Anda di halaman 1dari 15

IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN SEKOLAH RAMAH ANAK SEBAGAI

SEKOLAH INKLUSI YANG BERSIAGA KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN


BANJAR

hj. Yuliarty, SKM, MM

NIP. 19710706 199203 2 008


IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN SEKOLAH RAMAH ANAK SEBAGAI
SEKOLAH INKLUSI YANG BERSIAGA KEPENDUDUKAN
DI KABUPATEN BANJAR
BAB I

A. Latar Belakang Masalah

Anak adalah cikal bakal generasi penerus bangsa. Keberhasilan dalam


mendidik anak menjadi indikator keberhasilan di masa mendatang. Sebagian besar
anak menghabiskan waktu belajarnya di sekolah. Itulah mengapa, sekolah seolah
menjadi rumah utama anak untuk menimba ilmu setelah rumah. Untuk
mendukung keberhasilan belajar anak di sekolah, Bapak/Ibu harus memperhatikan
keamanan anak saat belajar. Keamanan yang dimaksud bisa berupa keamanan
lingkungan, asupan makanan, pembelajaran, dan sebagainya. Misalnya, lingkungan
belajar anak harus aman, non-diskriminasi serta berpengetahuan siaga
kependudukan.

B. Tujuan Penulisan Makalah

Adapun maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah untuk


memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti proses assesment/promosi
jabatan secara terbuka posisi Jabatan Kepala Dinas pada Dinas Sosial
Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk
Keluarga Berencana Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan.
C. Outcome
Adanya pemetaan kompetensi bagi calon pejabat Aparatur Sipil Negara di
lingkungan Pemerintah Kabupaten Banjar.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam makalah assessment adalah:
1. Pendahuluan;
2. Permasalahan;
3. Analisis Permasalahan dan alternatif kebijakan.
4. Kesimpulan.
BAB II

PERMASALAHAN

A. Sekolah Ramah Anak

a. Indikator Sekolah Ramah Anak


Sekolah Ramah Anak (SRA) adalah satuan pendidikan formal,
nonformal, dan informal yang mampu memberikan pemenuhan hak dan
perlindungan khusus bagi anak termasuk mekanisme pengaduan untuk
penanganan kasus di satuan pendidikan.

Prinsip SRA merupakan turunan dari hak dasar anak, terdiri dari:

1. Kepentingan terbaik bagi anak


2. Non diskriminasi
3. Partisipasi Anak
4. Hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan
5. Pengelolaan yang baik
b. Tahapan dari Pembentukan hingga Pengembangan Sekolah Ramah Anak
menjadi
Dalam rangka membentuk sekolah yang ramah bagi anak, ada beberapa
tahapan yang dilakukan yang terdiri pada tahap pembentukan dan tahap
pengembangan. Pada tahapan pembentukan kita sebut dengan istilah tahap “MAU”.
Sebagai bentuk komitmen dan sinergitas, seluruh Tahapan Pembentukan dan
Pengembangan SRA dilakukan oleh Pemerintah daerah dan Satuan Pendidikan.
Setelah proses tahapan dari “MAU” maka proses selanjutnya adalah tahapan
“MAMPU dan MAJU. Pada proses MAMPU dan MAJU adalah tahapan
pengembangan dari Sekolah Ramah Anak Itu sendiri. Proses pengembangan SRA
adalah kelanjutan dari proses pembentukan, dimana satuan pendidikan yang
telah “MAU” menjadi Sekolah Ramah Anak harus mendapatkan penguatan
agar “MAMPU” dan bahkan untuk “MAJU” dalam mencapai pemenuhan 6
komponen SRA. Adapun proses pengembangan dilakukan oleh dua pihak
yaitu pemerintah daerah melalui Sekber SRA atau Sub Gugus Tugas
Kabupaten Layak Anak di Kluster 4 dan satuan pendidikan itu sendiri.
Program pengembangan Sekolah Ramah Anak menjadi Sekolah Ramah Anak
sebagai Sekolah Inklusi yang Bersiaga Kependudukan. Yang dimaksud Inklusi
adalah “filosofi” yang menyatakan bahwa ruang kelas dan ruang
bermasyarakat tidak lengkap tanpa mengikutsertakan anak-anak dengan
semua kebutuhan. Sedangkan Sekolah Siaga Kependudukan adalah sekolah yang
mengintegrasikan pendidikan kependudukan dan keluarga berencana, ke dalam
beberapa mata pelajaran sebagai pengayaan materi pembelajaran, dimana di
dalamnya terdapat pojok kependudukan sebagai salah satu sumber belajar peserta
didik.
c. Strategi Pengembangan
Adapun strategi pengembangan Sekolah Ramah Anak sebagai Sekolah
Inklusi yang Bersiaga Kependudukan adalah:
1. Membuat Satu Sekolah mempunyai tiga program kerja yaitu Program
Ramah Anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, Program Inklusi dari Kementerian Sosial dan Siaga
Kependudukan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
(BKKBN)
2. Pembinaan yaitu diarahkan kepada kemampuan guru mata pelajaran,
Bimbingan Konseling, pengelola sekolah, komite sekolah, petugas
pengelola program Kabupaten Layak Anak, Inklusi kependudukan,
keluarga berencana dan pembangunan keluarga, serta promkes/bidan
desa.
3. Pelembagaan dan pembudayaan yaitu Pelembagaan dan
pembudayaan diarahkan kepada makin melembaga dan
membudayanya seperti Hak anak dalam pendidikan, keluarga kecil
berkualitas melalui peningkatan pemahaman peserta didik terhadap
pendewasaan usia perkawinan, kesehatan reproduksi dan generasi
berencana (Genre).
4. Pendekatan koordinasi aktif/integrative adalah Program Kabupaten
Layak Anak yang sejalan dengan persamaan hak atas pendidikan
pengetahuan dalam kependudukan, keluarga berencana dan
pembangunan keluarga yang dilaksanakan pada Sekolah Ramah
Anak sebagai Sekolah Inklusi yang Bersiaga kependudukan didukung
oleh berbagai unit pelaksana, baik pemerintah maupun swasta,
membutuhkan koordinasi aktif, sehingga dapat mengintegrasikan
berbagai kegiatan, serta melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dapat
diintervensi oleh OPD terkait.
5. Pendekatan kualitas dengan meningkatnya partisipasi para peserta
didik dan meningkatnya kemandirian peserta didik, serta meluasnya
keterpaduan kegiatan-kegiatan program kependudukan, keluarga
berencana dan pembangunan keluarga di tingkat sekolah, ditujukan
kepada peningkatan kualitas guru, sarana pojok serta kualitas
pelayanan konseling yang komprehensif. Pendekatan kemitraan
Kemitraan sejajar dengan OPD terkait, dunia usaha dan berbagai
sektor pembangunan lainnya dalam berbagai program pengembangan
Sekolah Ramah Anak menjadi Sekolah Ramah Anak sebagai Sekolah
Inklusi yang Bersiaga Kependudukan dimaksudkan untuk meningkatkan
kemandirian sekolah serta kemandirian peserta didik.
BAB III

ANALISIS PERMASALAHAN DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

A. Mengembangkan Sekolah Ramah Anak MAJU dan MAMPU


Proses pengembangan SRA adalah kelanjutan dari proses pembentukan,
dimana satuan pendidikan yang telah “MAU” menjadi Sekolah Ramah Anak
(SRA) harus mendapatkan penguatan agar “MAMPU” dan bahkan untuk
“MAJU” dalam mencapai pemenuhan 6 komponen Sekolah Ramah Anak
(SRA). Adapun proses pengembangan dilakukan oleh dua pihak yaitu
pemerintah daerah melalui Sekber SRA atau Sub Gugus Tugas KLA Kluster
4 dan satuan pendidikan itu sendiri. Untuk mengembangkan Sekolah Ramah
Anak agar “MAJU dan MAMPU” diperlukan gabungan program-program
lainnya yang sejalan sehingga pendidikan menjadi berkualitas, baik dari segi
fisik maupun non fisik.
Berikut uraian proses pengembangan yang dilakukan oleh kedua belah
pihak tersebut.
1. Membangun komitmen bersama stakeholder mengembangkan
Sekolah Ramah Anak yang Inklusi dan Bersiaga Kependudukan
sebagai kebutuhan bersama demi tercapainya Kabupaten Banjar
yang Maju Mandiri dan Agamis.
2. Perlu adanya deklarasi dari pihak Pemerintah Daerah, Sekolah,
Dunia Usaha, Lembaga Masyarakat, Media Massa, untuk
berkomitmen bersama dalam Pengembangan Sekolah Ramah Anak
Sebagai Sekolah Inklusi yang Bersiaga Kependudukan. Deklarasi ini
haruslah di tandatangi oleh pihak terkait seperti Kepala Dinas Sosial
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pengendalian
Penduduk Keluarga Berencana, Kepala Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Banjar (MI/MTS/MA/Pondok Pesantren), Kepala Dinas
Pendidikan Kabupaten Banjar (SD dan SMP), Kepala Dinas
Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan (SLTA), Asosiasi Perusahaan
Sahabat Indonesia (APSAI), Ketua Gugus Tugas Kabupaten Layak
Anak (KLA) Kabupaten Banjar dan stakeholder lainnya.
3. Perlu adanya regulasi penetapan Pengembangan Sekolah Ramah
Anak sebagai Sekolah Inklusi Bersiaga Kependudukan.
4. Mengalokasikan Anggaran dan kegiatan dalam Pengembangan
Sekolah Ramah Anak sebagai Sekolah Inklusi yang Bersiaga
Kependudukan yang sesuai dengan program masing-masing bidang
di Dinas Sosial Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlidungan Anak Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana,
searah dengan program Kabupaten Banjar sebagai Kabupaten Layak
Anak.
5. Membuat petunjuk teknis Pengembangan Sekolah Ramah Anak
sebagai Sekolah Inklusi yang Bersiaga Kependudukan sesuai dengan
muatan lokal agar lebih mudah diterapkan masing-masing sekolah.
(pada lampiran 1)
6. Merencanakan monitoring dan evaluasi secara berkala agar
memastikan program Pengembangan Sekolah Ramah Anak sebagai
Sekolah Inklusi yang Bersiaga Kependudukan supaya mampu
berkembang. (pada lampiran 1)
7. Memberikan pelatihan/bimbingan teknis secara berkala pada tenaga
pendidik/bimbingan konseling dan stakeholder lainnya dalam
menunjang program Pengembangan Sekolah Ramah Anak sebagai
Sekolah Inklusi yang Bersiaga Kependudukan.
8. Memastikan setiap guru/tenagapengajar/tenaga pendidik/bimbingan
konseling mempunyai sertifikasi Konvensi Hak Anak dengan
kurikulum wajib ramah anak, inklusi dan kependudukan agar mampu
menjalankan program Pengembangan Sekolah Ramah Anak sebagai
Sekolah Inklusi yang Bersiaga Kependudukan.
9. Memberikan penghargaan dalam skala daerah pada sekolah yang
mampu mengembangkan program Pengembangan Sekolah Ramah
Anak sebagai Sekolah Inklusi yang Bersiaga Kependudukan.
10. Melaporkan pada 3 Kementerian yaitu Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlidungan Anak, Kementerian Sosial dan Badan
Kependudukan Keluarga Berencana Nasional tentang program
Pengembangan Sekolah Ramah Anak sebagai Sekolah Inklusi yang
Bersiaga Kependudukan, sehingga dapat memungkinkan mengikuti
kompetisi skala nasional misalnya, pelopor Sekolah Ramah Anak
yang pernah diterima oleh Madrasah Aliyah Negeri 4 Banjar dari
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak.
11. Berkoordinasi dengan Dinas terkait, Dunia Usaha, Lembaga
Masyarakat dan Media Massa yang masuk dalam Gugus Tugas
Kabupaten Layak Anak, agar membuat sebuah program secara
berkelanjutan untuk Pengembangan Sekolah Ramah Anak sebagai
Sekolah Inklusi yang Bersiaga Kependudukan yang telah ditetapkan
melalui Keputusan Bupati.
BAB IV
KESIMPULAN

1. Sekolah Ramah Anak (SRA) salah satu indikator wajib dalam


Kabupaten Layak Anak dimana untuk menjadikan Kabupaten Banjar
sebagai Kabupaten Layak Anak minimal terdapat 1 Sekolah Ramah
Anak (SRA) untuk mencapai tingkatan Pratama.
2. Proses pengembangan Sekolah Ramah Anak (SRA) adalah
kelanjutan dari proses pembentukan, dimana satuan pendidikan yang
telah “MAU” menjadi Sekolah Ramah Anak (SRA) harus
mendapatkan penguatan agar “MAMPU” dan bahkan untuk “MAJU”
dalam mencapai pemenuhan 6 komponen Sekolah Ramah Anak
(SRA).
3. Untuk mengembangkan Sekolah Ramah Anak (SRA) agar Mampu
dan Maju diperlukan kerjasama stakeholder dan mempunyai
komitmen bersama demi kepentingan yang terbaik bagi anak tanpa
adanya diskriminasi.
LAMPIRAN
Petunjuk Teknis Sekolah Ramah Anak sebagai Sekolah Inklusi yang Bersiaga
Kependudukan dalam Enam Komponen SRA
No Komponen
1. KOMITMENT TERTULIS /KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SEKOLAH
RAMAH ANAK SEBAGAI SEKOLAH INKLUSI YANG BERSIAGA
KEPENDUDUKAN
(Bobot: 25%)
Adanya SK dari pemerintah daerah (Kepala Daerah/SOPD terkait)

Adanya SK Tim Pengembangan Sekolah Ramah Anak sebagai Sekolah Inklusi yang
Bersiaga Kependudukan di satuan pendidikan yang melibatkan peserta didik dan
orang tua
Memiliki tata tertib dengan bahasa positif dan tidak mengandung unsur pelanggaran
hak anak yang di buat dengan melibatkan peserta didik dan orang tua peserta
didik;
Memiliki kebijakan penghapusan kekerasan terhadap peserta didik, yang tercantum dalam
tata tertib satuan pendidikan, meliputi mekanisme pengaduan untuk penanganan kasus
di satuan pendidikan dan adanya pelarangan:

terhadap tindak kekerasan dan diskriminasi antar peserta didik (perundungan);

terhadap tindak kekerasan dan diskriminasi yang dilakukan pendidik dan tenaga
kependidikan (tata usaha, satpam, penjaga sekolah, dan pegawai kebersihan) dengan
peserta didik;
hukuman badan (yaitu memukul, menampar dengan tangan/cambuk/tongkat/ikat
pinggang/sepatu/balok kayu, menendang, melempar peserta didik, menggaruk, mencubit,
menggigit, menjambak rambut, menarik telinga memaksa peserta didik untuk
tinggal di posisi yang tidak nyaman dan panas); dan
bentuk hukuman lain yang merendahkan martabat peserta didik (menghina, meremehkan,
mengejek, memisahkan dalam barisan atau mengelompokan anak dalam kelas tertentu,
memberikan julukan, menyakiti perasaan dan harga diri peserta didik) oleh
pendidik dan tenaga kependidikan terhadap peserta didik.
penegakan disiplin tanpa merendahkan martabat anak dan tanpa kekerasan
Melakukan berbagai upaya untuk melakukan pencegahan dan penanganan semua bentuk
kekerasan dan diskriminasi terhadap peserta didik termasuk peningkatan kesadaran
dan kampanye pendidikan kepada seluruh warga satuan pendidikan

Melakukan pemantauan, pengawasan, dan tindakan atas pelaksanaan kebijakan


pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap peserta didik
Melakukan upaya untuk mencegah peserta didik putus sekolah

Memiliki komitmen untuk menerapkan prinsip-prinsip SRA dalam Manajemen Berbasis


Sekolah (MBS) dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) setiap tahun
Terdapat proses penyadaran dan dukungan bagi warga satuan pendidikan untuk
memahami Konvensi Hak Anak
Memiliki komitmen untuk mewujudkan kawasan tanpa rokok

Memiliki komitmen untuk mewujudkan kawasan bebas NAPZA

Memiliki komitmen untuk menerapkan sekolah/madrasah aman dari bencana secara


struktural dan nonstructural
Menjamin, melindungi, dan memenuhi hak peserta didik untuk menjalankan ibadah dan
pendidikan agama sesuai dengan agama masing-masing
Memastikan pengarusutamaan Pengurangan Resiko Bencana (PRB) di dalam proses
pembelajaran
Mengintegrasikan materi kesehatan reproduksi dalam materi pembelajaran

Mengintegrasikan materi lingkungan hidup di dalam proses pembelajaran

Pelaksanaan Kebijakan Pemantauan rutin perlindungan anak, dengan memfungsikan


guru piket, piket anak, dan Persatuan Orang Tua Murid dan Guru (POMG)
menjadi satuan pendidikan rujukan untuk Pengembangan Sekolah Ramah Anak sebagai
Sekolah Inklusi yang Bersiaga Kependudukan
Memiliki SOP untuk tindak lanjut bagi pendidik dan tenaga kependidikan yang
melakukan kekerasan
Melakukan pengawasan dalam kegiatan ekstrakurikuler

2. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Terlatih Hak Anak


dan SRAISK (Bobot: 15%)
Pelatihan Hak Anak dan Pengembangan Sekolah Ramah Anak sebagai Sekolah Inklusi
yang Bersiaga Kependudukan bagi seluruh warga satuan pendidikan, terutama
pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, dan orang tua
Tersedia minimal 2 orang pendidik yang terlatih Konvensi Hak Anak dan
Pengembangan Sekolah Ramah Anak sebagai Sekolah Inklusi yang Bersiaga
Kependudukan
c. Satuan pendidikan mendapatkan sosialisasi, pelatihan
dan/atau pendampingan dari program-program:
1) Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dan Simulasi
Aman Bencana
2) Internet Sehat dan Aman (INSAN)

3) Generasi Berencana - Pusat Informasi dan Konseling


Remaja (PIK-R)
4) Bahaya Narkotika

5) Unit Kesehatan Sekolah (UKS)

6) Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)

7) Kantin Sehat
8) Pangan Jajan Anak Sekolah (PJAS)

9) Sekolah Adiwiyata

10) Sekolah Aman

11) Sekolah Hijau

12) Cara Aman dan Selamat Bersekolah

13) Polisi Sahabat Anak

14) Madrasah Insan Cendikia

15) Peksos Goes To School

16) Kantin Kejujuran

17) Penguatan Pendidikan Karakter

18) Sekolah Sahabat Keluarga

19) Sekolah sebagai Taman

20) Gerakan Literasi Sekolah

21) Sekolah/Madrasah Inklusif

22) Sekolah Tanpa Kekerasan

23) Sekolah Siaga Kependudukan

3. Pelaksanaan Proses Pembelajaran Ramah Anak (Bobot:


20%)
Pelaksanaan Proses pembelajaran dengan memperhatikan hak anak termasuk inklusif
dan nondiskriminasi serta dilakukan dengan cara yang menyenangkan, penuh kasih
sayang dan bebas dari perlakuan diskriminasi terhadap peserta didik di dalam dan
di luar kelas, termasuk proses pendisiplinan tanpa merendahkan martabat anak dan tanpa
kekerasan
4. Sarana dan Prasarana Sekolah Ramah Anak sebagai Sekolah Inklusi yang Bersiaga
Kependudukan (Bobot: 10%)
Papan nama Sekolah Ramah Anak sebagai Sekolah Inklusi yang Bersiaga Kependudukan

Sarana atau rambu-rambu keselamatan seperti jalur evakuasi dan titik kumpul

Persyaratan kesehatan seperti tempat pembuangan sampah terpilah dan tertutup,


lingkungan, ruang dan sarana kelas yang bersih
Persyaratan kenyamanan melalui penataan ruangan kelas yang nyaman bagi peserta
didik dilakukan melalui:
toilet bersih serta terpisah dan berjarak antara toilet laki-laki dan perempuan

kondisi toilet bersih, lantai tidak licin, memiliki pencahayaan dan sirkulasi udara yang
baik dan sarana pelengkap yang lain seperti hygiene kit
Murid diajarkan menyiram toilet dengan benar

Toilet dibersihkan secara rutin dan bak air diberi ABATE secara berkala

perlengkapan toilet pada KB/TK/RA/PAUD menggunakan ukuran yang sesuai


dengan pengguna
Mengakomodasi kebutuhan toilet bagi penyandang disabilitas (bagi satuan
pendidikan yang mempunyai ABK) persyaratan kemudahan
tersedia tempat cuci tangan yang layak untuk anak dengan air bersih yang mengalir
dan sabun cuci tangan
tersedia ruang ibadah sarana

Persyaratan Keamanan dilakukan melalui:

struktur bangunan dan sarana tidak memiliki sudut yang tajam, kasar, membahayakan
peserta didik disertai adanya rambu-rambu peringatan
bangunan satuan pendidikan meminimalkan ruang ruang kosong dan gelap

Tersedia sistem pengawasan lingkungan di satuan pendidikan, misalnya: cctv.

pintu mudah dibuka dan membuka ke arah luar

tersedia sarana evakuasi berupa sistem peringatan bahaya dan jalur evakuasi yang
dilengkapi dengan rambu pengarah menuju ke tempat berkumpul yang aman
Peralatan dan obat obatan di Ruang UKS berfungsi dengan baik dan terpantau

Satuan pendidikan tingkat menengah memiliki ruang konseling yang nyaman dan
memperhatikan kerahasiaan
Satuan pendidikan memiliki area/ruang bermain ramah anak (lokasi dan desain dengan
perlindungan yang memadai, sehingga dapat dimanfaatkan oleh semua peserta didik,
termasuk anak penyandang disabilitas)
Jika ada ruang perpustakaan, maka ruang perpustakaan nyaman dan memiliki
buku/sumber informasi yang sudah memenuhi kaidah informasi layak anak (antara
lain tidak mengandung pornografi, kekerasan, radikalisme, SARA, perilaku seksual
menyimpang)
j. Khusus untuk satuan pendidikan jenjang pra sekolah
tersedia alat permainan edukatif (APE) yang berlabel Standar Nasional Indonesia
(SNI);
Fasilitas kantin dan makanan di kantin yang terpantau dengan baik;

Satuan pendidikan memiliki simbol/tanda/rambu terkait dengan SRA (misal: simbol -


dilarang merokok, dilarang perundungan, tanda – titik berkumpul, laki-perempuan,
disabilitas);
m. Satuan pendidikan menyediakan media Komunikasi,
Informasi, Edukasi (KIE) yang terkait dengan SRA (misal: langkah-langkah cuci
tangan pakai sabun, buanglah sampah pada tempatnya, slogan yang bermakna
himbauan untuk perilaku hidup bersih dan sehat)
n. Satuan pendidikan memiliki mekanisme pengaduan,
minimal menyediakan Kotak Curhat bagi peserta didik
5. Partisipasi Anak (Bobot: 15%)

Peserta didik diberi kesempatan untuk dapat membentuk komunitas sebaya, misalnya
membentuk komunitas pelajar penghapusan kekerasan
b. Peserta didik bisa memilih kegiatan ekstra kurikuler
sesuai dengan minat
Melibatkan peserta didik dalam menyusun kebijakan dan tata tertib sekolah dan
memetakan potensi sekolah (mengisi instrumen daftar periksa potensi)
Melibatkan peserta didik dalam mewujudkan kelas dan lingkungan satuan pendidikan
yang menyenangkan
Mengikutsertakan perwakilan peserta didik sebagai anggota Tim Pelaksana SRA
Pendidik, tenaga kependidikan, dan Komite Sekolah/Madrasah/Satuan Pendidikan
mendengarkan dan mempertimbangkan usulan peserta didik untuk memetakan
pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak, dalam penyusunan Rencana Kerja dan
Anggaran Sekolah (RKAS) guna mewujudkan SRA
Peserta didik aktif memberikan masukan terhadap pelaksanaan SRA

h. Peserta didik berani dan bisa melakukan pengaduan tanpa


ada intimidasi dari pihak manapun antara lain melalui kelompok PIK-R dan Forum
Anak
Inovasi Satuan Pendidikan dalam bentuk kerjasama dengan pihak lain untuk
memenuhi kegiatan pengembang bakat, kreativitas dan budaya yang diusulkan oleh
anak
6. Partisipasi Orang Tua/Wali, Alumni, Organisasi
Kemasyarakatan, dan Dunia Usaha (Bobot: 15%)
a. Orang tua/wali

1) Terlibat dalam menyusun tata tertib di satuan


pendidikan dan memetakan potensi sekolah (mengisi daftar periksa potensi)
2) Mengawasi keamanan, keselamatan, dan kenyamanan
peserta didik termasuk memastikan penggunaan internet sehat dan media sosial yang
ramah anak
3) Bersikap proaktif untuk memastikan SRA masuk
dalam penyusunan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban RKAS
4) Aktif mengikuti pertemuan koordinasi
penyelenggaraan SRA
5) Komunikasi intens antara orang tua dengan wali kelas
misalnya melalui grup di media sosial
(whatsapp/facebook/twitter/instagram, dll)
6) Aktif bekerjasama dengan sekolah dalam mewujudkan
SRA
b. Alumni berkontribusi penyelenggaraan kegiatan SRA

c. Organisasi Kemasyarakatan
1) Memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang terkait dengan
penyelenggaraan SRA
2) Memberi akses kepada peserta didik dan pendidik
untuk karyawisata, Praktik Kerja Lapangan (PKL), kegiatan seni dan budaya
d. Dunia usaha dalam bentuk Program Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan/Corporate Social Responsibility (CSR)
1) Memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang terkait dengan
penyelenggaraan SRA
2) Memberi akses kepada peserta didik dan pendidik
untuk karyawisata, Praktik Kerja Lapangan (PKL)

Anda mungkin juga menyukai