Anda di halaman 1dari 10

Fabrikasi Transparan Solar Sel

Berbasis Lapisan Tipis CIS


Anggi Ramadani

Rekayasa Nanoteknologi, Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin


Universitas Airlangga

1. LATAR BELAKANG
CIS (CuInSe2) merupakan bahan berbasis tembaga yang terus dikembangkan untuk
aplikasi solar sel. Penelitian CIS telah banyak dilakukan antara lain CIS tipe-p telah
digabungkan dengan TiO2 tipe-n untuk membentuk heterojungsi dan telah diuji untuk aplikasi
sel surya, namun, efisiensi yang dicapai tidak melebihi 1,5 × 10 −5. Selanjutnya, CIS telah
digunakan untuk fabrikasi dye-sensitized solar cell (DSSC), membentuk sel tandem dengan
efisiensi lebih besar dari 15%. Upaya telah ditargetkan untuk mengontrol morfologi
nanocrystals CIS seperti; dot, bola, bunga, tetrahedron, pelat heksagonal, segi delapan, ataupun
wire. Banyak studi menyebutkan pengendalian komposisi dan struktur kristal CuInSe 2 akan
memberikan monodispersitas yang baik (Husain et al., 2018)
Meskipun sel efisiensi dari solar sel CIS masih disekitar 10%, namun pengembangan solar
cell ini sangat pesat karena berpotensi untuk menutupi kekurangan Si-Based solar sel yang ada
di pasaran. Dibandingkan dengan Si-based solar sel, CIS diprediksi lebih murah dan dapat
dikembangkan untuk solar sel flexible, bahkan dapat dibuat transparan sehingga dapat
diintegrasikan langsung pada jendela. CIS memiliki struktur tetragonal dan dengan adanya
perkembangan nanoteknologi, CIS sudah mencapai sel efisiensi sebesar ~13%, dengan V OC,
JSC, dan FF dari solar sel menggunakan CIS sebagai lapisan absorbance rata-rata sebesar 0.7 V,
40 mA/cm2, dan 80%.

Gambar 1. Skema solar sel berbasis CIS

1
CIS bertindak sebagai lapisan absorber karena CIS memiliki sifat semikonduktor
berjenis p (p-type semiconductor). Untuk membuat solar sel, CIS digabung dengan lapisan
yang memiliki sifat n-type semiconductor, salah satunya ZnO. Dari gabungan p- dan n-type
semiconductor tadi, maka akan tersusun suatu lapisan p-n junction yang dimana, ketika photon
dalam bentuk sinar matahari datang dan melewati lapisan p-n junction, maka akan terjadi
proses photoelectric, sehingga dapat menghasilan tegangan listrik. Selain lapisan p- dan n-type
semiconductor, konfigurasi solar sel juga terdapat elektroda atas dan bawah, seperti yang
ditunjukkan pada gambar 1. Semua lapisan tersebut di tumbuhkan di atas substrat. Beberapa
substrat dapat digunakan, termasuk substrate flexible yang nantinya memungkinkan solar sel
dapat dibuat dalam bentuk flexible.
Kunci untuk mencapai pasta transparan adalah dengan mengontrol faktor-faktor yang
mempengaruhi transparansi seperti:
1. Bentuk nanokristal sintesis.
2. Proses pembuatan pasta
3. Menyerap cahaya NIR dan UV dan membiarkan cahaya tampak lewat
4. Ketebalan pasta yang diendapkan (Husain et al., 2018)

2. METODOLOGI:
2.1. Alat dan Bahan
Alat
1. Gelas kimia 8. Ultrasonic Bath
2. Gelas ukur 9. Cawan petri
3. Pipet tetes 10. Pinset
4. Hot plate 11. UV-Vis
5. Magnetic stirrer 12. FTIR
6. Termometer 13. XRD
7. Tungku (Furnace)

Bahan
1. CuCl2 6. Aluminium foil
2. InCl2 7. Aquabidest
3. H2SeO3 8. Metanol
4. HCl 12.07 M 9. ITO glass substrates (juga
5. NH4OH 6.49 M sebagai elektroda bawah)
2
2.2. CARA KERJA
i. Perhitungan stoikiometri CIS
CIS atau CuInSe2

Mass of CuCl2 = 0.5 gram

Mr CuCl2 = (1 × Ar Cu) + (2 × Ar Cl)

= (1 × 63.5) + (2 × 35.5) = 134.5 gram/mol

Mass CuCl2 0.5


Mol CuCl2 = = = 0.0037 mol
Mr CuCl2 134.5

CuInSe2 → Mol CuCl2 = Mol InCl2 = 2 Mol H2 SeO3 = 0.0037

Mr InCl2 = (1 × Ar In) + (2 × Ar Cl)

= (1 × 114.82) + (2 × 35.5) = 185.82 gram/mol

Mass of InCl2 = Mol InCl2 × Mr InCl2

= 0.0037 × 185.82 = 𝟎. 𝟔𝟖𝟕 𝐠𝐫𝐚𝐦

Mr H2 SeO3 = (2 × Ar H) + (1 × Ar Se) + (3 × Ar O)

= (2 × 1) + (2 × 78.96) + (3 × 15.99)

= 207.89 gram/mol

Mass of H2 SeO3 = Mol H2 SeO3 × Mr H2 SeO3

= 0.00185 × 207.89 = 𝟎. 𝟑𝟖𝟓 𝐠𝐫𝐚𝐦

3
ii. Sintesis CIS

Gambar 2. Skema sintesis CIS dengan menggunakan metode kopresipitasi

CIS disintesis dengan metode kopresipitasi dengan mekanisme seperti Gambar 2.


Semua bahan dasar yaitu 0.5 gr CuCl2, 0.687 gr InCl2, dan 0.385 gr H2SeO3 dilarutkan dalam
35 ml HCl 12.07 M pada suhu 75 oC sambil dipanaskan dan diaduk sekitar 30 menit
menggunakan magnetic stirrer hot plate. Kemudian larutan dipisahkan dengan menggunakan
kertas saring. Sebanyak 35 ml NH4OH ditambahkan perlahan dalam larutan hasil saringan
sambil di aduk dan dipanaskan pada suhu 50 selama 50 menit.
Sampel dibiarkan mengendap lalu air di dalam gelas dibuang dengan penuangan yang
hati-hati agar endapan kental yang berwarna hitam tidak ikut terbuang. Endapan dicuci bekali-
kali sampai pH 7. Kemudian sample dibagi tiga menjadi sampel A, B, dan C. Selanjutnya
sampel A dikeringkan di dalam oven pada suhu kalsinasi 200 oC, sampel B dikeringkan di
dalam oven pada suhu kalsinasi 300 oC, dan sampel C dikeringkan di dalam oven pada suhu
kalsinasi 400 oC masing-masing selama 1 jam.

iii. Pelapisan Larutan CIS di atas ITO Glass Substrate dengan Metode Drop Casting

Gambar 3. Skema pelapisan substrat ITO

4
Setelah dikarakterisasi, dipilih sampel CIS serbuk dengan karakteristik paling baik
yaitu sampel CIS 200 oC yang dilarutkan menggunakan metanol dan disonikasi membentuk ink
solution. ITO substrate dipanaskan terlebih dahulu di atas hot plate pada suhu 50 oC selama 30
menit. Kemudian ink solution dilapiskan di atas ITO substrate dengan metode drop casting
sambil dipanaskan pada suhu 50 oC selama 30 menit selanjutnya thin film dibiarkan kering
pada suhu ruang.

iv. Karakterisasi larutan dan lapisan tipis CIS


Sample dikarakterisasi menggunakan Uv-Vis untuk mengetahui absorbansi dan bandgap
dari sample yang disintesis dengan variasi suhu kalsinasi. Sedangkan FTIR dilakukan untuk
mengetahui kandungan dari serbuk CIS. XRD juga dilakukan untuk mengetahui fasa dari
sampel serbuk CIS.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Observasi visual dari CIS serbuk dan solar sel

Gambar 4. Visual dari CIS powder (a) kalsinasi 200 oC; (b) kalsinasi 300 oC; (c) kalsinasi
400 oC serta (d) solar sel berbasis lapisan tipis CIS

Gambar 1. menunjukkan serbuk CIS yang dihasilkan memiliki warna yang berbeda
pada masing-masing suhu kalsinasi. Suhu kalsinasi yang lebih rendah menghasilkan pigmen
warna yang lebih terang dan lebih cerah sedangkan suhu yang lebih tinggi menghasilkan warna
yang lebih gelap. Hal ini mengindikasikan bahwa suhu kalsinasi mempengaruhi pigmen warna
suatu sampel (Kaur et al., 2011). Berdasarkan hasil karakterisasi, sampel yang dipilih sebagai
ink lapisan tipis solar sel adalah sampel dengan suhu kasinasi 200 oC. Hasil drop casting layer
lapisan tipis dengan skema seperti pada Gambar 3. ditunjukkan pada Gambar 1(d). Terlihat
bahwa lapisan tipis solar sel ini bersifat semi-transparan. Terbentuknya lapisan tipis semi-
transparan ini dikarenakan metode pembuatan lapisan tipis yang dilakukan adalah metode drop
casting sehingga ketebalan dari layer yang dibuat sulit untuk diatur (Yunus et al., 2022).

5
3.2. Karakterisasi CIS
Seluruh sampel dikarakterisasi menggunakan UV-Vis untuk mengetahui
absorbansinya seperti yang terlihat pada Gambar 5(a). Dapat diketahui bahwa semakin
tinggi suhu kalsinasi maka peak absorbansi CIS akan semakin terlihat jelas. Semakin
tinggi suhu kalsinasi maka absorbance mengalami blue-shift. Hal ini didukung oleh
hasil perhitungan band gap dengan tauc plot seperti yang ditunjukkan pada Gambar
5(b). Terlihat bahwa semakin tinggi suhu kalsinasi maka band gap semakin besar.
Karena band gap dan energy gap berbanding lurus, maka absorbansi terjadi jika CIS
disinari cahaya dengan panjang gelombang yang memiliki energi yang sama atau lebih
besar dari energy gap dalam hal ini berada pada rentang 350-360 nm. CIS yang
disintesis memiliki band gap sekitar 2 eV yang menunjukkan bahwa CIS bersifat
semikonduktor. Berdasarkan referensi band gap CIS sekitar 1 eV (Park et al., 2017).
Perbedaan band gap ini terjadi karena adanya impurities yang ada pada sampel seperti
yang ditunjukkan pada data XRD pada Gambar 6.
Untuk mengetahui kemurnian fasa yang terbentuk dilakukan karakterisasi XRD
sampel CIS pada suhu kalsinasi yang berbeda. Seperti yang terlihat pada Gambar 6.,
CIS yang disintesis pada suhu 200°C bersifat kristalin yang ditunjukkan oleh tajamnya
peak bidang kristal (110) dengan c = 0.4nm. Bidang kristal (114) dan (204) pada sampel
ini menunjukkan fasa CuSe. Fasa CuSe merupakan fasa initial dari CuInSe 2 atau produk
intermediate CIS dimana diketahui nukleasi CuSe lebih cepat sedangkan reaksi dengan
Indium lebih lambat (Calixto et al., 2005 dan Zhou et al., 2013)
CIS yang dikalsinasi pada suhu 300°C menunjukkan peak yang lebar yaitu pada
bidang kristal (200) dengan c = 0.492nm. Peak ini mengindikasikan terbentuknya CIS
namun bersifat amorphous (Prabukanthan et al., 2021). Peak yang muncul lebih sedikit
daripada peak yang ditunjukkan pada sampel dengan suhu kalsinasi 200°C karena pada
kondisi ini fasa yang teramati sebelumnya sedang bertransisi menjadi fasa lain. Hal ini
sejalan dengan literatur bahwa suhu kalsinasi mempengaruhi transformasi fasa kristalin,
bentuk, dan ukuran struktur nano (Kumar et al., 2015)
Sampel yang dikalsinasi pada suhu 400°C menunjukkan peak CIS pada bidang
kristal (103), (004), dan (116) dengan c = 1.1 nm berdasarkan database JCPDS nomor
89-5646 (Sugan et al., 2014). Bidang kristal ini mengindikasikan bahwa CIS yang
terbentuk memiliki struktur tetragonal. Selain itu ada beberapa peak lain yaitu pada
bidang kristal (200) dan (225) yang mengindikasikan terbentuknya kristal CuSe
berdasarkan database JCPDS nomor 86-1239 (Niranjan et al., 2020). Selanjutnya
6
bidang kristal (211) dan (400) juga mengindikasikan terbentuknya indium oxide fasa
(In2O3) karena indium lebih mengikat oksigen sedangkan selenium lebih cepat bereaksi
dengan Cu membentuk nukleasi (Calixto et al., 2005 dan Schuster et al., 2019). Hal ini
menunjukkan bahwa dengan meningkatkan suhu menyebabkan perubahan konsentrasi
In dan Se sehingga terbentuknya fasa lain (Kashyout et al., 2014)

Gambar 5. Data UV-Vis sampel (a) peak absorbansi; (b) plot of (ah)2 versus h pada
suhu kalsinasi yang berbeda

Gambar 6. Pola XRD pada sampel dengan suhu kalsinasi yang berbeda

7
Gambar 7. Spektrum FTIR sampel pada suhu kalsinasi yang berbeda

Gambar 7. merupakan data FTIR, dimana tidak terlihat peak yang signifikan
yang dapat diamati. Hal ini karena gelombang elektromagnetik infra merah tidak dapat
menggetarkan atom CIS. CIS yang disintesis memiliki band gap yang cukup besar yaitu
berada sekitar 2 eV sehingga dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang besar
seperti infra merah tidak dapat menunjukkan suatu peak. Karena CIS hasil sintesis
memiliki energi gap yang cukup tinggi maka diperlukan sinar yang memiliki energi
yang besar untuk bisa memunculkan suatu peak. Hal ini sejalan dengan munculnya peak
pada Gambar 5(a). dimana absorbansi dari CIS yang disintesis berada pada rentang UV,
atau sinar yang memiliki energi atau frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan infra
merah (Belskava et al., 2012).

4. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa CIS powder
berhasil disintesis pada ketiga sampel dengan suhu kalsinasi yang berbeda-beda. Selain itu
solar sel berbasis lapisan tipis CIS juga berhasil disintesis namun dengan sifat semi-
transparan karena metode pelapisan yang digunakan adalah metode drop casting yang
ketebalannya sulit untuk dikontrol. Berdasarkan karakterisasi yang dilakukan diketahui
bahwa sampel CIS yang disintesis terdapat impurities yaitu fasa CuSe pada sampel dengan

8
suhu kalsinasi 200°C dan 400°C serta fasa indium oxide pada sampel dengan suhu kalsinasi
400°C yang didukung oleh nilai band gap yang berbeda dengan literatur. Hasil ini jelas
menunjukkan bahwa temperature sintesis memainkan peran dominan dalam pembuatan
CIS murni.

5. DAFTAR PUSTAKA
Belskaya, O. B., Danilova, I. G., Kazakov, M. O., Mironenko, R. M., Lavrenov, A. V., &
Likholobov, V. A. (2012). FTIR Spectroscopy of Adsorbed Probe Molecules for
Analyzing the Surface Properties of Supported Pt (Pd) Catalysts. Infrared Spectroscopy
- Materials Science, Engineering and Technology. doi:10.5772/36275
Calixto, M. E., Dobson, K. D., McCandless, B. E., & Birkmire, R. W. (n.d.). Single bath
electrodeposition of CuInSe/sub 2/ and Cu(In,Ga)Se/sub 2/ for thin film photovoltaic
cells. Conference Record of the Thirty-First IEEE Photovoltaic Specialists Conference,
2005. doi:10.1109/pvsc.2005.1488148
Husain, A. A. F., Hasan, W. Z. W., Shafie, S., Hamidon, M. N., & Pandey, S. S. (2018). A
review of transparent solar photovoltaic technologies. Renewable and Sustainable
Energy Reviews, 94, 779–791. doi:10.1016/j.rser.2018.06.031
Kashyout, A. E.-H. B., Ahmed, E.-Z., Meaz, T., Nabil, M., & Amer, M. (2014). (One-step)
electrochemical deposition and characterization of CuInSe2 thin films. Alexandria
Engineering Journal, 53(3), 731–736. doi:10.1016/j.aej.2014.03.015
Kaur, B., & Bhattacharya, S. N. (2011). Automotive dyes and pigments. Handbook of Textile
and Industrial Dyeing, 231–251. doi:10.1533/9780857094919.2.231
Kumar, S., Bhunia, S., & Ojha, A. K. (2015). Effect of calcination temperature on phase
transformation, structural and optical properties of sol–gel derived ZrO2 nanostructures.
Physica E: Low-Dimensional Systems and Nanostructures, 66, 74–80.
doi:10.1016/j.physe.2014.09.007
Niranjan, R., Banotra, A., & Padha, N. (2020). Development of CuInSe2 thin films by SELD
method for photovoltaic absorber layer application. Journal of Materials Science:
Materials in Electronics. doi:10.1007/s10854-020-02865-2
Park, K., Park, J., Park, S., Lee, D., Yoo, D., Shin, S., … Lee, D. (2017). Fabrication of Cd -
free CuInSe2 solar cells using wet processes. Journal of Materials Science, 52(23),
13533–13540. doi:10.1007/s10853-017-1452-4
Prabukanthan, P., Sreedhar, M., Meena, J., Ilakiyalakshmi, M., Venkatesan, S., Harichandran,
G., … Seenuvasakumaran, P. (2021). Influence of complexing agents-aided CuInSe2

9
thin films by single-step electrochemical deposition and photoelectrochemical studies.
Journal of Materials Science: Materials in Electronics, 32(6), 6855–6865.
doi:10.1007/s10854-021-05390-y
Schuster, M., Stapf, D., Osterrieder, T., Barthel, V., & Wellmann, P. J. (2019). Vacuum-Free
and Highly Dense Nanoparticle Based Low-Band-Gap CuInSe2 Thin-Films
Manufactured by Face-to-Face Annealing with Application of Uniaxial Mechanical
Pressure. Coatings, 9(8), 484. doi:10.3390/coatings9080484
Sugan, S., Baskar, K., & Dhanasekaran, R. (2014). Hydrothermal synthesis of chalcopyrite
CuInS2, CuInSe2 and CuInTe2 nanocubes and their characterization. Current Applied
Physics, 14(11), 1416–1420. doi:10.1016/j.cap.2014.08.011
Yunus, Y., Mahadzir, N. A., Ansari M. N. M., Aziz T. H. T. A., … Ismail A. G. (2022). Review
of the Common Deposition Methods of Thin-Film Pentacene, Its Derivatives, and Their
Performance. Polymers 2022, 14(6), 1112; https://doi.org/10.3390/polym14061112
ZHOU, J. C., WANG, Y. Y., GONG, X. L., & LI, S. W. (2013). PREPARATION AND
CHARACTERIZATION OF CIS POWDERS BY A FACILE REFLUXING
REACTION ROUTE. International Journal of Nanoscience, 12(05), 1350031.
doi:10.1142/s0219581x13500312

10

Anda mungkin juga menyukai