, dan masyarakat dapat mengalami cedera atau kejadian tidak
diharapkan terkait dengan infeksi, kesalahan pemberian obat pembedahan yang tidak aman,
alih pasien yang tidak dilakukan dengan tepat, kesalahan identifikasi, kondisi fasilitas
pelayanan yang tidak aman, maupun akibat penyelenggaraan kegiatan pada upaya
kesehatan masyarakat yang tidak memperhatikan aspek keselamatan. Risiko-risiko yang
mungkin terjadi dalam pelayanan kesehatan perlu diidentifikasi dan dikelola dengan baik
untuk mengupayakan keselamatan pasien, pengunjung, dan masyarakat yang dilayani.
Standar akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di puskesmas harus mensyaratkan
diterapkan najemen risiko sebagai upaya untuk meminimalkan risiko bagi pasien,
sasaran kegiatan upaya kesehatan masyarakat, dan lingkungan, yang terkait dengan
pelayanan yang disediakan
oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama dan menjamin keselamatan pasien.
Terkait dengan hal tersebut maka Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Permenkes
tentang Keselamatan Pasien yang dituangkan dalam Permenkes nomor 11 tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien, dan untuk mengimplementasikan Permenkes tersebut maka perlu
disusun Pedoman Pelaksanaan Keselmatan Pasien di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama(FKTP). Di UPT. Puskesmas Martapura 1
Pedoman ini disusun dengan tujuan menyediakan pedoman bagi UPT Puskesmas martapura 1
dalam mengupayakan keselamatan pasien, pengunjung dan masyarakat melalui penerapan
manajemen risiko dalam seluruh aspek pelayanan yang disediakan oleh fasilitas kesehatan
tersebut.
B. Pengertian
Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.
Insiden Keselamatan Pasien yang selanjutnya disebut Insiden, adalah setiap kejadian yang
tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera
yang dapat dicegah pada pasien.
C. Tujuan
Pengaturan Keselamatan Pasien bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas
melalui penerapan manajemen risiko dalam seluruh aspek pelayanan yang disediakan oleh UPT.
Puskesmas martapura 1
BAB II
KONSEP KESELAMATAN PASIEN
Pelayanan kesehatan sarat dengan risiko yang dapat menimbulkan cedera baik bagi
pasien, keluarga pasien, petugas kesehatan, sasaran kegiatan upaya kesehatan, bahkan
masyarakat dan lingkungan sebagai akibat penyelenggaraan pelayanan atau kegiatan upaya
kesehatan. Cedera tersebut terjadi karena tindakan yang tidak aman, yaitu kesalahan yang
dilakukan oleh seseorangdalam penyelenggaraan pelayanan, dan/atau akibat kegagalan
sistem, sebagaimana digambarkan oleh Reason dalam SWISS CHEEZE MODE, sebagai
berikut:
1. Hak pasien:
Standar
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan
hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Kriteria:
1.1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan
benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau
prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
2. Mendidik Pasien dan keluarga
standar
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang
merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di Puskesmas harus ada sistem dan
mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat:
1. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan fasilitas pelayanan kesehatan.
6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
Kriteria:
3.1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan
saat pasien keluar dari Puskesmas.
3.2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap
pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3.3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial,
konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
3.4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
4. penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien.
Standar:
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses
yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara
intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria:
4.1. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan proses perancangan
(desain) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan Puskesmas, kebutuhan pasien,
petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-
faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien”.
4.2. Setiap Puskesmas harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait
dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan,
keuangan.
4.3. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan evaluasi
intensif terkait dengan semua insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses
kasus risiko tinggi.
4.4. Setiap Puskesmas harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk
menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien
terjamin.
Standar:
1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara
terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien“.
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi
risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden.
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja Puskesmas serta meningkatkan keselamatan pasien.
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja
Puskesmas dan keselamatan pasien.
Kriteria:
5.1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
5.2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden.
Insiden meliputi Kondisi Potensial Cedera (KPC), Kejadian Nyaris Cedera (KNC),
Kejadian Tidak Cedera (KTC), Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). Selain Insiden
diatas, terdapat KTD yang mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau cedera berat
yang temporer dan membutuhkan intervensi untuk mempetahankan kehidupan, baik fisik
maupun psikis, yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien yang
dikenal dengan
5.3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari fasilitas
pelayanan kesehatan terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
5.4. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan
penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5.5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah
“Kejadian Nyaris Cedera” (KNC/Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program
keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
5.6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya
menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk
memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan
dengan “Kejadian Sentinel”.
5.7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar
unit dan antar pengelola pelayanan di dalam fasilitas pelayanan
Standar:
1. Puskesmas d i P u s k e s m a s memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk
setiap Program mencakup keterkaitan Program dengan keselamatan pasien secara jelas.
2. Fasilitas pelayanan kesehatan terutama Puskesmas menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara
kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.
Kriteria:
6.1. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama Puskesmas harus memiliki program
pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien
sesuai dengan tugasnya masing-masing.
6.2. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama Puskesmas harus mengintegrasikan
topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan in- service training dan memberi pedoman
yang jelas tentang pelaporan insiden.
6.3. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan pelatihan tentang
kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
Standar:
1. Puskesmas merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien
untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria:
7.1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen
untuk memperoleh data dan informasi tentang hal- hal terkait dengan keselamatan pasien.
7.2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen resiko yang ada
SKP.4 Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang Benar, Pembedahan Pada
PasienYang Benar
Tujuan ganda dari sasaran ini adalah : pertama, untuk dengan cara yang dapat
dipercaya/reliable mengidentifikasi pasien sebagai individu yang dimaksudkan untuk
mendapatkan pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk mencocokkan pelayanan atau
pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki
proses identifikasi, khususnya proses yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien ketika
pemberian obat, darah atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis; atau memberikan pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau
prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama
pasien, dengan dua nama pasien, nomor identifikasi menggunakan nomor rekam medis,
tanggal lahir, gelang (-identitas pasien) dengan bar-code, atau cara lain. Nomor kamar atau lokasi
pasien tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan
penggunaan dua pengidentifikasi/penanda yang berbeda pada lokasi yang berbeda di Puskesmas,
seperti di pelayanan ambulatori atau pelayanan rawat jalan yang lain, unit gawat darurat, atau
kamar operasi. Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas, juga termasuk. Suatu
proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur untuk
memastikan telah mengatur semua situasi yang memungkinkan untuk diidentifikasi.
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN:
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan
nomor kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan / prosedur.
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada
semua situasi dan lokasi.
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh
resipien/penerima, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan
pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang paling mudah
mengalami kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui
telpon, bila diperbolehkan peraturan perundangan. Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan
adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti laboratorium klinis menelpon unit
pelayanan pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera /cito. Puskesmas secara kolaboratif
mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan melalui telepon
termasuk: menuliskan (atau memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil
pemeriksaan oleh penerima informasi; penerima membacakan kembali (read back) perintah atau
hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibacakan ulang
dengan akurat.untuk obat-obat yang
termasuk obat NORUM/LASA dilakukan eja ulang. Kebijakan dan/atau prosedur
mengidentifikasi alternatif yang diperbolehkan bila proses pembacaan kembali (read back) tidak
memungkinkan dalam situasi gawat darurat/emergensi di Ruang Tindakan
Puskesmas mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan.
Puskesmas mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari cedera
karena jatuh.
Sangat penting bagi staf Puskesmas untuk dapat menilai kemajuan yang telah dicapai
dalam memberikan asuhan yang lebih aman. Dengan tujuh langkah menuju keselamatan pasien
Puskesmas dapat memperbaiki keselamatan pasien, melalui perencanaan kegiatan dan
pengukuran kinerjanya. Melaksanakan tujuh langkah ini akan membantu memastikan bahwa
asuhan yang diberikan seaman mungkin, dan jika terjadi sesuatu hal yang tidak benar bisa segera
diambil tindakan yang tepat.
Tujuh langkah ini juga bisa membantu Puskesmas mencapai sasaran-sasarannya untuk
Tata Kelola Klinik, Manajemen Risiko, dan Pengendalian Mutu.
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien terdiri dari :
1. membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien.
Ciptakan budaya adil dan terbuka
2. memimpin dan mendukung staf.
Tegakkan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien diseluruh
Puskesmas anda.
3. mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko.
Bangun sistem dan proses untuk mengelola risiko dan mengindentifikasi
kemungkinan terjadinya kesalahan
4. mengembangkan sistem pelaporan
Pastikan staf anda mudah untuk melaporkan insiden secara internal
(lokal ) maupun eksternal (nasional).
5. melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
Kembangkan cara-cara berkomunikasi cara terbuka dan mendengarkan
pasien.
6. belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien.
Dorong staf untuk menggunakan analisa akar masalah guna pembelajaran
tentang bagaimana dan mengapa terjadi insiden.
7. mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien Pembelajaran lewat
perubahan-perubahan didalam praktek, proses atau sistem. Untuk sistem yang
sangat komplek seperti Fasilitas pelayanan Kesehatan untuk mencapai hal-hal
diatas dibutuhkan perubahan budaya dan komitmen yang tinggi bagi seluruh staf dalam
waktu yang cukup lama.
Tegakkan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien diseluruh Puskesmas anda.
Keselamatan pasien melibatkan setiap orang dalam Puskesmas anda. Membangun budaya
keselamatan sangat tergantung kepada kepemimpinan yang kuat dan kemapuan organisasi
mendengarkan pendapat seluruh anggota.
Bangun sistem dan proses untuk mengelola risiko dan mengindentifikasi kemungkinan
terjadinya kesalahan.
Sistem manajemen risiko akan membantu Puskesmas mengelola insiden secara efektif dan
mencegah kejadian berulang kembali. Keselamatan pasien adalah komponen kunci dari
manajemen
risiko, dan harus di integrasikan dengan keselamatan staf, manajemen komplain,
penanganan litigasi dan klaim serta risiko keuangan dan lingkungan. Sistem manajemen risiko
ini harus di dukung oleh strategi manajemen risiko Puskesmas, yang mencakup progam-
program asesmen risiko secara pro-aktif dan risk register.
Sistem pelaporan sangat vital di dalam pengumpulan informasi sebagai dasar analisa dan
penyampaikan rekomendasi.
Pastikan staf anda mudah untuk melaporkan insiden secara internal (lokal) maupun
eksternal (nasional).
Peran aktif pasien dalam proses asuhannya harus diperkenalkan dan di dorong. Pasien
memainkan peranan kunci dalam membantu penegakan diagnosa yang akurat, dalam
memutuskan
tindakan pengobatan yang tepat, dalam memilih fasilitas yang aman dan berpengalaman,
dan dalam mengidentifikasi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) serta mengambil tindakan
yang tepat.
Kembangkan cara-cara berkomunikasi cara terbuka dan
mendengarkan pasien.
Jika terjadi insiden keselamatan pasien, isu yang penting bukan siapa yang harus
disalahkan tetapi bagaimana dan mengapa insiden itu terjadi.
Salah satu hal yang terpenting yang harus kita pertanyakan adalah apa yang sesungguhnya
terjadi dengan sistem kita ini.
Dorong staf untuk menggunakan analisa akar masalah guna pembelajaran tentang
bagaimana dan mengapa terjadi insiden.
Salah satu kekurangan Puskesmas di masa lalu adalah ketidakmampuan dalam mengenali
bahwa penyebab kegagalan yang terjadi di satu Puskesmas bisa menjadi cara untuk mencegah
risiko terjadinya kegagalan di Puskesmas yang lain.
Pembelajaran lewat perubahan-perubahan didalam praktek, proses atau sistem. Untuk sistem yang
sangat komplek seperti Puskesmas untuk mencapai hal-hal diatas dibutuhkan perubahan budaya
dan komitmen yang tinggi bagi seluruh staf dalam waktu yang cukup lama.
Insiden Keselamatan adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien (PMK
11 tahun 2017). Setiap Fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan penanganan insiden
keselamatan dan kejadian sentinel. Insiden Keselamatan pasien meliputi: Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD), Kejadian Tidak Cedera (KTC), dan Kejadian Nyaris Cedera (KNC),
Kondisi Potensial Cedera (KPC).
Penanganan Insiden di fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan melalui pembentukan tim
Keselamatan Pasien yang ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan. Dalam
melakukan penanganan insiden tim keselamatan pasien melakukan kegiatan berupa
pelaporan, verifikasi, investigasi, dan analisis penyebab insiden tanpa menyalahkan,
menghukum dan mempermalukan seseorang.
Tim Keselamatan pasien bertanggung jawab langsung kepada pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan.Keanggotaan Tim tersebut paling sedikit terdiri atas unsur manajemen
fasilitas pelayanan kesehatan dan unsur klinisi di fasilitas pelayanan kesehatan.
Tim Keselamatan Pasien memiliki tugas:
a. Menyususn kebijakan dan pengaturan di bidang keselamatan pasien untuk
ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
b. Mengembangkan program keselamatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan
c. Melakukan motivasi, edukasi, konsultasi,pemantauan dan penilaian tentang penerapan
program Keselamatan Pasien di fasilitas pelayanan kesehatan
d. Melakukan pelatihan Keselamatan Pasien bagi fasilitas pelayanan kesehatan
e. Melakukan pencatatan dan pelaporan insiden, analisis insiden termasuk melakukan RCA,
dan mengembangkan solusi untuk meningkatkan Keselamatan Pasien
f. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan dalam rangka pengambilan kebijakan Keselamatan Pasien.
g. Membuat laporan kegiatan kepada Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
h. Mengirim laporan Insiden secara kontinu
Kejadian yang membahayakan pasien atau pengunjung yang datang ke fasilitas pelayanan
kesehatan harus dicegah dengan menerapkan manajemen risiko dalam penyelenggaraan
pelayanan klinis.
TIPE CONTOH
• Penempatan alat yang rusak di ruang perawatan, misal inkubator rusak ditempatkan di ruang bersalin
INSIDEN
KPC • Penempatan obat-obatan yang kadaluarsa di ruang obat tidak dipisah
• Ruang farmasi/obat yang sangat sibuk tetapi jumlah personil selalu kurang
• Dokter memberikan resep antibiotik dimana pasien alergi terhadap antibiotik tersebut, tetapi diketahui
oleh petugas apotik
KNC • Unit transfusi darah sudah terpasang pada pasien yang salah, tetapi keselahan tersebut segera
diketahui sebelum tindakan dimulai
• Perawat menyuntikkan obat antibiotic ke pasien, tetapi belum dilakukan skin test, tetapi pasien tidak
mengalami reaksi alergi
KTC • Pasien mendapat obat yang salah karena lupa tidak dilakukan identifikasi di apotik tetapi tidak terjadi
gejala keracunan obat
• Pasien mengalami keracunan obat setelah meminum obat yang salah karena resep tertukar di
KTD apotik
• Transfusi yang salah mengakibatkan pasien meninggal karena reaksi hemolitik
Jika sudah terjadi kejadian, maka upaya korektif maupun tindakan korektif harus
dikerjakan.Akibat dari kejadian harus dikoreksi, dan tindak korektif melalui analisis terhadap
kejadian harus dilakukan agar tidak terjadi lagi di masa mendatang.
Risiko-risiko yang mungkin terjadi dalam pelayanan klinis harus diidentifikasi, dianalisis,
dan ditindak lanjuti dalam upaya meminimalkan terjadinya risiko dan melakukan
penanganan jika terjadi kejadian tidak diharapkan.Jika terjadi kejadian tidak diharapkan maka
harus ditindak lanjuti dengan melakukan analisis tingkat keparahan kejadian tersebut
untuk menentukan langkah berikutnya. Jika dari hasil kajian tingkat keparahan ternyata
masuk dalam kategori risiko ekstrim atau risiko tinggi, maka harus dilakukan RCA, tim
RCA harus segera dibentuk oleh Kepala FKTP untuk melakukan investigasi dan tindak
lanjut terhadap kejadian. Keseluruhan langkah RCA jika terjadi kejadian harus
diselesaikan paling lambat 45 hari.Jika kejadian tersebut masuk dalam kategori risiko sedang
atau minimal, maka dilakukan investigasi sederhana oleh atasan langsung untuk segera
dilakukan upaya tindak lanjut, paling lambat keseluruhan upaya tindak lanjut sudah dapat
diselesaikan dalam waktu 12 hari.
Pedoman keselamatan pasien ini disusun sebagai acuan dalam memberikan pelayanan
kesehatan di Puskesmas baik dalam pelayanan klinis maupun dalam penyelenggaraan
kegiatan upaya kesehatan masyarakat. Pedoman ini dapat digunakan oleh para pimpinani dan
karyawan yang bekerja di Puskesmas maupun para Surveior FKTP dan Pendamping
persiapan akreditasi FKTP dalam menyiapkan puskesmas membangun sistem pelayanan
yang minimal risiko dan mengupayakan keselamatan pasien dan pengunjung.