SD NEGERI GIRING I
MANDING SUMENEP
TAHUN 2023
A. Pendahuluan
Kepala sekolah merupakan seorang tenaga fungsional yang diangkat dari guru untuk
memimpin sekolah yaitu tempat dimana diselenggarakan proses pembelajaran atau
tempat terjadinya suatu interaksi antara guru dan guru, guru dan pegawai serta guru
dan peserta didik yang menerima pembelajaran.
Salah satu isu yang sering kita dengar dan secara langsung dapat dilihat di lapangan
bahwa belum semua kepala sekolah dapat menjalankan tugas dan kewajibannya
secara maksimal, hal tersebut terbukti dengan masih susahnya kepala sekolah untuk
menggerakkan dan mempengaruhi gurunya supaya sadar akan kewajiban yang
mereka miliki, seperti masih ada beberapa guru yang kurang paham dengan visi dan
misi sekolah, kurang sesuainya perangkat yang dibuat dengan panduan yang ada di
dalam kurikulum, masih kurangnya semangat pada saat menjalankan tugas, dan masih
kurang terbangunnya iklim sekolah yang kondusif, Heck & Ronald (1990).
Pada dasarnya, kata memimpin sering kita dengan dengan istilah leardership, yaitu
kemampuan seseorang untuk menggerakkan orang lain dalam hal ini semua warga
sekolah untuk dapat melakukan program-program sekolah yang sudah dirancang
sebelumnya, sehingga apa yang menjadi tujuan tersebut dapat terlaksana dengan
semaksimal mungkin, Agustina et al (2021). Kepala sekolah merupakan salah satu
komponen yang sangat penting dalam menentukan perkembangan sekolah menuju
sebuah gerbang kesuksesan. Sebagai guru yang diberikan amanah untuk mengemban
tugas tambahan menjadi kepala sekolah (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 6 Tahun 2018), maka sudah seharusnya kepala sekolah memiliki kemampuan
untuk mempengaruhi, mengarahkan, menggerakkan dan membimbing orang-orang yang
dipimpinnya.
Nellitawati (2014) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu gaya yang
dilakuka oleh seorang individu atau kelompok lain yang tergabung dalam suatu sistem
atau wadah tertentu untuk mencapai visi, misi dan tujuan yang telah dirancang dan
ditetapkan sebelumnya. Kepemimpinan bukanlah hanya sekedar kekuasaan semata.
Kepemimpinan merupakan upaya yang harus ditempuh dan dijalankan oleh setiap
orang yang diberikan tugas sebagai pemimpin untuk mengelola apa saja yang harus
dipimpinya, baik itu manusia yang dipimpinnya, sarana dan prasarana kepemimpinan
yang dapat menunjang kegiatan sehingga dapat diterima serta mampu
membangkitkan semangat kerja, kesadaran dan kesukarelaan untuk bekerja sama
dalam upaya mencapai tujuan bersama dari suatu lembaga atau instansi, Suparman
(2019). Sebagai pemimpin tugas kepala sekolah sangatlah kompleks diantarnya
adalah perannya sebagai pemimpin sekolah, administrator, manager, supervisor dan
penghubung masyarakat.
Kepemimpinan kepala sekolah akhir-akhir ini sering menjadi topik pembicaraan di
tengah lingkungan pendidikan. Kepala sekolah adalah pemimpin buka penguasa yang
mengatasnamakan perannya untuk menindas orang lain demi kepentingan pribadi.
Tapi sejujurnya kepemimpinan kepala sekolah itu adalah kemampuan kepala sekolah
itu sebagai administrator pendidikan yang dapat menerapkan dan melaksanakan “Ing
ngarso sung tulodho, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani” dalam proses
pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan. Kepemimpinan pembelajaran
merupakan salah satu kemampuan kepala sekolah yang bertujuan untuk
mengembangkan suasana pembelajaran yang kondusif dengan berbagai bidang yang
dikoordinirnya seperti melaksanakan supervisi pembelajaran, pegembangan
profesional, sumber-sumber dalam berlajar dan menciptakan dukungan pembelajaran
demi meningkatkan kualitas pembelajaran di lingkungan sekolah yang dipimpinnya
Sulastri, Syahril (2021). Kepemimpinan pembelajaran merupakan hal penting bagi
seorang pemimpin. Karena pada dasarya kepemimpinan pembelajaran ini merupakan
kepemimpinan yang lebih berfokus pada peningkatan mutu pembelajaran peserta didik,
Astuti et al (2022).
Bafadal (2016) mengungkapkan bahwa berdasakan pengalaman yang dilaluinya ketika
menjabat sebagai Direktur Pembinaan SD Kemendikbud pada tahun 2015, sebanyak
856 kepala sekolah yang ada di seluruh Indonesia hanya sekitar 16% kepala sekolah
yang menjalankan peran kepemimpinan pembelajaran. Padahal dengan
kepemimpinan pembelajaran yang efektif dan optimal akan mampu menciptakan
atmosfer pendidikan yang dapat menunjang ketercapaian dari tujuan pendidikan di
sekolah. Kepemimpinan pembelajaran ini dapat diibaratkan sebagai jantung pada
tubuh manusia. Dimana jantung merupakan organ vital yang fungsinya dapat
mempengaruhi seluruh organ tubuh manusia, begitu juga dengan kepemimpinan
pembelajaran ini. Apabila kepemimpinan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan
alurnya maka akan dapat mencetak dan menghasilkan peserta didik dengan segudang
prestasi. Ironisnya, hal tersebut akhir-akhir ini hanyalah guyonan semata. Masih
banyak sekolah-sekolah yang merasa bahwa kepemimpinan pembelajaran ini tidaklah
begitu penting. Namun sesungguhnya tujuan utama dari kepemimpinan pembelajaran
ini adalah sebagai dasar dalam rangka perbaikan kualitas sekolah, Uben & Hughes
(1992).
Kepemimpinan pembelajaran yang terlaksana dengan baik akan terlihat dan
tergambar dari suasana pembelajaran di sekolah yang kondusif, adanya peningkatan
prestasi-prestasi pembelajaran serta selalu dilakukan perbaikan yang berkelanjutan,
Bamburg, J., & Andrews (1990). Penerapan strategi yang kreatif dan inovatif dalam
pelaksanaan pendidikan dapat menjadi jalan untuk terwujudnya sekolah yang
berprestasi, Seechaliao (2017). Pelaksanaan kepemimpinan pembelajaran ini tentu
tidak dapat bertepuk sebelah tangan semata. Perlu kerjasama dan dorongan dari para
personil sekolah, Marks, H. M., & Printy (2003). Karena sebagai kepala sekolah tidak
hanya memiliki satu peran, tapi ada banyak peran yang harus dijalankan oleh kepala
sekolah. Maka dari itu kepemimpinan pembelajaran adalah salah satu model
kepemimpinan yang paling cocok untuk diterapkan di sekolah. Kepemimpinan
pembelajaran ini sangat cocok diimplentasikan di lingkungan sekolah karena visi utama
dari pendidkan di sekolah adalah mendidik seluruh peserta didik dan memberikan
kesempatan dan peluang bagi mereka untuk dapat memperoleh pendidikan,
pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai sosial yang dapat membentuk peserta didik
menjadi insan yang sukses.
Jika kita lihat kondisi di lapangan, masih banyak kesenjangan-kesenjangan yang
terjadi antara apa yang diidealkan dengan kenyataan yang terjadi sebenanarnya.
Padalah tujuan utama kepemimpinan pembelajaran itu adalah memberikan sebuah
layanan yang prima kepada semua siswa agar mereka dapat mengembangkan potensi
yang dimiliki dan kualitas instrumentalnya untuk menghadapi masa depan yang belum
diketahuinya sama sekali, Bastian & Yasin (2022). Tetapi hal ini masih bertolak
belakang dengan kenyataan yang ada di lapangan. Hal ini terlihat dari beberapa
fenomena yang penulis temui pada lingkungan SMP terkait kondisi kepemimpinan
pembelajaran ini, yaitu (1) kurannya kemampuan kepala sekolah untuk
mengoptimalkan visi dan misi sekolah untuk lingkungan pembelajaran yang kondusif;
(2) kepala sekolah perlu meningkatkan kalaborasi dengan berbagai pemangku
kepentingan dalam mewujudkan kepemimpinan pembelajaran yang efektif; (3) kepala
sekolah masih kurang optimal dalam melakukan pemantauan terhadap aktivitas
pembelajaran di dalam kelas. Hal ini menyebabkan guru sering kurang fokus dalam
menjalankan kurikulum dengan baik, apalagi mengoptimalkan pembelajaran yang
sesuai dengan karakteristik peserta didik; (4) kepala sekolah kurang memberikan
feedback kepada guru terkait dengan kegiatan pembelajaran. Seharusnya feedback
dapat diberikan melalui diskusi atau pertemuan, bahkan bisa dengan memberikan
workshop.
Lebih lanjut, Ubben dan Hughes (1992), menjelaskan bahwa yang mendasari motif
utama tersebut adalah iklim dan kultur sekolah yang sangat diperlukan dalam mendukung
keempat motif tersebut untuk berfungsi secara baik. Mengingat tujuan akhir perbaikan
dan pengembangan pembelajaran adalah peningkatan hasil belajar siswa, maka
kepemimpinan pembelajaran juga dapat diartikan sebagai tindakan untuk
meningkatkan pertumbuhan belajar siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat DeBevoise
(1984:14-15) yang mengatakan bahwa kepemimpinan pembelajaran adalah those
actions that a principal takes, or delegates to others, to promote growth in student
learning. Hal yang sama diungkapkan oleh Gorton (1990); David dan Thomas (1989),
bahwa tujuan utama kepemimpinan pembelajaran adalah memperbaiki hasil
belajar siswa, walaupun tujuan yang lebih dekat adalah untuk memperbaiki program
pengajaran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepemimpinan pembelajaran pada
dasarnya bertujuan memperbaiki program pengajaran di sekolah, tentu saja, dalam
upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Ada dua faktor eksternal yang berkaitan dengan kepemimpinan pembelajaran yaitu: (1)
nilai- nilai dan harapan masyarakat, dan (2) struktur kelembagaan sekolah (Ubben &
Hughes, 1992; Rossow, 1990). Nilai-nilai dan harapan yang berkembang di masyarakat
dapat memberikan pengaruh yang kuat pada perilaku kepemimpinan pembelajaran
kepala sekolah (Ubben & Hughes, 1992; Rossow, 1990). Kepala sekolah di sekolah-
sekolah pusat kota (inner-city schools), menghabiskan sebagian besar waktunya
untuk memenuhi tuntutan dan harapan masyarakat atas prestasi belajar siswa yang
tinggi. Sebaliknya, di sekolah pedesaan (rural schools), kepala sekolah menghabiskan
sebagian besar waktunya untuk menangani masalah-masalah perilaku siswa sebagai
dampak dari kemiskinan dan kesadaran pendidikan yang rendah dari para orang tua
murid. Dalam hal ini, angka kriminalitas, pengangguran, dan kemiskinan yang tinggi
berpengaruh pada nilai- nilai dan harapan-harapan masyarakat terhadap sekolah.
Masyarakat juga mempengaruhi perilaku kepala sekolah melalui kemampuan dan
kemauannya mendukung secara langsung pengadaan sumber-sumber belajar yang
diperlukan sekolah, baik dalam bentuk dana maupun layanan- layanan. Oleh karena itu,
minat dan tradisi-tradisi yang hidup di masyarakat selalu menjadi perhatian sekolah dalam
menyusun program-program pendidikan. Minat dan tradisi masyarakat dalam olah raga
misalnya, seringkali dijadikan salah satu kegiatan yang disajikan pada program
ekstrakurikuler di sekolah. Dengan demikian, sebagai pemimpin pembelajaran, kepala
sekolah diharapkan dapat memanfaatkan minat dan tradisi masyarakat dengan
mengambil keuntungan dari kelebihan-kelebihan yang ada pada masyarakat untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.
Di samping itu, setiap sekolah dipengaruhi oleh organisasi di mana mereka menjadi
anggotanya. Pengaruh kelembagaan tersebut seringkali dapat ditemukan pada
ketersediaan sumber-sumber yang dibutuhkan sekolah, baik sumber material, dana,
maupun sumber daya manusia. Struktur kelembagaan sekolah menunjuk pada bagai-
mana kepala sekolah berinteraksi dengan lembaga-lembaga yang menaungi
sekolahnya, seperti Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kota/kabupaten dan propinsi,
Pengawas Sekolah, KKKS (Kelompok Kerja Kepala Sekolah), dan/atau yayasan yang
membawahkan suatu sekolah (khusus sekolah swasta).
Pada dasarnya visi dan misi sekolah merupakan rumusan tentang “sekolah ini ingin
menjadi apa” (what the school can be), dan tentang “apa yang mereka inginkan
untuk dicapai” (what they want to accomplish) di masa datang (Davis & Thomas,
1989; Sinamo, 1998). Dalam pada itu, Hallinger, et al. (1983) menegaskan bahwa
misi sekolah efektif adalah improving student achievement.
Praktek pembelajaran berkenaan dengan metode apa yang digunakan guru, dan
bagaimana metode tersebut digunakannya dalam mengajar di kelas (DeRoche,
1987). Pemimpin pembelajaran perlu memelihara hubungan yang akrab (close
contact) dengan pelaksanaan mengajar guru di kelas dengan sering melakukan
kunjungan kelas untuk mengobservasi guru mengajar dan mendiskusikan
hasil observasi dengan guru untuk meningkatkan proses pembelajaran di kelas
(Hallinger, et al., 1983; Ubben & Hughes, 1992; Rossow, 1990). Dengan perkataan
lain, sebagai pemimpin pembelajaran, kepala sekolah lebih banyak memerankan
fungsi super-visi pengajaran dalam rangka meningkatkan mutu praktek
pembelajaran dan hasil belajar siswa di sekolah.
Iklim sekolah menunjuk pada karakter sekolah secara keseluruhan, dan juga
berkenaan dengan bagaimana persepsi guru dan siswa terhadap sekolahnya
(Rossow, 1990). Iklim sekolah juga mencakup aspek-aspek fisik dan sosial dalam
suatu keseluruhan sekolah. Iklim sekolah dapat diubah mulai dari perubahan warna
tembok sekolah, penambahan atau pengurangan waktu istirahat, dan sampai pada
aturan hubungan interpersonal di antara warga sekolah. Tugas kepala sekolah
adalah menciptakan iklim yang menyampaikan kepada para staf sekolah dan siswa
bahwa sekolah adalah tempat yang menyenangkan dan dapat membantu mereka
mencapai sukses dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah.
Akhirnya, perlu disadari bahwa tidak satupun dari empat dimensi kepemimpinan
pembelajaran kepala sekolah, yakni: penetapan visi dan misi sekolah, penataan
pembelajaran, peningkatan praktek pembelajaran, dan penciptaan iklim
pembelajaran yang positif, yang satu lebih penting dari yang lainnya. Usaha-usaha
untuk menerapkan satu dimensi berpengaruh pada tiga dimensi yang lain. Sebagai
contoh, implementasi sistem ganjaran (reward system) pada dimensi praktek
pembelajaran diarahkan pada perbaikan iklim belajar. Bila sistem ganjaran ini
diorganisasikan dengan baik dan ditingkatkan secara memadai, maka akan
melembaga dan menjadi bagian dari kultur sekolah (Bossert, 1983).
Pada dasarnya terwujudnya organisasi yang baik akan senantiasa disertai adanya
iklim kerja yang sehat. Peran kepala sekolah dalam mewujudkan lingkungan kerja
yang baik adalah senantiasa menjalin kolaborasi bersama staf ahli, guru serta staf
kependidikan. Kolaborasi tersebut menjadi daya dukung kepala sekolah dalam
menjalankan kepemimpinan pembeajaran di sekolah. Iklim kerja yang sehat ini
adalah sebagai upaya untuk mengatasi kendala atau hambatan yang dialami oleh
guru maupun staf. Sharif (2020: 662-667) juga menegaskan bahwa kepala sekolah
tidak bisa menjalankan organisasi sekolahnya sendiri. Sehingga kepala sekolah
membutuhkan tim kepemimpinan pembelajaran yang dapat membantu menjalankan
fungsi instruksionalnya. Tim ini kan membantu membina kepemimpinan guru
menjadi pendidik yang kreatif dan inovatif menjalankan pembelajaran yang efektif
dan efisien sehingga kepala sekolah memiliki imbas tidak langsung dalam
peningkatan prestasi peserta didik. Selain itu tim kepemimpinan sekolah juga
membantu sepala sekolah dalam membantu melaksanakan mobilitas kegiatan
sekolah secara umum. Tentu saja didalam organisasi pasti memiliki dinamika –
dinamika permasalahan tertentu. Maka berdasarkan uraian sebelumnya tindakan
yang dapat dilakukan kepala sekolah adalah membentuk kelompok asisten kepala
sekolah yang memiliki keahlian khusus, menjadikan pribadi kepala sekolah yang
memahami karakter semua mata pelajaran. Menjalankan konsep pengawasan
berdasarkan isi. Sehingga tim yang sudah dibentuk harus membantu mengawasi
sesuai bidang keahliannya. Mengembangkan pemahaman diluar bidang keahliannya
dan yang terakhir menjalin kerjasama dengan pakar – pakar ahli di luar sekolah.
Selain itu menurut Wahyudi dkk. (2019: 47-55), kepala sekolah dapat
mengembangkan kapasitas keprofesiannya sebagai pemimpin dengan rasio
pola pembelajaran 70: 20: 10. Rasio tersebut diuraikan meliputi 70 persen
merupakan pembelajaran yang didapat pada pengalaman di tempat kerja dan
pengalaman di luar pekerjaan, 20 persen penguatan dengan komunitas
pembelajaran profesional dan 10 persen penguatan yang diperoleh dari pelatihan
keprofesian kepala sekolah.
Selanjutnya untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif dan efisien dalam
mendukung tujuan sekolah kepala sekolah dapat meakukan evaluasi kinerja
mengajar guru agar proses pembelajaran yang diselenggarakan dapat senantiasa
berkualitas unggul. Sesuai dengan peran kepemimpinan pembelajaran, kepala
sekolah dapat melaksanaan evaluasi dengan tindakan supervisi bersama guru.
Tindakan ini sebagai usaha atau kegiatan pembinaan yang direncanakan untuk
membantu guru dalam pekerjaan mereka agar dapat berjalan dengan efektif dan
efisien. Terdapat berbagai pendekatan atau teknik yang dapat dilakukan dalam
supervisi, meliputi pertemuan kelompok, kunjungan kelas, lokakarya, demonstrasi
teknik tertentu, ceramah, dan sebagainya. Pendekatan tersebut dilakukan sebagai
upaya proses pembimbingan guru untuk meningkatkan kemampuan dan perluasan
wawasan tentang pendidikan dan pengajarannya. Supervisi berfungsi sebagai
bentuk pengawasan langsung, biasanya dilakukan dengan berhadap-hadapan
antara pengawas dan guru. Selain itu supervisi juga menjadi pusat dalam perhatian
pengembangan siswa dan perbaikan pengajaran dengan berbagai aspek lainnya.
Apabila guru dapat belajar dengan lebih baik, kecakapan dan wawasan akan
bertambah dengan baik maka dapat menjadi pengembangan dampak bagi siswa
untuk senantiasa belajar dan tumbuh lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut
evaluasi dalam hal ini dimaksudkan sebagai kesadaran akan upaya perbaikan,
dimana dengan adanya evaluasi akan memberikan berbagai pendekatan yang lebih
komprehensif dalam pemberian informasi terkait pendidikan sehingga akan
membantu dalam perbaikan serta pengembangan model sistem pendidikan. Oleh
sebab itu, berbagai pihak antara lain pakar pendidikan, para pemimpin, dan orang
berpengaruh pendidikan lainnya mendukung adanya evaluasi terhadap program-
program pendidikan. Dengan adanya evaluasi pendidikan, akan membantu dalam
pengadaan informasi yang berguna bagi pembuat kebijakan maupun peraturan
pendidikan sebagai acuan perbaikan proses pendidikan.
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat lima strategi
kepemimpinan pembelajaran yang dapat diterapkan oleh kepala sekolah meliputi,
Pengembangan Visi, Misi dan Tujuan Sekolah, Pengembangan Program Pembelajaran,
Pengembangan Iklim Pembelajaran yang Akademis, Pengembangan lingkugan kerja
yang mendukung, Penerapan Penilaian Pembelajaran. Kepala sekolah harus memiliki
visi dan misi yang jelas tentu saja dengan tujuan untuk menciptakan pembelajaran yang
baik, efektif dan efisien. Sehingga untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya peran
serta warga sekolah dalam pencapaiannya dengan memahami dan
mengimplementasikan.
Ketiga, sebagai pemimpin pembelajaran, ada empat dimensi internal sekolah yang perlu
dipertimbangkan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja pembelajaran, yakni
sosialisasi visi dan misi sekolah, penataan pembelajaran, peningkatan praktek
pembelajaran, dan penciptaan iklim pembelajaran yang sehat. Dalam kerangka berpikir
teoretik kepemimpinan pembelajaran kepala sekolah, keempat dimensi internal
kepemimpinan pembelajaran kepala sekolah tersebut berkaitan dengan peningkatan
kinerja guru dan hasil belajar siswa di sekolah.