Anda di halaman 1dari 9

BELAJAR CARITA WAYANG MENGGUNAKAN MEDIA

VIDEO ANIMASI WAYANG

Desita Ayu Anggraini


SMA NEGERI 1 PONOROGO
Email : desitamaminyaneno@gmail.com

Abstrak

Wayang merupakan salah satu wahana atau alat pendidikan watak yang efektif, karena wayang
mengajarkan ajaran dan nilai tidak secara dogmatis dan teoritis sebagai indoktrinasi, tetapi secara
demokrasi dan konkrit dengan menghadirkan kehidupan tokoh-tokoh sebagai teladan yang nyata.
Melalui ajaran moral yang berupa ungkapan nilai-nilai keluhuran bagi manusia secara lahir dan batin
yang termuat di dalam cerita wayang, dapat dijadikan sebagai teladan hidup guna membina sifat
manusia secara berketuhanan, pribadi, dan sosial. Ironisnya, muatan nilai-nilai luhur dalam cerita
wayang tersebut belum mampu tercerna secara optimal oleh masyarakat, khususnya peserta didik
kelas X di SMA Negeri 1 Ponorogo, karena pada umumnya mereka kurang menguasai bahasa Jawa.
Keterbatasan dalam pemahaman penggunaan bahasa Jawa menjadi kendala utama dalam pemahaman
isi cerita wayang.

Berdasarkan fenomena yang cukup memprihatinkan tersebut, mendorong munculnya berbagai upaya
untuk menjembatani pemertahanan nilai-nilai budaya lokal dalam bentuk cerita wayang sebagai
alternatif media pendidikan karakter pada generasi muda dalam menghadapi bebasnya arus informasi
sebagai dampak dari MEA. Dalam hal ini, peningkatan literasi cerita wayang menjadi konsentrasi
yang perlu diberdayakan. Adapun upaya peningkatan literasi tersebut dapat dilakukan melalui
berbagai cara, antara lain: 1) penyediaan buku cerita wayang yang komunikatif dan inovatif bagi anak
usia dini; 2) penerapan metode dan media pembelajaran yang kreatif dan inovatif dalam pembelajaran
bahasa Jawa di sekolah; 4) penugasan siswa untuk menonton pertunjukan wayang secara rutin oleh
guru bahasa Jawa . Melalui upaya tersebut diharapkan cerita wayang dapat tercerna secara optimal
sehingga generasi muda mampu memahami dan meneladani nilai-nilai luhur yang tersirat di
dalamnya.

Upaya mengatasi permasalahan ini dilakukan melalui penerapan media yang kreatif dan inovatif.
Video cerita wayang animasi secara langsung meningkatkan kemampuan memahami cerita wayang
yang signifikan. Bahasa yang digunakan dalam video animasi wayang cukup mudah dipahami oleh
peserta didik, tampilan visual juga menarik perhatian peserta didik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 95% peserta didik kelas 10 aktif terlibat dalam pembelajaran
menyimak cerita wayang melalui media Wayang Animasi. Dalam konteks Ponorogo, model
pembelajaran ini dapat menjadi solusi inovatif untuk menghidupkan kembali minat terhadap
menyimak cerita wayang dan budaya lokal. Hasil penelitian ini tidak hanya memberikan wawasan
terhadap perubahan minat terhadap kebudayaan Jawa, tetapi juga menggambarkan potensi model
pembelajaran yang dapat diadopsi untuk memperkenalkan dan mempertahankan unsur-unsur budaya
lokal dalam konteks pembelajaran yang lebih menarik dan relevan bagi generasi muda. Implikasi
temuan ini dapat memberikan kontribusi pada upaya pelestarian dan pemajuan kekayaan budaya
Indonesia.

Abstract

Wayang is an effective vehicle or tool for character education, because wayang teaches teachings and
values not dogmatically and theoretically as indoctrination, but democratically and concretely by
presenting the lives of figures as real role models. Through moral teachings in the form of
expressions of noble values for humans physically and mentally contained in wayang stories, they can
be used as living examples to develop human nature in a divine, personal and social way. Ironically,
the content of noble values in the wayang story has not been able to be digested optimally by the
community, especially class X students at SMA Negeri 1 Ponorogo, because in general they do not
master the Javanese language. Limitations in understanding the use of Javanese are the main obstacle
in understanding the content of wayang stories.
Based on this quite worrying phenomenon, it has encouraged the emergence of various efforts to
bridge the maintenance of local cultural values in the form of wayang stories as an alternative media
for character education for the younger generation in facing the free flow of information as a result of
the AEC. In this case, increasing literacy in wayang stories is a concentration that needs to be
empowered. Efforts to increase literacy can be carried out in various ways, including: 1) providing
communicative and innovative wayang storybooks for young children; 2) application of creative and
innovative learning methods and media in learning Javanese at school; 4) assigning students to watch
wayang performances regularly by Javanese teachers. Through these efforts, it is hoped that wayang
stories can be digested optimally so that the younger generation is able to understand and emulate the
noble values implicit in them.

Efforts to overcome this problem are carried out through the application of creative and innovative
media. Animated wayang story videos directly improve the ability to understand wayang stories
significantly. The language used in wayang animation videos is quite easy for students to understand,
the visual appearance also attracts students' attention.
The research results showed that 95% of class 10 students were actively involved in learning to listen
to wayang stories through the animated puppet media. In the context of Ponorogo, this learning model
can be an innovative solution to revive interest in listening to wayang stories and local culture. The
results of this research not only provide insight into changes in interest in Javanese culture, but also
illustrate the potential of learning models that can be adopted to introduce and maintain local cultural
elements in a learning context that is more interesting and relevant for the younger generation. The
implications of these findings can contribute to efforts to preserve and advance Indonesia's cultural
riches.
Pendahuluan:

Pendidikan di era modern ini menuntut inovasi dan adaptasi terhadap perubahan zaman. Begitu pula
dalam pembelajaran Bahasa Jawa di SMA Negeri 1 Ponorogo, di mana peserta didik kelas X hingga
XII diperkenalkan dengan materi yang semakin kompleks, termasuk dalam pembelajaran Cerita
Wayang. Bahasa Jawa, sebagai muatan lokal wajib, memiliki nilai historis dan kultural yang kaya,
namun dinamika globalisasi menghadirkan tantangan tersendiri, terutama dalam mempertahankan
minat dan keaktifan peserta didik.

Dalam konteks ini, cerita wayang menjadi salah satu materi yang tidak hanya memerlukan
pemahaman bahasa Jawa, tetapi juga keterampilan menganalisis unsur ceritanya. Ponorogo, sebagai
kota beragam budaya, seharusnya menjadi latar yang subur untuk memelihara dan mengembangkan
kearifan lokal, termasuk dalam seni wayang kulit.

Namun, realitasnya menunjukkan bahwa kecenderungan peserta didik lebih tertarik pada budaya
baru, seperti drama berbahasa Korea yang mencampurkan berbagai dialek dan bahasa. Cerita wayang,
dengan dengan karakteristik bahasa yang sulit dipahami, mulai tergerus dan terlupakan. Perubahan
budaya ini membawa dampak pada minat diri siswa dalam menyimak cerita wayang terutama dengan
ketidak familiarannya bahasa yang digunakan dalam cerita pawangan.
Dalam menghadapi dinamika ini, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang inovatif dan
mendukung. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dan pemanfaatan
media video wayang animasi,, dianggap sebagai solusi yang dapat meningkatkan minat, keterlibatan,
dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menggali potensi model
pembelajaran tersebut dalam meningkatkan kemampuan menyimak cerita wayang, khususnya pada
materi cerita wayang Bima Bungkus, di kelas X SMA Negeri 1 Ponorogo.

Metode Penelitian:

Desain Penelitian:
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan siklus yang diulang
sebanyak dua kali. Setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
Pendekatan ini dipilih untuk memberikan gambaran mendalam tentang efektivitas model
pembelajaran Problem Based Learning dan pemanfaatan media video wayang animasi dalam
meningkatkan kemampuan melagukan tembang macapat.
Subjek Penelitian:
Subjek penelitian ini adalah 36 siswa kelas X SMA Negeri 1 Ponorogo. Pemilihan subjek didasarkan
pada kelas yang dianggap mewakili karakteristik siswa pada tingkat tersebut.

Instrumen Penelitian:

Lembar observasi digunakan untuk mencatat tingkat keterlibatan siswa, aktivitas belajar, dan respons
terhadap pembelajaran.
Pretest dan postest menggunakan aplikasi Quizizz untuk mengukur peningkatan pengetahuan siswa.
Tes tulis dan demonstrasi digunakan untuk mengukur keterampilan menganalisis unsur cerita
wayang.
Angket digunakan untuk mengumpulkan pandangan dan persepsi siswa terhadap model pembelajaran
dan media yang digunakan.

Prosedur Pengumpulan Data:


 Siklus pertama dimulai dengan pretest untuk menilai pengetahuan awal siswa tentang cerita
wayang Bima Bungkus. Guru kemudian mengimplementasikan model pembelajaran Problem
Based Learning dan media Video Wayang Animasi elama beberapa pertemuan.
Observasi dilakukan selama proses pembelajaran, mencatat tingkat partisipasi siswa, tanggapan
terhadap materi, dan interaksi dengan media.
Siklus kedua dimulai dengan postest, diikuti oleh refleksi bersama untuk mengevaluasi keberhasilan
model pembelajaran dan media yang diterapkan.
Analisis Data:
Data kuantitatif dianalisis secara statistik dengan membandingkan hasil pretest dan postest
menggunakan uji paired-sample t-test. Data kualitatif dari lembar observasi dan angket dianalisis
secara deskriptif untuk memberikan pemahaman lebih lanjut tentang pengalaman siswa dan
efektivitas pembelajaran.
Evaluasi:
Hasil evaluasi dari setiap siklus digunakan untuk memperbaiki dan mengembangkan model
pembelajaran. Refleksi bersama dengan guru dan siswa membantu mengidentifikasi kelebihan dan
kekurangan, sehingga dapat disesuaikan dalam siklus berikutnya.

PEMBAHASAN

A. Tujuan dan Sasaran


Tujuan dari penulisan Best practice ini adalah untuk meningkatkan kemampuan peserta
didik dalam menyimak cerita wayang..
Sasaran pelaksanaan Best Practice ini adalah siswa kelas X SMAN 1 Ponorogo sebanyak 36
siswa
B. Bahan / Materi Pembelajaran
Bahan yang digunakan dalam materi ini yaitu materi Cerita Wayang kelas X dengan
pokok bahasan menganalisis unsur intrinsic cerita wayang Bima Bungkus.
C. Cara Melaksanakan Kegiatan
Cara yang digunakan dalam Best practice ini yakni dengan metode Problem Based
Learning. Berikut Langkah-langkah melaksanakan kegiatan:
1. Pemetaan Capaian Pembelajaran (CP)
Pemetaan CP dilakukan untuk menentukan CP yang akan dapat diterapkan dalam
Pembelajaran Tembang Macapat. Berdasarkan hasil telaah CP yang ada di kelas X,
penulis memilih model pembelajaran Problem Based Learning.
2. Analisis Target Kompetensi
Hasil analisis target kompetensi sebagai berikut. Perumusan Indikator Pencapaian
kompetensi pada menyimak cerita wayang dalam 1 pertemuan.
Capaian Pembelajaran Alur Tujuan Pembelajaran
Peserta didik mampu membaca dan 1. Menganalisis unsur intrinsik dan
ekstrinsik cerita wayang/topèng
merespon berbagai artikel/ghâncaran,
ḍhâlâng dengan benar.Melalui
wayang/topèng ḍhâlâng, teks
pemutaran video interaktif, peserta
beraksara Jawa/ carakan Madura dari
didik mampu melagukan tembang
teks visual dan audiovisual untuk
macapat pangkur dengan tepat.
menemukan makna yang tersurat dan
2. Membandingkan relevansi isi
tersirat. Peserta didik menginterpretasi
cerita wayang/topèng ḍhâlâng
informasi untuk mengungkapkan
dengan zaman sekarang
gagasan dan perasaan simpati, peduli,
empati dan/atau pendapat pro/kontra
dari teks visual dan audiovisual secara
kreatif. Peserta didik menggunakan
sumber lain untuk menilai akurasi dan
kualitas data serta membandingkan isi
teks, seperti dari buku, web,
majalah, dan youtube.
3. Pemilihan Model Pembelajaran

Model pembelajaran yang dipilih yakni model pembelajaran Problem Based Learning..

4. Pembuatan Media Pembelajaran


Media pembelajaran yang disiapkan untuk digunakan dalam proses pembelajaran
tembang macapat adalah Canva Presentation materi unsur cerita wayang, video
animasi Bima Bungkus, Quizizz, Blooket dan Mentimenter.

5. Merencanakan Kegiatan Pembelajaran Sesuai Model Pembelajaran


Pengembangan desain pembelajaran dilakukan dengan merinci kegiatan
pembelajaran sesuai dengan model pembelajaran Problem Based Learning. Berikut
ini adalah rencana kegiatan pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan model
Pembelajaran Problem Based Learning
Kegiatan Deskripsi kegiatan
Pendahuluan
1. Guru membuka pelajaran dengan salam, berdoa
dan mengecek kehadiran peserta didik.
2. Siswa menyimak apersepsi dari guru
3. Menyampaikan motivasi belajar yang diberikan
oleh guru
4. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran meliputi
aspek sikap, pengetahuan dan ketrampilan.
5. Peserta didik mengerjakan soal test diagnostic
melalui aplikasi quizizz
Kegiatan Inti  Fase 1 Orientasi pada masalah :
1. Peserta didik menyimak materi cerita wayang pada
canva presentation.
2. Peserta didik mencermati materi dan menulis bagian
yang tidak dipahami
3. Peserta didik bertanya jawab tentang materi cerita
wayang.
4. Guru melakukan penilaian mengenai penguasaan
materi yang baru saja diberikan melalui aplikasi
blooket.
 Fase 2 Mengoorganisasi Kegiatan Siswa
1. Peserta dibentuk menjadi kelompok kecil
beranggotakan 5 siswa per kelompok.

4
1. Peserta didik menyimak tayangan video animasi
cerita wayang Bima Bungkus.
2. Peserta didik dalam kelompok bergotong royong
mengumpulkan data dari berbagai sumber tentang
unsur cerita wayang bima bungkus.
3. Fase 3 Membimbing penyelidikan
4. Peserta didik dibimbing oleh guru untuk memahami
kata-kata sulit yang tidak dipahami.
5. Peserta didik secara berkelompok berdiskusi
memecahkan permasalahan yang terjadi pada cerita
wayang dengan berbagai alternatif pemecahan
masalah yang direlevansikan dengan kehidupan
sehari-hari.
6. Peserta didik melalui diskusi mengumpulkan data dan
informasi untuk di presentasikan.

 Fase 3 Mengembangkan hasil karya


1. Masing-masing kelompok merakit hasil dari analisis
sebagai kesimpulan dalam berdiskusi satu kelompok
dan mengisi LKPD.

 Fase 4 : Analisis dan Evaluasi


1. Peserta didik mempresentasikan hasil diskusi
dengan berkelompok tentang usur cerita wayang
yang mereka buat.
2. Kelompol yang tidak presentasi memberikan
tanggapan/ evaluasi atas hasil kelompok yang
presentasi.
3. Peserta didik membuat kesimpulan tentang
permasalahan yang disajikan.
4. Guru memberikan revisi, pengayaan dan
penguatan kepada semua kelompok terkait
pembelajaran.
5. Setelah selesai diperbaiki hasil laporan
dikumpulkan ke guru.

Penutup
1. Peserta didik melakukan refleksi hasil kegiatan
pembelajaran
2. Peserta didik melakukan evaluasi oleh guru terkait
materi
3. Pemberian rencana tindak lanjut kepada peserta
didik
4. Guru membimbing peserta didik untuk berdoa, dan
menutup dengan salam.

6. Menyusun Perangkat Pembelajaran

Berdasarkan hasil kerja 1-5 diatas, kemudian disusun perangkat pembelajaran


meliputi Modul ajar, bahan ajar, LKPD, Instrument penilaian. RPP disusun
dengan mengintegrasikan literasi, penguatan Pendidikan karakter, dan
kecakapan pada abad 21.

D. Alat dan Instrumen


Alat yang digunakan dalam dalam proses pembelajaran adalah LCD,
Laptop, Speaker, Gawai, Internet, LKPD. Instrument yang digunakan dalam
best practice ini ada 3 macam yaitu (a) instrumen untuk mengamati proses
pembelajaran melalui Quizizz, (b) instrumen untuk melihat hasil belajar
aspek pengetahuan melalui blooketl, dan (c) instrument untuk melihat hasil
belajar aspek keterampilan melalui diskusi kelompok dan demontrasi

E. Waktu dan Tempat Kegiatan


Best Practice ini dilaksanakan pada 10 November 2023 bertempat di SMA Negeri
1 Ponorogo secara tatap muka.

.
F. Hasil
Hasil yang dapat dilaporkan dari Best Practice ini sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran cerita wayang khususnya pada materi menganalisis
unsur cerita wayang Bima Bungkus berlangsung secara aktif dan
menyenangkan. Peserta didik sangat antusias serta aktif dalam
pembelajaran. Model pembelajaran Problem Based Learning
memberikan ruang kepada siswa agar bisa lebih aktif, kreatif dan
ekspresif. Sehingga siswa lebih mudah dalam menganalisis unsur cerita
wayang Bima Bungkus.
2. Pembelajaran cerita wayang juga disertai aplikasi blooket yang didalam
memuat pertanyaan seputar materi yang dikemas seperti game sehingga
pembelajaran menjadi menarik serta peserta didik menjadi senang.
3. Media pembelajaran video animasi wayang membuat siswa lebih tertarik
dalam menyimak cerita wayang karena dinilai lebih gampang dipahami
dan menarik perhatian.
4. Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dan juga media
video wayang animasi meningkatkan kemampuan siswa dalam
menyimak cerita wayang secara signifikan.

5. Masalah Yang Dihadapi


Masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran ini yakni masih
ada peserta didik yang masih belum memiliki gawai yang bisa
mendukung pembelajaran dan peserta didik masih cenderung malu dan
kurang percaya diri dalam mempresentasikan pekerjaanya dalam bentuk
mind maping karena merasa pekerjaannya tidak kreatif.

6. Cara Menghadapi Masalah


Agar peserta didik tidak kesulitan dalam pembelajaran cerita wayang, yakni
guru perlu memberikan motivasi agar peserta didik membuat tugas mind
maping secara manual atau media kertas, dan juga peserta didik harus banyak
motivasi dan bimbingan dari guru agar bisa paham dan juga bisa
mempraktekkan dengan baik dan benar. Guru harus memberikan semangat
dan reward kepada siswa agar lebih termotivasi untuk belajar serta tumbuh
rasa percaya diri dalam membuat mind maping unsur cerita wayang..

Anda mungkin juga menyukai