Anda di halaman 1dari 12

Prototype Penyiraman Otomatis Berbasis IOT untuk Multi Zona

Tanaman Sayur

Muhammad Khoirul Wafa Al Fajri (202151090)

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2023

2
A. RINGKASAN
Tanaman sayur membutuhkan perawatan yang cermat, termasuk penyiraman yang
tepat, untuk tumbuh dengan baik. Namun, seringkali sulit untuk mengelola penyiraman
yang efisien, terutama ketika memiliki banyak zona tanaman yang berbeda. Dalam
upaya untuk mengatasi tantangan ini, penelitian ini mengembangkan sebuah prototype
penyiraman otomatis berbasis Internet of Things (IoT) yang dapat mengelola
penyiraman tanaman sayur dalam beberapa zona secara otomatis.
Prototype ini terdiri dari beberapa komponen utama, termasuk sensor kelembaban
tanah, sensor cuaca, aktuator penyiraman, dan perangkat pengendali yang terhubung ke
jaringan IoT. Sensor kelembaban tanah digunakan untuk memantau tingkat kelembaban
di berbagai zona tanaman, sementara sensor cuaca memberikan data tentang kondisi
cuaca saat ini dan prakiraan cuaca. Data dari sensor-sensor ini dikirim ke perangkat
pengendali, yang memproses informasi tersebut dan mengatur penyiraman berdasarkan
kebutuhan setiap zona tanaman.
Komponen yang digunakan untuk memantau kelembaban tanah dan menentukan
nilainya adalah DHT11. Konsep pengoperasian sensor DHT11 adalah mengirimkan data
kelembaban tanah melalui server MQTT, yang selanjutnya ditransmisikan ke
mikrokontroler tipe eps8266 nodeMCU. Selain itu, mikrokontroler menggunakan nilai
kelembaban tanah sebagai faktor penentu kapan harus menghidupkan aktuator berupa
solenoid
Dengan menggunakan aplikasi berbasis IoT, pengguna dapat memantau dan
mengendalikan sistem penyiraman dari jarak jauh. Selain itu, sistem ini dapat
memberikan pemberitahuan kepada pengguna jika ada kondisi darurat, seperti
kekeringan atau hujan lebat yang tidak terduga. Dengan demikian, prototype ini tidak
hanya membantu menjaga tanaman sayur tetap sehat, tetapi juga mengurangi
pemborosan air dan sumber daya.
Kata kunci : IoT, DHT11, MQTT

B. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sebagian petani sayur, pertumbuhan tanaman sebagian besar masih tergantung
pada musim hujan. Karena itu, tidak pernah ada periode yang konstan untuk produksi
produk pertanian. Karena hasil yang rendah, harga barang-barang pertanian selama musim
kemarau dapat naik secara signifikan. Harganya rendah karena produksi berlimpah selama
musim hujan, dan bahkan jika ada yang buruk, stok masih melimpah, sehingga tidak bisa
dijual.

3
Sebagai hasil dari banyak kerugian dan kekecewaan berikutnya, para petani
mengalami banyak frustrasi. Petani yang ingin tetap bercocok tanam di musim kemarau
harus menginvestasikan lebih banyak waktu dan uang untuk menyiram tanaman secara
manual agar tumbuh subur dan berbuah.
Kami menginginkan penyiram tanaman otonom yang dapat berfungsi selama
musim kemarau dan hujan untuk mengatasi tantangan ini. Alat tersebut akan otomatis
menyirami tanaman jika tanah menjadi kering. Sebaliknya, jika tanah lembab, alat tidak
akan menyiram, memungkinkan tanaman tumbuh dengan subur karena kebutuhan unsur air
selalu terpenuhi.
Pada penelitian ini dirancang alat penyiram tanaman otomatis menggunakan sensor
kelembaban tanah. Produk ini diharapkan bisa dikembangkan dan membantu para petani
dalam mengatasi permasalahan dalam mengairi tanaman mereka [1].

2. Perumusan Masalah
 Penyiraman tidak terkontrol jika dilakukan secara manual
 Kebun Terlalu Luas dan tidak terpantau
 Kelembaban tanah tidak terkontrol sehingga tanaman kurang baik

3. Batasan Masalah
Kendala penelitian yang harus dilakukan dapat disimpulkan dari konteks yang
telah disediakan, yaitu:
1. Membuat sistem penyiraman tanaman hias otomatis menggunakan sensor
kelembaban tanah, sensor suhu DHT11, dan MQTT
2. Sistem pemantauan kelembaban tanah tidak memperhatikan pertumbuhan
tanaman; itu hanya menawarkan informasi tentang prosedur penyiraman tanaman
secara otomatis.
3. Sistem ini didasarkan pada ide irigasi cerdas.
4. Tujuan
Dari rumusan masalah yang telah diuraikan, tujuan penyiraman otomatis adalah
untuk mempermudah dan meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan air dan
pemeliharaan tanaman. Beberapa tujuan khusus dari sistem penyiraman otomatis
adalah sebagai berikut:
1. Konservasi air
Penyiraman otomatis dapat membantu mengoptimalkan penggunaan air
dengan memberikan air hanya ketika dibutuhkan. Dengan menggunakan sensor
kelembaban tanah atau sensor cuaca, sistem dapat menyesuaikan jadwal

4
penyiraman berdasarkan kondisi aktual tanah dan cuaca. Hal ini mengurangi
risiko pemborosan air karena over watering.
2. Penghematan waktu dan tenaga
Sistem penyiraman otomatis menghilangkan kebutuhan untuk melakukan
penyiraman manual secara rutin. Ini menghemat waktu dan tenaga yang diperlukan
untuk mengelola penyiraman tanaman, terutama pada area yang luas atau saat
pemilik tanaman sedang tidak hadir.
3. Pemeliharaan tanaman yang optimal
Dengan penyiraman otomatis yang teratur dan tepat, tanaman dapat
mendapatkan pasokan air yang konsisten dan cukup. Ini membantu dalam
pertumbuhan yang sehat, meningkatkan produktivitas tanaman, dan mengurangi
risiko kerusakan akibat kekeringan atau kelebihan air.
4. Fleksibilitas dan kontrol
Sistem penyiraman otomatis sering dilengkapi dengan pengatur waktu atau
program yang dapat disesuaikan. Ini memungkinkan pengguna untuk mengatur
jadwal penyiraman yang sesuai dengan kebutuhan tanaman mereka. Selain itu,
beberapa sistem juga dapat dikendalikan melalui aplikasi ponsel pintar, sehingga
pengguna dapat mengontrol penyiraman tanaman dari jarak jauh.
5. Perawatan yang konsisten
Dengan adanya penyiraman otomatis yang konsisten, tanaman menerima
perawatan yang lebih stabil dan konsisten. Hal ini membantu menghindari
fluktuasi kelembaban yang dapat merusak tanaman dan mempertahankan
lingkungan yang lebih stabil bagi pertumbuhan tanaman.
6. Perlindungan terhadap cuaca ekstrem
Sistem penyiraman otomatis dapat dilengkapi dengan sensor cuaca yang
memantau kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban udara, dan curah hujan.
Dengan informasi ini, sistem dapat menyesuaikan jadwal penyiraman atau
menghentikannya sepenuhnya ketika kondisi cuaca tidak memerlukan penyiraman
tambahan, seperti saat hujan deras.
Secara keseluruhan, tujuan penyiraman otomatis adalah untuk menciptakan
pengelolaan penyiraman yang lebih efisien, hemat air, dan memberikan perawatan
yang optimal bagi tanaman. Ini membantu dalam mempertahankan keindahan
taman, meningkatkan hasil pertanian, dan mengurangi dampak negatif terhadap
lingkung

5
C. TINJAUAN PUSTAKA
1. Penelitian Terkait
Penelitian ini menggunakan metodologi deskriptif, yaitu suatu cara
menggambarkan masalah atau kondisi sebagaimana adanya berdasarkan informasi
yang dikumpulkan selama penyelidikan. Perumusan masalah dapat ditentukan
berdasarkan hasil yang diperoleh, kemudian ditetapkan batasan masalah untuk
memastikan bahwa penjelasan data tidak keluar dari ruang lingkup penelitian..
a. Studi literatur Ini melibatkan pencarian literatur yang berkaitan dengan topik
utama yang diteliti dan mengambilnya untuk mengembangkan landasan teoretis
untuk desain.
b. Teknik pengumpulan informasi untuk produk akhir, khususnya pendekatan
pengumpulan informasi dan sumber dari media cetak elektronik.
c. Pengamatan langsung terhadap alat dan aplikasi yang digunakan untuk
mengumpulkan data dikenal sebagai pendekatan observasi.
d. Melengkapi peralatan dan persediaan yang diperlukan Dengan menggunakan
komputer server, mikrokontroler, dan pendukungnya, strategi ini melibatkan
pengumpulan alat dan sumber daya dasar.
e. Gunakan alat pengujian yang tepat untuk menempatkan setiap komponen melalui
langkahnya. Menurut diagram skematik yang telah ditentukan, desain dan
implementasi setiap blok selesai. [2].
2. Landasan Teori
A. Penyiraman Tanaman
Penyiraman merupakan suatu hal yang tidak dapat dilepaskan didalam
menjaga serta merawat tanaman agar tanaman tetap tumbuh dengan subur.
Kebutuhan air yang cukup sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Contohnya seperti tanaman cabai dan tomat yang membutuhkan perhatian khusus
karena jika tanaman ini tidak mendapatkan kondisi yang baik maka tanaman tidak
dapat tumbuh dengan baik, bahkan akan berdampak fatal bagi tanaman tersebut.

6
Penyiraman tanaman secara manual dapat mengganggu efisiensi waktu
dan tenaga. Penyiraman pada tanaman dengan kelebihan atau kekurangan air
dapat pula mengurangi daya tahan maupun menyebabkan kematian pada tanaman
itu sendiri. Sehingga berpotensi kerugian pada petani tanaman.

B. Sensor Moisture
Sensor kelembaban tanah (moisture sensor) adalah sebuah perangkat yang
digunakan untuk mengukur tingkat kelembaban atau keasaman tanah. Sensor ini
berguna dalam berbagai aplikasi seperti pertanian, kebun, dan sistem irigasi
otomatis untuk memantau kondisi tanah dan memberikan informasi penting bagi
pemeliharaan tanaman.
Sensor kelembaban tanah umumnya terdiri dari dua elektroda yang
dimasukkan ke dalam tanah. Ketika tanah mengandung air, konduktivitas
listriknya meningkat, yang dapat diukur oleh sensor. Peningkatan kelembaban
akan menghasilkan resistansi yang lebih rendah, sedangkan kekeringan akan
menghasilkan resistansi yang lebih tinggi.
Beberapa jenis sensor kelembaban tanah menggunakan teknologi
resistansi seperti sensor kelembaban tanah berbasis resistansi. Sensor ini
mengukur resistansi tanah antara dua elektroda dan menghasilkan output yang
berkorelasi dengan kelembaban tanah. Semakin tinggi output, semakin basah
tanahnya. Namun, perlu dicatat bahwa sensor resistansi tanah cenderung
terpengaruh oleh faktor-faktor lain seperti kandungan garam dalam tanah atau
keasaman (pH).
Selain itu, ada juga sensor kelembaban tanah berbasis kapasitansi. Sensor
ini mengukur perubahan kapasitansi antara elektroda yang terhubung ke tanah dan
referensi kapasitansi. Kelembaban tanah yang lebih tinggi akan menyebabkan
kapasitansi yang lebih tinggi dan sebaliknya. Sensor ini memiliki keunggulan
dalam mengukur kelembaban tanah pada berbagai jenis tanah dan lebih tahan
terhadap pengaruh garam atau pH.
Sensor kelembaban tanah umumnya terhubung ke mikrokontroler atau
sistem elektronik lainnya. Data yang diperoleh dari sensor dapat digunakan untuk
mengontrol sistem irigasi atau memberikan pemantauan secara real-time terhadap
kondisi tanah. Mikrokontroler dapat diprogram untuk memberikan peringatan jika
kelembaban tanah turun di bawah ambang batas tertentu atau mengaktifkan sistem
irigasi jika kelembaban tanah terlalu rendah.

7
Dalam pemilihan sensor kelembaban tanah, perlu diperhatikan
kompatibilitas dengan sistem yang digunakan, keandalan, presisi, dan kecocokan
untuk jenis tanah yang akan diukur. Selain itu, perlakuan yang tepat terhadap
sensor juga diperlukan untuk memastikan kinerjanya yang optimal, seperti
membersihkan elektroda secara teratur dan melindunginya dari kerusakan akibat
kelembapan berlebih atau kerusakan mekanis.
Sensor kelembaban tanah merupakan alat yang berguna dalam mengelola
irigasi dan pemeliharaan tanaman. Dengan informasi yang akurat tentang
kelembaban tanah, tanaman dapat diberi air secara efisien, menghindari over
watering atau under watering, dan membantu meningkatkan produktivitas dan
kesehatan tanaman.
C. Sensor Suhu DHT11
Sensor suhu DHT11 adalah sensor suhu dan kelembaban yang populer dan
banyak digunakan dalam proyek-proyek elektronika. Sensor ini sangat mudah
digunakan dan terjangkau secara finansial. DHT11 dapat mengukur suhu dalam
rentang -20°C hingga 50°C dengan presisi 1°C, dan kelembaban dalam rentang
20% hingga 90% dengan presisi 5%.
DHT11 menggunakan metode resistansi termistor untuk mengukur suhu.
Termistor adalah suatu jenis resistor yang resistansinya berubah sejalan dengan
perubahan suhu. Sensor ini juga dilengkapi dengan sensor kelembaban berbasis
resistansi yang mengukur kelembaban relatif dalam udara.
DHT11 memiliki tiga pin yang harus dihubungkan ke mikrokontroler atau
perangkat lainnya:
1. VCC: Pin ini digunakan untuk memberikan daya pada sensor. Biasanya
dihubungkan ke sumber tegangan 3,3V atau 5V.
2. Data: Pin ini digunakan untuk mentransfer data suhu dan kelembaban dari
sensor ke mikrokontroler. Komunikasi dengan sensor menggunakan
protokol satu kawat (single-wire protocol).
3. GND: Pin ini terhubung ke ground (tanah) untuk memberikan referensi
tegangan yang sama.
Untuk menggunakan sensor DHT11, langkah-langkah umum yang harus
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Hubungkan pin VCC pada DHT11 ke sumber tegangan yang sesuai (3,3V
atau 5V).

8
2. Hubungkan pin Data pada DHT11 ke pin I/O mikrokontroler yang
ditentukan.
3. Hubungkan pin GND pada DHT11 ke ground mikrokontroler.
4. Program mikrokontroler menggunakan bahasa pemrograman yang sesuai
(seperti Arduino) untuk membaca data dari sensor.
5. Menggunakan library atau kode program yang tepat, baca data suhu dan
kelembaban dari sensor.
6. Lakukan pemrosesan data yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan aplikasi.
Perlu diingat bahwa DHT11 memiliki batasan kinerja. Sensor ini memiliki
presisi yang lebih rendah dibandingkan dengan sensor suhu dan kelembaban yang
lebih mahal seperti DHT22 atau sensor-sensor lainnya. Selain itu, DHT11
memiliki waktu respons yang lambat, sehingga pengambilan data secara periodik
mungkin diperlukan untuk mendapatkan pembaruan suhu dan kelembaban yang
akurat.
Meskipun demikian, DHT11 tetap menjadi pilihan yang populer dalam
proyek-proyek elektronika yang sederhana dan membutuhkan pengukuran suhu
dan kelembaban yang relatif kasar namun terjangkau.
D. Mikrokontroler
Mikrokontroler adalah suatu perangkat terintegrasi yang menggabungkan
komponen mikroprosesor dengan memori, antarmuka input/output (I/O), dan
serangkaian fitur lainnya dalam satu chip kecil. Mikrokontroler dirancang khusus
untuk mengendalikan berbagai macam sistem elektronik dengan mengambil
input, memproses data, dan memberikan output.
Mikrokontroler biasanya digunakan dalam berbagai aplikasi elektronik,
termasuk sistem embedded (tersemat) seperti peralatan rumah tangga, sistem
otomotif, peralatan medis, peralatan industri, dan banyak lagi. Mereka digunakan
untuk mengontrol berbagai fungsi seperti pengaturan suhu, pengukuran,
pengendalian motor, komunikasi data, pengendalian tampilan, dan lain-lain.

Mikrokontroler memiliki arsitektur internal yang berbeda-beda, tetapi


umumnya terdiri dari unit pemrosesan pusat (CPU), memori program untuk
menyimpan kode instruksi, memori data untuk menyimpan variabel dan data, I/O
ports untuk berkomunikasi dengan perangkat eksternal, dan serangkaian
pengendali (peripheral controllers) yang terintegrasi seperti pengontrol timer,
pengontrol UART, pengontrol SPI, dan lain-lain.

9
Salah satu contoh mikrokontroler yang populer adalah keluarga Arduino
yang menggunakan mikrokontroler ATMega. Mikrokontroler ini memiliki
lingkungan pengembangan perangkat lunak yang mudah digunakan dan telah
mendapatkan popularitas dalam komunitas elektronika hobi.
Dalam pengembangan perangkat dengan mikrokontroler, pengguna dapat
menulis program menggunakan bahasa pemrograman khusus seperti C atau
bahasa tingkat tinggi lainnya. Program tersebut kemudian dapat diunggah ke
mikrokontroler dan dieksekusi untuk mengendalikan berbagai fungsi sesuai
dengan kebutuhan aplikasi yang diinginkan.
Mikrokontroler memiliki keunggulan dalam hal ukuran kecil, konsumsi
daya rendah, fleksibilitas dalam pemrograman, dan kemampuan untuk
berintegrasi dengan berbagai sensor dan perangkat eksternal. Ini membuatnya
sangat cocok untuk aplikasi dengan keterbatasan ukuran, daya, atau fungsi
tertentu.
Penggunaan mikrokontroler telah merambah ke berbagai bidang, mulai
dari teknologi rumah pintar (smart home) hingga sistem kendali industri.
Keberadaan mikrokontroler telah memungkinkan pengembangan dan inovasi
dalam banyak aspek kehidupan sehari-hari [3].

F. METODOLOGI
A. Metodologi penelitian

Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode Eksperimental yang


menggunakan penggabungan hasil survey, wawancara, observasi dalam
pengumpulan data.

B. Metode Pengembangan Sistem


Pengembangan sistem penyiraman otomatis melibatkan beberapa metodologi
yang dapat membantu dalam merancang, mengembangkan, dan
mengimplementasikan sistem tersebut. Berikut ini beberapa metodologi yang
umum digunakan dalam pengembangan sistem penyiraman otomatis:

1. Analisis Kebutuhan: Langkah pertama dalam pengembangan sistem


penyiraman otomatis adalah menganalisis kebutuhan pengguna.
Identifikasi dan pahami kebutuhan pengguna sistem tersebut, termasuk
preferensi penyiraman, jenis tanaman yang akan disiram, jadwal
penyiraman, dan lain-lain.

2. Perancangan Sistem: Setelah kebutuhan pengguna dipahami, langkah


berikutnya adalah merancang sistem penyiraman otomatis. Ini melibatkan
merencanakan arsitektur sistem, pemilihan perangkat keras (misalnya

10
sensor, aktuator, dan kontroler), dan perancangan antarmuka pengguna jika
diperlukan.

3. Pengembangan sistem penyiraman otomatis melibatkan beberapa


metodologi yang dapat membantu dalam merancang, mengembangkan,
dan mengimplementasikan sistem tersebut. Berikut ini beberapa
metodologi yang umum digunakan dalam pengembangan sistem
penyiraman otomatis:

4. Analisis Kebutuhan: Langkah pertama dalam pengembangan sistem


penyiraman otomatis adalah menganalisis kebutuhan pengguna.
Identifikasi dan pahami kebutuhan pengguna sistem tersebut, termasuk
preferensi penyiraman, jenis tanaman yang akan disiram, jadwal
penyiraman, dan lain-lain.

5. Perancangan Sistem: Setelah kebutuhan pengguna dipahami, langkah


berikutnya adalah merancang sistem penyiraman otomatis. Ini melibatkan
merencanakan arsitektur sistem, pemilihan perangkat keras (misalnya
sensor, aktuator, dan kontroler), dan perancangan antarmuka pengguna jika
diperlukan.

Penting untuk dicatat bahwa metodologi pengembangan sistem


penyiraman otomatis dapat bervariasi tergantung pada kompleksitas dan
lingkup proyek. Anda dapat menyesuaikan langkah-langkah di atas sesuai
dengan kebutuhan dan persyaratan proyek.

G. JADWAL KEGIATAN

1. Analisis Kebutuhan (1-2 hari):

 Menganalisis kebutuhan pengguna dan memahami preferensi


penyiraman, jenis tanaman yang akan disiram, dan jadwal penyiraman
yang diinginkan.

 Melakukan survei lokasi untuk mengidentifikasi kondisi tanah, iklim, dan


infrastruktur yang relevan.

2. Perancangan Sistem (2-3 hari):

 Merancang arsitektur sistem penyiraman otomatis, termasuk pemilihan


sensor, aktuator, dan kontroler yang sesuai.

 Menentukan kebutuhan perangkat keras dan perangkat lunak yang


diperlukan.

 Merancang antarmuka pengguna jika diperlukan.

11
3. Pengembangan Perangkat Lunak (5-7 hari):

 Mengembangkan perangkat lunak untuk mengendalikan sistem


penyiraman otomatis, termasuk logika kontrol dan pengolahan data
sensor.

 Mengimplementasikan algoritma pengambilan keputusan untuk jadwal


penyiraman berdasarkan kondisi tanah dan preferensi pengguna.

 Mengujicoba dan memperbaiki perangkat lunak sesuai kebutuhan.

4. Analisis Kebutuhan (1-2 hari):

 Menganalisis kebutuhan pengguna dan memahami preferensi


penyiraman, jenis tanaman yang akan disiram, dan jadwal penyiraman
yang diinginkan.

 Melakukan survei lokasi untuk mengidentifikasi kondisi tanah, iklim, dan


infrastruktur yang relevan.

5. Perancangan Sistem (2-3 hari):

 Merancang arsitektur sistem penyiraman otomatis, termasuk pemilihan


sensor, aktuator, dan kontroler yang sesuai.

 Menentukan kebutuhan perangkat keras dan perangkat lunak yang


diperlukan.

 Merancang antarmuka pengguna jika diperlukan.

6. Pengembangan Perangkat Lunak (5-7 hari):

 Mengembangkan perangkat lunak untuk mengendalikan sistem


penyiraman otomatis, termasuk logika kontrol dan pengolahan data
sensor.

 Mengimplementasikan algoritma pengambilan keputusan untuk jadwal


penyiraman berdasarkan kondisi tanah dan preferensi pengguna.

 Mengujicoba dan memperbaiki perangkat lunak sesuai kebutuhan.

Perlu diingat bahwa durasi waktu di atas hanya perkiraan dan dapat
bervariasi tergantung pada kompleksitas dan ukuran proyek. Pastikan untuk
melakukan penyesuaian jadwal kegiatan sesuai dengan kebutuhan proyek dan
sumber daya yang tersedia.

12
Daftar Pustaka
[1] N. Latif, “Penyiraman Tanaman Otomatis Menggunakan Sensor Soil Moisture dan
Sensor Suhu,” J. Ilm. Ilmu Komput., vol. 7, no. 1, pp. 16–20, 2021, doi:
10.35329/jiik.v7i1.180.

[2] H. Putra, P. Dewi, I. Hadi, P. Sudjani, and S. Telekomunikasi, “Prototype


Penyiraman Otomatis Berbasis IOT untuk Multi Zona Tanaman Hias,” J. Sist.
Cerdas, vol. 05, no. 01, pp. 1–11, 2022.

[3] R. Hermawan and G. Gilang, “SISTEM PENYIRAMAN TANAMAN HIAS


OTOMATIS DENGAN METODE C4.5 BERBASIS IOT (Internet of Things),” J.
Teknol. dan Komun. STMIK Subang, vol. 14, no. 1, pp. 1–15, 2021, doi:
10.47561/a.v14i1.200.

13

Anda mungkin juga menyukai