Sumber hukum perburuhan di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu hukum heteronom
dan hukum otonom. Adapun yang dimaksud dengan hukum heteronom dan hukum otonom
adalah:
perburuhan baik yang berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah dan berbagai aturan
teknis lainnya.
Hukum otonom adalah ketentuan-ketentuan di bidang perburuhan yang dibuat oleh buruh dan
majikan.
otonom yang dilakukan oleh buruh dan majikan. Hukum heteronom dijadikan sebagai alat
ukur utama dalam meverifikasi apakah hukum perburuhan otonom yang dibuat sudah seuai
muatan atau isinya sama dengan hukum perburuhan heteronom, namun tidak boleh di bawah
Yang perlu menjadi catatan bersama adalah seringkali para pihak (buruh dan majikan)
memasukkan muatan atau isi hukum otonom yang bertentangan dengan hukum heteronom
belah pihak.
2. TAP MPR
3. Undang-Undang
5. Peraturan Pemerintah
6. Peraturan Presiden
Sumber hukum otonom terdiri atas tiga yaitu, Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja
heteronom dan dianggap tidak berlaku sehingga yang berlaku adalah ketentuan yang ada di
Sehingga hukum perburuhan otonom baru berlaku apabila isi dari hukum perburuhan
di atas atau minimal sama dengan norma hukum perburuhan heteronom. Artinya, isi hukum
perburuhan heteronom menjadi standar minimal yang harus dipatuhi dalam membuat hukum
perburuhan otonom.
Bahkan sesungguhnya pembuatan hukum perburuhan otonom menjadi tidak perlu
apabila isinya sama dengan hukum heteronom, karena sesungguhnya akan terjadi duplikasi
yang tidak perlu antara hukum perburuhan otonom dan hukum perburuhan heteronom.
Pemerintah semakin tidak berpihak kepada kaum buruh, maka sudah seharusnya kaum buruh
perusahaan.
kolektif, maka buruh pun memperjuangkan pembentukan hukum otonom yaitu Perjanjian
Kerja Bersama di tingkat perusahaan. Karena Perjanjian Kerja Bersama yang lahir atas
kesepakatan antara majikan dengan buruh tersebut berlaku bagai undang-undang bagi mereka
lebih tinggi dari ketentuan yang diatur dalam perundang-undangan perburuhan di Indonesia,
oleh karenanya salah satu batu uji kekuatan kolektif serikat buruh yaitu di tingkatan
perusahaan mereka mampu secara kolektif membuat Perjanjian Kerja Bersama yang mampu
standar normatif yang dijadikan sebagai pedoman minimal bagi hukum perburuhan otonom
agar dibuat dengan kualitas minimal seperti kualitas hukum perburuhan heteronom.
Apabila hukum perburuhan otonom dibuat dengan kualitas lebih tinggi dari pada
hukum perburuhan heteronom maka yang berlaku adalah hukum perburuhan otonom. Doktrin
ini didasarkan atas pemikiran bahwa fungsi dari hukum perburuhan otonom selain mengisi
kekosongan hukum yang belum dibuat oleh hukum perburuhan heteronom juga memiliki
fungsi sebagai pranata untuk meningkatkan kualitas hubungan kerja antara perusahaan dan
pekerja.
Salah satu batu uji kekuatan kolektif serikat buruh yaitu di tingkatan perusahaan
mereka mampu secara kolektif membuat Perjanjian Kerja Bersama yang mampu