Anda di halaman 1dari 109

AGT-3

LAPORAN HIDROPONIK

Oleh:

Suriyani
E 281 20 207

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2023
SISTEM PENGENDALIAN KADAR PH DAN PENYIRAMAN TANAMAN

HIDROPONIK MODEL WICK SYSTEM

Abstrak

Hidroponik merupakan cara bercocok tanam menggunakan media air dengan

parameter tertentu. Kadar pH dan kuantitas air adalah parameter penting yang

perlu diperhatikan, sebab pH yang stabil dan air yang cukup akan membuat

pertumbuhan dan kualitas tanaman baik. Petani di dusun Cisarua, Natar

melakukan proses penyiraman dan pengendalian pH air tanaman sawi (pakcoy)

hidroponik model wick system (sumbu sebagai media akar) secara manual,

menggunakan alat ukur pH A009 dengan rentang nilai pH 6.3 – 6.8. Petani harus

mengawasi tanaman dengan rutin seperti menambah cairan pH Up saat pH air

turun, dan cairan pH Down ketika pH tanaman terlalu tinggi, serta menambah air

pada tandon. Teknologi Internet of Things (IoT) dapat membantu sistem

pengendalian dan penyiraman tanaman hidroponik model wick system, sehingga

petani mudah untuk memonitoring pH dan tinggi air dari jarak jauh. Metode

Rapid Application Development (RAD) yang memiliki fase Requirement

Planning, User Design, Construction, dan Cutover digunakan sebagai metode

pembuatan sistem pengendali kadar pH dan menghasilkan sebuah sistem yang

dapat meningkatkan kualitas bobot tanaman 10 gram atau 12,5% lebih baik

dibandingkan pertumbuhan tanaman yang dikendalikan secara manual.

PENDAHULUAN
PH air adalah salah satu parameter penting dalam pertumbuhan tanaman

hidroponik. Ketika pH air pada tanaman hidroponik tidak stabil maka,

pertumbuhan tanaman akan memburuk dan kualitas tanaman menjadi tidak sesuai,

seperti tanaman kerdil dan jumlah daun yang sedikit. Wick system (sistem sumbu)

adalah salah satu model penanaman hidroponik yang mudah dan banyak digemari

para petani hidroponik, [1]. Mereka memantau dan mengendalikan pH pada air

tanaman secara manual menggunakan alat ukur, dimana ketika pH air pada

tanaman mengalami penurunan maka akan dibutuhkan cairan peningkat pH (pH

Up) dan sebaliknya, ketika pH air ada tanaman hidroponik terlalu tinggi maka

akan dibutuhkan cairan penurun pH (pH Down). Tanaman hidroponik yang

dikembangkan petani di Dusun Cisarua, Desa Muara Putih, Natar adalah salah

satu tempat budidaya tanaman hidroponik yang mengembangkan model wick

system, dimana masa panen tanaman pakcoy berkisar 30 hari dengan berat

tanaman yang dipanen 70 – 90 gram per tanaman. Tanaman dirawat dan

diperhatikan kadar asamnya dengan tidak berkala dan mendapatkan perlakuan

penetralan kadar keasaman yang berkisar 6,3 – 6,8. Pengendalian pH yang

terkandung pada air nutrisi dilakukan dengan cara manual yaitu mengukur dengan

alat pH meter. Alat ukur pH A009 yang digunakan para petani berisikan sensor pH

dan layar mini LCD untuk memonitoring tingkat pH. Sensor pH adalah sensor

yang dapat mengukur besaran pH dari 0-14.

Pengukuran menggunakan alat ukur ini dirasa kurang efektif, karena

petani harus berada ditempat atau di ladang tanaman. IoT adalah salah satu

teknologi komunikasi yang berkembang dan dirasa tepat untuk mempermudah


proses monitoring dan pengendalian dimana perangkat terhubung secara internet

dan saling bertukar informasi satu sama lain.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Requirement Planning

Pada tahapan planning/perancangan ini dilakukan penentuan fitur yang akan

dibangun, dimana pengembang system berinteraksi langsung dengan pengguna

untuk memtukan fitur yang akan dibangun, sehingga didapat hasil survey dan

wawancara bahwa pengendalian tingkat keasaman dilakukan 1 – 3 kali dalam satu

minggu dengan menggunakan alat pendeteksi tingkat keasaman ATC pH meter

PH-009. Selain pengendalian tingkat keasaman terdapat pula parameter lain yaitu

penambahan air pada tandon atau penyiraman tanaman hidroponik. Objek

tanaman adalah sawi (pakcoy) dengan menggunakan instalasi wick system dan

aksi ini dapat dimonitoring melalui web.

3.2. User Design

Pada tahap ini dilakukan design pengguna, dimana arsitektur yang akan dibangun

dibahas oleh pengembang system dan pengguna. Aktifitas yang dilakukan terdiri

dari pembuatan usecase diagram dapat dilihat pada gambar 7 yaitu suatu pola atau

gambaran yang menunjukan kelakukan atau kebiasaan system, [14]. Aktifitas

selanjutnya adalah pembuatan mock up sistem hardware dan software.

UML adalah sebuah bahasa pemodelan untuk membangun sistem software

yang berorientasi objek. Pemodelannya sederhana dan sebagai alat untuk

merepresentasikan hasil analisa dan rancangan dalam memodelkan sistem, [15].


Alur informasi dibangun bersama antara pengembang dan pemakai sistem

informasi, dan pemakai memahami dan menyetujui alur informasi yang dibuat.

Sebelum semua ini disetujui pemakai meminta agar cost pada alat dibuat lebih

efisien. Dimana pada alat menggunakan 3 relay satu channel untuk 3 selenoid

berubah menjadi 1 relay dengan 2 channel untuk 2 selenoidnya dan 1 relay untuk

1 selenoid lainnya.

Tanaman akan diukur tingkat keasaman serta tinggi airnya kemudain data

akan diterima oleh mikrokontroler dan akan mendapatkan aksi apabilia memenuhi

parameter.

3.3. Construction

Pada tahap ini, dilakukan pembangunan atau pembuatan system sesuai dengan

fitur system dan desin yang telah disepakati antara pengembang dan pengguna

serta pengujian setiap komponen keras maupun lunak. Jika ada perubahan maka

iterasi akan terus dilakukan demi system yang lebih baik. Ketika sudah tidak ada

perubahan maka iterasi pada tahapan ini dihentikan dan akan lanjut ke tahapan

berikutnya.

a. Pembangunan Hardware

Sensor yang digunakan sebanyak dua unit yaitu sensor pH dan sensor Ultrasonik.

Pada perencanaan awal dimana sensor pH diletakkan di dalam tandon namun,

demi menjaga sensor dari kerusakan yang terjadi akibat masukknya air dilakukan

peletakkan sensor diatas bak tandon.

b. Pengembangan Software
Pembangunan software berupa web monitoring dilakukan dengan web platform

yaitu thinger.io. Pada platform ini dikajukan proses kustomisasi web yang akan

dimunculkan ketika pengguna mengakses melalui url. Tampilan yang dipilih pada

monitoring ini berupa pengukuran menggunakan grafik dan text angka selama 5

menit sekali dalam penyimpanan. Memasukkan username serta id pada coding

Arduino akan menampilan data sensor yang ditampilkan pada web monitoring.

3.4. Cutover

Tahap terakhir dilakukan ketika semua komponen sudah diuji, dan saatnya

implementasi sistem diobjekan pada hidroponik wick system dengan tanaman

pakcoy. Kemudian setelah implementasi dibandingkan data perbedaan

digunakannya sistem pada objek dengan tidak menggunakan sistem. Setelah

semua selesai, maka sosialisasi sistem secara keseluruhan terhadap pengguna

adalah tahapan yang tidak boleh tertinggal. Implementasi dilakukan dengan

meggunakan mini set hidroponik wick system. Tanaman yang dikendalikan

tingkat keasamannya sebanyak 3 kali dalam 1 minggu memiliki bobot 70 gram

pada hari ke 28.

Tahapan akhir dari perancangan dan pembuatan sistem pengendalian

tingkat keasaman ini adalah dengan mensosialisaikan sistem terhadap user atau

pengguna. Setelah diberi penjelasan mengenai sistem yang dibuat user atau

pengelola tanaman hidroponik dimana pada kasus ini diberikan kepada petani.

Sistem ini dinyatakan bermanfaat untuk pengelolaan tanaman hidroponiknya

terlebih yang semakin berkembang dalam kualitas dan kuantitas tanaman.

KESIMPULAN
Sistem Pengendalian Kadar pH dan penyiraman otomatis yang dibangun pada

tanaman sawi (pakcoy) hidroponik model wick system adalah dimana

pengendalian tingkat keasaman berpengaruh teradap kualitas tanaman hidroponik.

Pengaruh dari penggunaan sistem ini dapat meningkatkan bobot tanaman berkisar

10 gram per tanaman yang memliki presentasi lebih kurang 12,5%.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Lingga P. 1999. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya.

Jakarta. 99 Hal. [2] Baiti Nur. 2017. Pendeteksi Ph Air Menggunakan Sensor Ph

Meter V1.1 Berbasis Arduino Nano. [3] Onny, “Prinsip Kerja Ph Meter,” Online.

Available: Artikel-Teknologi.Com/PrinsipKerja-Ph-Meter/. Diakses : Desember

2017 [4] Nadya Sofia, 2016, Pemanfaatan Sensor Ultrasonik Dalam Pengukuran

Debit Air Pada Saluran Irigasi Berbasis Mikrokontroler Atmega8535

Menggunakan Media Penyimpanan Sd Card. [5] Alexander, Daniel. 2015.

Pengembangan Sistem Relay Pengendalian Dan Penghematan Pemakaian Lampu

Berbasis Mobile. [6] Nodemcu.Com Official Source (Juli 2019) [7] Thinger.Io

Official Source (Agustus 2019) [8] Whitten And L. D. Bentley, System Analysis

And Design Methods, New York: Mcgraw-Hill, 2004.) [9]Al-Qalit Fardian, Aulia

Rahman. 2017. “Rancang Bangun Prototipe Pemantauan Kadar Ph Dan Kontrol

Suhu Serta Pemberian Pakan Otomatis Pada Budidaya Ikan Lele Sangkuriang

Berbasis Iot”. Aceh [10] Ika. 2014. “Pengendalian Kadar Keasaman (Ph) Pada

Sistem Hidroponik Stroberi Menggunakan Kontroler Pid Berbasis Arduino Uno”

[11] Novitiyono Wisnu, Hadita Rizki Alandani Muhaqiqin.2017.“ Pengaturan

Cahaya Untuk Metode Tanam Hidroponik Menggunakan Perangkat Android Dan


Arduino” [12] Ryan Viktorianus J, Triyao D, Brianorman Yulrio 2014. “Prototype

Alat Penyemprot Air Otomatis Pada Kebuk Pembibitan Sawit Berbasis Sensor

Kelembaban Dan Mikrokontroller Atmga8” [13] Nugroho. 2005. Perancangan

Sistem Informasi Simpan Pinjam Dengan Menggunakan Metode Rapid

Application Development” [14] Munawar, Pemodelan Visual Dengan

Uml.Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005 [15] Hendri, Analysis And Design System

With Unfied Modeling Language (Uml). Tangerang: Stmik Raharja, 2007

Sistem Nutrisi Tanaman Hidroponik Berbasis Internet Of Things Menggunakan

NodeMCU ESP8266

Abstrak Perkembangan teknologi pertanian pada dekade terakhir berkembang

begitu pesat seiring dengan makin banyaknya jumlah penduduk dan lahan

pertanian semakin berkurang. Sehingga teknologi semakin banyak dimanfaatkan

dalam bercocok tanam. Pada daerah perkotaan di Indonesia, lahan pertanian untuk

bercocok tanam sudah mulai berkurang. Permasalahan tersebut dapat diatasi

dengan metode bercocok tanam dengan metode hidroponik. Akan tetapi

permasalahan lain yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di daerah

perkotaan yaitu sebagian besar memiliki kegiatan yang cukup padat, sehingga

tidak dapat setiap waktu memperhatikan tanaman hidroponik seperti memberikan

nutrisi kepada tanaman tersebut. Teknologi yang sesuai dengan permasalahan

tersebut yaitu sistem nutrisi tanaman yang dapat memberikan nutrisi tanaman

secara otomatis dan dapat dipantau dengan menggunakan konsep IOT (Internet of
Things). Sensor yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sensor PH MPS340

dan sensor suhu DS18B20 yang berfungsi untuk mengetahui PH dan suhu air

yang digunakan pada tanaman hidroponik. Sistem kendali utama menggunakan

Node MCU yang terintegrasi dengan modul WiFi ESP8266 untuk terhubung ke

jaringan internet. Aktuator yang digunakan yaitu selenoid valve. Hasil yang

dicapai setelah penelitian ini dilakukan yaitu sebuah sistem pemberian nutrisi

pada tanaman hidroponik yang mempermudah masyarakat perkotaan ketika ingin

bercocok tanam dengan waktu yang padat agar dapat meningkatkan keberhasilan

panen dan kualitas tanaman hidroponik

PENDAHULUAN

Pada saat sekarang ini, lahan pertanian pada daerah perkotaan di Indonesia sudah

semakin berkurang. Hal tersebut disebabkan lahan pertanian di konversi menjadi

lahan industri dan menjadi lahan permukiman karena faktor ekonomi dan sosial,

pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, dan keterbatasan lahan. Dengan

ini, metode hidroponik merupakan solusi dalam mengatasi berkurangnya lahan

pertanian dengan menggunakan tempat yang tidak digunakan atau kosong pada

daerah perkotaan, seperti atap rumah, dinding bangunan, teras dan balkon.

Penduduk pada daerah perkotaan yang ingin melakukan teknik hidroponik

memiliki permasalahan. Penduduk pada daerah perkotaan relatif memiliki

kegiatan yang padat, sehingga tidak memiliki waktu untuk setiap saat memantau

perkembangan tanaman hidroponik. Hal ini menyebabkan tidak sedikit penduduk

perkotaan gagal ketika ingin melakukannya.


Dengan permasalahan tersebut teknik hidroponik dapat digabungkan

dengan teknologi Internet of Things (IoT). IoT merupakan sensor atau gabungan

beberapa sensor, komputasi dan perangkat digital yang saling terhubung satu sama

lain dan berkomunikasi[2]. Perangkat keras yang digunakan untuk pemantauan

tanaman hidroponik bernama NodeMCU. NodeMCU merupakan perangkat keras

yang dikembangkan untuk membantu produk IoT. NodeMCU merupakan

perkembangan dari perangkat keras Arduino. Perangkat keras NodeMCU

memiliki modul Wi-Fi yang telah tertanam langsung pada papan sikruit, sehingga

dapat terkoneksi dengan Wi-Fi tanpa harus menambah perangkat tambahan modul

Wi-Fi[3]. Setelah didapatkan data dari sensor ke NodeMCU, data tersebut akan di

kirim ke Hosting dan akan di tampilkan dalam antarmuka Web. Teknologi Hosting

adalah jasa layanan internet yang menyediakan sumber daya server - server untuk

disewakan sehingga memungkinkan organisasi atau individu menempatkan

informasi di internet. Dapat dikatakan bahwa Hosting adalah tempat yang

digunakan untuk menyimpan data (seperti website atau email) yang dimiliki

alamat domain tertentu yang dapat diakses melalui internet[4]. Alasan dipilih

menggunakan Hosting, agar dapat diakses dari mana saja, kapan saja, dan

perangkat apa saja yang terhubung dengan internet.

Teknik hidroponik yang dipadukan dengan IoT diharapkan mampu

mengurangi risiko kegagalan ketika bercocok tanam dan mempermudah untuk

memantau perkembangan pertumbuhan tanaman sehingga sangat mudah

dilakukan oleh orang yang memiliki jadwal yang padat seperti penduduk

perkotaan. Pada penelitian ini, pemantauan pertumbuhan tanaman hidroponik


menggunakan beberapa sensor yaitu sensor PH (Power of Hydrogen) dan sensor

suhu. Sensor PH digunakan untuk mengukur kadar keasaman air yang dibutuhkan

oleh tumbuhan hidroponik. Sedangkan sensor suhu digunakan untuk memantau

keadaan suhu di lingkungan tempat dilakukannya cocok tanam tanaman

hidroponik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Desain sistem yang telah diimplementasikan maka akan dilakukan beberapa

pengujian agar mengetahui sistem bekerja sesuai dengan rancangan awal. Setelah

dilakukan pengujian, akan dibahas secara keseluruhan dari sistem yang telah

dibuat.

Berdasarkan laporan yang dilihat pada aplikasi ArduinoIDE melalui fitur

monitor dari NodeMCU, data-data dari sensor PH dan sensor suhu dibaca terlebih

dahulu, setelah itu memperhatikan URL dari hosting tersebut dapat diakses apa

tidak dan jika berhasil nilai dari masing-masing sensor suhu dan sensor PH

dikirimkan dengan cara menambahkan parameter setelah URL dari hosting

tersebut. Pengiriman data tersebut dilakukan secara bergantian, dengan sensor PH

dikirimkan terlebih dahulu, setelah itu nilai dari sensor suhu dikirimkan. Akan ada

pemberitahuan bahwa data berhasil dikirimkan ke database hosting.

Grafik dari data yang telah dimasukkan kedalam tabel sensor PH pada

database hosting. Data pada tabel database pada hosting merupakan data dummy

atau data palsu. Hal ini dilakukan hanya untuk mencoba tampilan grafik pada sub-

menu dari menu “PH SENSOR” berfungsi atau tidak dan cara mengaksesnya

dengan melakukan klik pada menu “PH Sensor” setelah itu klik sub-menu
“Graphic Chart”. Dapat dilihat pada gambar tersebut bahwa sub-menu tampilan

grafik dapat berfungsi. Submenu ini telah dilengkapi dengan fitur pemilihan

tanggal dan waktu sehingga memudahkan dalam melihat laporan per-hari

Sub-menu “Graphic Chart” yang berfungsi untuk menampilkan data dalam

bentuk grafik pada menu “TEMPERATURE SENSOR” juga memiliki tampilan

yang sama dengan sub-menu “Graphic Chart” pada menu ”PH Sensor” dan yang

membedakannya, yaitu isi dari data nilai sensor, serta cara mengaksesnya dengan

melakukan klik pada menu “TEMPERATURE SENSOR” setelah itu klik sub-

menu “Graphic Chart”. Hal ini terjadi karena nilai dari data tersebut diambil dari

tabel yang berbeda pada database hosting. Data tersebut diambil dari tabel suhu

yang di mana tempat menyimpan nilai dari sensor suhu yang telah diterima dan

disimpan dari perangkat NodeMCU.

Pada sub-menu yang terakhir yaitu “Data Details” pada menu

“TEMPERATURE SENSOR”. Tampilan sub-menu “Data Details” dapat dilihat

pada Gambar 20. Hal yang sama juga seperti yang dibahas sebelumnya, sub-menu

“Data Details” pada menu “PH SENSOR”, akan tetapi perbedaannya dengan sub-

menu “Data Details” pada menu “TEMPERATURE SENSOR” menampilkan nilai

data pada sensor suhu dalam bentuk tabel yang diambil dari tabel sensor suhu

pada database hosting. selanjutnya yaitu menu “Temperature Sensor” dan cara

untuk mengaksesnya dengan melakukan klik pada menu “Temperature Sensor”,

setelah itu klik sub menu “Data Details”.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari sistem nutrisi tanaman hidroponik yang telah dilakukan,

maka dapat diperoleh kesimpulan yaitu sistem nutrisi tanaman hidroponik telah

berhasil dibangun dengan integrasi sensor PH dan sensor suhu. Hal ini dibuktikan

dengan pengujian rangkaian elektronika nutrisi tanaman hidroponik yang

mencapai kesuksesan hingga 100%. Sistem nutrisi tanaman hidroponik ini

berhasil memantau dan memberikan nutrisi (mengatur tingkat kadar PH) secara

otomatis. Sistem nutrisi tanaman hidroponik ini berhasil memantau suhu air

sebagai media tanam dari tanaman hidroponik secara realtime.

REFERENSI

[1] P. N. Crisnapati, I. N. K. Wardana, I. K. A. A. Aryanto, and A. Hermawan,

“Hommons: Hydroponic management and monitoring system for an IOT based

NFT farm using web technology,” 2017 5th Int. Conf. Cyber IT Serv. Manag.

CITSM 2017, 2017. [2] A. K. Gupta and R. Johari, “IOT based Electrical Device

Surveillance and Control System,” 2019 4th Int. Conf. Internet Things Smart

Innov. Usages, pp. 1–5, 2019. [3] L. K. P. Saputra and Y. Lukito, “Implementation

of air conditioning control system using REST protocol based on

NodeMCU ESP8266,” Proceeding 2017 Int. Conf. Smart Cities, Autom. Intell.

Comput. Syst. ICON-SONICS 2017, vol. 2018-Janua, pp. 126–130, 2018. [4] P.

Sihombing, N. A. Karina, J. T. Tarigan, and M. I. Syarif, “Automated hydroponics

nutrition plants systems using arduino uno microcontroller based on android,” J.

Phys. Conf. Ser., vol. 978, no. 1, 2018. [5] L. Bruno, “済無 No Title No Title,” J.

Chem. Inf. Model., vol. 53, no. 9, pp. 1689–1699, 2019. [6] I. Syamsu Roidah

Fakultas Pertanian Ida, “Pemanfaatan Lahan Dengan Menggunakan Sistem


Hidroponik,” J. Univ. Tulungagung BONOROWO Tahun, vol. 1, no. 2, pp. 43–

50, 2015. [7] Erwan Eko Prasetiyo, “Aplikasi internet of things (IoT) untuk

pemantauan dan pengendalian beban listrik di ruangan,” J. Tek. STTKD, vol. 4,

no. 2, pp. 28–39, 2017. [8] A. B. Santoso, “Pembuatan otomasi pengaturan kereta

api, pengeraman, dan palang pintu pada rel kereta api mainan berbasis

mikrokontroler,” J. FEMA, vol. 1, pp. 16–23, 2015. [9] S. Kasus, K. Kunci, S.

Udara, S. U. Sistem, and M.- Fuzzy, “Alat kendali sirkulasi udara di ruangan kerja

sub bagian perlengkapan menggunakan WIFI berbasis web interfaces,” vol. 5, no.

2, 2018. [10] D. S. dan W. S. Harun Al Rasyid, “Analisis Perilaku Konsumen

Dalam Pembelian Kopi Luak,” J. Kelitbangan, vol. 03, no. 03, pp. 212–225, 2015.

Membangun Lingkungan Hidup Melalui Tanaman Hidroponik di SMP Eppata 2

Batu Aji

Abstrak

Dalam dunia pendidikan, sekolah tidak cukup hanya memperhatikan tentang hasil

akademik dari siswasiswi saja, melainkan guru dan pihak sekolah perlu dapat

menumbuhkan rasa peduli siswa-siswi terhadap lingkungannya. Menyadari hal

tersebut penting dan merupakan tanggungjawab bersama untuk menjaga

lingkungan, maka tim Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) Sekolah Tinggi

Teologi Real Batam, Program Sarjana Pendidikan Agama Kristen bermaksud

untuk melakukan pelatihan tanaman hidroponik di SMP Eppata II Batu Aji.


Dengan tujuan memberikan kesadaran kepada siswa-siswi dan guru di SMP

Eppata II mengenai cara melestarikan lingkungan hidup. Adapun manfaat dari

kegiatan PkM ini adalah sebagai bekal bagi siswa-siswi dan guru untuk dapat

membangun lingkungan hidup di sekitar pekarangan sekolah. Hasil yang

diperoleh dalam kegiatan PkM ini dapat menjadi sarana untuk melatih

keterampilan dan rasa kepedulian siswa-siswi dan guru terhadap lingkungan agar

tetap hijau dan nyaman untuk di tempati.

PENDAHULUAN

Hidroponik adalah sarana untuk meningkatkan kemampuan untuk melatih

keterampilan siswa dalam mengembangkan pertanian sekaligus meningkatkan

pelestarian lingkungan (Silalahi, 2019)(Gulo et al., 2022). Dalam hal ini,

penerapan tanaman hidroponik dapat menambah pengetahuan dan keahlian guru

dan siswa dalam bercocok tanam melalui media hidroponik. (Wakanno et al.,

2020) mengatakan melalui kegiatan tersebut akan memberikan dampak positif

karena melalui pelatihan tanaman hidroponik, guru dan siswa dapat mengetahui

cara mudah dalam bercocok tanam sebab model tanaman ini mudah untuk

diterapkan baik di kota maupun di desa dengan lahan yang luas maupun sempit.

Adapun beberapa hal yang akan diajarkan dalam pelatihan penerapan

tanaman hidroponik (Siregar & Novita, 2021) yakni: Pertama, cara pemilihan

benih tanaman hidroponik. Kedua, jenis-jenis tanaman yang dapat ditanam secara

hidroponik. Ketiga, cara meningkatkan ilmu pengetahuan dan penguasaan

teknologi hidroponik bagi guru dan siswa. Keempat, cara mengelola tanaman

hidroponik. Lebih lanjut, hal-hal yang akan dipelajari oleh siswa dan guru (Ema,
2020), yakni: Pertama, sosialisasi tentang pemilihan benih tanaman hidroponik.

Kedua, sosialisasi tentang pemilihan jenis-jenis tanaman yang dapat ditanam

secara hidroponik. Ketiga, sosialisasi tentang cara meningkatkan ilmu

pengetahuan dan penguasaan tanaman hidroponik. Keempat, pelatihan mengelola

tanaman hidroponik.

Oleh sebab itu, tujuan dari kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM)

yang dilaksanakan oleh program sarjana, program studi Pendidikan Agama

Kristen, STT Real Batam adalah memberi pemahaman kepada guru dan siswa

bahwa budidaya hidroponik adalah salah satu hal yang dapat diterapkan sebagai

wujud kecintaan untuk menjaga lingkungan. Artinya bahwa, kegiatan ini akan

memberikan pemahaman baru bagi seluruh siswa dan guru di SMP Eppata 2 Batu

Aji.

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

Dalam kegiatan PkM ini ada beberapa target komponen kegiatan, sebagai berikut:

memberi pemahanam tentang pemilihan benih tanaman hidroponik, memberi

pemahaman tentang pemilihan jenisjenis tanaman yang dapat ditanam secara

hidroponik, peningkatan ilmu pengetahuan dan penguasaan tanaman hidroponik,

pelatihan mengelola tanaman hidroponik, kemampuan peserta dalam pemahaman

materi. Peserta yang hadir dalam kegiatan PkM adalah 15-18 orang siswa SMP

Eppata II serta diikuti oleh guru sebanyak 6 orang.

Jika dilihat dari kehadiran, diskusi, tanya jawab, dan test yang diikuti

peserta, mereka sangat antusias untuk mengikuti pelatihan tanaman hidroponik

sebagai wujud kecintaan terhadap lingkungan hidup, sehingga dapat disimpulkan


bahwa tujuan kegiatan ini telah tercapai. Ketercapaian target materi pada kegiatan

PkM ini sangat baik, karena melalui kegiatan ini memberikan bekal yang

bermanfaat baik bagi siswa maupun guru.

Evaluasi dilakukan dengan test yang diberikan melalui angket yang diolah

terkait materi serta dibagikan kepada seluruh peserta yang ikut. Test tersebut

memuat pertanyaan dari materi pembelajaran yang telah dijelaskan. Hal ini

dilakukan untuk mengetahui keberhasilan program PkM yang telah dilaksanakan

(Manurung et al., 2021) (Tafonao et al., 2022). Dari hasil test yang diberikan

kepada para peserta, dari 20 orang yang mengisi angket, ada sebanyak 70%

peserta yang menjawab dengan sangat baik. Sebanyak 15% peserta menjawab

dengan baik, dan sebanyak 15% peserta menjawab dengan cukup baik.

PEMBAHASAN

Alat dan Bahan Tanaman Hidroponik Hal yang disampaikan pada sesi ini

adalah bagaimana peserta dapat mengetahui cara bercocok tanam dengan metode

Tanaman Hidroponik. Menjelaskan bahwa tanaman hidroponik adalah tanaman

yang menggunakan air sebagai media tanamnya. Hidroponik adalah model yang

mudah untuk dibuat di SMP Eppata II. Untuk menambah sarana pengembangan

peduli lingkungan dan membuat lingkungan sekolah menjadi hijau dan menarik.

Bahkan melalui kegiatan ini diharapkan kedepannya peserta yang mengikuti dapat

menjadikan ilmu tersebut menjadi bekal dalam berwirausaha.

Kemudian, tim PkM mulai memperkenalkan alat dan bahan, proses

penyemaian, pengaplikasian serta kelebihannya. Pada saat melakukan kegiatan,

tim menunjukkan alat dan bahan satu persatu agar peserta dapat mengetahui
bahan-bahan terkait untuk digunakan, seperti: bibit sayuran, vitamin AB, alat

pengukur air, rockwoll untuk bibit, pipa untuk tempat tanaman, gelas wadah bibit,

penjepit biji tanaman, mata gergaji besi untuk memotong rockwoll, semptoran air

dan lain-lain. Setelah selesai menjelaskan, tim PkM memanggil 3 orang

perwakilan dari peserta untuk menjawab pertanyaan terkait dengan materi yang

sudah disampaikan.

Ryan siswa kelas IX dapat menyebutkan kembali nama-nama alat dan

bahan yang akan digunakan untuk tanaman hidroponik. Kemudian, Arinda siswi

kelas VIII dapat menjelaskan tanaman hidroponik merupakan tanaman yang

menggunakan air sebagai media tanamnya dan tidak membutuhkan tempat yang

luas untuk pengaplikasiannya. Dilanjutkan oleh viktor siswa VII bahwa dia baru

mengetahui bahwa bisa menanam sayuran dengan media air, karena selama ini

yang diketahuinya hanya menggunakan media tanah saja.

Penyemaian Bibit dan Pembuatan Pipa Hidroponik

Setelah selesai menjelaskan tentang tanaman hidroponik, masuk ke sesi

penyemaian bibit. Tanaman yang akan ditanam dalam media air adalah biji yang

sudah disemaikan dan sudah mengeluarkan tunas. Caranya adalah potong-potong

rockwool menjadi bagian kecil berbentuk empat persegi lalu letakkan biji di atas

rockwool yang sudah dilembabkan kemudian menyimpannya di wadah dan

ditutup dengan plastik hitam dengan rapat (beri sedikit ruang udara). Untuk

penyemaian membutuhkan waktu 4-5 hari agar bisa diaplikasikan pada media

tanam. Pada proses penyemaian tim PkM melibatkan siswa untuk belajar cara

menyemai yang benar.


Di saat yang bersamaan juga, para siswa juga diajak untuk bekerjasama

dengan tim Pkm untuk penyemaian bibit dan merakit pipa untuk wadah tanaman

yang akan ditanam dengan media hidroponik. Pipa terssebut dilubangi berjarak 10

cm antar lubang, dengan diameter lubang 2,5 cm sesuai dengan ukuran netpot.

Pipa diatur dan disambung secara baik agar air dapat mengalir dengan lancar.

Pengaplikasian Tanaman Hidroponik

Pada sesi ini masuk tahap pengaplikasian tanaman, tim PkM memberikan

praktik bagaimana proses penanaman media hidroponik. Berikut urutan kegiatan:

Pertama, meracik air dengan nutrisi AB, awalnya tim PkM bersama beberapa

siswa menyiapkan air yang akan dicampur dengan nutrisi AB. Karna ini yang

akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh tanaman

sampai panen. Campurkan air dengan nutrisi AB sampai kandungan ph nya

mencapai 500 jika diukur menggunakan Ph meter. Dalam minggu pertama kadar

air harus tetap dalam posisi angka 500, namun ketika di minggu kedua sampai

seterusnya kadar air harus ditinggikan mencapai 900. Hal ini disesuaikan dengan

kebutuhan tanaman, semakin besar kadar nutrisinya, semakin bertambah pula

nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Kedua, masukkan bibit yang sudah bertunas ke

dalam netpot, kemudian masukkan ke dalam lubang-lubang pipa. Ketiga, langkah

terakhir adalah gunakan pompa aquarium untuk mengalirkan air ke dalam pipa.

KESIMPULAN

Program pelatihan tanaman hidroponik adalah salah satu cara yang telah

dilaksanakan sebagai bagian dari pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan

oleh dosen dan mahasiswa STT Real Batam yang dilaksanakan berdasarkan
kebutuhan sekolah SMP Eppata II terkait lingkungan. Kegiatan ini dilaksanakan

pada hari Jumat 21 Oktober 2022. Hasil dari kegiatan ini adalah peserta yang

mengikuti dapat mengaplikasikan model tanaman hidroponik dengan kreatif di

tengah-tengah keterbatasan ruang dan tempat di SMP Eppata II. Kegiatan ini telah

mendapat sambutan yang sangat baik dari para siswa dan guru di SMP Eppata II

yang terlihat dari antusiasme mereka untuk mengikuti pelatihan ini. Para siswa

dan guru di SMP Eppata 2 berharap STT Real dapat memberikan pelatihan yang

berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Ema, N. (2020). PKMS Pelatihan Tanaman Hidroponik Bagi Ibu-Ibu PKK. 1(2),

143–152. Gulo, M., Daeli, P. J., Hia, E. P. J., Fritma, S., Simanjuntak, H., Zega, Y.

K., & Ferry, Y. H. (2022). Pembinaan dalam Meningkatkan Pengetahuan tentang

Lingkungan Hidup Sehat di SD Pondok Kasih Batam. Real Coster : Jurnal

Pengabdian Kepada Masyarakat, 5(2), 114–123.

https://doi.org/10.53547/realcoster.v5i2.237 Manurung, R. D. F. M. B., Sibarani,

J. P., Siahaan, B., Natalia, S., Ivan, I., Zega, Y. K., & Agustin, D. (2021).

Keterlibatan Guru dalam Pelayanan Ibadah Sekolah Minggu: Upaya Membentuk

Karakter Anak Melalui Metode Bermain di Pulau Teluk Nipah. REAL COSTER:

Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(2), 66–73.

https://doi.org/10.53547/rcj.v4i2.148 Silalahi, M. (2019). Pemahamam siswa SMP

Pusaka Desa Sindang Jaya, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur tentang

pertanian hidroponik. 978–979. Siregar, M. H. F. F., & Novita, A. (2021).


Sosialisasi Budidaya Sistem Tanam Hidroponik Dan Veltikultur. Ihsan: Jurnal

Pengabdian Masyarakat, 3(1), 113–117.

Tafonao, T., Tetelepta, H. B., Harefa, O., Gultom, J., Zega, Y. K., S, D. L., &

Heeng, G. (2022). Pembinaan Pendidikan Agama Kristen dalam Keluarga: Upaya

Membentuk Karakter Remaja di GIA Pringgading. Jurnal Pengabdian Kepada

Masyarakat Nusantara, 3(2), 1272–1279. Wakanno, G. J., Souisa, G. V., Molle, L.,

Kesehatan, F., Kristen, U., Maluku, I., & Baguala, K. (2020). Budidaya Tanaman

Sehat Dengan Metode Hydroponik. 1(1), 113–119.

RANCANG BANGUN ALAT PEMBERIAN NUTRISI OTOMATIS PADA

TANAMAN HIDROPONIK

Abstrak

Saat ini kemajuan teknologi informasi sudah berkembang pesat, salah satunya alat

otomatis untuk membantu petani didaerah perkotaan yang mempunyai lahan

sempit. Hampir setiap penduduk di kota selalu mempunyai masalah tentang lahan

yang sempit dikarnakan padat penduduk maka dari itu memanfaatkan informasi

untuk membantu pekerjaan mereka. Akan tetapi, belum banyak penduduk

perkotaan yang tau dan menggunakan alat rancang bangun untuk tanaman

hidroponik ini. Penelitian ini membahas bagaimana membangun sebuah sebuah

alat yang di rancang untuk pemberian nutrisi otomatis pada tanaman hidroponik

untuk membantu dan mempermudah para petani yang tinggal di perkotaan .


Dalam perancangan ini menggunakan metode Nutrient Film Tehnique atau biasa

disebut (NFT). Dengan menggunakan bahasa pemograman C dan C++, dan

menggunakan aplikasi Arduino Uno. Komponen yang digunakan dalam

pembuatan alat berupa Arduino Uno, Sensor TDS, RTC DS1302, LCD 16x2,

Relay, Waterpump, 12C dan PVC sebagai kerangka yang berfungsi dengan baik.

Pendahuluan

Hidroponik merupakan teknik budi daya tanaman tanpa menggunakan

media tanah, melainkan menggunakan air sebagai media tanamnya. Budidaya

hidroponik biasanya dilaksanakan di dalam rumah kaca (greenhouse) untuk

menjaga supaya pertumbuhan tanaman secara optimal dan benar – benar

terlindungi dari pengaruh unsur luar seperti hujan, hama penyakit iklim dan lain

sebagainya.

Konsep sistem NFT adalah suatu metode budidaya tanaman dengan akar

tanaman tumbuh pada lapisan nutrisi yang dangkal. Air yang mengandung nutrisi

yang sesuai dengan kebutuhan tanaman, Kelebihan air akan mengurangi jumlah

oksigen pada tanaman oleh sebab itu lapisan nutrisi dengan system NFT dibuat

semaksimal sehingga kebutuhan air,nutrisi dan oksigen terpenuhi [1], [2], [3].

Potensi masalah yang sering terjadi ketika membudidaya tanaman

hidroponik secara manual yaitu takaran air yang tidak tepat dan nutrisi yang selalu

berubah-ubah. Berdasarkan masalah tersebut, maka perlu dibangun sistem

otomatisasi pada tanaman hidroponik [4], [5], [6]. Perlunya otomatisasi yang

menggunakan mikrokontroler, Kondisi nutrisi yang selalu berubah-ubah perlu


pengontrolan menggunakan arduino agar nutrisi yang diberikan selalu tepat dan

tidak berubah-ubah [7], [8].

Tujuan penelitian ini adalah merancang alat pemberian nutrisi pada sistem

hidroponik NFT agar dapat membantu para pembudidaya hidroponik. Alat yang

dirancang ini berbasis mikrokontroler arduino. Selain pemberian nutrisi otomatis,

alat yang dirancang bisa digunakan untuk memantau parameter air pada sistem

NFT melalui aplikasi mobile. Data parameter air dan sistem pemantauan akan

disimpan di komputasi awan. Alat tersebut akan diuji dengan beberapa variabel

seperti parameter air, keseuaian kerja sistem NFT, dan rekayasa kondisi pada

hidroponik. Pengujian ini diharapkan dapat memberikan pandangan terhadap

fungsi alat mikrokontroler pada sistem hidroponik NFT.

Hasil dan Pembahasan

4.1. Hasil Implementasi

Mengenai Implementasi Alat menggunakan Mikrokontroller Arduino Uno

dengan Memanfaatkan Sensor RTC sebagai indikator waktu untuk memberikan

nutrisi pada tanaman hidroponik, diawali dengan setingan waktu yang kita

tentutkan pada tahap inisalisasi dan mengatur waktu yang diinginkan , pada saat

waktu sudah mencapai dari apa yang telah di tentukan maka secara otomatis

waterpump akan bekerja dengan menyedot air nutrisi dan akan dipindahkan ke

tempat penampungan air tanaman hidroponik dalam bebeberapa waktu yang

ditentukan ,dan lcd akan menampilkan status dari pengisian nutrisi jika sudah

berhasil , berikut adalah tampilan dari masing masing komponen alat yang telah

dibuat :
4.1.1. Tampilan Sensor (Real Time Clock)

Sensor terletak di bagian atas alat yang terhubung pada pin A4, A4,

Ground, VCC, di Arduino Uno. Berfungsi sebagai penunjuk waktu di dunia nyata.

4.1.2. Tampilan Arduino Uno

Arduino Uno adalah sebuah platform yang berfungsi sebagai

Mikrokontroller yang mengatur semua kinerja alat .

4.1.3. Tampilan Relay (Keyes 2 Channel)

Sensor terletak di bagian belakang soil moisture yang terhubung pada pin

D2, Ground,VCC, di Arduino Uno. Berfungsi sebagai pendeteksi suhu dan

kelemapan pada jagung dengan arduino uno.

4.1.4. Tampilan LCD 12C 16x2

LCD 16x2 bekerja dengan menggunakan I2C sebagai penghubung antara

pin A4 dan A4 , yang mana pin A4 terhubung dengan SDA dan A4 terhubung

dengan SCL , lalu vcc terhubung dengan 4v dan gnd terhubung ke gnd arduino.

4.1.5. Tampilan Water Pump DC

Water Pump DC bekerja dengan menggunakan 2 buah pin yang terhubung

ke relay sebagai pemompa nutrisi ke tanaman hidroponik.

4.1.6. Tampilan Sensor TDS

Sensor tds berfungsi sebagai alat ukur kepekatan suatu larutan nutrisi

hidroponik.

4.1.7. Tampilan Keseluruhan Alat


Tampilan Keseluruhan Alat merupakan hasil dari implementasi alat secara

fisik dimana kita bisa melihat dari hasil pada tampak depan samping dan belakang

pada alat yang dibuat.

4.2. Pengujian

Pengujian yang dilakukan pada tahap ini bertujuan untuk apakah hasil

yang didapatkan menampilkan sesuai dengan yang ditetapkan pada status di

mikrokontroller saat mencapai waktu yang telah ditentukan pengujian ini

dilakukan dalam bentuk tabel pengujian.

4.3. Hasil Pengujian Proses Awal Tanam

Proses awal tanaman adalah proses yang dilakukan atau yang biasa disebut

dengan penyemaian sebelum tanaman dipindah menjadi tanaman hidroponik.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh

penulis maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Komponen yang digunakan

dalam pembuatan alat berupa Arduino Uno, Sensor TDS, RTC DS1302, LCD

16x2, Relay, Waterpump, 12C dan PVC sebagai kerangka yang berfungsi dengan

baik. 2. Pembuatan alat Pemberian Nutrisi Otomatis pada Tanaman Hidroponik

menggunakan Sensor TDS yang terletak pada tempat penampungan Nutrisi yang

dimana sensor TDS terhubung ke mikrokontroler serta dapat menampilkan

informasi nilai PPM pada LCD. 3. RTC DS1302 berfungsi sebagai timer dari alat

yang berfungsi sebagai petunjuk waktu pada alat saat tanaman hidroponik siap

diberikan nutrisi. 4. LCD 16x2 berfungsi sebagai penampil dari status alat seperti
sisa nutrisi pada tanaman hidroponik. 5. Relay berfungsi sebagai saklar elektrik

yang berfungsi untuk memutus sambungkan aliran listrik terhadap waterpump.

Daftar Pustaka

[1] S. Sintaro, A. Surahman, And C. A. Pranata, “Sistem Pengontrol Cahaya Pada

Lampu Tubular Daylight Berbasis Iot,” J. Teknol. Dan Sist. Tertanam, Vol. 2, No.

1, Pp. 28–35, 2021. [2] R. I. Borman, K. Syahputra, J. Jupriyadi, And P.

Prasetyawan, “Implementasi Internet Of Things Pada Aplikasi Monitoring Kereta

Api Dengan Geolocation Information System,” Semin. Nas. Tek. Elektro 2018,

Pp. 322–327, 2018. [3] R. D. Valentin, B. Diwangkara, J. Jupriyadi, And S. D.

Riskiono, “Alat Uji Kadar Air Pada Buah Kakao Kering Berbasis Mikrokontroler

Arduino,” J. Tek. Dan Sist. Komput., Vol. 1, No. 1, Pp. 28– 33, 2020, Doi:

10.33365/Jtikom.V1i1.87. [4] H. A. Karim, F. Rossi, N. A. M. Arif, A. Sali, And

R. Komiya, “Multiple Description Coding With Side Information For

Stereoscopic 3d,” In 2012 International Symposium On Telecommunication

Technologies, 2012, Pp. 245–248. [5] T. Susanto, S. D. Riskiono, R. Rikendry,

And A. Nurkholis, “Implementasi Kendali Lqr Untuk Pengendalian Sikap

Longitudinal Pesawat Flying Wing,” Electro Luceat, Vol. 6, No. 2, Pp. 245– 254,

2020. [6] A. Nurkholis, M. Muhaqiqin, And T. Susanto, “Analisis Kesesuaian

Lahan Padi Gogo Berbasis Sifat Tanah Dan Cuaca Menggunakan Id3 Spasial,”

Juita J. Inform., Vol. 8, No. 2, Pp. 235– 244, 2020.

[7] W. Wajiran, S. D. Riskiono, P. Prasetyawan, And M. Iqbal, “Desain Iot Untuk

Smart Kumbung Dengan Thinkspeak Dan Nodemcu,” Positif J. Sist. Dan Teknol.
Inf., Vol. 6, No. 2, Pp. 97–103, 2020. [8] A. Mulyanto And R. Rikendry, “Sistem

Kontrol Pergerakan Robot Beroda Pemadam Api,” In Seminar Nasional Aplikasi

Teknologi Informasi (Snati), 2007. [9] L. Ahluwalia, “The Influence Of

Organizational Climate And Career Development To Teachers’and Employees’job

Satisfaction On Permata Hati Educational Foundation Tangerang,” 2016. [10] A.

Fitri, K. N. A. Maulud, D. Pratiwi, A. Phelia, F. Rossi, And N. Z. Zuhairi, “Trend

Of Water Quality Status In Kelantan River Downstream, Peninsular Malaysia,” J.

Rekayasa Sipil, Vol. 16, No. 3, Pp. 178–184, 2020. [11] S. Samsugi, A.

Ardiansyah, And D. Kastutara, “Arduino Dan Modul Wifi Esp8266 Sebagai

Media Kendali Jarak Jauh Dengan Antarmuka Berbasis Android,” J. Teknoinfo,

Vol. 12, No. 1, Pp. 23–27, 2018. [12] S. Samsugi And A. Burlian, “Sistem

Penjadwalan Pompa Air Otomatis Pada Aquaponik Menggunakan Mikrokontrol

Arduino Uno R3,” Pros. Semnastek 2019, Vol. 1, No. 1, 2019. [13] S. Samsugi,

Neneng, And Bobi, “Iot : Kendali Dan Otomatisasi Si Parmin ( Studi Kasus

Peternak Desa Galih Lunik Lampung Selatan ),” In Seminar Nasional Teknologi,

2018, Pp. 511–517. [14] S. Samsugi And W. Wajiran, “Iot: Emergency Button

Sebagai Pengaman Untuk Menghindari Perampasan Sepeda Motor,” J. Teknoinfo,

Vol. 14, No. 2, P. 99, 2020, Doi: 10.33365/Jti.V14i2.653. [15] S. Samsugi, A. I.

Yusuf, And F. Trisnawati, “Sistem Pengaman Pintu Otomatis Dengan

Mikrokontroler Arduino Dan Module Rf Remote,” J. Ilm. Mhs. Kendali Dan List.,

Vol. 1, No. 1, Pp. 1–6, 2020.


Pengontrol pH dan Nutrisi Tanaman Selada pada Hidroponik Sistem NFT

Berbasis Arduino

Abstrak

Metode yang digunakan sistem hidroponik di BBP2TP sebagai tempat

edukasi serta pembelajaran mengenaipengkajian dan pengembangan teknologi

pertanian masih manual. Hal tersebut dapat dilihat saat petugas melakukan

pengecekan nilai pH dan nutrisi, dimana petugas harus mendatangi tempat

instalasi hidroponik untuk mengukur nilai pH dan nutrisi ke dalam tandon air

dengan menggunakan alat berupa pH meter dan TDS meter. Jika nilai pH dan

nutrisi belumsesuai maka dilakukan penambahan cairan pH atau nutrisi ke dalam

tandon air hingga nilai pH dan nutrisi sesuai dengan yang diinginkan. Teknologi

Smart Farming memungkinkan suatu alat yang dapat mengukur dan melihat nilai

pHdan nutrisisistem hidroponik. Arduino yang dapat membuat sistem menjadi

otomatis, Sensor pH berfungsi sebagai pengukuran pH, Sensor TDS sebagai alat

mengukur nilai nutrisi dan LCD 20x4 digunakan utuk melihat nilai pH dan nutrisi.

Sehingga ketikanilai pH dan nutrisi berkurang, secara otomatis arduino akan

menjalan sensor pH atau TDS untuk menyalakan pompa pH atau nutrisi. Saat nilai

pH dan nutrisi telah sesuai maka pompa pH dan nutrisi akan terhenti. Dengan

adanya sistem ini makaperkerjaan petugas lebih efisien.

PENDAHULUAN
Penelitian pengontrol PH dan nutrisi tanaman ini dilakukan di Balai Besar

Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP). BBP2TP

merupakan unit pelaksana teknis di bidang pengkajian dan pengembangan

teknologi pertanian. Salah satu bentuk teknologi di bidang pertanian yang sedang

dikembangkan di BBP2TP adalah hidroponik. Hidroponik merupakan teknik

untuk membudidayakan tumbuhan tanpa menggunakan tanah melainkan cairan

[1].

Hidroponik berkaitan dengan teknik pengelolaan air. Nutrisi yang penting

dan sesuai kebutuhan tanaman dimasukkan untuk diserap akar tumbuhan agar

diperoleh pertumbuhan yang optimal [2]. Beberapa tanaman bahkan telah terbukti

dapat tumbuh dalam sistem hidroponik yang dialiri air limbah [3], [4]. Dengan

demikian, hidroponik tentunya menjadi teknik yang menjanjikan untuk

pengolahan air limbah dan produksi pangan.

Hidroponik berarti bekerja dengan air atau bercocok tanam dengan

memanfaatkan kerja air [5]. Sebagai sebuah sistem baru yang kemudian

digunakan oleh banyak orang, maka sistem hidroponik pun mengalami

perkembangan. Baik perkembangan dari segi metode maupun bahan yang

digunakan. Saat ini hidroponik dikenal juga dengan istilah soilless culture atau

bercocok tanam tanpa media tanah. Terdapat enam tipe sistem hidroponik, yaitu

nutrient film technique (NFT).

Tanaman yang dibudidayakan dengan hidroponik pada penelitian ini yaitu

selada. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan tanaman yang tumbuh di daerah

yang dingin atau tropis. Selada memiliki siklus pertumbuhan yang pendek.
Penelitian sebelumnya dari [7] membuat mesin panen otomatis tanaman selada di

pabrik tanaman di Cina. Pemasaran daun selada selalu meningkat seiring dengan

pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk [8]. Menurut jenisnya, daun selada

ada yang tidak bisa membuat krop dan ada yang bisa membuat krop. Jenis yang

tidak dapat membuat krop daun-daunnya berbentuk ‘rosete’. Jenis selada yang

sering dibudidayakan adalah selada krop dan selada mentega. Selada mentega

juga disebut dengan selada daun atau selada bokor. Bentuk kropnya yaitu bulat

lepas. Selada krop atau selada (heading lettuce), bentuk kropnya bulat dan

lonjong, sehingga kropnya berisi padat atau kompak. Warna pada daun selada

yaitu warna hijau terang sampai warna putihkekuningan.

Banyak penelitian yang dilakukan terkait penggunaan hidroponik pada

tanaman selada. [9] membuat metode deteksi benih selada otomatis menggunakan

framework RCNN. Penelitiannya menghasilkan akurasi yang cukup tinggi yaitu

mencapai 86,2% dalam mendeteksi benih selada yang akan dibudidayakan

melalui hidroponik. [10] menyelidiki efek campuran pupuk hidroponik komersial

(CHFM) dikombinasikan dengan limbah ABR pada tomat. Hasilnya pertumbuhan

tomat dengan hidroponik lebih baik dengan cairan ABR. [11] juga melakukan

penelitian budidaya tomat dengan hidroponik. Dengan hidroponik, tanaman juga

terhindar dari penyakit bawaan tanah [12]. Walaupun teknik hidroponik memiliki

banyak keuntungan, namun terdapat polutan WNS sebagai hasil dari cairan

hidroponik. Hal ini dapat ditanggukangi dengan sisten SBR [13].

Teknik hidroponik yang banyak digunakan untuk menghasilkan sayuran

daun, seperti selada adalah hidroponik NFT. Hidroponik Nutrient Film Technique
(NFT) merupakan teknik hidroponik yang mampu menyediakan kebutuhan air

dan nutrisi yang mudah bagi tanaman yang tergolong memiliki biaya operasional

murah. Keuntungan dari budi daya tanaman hidroponik NFT adalah petani

memiliki banyak persediaan tanaman karena petani dapat membudidayakan

tanaman tanpa mengenal musim. Dengan sistem NFT, selada yang dihasilkan

akan memiliki kandungan yodium lebih tinggi [14], [15]. tanaman lain yang juga

dikembangkan dengan teknik ini yaitu kentang [16].

Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) merupakan teknik hidroponik

yang mampu menyediakan kebutuhan air dan nutrisi yangmudah bagi tanaman

yang tergolong memiliki biaya operasional murah. Sistem ini terdiri atas saluran

yang alirannya konstan dengan mempertahankan kandungan nutrisi [1].

Penerapan hidroponik dengan sistem NFT perlu memperhatikan panjang talang

dan jarak tanam yang efektif agar dapat tercapai budi daya yang maksimal. Talang

yang terlalu panjang mengakibatkan hasil yang kurang baik pada tanaman. Jarak

tanam yang terlalu rapat juga dapat mengakibatkan persaingan unsur hara. Selain

itu, aliran dapat terbendung dan mampat akibat pertumbuhan akar yang terlalu

lebat di dalam talang bila jarak tanam terlalu dekat [17]. Sistem NFT

merupakan teknik hidroponik yang mengalirkan nutrisi pada tinggi ± 3 mm dari

perakaran tanaman hidropoik. Sistem NFT dapat dirangkai menggunakan pipa

PVC atau talang air dan pompa listrik yang berfungsi membantu sirkulasi nutrisi.

Faktor penting sistem NFT terletak pada kemiringan pipa PVC atau talang air dan

kecepatan nutrisi yang mengalir pada tanaman. Penggunaan sistem NFT akan
mempermudah untuk pengendalian perakaran pada tanaman dan kebutuhan

tanaman dapat terpenuhi dengan cukup [18].

Untuk menghasilkan tanaman yang perkembangannya optimal maka

dibutuhkan pengaturan nutrisi dan pH yang tepat. Hidroponik selada sistem NFT

memerlukan nutrisi dan pH yang cukup untuk pertumbuhan bagi tanaman selada.

Menurut data di BBP2TP, rentang nutrisi yang baik untuk tanaman selada adalah

560-840 ppm dan rentang pH untuk tanamanselada adalah 6,0 sampai 7,0. Ketika

nilai pH beradadi bawah 6,0 atau diatas 7,0 maka petani harus menambahkan

larutan untuk menurukan pH (pH down) atau larutan untuk menaikan pH (pH up)

agarpH kembali normal yaitu 6,0 sampai 7,0.

Jika nilai ppm nutrisi berada dibawah 560 hingga 840 ppm maka petani

harus menambahkan larutan nutrisi Mix A dan Mix B agar air nutrisi berada pada

batas normal atau batas yang telah ditentukan yaitu 560 sampai 840 ppm. Oleh

sebab itu, dibuat sebuah Pengontrol pH dan Nutrisi Tanaman Selada Hidroponik

Sistem NFT Berbasis Arduino untuk membantu petugas dalam mengukur pH dan

nutrisi.

Media tanam yang digunakan dalam sistem hidroponik tidak mengandung

nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman hidroponik. Penambahan nutrisi sangat

dibutuhkan untuk budidaya tanaman hidroponik, baik unsur hara makro maupun

mikro. Larutan hidroponik yang umum dipakai adalah larutan AB Mix. AB Mix

merupakan larutan nutrisi hidroponik yang digunakan sebagai unsur hara, baik

makro maupun mikro yang berfungsi mendukung pertumbuhan tanaman

hidroponik yang optimum [19].


HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem kerja alat otomasi yang dibuat yaitu ketika alat dinyalakan sensor

pH akan membaca nilai pH pada wadah air dan sensor TDS akan membaca nilai

nutrisi. Pada saat nilai pH dibawah 6,0 maka pompa larutan untuk menaikkan pH

(pH up) akan menyala secara otomatis hingga nilai pH berada di antara 6,0 sampai

7,0, begitu juga saat nilai pH diatas 7,0 pompa larutan untuk menurunkan pH (pH

down) akan menyala secara otomatis untuk menurunkan pH menjadi 6,0 sampai

7,0, Setelah itu alat akan membandingkan nilai pH apakah dalam keadaan normal

atau tidak. Jika nilai pH antara 6,0 sampai 7,0 maka pompa pH tidak akan

menyala. Selanjutnya saat nilai ppm nutrisi pada wadah tersebut belum mencapai

560 ppm, maka sensor TDS akan menyalakan pompa larutan Mix A dan B untuk

menaikkan nilai PPM sampai dengan jumlah yang ditentukan yaitu 560-840. Nilai

bacaan sensor pH dan sensor TDS akan ditampilkan pada LCD 20x4 (Gambar

13).

Blok diagram yang digunakan pada alat dapat dilihat pada Gambar 14.

Mikrokontroler yang digunakan adalah Arduino Mega 2560 yang mendapat daya

dari power supply. Arduino Mega 2560 berfungsi untuk memproses data yang

diterima dari sensor. Sensor yang digunakan pada alat adalah sensor pH dan

sensor TDS yang nilai bacaannya akan diproses oleh Arduino Mega 2560. Output

dari proses ini ditampilkan pada LCD 20x4. Mosfet dan output mendapat daya

dari power supply. Mosfet berfungsi sebagai saklar untuk mengendalikan nyala

atau matinya pompa. Kondisi mosfet dikendalikan oleh proses yang telah
diprogram pada Arduino Mega 2560 sehingga pompa yang ada dapat menyala dan

mati secara otomatis.

Komponen yang digunakan terhubung satu sama lain sesuai dengan skema

rangkaian (Gambar 15). Arduino mega 2560 sebagai alat untuk memproses data

yang diterima dari sensor. Pin i2c lcd dihubungkan pada pin SDA, SCL, VCC, dan

GND Arduino mega 2560.Mosfet terhubung pada pin VCC, GND dan pin digital

2,3,4,5 Arduino mega 2560 untuk pengendalioutput berupa pompa. Sensor pH

pinnya terhubung dengan pin A0 Arduino mega 2560. Sensor TDS terhubung

dengan pin A1 Arduino Mega 2560. Model alat Pembuatan Pengontrol PH dan

Nutrisi Tanaman Selada Hidroponik Sistem NFT Berbasis Arduino Mega 2560 di

BBP2TP terbagi menjadi 5 wadah. 1 wadah besar untuk air nutrisi, 2 wadah berisi

larutan pH up dan pH down, 2 wadah berisi larutan nutrisi A dan nutrisi B. Sensor

pH dan TDS diletakan pada tandon nutrisi pompa pH mengalirkan larutan pH dari

tandon pH up atau pH down ke dalam tandon. Nutrisi jika nilai pH berada

dibawah 6,0 atau diatas 7,0. Sedangkan pompa nutrisi juga akan mengalirkan

larutan nutrisi A dan B kedalam tandon nutrisi jika nilai nutrisi berada dibawah

560 - 840 ppm. Pada instalasi hidroponik selada di BBP2TP terdapat 2 tingkat

dikarenakan menyesuaikan dengan lokasi penempatan hidroponik, instalasi

hidroponik memiliki kemiringan yang berbeda dikarenakan pengaliran nutrisi

yang tidak merata dan terjadi kebocoran pada pipa pengeluaran nutrisi oleh sebab

itu maka kemiringan dibuat sesuai dengan aliran nutrisi pada instalasi hidroponik.

Model alat Pembuatan Pengontrol PH dan Nutrisi Tanaman Selada Hidroponik

Sistem NFT Berbasis Arduino Mega2560 di BBP2TP.


KESIMPULAN

Dari hasil Penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa alat

Pengontrol PH dan Nutrisi Tanaman Selada Hidroponik Sistem NFT Berbasis

Arduino Mega 2560 telah berhasil dibuat dan digunakan di BBP2TP. Alat ini

dapat mengatur pH dan nutrisi pada tanaman selada hidroponik sesuai kadar yang

telah ditentukan. Data nilai pH dan nutrisi dapat dilihat melalui LCD 20x4.

Berdasarkan pengujian sensor, alat ini dapat membaca nilai nutrisi dan pH dengan

nilai kesalahan rata-rata sebesar 0,04 dari nilai batas toleransi pembacaan sensor

pH DF Robot V1.1 yaitu 0,1, sedangkan sensor TDS memiliki nilai kesalahan

rata-rata sebesar 1,3% dari nilai batas toleransi sensor TDS DF Robot Gravity

V1.0 yaitu 10%. Sensor pH dan TDS sudah dikalibrasikan dan disesuaikan dengan

pH meter dan TDS Meter yang dijual pada umumnya.

REFERENSI

[1] M. Majid, J. N. Khan, Q. M. Ahmad Shah, K. Z. Masoodi, B. Afroza, and S.

Parvaze, “Evaluation of hydroponic systems for the cultivation of Lettuce

(Lactuca sativa L., var. Longifolia) and comparison with protected soil-based

cultivation,” Agric. Water Manag., vol. 245, no. October 2020, p. 106572, 2021,

doi: 10.1016/j.agwat.2020.106572. [2] C. Eigenbrod and N. Gruda, “Urban

vegetable for food security in cities. A review,” Agron. Sustain. Dev., vol. 35, no.

2, pp. 483–498, 2015, doi: 10.1007/s13593-014-0273-y. [3] A. R. Prazeres, A.

Albuquerque, S. Luz, E. Jerónimo, and F. Carvalho, “Hydroponic System: A

Promising Biotechnology for Food Production and Wastewater Treatment,” in

Food Biosynthesis, Elsevier, 2017, pp. 317– 350. [4] R. da Silva Cuba Carvalho,
R. G. Bastos, and C. F. Souza, “Influence of the use of wastewater on nutrient

absorption and production of lettuce grown in a hydroponic system,” Agric. Water

Manag., vol. 203, no. March, pp. 311–321, 2018, doi:

10.1016/j.agwat.2018.03.028. [5] B. Sani, Hidroponik. Jakarta: Penebar Swadaya,

2015. [6] N. Sharma, S. Acharya, K. Kumar, N. Singh, and O. P. Chaurasia,

“Hydroponics as an advanced technique for vegetable production: An overview,”

J. Soil Water Conserv., vol. 17, no. 4, p. 364, 2018, doi: 10.5958/2455-

7145.2018.00056.5. [7] W. Wang, Y. Ma, L. Fu, Y. Cui, and Y. Majeed, “Physical

and mechanical properties of hydroponic lettuce for automatic harvesting,” Inf.

Process. Agric., no. xxxx, 2021, doi: 10.1016/j.inpa.2020.11.005. [8] B. Cahyono,

Teknik Budidaya Daya dan Analisis Usaha Tani Selada. Semarang: CV. Aneka

Ilmu, 2014. [9] Z. Li et al., “A high-precision detection method of hydroponic

lettuce seedlings status based on improved Faster RCNN,” Comput. Electron.

Agric., vol. 182, no. October 2020, 2021, doi: 10.1016/j.compag.2021.106054.

[10] S. T. Magwaza, L. S. Magwaza, A. O. Odindo, A. Mditshwa, and C. Buckley,

“Partially treated domestic wastewater as a nutrient source for tomatoes

(Lycopersicum solanum) grown in a hydroponic system: effect on nutrient

absorption and yield,” Heliyon, vol. 6, no. 12, p. e05745, 2020, doi:

10.1016/j.heliyon.2020.e05745. [11] S. G. Verdoliva, D. Gwyn-Jones, A.

Detheridge, and P. Robson, “Controlled comparisons between soil and hydroponic

systems reveal increased water use efficiency and higher lycopene and β-carotene

contents in hydroponically grown tomatoes,” Sci. Hortic. (Amsterdam)., vol. 279,

p. 109896, 2021, doi: 10.1016/j.scienta.2021.109896. [12] J. Chen et al., “Ramie


BnALDH genes and their potential role involved in adaptation to hydroponic

culturing condition,” Ind. Crops Prod., vol. 157, no. September, p. 112928, 2020,

doi: 10.1016/j.indcrop.2020.112928. [13] M. J. Kwon et al., “Waste nutrient

solutions from full-scale open hydroponic cultivation: Dynamics of effluent

quality and removal of nitrogen and phosphorus using a pilot-scale sequencing

batch reactor,” J. Environ. Manage., vol. 281, no. November 2020, p. 111893,

2021, doi: 10.1016/j.jenvman.2020.111893. [14] S. Smoleń, I. Kowalska, and W.

Sady, “Assessment of biofortification with iodine and selenium of lettuce

cultivated in the NFT hydroponic system,” Sci. Hortic. (Amsterdam)., vol. 166,

pp. 9–16, 2014, doi: 10.1016/j.scienta.2013.11.011. [15] S. Smoleń, I. Ledwożyw-

Smoleń, M. Halka, W. Sady, and P. Kováčik, “The absorption of iodine from 5-

iodosalicylic acid by hydroponically grown lettuce,” Sci. Hortic. (Amsterdam).,

vol. 225, no. June, pp. 716–725, 2017, doi: 10.1016/j.scienta.2017.08.009. [16] S.

Smoleń et al., “The effect of salicylic acid on biofortification with iodine and

selenium and the quality of potato cultivated in the NFT system,” Sci. Hortic.

(Amsterdam)., vol. 240, no. March, pp. 530–543, 2018, doi:

10.1016/j.scienta.2018.06.060. [17] D. Z. Vidianto, S. Fatimah, and C.

Wasonowati, “Penerapan Panjang Talang Dan Jarak Tanam Dengan Sistem

Hidroponik NFT ( Nutrient Film Technique ) Pada Tanaman Kailan ( Brassica

oleraceae var . alboglabra ),” Agrogivor, vol. 6, no. 2, pp. 128–135, 2006. [18]

Sari, E. Kitty, Y. Dwiranti, and Astari, “Sistem Hidroponik Nutrient Film

Technique (NFT) Dan Wick Pada Penanaman Bayam Merah,” Surya Octag.

Interdiscip. J. Technol., vol. 1, no. 2, pp. 2460–8777, 2016. [19] A. Wahyuningsih


and S. Fajriani, “KOMPOSISI NUTRISI DAN MEDIA TANAM TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PAKCOY ( Brassica rapa L .)

SISTEM HIDROPONIK THE NUTRITION AND GROWTH MEDIA

COMPOSITION ON THE GROWTH AND YIELD OF PAKCOY ( Brassica rapa

L .) USING HYDROPONICS SYSTEM,” J. Produksi Tanam., vol. 4, no. 8, pp.

595–601, 2016. [20] J. Arifin, L. N. Zulita, and Hermawansyah, “Perancangan

Murottal Otomatis Menggunakan Mikrokontroller Arduino Mega 2560,” J. Media

Infotama, vol. 12, no. 1, pp. 89–98, 2016, [Online]. Available:

https://jurnal.unived.ac.id/index.php/jmi/article/view/276/2 57. [21] G. Imaduddin

and A. Saprizal, “Larutan Dan Suhu Air Kolam Ikan Pada Pembenihan Ikan

Lele,” J. Sist. Informasi, Teknol. Inform. dan Komput., vol. 7, no. 2, 2017. [22]

M. Fakhruzzaini and H. Aprilianto, “Sistem Otomatisasi Pengontrolan Volume

dan pH Air Pada Hidroponik,” Jutisi, vol. 6, no. 1, pp. 1335–1344, 2017.

KUALITAS MUTU SAYUR KASEPAK (KANGKUNG, SELADA, DAN

PAKCOY) DENGAN SISTEM BUDIDAYA AKUAPONIK DAN HIDROPONIK

Abstrak

Aquaponic dianggap sebagai salah satu sistem budidaya alternatif untuk

meningkatkan produksi dan kualitas sayuran berdaun dengan menggabungkan

budaya tanpa tanah dan budidaya ikan. Pemanfaatan kotoran ikan yang

terkandung dalam air limbah menyediakan sumber nutrisi untuk pertumbuhan


tanaman. Tiga jenis sayuran berdaun termasuk kangkung (Ipomoea aquatica F.),

selada koral hijau (Lactuca sativa L.), dan bok choi (Brassica rapa L.) ditanam

dengan sistem akuaponik dan hidroponik di Green House di Serut desa,

Kecamatan Panti, Kabupaten Jember, pada bulan April hingga Juni 2019.

Produksi masing-masing sayuran daun dievaluasi pada kedua sistem budaya.

Kangkung mewakili produksi 29,12% lebih tinggi di sistem akuaponik daripada

sistem hidroponik, ditunjukkan oleh nilai signifikan pada tinggi tanaman, jumlah

daun, akar volume, dan berat segar daun. Sebaliknya, produksi bok choi yang

ditampilkan meningkat 17,03%. hidroponik daripada sistem akuaponik. Namun,

produksi daun selada tidak signifikan antara sistem hidroponik dan aquaponik.

Produksi selada di akuaponik hanya 1,90% lebih rendah dari sistem hidroponik

menunjukkan bahwa selada cocok untuk dibudidayakan pada kedua sistem

pertanian tersebut.

PENDAHULUAN

Akuaponik merupakan perpaduan antara akuakultur (budidaya ikan) dan

budidaya tanaman secara hidroponik dalam satu tempat. Prinsip dasar akuaponik

adalah dapat dilakukan pada waktu yang bersamaan dengan cara memanfaatkan

limbah kotoran ikan dan sisa makanan ikan sebagai sumber nutrisi bagi tanaman

yang dibudidayakan (Nugroho et al., 2012).

Ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan salah satu jenis ikan air tawar

yang banyak dibudidaya oleh masyarakat karena mudah pemeliharaannya serta

memiliki nilai jual yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan produksi
ikan lele. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP, 2018)

bahwa pada tahun 2009-2014 produksi ikan lele mengalami peningkatan sebesar

45% dari produksi awal 200.000 ton menjadi 900.000 ton. Peningkatan produksi

tersebut tentunya diiringi dengan peningkatan limbah yang dihasilkan. Budidaya

ikan lele menghasilkan limbah dalam bentuk padatan/endapan dan cair bersumber

dari kotoran serta sisa pakan ikan.

Limbah ikan lele ini dapat menurunkan kondisi perairan dan memberikan

pengaruh buruk terhadap tingkah laku, proses fisiologis, pertumbuhan, serta

mortalitas ikan. Air limbah ikan lele yang mengandung bahan organik tersebut

akan dimanfaatkan tanaman sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhannya.

Prinsip ini menggunakan resirkulasi yaitu penggunaan kembali air yang telah

dikeluarkan. Keuntungan dari sistem ini dapat mengurangi kebutuhan air, reduksi

bahan organik yang meliputi amonia, nitrit serta penyangga atau buffer pH

(Effendi et al., 2015).

Tingginya mortalitas ikan yang dipelihara dengan sistem resirkulasi dapat

mengganggu kelangsungan hidup ikan. Faktor yang menyebabkan tingginya

mortalitas ikan adalah kualitas air. Amonia dalam kondisi anaerob bersifat toksik

dan mengganggu kelangsungan hidup. Sistem akuaponik dapat mempertahankan

kualitas air, merombak ammonia menjadi senyawa yang tidak berbahaya bagi

kehidupan dan pertumbuhan ikan. Amonia dioksidasi menjadi nitrit oleh bakteri

Nitrosomonas yang kemudian dalam kondisi aerob nitrit dioksidasi menjadi nitrat

oleh bakteri Nitrobacter (Saptarini, 2010).


Menurut Setijaningsih dan Umar (2015), keuntungan budidaya akuaponik

adalah memanfaatkan komponen hidroponik sebagai biofilter. Menurut Petrea et

al. (2014), budidaya dengan sistem akuaponik dapat memperoleh produk hasil

tanaman yang berkualitas. Putra et al. (2013) menambahkan bahwa hasil produksi

tanaman sawi dapat meningkat antara 250,8-1.161 g. Rokhmah et al. (2014)

menyatakan bahwa dengan sistem akuaponik, penyerapan unsur hara hasil limbah

ikan lebih efektif, sehingga meningkatkan produksi tanaman.

Penelitian ini menggunakan tiga jenis tanaman sayuran daun yaitu

kangkung, selada dan pakcoy. Kangkung merupakan tanaman yang dapat

berfungsi sebagai sebagai fitoremediator (Effendi et al. 2015; Lestari, 2013; dan

Indah et al. 2014) sedangkan pakcoy disinyalir sebagai tanaman yang dapat

menyerap bahan organik (Andreeilee et al. 2014). Oleh karena manfaat dari

kangkung (Ipomoea aquatica F.), selada (Lactuca sativa L.) dan pakcoy (Brassica

rapa L.) tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui produksi 3 jenis

sayuran daun pada sistem budidaya akuaponik dengan kombinasi ikan lele spesies

mutiara (Clarias gariepinus) dan sistem budidaya hidroponik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan kangkung dengan menggunakan sistem akuaponik,

menunjukkan hasil terbaik dibanding dengan kangkung sistem hidroponik.

Namun pada tanaman selada menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antara

selada akuaponik dan hidroponik, sedangkan pakcoy hidroponik menunjukkan

pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan hasil akuaponik.


Pada awal budidaya ikan dimungkinkan kotoran ikan dan sisa pakan masih

belum terdekomposisi dengan sempurna, sehingga akan mengganggu

pertumbuhan tanaman. Namun dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman

kangkung akuaponik lebih baik dibandingkan tanaman kangkung hidroponik

karena kangkung sebagai fitoremediator yang diduga mampu menyerap amonia

dari limbah kotoran ikan lele. Berbeda dengan tanaman selada dan pakcoy

hidroponik pertumbuhannya lebih baik dibandingkan selada dan pakcoy

akuaponik.

Karakteristik fisik tanaman kangkung pada sistem akuaponik

menunjukkan hasil lebih tinggi yaitu sebesar 36,27 cm dibandingkan kangkung

hidroponik 30,09 cm. Hal ini sesuai penelitian Nugroho et al. (2012) bahwa

perlakuan akuaponik meningkatkan tinggi tanaman sebesar 23- 25 cm. Tinggi

tanaman selada hidroponik tidak menunjukkan berbeda nyata dibandingkan

akuaponik sedangkan pakcoy hidroponik lebih tinggi dibandingkan pakcoy

akuaponik yaitu 23,81 cm.

Utami (2015) menyatakan peningkatan tinggi tanaman dapat mendukung

penambahan jumlah daun seiring dengan bertambahanya umur tanaman. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tanaman maka jumlah daun lebih

banyak. Kangkung akuaponik memiliki jumlah daun lebih banyak yaitu 22,56

helai dibanding kangkung hidroponik 17,44 helai. Jumlah daun selada hidroponik

lebih banyak dibandingkan selada akuaponik yaitu 14,11, demikian juga pada

pakcoy hidroponik lebih banyak dibandingkan pakcoy akuaponik yaitu 16,11

helai.
Pada tanaman sayuran daun, lebar daun menjadi indikator visual yang

dapat menggambarkan kualitas produksi tanaman. Pada tanaman selada akuaponik

menghasilkan lebar daun 15,69 cm. Pakcoy akuaponik dan hidroponik tidak

berbeda nyata dengan perolehan hasil tertinggi sebesar 8,06 cm.

Pemberian 100% N-limbah cair hasil budidaya ikan lele memberikan hasil

lebar daun tanaman sawi tertinggi (Nugroho et al., 2012; Kadarwati, 2006).

Secara keseluruhan tanaman sayuran daun baik kangkung, selada atau

pakcoy akuaponik menghasilkan daun yang lebih lebar dibandingkan tanaman

hidroponik. Hal ini terjadi karena unsur N tersedia dari limbah kotoran ikan lele

dapat meningkatkan hasil fotosintetis dan selanjutnya dapat mempengaruhi

pertumbuhan serta perkembangan tanaman.

Berat segar tanaman kangkung menunjukkan hasil terbaik pada perlukan

akuaponik. Meningkatnya tinggi tanaman dan jumlah daun akan berpengaruh

pada peningkatan produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kangkung lebih

tinggi produksinya dibandingkan tanaman hidroponik. Namun pada selada

akuaponik dan hidroponik tidak menunjukkan berbeda nyata. Polii (2009),

menyatakan bahwa peningkatan jumlah daun tanaman akan meningkatkan berat

segar. Berbeda halnya dengan tanaman pakcoy yang menunjukkan hasil lebih baik

pada sistem hidroponik dibandingkan akuaponik.

Dilihat dari volume akar, hasil terbaik tanaman kangkung akuaponik

sebesar 49,00 mL jika dibandingkan dengan hidroponik yaitu 29,44 mL

sedangkan untuk tanaman pakcoy dan selada akuaponik memberikan hasil


masingmasing sebesar 23,52 mL dan 22,19 mL, selada dan pakcoy hidroponik

terlihat pertumbuhan akarnya lebih baik.

Biomassa akar sangat dipengaruhi oleh volume akar serta jumlah akar.

Semakin banyak jumlah akar maka menyebabkan volume akar dan biomassa

meningkat pula. Volume akar pada kangkung akuaponik memiliki hasil terbesar

yaitu 49 mL sehingga penyerapan unsur hara dan air oleh tanaman tersebut tinggi

karena pertumbuhan akar dan terbentuknya bulu akar baru mempengaruhi terjadi

pertemuan antara akar dengan hara pada tanaman. Berdasarkan hasil tersebut,

diduga bahwa limbah kotoran ikan mengandung mikroorganisme dan kandungan

bahan organik terlarut yang tinggi yang berperan penting dalam menunjang tajuk

dan perakaran terutama volume akar (Delaide et al., 2016).

Nilai EC dan TDS menjadi indikator penting dalam untuk sistem budidaya

akuaponik maupun hidroponik. Electrical conductivity (EC) menunjukkan jumlah

garam terlarut pada nutrisi sedangkan Total Dissolve Solid (TDS) menunjukkan

jumlah padatan yang terlarut dalam nutrisi. Pada penelitian ini dilakukan

pengukuran EC, pH, suhu udara, dan kelembaban selama penelitian.

Kandungan klorofil pada masingmasing tanaman sayur juga diamati.

Kandungan klorofil daun kangkung, selada, dan pakcoy pada sistem akuaponik

sebesar 242,30 μmol/m2 , 96,07 μmol/m2 , dan 241,15 μmol/m2 , sedangkan

perlakuan hidroponik dihasilkan nilai t untuk tanaman kangkung, selada, dan

pakcoy masingmasing 214,06 μmol/m2 , 93,71 μmol/m2 , dan 231,20 μmol/m2 .

Peningkatan kandungan N jaringan dapat berpengaruh terhadap

fotosintesis baik lewat kandungan klorofil maupun enzim fotosintetik. Jika


kandungan nitrogen daun meningkat, maka fotosintat akan meningkat pul dan jika

kandungan nitrogen daun rendah maka fotosintat yang dihasilkan juga akan

rendah. Hal demikian disebabkan karena unsur nitrogen akan meningkatkan

warna hijau daun, mendorong pertumbuhan batang dan daun (Marschner, 1986).

Prasetyo et al. (2018) menyatakan bahwa dengan meningkatnya nitrogen yang

diserap oleh tanaman akan berhubungan dengan peningkatan bobot kering,

perbaikan perkembangan akar dan peningkatan ketersediaan N tanah.

Nilai S/R ratio dipengaruhi oleh berat kering bagian tajuk:akar. Jika nilai

bobot kering tajuk semakin besar maka akan semakin besar pula nilai S/R ratio

dan semakin besar nilai berat kering akar maka S/R ratio semakin kecil (Nursanti,

2010). Rasio akar:tajuk menggambarkan proporsi pembagian fotosintat antara

bagian tajuk dan akar. Nilai S/R rasio tidak boleh sama dengan satu, jika nilai S/R

rasio lebih dari satu maka diasumsikan proporsi fotosintat lebih banyak pada

bagian tajuk dari pada bagian akar. Hal demikian dapat diasumsikan bahwa

perkembangan tajuk lebih bagus dari pada akar.

KESIMPULAN

Pemberian kotoran ikan lele pada sistem aquaponik dapat meningkatkan

produksi kangkung sebesar 29,12% lebih tinggi dibandingkan sistem hidroponik.

Berbeda dengan tanaman pakcoy yang justru menunjukkan peningkatan produksi

pada sistem budidaya hidroponik sebesar 17,03% dibandingkan dengan sistem

aquaponik. Produksi selada pada sistem aquaponik dan sistem hidroponik

menunjukkan nilai berbeda tidak nyata dengan selisih sebesar 1,90%. Hal ini
mengindikasikan bahwa tanaman selada dinilai cocok untuk dibudidayakan baik

pada sistem aquaponik maupun hidroponik.

DAFTAR PUSTAKA

Andreeilee, B.F., Santoso, M., dan Nugroho, A. 2014. Pengaruh jenis kompos

kotoran ternak dan waktu penyiangan terhadap produksi tanaman pakcoy

(Brassica rapa sub.chienensis) organik. Produksi Tanaman, 2 (3): 190-197.

Andriyeni, A., Firman, F., Nurseha, N., dan Zulkhasyni, Z. 2017. Studi potensi

hara makro air limbah budidaya lele sebagai bahan baku pupuk organik. Agroqua,

15 (1): 71-75. Darwin, H.P. 2012. Pengaruh pupuk organik cair terhadap

pertumbuhan dan produksi sayuran daun kangkung, bayam dan caisin. Prosiding

Seminar Nasional Perhimpunan Hortikultura Indonesia (Perhorti), pp. 300-306.

UPN “Veteran” Jatim, Surabaya, 13-14 November 2012. Delaide, B., Goddek, S.,

Gott, J., Soyeurt, H. and Jijakli, M.H. 2016. Lettuce (Lactuca sativa L. var.

Sucrine) growth performance in complemented aquaponic solution outperforms

hydroponics. Water, 8 (10): 467.

Eckert, D.J. 1987. Soil Test Interpretations: Basic Cation Saturation Ratios and

Sufficiency Levels. In: Soil Testing: Sampling, Correlation, Calibration, and

Interpretation (Ed) J.R.Brown Madison,WI:SSSA, pp: 53-64. Effendi, H., Utomo,

B.A., Darmawangsa, G. M., dan Karo-Karo, R.E. 2015. Fitoremediasi limbah

budidaya ikan lele (Clarias sp.) dengan kangkung (Ipomoea aquatica) dan pakcoy

(Brassica rapa chinensis) dalam sistem resirkulasi. Ecolab, 9 (2): 47-104. Farida,

N.F., Abdullah, S.H. dan Priyati, A. 2017. Analisis kualitas air pada sistem

pengairan akuaponik. Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, 5 (2): 385-394.


Frasetya, B., Taofik, A. dan Firdaus, R.K. 2018. Evaluasi variasi nilai electrical

conductivity terhadap pertumbuhan tanaman selada (Lactuca sativa L.) pada

sistem NFT. Agro, 5 (2): 95-102. Gardner, F. P., Pearce, R.B., dan Mitchell, R.L.

1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI press, Jakarta. Gunawan, S. 2016. 99%

Sukses Budidaya Lele. Penebar Swadaya, Cibubur Jakarta Timur. Hariati, I., Nisa,

T.C., dan Barus, A. 2012. Tanggap pertumbuhan dan produksi bengkuang

terhadap beberapa dosis pupuk kalium dan jarak tanam. Agroekoteknologi, 1 (1):

99-108. Haryadi, D., Yetti, H., dan Yoseva, S. 2015. Pengaruh pemberian

beberapa jenis pupuk terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kailan

(Brassica alboglabra L.). Jom Faperta, 2 (2): 1-10. Hendriyani, I.D, dan Setiari, N.

2009. “Kandungan klorofil dan pertumbuhan kacang panjang (Vigna sinensis)

pada tingkat penyediaan air yang berbeda”. Skripsi. Biologi FMIPA, Universitas

Diponegoro, Semarang.

Indah L. S, Hendrarto, B., dan Soedarsono P. 2014. Kemampuan eceng gondok

(Eichhornia sp.), kangkung air (Ipomoea sp.), dan kayu apu (Pistia sp.) dalam

menurunkan bahan organik limbah industri tahu (skala laboratorium). Diponegoro

Journal of Maquares, 3 (1): 1-6. Kadarwati, T.F. 2006. Pemupukan rasional dalam

upaya peningkatan produktivitas kapas. malang: balai penelitian tanaman

tembakau dan serat. Perspektif, 5 (2): 59- 70. Kamalia, S., Dewanti, P., dan

Soedradjad, R. 2017. Teknologi hidroponik sistem sumbu pada produksi selada

Lollo Rossa (Lactuca Sativa L.) dengan penambahan CaCl2 sebagai nutrisi

hidroponik. Agroteknologi, 11 (01): 96-104. Kementerian Kelautan dan

Perikanan. 2018. Refleksi dan Outlook, Jakarta. Lestari W. 2013. Penggunaan


Ipomoea aquatica Forsk. untuk fitoremediasi limbah rumah tangga. Semirata 2013

FMIPA Universitas Lampung. Lampung, Indonesia, 1 (2): 441-446. Liferdi, L.

2010. Efek pemberian fosfor terhadap pertumbuhan dan status hara pada bibit

manggis. Hort, 20 (1): 18-26. Markwell, J., Osterman, J.C and Mitchell, J.L.,

1995. Calibration of the Minolta SPAD502 leaf chlorophyll meter. Photosynthesis

research, 46 (3): 467-472. Marschner, H. 1986. Mineral Nutrition of Higher

Plants. Academic Press, London. Netto, A.T., Campostrini, E., de Oliveira, J.G.

and Bressan-Smith, R.E., 2005. Photosynthetic pigments, nitrogen, chlorophyll a

fluorescence and SPAD502 readings in coffee leaves. Scientia Horticulturae, 104

(2): 199-209. Nugroho, R.A., Pambudi, L.T., Chilmawati, D. dan Haditomo,

A.H.C. 2012. Aplikasi teknologi aquaponic pada budidaya ikan air tawar untuk

optimalisasi kapasitas produksi. Saintek Perikanan, 8 (1): 46- 51.

Nursanti, I. 2010. Tanggap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis

Jacq.) terhadap aplikasi pupuk organik berbeda dosis. Jurnal Ilmiah Universitas

Batang Hari Jambi, 1 (1): 13-17. Oktabriana, G. 2017. Upaya dalam meningkatan

pertumbuhan tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.) dengan pemberian pupuk

organik cair. Agrifo: Jurnal Agribisnis Universitas Malikussaleh, 2 (1): 12-19.

Petrea, S.M., Cristea, V., Dediu, L., Contoman, M., Stroe, M.D., Antache, A.,

Coadă, M. T., and Placinta, S. 2014. Vegetable production in an integrated

aquaponic system with stellate sturgeon and spinach–matador variety. Animal

Science and Biotechnologies, 24 (1): 235-245. Polii, M.G.M .2009. Respon

produksi tanaman kangkung terhadap variasi waktu pemberian pupuk kotoran

ayam. Soil Environment, 1 (7): 18-22. Prasetyo, H.P., Pata’dungan, Y.S., dan
Isrun. 2018. Pengaruh pupuk kandang domba terhadap serapan nitrogen (N)

tanaman selada (Lactuca sativa L.) pada entisols lembah palu. Agrotekbis, 6 (4):

506-514. Putra, I., Mulyadi., Pamukas, N.A., dan Rusliadi. 2013. peningkatan

kapasitas produksi akuakultur pada pemeliharaan ikan selais (Ompok sp) sistem

aquaponik. Perikanan dan Kelatuan, 18 (1): 1-10. Rokhmah, N.A., Ammatillah,

C.S., dan Sastro, Y. 2014. Vertiminaponik, mini akuaponik untuk lahan sempit di

perkotaan. Buletin Pertanian Perkotaan, 4 (2): 14-22. Ruhnayat, A. 2007.

Penentuan kebutuhan pokok unsur hara N, P, K untuk pertumbuhan tanaman

panili (Vanilla planifolia Andrews). Buletin Littro

(http://balittro.litbang.deptan.go.id/ind/i mages/stories/Buletin/.../5-panili.pdf,)

[Diakses tanggal 14 Agustus 2011].

Saptarini, P. 2010. “Efektivitas Teknologi Aquaponik Dengan Kangkung Darat

(Ipomoea reptans) Terhadap Penurunan Amonia pada Pembesaran Ikan Mas”.

Skripsi. Departemen MSP FPIK, Institut Pertaian Bogor, Bogor. Sari, B.P.,

Santoso, M., dan Koesriharti. 2016. Pengaruh komposisi media tanam dan pupuk

nitrogen terhadap pertumbuhan serta hasil tanaman sawi pak choi (Brassica rapa L

var. Chinensis). Produksi Tanaman, 4 (5): 399-405. Setiawan, H. 2017. Kiat

Sukses Budidaya Cabai Hidroponik. Bio Genesis, Yogyakarta. Setijaningsih, L.,

dan Umar, C. 2015. Pengaruh lama retensi air terhadap pertumbuhan ikan nila

(Oreochromis niloticus) pada budidaya sistem akuaponik dengan tanaman

kangkung. Berita Biologi, 14(3): 267-275. Syariefa, E., Duryatmo,S., Angkasa, S.,

Apriyanti, R.N., Raharjo, A.A., Rizkika, K., Rahimah, D.S., Titisari, A.,

Setiyawan, B., Vebriansyah, R., Fadhila, R., Nugroho, H., dan Awaluddin, M.
2014. Hidroponik Praktis. PT. Trubus Swadaya, Jakarta. Tintondp. 2015.

Hidroponik Wick System. PT Agro Media Pustaka, Jakarta. Utami, S. 2005.

“Pengaruh Sistem Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis

(Zea mays Saccharata Strurt)”. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta. Widuri, L.I., Lakitan, B., Hasmeda, M.,

Sodikin, E., Wijaya, A., Meihana, M., Kartika, K., and Siaga, E. 2017. Relative

leaf expansion rate and other leaf-related indicators for detection of drought stress

in chili pepper (Capsicum annuum L.). Australian journal of crop science, 11 (12):

1617-1625.

Analisis Peluang Usaha Urban Farming: Pengembangan Hidroponik di Desa

Karangwidoro, Kab. Malang

Abstrak

Ketersediaan lahan untuk menghasilkan makanan sangat langka. Salah satu dari

penyebab kelangkaan ini adalah pembangunan gedung-gedung yang terus

menerus menggeser lahan pertanian. Salah satu solusi yang populer di kalangan

masyarakat adalah dengan melakukan urban farming. Urban farming adalah

sebuah konsep pertanian yang dijadikan sebagai solusi di tengah padatnya

bangunan perkotaan dan kurangnya lahan untuk bercocok tanam. Ada berbagai

jenis pertanian perkotaan salah satu yang paling populer adalah hidroponik.

Hidroponik di lokasi penelitian menggunakan sistem Deep Flow Technique

(DFT) yang mudah melakukan. Penelitian ini mengkaji urban farming di Desa
Karangwidoro, Kabupaten Malang yang sudah berjalan sejak awal tahun 2020

dengan konsep hidroponik. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis studi

kelayakan hidroponik sebagai upaya pengembangan kewirausahaan di kalangan

masyarakat masyarakat. Metodologi yang digunakan adalah Community Based

Research metode dan pendekatan analitik menggunakan SWOT (Strength,

Weakness, Peluang, dan Ancaman) analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pertanian desa Karangwidoro memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan

sebagai bisnis keuntungan.

PENDAHULUAN

Makanan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Namun, proses

produksi hingga konsumsi makanan tersebut dapat merusak sistem lingkungan.

Udara dan air bersih, tanah yang sehat, keberadaan berbagai spesies hidup

lainnya, dan iklim tempat manusia beradaptasi membentuk sistem pendukung

kehidupan. Keberadaannya sangat diperlukan untuk keberlangsungan hidup.

Namun, banyak penelitian telah menunjukkan bahwa rantai pasokan makanan

membahayakan fungsinya, seperti penyebab utama emisi gas rumah kaca (GRK),

ekstraksi dan polusi air yang tidak berkelanjutan, deforestasi dan hilangnya

keanekaragaman hayati. Semua efek ini memiliki konsekuensi besar dan

berdampak negatif bagi kesejahteraan manusia (WHO, 2005). Keadaan tersebut

cukup menggambarkan situasi di dunia pangan saat ini. Sebagai contoh, efek

rumah kaca berdampak pada terjadinya kebakaran lahan, dimana banyak dari

lahan tersebut merupakan lahan pertanian. Dalam konteks Indonesia, sepanjang


Januari-Agustus 2020 lalu, seluas 1.396 hektar lahan pertanian terbakar. Sehingga

lahan yang sebelumnya digunakan sebagai tempat bercocok tanam dan bertani

sudah tidak memungkinkan lagi untuk dipakai karena rusak terdampak dari

kebakaran hutan atau lahan tersebut. Ketahanan pangan saat ini sangat diperlukan

untuk menjaga kelangsungan kehidupan di masa depan, seperti melalui penjagaan

lingkungan. Fenomena tersebut sesuai dengan penelitian dari Acevedo, M. F.

(2011) menyatakan bahwa upaya pemenuhan ketahanan pangan harus juga

mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan.

Tantangan terkait ketahanan pangan saat ini adalah bagaimana cara

memproduksi makanan secara berkelanjutan yang lebih ramah lingkungan dan

harus memberikan lebih banyak orang secara efektif. Tingginya aktivitas dan

populasi manusia mengakibatkan semakin berkurangnya lahan untuk pertanian.

Kegiatan pertanian yang selama ini memenuhi kebutuhan manusia semakin lama

semakin berkurang karena peralihan lahan. Saat ini lahan-lahan banyak digunakan

sebagai tempat tinggal, tempat melakukan usaha, pemenuhan akses umum, dan

fasilitas lain yang mengakibatkan luas lahan untuk pertanian produktif semakin

berkurang. Seiring perkembangan zaman, munculah inovasi baru yang mengatasi

permasalahan kekurangan lahan tersebut yaitu Urban farming, yang merupakan

cara budidaya yang paling diminati, umumnya oleh masyarakat perkotaan.

Implementasi urban farming berbeda-beda disetiap wilayahnya tergantung kondisi

sosial ekonomi, iklim, ketersediaan sarana prasarana dan lainnya (Ramaloo dkk,

2018). Pertanian perkotaan memerlukan strategi dari proses produksi hingga

distribusi untuk berkontribusi pada ketahanan pangan (Sonnino, R., 2016).


Ketersediaan lahan, terutama lahan dengan kualitas yang memadai, merupakan

kendala utama yang mempengaruhi pertanian perkotaan (Nugent, 2002).

Kelangkaan lahan dan ketidakpastian dalam menjaga akses terhadap lahan yang

tersedia yang disebabkan oleh persaingan dengan pembangunan lainnya, terutama

pembangunan konstruksi bangunan. Secara ekonomi hal tersebut lebih

menguntungkan sehingga lebih disukai para pemilik tanah (Thornton, 2009).

Sebagai contoh, Meksiko yang merupakan daerah dengan populasi tinggi dan

lebih dari setengah bagian negaranya bertanah kering sehingga mengalami

kendala dalam bertani karena hampir 77 persen pertanian menggunakan air.

Mengingkat kondisi tekanan pada sumber daya air dan lahan di Meksiko,

teknologi pertanian vertikal memungkinkan produksi pangan yang berkelanjutan

di daerah perkotaan selama beberapa tahun ke depan (De Anda & Shear, 2017).

Contoh lainnya adalah sistem hidroponik yang ada di United Arab Emirates

(UAE). Kondisi geografis yang sangat ekstrem membuat negara-negara di UAE

sangat bergantung pada impor pangan. Sebuah penelitian membuktikan bahwa

sistem hidroponik yang sedang dikembangkan didaerah UAE berpengaruh positif

signifikan terhadap lingkungan, ekonomi, dan sosial. Produksi dari hidroponik

menurunkan tingkat impor pangan, akses mendapatkan sayuran dan buah-buahan

segar semakin meningkat, dan bisnis terkait pertanian menunjukkan tren yang

positif. (Sisodia, et.al, 2020)

Salah satu metode urban farming yang dapat diterapkan, khususnya di

tempat yang tidak luas adalah metode penanaman hidroponik. Hidroponik berasal

dari kata “hidro” yang berarti air dan “ponus” yang berarti daya. Dengan
demikian, hidroponik adalah pemberdayaan air sebagai dasar pengembangan

tubuh tanaman dan berperan dalam proses fisiologis tanaman (Umam, dkk, 2020).

Inovasi di bidang pertanian ini mulai dikembangkan di banyak negara sejak

beberapa tahun lalu, namun tidak secara merata karena masih menganggap bahwa

ketersediaan tanah dan air tidak terbatas dan masih cukup menghidupi populasi

manusia. Sistem hidroponik muncul sebagai alternatif lahan pertanian yang

terbatas, yang dalam hal ini adalah tanaman pangan khususnya sayuran (Sutarni,

dkk, 2018) dan juga bisa menjadi pengembangan usaha yang menguntungkan.

Hidroponik merupakan metode penanaman yang ramah lingkungan karena tidak

menggunakan pestisida. Kelebihan metode penanaman ini antara lain:

(1)Perawatan lebih praktis, (2)Pemakaian pupuk lebih efisien, (3)Tidak

membutuhkan banyak tenaga kerja, (4)Tanaman tumbuh lebih cepat, (5)Produksi

lebih tinggi, dan (6)Tidak mengenal musim (Lingga, 2003). Sebuah penelitian

yang dilakukan oleh kelompok Investigasi dari Laboratorium Teknologi Tanaman

Universitas San Jose California menunjukkan bahwa tanaman hasil hidroponik

memiliki vitamin dan mineral yang secara signifikan lebih tinggi dan sangat

bermanfaat bagi kesehatan manusia dibandingkan dengan pola konvensional

maupun organik. Dengan demikian metode hidroponik menjadi pilihan bagi warga

perkotaan yang memiliki lahan terbatas dan menginginkan hasil pertanian yang

berkualitas. Selain untuk kebutuhan pribadi, ternyata hasil pertanian hidroponik

juga memiliki pasar yang cukup besar. Peningkatan penduduk dan permintaan

sayuran yang meningkat membuat hidroponik menjadi lahan bisnis yang

menjanjikan. Tidak hanya itu, seiring dengan adanya peningkatan pengetahuan


konsumen terhadap kesehatan, bahaya pestisida, serta isu ramah lingkungan

membuat sayuran hidroponik mulai diminati masyarakat untuk dikonsumsi.

Beberapa hal tersebut membuat peluang usaha hidroponik semakin besar,

sehingga sangat di perlukan pengembangannya dengan inovatif dan kreatif (Umar,

dkk; 2018).

Ada tiga jenis utama pertanian perkotaan: kebun halaman belakang, kebun

komunitas/umum, dan pertanian komersial (Brown dan Carter, 2003). Berkebun di

halaman belakang adalah dengan menggunakan tanah di sekitar rumah atau di

atap dan balkon. Salah satu negara yang berhasil menerapkan green rooftop

adalah Rusia. Kebun di atas atap tersebut mampu membuka lapangan pekerjaan

dan memiliki arus kas sendiri bagi individu yang tinggal di komplek apartemen

tersebut (Arpels dkk, 2005).

Dengan demikian, tidak hanya pangan saja yang ditingkatkan namun juga

secara ekonomi mendapatkan keuntungan. Di Indonesia, beberapa Gedung tinggi

juga telah menerapkan konsep farming di atap, salah satunya di pusat

perbelanjaan di Medan Utara. Berkebun di kebun komunitas atau kebun milik

umum menggunakan potongan tanah atau atap yang lebih besar yang dibagi di

antara beberapa rumah tangga. Hasil dari kedua jenis kebun tersebut digunakan

terutama untuk konsumsi rumah tangga. Pertanian komersial perkotaan didirikan

untuk bisnis profit dan dapat digabungkan dengan ‘dapur komersial’ untuk

menciptakan produk makanan bernilai tambah dan menjual ke pasar petani dan

restoran. Pertanian perkotaan mempengaruhi ketahanan pangan, ekologi,

kesehatan, dan tingkat kemiskinan di suatu kota (Kisner, 2008). Penanaman hijau
di perkotaan memiliki dampak baik terhadap lingkungan perkotaan, salah satunya

adalah penghijauan, menurunkan tingkat polusi udara, meningkatkan kelembaban,

menurunkan suhu, dan mengurangi jumlah truk yang memasuki kota untuk

mengantarkan makanan. Kegiatan bertani ini memanfaatkan sumber daya lokal,

termasuk tanah, air, tenaga kerja, dan sampah organik untuk menghasilkan

makanan bagi warga. Dengan adanya teknologi yang semakin maju dan

berkembang, hidroponik mulai dikenal oleh masyarakat umum karena cara

budidaya urban farming yang lebih mudah dan efisien. Sebuah penelitian

menunjukkan bahwa penggunaan teknologi dengan konsep Internet of Things

pada hidroponik dapat mengurangi biaya dan status real time pertumbuhan pabrik

dapat dipantau dari jauh seperti kelembapan, suhu, dan ketinggian air. Penyiraman

dan pengontrolan ini dilakukan dengan bantuan teknologi Kit mikrokontroler

yang terhubung dengan sensor nirkable (Bakhtar, dkk, 2018). Selain itu, beberapa

penelitian lainnya juga mengungkapkan bahwa bertani dengan cara hidroponik

lebih efisien dan memiliki manfaat yang lebih banyak daripada bertani dengan

lahan. Treftz & Omaye (2016) menyimpulkan bahwa menanam stroberi di Nevada

menggunakan sistem hidroponik dinyatakan lebih efisien baik dari segi waktu

maupun biaya daripada metode bertani tradisional. Dan juga semakin besar skala

penanaman maka semakin kecil pula penggunaan pestisida sehingga keuntungan

yang didapatkan petani juga lebih banyak. Hal tersebut juga didukung oleh

penelitian Aravind (2018) yang menyatakan bahwa tanaman yang ditanam dengan

metode hidroponik lebih sehat dan memberikan hasil yang baik dari pada metode

tradisional.
Hidroponik semakin banyak dikenal dan dilakukan oleh masyarakat

karena berbagai alasan, seperti: kebutuhan sayuran semakin meningkat seiring

dengan peningkatan penduduk sedangkan keterbatasan lahan dan ruang terus

terjadi (Lestari, dkk, 2019). Selain itu juga untuk mewujudkan kawasan mandiri

pangan, karena media tanah yang telah tercemar terutama di wilayah perkotaan,

efisiensi dalam penggunaan lahan, dan pertumbuhan gulma sedikit sehingga lebih

mudah untuk dibudidayakan (Madusari, dkk, 2020). Metode Bertani ini tidak

hanya bermanfaat bagi stok pangan manusia saja, namun juga bagi kesehatan

alam dan lingkungan. Martin & Molin (2019) melakukan penelitian pada

pertanian hidroponik di Stockholm, Swedia. Hasilnya menunjukkan bahwa

hidroponik yang dilakukan berdampak positif pada alam, salah satunya adalah jika

dengan penggunaan pot kertas sebagai pengganti pot plastik dan penggunaan

elektrik atau listrik dapat berkontribusi dalam penerapan GRK. Kemudian

mengganti media tanah dengan serabut juga memiliki dampak besar pada

lingkungan.

HASIL & PEMBAHASAN

Proses penanaman hidroponik pada ladang pertanian desa Karangwidoro

menggunakan sistem Deep Flow Technique (DFT), yakni sebuah teknik

penanaman hidroponik dimana tanaman ditanam di tempat dangkal dalam air, dan

larutan nutrisi terus-menerus mengalir di atas dan di sekitar zona akar tanaman.

Tujuan dari pengairan secara terus-menerus ini adalah karena air sebagai

pengganti tanah dan tanaman perlu secara konstan menyerap nutrisi dari media

tanam tersebut. Keuntungan penggunaan sistem DFT ini adalah sistem aearasi
(penambahan oksigen ke dalam air melalui aliran air atau gelembung udara ke

dalam air) yang dibantu melalui pompa sehingga cukup efisien. System aerasi

tersebut menciptakan rongga pada air, dan dengan adanya rongga maka dapat

meminimalisir risiko apabila air tidak bergerak karena tidak ada daya listrik,

sehingga tanaman tidak dengan mudah terpengaruh dalam jangka pendek dan

oksigen dapat terpenuhi. Namun, karena sistem DFT masih bergantung pada

listrik sehingga apabila terjadi pemadaman listrik terlalu lama tumbuhan dapat

layu dan mati. Sistem pertanian hidroponik DFT lebih cocok digunakan bagi

pemula karena minim risiko.

Lahan kebun pertanian objek penelitian memiliki luas 8 x 15 Meter

dengan beberapa jumlah pipa yang terbagi menjadi dua bagian dan difungsikan

sebagai pot tanaman. Untuk mulai bercocok tanam dibutuhkan beberapa barang

seperti rockwool. Rockwool merupakan media untuk akar tanaman berkembang

yang berfungsi menyerap nutrisi. Selain itu membutuhkan pompa listrik untuk

mengalirkan air, dan bibit serta vitamin untuk tanaman. Berbagai jenis tanaman

yang dibudidayakan seperti; sawi, pokcoy, selada, dan kangkung. Proses

perawatan yang dilakukan secara rutin adalah dengan mengecek suhu ruangan

serta pH air. Selain itu juga memastikan bahwa aliran air tidak tersumbat dan

nutrisi tumbuhan tetap terpenuhi. Pengecekan hama seperti rumput liar

disekitarnya juga diperhatikan karena dapat menganggu proses pertumbuhan

tanaman.

Produksi sayuran hidroponik di desa Karangwidoro ini dikelola oleh

beberapa masyarakat setempat secara sukarela. Mulai dari proses pembibitan,


penanaman, hingga panen dikerjakan oleh beberapa orang saja yang

dikoordinasikan oleh satu orang yaitu pak Fendi, Inisiator program Urban

Farming Desa Karangwidoro. Namun, sistem tanam dan panen tidak menentu

karena bibit diberikan kepada masyarakat secara gratis, sehingga apabila tidak ada

yang memberikan bibit sayur maka tidak ada penanaman. Demikian juga apabila

ketika masa panen tiba dan masyarakat tidak ada yang mengambil sayurnya

meskipun gratis, maka sayur akan tetap pada pot dan melewati batas masa panen.

Hal tersebut dapat merusak kualitas sayurannya dan pada akhirnya membusuk.

Hal ini mengindikasikan adanya food loss dalam proses bertani. Food loss adalah

sampah makanan mentah baik dari sayuran maupun buah-buahan dan lainnya

yang tidak dapat diolah ataupun dikonsumsi. Penyebab dari food loss ini salah

satunya adalah cara menghasilkan yang bermutu rendah, baik dalam penanaman,

perawatan, maupun cara distribusi produk ke tangan konsumen yang tidak terjaga

sehingga merusak kualitas bahan pangan.

Penyebab food loss di pertanian hindroponik ini adalah karena (1)

informasi yang didapatkan oleh masyarakat belum tersampaikan secara luas

sehingga banyak yang tidak mengetahui waktu panen dan tanamnya. Sementara

dalam sekali panen warga setempat cukup antusias untuk mendapatkan hasil sayur

hidroponiknya dan beberapa ada yang membayar dengan uang. (2) Masa tanam

dan panen juga tidak dapat ditentukan yang membuat sistem pertanian di lahan ini

masih belum maksimal. Karena tidak ada manajemen waktu yang jelas, maka

kerugian juga dapat semakin besar. (3) sistem atau susunan keorganisasian yang

belum terbentuk. Lahan pertanian objek penelitian merupakan lahan milik seorang
warga yang dialihfungsikan sebagai kebun untuk dikelola bersama sehingga tidak

memiliki struktur kepengurusan yang jelas. Untuk membangun sebuah usaha,

maka diperlukan penugasan pada individu untuk memaksimalkan kinerjanya.

Namun, kebun Karangwidoro masih belum menyusun struktur kepengurusan

sehingga dapat menyebabkan konflik apabila terjadi miskomunikasi antar

masyarakat.

Dari gambaran diatas, terlihat bahwa pada dasarnya pertanian hidroponik

di Desa Karangwidoro memiliki peluang yang cukup prospektif apabila dijadikan

sebuah usaha sayuran untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar. Penelitian

ini dilakukan untuk menganalisis SWOT ketika pertanian tersebut dijadikan

sebuah usaha.

Analisis SWOT

Penggunaan Analisis SWOT pada penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui seberapa besar prospek pengembangan usaha hidroponik di

perumahan Villa Tidar Estate, Desa Karangwidoro. Analisis SWOT

membandingkan seberapa besar kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman

dalam pengembangan usaha hidrponik di masa mendatang.

Kekuatan (Strength).

Kekuatan merupakan faktor internal yang dapat mendukung

pengembangan usaha. Berdasarkan pengamatan dilapangan, kekuatan yang

dimiliki tanaman hidroponik di perumahan villa tidak estate sebagai berikut:

1. Hasil Panen Berkualitas. Sayuran-sayuran yang dihasilkan pada

hidroponik ini menghasilkan sayuran yang bersih, segar, hijau, bebas dari
hama dan pestisida. Sehingga hasil produksi memiliki nilai jual yang

tinggi dan mampu bersaing di pasaran, mengingat sayur yang dijual di

pasar rata-rata tidak memiliki kesamaan yang sama dengan produk

hidroponik. Perawatan yang dilakukan oleh pengelola juga secara teratur

memperhatikan kondisi tanaman untuk menjaga agar tanaman tumbuh

berkualitas tanpa hama. Dalam proses penanaman hidroponik ini tidak

menggunakan pestisida dan bahan kimia lain karena mengutamakan

konsep kesehatan.

2. Biaya Produksi Murah. Biaya yang dikeluarkan tergolong murah, karena

hanya memerlukan jumlah tenaga ahli yang sedikit, biji tanaman, air,

listrik, dan rockwool. Karena biaya yang murah ini tidak diperlukan dana

besar dalam perawatan sehingga dapat memastikan eksistensi usaha dalam

jangka panjang tidak terhalang biaya perawatan dan biaya produksi.

3. Perawatan Mudah. Dalam merawat tanaman hidroponik tidak perlu

perawatan yang sulit, cukup memastikan kondisi air sesuai dengan pH

yang dibutuhkan dan memantau perkembangan tanaman. Karena tidak

menggunakan bahan kimia, perawatan sayuran hidroponik memerlukan

konsistensi dan ketelitian sehingga tidak terdapat celah kerusakan pada

tanaman.

4. Proses Panen Cepat. Jika dibandingkan dengan tanaman yang

menggunakan media tanah, proses panen tanaman hidroponik tergolong

cepat, sehingga dapat terus berproduksi. Oleh karena itu, ada jaminan akan

stok atau ketersediaan produk secara terus-menerus dan tidak akan ada
jeda atau masa henti berjualan yang diakibatkan tanaman belum dapat

dipanen.

5. Penggunaan Lahan yang Efisien. Lahan yang digunakan untuk kegiatan

pertanian ini adalah 8x15 meter, ini cukup efisien mengingat kondisi

pemukiman yang cukup padat untuk melakukan kegiatan pertanian.

Meskipun lahan tidak terlalu luas, namun hasil produksi terbilang cukup

besar. Dalam sekali panen lahan mampu menghasilkan kurang lebih 15

hingga 20 kilogram.

Kelemahan (Weakness)

1. Investasi awal tergolong besar Pada proses awal pembuatan hidroponik,

biaya yang dikeluarkan cukup besar sehingga untuk mengembangkan

(seperti menambah pipa pot agar mampu memproduksi lebih banyak)

diperlukan dana yang besar pula. Sebagai contoh: narasumber menyatakan

bahwa biaya pembangunan 2 pipa membutuhkan dana sebesar Rp.

25.000.000,- dan pembuatan atap sebesar Rp. 10.000.000,-. Apabila ingin

dilakukan pengembangan usaha, maka dana yang dibutuhkan kira-kira

lebih dari Rp.35.000.000,-. Hal ini belum termasuk dengan biaya

penambahan tenaga kerja yang tentu saja akan dibutuhkan. Investasi yang

terbatas dan penjualan yang belum optimal menyebabkan kurangnya

insentif atau pemasukan yang didapatkan (Tashi, S., & Wangchuk, K.,

2016).

2. Keterbatasan kompetensi dari tenaga ahli Pada pertanian ini terdapat satu

orang koordinator yang menjalankan segala aktivitas di lokasi. Ini menjadi


kelemahan karena koordinator tersebut sudah berumur dan hanya pandai

disatu bidang, yaitu pertanian. Sedangkan untuk berwirausaha masih

belum berkompeten. Apabila akan dijadikan bisnis, maka perlu melakukan

penyusunan organisasi untuk mengatur dan menjalankan usaha. Dengan

demikian, tiap-tiap individu dapat lebih fokus pada tugas masing-masing

dan bisnis dapat berjalan. 3. Tidak ada pencatatan dan sistematika

kepemilikan penanaman Selama satu tahun berjalan, kegiatan urban

farming ini tidak memiliki pencatatan terhadap apa yang telah dilakukan,

begitu juga dengan sistematika kepemilikan penanaman. Warga sekitar

bisa mengambil tanaman yang sudah diambil kapan saja, sehingga ini

mengakibatkan tidak teraturnya kepemilikan dan pembagian hasil panen.

4. Pengairan harus menggunakan listrik Sistem pengairan pada urban

farming ini menggunakan pompa air yang dialirkan dari tandon keseluruh

pipa, sehingga jika pompa air yang menggunakan listrik ini padam, air

tidak akan bisa mengalir. Ketika air tidak mengalir, maka nutrisi akan

mengendap dan menjadi racun bagi tanaman. Akan tetapi, karena sistem

pertanian menggunakan DFT dimana ada rongga udara tempat oksigen,

maka tumbuhan dapat bertahan dalam jangka pendek tanpa air mengalir. 5.

Strategi pemasaran yang kurang Seperti yang telah disebutkan diatas,

koordinator dari pertanian usaha ini hanya satu dan tidak memiliki latar

belakang wirausaha. Sehingga hanya mengandalkan words of mouth

marketing. Words of mouth marketing adalah promosi produk yang

dilakukan oleh konsumen suatu perusahaan kepada orang lain. Meskipun


banyak peneliti dan entrepreneur yang menyatakan bahwa hampir 70

persen promosi yang dilakukan melalui WOM ini berhasil, namun dalam

kasus produksi sayur di Perumahan Villa Tidar Estate, Desa Karangwidoro

ini tidak demikian. Masih terdapat miskomunikasi antar warga, penjual,

dan pengelola karena tidak adanya sistem penjualan dan pemasaran hasil

produksi dengan baik. Peluang (Opportunity) 1. Kesadaran masyarakat

untuk hidup sehat Kesadaran masyarakat untuk hidup sehat membuat

peluang usaha hidroponik semakin meningkat, masyarakat mulai sadar

betapa pentingnya memiliki pola hidup sehat salah satunya dengan

memilih sayuran hidroponik. Saat ini, kesadaran pola hidup sehat di

masyarakat belum sepenuhnya terbentuk. Namun sedang menuju proses

adanya kesadaran untuk mengkonsumsi makanan sehat melalui kegiatan

sosialisasi selama pengembangan usaha hidroponik. Di beberapa rumah

warga sekitar juga sudah terardapat tanaman-tanaman untuk konsumsi

pribadi. Dengan demikian, target pasar usaha hidroponik secara tidak

langsung sudah mulai terbentuk. 2. Isu ramah lingkungan Munculnya isu

ramah lingkungan seperti polusi udara, tanah yang tidak subur, dan yang

lain memberikan peluang untuk memilih sayuran hidroponik, karena

sistem hidroponik ramah lingkungan. Terlebih pertanian Karangwidoro

mengutamakan konsep hijau dan sehat. Karena jika usaha hidroponik ini

tidak dikembangkan, lahan-lahan kosong di sekitar kawasan perumahan

akan terbengkalai dan menjadi tempat tertimbunnya sampah rumah tangga.

3. Adanya dukungan masyarakat sekitar Dari sudut pandang sosial


dukungan masyarakat sekitar membuat usaha ini berpeluang untuk

dijalankan (Van Asselt, 2018). Masyarakat mendukung untuk

mengkomersialkan hasil hidroponik tersebut. Dukungan tersebut berupa

kontribusi, pelayanan, akses, dan yang lainnya. 4. Ketersediaan bahan

baku stabil Ketersediaan air, rockwool, biji, dan vitamin di daerah sekitar

lahan sangat mudah dijangkau dan didapatkan. Harga dan ketersediannya

juga stabil. 5. Meningkatnya permintaan sayuran hidroponik di

supermarket Dewasa ini, pola hidup sehat telah menjamur di lingkungan

masyarakat. Tentu ini meningkatkan permintaan sayuran hidroponik di

banyak supermarket. Permintaan yang tinggi membuat supermarket butuh

supplier yang siap men- supply permintaan tersebut. Dengan demikian,

strategi pemasaran dengan mencari mitra supermarket lebih mudah

sehingga usaha hidroponik dapat dengan cepat berkembang. 6. Peluang

untuk berkolabrasi dengan macam usaha sejenis di lingkup wilayah yang

lebih luas. Usaha hidroponik membuka peluang untuk berkolaborasi

dengan usaha sejenis lainnya dan lebih mengkampanyekan hidup sehat.

Karena tingginya permintaan dan prosesnya yang mudah membuat usaha

ini banyak berkembang di lingkup wilayah yang lebih luas. Sebagai

contoh penerapan urban farming di Kampung Songo, Kota Surabaya.

Surabaya merupakan kota dengan jumlah kaum yang melek kesehatan

tergolong cukup banyak. Karena hidroponik dapat dikembangbiakkan di

area perkotaan, masyarakat bisa saja dengan mudah menjalankan usaha

hidroponik. Hal ini memperluas dan menguatkan segmentasi pasar usaha.


Ancaman (Threat) 1. Harga sayuran konvensional lebih murah Jika

membandingkan hasil sayuran hidroponik dengan konvesional, harga yang

konvensional jauh lebih murah, sehingga ini menjadi ancamaan pada saat sayuran

konvensional lebih banyak di pasar dan diminati banyak orang. 2. Serangan hama

dan penyakit tanaman mengancam kualitas tanaman Ini menjadi ancaman jika

tidak terkendali, hama akan merusak kualitas tanaman sehingga dapat

menurunkan produksi dan nilai jual tanaman tersebut. Hama merupakan penyakit

yang menular. Apabila pengawasan lengah dan tidak segera diatasi, maka hama

tersebut akan menularkan pada tanaman disekitarnya. Hama yang mengancam

keberlangsungan usaha hidroponik seperti ulat, serangka dan jamur. Berdasarkan

hasil SWOT diatas, juga ditemukan bahwa kekurangan terbesar dari

pengembangan usaha hidroponik oleh warga di perumahan Villa Tidar Estate,

Desa Karangwidoro adalah masalah permodalan, kurangnya skill dalam

pengembangan hidroponik di masyarakat, tidak adanya strategi pemasaran yang

sesuai untuk menyalurkan hasil panen, tidak ada pencatatan dan sistematika

kepemilikan penanaman. Selain itu ada juga ancaman yang menjadi pertimbangan

dalam pengembangan bisnis ini, misalnya harga sayuran konvensional yang lebih

murah dan serangan hama dan penyakit yang mempengaruhi kualitas tanaman.

Jika kita analisis lebih dalam, permasalahan yang di hadapipun cukup kompleks.

Sehingga perlu dikembangkan bisnis model yang sesuai dengan juga

mempertimbangkan kelebihan dan peluang yang ada. Dari segi kelebihan dan

peluang, pengembangan usaha hidroponik ini mendapatkan dukungan dari

masyarakat, ada potensi mitra untuk kolaborasi, produk yang dihasilkan


berkualitas dan cepat panen. Dari analisis SWOT diatas maka kita bisa menyusun

bisnis model yang paling sesuai. Bisnis model tersebut dituliskan di Tabe1 1

dimana dianalisis berdasarkan wawancara dengan pengelola dan beberapa warga

lokal sebagai narasumber, sehingga hasilnya benar akurat mengenai kondisi lahan

pertanian Desa Karangwidoro. Bisnis model kanvas harus dikembangkan melalui

kolaborasi dengan lembaga lain (Blank, 2019), jika dalam konteks pengembangan

hidroponik ini adalah ROTASI Institute sebagai pendamping desa dan masyarakat

Villa Bukit Tidar, Desa Karangwidoro selaku pelaku usaha sehingga harapannya

dapat berkembang menjadi usaha yang berkelanjutan (Joyce, dkk; 2016). Bisnis

model kanvas ini dapat dikembangkan untuk menghasilkan bisnis model yang

menguntungkan (Giourka, 2019) bagi pihak terkait, terutama masyarakat di Desa

Karangwidoro. Juga menjadi pertimbangan penting apabila BMC juga perlu terus

diperbaharui sesuai perkembangan segmentasi pasar Khodaei, H., & Ortt, R.

(2019).

Identifikasi Sembilan unsur BMC Desa Karangwidoro adalah pada sisi customer

segment, yakni: pelaku usaha makanan sehat yang menggunakan sayur seperti

warga Karangwidoro itu sendiri, pasar rakyat atau melalui pasar digital seperti

Sayur Box. Pemilihan segmen pasar tersebut didasarkan pada peluang usaha yang

cukup besar dengan lahan yang luas, sehingga mampu untuk menjual hasil

produksi ke pasar yang lebih luas. Selain itu, produk hasil tanam termasuk

kategori makanan dengan peminat yang banyak sehingga mampu bersaing di

beberapa supermarket. Dan penjualan dapat dilakukan dengan bermitra bersama

usaha restoran ataupun hotel untuk memenuhi kebutuhan stok pangan


konsumennya. Kemudian value propositions adalah produk yang dijual

merupakan produk organik tanpa pestisida sehingga memiliki kualitas yang segar

dan higienis. Proses pembelian dan pembayaran cukup mudah bagi masyarakat

yang ingin mendapatkan sayur. Selain itu, kemasan dari hasil produksi sayur

hidroponik akan dikemas dengan menarik sehingga memiliki nilai jual lebih.

Segmentasi pasar usaha ini utamanya adalah masyarakat yang tertarik dengan

tanaman hidroponik dan mereka yang hidup sehat dengan tidak mengonsumsi

makanan berbahan kimia. Dalam pengembangannya akan dikembangkan

melakukan promosi dan pemasaran yang lebih terstruktur, Channel dari usaha

hidroponik ini adalah melalui media sosial seperti Facebook,

Instagram,Whatsapp, dan e-commerce. Penjualan akan dilakukan secara online

melalui empat platform tersebut agar segmen pasar dapat dicapai lebih luas

(Zheng & Zheng, 2014). Apabila jangkauan pasar sudah cukup luas, maka dibuka

sistem keagenan dan reseller di beberapa daerah untuk mengembangkan usaha.

Dan juga akan bermitra dengan marketplace digital agar masyarakat luar

Karangwidoro tetap dapat menikmati hasil produksinya. Selain itu juga terdapat

direct selling dan door to door. Dalam melayani dan menarik konsumen,

penjualan dilakukan dengan banyak cara salah satunya adalah memberikan harga

spesial setiap pembelian tertentu dan pemberian voucher bagi beberapa pembeli

yang memenuhi persyaratan. Dengan demikian, konsumen akan datang Kembali.

Dan untuk melakukan pendekatan kepada konsumen, dapat dilakukan edukasi

hidup sehat sehingga calon konsumen minat untuk mencoba produk sayur

organik. Salah satu cara pendekatan tersebut adalah dengan melalui sosialisasi ke
beberapa warga umum tentang konsumsi dan hidup sehat. Pendapatan dari

produksi sayur hidroponik ini berasal dari penjualan, membership pelanggan, dan

agen penjual.

KESIMPULAN & SARAN Desa Karangwidoro merupakan salah satu daerah di

Kabupaten Malang yang telah menerapkan urban farming yaitu hidroponik

dengan metode Deep Flow Technique. Namun, urban farming tersebut masih

sekadar instalasi hidroponik yang dimanfaatkan masyarakat sekitar secara gratis

sehingga belum terorganisir dengan baik dan dapat menimbulkan kerugian bagi

kegiatan urban farming karena belum ada pemasukan yang terorganisir, meskipun

biaya pengeluaran terus berjalan, misalnya untuk pembibitan, nutrisi tanaman dan

lainnya. Penelitian ini menganalisis terkait peluang hidroponik untuk dijadikan

sebuah usaha yang memiliki keuntungan. Dari pemaparan diatas dapat

disimpulkan bahwa lahan pertanian hidroponik di Desa Karangwidoro cukup

potensial untuk dikembangkan sebagai usaha, bukan lagi hanya sebagai bentuk

kegiatan bersama masyarakat setempat. Berdasarkan temuan yang telah ada di

lapangan, terdapat beberapa saran mengenai pengembangan model bisnis urban

farming berbasis hidroponik. Berdasarkan analisis SWOT, misalnya dari sisi

kekurangan yang menyebabkan tanaman rawan akan hama dan ancaman jumlah

hasil panen yang berlebih dan tidak tersalurkan ke pasar atau konsumen. Menjadi

salah satu pertimbangan pengembangan bisnis model, misalnya memilih target

pasar yang jelas, mengembangkan metode pemasaran salah satunya secara daring

maupun dengan merawat tanaman agar terhindar dari hama penyakit. Selain itu

untuk mengembangkan usaha hidroponik tersebut ada beberapa saran tersebut


meliputi; (1). Melakukan pembenahan tata kelola dari usaha hidroponik untuk

menjaga keberlanjutan dari program hidroponik; (2). Pelaksanaan program

dengan mengembangkan model kemitraan yang saling menguntungkan dengan

masyarakat sekitar; (3). Peningkatan program sosialisasi untuk meningkatkan

wawasan dan pemahaman masyarakat dalam pengelolaan hidroponik sebagai

bagian dari rantai bisnis.

REFERENSI

[1] Arpels, M., Chrisman, S., Sommerfield, H., Towers, J., Berkowitz, E.,

Brainard, G., and Hickey, L. 2005. Building case studies. In M. Arpels, S.

Chrisman, H. Sommerfield, J. Towers, E. Berkowitz, G. Brainard, and L. Hickey

(eds). Green Roofs: Ecological Design and Construction by Earthpledge. Schiffer

Books, Atglen, PA. p. 24–102. [2] Aravind, Rajeswri, and S. Sasipriya. 2018. "A

survey on Hydroponic methods of smart farming and its effectiveness in reducing

pesticide usage." International Journal of Pure and Applied Mathematics 119.12

1503-1509. [3] Bakhtar, Nikita, et al. "IoT based hydroponic farm." 2018

International Conference on Smart Systems and Inventive Technology (ICSSIT).

IEEE, 2018.

[4] Barab, S., & Squire, K. (2004). Design-based research: Putting a stake in the

ground. The journal of the learning sciences, 13(1), 1-14. [5] Blank, S. The

Mission Model Canvas—An Adapted Business Model Canvas for Mission-Driven

Organizations. Available online: https://steveblank.com/2016/02/23/the-mission-

model-canvasan-adapted-business-model-canvas-for-mission-driven-

organizations/ (accessed on 14 March 2019). [6] Acevedo, M. F. (2011).


Interdisciplinary progress in food production, food security and environment

research. Environmental conservation, 38(2), 151-171. [7] Brown, K. H. and

Carter, A., 2003. Urban Agriculture and Community Food Security in the United

States: Farming from the City Center to the Urban Fringe, North American Urban

Agriculture Committee, Community Food Security Coalition (CFSC), Venice,

CA. [8] De Anda, J., & Shear, H. (2017). Potential of vertical hydroponic

agriculture in Mexico. Journal of Sustainability, 9(1), 140. [9] Giourka, P.,

Sanders, M. W., Angelakoglou, K., Pramangioulis, D., Nikolopoulos, N.,

Rakopoulos, D., ... & Tzovaras, D. (2019). The smart city business model canvas

—A smart city business modeling framework and practical tool. Journal of

Energies, 12(24), 4798. [10] Joyce, A.; Paquin, R.L (2016). The triple layered

business model canvas: A tool to design more sustainable business models.

Journal of Cleaner Production, 135, 1474–1486. [11] Khodaei, H., & Ortt, R.

(2019). Capturing dynamics in business model frameworks. Journal of Open

Innovation: Technology, Market, and Complexity, 5(1), 8. [12] Kisner,C., 2008.

Green Roofs for Urban Food Security and Environmental Sustainability, Climate

Institute, Washington, DC. [13] Lestari, Y., Khusumadewi, A., Fathurrohman, A.,

& Fitroni, H. (2019). Pemanfaatan Lahan Sempit Dengan Hidroponik Dutch

Bucket System Untuk Mewujudkan Ecogreen-Pesantren Melalui Program

Santripreneur Di Pondok Pesantren KHA Wahid Hasyim Bangil Pasuruan.

SOEROPATI, 2(1), 71-86. [14] Lingga, P. (2003). Hidroponik Bercocok Tanam

Tanpa Tanah. Jakarta: PT Penebar Swadaya. [15] Madusari, S., Astutik, D., &

Sutopo, A. (2020). Inisiasi Teknologi Hidroponik Guna Mewujudkan Ketahanan


Pangan Masyarakat Pesantren. Jurnal Pengabdian Masyarakat Teknik, 2(2), 45-52.

[16] Marlina, W. A. (2021). Studi Kelayakan Bisnis Studi Kasus Di UMKM

Jagung Goreng Sukma,Payakumbuh. Jurnal Manajemen (Edisi Elektronik), 12(2),

40-59 [17] Martin, M., & Molin, E. (2019). Environmental assessment of an urban

vertical hydroponic farming system in Sweden. Journal of Sustainability, 11(15),

4124. [18] Nugent, R. 2002. The impact of urban agriculture on the household and

local economies. RUA Foundation International Workshop of Urban Agriculture:

Growing Cities, Growing Food. [19] Nurhayati, I., & Rinda, R. T. K. (2021).

Business Prospects for Hydroponic Vegetables in the Midst of The COVID-19

Pandemic: A Case Study on “Indah Berbagi Foundation”. Jurnal Manajemen

(Edisi Elektronik), 12(1), 126-143. [20] Osterwalder, Yves Pigneur, Alan Smith,

and 470 practitioners from 45 countries. (2010). Business Model Generation. Self-

published [21] Rangkuti, F. (2016). Teknik membedah kasus bisnis Analisis

SWOT. Self-Published

[22] Sharma, N., Acharya, S., Kumar, K., Singh, N., & Chaurasia, O. P. (2018).

Hydroponics as an advanced technique for vegetable production: An overview.

Journal of Soil and Water Conservation, 17(4), 364. https://doi.org/10.5958/2455-

7145.2018.00056.5 [23] Sisodia, Gyanendra Singh, Raweya Alshamsi, and Bruno

S. Sergi. (2020). “Business valuation strategy for new hydroponic farm

development–a proposal towards sustainable agriculture development in United

Arab Emirates.” British Food Journal [24] Sonnino, R. (2016). The new

geography of food security: exploring the potential of urban food strategies. The

Geographical Journal, 182(2), 190-200. [25] Sutarni, Irawati, L., Unteawati, B., &
Yolandika, C. (2018). Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Sayuran

Hidroponik di Kota Bandar Lampung. Journal of Food System and Agribusiness,

2(1), 17–24. [26] Thornton, A. (2009). Pastures of plenty?: Land rights and

community-based agriculture in Peddie, a former homeland town in South Africa.

Journal of Applied Geography. 29:12–20. [27] Treftz, C., & Omaye, S. T. (2016).

Comparision between hydroponic and soil systems for growing strawberries in a

greenhouse. International Journal of Agricultural Extension, 3(3), 195-200. [28]

UMAM, A., Yusuf, M., & Fielnanda, R. (2020). Analisis Strategi Pemasaran

Sayuran Hidroponik Terhadap Pengembangan Usaha Hidroponik Pada Cv. Puri

Hidroponik (Doctoral dissertation, UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi). [29]

Umar, A., Sasongko, A. H., & Aguzman, G. (2018). Business model canvas as a

solution for competing strategy of small business in Indonesia. International

Journal of Entrepreneurship, 22(1), 1-9. [30] WHO (2005) Ecosystems and

Human Well-Being: Health Synthesis: A Report of the Millennium Ecosystem

Assessment. Geneva: World Health Organization. [31]. Zheng, L., & Zheng, T.

(2014). Innovation through social media in the public sector: Information and

interactions. Journal of Government Information Quarterly, 31, S106-S117. [32]

Asselt, S. v. (2018). A SWOT ANALYSIS OF THE VERTICAL FARM .

Wageningen. Retrieved from 6 December 2021. Link:

https://edepot.wur.nl/457619 [33]. Tashi, S., & Wangchuk, K. (2016). Prospects of

organic farming in Bhutan: A SWOT analysis. Advances in Agriculture, 2016.

[34]. Ramaloo, P., Siwar, C., Liong, C. Y., & Isahak, A. (2018). Identification of

strategies for urban agriculture development: A swot analysis. PLANNING


MALAYSIA, 16(7). [35] Luthan, M. Z., Winandi, R., & Rifin, A. (2019, October).

ANALISIS PENGEMBANGAN MODEL BISNIS KANVAS PERUSAHAAN

HORTIKULTURA PT. XYZ. In Forum Agribisnis: Agribusiness Forum (Vol. 9,

No. 2, pp. 185-199)

NARATIVE REVIEW PEMANFAATAN INTERNET-OF-THINGS UNTUK

APLIKASI SEED MONITORING AND MANAGEMENT SYSTEM PADA

MEDIA TANAMAN HIDROPONIK DI INDONESIA

ABSTRAK

Tanaman hidroponik hingga pada saat ini telah banyak dikelola oleh

masyarakat Indonesia. Tahapan membuat tanaman hidroponik secara runut yaitu

penyemaian benih, pindah tanam, pembuatan media hidroponik, pemberian nutrisi

hidroponik, pengkondisian pH air, dan masa panen. Salah satu tahapan yang

penting agar menghasilkan tanaman yang baik adalah tahap persemaian.

Diperlukan nya sebuah sistem yang terhubung dengan IoT untuk mendukung

tahap tersebut. Tujuan studi literatur ini adalah untuk mengkaji peran IoT untuk

hidroponik, lebih khusus pada tahap persemaian. Metode Penelitian yang

digunakan untuk menyusun penelitian ini adalah literature review dengan mencari

artikel ilmiah yang relevan pada database Google Scholar melalui beberapa kata

kunci yang berkaitan dengan topik: hidroponik, IoT, dan mikrokontroller (Tahun

terbit 2016-2022). Pengimplementasian IoT pada tanaman hidroponik mampu


memberikan banyak manfaat bagi petani seperti mempermudah dalam mengontrol

tahap pembenihan hingga penyiraman. IoT mampu memudahkan perawatan pada

masa penyemaian benih melalui mikrokontroller sebagai otak sistem (baik

menggunakan ESP8266, ESP32 atau varian lainnya dan Arduino), sensor suhu

dan kelembapan, Sensor pH tanah (misalnya PH-4502c), dan Sensor TDS.

Pendahuluan

Hidroponik adalah proses menanam tanaman tanpa menggunakan tanah, akan

tetapi dengan air untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Tanaman hidroponik

membutuhkan lebih sedikit air dari pada tanaman yang ditanam di media tanah.

Oleh karena itu, metode ini sangat cocok ditanam di daerah yang persediaan

airnya terbatas (Aji et al., 2021). Dari percobaan tentang dua tanaman subur di air

tanpa nutrisi dan dengan nutrisi, para peneliti mengetahui bahwa tanaman yang

bercampur nutrisi akan tumbuh lebih lebih baik. Hidroponik berkembang di setiap

era, dan bahkan hingga saat ini telah banyak dikelola oleh masyarakat Indonesia

(Tjahjono et al., 2021). Terdapat beberapa tahapan dalam memproduksi tanaman

hidroponik, yaitu penyemaian, pencangkokan, pembuatan media hidroponik,

pemahaman akan nutrisi hidroponik, pengujian pH air, pengaturan nutrisi

tanaman, dan masa menunggu panen. Salah satu tahapan penting dalam produksi

tanaman berkualitas adalah pembibitan (Doni & Rahman, 2020). Bibit harus

ditanam dan apabila terlalu kecil lalu ditanam langsung, maka mudah hanyut atau

hilang (Narasimman et al., 2022). Terdapat beberapa metode pembibitan,

diantaranya adalah pembibitan tidak langsung yang dilakukan dengan garukan

(Reza et al., 2022). Beberapa metode lain seperti pelonggaran tanah, perendaman,
dan lain sebagainya (Rachmawati & Pertanian, 2021). Pemilihan benih dan

metode penaburan merupakan pertimbangan penting dalam proses penaburan.

Selain kedua hal tersebut, tiga hal yang perlu diperhatikan adalah 1) pembibitan,

2) media pembibitan dan 3) wadah pembibitan. Syarat media semai yang baik

yaitu media tanam yang digunakan harus mampu menahan air, adanya sirkulasi

air, memiliki ventilasi (ruang sirkulasi udara) serta bebas dari hama dan penyakit.

Selain itu, pembibitan harus dilindungi dari hujan, terutama hujan deras/lebat

yang dapat merusak bibit, dimana bibit yang baru muncul/tumbuh akan patah

sehingga akan gagal tumbuh (Narasimman et al., 2022). Air hujan yang terendam

pada media tanam menyebabkan benih atau bibit membusuk. Solusinya adalah

memberi payung pada media tanam bibit. Akan tetapi, pencahayaan juga perlu

diperhatikan karena apabila bibit kurang mendapatkan cahaya matahari akan

muncul fenomena menguning, yaitu kondisi dimana bibit tidak tumbuh dengan

baik, atau tinggi batang menjadi lebih tipis (Irawati et al., 2021). Proses

pembenihan merupakan proses yang kompleks karena pengolahannya lebih

memperhatikan beberapa aspek penting, seperti suhu, udara, air dan cahaya, serta

akan menyulitkan petani jika dilakukan dengan tangan. Penggunaan Internet-of-

Things (IoT) merupakan solusi untuk mengatasi hal ini. Konsep IoT dapat

membantu petani memantau kondisi plant yang terhubung dengan sensor-sensor.

IoT merupakan salah satu teknologi yang diciptakan oleh manusia guna

menghubungkan mesin, peralatan listrik, dan objek fisik lainnya melalui koneksi

Internet. Komponen dan perangkat ini dapat menerima data dan dikontrol secara

operasional menggunakan sensor dan aktuator jaringan (Dwiyatno et al., 2022) .


Istilah IoT lahir dari kombinasi dari kata Internet dan Things, yang mengacu pada

objek fisik yang terhubung ke jaringan komputer menggunakan protokol Internet.

Objek fisik berupa data yang dibaca oleh sensorsensor yang terpasang, kemudian

dikirim melalui internet dan dipresentasikan sebagai informasi yang mudah

dikenali oleh user (Nalendra dan Mujiono, 2020) . Dengan IoT, petani dapat

terbantu dalam memonitor kondisi secara jarak jauh, efektif, dan efisien sehingga

hasil panen optimal dapat diraih (Wijaya & Rivai, 2018). Proses pemupukan dan

penyiraman tanaman secara manual membutuhkan tenaga manusia dan

penggunaan pupuk dan sumber air yang tidak efisien, dalam hal ini, IoT juga

dapat membantu dalam efisiensi penggunaan pupuk berdasarkan kebutuhan

tanaman saja dan mengalirkan air sesuai kapasitas yang diperlukan tanaman.

Penerapan IoT dalam bidang agricultire mengarahkan pada cara bertani yang lebih

pintar berdasarkan peningkatan produktivitas pertanian, kualitas tanaman, hingga

hasil panen yang baik. Kini, telah banyak penelitian yang memanfaatkan IoT

untuk sektor agriculture di Indonesia. Referensi (Harsanto, 2020), menganalisis

dari beberapa metadata publikasi ilmiah untuk memberikan gambaran kepada para

peneliti dalam pembuatan kebijakan tentang alat berbasis IoT yang kemudian

dibuat secara global. Akan tetapi, belum ditemukan kajian komprehensif sejauh

mana peran IoT dalam sektor tersebut, padahal sangat penting untuk diketahui

framework umum, sensor yang digunakan, mekanisme, serta perangkat

komunikasi sebagai backbone IoT. Maka dari itu, tujuan dari penulisan ini adalah

untuk mengisi gap tersebut. Artikel ini akan merangkum dan me-review publikasi-
publikasi ilmiah yang berkaitan dengan aplikasi IoT untuk agriculiture, dengan

fokus pembahasan pada tanaman hidroponik dan sebatas di Indonesia.

PEMBAHASAN

2.1. Hidroponik dan Peran IoT didalamnya

Dalam sektor pertanian terdapat beragam metode dengan masing-masing

kelebihan dan kekurangannya. Salah satu metode pertanian yang saat ini banyak

digunakan adalah sistem hidroponik. yang tercetus karena kondisi banyaknya alih

fungsi lahan pertanian. Terdapat berbagai jenis penanaman hidroponik yaitu

Nutrient Film Technique (NFT), Drip Irrigation, Deep Flow Technique (DFT), dan

masih banyak lagi (Doni & Rahman, 2020) . Dalam hidroponik, media tanam

merupakan hal yang paling penting karena media tanam harus mampu

menampung unsur hara yang akan diserap oleh tanaman. Diantara sekian banyak

media tanam yang umum digunakan untuk hidroponik, salah satunya adalah

rockwool. (Komaludin, 2018) . Hidroponik pada dasarnya dilakukan pada lahan

yang terbatas, karena merupakan salah satu konsep urban farming, yaitu teknik

pertanian yang menggunakan air sebagai media tanam sebagai pengganti tanah;

atau dengan kata lain, hidroponik adalah cara bercocok tanam dengan

menggunakan media yang mengandung larutan nutrisi, Media hidroponik

dianggap lebih ramah dibandingkan dengan cara tradisional (menggunakan tanah)

karena tidak menurunkan kualitas tanah dan tidak menciptakan limbah yang

merusak lingkungan sekitar (Julian, 2022) . Dalam hidroponik, terdapat beberapa

parameter penting yang harus diperhatikan, salah satunya adalah tingkat keasaman

atau pH, karena mempengaruhi kemampuan tanaman untuk mengikat unsur hara
yang melewati akar tanaman. Dengan rasional tersebut, pH tanah harus tetap

dipertahankan antara 5,5 dan 6,5. Apabila pH turun, dapat ditambahkan air

melalui cara manual (disiram) atau otomatis (Komaludin, 2018) . Dengan

keunggulan yang telah disebutkan, terdapat tantangan dalam budidaya hidroponik,

yaitu sulit untuk diproses karena banyak hal yang harus diperhatikan. Selain

parameter pH, parameter penting lainnya yaitu kadar air, oksigen, nutrisi,

kelembaban, dan suhu. Variabel-variabel tersebut dapat mempengaruhi kualitas

tanaman yang ditanam secara hidroponik (Asmana et al., 2017) . Pengendalian

nutrisi, suhu, volume air, pH dan kelembaban menjadi sangat penting, dimana

proses ini dilakukan secara manual atau konvensional (Doni & Rahman, 2020) .

Pembibitan adalah salah satu langkah penting dalam proses penanaman

hidroponik. Menabur dalam sistem hidroponik adalah suatu proses dimana bibit

tanaman ditempatkan pada media tanam yang dalam wujud potongan rockwool.

Media berbentuk kubus, dan benih tanaman ditempatkan di dalamnya (Priyadi &

Putri, 2022) . Menabur dalam penanaman hidroponik membutuhkan waktu antara

0 – 4 hari. Setelah memotong rockwool menjadi bagian-bagian kecil dan

memasukkan benih ke dalamnya, rockwol diletakkan di atas nampan dan

dilakukan penyemprotan dengan menggunakan air secukupnya selama dua kali

sehari, yaitu pagi dan sore hari. Nampan yang berisi rockwool, harus disimpan di

tempat yang dapat menjamin kelembabannya serta harus teduh dari terik sinar

matahari langsung agar tidak kering. Setelah muncul daun pada bibit tanaman,

langkah berikutnya yaitu dilakukan proses penaburan (Izzuddin, 2016) . Proses ini

dilakukan dengan memindahkan rockwool ke pot yang telah disiapkan. Kemudian


bibit yang telah berdaun tersebut ditanam kembali dan diletakkan di tempat yang

terkena sinar matahari (Heleni et al., 2022) . Setelah benih memiliki kira-kira

empat daun, tanaman dapat dipindahkan ke fasilitas hidroponik dimana tanaman

hidroponik dapat dikembangkan melaui pemberian nutrisi dengan konsentrasi

tertentu dan diberi kebutuhan pupuk secukupnya (Tallei et al., 2017) . Proses

penyemaian ini harus dilakukan dengan baik dan hati-hati karena merupakan

langkah awal menuju suksesnya penanaman hidroponik. Budidaya pertanian

hidroponik akan lebih maksimal fungsinya apabila dimonitor secara simultan,

mulai dari pengecekan tingkat pH dalam air yang mengalir, suhu, kelembapan,

dan aspekaspek lain. Hal ini dapat berdampak pada capaian optimum dari tumbuh

kembang tanaman pada media hidroponik. Kompleksitas proses budidaya

hidroponik dapat dipermudah dengan bantuan teknologi IoT, yang mana telah

banyak dilakukan oleh akademisi di Indonesia. Penerapan sistem IoT pada unit

hidroponik dapat memberikan fungsi otomatis dan mengurangi intervensi secara

manual sehingga memudahkan petani untuk memantaunya dengan cara lebih

efisien dan lebih efektif sehingga berimplikasi pada adanya peningkatan

produktivitas dan hasil tanaman hidroponik tersebut juga akan lebih berkualitas

(Ciptadi & Hardyanto, 2018) . Pada bab selanjutnya, akan dikaji sejauh mana

peranan IoT dalam mendukung pertanian hidroponik di Indonesia.

2.2. Peran IoT dalam Proses Pembibitan pada Hidroponik

Di era Industri 4.0, IoT telah berkembang sangat pesat di beragam sektor, dan

salah satu dari sekian banyak corcern dan potensial adalah sektor pertanian, yang

mana selanjutnya populer dengan istilah smart farming (Sumarudin et al., 2019) .
Budidaya tanaman hidroponik berbantuan IoT juga termasuk dalam klasifikasi

sebagai smart farming. Pada bagian ini, dikaji beberapa penelitian tentang

penerapan IoT khusus untuk penyemaian bibit.

Pada riset (Wulandari et al., 2021) tidak melibatkan konektivitas internet dalam

usulan sistemnya. Mereka mengembangkan sistem Computer Numerical Control

(CNC) sebagai alat alternatif penyemaian benih selada Sensor ultrasonic

digunakan sebagai detektor keberadaan wadah. Hasil kajian literatur menunjukkan

pada penelitian dengan tema IoT yang berfokus pada proses pembibitan masih

banyak belum dilakukan di Indonesia, hal ini memberikan gambaran kepada

peneliti lain tentang peluang area riset di topik ini.

2.3. Penelitian Penerapan IoT untuk Hidroponik di Indonesia (2016 - 2022)

Dari 100 (seratus) buah artikel yang diperoleh, didapatkan 3 (tiga) buah

artikel yang berfokus pada pembenihan dalam sistem hidroponik, sementara

sisanya membahas hal yang lebih umum. Adapun sisa 97 (sembilan puluh tujuh)

buah artikel setelah diperiksa didapatkan 11 (sebelas) buah referensi yang sesuai

dengan bidang IoT untuk hidroponik. Dengan kata kunci yang telah dijelaskan

pada bagian Metode, ternyata didapatkan beragam referensi tentang aplikasi IoT

pada bidang agriculture secara umum, seperti tanaman padi, tanaman jagung,

lidah buaya, sistem irigasi, dan hal-hal lain yang tidak berkaitan dengan topik

tanaman hidroponik. Hal lain yang menjadi pertimbangan sorting referensi adalah

kaitannya dengan IoT, dimana usulan sistem otomatis pada literatur yang

didapatkan (tidak melibatkan IoT) telah di-drop dari bank kajian di paper ini

sehingga didapatkan hanya 11 (sebelas) artikel saja. Pada bagian ini dijabarkan
hasil kajian kesebelas paper tersebut mengenai latar belakang masalah tentang isu

penelitiannya dan cara kerja usulan sistem.

1. Referensi (Afandi et al., 2022) melakukan penelitian sistem monitoring

untuk tanaman sayuran muda yang memerlukan kesesuaian tingkat

kelembaban dan intensitas cahaya agar dapat tumbuh kembang dengan

baik. Sistem monitoring menggunakan sensor kelembaban tanah (YL-69),

sensor intensitas cahaya (BH1750), sensor suhu (RTC DS3231) dan dua

buah relay. Sistem mampu membaca parameter kelembaban dan

menyesuaikan terik sinar matahari dan kondisi sistem dapat dipantau

melalui platform Antares. 2. Referensi (Perteka et al., 2020), mengusulkan

sistem IoT agar mampu melakukan otomatisasi dalam memberikan nutrisi

pada tanaman. Sistem berbasis cloud firebase database. 3. Referensi

(Wibowo et al., 2022), melakukan riset tentang pembuatan sistem NFT

sebagai pengontrol nutrisi tanaman kangkung pada medium hidroponik.

Metode regresi linier diterapkan untuk mengecek nutrisi tanaman secara

otomatis berbasis internet. Antarmuka monitoring berbasis aplikasi Blynk

sehingga kondisi tanaman kangkung dapat dikontrol dengan baik. 4.

Referensi (Kartosugondo et al., 2018), berfokus pada bagian pengecekan

kualitas air untuk tanaman hidroponik secara berkala. Sistem ini

diperuntukkan kepada penanam hidroponik dalam membantu mengurangi

tingkat kegagalan panen akibat kualitas air yang buruk dan tidak

terkontrol. 5. Referensi (Setiawan et al., 2019) mengembangkan sistem

monitoring dan kontrol untuk sistem hidroponik, yang tersusun atas


Arduino UNO, sensor suhu IC LM35, sensor pH dan sensor konduktivitas

listrik untuk mengukur besarnya debit. Aplikasi monitoring dan kontrol

dibangun menggunakan App Inventor. Sistem ini dijalankan melalui web

server ThingSpeak dan terhubung dengan aplikasi yang dikembangkan. 6.

Referensi (Makruf, 2019) melakukan penelitian tentang pemeliharaan

tanaman hidroponik secara otomatis untuk mereduksi upaya pemeliharaan

secara manual yang dianggap kurang efisien. Sistem monitoring berbasis

Wemos D1 Mini sebagai pengolah data dari sensor yang telah terintegrasi

sebelumnya dan mengirimkan data secara realtime ke Firebase database.

Sensor pada sistem ini yaitu sensor kekeruhan air dan sensor DHT11

sebagai sensor suhu pada tanaman Sistem mereka telah didemonstrasikan

dan berhasil dalam mengukur suhu dan kekeruhan air yang bercampur

nutrisi. 7. Referensi (Pamungkas & Rahardjo, 2021) melakukan penelitian

sistem monitoring tanaman hidroponik dengan menggunakan tiga

parameter penting, yakni unsur hara terlarut, pH air, dan suhu air. Sensor

pada sistem mereka melibatkan sensor TDS, sensor pH dan sensor suhu

DS18B20 yang diproses menggunakan Airduino Mega 2560. Data dikirim

ke database via NodeMCU ESP8266. 8. Referensi (Irawati et al. 2021)

melakukan penelitian tentang koordinasi tanaman hidroponik dengan

bantuan teknologi IoT menggunakan metode penanaman hidroponik

berbasis NodeMCU. Sistem yang diusulkan mampu memantau kualitas air

dan nutrisi pada tanaman hidroponik sesuai kebutuhan pengguna

menggunakan Bynk. Sistem ini terdiri atas berbagai sensor yang


digunakan untuk merekam data yang dibutuhkan dari lokasi yang

diusulkan. 9. Referensi (Aji et al., 2021) mengusulkan sistem monitoring

dan kontrol sirkulasi air untuk memudahkan para penggiat hidroponik

dalam memonitor dan mengontrol hidroponik. 10. Referensi (Ciptadi &

Hardyanto, 2018) melakukan penelitian tentang pengembaga sistem IoT

untuk hidroponik. Mereka menggunakan dua buah sensor yang terhubung

langsung dengan mikrokontroler yaitu sensor DHT11 yang berfungsi

sebagai sensor suhu dan kelembaban dan sensor YF-S201 yang berfungsi

sebagai sensor intensitas nutrisi. 11. Referensi (Megantoro et al., 2022)

mengembangkan sistem IoT berbasis mikrokontroler ESP32 untuk

melakukan monitoring keadaan air, nutrisi, dan kondisi suhu pada media

tanaman hidroponik dengan sensor-sensor sesuai dengan fungsinya.

KESIMPULAN Hidroponik merupakan metode pertanian yang

menawarkan kelebihan seperti efisiensi penggunaan lahan sehingga

merupakan sebuah solusi untuk melakukan penanaman pada lahan hijau

yang terbatas. Kelebihan lainnya adalah tanaman yang tumbuh pada media

hidroponik lebih cepat pertumbuhannya, lebih higenis, dan efisien dalam

penggunaan pupuk dan air, mengurangi serangan hama, serta mampu

menghasilkan hasil panen yang lebih baik. Akan tetapi kelemahannya

adalah tingkat perawatan alat yang rumit dan teknologi yang minim.

Meninjau kekurangan tersebut, tercipta beragam inovasi yang berbasis IoT

oleh para akademisi di Indonesia untuk mengatasinya. Dengan demikian,

proses bertani menggunakan media hidroponik menjadi lebih mudah,


tertama dalam mengkondisikan atau memonitor konsentrasi nutrisi

terlarut, suhu, kandungan oksigen terlarut, pH, dan kecukupan sinar

matahari. Berdasarkan hasil kajian, IoT telah banyak memberikan benefit

untuk aplikasi hidroponik, diantaranya dapat mempermudah petani untuk

mengelola dari benih, pengairan, hingga penyemaian melalui internet.

Perawatan hidroponik yang awalnya sulit dilakukan jika menggunakan

metode konvensional, menjadi lebih mudah dengan sistem otomatis dan

terkondisikan secara jarak jauh melalui konsep IoT. Adapun sensor yang

umum digunakan untuk aplikasi hidroponik adalah sesuai kebutuhan

tanaman hidroponik itu sendiri, yaitu sensor suhu, sensor pH, sensor TDS.

Hal yang membedakan antara sistem usulan berbagai akademisi adalah

terletak pada penggunaan Mikrokontoler, protokol yang digunakan, dan

antarmuka. PUSTAKA Afandi, M. A., Fadhlan, F., Artha Rochmanto, R.,

& Widyantara, H. (2022). Perangkat Budidaya Microgreen berbasis IoT.

Teknik Elektro Institut Teknologi Nasional Bandung, 10(3), 581–595.

http://dx.doi.org/10.26760/elkomika.v10i3. 581 Aji, D. K. P., Nurhasan,

U., Arianto, R., & Triswidrananta, O. D. (2021). Smart ecosystem for

hydroponic land in the hydroponic farmers group guided by CSR PT.

Otsuka Indonesia as an improved quality and quantity of harvest results.

IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, 1073(1), 1–7.

https://doi.org/10.1088/1757- 899X/1073/1/012030 Asmana, M. S.,

Abdullah, S. H., & Putra, G. M. D. (2017). Analisis keseragaman aspek

fertigasi pada desain sistem hidroponik dengan perlakuan kemiringan


talang. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, 5(1), 303-315.

Ciptadi, P. W., & Hardyanto, R. H. (2018). Penerapan teknologi IoT pada

tanaman hidroponik menggunakan arduino dan blynk android. Jurnal

Dinamika Informatika, 7(2), 29-40. Crisnapati, P. N., Wardana, I. N. K.,

Aryanto, I. K. A. A., & Hermawan, A. (2017, August). Hommons:

Hydroponic management and monitoring system for an IOT based NFT

farm using web technology. In 2017 5th International Conference on

Cyber and IT Service Management (CITSM) (pp. 1-6). IEEE. Dewi, L. J.

E., Seputra, K. A., & Wijaya, I. N. S. W. (2022). Pengembangan Aplikasi

Mobile Sistem Informasi Produk Pertanian Kabupaten Buleleng.

SINTECH (Science and Information Technology) Journal, 5(1), 66–74.

https://doi.org/10.31598/sintechjournal.v5i 1.999 Doni, R., & Rahman, M.

(2020). Sistem Monitoring Tanaman Hidroponik Berbasis Iot (Internet of

Thing) Menggunakan Nodemcu ESP8266. J-SAKTI (Jurnal Sains

Komputer dan Informatika), 4(2), 516-522. Dwiyatno, S., Krisnaningsih,

E., & Hidayat, D. R. (2022). Smart Agricultute Monitoring Penyiraman

Tanaman Berbasis IoT. Jurnal PROSISKO, 9(1), 38–43. Harsanto, B.

(2020). Inovasi Internet of Things pada Sektor Pertanian: Pendekatan

Analisis Scientometrics. Informatika Pertanian, 29(2), 111-122. Heleni, S.,

Syafira, A., Ritonga, A., Aprillia, D., Nurlita, E., Andriyanti, I., ... & Sania,

S. M. (2022). Pemberdayaan Masyarakat Desa Dalam Meningkatkan

Ketahanan Pangan Melalui Teknik Hidroponik. KALANDRA Jurnal

Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(5), 105-113. Hidayat, T. (2017). IoT


Smart Agriculture on ZigBee: A Systematic Review. InComTech : Jurnal

Telekomunikasi Dan Komputer, 8(1), Art. 1.

https://doi.org/10.22441/incomtech.v8i1.2 146 Hirawan, D., & Hermanda,

D. (2019). Pembangunan Sistem Monitoring Pengelolaan Benih Tanaman

Hutan Berbasis IoT dan Smart Energy, Komputika: Jurnal Sistem

Komputer, 8(2), 120–128. Irawati, I., Irmawati, D., Permana, M. G. A., &

Amri, M. R. (2021). Internet Of Things (IoT) In Water Quality Monitoring

Systems And Nutrition In Hydroponic Plants. EduvestJournal Of

Universal Studies, 1(8), 676- 684. Izzuddin, A. (2016). Wirausaha santri

berbasis budidaya tanaman hidroponik. Jurnal Pengabdian

Masyarakat/DIMAS, 12(2), 351-366. Julian, F. F. (2022). Smart Urban

Farming Berbasis IoT(IoT). https://library.universitaspertamina.ac.id//x

mlui/handle/123456789/6025 Kartosugondo, M., Leliana, F., & Yolanda,

A. (2018). Smart Hydro System Sebagai Solusi Otomasi Pemeliharaan

Pertanian Hidroponik. Prosiding SNST Fakultas Teknik, 1(1). Komaludin,

D. (2018). Penerapan Teknologi Internet of Thing (IoT) pada bisnis

budidaya tanaman Hidroponik sebagai langkah efisiensi biaya perawatan.

Prosiding FRIMA (Festival Riset Ilmiah Manajemen dan Akuntansi), (1),

682-690. Makruf, M. (2019). Implementasi Wireless Sensor Network

(WSN) untuk Monitoring Smart Farming Pada Tanaman Hidroponik

Menggunakan Mikrokontroller Wemos D1 Mini. JIKO (Jurnal Informatika

dan Komputer), 2(2), 95-102. Megantoro, P., Prastio, R. P., Kusuma, H. F.

A., Abror, A., Vigneshwaran, P., Priambodo, D. F., & Alif, D. S. (2022).
Instrumentation system for data acquisition and monitoring of hydroponic

farming using ESP32 via Google Firebase. Indonesian Journal of

Electrical Engineering and Computer Science, 27(1), 52-61. Nalendra, A.

K., & Mujiono, M. (2020). Perancangan IoT (Internet of Things) Pada

Sistem Irigasi Tanaman Cabai. Generation Journal, 4(2), 61-68.

Narasimman, D. S., Reddy, M. A., Bhargav, P. S., Mahathi, T., Reddy, S.

M., & Vijyalaxmi, K. (2022b). IoT Based Smart Agriculture And

Automatic Seed Sowing Robot. Journal of Engineering Sciences, 13(7),

513–548. Pamungkas, L., Rahardjo, P., & Agung, I. G. A. P. R. (2021).

Rancang Bangun Sistem Monitoring pada Hidroponik NFT (Nurtient Film

Tehcnique) Berbasis IoT. Jurnal SPEKTRUM Vol, 8(2). Perteka, P. D. B.,

Piarsa, I. N., & Wibawa, K. S. (2020). Sistem Kontrol dan Monitoring

Tanaman Hidroponik Aeroponik Berbasis IoT. Jurnal Ilmiah Merpati

(Menara Penelitian Akademika Teknologi Informasi), 8(3), 198–210.

https://doi.org/10.24843/JIM.2020.v08.i03 .p05 Pramartaningthyas, E. K.,

Ma'shumah, S., & Faud, M. I. (2022). Analisis Performa Sistem Kendali

pH dan TDS Terlarut Berbasis Internet of Things Pada Sistem Hidroponik

DFT. Jurnal RESISTOR (Rekayasa Sistem Komputer), 5(1), 1-9.

Rachmawati, R. R., & Pertanian, P. S. E. (2021). Smart Farming 4.0 untuk

Mewujudkan Pertanian Indonesia Maju, Mandiri, dan Modern. Forum

Penelitian Agro Ekonomi; Vol 38, No 2 (2020): Forum Penelitian Agro

Ekonomi; 137-155. https://doi.org/10.21082/fae.v38n2.2020.1 37-155

Rasywir, E., Sinaga, R., & Pratama, Y. (2020). Evaluasi Pembangunan


Sistem Pakar Penyakit Tanaman Sawit dengan Metode Deep Neural

Network (DNN). Jurnal Media Informatika, 4(4), 1206–1215.

https://doi.org/10.30865/mib.v4i4.2518 Reza, A. W., Saymatul Jannat, K.,

Islam, M. S., & Das Barman, S. (2022). Smart Pre-Seeding Decision

Support System for Agriculture. Journal of Information Systems and

Telecommunication (JIST), 2(38), 102.

https://doi.org/10.52547/jist.15698.10.38.1 02 Priyadi, B., & Putri, R. I.

(2022). Rancang Bangun Sistem Pembenihan Otomatis Pada Tanaman

Sawi Hidroponik. Jurnal Elkolind: Jurnal Elektronika dan Otomasi

Industri, 9(3), 212-217. Setiawan, Y., Tanudjaja, H., & Octaviani, S.

(2019). Penggunaan IoT (IoT) untuk Pemantauan dan Pengendalian Sistem

Hidroponik, TESLA: Jurnal Teknik Elektro. Jurnal Teknik Elektro, 20(2),

175–182. https://doi.org/10.24912/tesla.v20i2.2994 Sujadi, H., &

Nurhidayat, Y. (2019). Smart GreenHouse Monitoring System Based On

IoT. J-ENSITEC, 6(01), Art. 01.

https://doi.org/10.31949/jensitec.v6i01.2020 Sumarudin, A., Putra, W. P.,

Ismantohadi, E., Supardi, S., & Qomarrudin, M. (2019). Sistem

Monitoring Tanaman Hortikurtula Pertanian Di Kabupaten Indramayu

Berbasis IoT. Jurnal Teknologi dan Informasi, 9(1), 45–54.

https://doi.org/10.34010/jati.v9i1.1447 Tallei, T. E., Rumengan, I. F., &

Adam, A. A. (2017). Hidroponik untuk pemula. Manado: LPPM Unsrat.

Tjahjono, B., Karsono, K., & Meria, L. (2021). Development of Precission

Farming Hydropoonic Model Based On Internet of Things Using Arduino.


International Journal of Science, Technology & Management, 2(6), 1946-

1955. Wahyudi, D. A., Wibowo, S. A., & P, R. P. (2021). Rancang Bangun

Sistem Padi Aquaponic Berbasis IoT(IoT). Jurnal MahasiswaTeknik

Informatika, 5(1). https://doi.org/10.36040/jati.v5i1.3271 Wibowo, N. S.,

Azizah, M., Wiryawan, I. G., & Rosdiana, E. (2022). Desain Sistem

Informasi Monitoring Nutrisi Tanaman Hidroponik Kangkung dengan

Menggunakan Metode Regresi Linear. Jurnal Ilmiah Inovasi, 22(1), 51–58.

https://doi.org/10.25047/jii.v22i1.3115 Wijaya, A., & Rivai, M. (2018).

Monitoring dan Kontrol Sistem irigasi Berbasis IoT Menggunakan Banana

PI. Jurnal Teknik ITS, 7(2), A288–A292.

https://doi.org/10.12962/j23373539.v7i2.3 1113 Wulandari, W., & Rifaldi,

T. (2021). Sistem Penyemaian Otomatis menggunakan Teknik Computer

Numerical Control Pada Budidaya Tanaman Selada. Jurnal Keteknikan

Pertanian Tropis dan Biosistem, 9(2), 112-121.

Peningkatan Pendapatan Masyarakat Melalui Pemanfaatan Pekarangan

Dengan Tekhnik Budidaya Hidroponik

Abstrak. Kecamatan Medan Helvetia merupakan wilayah dengan

kepadatan penduduk yang tinggi dan merupakan ciri dari perkotaan. Salah

satu kelurahannya adalah Kelurahan Dwikora selain penduduk yang padat

pemilikan lahan pekarangan belum dioptimalkan serta tingkat pendapatan


masyarakat yang rendah. Dalam hal ini perlu upaya memberikan

pengetahuan berupa inovasi dalam pemanfaatan lahan pekaranagan dengan

teknologi budidaya hidroponik yang tidak memerlukan lahan yang luas.

Hasil survei awal yang dilakukan maka tujuan yang akan dicapai adalah

mengembangkan kelompok masyarakat yang mandiri secara ekonomi

dengan memberikan keterampilan tentang teknik budidaya tanaman

hidroponik, teknik pengemasan hingga pemasaran dan memberikan

pengetahuan tentang peluang agribisnis sayuran hidroponik dimasa yang

akan datang. Sedangkan target khusus yang akan dicapai adalah

masyarakat memiliki kemampuan dalam meningkatkanatau menambah

penghasilan keluarga dari budidaya hidroponik serta merubah perilaku

dalam memanfaatkan pekarangan rumah agar mempunyai nilai ekonomis.

Metode yang digunakan adalah dengan membuat demplot dan pelatihan

dari tim serta narasumber yang ahli dalam hal budidaya tanaman

hidroponik , pengemasan dan pemasaran guna memberikan keterampilan

kepada mitra untuk selanjutnya dilakukan wawancara untuk mendapatkan

data-data sesuai dengan kebutuhan analisis. Terdapat peningkatan

pendapatan masyarakat dari tanaman hidroponik rata-rata Rp. 200.000/

musim tanam, tergantung jenis sayuran yang diusahakan. Terjadi

perubahan perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) msyarakat

dalam adopsi teknologi budidaya hidroponik..


PENDAHULUAN Menurut Sajogyo, 1994 Pekarangan merupakan

sebidang tanah di sekitar rumah yang masih dapat diusahakan secara

sambilan. Pekarangan juga didefenisikan sebagai sebidang tanah darat

yang terletak langsung disekitar rumah tinggal dan lelas batas-

batasnya.Oleh karena letaknya di sekitar rumah, maka pekarangan

merupakan lahan yang mudah diusahakan oleh seluruh anggota keluarga

dengan memanfaatkan waktu yang tersedia. Hal ini sangat memungkinkan

untuk melakukan pertanaman hidroponik pada lahan pekarangan.

Hidroponik adalah lahan budidaya pertanian tanpa menggunakan media

tanah, sehingga hidroponik merupakan aktivitas pertanian yang dijalankan

dengan menggunakan air sebagai medium untuk menggantikan tanah.

Sehingga sistem bercocok tanam secara hidroponik dapat memanfaatkan

lahan yang sempit.Pertanian dengan menggunakan sistem hidroponik

memang tidak memerlukan lahan yang luas dalam pelaksanaannya, tetapi

dalam bisnis pertanian hidroponik hanya layak dipertimbangkan

mengingat dapat dilakukan di pekarangan rumah,atap rumah maupun

lahan lainnya. Budidaya hidroponik merupakan metode budidaya tanpa

menggunakan media tanah, tetapi memanfaatkan air/larutan mineral

bernutrisi yang diperlukan oleh tanaman dan bahan lainnya sebagai

pengganti media tanah yang mengandung unsur hara seperti sabut kelapa,

serat mineral. Dalam pengabdian ini digunakan media Rockwoll yang

mempunyai kelebihan dibandingkan media lainnya karena mempunyai

perbandingan komposisi air dan udara yang ideal (Henra dan Suryani,
2014) Beberapa keuntungan budidaya hidroponik: 1. Sayuran yang

ditanam tidak kontak langsung dengan tanah sehingga hasilnya lebih

bersih dan sehat 2. Sayuran jarang terserang hama dan penyakit, serta

nutrisi yang dicairkan sudah sesuai dengan nutrisi yang dibutuhkan oleh

tanaman 3. Tidak membutuhkan lahan yang luas 4. Memiliki nilai jual

yang tinggi 5. Hasil panen sayur dapat langsung dimanfaatkan dalam

keadaan segar. Berdasarkan keuntungan hidroponik tersebut masyarakat

mempunyai peluang untuk meningkatkan pendapatan dalam

memanfaatkan pekarangan rumah. Selain itu komoditi yang dihasilkan

bernilai ekonomi tinggi dan memenuhi standar kesehatan. Dari lahan

pekarangan dengan ukuran rata- rata 4m x 6m dapat dibuat 12 paralon,

setiap paralon dibuat lobang tanam sebanyak 15 lobang. Dalam satu

pekarangan dapat memuat lobang tanan sebanyak 180 lobang tanam.

Setiap dua lobang tanam menjadi satu paking/bungkus sayuran hidroponik

dengan harga rata-rata Rp.8000,-. Dengan demikian produksi sayuran

secara ekonomi dapat diperkirakan menghasilkan 180:2 x Rp 8000 = Rp.

720.000,- per dua minggu (umur panen sayuran dua minggu) Biro Pusat

Statistik, pengertian pendapatan dibedakan menjadi 2 jenis : 1. Pendapatan

faktor yang didistribusikan Pendapatan faktor golongan ini dapat dibagi

lagi menurut sumbernya menjadi : a. Penghasilan sebagai upah b.

Penghasilan dari usaha sendiri dan pekerjaan c. Penghasilan dari

kepemilikan harta 2. Transfer yang bersifat redistribusif Golongan ini,

terutama terdiri dari transfer pendapatan yang tidak bersifat mengikat


biasanya merupakan imbalan atas barang/jasa/hak milik. 13 Kemudian

Biro Pusat Statistik membedakan pengertian pendapatan berupa uang dan

barang. Hal ini dapat dilihat dari uraian sebagai berikut : a. Pendapatan

berupa uang yaitu pendapatan dari gaji/upah yang diperoleh dari pekerja

pokok, kerja lembur, kerja sampingan, dan kerja kadang-kadang. b.

Pendapatan berupa barang yaitu pendapatan yang berupa pengobatan,

transportasi, perumahan, barang produksi dan konsumsi. Para perintis ilmu

ekonomi, membagi masyarakat atas tiga kategori, yait kaum pekerja (dan

petani), para pengusaha atau kapitalis (kelas menengah) dan para tuan

tanah (T. Bilarso, 1994:78). Menurut Valerie J. Hull yang dikutip oleh

Masri Singarimbun, bahwa jumlah seluruh pendapatan dan kekayaan

keluarga termasuk barang dan hewan peliharaan dipakai untuk membagi

keluarga ke dalam tiga kelompok pendapatan yaitu pendapatan tinggi,

pendapatan menengah dan pendapatan rendah. Golongan berpenghasilan

rendah adalah golongan yang memperoleh pendapatan atau penerimaan

sebagai imbalan terhadap kerja mereka yang jumlahnya jauh lebih sedikit

apabila dibandingkan dengan kebutuhan pokok. Perilaku manusia (human

behavior) merupakan reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat

kompleks. Pada manusia khususnya dan pada berbagai spesies hewan

umumnya memang terdapat bentukbentuk perilaku instinktif (species-

specific behavior) yang didasari oleh kodrat untuk mempertahankan

kehidupan. Perilaku manusia merupakan hasil dari pada segala macam

pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud


dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan (Kesmas, 2013). Menurut

Kesmas (2013) kesehatan individu dan masyarakat dipengaruhi oleh dua

faktor yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor diluar perilaku (nonperilaku).

Selanjutnya faktor perilaku ini ditentukan oleh tiga kelompok faktor

seperti perilaku seseorang berhubungan faktor predisposisi, faktor

pemungkinan dan faktor penguat. Oleh sebab itu, akan diuraikan hal-hal

yang berkaitan dengan perilaku serta hal-hal yang berhubungan dengan

perilaku, yaitu: a. Faktor predisposisi (predisposing factor), faktor

predisposisi mencakup pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi,

berkenaan dengan motivasi seorang atau kelompok untuk bertindak.

Sedangkan secara umum faktor predisposisi ialah sebagai preferensi

pribadi yang dibawa seseorang atau kelompok kedalam suatu pengalaman

belajar. Hal ini mungkin mendukung atau menghambat perilaku sehat

dalam setiap kasus, faktor ini mempunyai pengaruh. Faktor demografis

seperti status sosial-ekonomi, umur, jenis kelamin dan ukuran keluarga

saat ini juga penting sebagai faktor predisposisi. b. Faktor pemungkin

(enabling factor), mencakup berbagai keterampilan dan sumber daya yang

perlu untuk melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya itu meliputi

fasilitas pelayanan kesehatan, personalia klinik atau sumber daya yang

serupa itu. Faktor pemungkin ini juga menyangkut keterjangkauan

berbagai sumber daya, biaya, jarak ketersediaan transportasi, waktu dan

sebagainya. c. Faktor penguat (reinforcing factor). Faktor penguat adalah

faktor yang menentukan tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau


tidak. Sumber penguat tergantung pada tujuan dan jenis program. Di

dalam pendidikan pasien, faktor penguat bisa berasal dari perawat, bidan

dan dokter, pasien dan keluarga.

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi dan pendapatan Hidroponik

Tanaman hidroponik memilki keunggulan dalam hal umur panen yang

relatif lebih singkat dibandingkan dengan pola tanam secara konvensional

yaitu rata –rata 2 minggu (14 hari). Tanaman yang diaplikasika adalah

selada. Produksi yang diperoleh tergantung dari jumlah lubang tanam

persatu instalasi. Dalam penelitian ini masyarakat menggunakan instalasi

dengan jumlah lubang 72 lubang dalam 3 tingkat yang disusun secara

vertikal. Produksi perlubang tanam sayuran tersebut rata-rata adalah

0,3Kg, sehingga untuk satu instalasi menghasilkan 21,6 Kg. Setelah

mendapatkan hasil kemudian dikemas dengan harga Rp. 20.000/ Kg.

Biaya yang dikeluarkan per instalasi sebesar Rp. 200.000 untuk satu kali

proses produksi. Berdasarkan hasil penjualan diperoleh 72 batang X 0,3

Kg x Rp. 20.000 adalah 432.000/intalasi perpanen sehingga diperoleh

keuntungan 432.000 -200.000 = Rp. 232.000. Besar keuntungan tersebut

merupakan hasil bersih yang bisa diperoleh masayarakat, sehingga besar

peningkatan pendapatan rumah tangga nya adalah sebesar Rp.232.000

persekali panen. Nilai sudah dirasakan oleh masyarakat akan manfaat dari

budidaya tanaman secara hidroponik ini, besar peningkatan sebesar 30 %

dengan masa tanam hanya 14 hari. Tabel berikut menunjukkan produksi


dan pendapatan rata rata yang dihasilkan petani per musim tanam.

Perubahan perilaku dalam hal pengetahuan Perubahan dalam segi

pengetahuan dari penelitian ini adalah bertambahnya ilmu pengetahuan

masyarakat dalam pemanfaatan pekarangan dari lahan kurang ekonomis

menjadi lahan yang mempunyai nilai dengan tekhnik budidaya sayur

secara hidroponik. Hal ini ditunjukkan bahwa kelurahan Dwikora saat ini

menjadi kelurahan yang mandiri dalam pemenuhan kebutuhan seharihari

khususnya sayur, yang sebelumnya kelurahan yang tidak menarik,

sekarang menjadi kelurahan yang hijau dengan sayur selada, bahkan ada

yang mencoba untuk tanaman kangkung, bayam, kailan bahkan cabai.

Selain itu masyarakat juga mempunyai pengetahuan dalam hal pengaturan

kemasan sampai penganalisisian peluang pasar sehingga produk yang

mereka hasilkan dapat terjual dengan baik. Perubahan perilaku dari segi

keterampilan. Perubahan yang teridentifikasi dari hasil pengaplikasian

tanaman hidroponik ini adalah masyarakat sudah mampu membuat

instalasi secara mandiri mulai dari penyedian alat instalasi sampai bahan

untuk pertanaman. Bahkan ada yang melakukan pengembangan bentuk

instalasi demi mendapatkan hasil yang lebih banyak lagi, karena semakin

banyak lubang tanam maka akan semakin banyak produksi dan akan

menghasilkan banyak pendapatan dan keuntungan. Perubahan perilaku

secara ketrampilan sebesar 50 % Perubahan perilaku Dari segi Sikap.

Sikap adalah pernyataan evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa.

Hal ini mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu. Perubahan


sikap tang teridentifikasi dalam penelitian ini adalah adanya perubahan

yang lebih perduli dengan lingkungan sekitar yaitu dengan sikap yang

tidak mau berpartisipasi menjadi mau, dari sebelumnya tidak mau

berwirausaha menjadi sangat bersemangat untuk menjalankan usaha usaha

ini secara berkelanjutan karena potensi pasar yang menjanjikan. Perubahan

yang terjadi boleh dikatakan 100 %. SIMPULAN Berdasarkan hasil

kegiatan diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Besar

peningkatan pendapatan yang diperoleh dari budidaya tanaman secara

hidroponik adalah sebesar 30 %. 2. Perubahan dalam segi pengetahuan

dari penelitian ini adalah bertambahnya ilmu pengetahuan masyarakat

dalam pemanfaatan pekarangan dari lahan kurang ekonomis menjadi lahan

yang mempunyai nilai dengan tekhnik budidaya sayur secara hidroponik.

3. Perubahan keterampilan dari hasil pengaplikasian tanaman hidroponik

ini adalah masyarakat sudah mampu membuat instalasi secara mandiri

mulai dari penyedian alat instalasi sampai bahan untuk pertanaman. 4.

Perubahan sikap tang teridentifikasi dalam penelitian ini adalah adanya

perubahan yang lebih perduli dengan lingkungan sekitar yaitu dengan

sikap yang tidak mau berpartisipasi menjadi mau, dari sebelumnya tidak

mau berwirausaha menjadi sangat bersemangat untuk menjalankan usaha

usaha ini secara berkelanjutan

REFERENSI Henra, Suryani, 2014. Hidroponik Budi Daya Tanaman

Tanpa Tanah Mudah, Bersih, dan Menyenangkan.Yogyakarta: ARCitra

Kesmas, 2013, Jurnal Kesehatan Masyarakat 2013, Volume 2, Nomor 2,


April 2013 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm,diakses

24 0ktober 2013 Sayogyo, 1994. Menuju Gizi Baik yang Merata di

Pedesaan dan Perkotaan. Univesitas Gadjah Mada Yogyakarta. Sugiyono.

2015. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif

dan R&D). Penerbit CV. Alfabeta: Bandung

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI (Brassica juncea

L.) DENGAN APLIKASI BEBERAPA KONSENTRASI NUTRISI AB

MIX DAN MONOSODIUM GLUTAMAT PADA SISTEM TANAM

HIDROPONIK WICK

Abstrak Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat saat ini

juga menyebabkan adanya pergeseran pola konsumsi dan gaya hidup ke

arah yang lebih baik. Beberapa tahun terakhir sudah bermunculan

perkebunan sayuran yang berbeda dengan konvensional. Industri ini

menghasilkan sayuran yang higenis dengan menggunakan teknologi

seperti hidroponik. Salah satu komoditi pertanian yang dapat

dibudidayakan secara hidroponik adalah sawi (Brassica juncea L.). Tujuan

penelitian ini untuk mengetahui pengaruh aplikasi beberapa konsentrasi

AB Mix dan Monosodium Glutamat terhadap pertumbuhan dan produksi

tanaman sawi dengan sistem tanam hidroponik wick. Hasil pengamatan

dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor,


faktor pertama yaitu pemberian nutrisi AB mix yang terdiri 500 ppm/plot,

800 ppm/plot dan 1100 ppm/plot. Faktor kedua pemberian Monosodium

Glutamate dengan taraf tanpa pemberian Monosodium Glutamate dan

dengan pemberian Monosodium Glutamate. Parameter pengamatan

penelitian adalah tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, produksi

persampel dan produksi perplot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

perlakuan pemberian nutrisi AB Mix dan monosodium glutamat serta

pengaruh interaksi antara nutrisi AB Mix dan Monosodium Glutamat tidak

nyata terhadap semua parameter yang diamati.

PENDAHULUAN

Hridroponik merupakan salah satu alternatif bercocok tanam

dengan menggunakan media selain tanah yaitu air. Teknologi hidroponik

berdampak untuk mengurangi atau mempersempit penggunaan lahan

penanaman, sehingga penggunaan lahan lebih efisien. Budidaya tanaman

dengan menggunakan metode hidroponik lebih efisien karena dapat diatur

sedemikian rupa tanpa memerlukan jarak tanam yang luas seperti pada

bercocok tanam dengan media tanah. Teknologi hidroponik, nutrisi yang

diperlukan oleh tanaman dapat diaplikasikan dengan cara melarutkan

nutrisi bersama air yang menjadi media tanam sehingga dapat langsung

diserap oleh akar tanaman, Oleh karena itu penggunaan pupuk/nutrisi dan

penggunaan air lebih efisien menggunakan metode hidroponik. Periode

tanam dengan menggunakan hidroponik lebih pendek sehingga tanaman


lebih cepat dipanen. Oleh karena itu biaya produksi pada budidaya

tanaman dengan menggunakan metode hidroponik menjadi lebih murah

dengan penggunaan lahan, air dan nutrisi secara efisien serta adanya

peningkatan produksi dan hasil panen (Rosario dan Santos 1990; Chow,

1990; Agustina, 2009) Hidroponik merupakan pertanian masa depan

karena dapat diusahakan pada berbagai lokasi, baik di desa, di kota, di

lahan terbuka bahkan diruang tertutup. Budidaya tanaman dengan

menggunakan metode hidroponik dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa

mengenal musim. Pemeliharaan yang dilakukan pada tanaman hidroponik

juga relatif lebih mudah karena media budidaya yang bersih, media tanam

yang steril dan tanaman dapat terlindung dari air hujan. Selain itu tanaman

hidroponik juga lebih sehat, karena serangan hama dan penyakit lebih

sedikit, sehingga hasil produksi tanaman hidroponik lebih segar dan

produktivitas lebih tinggi, dengan mutu hasil tanaman yang lebih baik.

Lingkungan yang bersih dan dan unsur hara yang terpenuhi sesuai dengan

kebutuhan tanaman (Hartus, 2007). Salah satu komoditi pertanian yang

dapat dibudidayakan secara hidroponik yaitu sawi (Brassica juncea L).

Sawi adalah jenis tanaman sayuran dikelompokkan ke dalam famili

Cruciferae. Tanaman sawi berasal dari daerah Tiongkok (Cina) dan Asia

Timur. Tanaman sawi telah telah dibudidayakan sejak 2500 tahun yang

lalu di daerah Cina, dan menyebar luas ke Filipina dan Taiwan. Pada abad

XI tanaman sawi masuk ke Indonesia bersamaan dengan lintas

perdagangan jenis sayuran sub-tropis lainnya (Rukmana, 2007). Sawi


diketahui memiliki kandungan antioksidan yang kaya, zat tersebut dapat

meningkatkan immunitas tubuh dan mencegah kanker. Penghematan lahan

dengan harapan hasil melimpah dapat diupayakan melalui cara hidroponik.

Data Dinas pertanian Sumut menyebutkan bahwa luas lahan tanaman sawi

mencapai 1.074 ha pada 2014, yang mengalami penurunan sebesar 26,54

persen dari 2013 seluas 1.462 ha. Luas panen tanaman sawi hanya 1.157

ha atau turun 20,43 persen dari 2013 seluas 1.454 ha. Begitu juga dengan

produktivitas, turun 5,08 persen menjadi 117,68 kwintal per ha dari 123,98

kwintal per ha dari 2013. Sehigga pada 2014 produksi tanaman sawi turun

24,47 persen menjadi 13.616 ton dari 2013 sebesar 18.027 (Barus, 2014).

Meskipun minat petani terhadap tanaman sawi cukup kuat, namun dalam

proses pengusahaannya masih ditemui berbagai kendala, baik kendala

yang bersifat teknis maupun ekonomis. Solaeman dkk (2003), menyatakan

penelitian penggunaan pupuk limbah pabrik Monosodium glutamat pada

tanaman pangan di propinsi Lampung, penggunaan pupuk cair

Monosodium Glutamate dengan dosis 4000-4500 l/ha pada tanaman ubi

kayu memberikan hasil lebih baik yaitu mendekati hasil yang diperoleh

apabila menggunakan 200 kg urea + 100 kgSP36 +200kg KCl /ha. Padi

sawah yang dipupuk dengan 3.000-4.000 liter/ha pupuk cair MSG hasilnya

relatif sama dengan menggunakan pupuk buatan pada takaran 200 kg

urea/ha, 100 kg SP-36/ha, dan 100 kg KCL/ha, yaitu antara 6- 8 ton/ha

GKP. Hasil kedelai dengan pemupukan pupuk cair monosodium glutamat

lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan pupuk buatan/kristal.


Selain itu, posisi tawar pupuk cair Monosodium Glutamat ini di tingkat

petani lebih baik dibandingkan dengan pupuk kristal karena harganya 63%

dari harga pupuk urea untuk keperluan per hektar. Berdasarkan uraian

diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang hidroponik tanaman sawi

dengan menggunakan konsentrasi AB Mix dan Monosodium Glutamat

yang berbeda-beda pada sistem tanam hidroponik wick.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi Tanaman (cm) Hasil rata-rata tinggi tanaman setelah

penggunaan Nutrisi AB Mix dan Monosodium Glutamate setelah diuji

beda rata-rata dengan menggunakan Uji DMRT. Tinggi tanaman yang

tertinggi diperoleh pada N2 yaitu 7,98 cm dan yang terendah diperoleh

dari N1 yaitu 7,52 cm, sedangkan tinggi tanaman tertinggi pada

pemanfaatan Monosodium Glutamate diperoleh pada M0 yaitu 7,82 cm

dan yang terendah diperoleh pada M1 yaitu 7,62 cm. Peningkatan

konsentrasi nutrisi AB mix mejadi 800 ppm/plot (N2) menghasilkan tinggi

tanaman tertinggi, konsentrasi penggunaan nutrisi AB Mix pada taraf

perlakuan N2 memberikan respon terbaik terhadap tinggi tanaman, hal ini

disebabkan AB mix mengandung Nitrogen yang tinggi sesuai dengan

pendapat Harlina (2003) yang menyatakan bahwa tingginya unsur N yang

tersedia maka protein yang terbentuk juga tinggi sehingga pertumbuhan

tanaman dapat lebih baik. Pada perlakuan Monosodium Glutamate tinggi

tanaman tertinggi dihasilkan pada perlakuan tanpa Monosodium


Glutamate, hal ini diduga karena rendahnya dosis yang diberikan atau

mungki karena Monosodium Glutamate tidak cocok untuk digunakan pada

pertanaman dengan sistem Hidroponik. Hasil penelitan Gresinta, (2015)

menyatakan bahwa penggunaan Monosodium Glutamate dapat

meningkatkan hasil tanaman kacang tanah pada system tanam

konvensional

Jumlah Daun (helai)

Hasil rata-rata jumlah daun akibat penggunaan Nutrisi AB Mix dan

Monosodium Glutamate setelah diuji beda rata-rata dengan menggunakan

Uji DMRT (Tabel 2). Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa penggunaan Nutrisi

AB Mix dan Monosodium Glutamate berpengaruh tidak nyata terhadap

jumlah daun pada umur 1 sampai 4 MST. Jumlah daun akibat penggunaan

Nutrisi AB Mix yang tertinggi diperoleh pada perlakuan N2 yaitu 7,19

helai dan yang terendah diperoleh pada perlakuan N3 yaitu 6,78 helai,

sedangkan untuk hasil jumlah daun terbanyak dari pemanfaatan

Monosodium Glutamate diperoleh pada M0 yaitu 7,17 helai, dan yang

terendah diperoleh pada M1 yaitu 6,69 helai.

Peningkatan konsentrasi AB mix menjadi 800 ppm/plot menghasilkan

jumlah daun yang tertinggi dan penngkatan ke taraf yang lebih tinggi (N3)

ternyata menurunkan jumlah daun, ini berarti penggunaan nutrisi AB mix

pada taraf N2 memberikan respon terbaik terhadap jumlah daun Hal ini

disebabkan karena kandungan N yang tinggi pada AB mix sesuai dengan

Novizan (2001) jumlah daun yang banyak disebabkan oleh unsur hara N
yang terkandung dalam larutan nutrisi karena N adalah komponen utama

dari berbagai substansi penting dalam pembentukan daun. Pada perlakuan

Monosodium glutamate jumlah daun tertinggi dihasilkan pada perlakuan

tanpa Monosodium Glutamat (M0), hal ini diduga karena rendahnya dosis

yang diberikan dan kemungkinan Monosodium glutamate tidak cocok

untuk system tanam hidroponik

Produksi Per Sampel (gr)

Hasil rata-rata jumlah Produksi per sampel setelah penggunaan

Nutrisi AB Mix dan Monosodium Glutamate setelah diuji beda ratarata

dengan menggunakan Uji DMRT . Untuk produksi per sampel akibat

perlakuan Nutrisi AB Mix terbanyak diperoleh pada perlakuan N2 yaitu

107,50 g peningkatan konsentrasi AB mix ke taraf yang lebih tinggi (N3)

menyebabkan penurunan produksi, hal ini disebabkan karena perlakuan

AB mix pada taraf 800 ppm merupakan taraf yang memberikan respon

terbaik terhadap produksi per sampel hal ini sejalan dengan pertambahan

ukuran tanaman yaitu tinggi tanaman dan jumlah daun. Menurut Suratman

dalam Kinasihati (2003) peningkatan berat segar tanaman disebabkan oleh

peningkatan tinggi tanaman dan jumlah daun sebagai bagian vegetative

tanaman. Ketersediaan unsur hara sangat mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan tanaman terutama unsur hara N untuk tanaman Sawi.

Menurut Gardner at all (1991) fungsi essensial dari unsur hara Nitrogen

dalam jaringan tanaman adalah pembelahan dan pembesaran sel.

Rendahnya penyerapan unsur hara mepengaruhi laju fotosintesis dan


kandungan protein sehingga perkembangan tanaman menjadi terhambat

menyebabkan rendahnya bobot segar tanaman. dan hasil produksi per

sampel dari pemanfaatan Monosodium Glutamate diperoleh pada

perlakuan M0 yaitu 105,21 g. Hal ini sejalan dengan hasil pada par meter

pertumbuhan lain (tinggi tanaman dan jumlah daun) Produksi Tanaman

Sawi Per Plot Hasil rata-rata jumlah per plot setelah penggunaan Nutrisi

AB Mix dan Monosodium Glutamate setelah diuji beda rata-rata dengan

menggunakan Uji DMRT.

Untuk produksi per plot akibat perlakuan Nutrisi AB Mix terbanyak

diperoleh pada perlakuan N2 yaitu 605,00 g peningkatan konsentrasi AB

mix ke taraf yang lebih tinggi (N3) menyebabkan penurunan produksi, hal

ini disebabkan karena perlakuan AB mix pada taraf 800 ppm merupakan

taraf yang memberikan respon terbaik terhadap produksi per sampel hal ini

sejalan dengan pertambahan ukuran tanaman yaitu tinggi tanaman dan

jumlah daun.

Menurut Suratman dalam Kinasihati (2003) peningkatan berat segar

tanaman disebabkan oleh peningkatan tinggi tanaman dan jumlah daun

sebagai bagian vegetatif tanaman. Ketersediaan unsur hara sangat

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman terutama unsur

hara N untuk tanaman Sawi. Unsur N yang rendah menyebabkan

terhambatnya pertumbuhan tanaman seperti yang dikemukakan oleh

Gardner at all (1991) fungsi essensial dari unsur hara Nitrogen dalam

jaringan tanaman adalah pembelahan dan pembesaran sel. Rendahnya


penyerapan unsur hara mepengaruhi laju fotosintesis dan kandungan

protein sehingga perkembangan tanaman menjadi terhambat menyebabkan

rendahnya bobot segar tanaman. dan hasil produksi per plot. Pemanfaatan

Monosodium Glutamate diperoleh pada perlakuan M0 yaitu 105,21 g. Hal

ini sejalan dengan hasil pada parameter pertumbuhan lain (tinggi tanaman

dan jumlah daun).

KESIMPULAN

Perlakuan Pemberian Nutrisi AB Mix berpengaruh tidak nyata

terhadap semua parameter yang diamati, hasil tertinggi didapat pada

perlakuan N2 Perlakuan Pemberian Monosodium glutamat berpengaruh

tidak nyata terhadap semua parameter yang diamati, hasil tertinggi didapat

perlakuan M0 (tanpa Monosodium glutamate). Interaksi antara perlakuan

Nutrisi AB Mix dan Monosodium Glutamate berpengaruh tidak nyata

terhadap semua parameter yang diamati DAFTAR PUSTAKA Agustina,

H. 2009 Efisiensi Penggunaan Air pada Tiga Teknik Hidroponik Untuk

Budidaya Bayam Hijau [Makalah]. Universitas Indonesia Gardner, P.

Franklin, B.R. Pearce, dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman

Budidaya. Terjemahan oleh Herawati Susilo. Universitas Indonesia.

Jakarta. Gresinta, 2015. Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamat

(MSG) Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Kacang Tanah (Arachis

Hypogea L.). Pendidikan Biologi Fakultas Teknik dan MIPA Universitas

Indraprasta PGRI. Jl. Nangka No. 60 Tb. Simatupang Jakarta Timur.


Harlina, N. 2003. Pemanfaatan Pupuk Majemuk sebagai Sumber Hara.

Institut Pertanian Bogor.

Haryanto. 2015. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta. pp.32-35

Kinasihati, E., 2003. Studi Kebutuhan Nitrogen Tanaman Selada.

Universitas Jember. Jember Liferdi, L. 2016. Vertikultur Tanaman Sayur,

Penebar Swadaya Grup, Jakarta, pp.8-9 Lingga, P. 2009. Hidroponik

Bercocok Tanaman Tanpa Tanah. Jakarta. Penebar Swadaya. Lufa Farm.

2014. Lufa Farms, Inc.; Patent issued for dynamic growing system journal

of engineering. Atlanta. Marlina, I.,S. Triyono, A. Tusi 2015. Pengaruh

media tanam granul dari tanah liat terhadap pertumbuhan sayuran

hidroponik sistem sumbu. Jurnal teknik pertanian Lampung Vol.4(2)

Muyassir. 2006. Pemupukan Limbah Monosodium Glutamate dan

Gypsum Terhadap Serapan N, P, dan K Tanamn Jagung (Zea mays L).

Jurnal Agrista Vol.10, No. 2,: 59-66. Nobel, A. 2016. Nutrient Solutions

For Greenhouse Crops. Dutch: Consultant Plant Nutrition in Horticulture

Novizan, 2001. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka.

Jakarta Panji. 2008. Apakah Pengaruh Monosodium Glutamat Terhadap

Kesuburan Bunga. http://www.id.answers.yahoo.com Diakses 20 Maret

2009 Roidah, I. S. (2014). Pemanfaatan Lahan Dengan Menggunakan

Sistem Hidroponik. Jurnal Universitas Tulungagung BONOROWO Vol.

1.No.2 Tahun 2014, 43. Rukmana, R. 2007. Bertanam Petsai dan Sawi.

Kanisius, Yogyakarta. Hal: 11-35

Anda mungkin juga menyukai