Anda di halaman 1dari 22

TUGAS PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

Disusun oleh:

WELMAX PATTIRADJAWANE

1520210102025

BIMBINGAN KONSELING KRISTEN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN KRISTEN

INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGRI AMBON

2022
01. Kepribadian dan Pengukuran

Menurut asal katanya, kepribadian atau personality berasal daribahasa latin personare, yang
berarti mengeluarkan suara. Istilah inidigunakan untuk menunjukan suara dari percakapan
seorang pemainsandiwara melalui topeng yang dipakainya. Pada mulanya istilahpersonare adalah
topeng yang dipakai pemain sandiwara, dimana suarapemain sandiwara itu diproyeksikan.
Kemudian kata personare itu berartipemain sandiwara itu sendiri.Dari sejarah pengertian tersebut
tidak heran kita jika katapersonare yang mulanya berarti topeng kemudian diartikan pemainnya
itusendiri yang memperankan peranan seperti yang digambarkan dalamtopeng tersebut. Akhirnya
kata personare itu menunjukan tentang kualitasdari watak atau karakter yang dimainkan dalam
sandiwara itu. Kini katapersonare atau dalam bahasa Indonesianya sering disebut dengan
kataPersonal itu oleh ahli Psikologi dipakai untuk menunjukan sesuatu yangnyata dan dapat
dipercaya tentang individu untuk menggambarkanbagaimana dan apa sebenarnya individu itu.
Adapun Gordon W. Allport (1937) memberikan definisi kepribadiansebagai berikut: Personality
is the dynamic organization within theindividual of those psychophsical system that determine
his uniqueadjustment to his environment.

“Kepribadian ialah organisasi sistem jiwa raga yang dinamis dalam

diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap

lingkungannya.”

Namun kami menyimpulkan bahwa pengertian kepribadian adalah:keseluruhan pola (bentuk)


tingkah laku, sifat-sifat, kebiasaan, kecakapan,bentuk tubuh serta unsur-unsur psiko-fisik lainnya
yang selalumenampakkan diri dalam kehidupan seseorang

Perberdaan Temperamen, Watak, dan Kepribadian

Tempramen adalah sifat-sifat yang berhubungan dengan Emosi(perasaan), misalnya


pemarah, penyabar, periang, pemurung, dan lainsebagainya. Sifat-sifat emosional adalah
bawaan (warisan/turunan),sehingga bersifat permanen dan tipis kemungkinan untuk dapat
berubah.Tempramen selalu menunjukkan hubungan/perpaduan yang eratantara rohaniah
dengan jasmaniah. Seseorang yang memilikitemperamen tinggi adalah seseorang yang
mudah emosi (naikdarah/marah) diiringi dengan gerakan-gerakan tangan, kaki, mata,
mulutserta raut muka marah, pucat dan sebagainya. Sedangkan orang yangpenyabar
dengan wajah tenang serta berbicara lambat serta irama yangmantap.Watak (karakter,
tabiat) adalah sifat-sifat yang berhubungandengan nilai-nilai, misalnya jujur, pembohong,
rajin, pemalas, pembersih,penjorok dan lain sebagainya. Sifat-sifat itu bukan bawaan
lahir, tetapidiperoleh setelah lahir, yaitu hasil dari kebiasaan sejak dari kecil, atausebagai
hasil dari pengaruh pendidikan/lingkungan sejak kecil. Sifatr-sifatseperti ini terbentuk
terutama pada masa-masa anak-anak sampai umur 5tahun (balita), dan berkembang terus
sampai masa sekolah dan remaja.Berbeda halnya dengan temperamen, yang sangat
sukardipengaruhi/ diubah, maka watak besar kemungkinannya untuk diubah.Sifat jujur,
pembohong, rajin, pemalas, percaya pada diri sendiri (optimis),pesimis dan sebagainya,
semuanya itu adalah hasil tempaan orang tuadan pengaruh lingkungan sejak
kecil.Kepribadian adalah keseluruhan aspek yang terdapat di dalam diriseseorang,
termasuk di dalam temperamen dan watak. Di samping itu,termasuk juga ke dalam
kepribadian semua pola tingkah laku, kebiasaan,sikap kecakapan, serta semua hal yang
selalu muncul dari diri seseorang. Dengan demikian, Kepribadian mengandung arti yang
lebih luas dari temperamen dan watak, karena temperamen dan watak adalah sebagian
dari kepribadian.

02. Pendekatan trait mengenai kepribadian

Pendekatan trait terhadap kepribadian yaitu berusaha memisahkan sifat dasar individu
yangmengarahkan prilaku. Pendekatan ini memusatkan diri pada kepribadian umum dan lebih
banyakberkaitan dengan pemerian kepribadian dan prediksi prilaku daripada dengan
perkembangankepribadian.Trait merupakan disposisi untuk berperilaku dalam cara tertentu,
seperti yang tercermin dalam perilakuseseorang pada berbagai situasi. Teori trait merupakan
teori kepribadian yang didasari oleh beberapaasumsi, yaitu:

1. Trait berasumsi bahwa orang mempunyai perbedaan beberapa dimensi atau skala
kepribadian, yangmasing-masing menunjukkan suatu trait.
2. Trait merupakan pola konsisten dari pikiran, perasaan, atau tindakan yang membedakan
seseorangdari yang lain
3. 8 Trait relatif stabil dari waktu ke waktu
4. Trait konsisten dari situasi ke situasi5. Trait merupakan kecenderungan dasar yang
menetap selama kehidupan, namun karakteristik tingkahlaku dapat berubah karena: ada
proses adaptif adanya perbedaan kekuatan, dan kombinasi dari traityang ada.

Para pakar psikologi yang bekerja dalam bidang teori trait berusaha:

1. Menemukan cara untuk mengukur trait


a. Analisis FaktorMerupakan teknik statistik yang rumit untuk mereduksi jumlah ukuran
menjadi beberapa dimensibebas.Dengan analisis factor kemudian Raymond Cattell
mengidentifikasi 16 trait kepribadian dasar,Sixteen Personality Factor Questionnaire (16
PF) Mengumpulkan data melalui kuesioner, teskepribadian, dan observsi prilaku dalam
situasi kehidupan nyata selama lebih dari 3 dekade,pertanyaanya diubuat yang
menggambarkan setiap trait, dan jawabannya dibuat agar mudah di skor.Ada 16 faktor
yang menurutnya merupakan trait dasar yang mendasari kepribadian.Contoh oleh
raymond Cattell : Skor test rata-rata pada sekelompok pilot penerbang,
sekelompokseniman dan sekelompok penulis, dengan membandingkan profil
kepribadiannya.
03. Metode Pengukuran Kepribadian
Melakukan pengukuran terhadap kepribadian seseorang bertujuanuntuk dapat mengetahui
corak kepribadian secara pasti dan terinci.Dengan mengetahui corak atau tipe kepribadian
seseorang, berartipengenalan kita terhadap dirinya menjadi lebih sempurna,
sehinggaproses pendidikannya dapat disesuaikan dan lebih lancar.Cara
mengukur/menyelidiki kepribadian ada bermacam-macam,antara lain:
1. ObservasiMenilaian kepribadian dengan cara mengganti/memperhatikanlangsung
tingkah laku serta kegiatan yang dilakukan oleh yangbersangkutan, terutama
sikapnya, caranya, bicara, kerja, dan jugahasilnya.
2. Wawancara (Interview)Menilai kepribadian dengan mengadakan tatap muka dan
berbicaradari hati ke hati dengan orang yang dinilai. Agar diperoleh hasil yangmurni,
sebaiknya wawancara dilakukan secara santai, karena dengancara ini suasananya
menjadi akrab, pembicaraan saling terbuka, sehinggasesuatu yang diperlihatkan dan
dikatakan orang yang di interview adalahmurni.
3. InventoryInventory adalah sejenis kuesioner (pertanyaan tertulis) yang harusdijawab
oleh responden secara ringkas, biasanya mengisi kolom jawabandengan tanda cek.
Inventory yang terkenal dan banyak digunakan untuk menilai kepribadian seseorang.
4. Tekhnik ProyektifCara lain mengukur/menilai kepribadian dengan
menggunakantekhnik proyektif. Si anak/orang yang dinilai akan
memproyeksikanpribadinya melalui gambar atau hal-hal lain yang dilakukannya.
5. Biografi dan AutobiografiRiwayat hidup yang ditulis orang lain (biografi) dan ditulis
sendiri(authobiografi) dapat juga untuk menilai kepribadian. Sejenis
authobiografiyang paling sederhana dapat dibuat oleh murid-murid dengan judul
tulisanpengalaman yang tak terlupakan atau cita-citaku setelah tamat sekolahdan lain
sebagainya.
6. Catatan HarianCatatan harian seseorang berisikan kegiatan-kegiatan yangdilakukan
sehari-hari, dapat juga dianalisis dan dijadikan bahan penelitiankepribadian seseorang

04. Model Struktur Mengenai Kepribadian

Kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran: sadar, prasadar, dan tak sadar.

Pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yakni: id, ego dan super-
ego. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama tetapi melengkapi/menyempurnakan
gambaran mental terutama dalam fungsi dan tujuannya.

Tingkat Kehidupan Mental

Sadar (Conscious)
Tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat tertentu. Menurut Freud
hanya sebagian kecil saja dari kehidupan mental (fikiran, persepsi, perasaan, dan ingatan) yang
masuk ke kesadaran (consciousness).

Prasadar (Preconscious)

Prasadar disebut juga ingatan siap (available memory), yakni tingkat kesadaran yang menjadi
jembatan antara sadar dan tak sadar. Pengalaman yang ditinggal oleh perhatian, semula disadari
tetapi kemudian tidak lagi dicermati, akan ditekan pindah ke daerah prasadar.

Taksadar (Unconscious)

Taksadar adalah bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut Freud
merupakan bagian terpenting dri jiwa manusia. Secara khusus Freud membuktikan bahwa
ketidaksadaran bukanlah abstraksi hipotetik tetapi itu adalah kenyataan empirik. Ketidaksadaran
itu berisi insting, impuls, dan drives yang dibawa dari lahir, dan pengalam-pengalaman traumatik
(biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan oleh kesadaran dipindah ke daerah tak sadar.

Wilayah Pikiran

1. Id (Das Es)

Id adalah sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian akan muncul ego
dan superego. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologi yang diturunkan, seperti insting,
impuls dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah tak sadar, mewakili subjektivitas yang
tidak pernah sisadari sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk
mendapatkan energi psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur
kepribadian lainnya.

Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu berusaha memperoleh


kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Plesure principle diproses dengan dua cara :

a. Tindak Refleks (Refleks Actions)


Adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejapkan mata dipakai untuk
menangani pemuasan rangsang sederhana dan biasanya segera dapat dilakukan.

b. Proses Primer (Primery Process)

Adalah reaksi membayangkan/mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan


tegangan – dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan
makanan atau puting ibunya.

Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan itu dengan
kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu menilai atau membedakan
benar-benar salah, tidak tahu moral. Alasan inilah yang kemudian membuat id memunculkan
ego.

2. Ego (Das Ich)

Ego berkembang dari id agar orang mampu menangani realita sehingga ego beroperasi mengikuti
prinsip realita (reality principle) usaha memperoleh kepuasan yang dituntut id dengan mencegah
terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan sampai ditemukan objek yang nyata-nyata
dapat memuaskan kebutuhan.

Ego adalah eksekutif atau pelaksana dari kepribadian, yang memiliki dua tugas utama ; pertama,
memilih stimuli mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai
dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan
sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal. Ego sesungguhnya bekerja untuk
memuaskan id, karena itu ego yang tidak memiliki energi sendiri akan memperoleh energi dari
id.

3. Superego (Das Ueber Ich)

Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip
idealistik (edialistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistik dari
ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego, ia tak punya sumber energinya sendiri.
Akan tetapi, superego berbeda dari ego dalam satu hal penting – superego tak punya kontak
dengan dunia luar sehingga tuntutan superego akan kesempurnaan pun menjadi tidak realistis.

Prinsip idealistik mempunyai dua sub prinsip yakni suara hati (conscience) dan ego ideal. Freud
tidak membedakan prinsip ini secara jelas tetapi secara umum, suara hati lahir dari pengalaman-
pengalaman mendapatkan hukuman atas perilaku yang tidak pantas dan mengajari kita tentang
hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan, sedangkan ego ideal berkembang dari pengalaman
mendapatkan imbalan atas perilaku yang tepat dan mengarahkan kita pada hal-hal yang
sebaiknya dilakukan.

Superego bersifat nonrasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum dengan keras


kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran. Ada tiga fungsi superego ;
(1) mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan moralistik, (2)
merintangi impuls id terutama impuls seksual dan agresif yang bertentangan dengan standar nilai
masyarakat, (3) mengejar kesempurnaan.

Dinamika Kepribadian

Dalam dinamika kepribadian, Freud menjelaskan tentang adanya tenaga pendorong (cathexis)
dan tenaga penekanan (anti–cathexis). Kateksis adalah pemakaian energi psikis yang dilakukan
oleh id untuk suatu objek tertentu untuk memuaskan suatu naluri, sedangkan anti-kataeksis
adalah penggunaan energi psikis (yang berasal dari id) untuk menekan atau mencegah agar id
tidak memunculkan naluri–naluri yang tidak bijaksana dan destruktif. Id hanya memiliki
kateksis, sedangkan ego dan superego memiliki anti-kateksis, namun ego dan superego juga bisa
membentuk kateksis-objek yang baru sebagai pengalihan pemuasan kebutuhan secara tidak
langsung, masih berkaitan dengan asosiasi–asosiasi objek pemuasan kebutuhan yang diinginkan
oleh id.
Tingkat kehidupan mental dan wilayah pikiran mengacu pada struktur atau komposisi
kepribadian. Sehingga, Freud mengusulkan sebuah dinamika atau prinsip motivasional untuk
menerangkan kekuatan-kekuatan yang mendorong tindakan manusia. Bagi Freud, manusia
termotivasi untuk mencari kesenangan serta menurunkan ketegangan dan kecemasan. Motivasi
ini diperoleh dari energi psikis dan fisik dari dorongan-dorongan dasar yang mereka miliki.

1. Insting Sebagai Energi Psikis

Insting adalah perwujudan psikologi dari kebutuhan tubuh yang menuntut pemuasan misalnya
insting lapar berasal dari kebutuhan tubuh secara fisiologis sebagai kekurangan nutrisi, dan
secara psikologis dalam bentuk keinginan makan. Hasrat, atau motivasi, atau dorongan dari
insting secara kuantitatif adalah energi psikis dan kumpulan enerji dari seluruh insting yang
dimiliki seseorang merupakan enerji yang tersedia untuk menggerakkan proses kepribadian.

Energi insting dapat dijelaskan dari sumber (source), tujuan (aim), obyek (object) dan daya
dorong (impetus) yang dimilikinya :

a) Sumber insting : adalah kondisi jasmaniah atau kebutuhan. Tubuh menuntut keadaan yang
seimbang terus menerus, dan kekurangan nutrisi misalnya akan mengganggu keseimbangan
sehingga memunculkan insting lapar.

b) Tujuan insting : adalah menghilangakan rangsangan kejasmanian, sehingga ketidakenakan


yang timbul karena adanya tegangan yang disebabkan oleh meningkatnya energi dapat
ditiadakan. Misalnya, tujuan insting lapar (makan) ialah menghilangkan keadaan kekurangan
makan, dengan cara makan.

c) Obyek insting : adalah segala aktivitas yang menjadi perantara keinginan dan terpenuhinya
keinginan itu. Jadi tidak hanya terbatas pada bendanya saja, tetapi termasuk pula cara-cara
memenuhi kebutuhan yang timbul karena isnting itu. Misalnya, obyek insting lapar bukan hanya
makanan, tetapi meliputi kegiatan mencari uang, membeli makanan dan menyajikan makanan
itu.
d) Pendorong atau penggerak insting : adalah kekuatan insting itu, yang tergantung kepada
intensitas (besar-kecilnya) kebutuhan. Misalnya, makin lapar orang (sampai batas tertentu)
penggerak insting makannya makin besar.

2. Jenis-Jenis Insting

a. Insting Hidup (Life Instinct)

Insting hidup disebut juga Eros adalah dorongan yang menjamin survival dan reproduksi, seperti
lapar,haus dan seks. Bentuk enerji yang dipakai oleh insting hidup itu disebut “libido”.
Walaupun Freud mengakui adanya bermacam-macam bentuk insting hidup, namun dalam
kenyataannya yang paling diutamakan adalah insting seksual (terutama pada masa-masa
permulaan,sampai kira-kira tahun 1920). Dalam pada itu sebenarnya insting seksual bukanlah
hanya untuk satu insting saja, melainkan sekumpulan insting-insting, karena ada bermacam-
macam kebutuhan jasmaniah yang menimbulkan keinginan-keinginan erotis.

b. Insting Mati (Death Instinct)

Insting mati disebut juga insting-insting merusak (destruktif). Insting ini berfungsinya kurang
jelas jika dibandingkan dengan insting hidup, karenanya tidak begitu dikenal. Akan tetapi adalah
suatu kenyataan yang tak dapat dipungkiri, bahwa tiap orang itu pada akhirnya akan mati juga.
Inilah yang menyebabkan Freud merumuskan bahwa “Tujuan semua hidup adalah mati” (1920).
Suatu derivatif insting mati yang terpenting adalah dorongan agresif. Sifat agresif adalah
pengrusakan diri yang diubah dengan obyek subtitusi.

Insting hidup dan insting mati dapat saling bercampur, saling menetralkan. Makan misalnya
merupakan campuran dorongan makan dan dorongan destruktif, yang dapat dipuaskan dengan
menggigit, menguyah dan menelan makanan.

3. Kecemasan

Kecemasan (anxiety) adalah variabel penting dari hampir semua teori kepribadian. Kecemasan
sebagai dampak dari konflik yang menjadi bagian kehidupan yang tak terhindarkan, dipandang
sebagai komponen dinamika kepribadian yang utama. Kecemasan adalah fungsi ego untuk
memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat
disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Biasanya reaksi individu terhadap ancaman
ketidaksenangan dan pengrusakan yang belum dihadapinya ialah menjadi cemas atau takut.
Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang mengamankan ego karena memberi sinyal ada
bahaya di depan mata.

Kecemasan akan timbul manakala orang tidak siap menghadapi ancaman. Hanya ego yang bisa
memproduksi atau merasakan kecemasan. Akan tetapi, baik id, superego, maupun dunia luar
terkait dalam salah satu dari tiga jenis kecemasan: realistis, neurotis dan moral. Ketergantungan
ego pada id menyebabkan munculnya kecemasan neurosis, sedangkan ketergantungan ego pada
superego memunculkan kecemasan moral, dan ketergantungannya pada dunia luar
mengakibatkan kecemasan realistis.

a. Kecemasan Realistis (Realistic Anxiety)

Adalah takut kepada bahaya yang nyata ada di dunia luar. Kecemasan ini menjadi asal muasal
timbulnya kecemasan neurotis dan kecemasan moral.

b. Kecemasan Neurotis (Neurotic Anxiety)

Adalah ketakutan terhadap hukuman yang bakal diterima dari orang tua atau figur penguasa
lainnya kalau seseorang memuaskan insting dengan caranya sendiri, yang diyakininya bakal
menuai hukuman. Hukuman belum tentu diterimanya, karena orang tua belum tentu mengetahui
pelanggaran yang dilakukannya, dan misalnya orang tua mengetahui juga belum tentu
menjatuhkan hukuman. Jadi, hukuman dan figur pemberi hukuman dalam kecemasan neurotis
bersifat khayalan.

c. Kecemasan Moral (Moral Anxiety)

Adalah kecemasan kata hati, kecemasan ini timbul ketika orang melanggar standar nilai orang
tua. Kecemasan moral dan kecemasan neurotis tampak mirip, tetapi memiliki perbedaan prinsip
yakni : tingkat kontrol ego pada kecemasan moral orang tetap rasional dalam memikirkan
masalahnya sedang pada kecemasan neurotis orang dalam keadaan distres – terkadang panik
sehingga mereka tidak dapat berfikir jelas.

4. Mekanisme Pertahanan Ego

Freud mengartikan mekanisme pertahanan ego (ego defense mechanism) sebagai strategi yang
digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-dorongan id maupun
untuk menghadapi tekanan superego atas ego, dengan tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau
diredakan.

Menurut Freud mekanisme pertahanan ego itu adalah mekanisme yang rumit dan banyak
macamnya, adapun mekanisme yang banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari ada tujuh
macam, yaitu :

a. Identifikasi (Identification)

Cara mereduksi tegangan dengan meniru (mengimitasi) atau mengidentifikasikan diri dengan
orang yang dianggap lebih berhasil memuaskan hasratnya dibanding dirinya. Diri orang lain
diidentifikasi tetapi cukup hal-hal yang dianggap dapat membantu mencapai tujuan diri.
Terkadang sukar menentukan sifat mana yang membuat tokoh itu sukses sehingga orang harus
mencoba mengidentifikasi beberapa sifat sebelum menemukan mana yang ternyata membantu
meredakan tegangan. Apabila yang ditiru sesuatu yang positif disebut Introyeksi.

Mekanisme pertahanan identifikasi umumnya dipakai untuk tiga macam tujuan, yaitu :

• Merupakan cara orang dapat memperoleh kembali sesuatu (obyek) yang telah hilang.

• Untuk mengatasi rasa takut.

• Melalui identifikasi orang memperoleh informasi baru dengan mencocokkan khayalan mental
dengan kenyataan.
b. Pemindahan/Reaksi Kompromi (Displacement/Reactions Compromise)

Ketika obyek kateksis asli yang dipilih oleh insting tidak dapt dicapai karena ada rintangan dari
luar (sosial, alami) atau dari dalam (antikateksis) insting itu direpres kembali ke ketidaksadaran
atau ego menawarkan kateksis baru, yang berarti pemindahan enerji dari obyek satu ke obyek
yang lain, sampai ditemukan obyek yang dapat mereduksi tegangan.

Proses mengganti obyek kateksis untuk meredakan ketegangan, adalah kompromi antara tuntutan
insting id dengan realitas ego, sehingga disebut juga reaksi kompromi. Ada tiga macam reaksi
kompromi, yaitu :

o Sublimasi adalah kompromi yang menghasilkan prestasi budaya yang lebih tinggi, diterima
masyarakat sebagai kultural kreatif.

o Subtitusi adalah pemindahan atau kompromi dimana kepuasan yang diperoleh masih mirip
dengan kepuasan aslinya.

o Kompensasi adalah kompromi dengan mengganti insting yang harus dipuaskan. Gagal
memuaskan insting yang satu diganti dengan memberi kepuasan insting yang lain.

c. Represi (Repression)

Represi adalah proses ego memakai kekuatan anticathexes untuk menekan segala sesuatu (ide,
insting, ingatan, fikiran) yang dapat menimbulkan kecemasan keluar dari kesadaran.

d. Fiksasi dan Regresi (Fixation and Regression)

Fiksasi adalah terhentinya perkembangan normal pada tahap perkembangan tertentu karena
perkembangan lanjutannya sangat sukar sehingga menimbulkan frustasi dan kecemasan yang
terlalu kuat. Orang memilih untuk berhenti (fiksasi) pada tahap perkembangan tertentu dan
menolak untuk bergerak maju, karena merasa puas dan aman ditahap itu.

Frustasi, kecemasan dan pengalaman traumatik yang sangat kuat pada tahap perkembangan
tertentu, dapat berakibat orang regresi : mundur ke tahap perkembangan yang terdahulu, dimana
dia merasa puas disana.

Perkembangan kepribadian yang normal berarti terus bergerak maju atau progresif. Munculnya
dorongan yang menimbulkan kecemasan akan direspon dengan regresi. Orang yang puas berada
ditahap perkembangan tertentu, tidak mau progres disebut fiksasi. Progresi yang gagal membuat
orang menarik diri atau regresi

e. Proyeksi (Projection)

Proyeksi adalah mekanisme mengubah kecemasan neurotis atau moral menjadi kecemasan
realistis, dengan cara melemparkan impuls-impuls internal yang mengancam dipindahkan ke
obyek di luar, sehingga seolah-olah ancaman itu terproyeksi dari obyek eksternal kepada diri
orang itu sendiri.

f. Introyeksi (Introjection)

Introyeksi adalah mekanisme pertahanan dimana seseorang meleburkan sifat-sifat positif orang
lain ke dalam egonya sendiri. Misalnya, seorang anak yang meniru gaya tingkahlaku bintang
film menjadi introyeksi, kalau peniruan itu dapat meningkatkan harga diri dan menekan perasaan
rendah diri, sehingga anak itu merasa lebih bangga dengan dirinya sendiri. Pada usia berapapun,
manusia bisa mengurangi kecemasan yang terkait dengan perasaan kekurangan dengan cara
mengadopsi atau melakukan introyeksi atas nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan perilaku orang
lain.

g. Pembentukan Reaksi (Reaction Formation)


Tindakan defensif dengan cara mengganti impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan
dengan impuls atau perasaan lawan/kebalikannya dalam kesadaran, misalnya benci diganti cinta,
rasa bermusuhan diganti dengan ekspresi persahabatan. Timbul masalah bagaimana
membedakan ungkapan asli suatu impuls dengan ungkapan pengganti reaksi formasi : bagaimana
cinta sejati dibedakan dengan cinta-reaksi formasi. Biasanya reaksi formasi ditandai oleh sifat
serba berlebihan, ekstrim, dan kompulsif

5. Perkembangan Kepribadian

Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan, yakni tahap infantil (0-5
tahun), tahap laten (5-12 tahun), dan tahap genital (>12 tahun). Tahap infantil yang paling
menentukan dalam membentuk kepribadian, terbagi menjadi tiga fase, yakni fase oral, fase anal,
dan fase falis. Perkembangan kepribadian ditentukan terutama oleh perkembangan biologis,
sehingga tahap ini disebut juga tahap seksual infantil. Perkembangan insting seks berarti
perubahan kateksis seks, dan perkembangan biologis menyiapkan bagian tubuh untuk dipilih
menjadi pusat kepuasan seksual (erogenus zone)

a. Fase Oral (Usia 0 – 1 tahun)

Fase oral adalah fase perkembangan yang berlangsung pada tahun pertama dari kehidupan
individu. Pada fase ini, daerah erogen yang paling penting dan peka adalah mulut, yakni
berkaitan dengan pemuasan kebutuhan dasar akan makanan atau air. Stimulasi atau
perangsangan atas mulut seperti mengisap, bagi bayi merupakan tingkah laku yang menimbulkan
kesenangan atau kepuasan.

b. Fase Anal (Usia 1 – 2/3 tahun)

Fase ini dimulai dari tahun kedua sampai tahun ketiga dari kehidupan. Pada fase ini, fokus dari
energi libidal dialihkan dari mulut ke daerah dubur serta kesenangan atau kepuasan diperoleh
dari kaitannya dengan tindakan mempermainkan atau menahan faeces (kotoran) pada fase ini
pulalah anak mulai diperkenalkan kepada aturan-aturan kebersihan oleh orang tuanya melalui
toilet training, yakni latihan mengenai bagaimana dan dimana seharusnya seorang anak
membuang kotorannya.

c. Fase Falis (Usia 2/3 – 5/6 tahun)

Fase falis (phallic) ini berlangsung pada tahun keempat atau kelima, yakni suatu fase ketika
energi libido sasarannya dialihkan dari daerah dubur ke daerah alat kelamin. Pada fase ini anak
mulai tertarik kepada alat kelaminnya sendiri, dan mempermainkannya dengan maksud
memperoleh kepuasan. Pada fase ini masturbasi menimbulkan kenikmatan yang besar. Pada saat
yang sama terjadi peningkatan gairah seksual anak kepada orang tuanya yang mengawali
berbagai pergantian kateksis obyek yang penting. Perkembangan terpenting pada masa ini adalah
timbulnya Oedipus complex, yang diikuti fenomena castration anxiety (pada laki-laki) dan penis
envy (pada perempuan). Oedipus complex adalah kateksis obyek seksual kepada orang tua yang
berlawanan jenis serta permusuhan terhadap orang tua sejenis. Anak laki-laki ingin memiliki
ibunya (ingin memiliki perhatian lebih dari ibunya) dan menyingkirkan ayahnya, sebaliknya
anak perempuan ingin memiliki ayahnya dan menyingkirkan ibunya.

d. Fase Laten (Usia 5/6 – 12/13 tahun)

Fase ini pada usia 5 atau 6 tahun sampai remaja, anak mengalami periode peredaan impuls
seksual. Menurut Freud, penurunan minat seksual itu akibat dari tidak adanya daerah erogen baru
yang dimunculkan oleh perkembangan biologis. Jadi, fase laten lebih sebagai fenomena biologis,
alih-alih bagian dari perkembangan psikoseksual. Pada fase ini anak mengembangkan
kemampuan sublimasi, yakni mengganti kepuasan libido dengan kepuasan non seksual,
khususnya bidang intelektual, atletik, keterampilan, dan hubungan teman sebaya. Dan pada fase
ini anak menjadi lebih mudah mempelajari sesuatu dan lebih mudah dididik dibandingkan
dengan masa sebelum dan sesudahnya (masa pubertas).

e. Fase Genital
Fase ini dimulai dengan perubahan biokimia dan fisiologi dalam diri remaja. Sistem endokrin
memproduksi hormon-hormon yang memicu pertumbuhan tanda-tanda seksual sekunder (suara,
rambut, buah dada, dll), dan pertumbuhan tanda seksual primer. Pada fase ini kateksis genital
mempunyai sifat narkistik : individu mempunyai kepuasan dari perangsangan dan manipulasi
tubuhnya sendiri, dan orang lain diingkan hanya karena memberikan bentuk-bentuk tambahan
dari kenikmatan jasmaniah. Pada fase ini, impuls seks itu mulai disalurkan ke obyek diluar,
seperti : berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, menyiapkan karir, cinta lain jenis, perkawinan
dan keluarga.

1. Pengaruh sosial dan proses budaya terhadap kepribadian


Kepribadian dan Relasi Sosial
Seiring berjalannya waktu banyak perubahan sifat dan watak pada remaja. Perubahan
tersebut disebabkan karena banyak faktor, antara lain media internet, media
komunikasi,pendidikan, pergaulan teman sebaya dan juga lingkungan keluarga. Sebuah
faktor yang paling berpengaruh besar adalah di lingkungan keluarga. Manusia di ciptakan
sebagai makhluk sosial yang artinya tidak bisa hidup tanpa individu lain. Pengaruh
lingkungan sosial bagi remaja menuai dampak positif dan negatif.

Dalam perkembangan sosial remaja, teman sebaya sangatlah berperan penting. Peranan
teman sebaya terhadap remaja terutama berkaitan dengan sikap, pembicaraan, minat,
penampilan, dan perilaku.remaja sering kali menilai bahwa bila dirinya memakai model
pakaian yang sama dengan anggota kelompok yang populer, maka kesempatan baginya
untuk diterima oleh teman-teman sebayanya menjadi besar. Demikian pula bila anggota
kelompok mencoba minum alkohol, obat-obatan terlarang atau rokok, maka remaja
cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan akibatnya. Hal ini cukup membuktikan
pengaruh lingkungan sosial terhadap perkembangan hubungan sosial remaja. Remaja
seharusnya melakukan adaptasi di dalam kehidupan sosialnya dalam berinteraksi dalam
pergaulan sehari-harinya, karena dengan adaptasi remaja dapat menyesuaikan diri dalam
bertingkah laku dan cara berpikir didalam lingkungannya ke arah yang positif.
5. pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian

1. Pengaruh Kebudayaan Terhadap Kepribadian David Islamuddin (06) M.Syahrul Munir (12)

2. Kebudayaan Karakter suatu masyarakat bukan karakter individual. Kepribadian Semua yang
di pelajari dalam kehidupan sosial yang di wariskan dari generasi ke generasi berikutnya Ciri
watak yang diperlihatkan sejak lahir yang menjadi pembenda antara individu satu dengan
individu lainnya

3. Kebudayaan secara langsung dapat mempengaruhi kepribadian individu, karena individu itu
tinggal di lingkungan masyarakat yang memiliki kebudayaan Tingkah laku atau tindakan
manusia itu di tata, dikendalikan pola-pola sistem nilai dan norma dalam masyarakat.
Sebaliknya, kebudayaan turut memberikan sumbangan pada pembentukan kepribadian. Ciri-ciri
dan unsur kepribadian sebenarnya sudah tertanam dalam jiwa seseorang sejak awal, yaitu di
masa kanak-kanak melalui proses sosialisasi dalam keluarga yang tentunya akan di pengaruhi
oleh faktor daerah, cara hidup di desa atau kota, agama, kelas sosial, dll.

4. Kebudayaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku dan kepribadian seseorang
terurtama bagian-bagian kebudayaan yang secara langsung mempengaruhi sorang individu.
Karna itu hubungan kebudayaan dan kepribadian sangat erat, hal ini nampak dari pendapat para
ahli yaitu Herskovits Budaya langsung mempengaruhi prilaku dan kepribadian individu yang
berada dan tinggal dalam lingkungan masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut. Ralph
Linton dan Kardinar Linton mengemukakan pendapat bahwa berdasarkan konsepsi psikologis
kepribadian dipengaruhi adat istiadat pengasuhan anak. Pengaruh ini baru nampak sudah
menginjak dewasa. Koentjaraningrat Mengemukakan bahwa suatu kebudayaan sering
memancarkan watak khas tertentu yang tampak dari luar. Watak tersebut yang terlihat oleh orang
asing. Watak ini dapat dilihat pada gaya tingkah laku masyarakat, kebiasaan maupun hasil karya
benda mereka.

5. Tipe-tipe kebudayaan yang mempengaruhi kepribadian Kebudayaan khusus atas dasar factor
kedaerahan Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda Kebudayaan khusus kelas sosial
Kebudayaan khusus atas dasar agama Kebudayaan berdasarkan profesi
6. Tipe-tipe kebudayaan yang mempengaruhi kepribadian Kebudayaan khusus atas dasar factor
kedaerahan Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda Kebudayaan khusus kelas sosial
Kebudayaan khusus atas dasar agama Kebudayaan berdasarkan profesi Di sini dijumpai
kepribadian yang saling berbeda antara individu-individu yang merupakan anggota suatu
masyarakat tertentu, karena masing-masing tinggal di daerah yang tidak sama dan dengan
kebudayaan-kebudayaan khusus yang tidak sama pula. Contoh adat-istiadat melamar mempelai
di Minangkabau berbeda dengan adat-istiadat melamar mempelai di Lampung.

7. Tipe-tipe kebudayaan yang mempengaruhi kepribadian Kebudayaan khusus atas dasar factor
kedaerahan Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda Kebudayaan khusus kelas sosial
Kebudayaan khusus atas dasar agama Kebudayaan berdasarkan profesi Contoh perbedaan antara
anak yang dibesarkan di kota dengan seorang anak yang dibesarkan di desa. Anak kota terlihat
lebih berani untuk menonjolkan diri di antara teman-temannya dan sikapnya lebih terbuka untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan sosial dan kebudayaan tertentu. Sedangkan seorang anak
yang dibesarkan di desa lebih

8. Tipe-tipe kebudayaan yang mempengaruhi kepribadian Kebudayaan khusus atas dasar factor
kedaerahan Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda Kebudayaan khusus kelas sosial
Kebudayaan khusus atas dasar agama Kebudayaan berdasarkan profesi Di dalam setiap
masyarakat akan dijumpai lapisan sosial karena setiap masyarakat mempunyai sikap menghargai
yang tertentu pula.

9. Tipe-tipe kebudayaan yang mempengaruhi kepribadian Kebudayaan khusus atas dasar factor
kedaerahan Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda Kebudayaan khusus kelas sosial
Kebudayaan khusus atas dasar agama Kebudayaan berdasarkan profesi Agama juga mempunyai
pengaruh besar di dalam membentuk kepribadian seorang individu. Bahkan adanya berbagai
madzhab di dalam satu agama pun melahirkan kepribadian yang berbeda-beda pula di kalangan
umatnya.

10. Tipe-tipe kebudayaan yang mempengaruhi kepribadian Kebudayaan khusus atas dasar factor
kedaerahan Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda Kebudayaan khusus kelas sosial
Kebudayaan khusus atas dasar agama Kebudayaan berdasarkan profesi Pekerjaan atau keahlian
juga memberi pengaruh besar pada kepribadian seseorang. Kepribadian seorang dokter,
misalnya, berbeda dengan kepribadian seorang pengacara, dan itu semua berpengaruh pada
suasana kekeluargaan dan cara-cara mereka bergaul.

8. Kepribadian dan Prespektif Lintas Budaya

Kepribadian merupakan konsep dasar psikologi yang berusaha menjelaskan keunikan manusia.
Kepribadian mempengaruhi dan menjadi kerangka acuan dari pola pikir dan perilaku manusia,
serta bertindak sebagi aspek fundamental dari setiap individu yang tak lepas dari konsep
kemanusiaan yang lebih nesar, yaitu budaya sebagai konstuk sosial.

Menurut Roucek dan Warren, kepribadian adalah organisasi yang terdiri atas faktor-faktor
biologis, psikologis dan sosiologis sebagaimana digambarkan oleh bagan di bawah ini

Kepribadian manusia selalu berubah sepanjang hidupnya dalam arah-arah karakter yang lebih
jelas dan matang. Perubahan-perubahan tersebut sangat dipengaruhi lingkungan dengan fungsi–
fungsi bawaan sebagai dasarnya. Stern menyebutnya sebagai Rubber Band Hypothesis (Hipotesa
Ban Karet). Seseorang diumpamakan sebagai ban karet dimana faktor-faktor genetik
menentukan sampai mana ban karet tersebut dapat ditarik (direntangkan) dan faktor lingkungan
menentukan sampai seberapa panjang ban karet tersebut akan ditarik atau direntangkan. Dari
hipotesa di atas dapat disimpulkan bahwa budaya memberi pengaruh pada perkembangan
kepribadian seseorang. Perubahan-perubahan yang terjadi pada seorang anak yang tinggal
bersama orangtua ketika beranjak dewasa tentunya sangat berbeda dengan perubahan-perubahan
yang terjadi pada anak yang tinggal di panti asuhan. Selain itu, perkembangan kepribadian
seseorang dipengaruhi pula oleh semakin bertambahnya usia seseorang. Semakin bertambah tua
seseorang, tampak semakin pasif, motivasi berprestasi dan kebutuhan otonomi semakin turun,
dan locus of control dirinya semakin mengarah ke luar (eksternal). Berbicara budaya adalah
berbicara pada ranah sosial dan sekaligus ranah individual. Pada ranah sosial karena budaya lahir
ketika manusia bertemu dengan manusia lainnya dan membangun kehidupan bersama yang lebih
dari sekedar pertemuan-pertemuan insidental. Dari kehidupan bersama tersebut diadakanlah
aturan-aturan, nilai-nilai kebiasaan-kebiasaan hingga kadang sampai pada kepercayaan-
kepercayaan transedental yang semuanya berpengaruh sekaligus menjadi kerangka perilaku dari
individu-individu yang masuk dalam kehidupan bersama. Semua tata nilai, perilaku, dan
kepercayaan yang dimiliki sekelompok individu itulah yang disebut budaya. Pada ranah
individual adalah budaya diawali ketika individu-individu bertemu untuk membangun kehidupan
bersama dimana individu-individu tersebut memiliki keunikan masing-masing dan saling
memberi pengaruh. Ketika budaya sudah terbentuk, setiap individu merupakan agen-agen
budaya yang memberi keunikan, membawa perubahan, sekaligus penyebar. Individu-individu
membawa budayanya pada setiap tempat dan situasi kehidupannya sekaligus mengamati dan
belajar budaya lain dari individu-individu lain yang berinteraksi dengannya. Dari sini terlihat
bahwa budaya sangat mempengaruhi perilaku individu. Budaya telah menjadi perluasan topik
ilmu psikologi di mana mekanisme berpikir dan bertindak pada suatu masyarakat kemudian
dipelajari dan diperbandingkan terhadap masyarakat lainnya. Psikologi budaya mencoba
mempelajari bagaimana faktor budaya dan etnis mempengaruhi perilaku manusia. Di dalam
kajiannya, terdapat pula paparan mengenai kepribadian individu yang dipandang sebagai hasil
bentukan sistem sosial yang di dalamnya tercakup budaya. Adapun kajian lintas budaya
merupakan pendekatan yang digunakan oleh ilmuan sosial dalam mengevaluasi budaya-budaya
yang berbeda dalam dimensi tertentu dari kebudayaan.

9. Budaya dan Kepribadian

Every man is certain respects like all other men, like some other men, like no other man“.
(Clyde Kluckhohn & Henry A. Murray, dalam Bastaman, 1997: 100).

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa setiap orang menampilkan beberapa keunikan


pribadi yang menjadi cirri khasnya, juga memiliki kepribadian yang sama dengan
sekelompok orang, serta memiliki kepribadian dasar yang berlaku untuk seluruh umat
manusia. Pak Cokro sebagai individu akan memiliki cirri kepribadian yang khas (unique)
yang berbeda dengan yang lain. tetapi sebagai orang jawa, Pak Cokro memiliki sifat –
sifat / kebiasaan yang sama seperti orang jawa lainya dan sebagai manusia pada umumnya
Pak Cokro sama dengan manusia pada umumnya.

Anda mungkin juga menyukai