A. Yaqin
Menurut bahasa yakin berarti pengetahuan dan tidak ada keraguan di dalamnya.
Ulama sepakat dalam mengartikan yakin yang artinya pengetahuan dan merupakan lawan
dari syak.1
Menurut Abu al-Baqa’ dalam al-Kulliyat bahwa yakin ialah pegangan yang kuat,
mantap, dan tetap serta menepati kenyataan. Yakin di sini juga merupakan penjelasan
mengenai ilmu yang tetap teguh dalam hati, disebabkan ketetapannya berdasarkan sebab
tertentu.
Adapula yang mengartikan yakin dengan ilmu tentang sesuatu yang membawa
kepada kepastian dan kemantapan hati tentang hakikat sesuatu itu dalam arti tidak ada
keraguan lagi.2
Keyakinan yang kokoh dan sesuai dengan kenyataan. Al-Suyuthi mengatakan al-
Yaqin ( )اليقينadalah sesuatu yang tetap dan pasti, dapat dibuktikan melalui penelitian dan
menyertakan bukti-bukti yang mendukungnya.
1
Ibn Mandzur, Lisan Al-Arab, juz 13 hlm. 457. Al-Jurjani, At-Ta’rifaat, hlm 332
2
Ahmad al-Nadwi, al-Qawaid al-Fiqhiyah, cet. V, (Beirut: Darul Qalam, 1998), hlm. 358.
3
Muhammad al-Zarqa, Op.Cit, h.,79
B. AL-SYAKK
Menurut bahasa syak berarti sesuatu yang membingungkan. Menurut istilah syak adalah
”sesuatu yang tidak menentu(meragukan) antara ada atau tidak ada.”
Ada yang memberikan maksud bahwa syak adalah:
“Suatu pertentangan antara kepastian dengan ketidakpastian tentang kebenaran dan kesalahan
dengan kekuatan yang sama, dalam arti tidak dapat ditarjihkan salah satunya.”4
“Keraguan antara dua perkara/masalah yang berlawanan tanpa mengunggulkan salah satunya”
Menurut pendapat Ibnu Qayyim al-Jauziyah bahwa di dalam syariah tidak ada sama
sekali yang meragukan. Sesungguhnya keraguan (syak) itu datang kepada mukallaf (subyek
hukum) karena kontradiksinya dua indikator atau lebih, maka masalahnya menjadi meragukan
baginya (mukallaf). Mungkin bagi orang lain (mukallaf lain) masalah tersebut tidaklah
meragukan. Oleh karena itu, syak bukanlah sifat yang tetap pada masalah tersebut, tetapi sifat
yang datang kemudian ketika masalah tersebut dihubungkan kepada hukum mukallaf.”6
Mengenai keragu-raguan ini, menurut Asy-Syaikh al-Imam Abu Hamid al-Asfirayniy, ada tiga
macam, yaitu:7
1. keragu-raguan yang berasal dari haram. Misalnya, ada seekor kambing yang disembelih
di daerah yang berpenduduk Muslim dan Majusi. Maka sembelihan tersebut haram
dimakan, sehingga diketahui kalau yang menyembelih itu benar-benar orang Islam
(Muslim).
4
Ahmad al-Nadwi, al-Qawaid al-Fiqhiyah, cet. V, (Beirut: Darul Qalam, 1998), hlm. 358.
5
Muhammad al-Zarqa, Op.Cit, h.,79
6
Ahmad al-Nadwi, al-Qawa’id al-Fiqhiyah, (Beirut: Darul Qalam, 2000), hlm. 364
7
Ahmad Sabiq bin Abdul Latif Abu Yusuf, Kaedah-Kaedah Praktis Memahami Fiqih Islami,(Pustaka Al-Furqon, 2009),
hlm. 27.
2. keragu-raguan yang berasal dari mubah. Misalnya ada air yang berubah, yang mungkin
pula disebabkan karena terlalu lama tergenang. Maka air tersebut dapat dijadikan untuk
bersuci, sebab pada dasarnya air itu suci.
3. keragu-raguan atas sesuatu yang tidak diketahui asalnya. Misalnya seseorang bekerja
dengan orang yang modalnya sebagian besar haram. Dan tidak dapat dibedakanantara
modal yang halal dan haram. Maka keadaan seperti ini diperbolehkan jual beli karena
dimungkinkan modalnya halal dan belum jelas keharaman modal tersebut, namun
dikhawatirkan karena hukumnya makruh
Sesuatu yang benar-benar diyakini sudah pasti tidak akan dirubah oleh syak kerana
keduaduanya adalah sangat berbeda. Sesuatu perkara itu hanya akan dikatakan sebagai yakin
setelah terdapat bukti dan penelitian yang dapat menetapkan adanya perkara tersebut