Anda di halaman 1dari 7

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN APRESIASI

SENI TARI BERBASIS SENI NUSANTARA PADA MATA


PELAJARAN SENI BUDAYA UNTUK PENINGKATAN
PENGALAMAN ESTETIS SISWA KELAS VIII
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
Rafvita Asmil dan Ramalis Hakim
Program Pascasarjana
Program Studi Pendidikan Ilmu Sosial
Kosentrasi Pendidikan Seni Budaya
email: vitaas030.ra@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pembelajaran apresiasi seni tari berbasis seni
nusantara pada mata pelajaran seni budaya untuk peningkatan pengalaman estetis siswa kelas VIII Sekolah
Menengah Pertama dan mengetahui keefektifan model pembelajaran tersebut. Penelitian ini merupakan jenis
penelitian pengembangan (Research and Development). Produk yang dihasilkan berupa model pembelajaran inovasi
yang praktis dan efektif . Temuan penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran yang dikembangkan dapat
meningkatkan kompetensi yang berorientasi pada meningkatnya pengalaman estetis dari para siswa. Model
pembelajaran tersebut efektif untuk mengajar materi pada mata pelajaran seni tari berbasis tari nusantara. Di
samping itu, model pembelajaran tersebut juga meningkatkan kecepatan belajar, hasil belajar, keefektifan belajar,
kompetensi siswa, motivasi belajar, ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas-tugas, kreativitas dan inovasi
sesuai dengan kebutuhan studi mereka sehingga meningkatnya pengalaman estetis siswa kelas VIII Sekolah
Menengah Pertama.

Kata kunci : Model Pembelajaran, Apresiasi Seni Tari, Seni Nusantara, Seni Budaya, Pengalaman Estetis

DEVELOPMENT OF ARCHIPELAGO ART-BASED


APPRECIATION LEARNING MODELS ON CULTURE
ARTS LEARNING FOR INCREASING ESTETICAL
EXPERIENCES IN CLASS VIII STUDENTS
JUNIOR HIGH SCHOOL

Abstract
This study aims to develop an appreciation learning model of archipelago art based dance on cultural arts subjects to
enhance the aesthetic experience of eighth grade students of junior high school and find out the effectiveness of the
learning model. This research is a type of development research (Research and Development). The resulting product
is a practical and effective innovation learning model. The findings of the study show that the learning model
developed can enhance competencies that are oriented towards increasing the aesthetic experience of students. The
learning model is effective for teaching material in dance arts based on the archipelago dance. In addition, the
learning model also increases learning speed, learning outcomes, learning effectiveness, student competence,
learning motivation, timeliness in completing tasks, creativity and innovation in accordance with the needs of their
studies so as to increase the aesthetic experience of eighth grade junior high school students.

Keywords : Learning Model, Appreciation of Dance, Nusantara Art, Cultural Art, Aesthetic Experience

PENDAHULUAN
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang menuntun seseorang untuk mengetahui segala hal yang
dianggap sebagai pengetahuan, sikap, serta keterampilan melalui pembelajaran. Pendidikan diharapkan
mampu melahirkan generasi penerus yang mandiri, cerdas, kreatif serta mampu bersaing pada era globalisasi.
Sesuai dengan Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional pasal 1 yang
menyatakan bahwa :
“pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.

Manusia akan mencapai perubahan dalam setiap sisi kehidupannya melalui pengalaman dan
pendidikan. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dalam
bidang pendidikan, perkembangan tersebut memberikan pengalaman baru dan sekaligus tantangan bagi para
praktisi. Tantangan tersebut adalah memanfaatkan perkembangan itu dalam penyelenggaraan kegiatan
pendidikan yang lebih efisien dan efektif. Dalam hal ini, pendekatan teknologi menjadi bagian yang penting
dan tidak dapat dipisahkan dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran.
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu
pendidikan. Walaupun berbagai upaya sudah dilakukan, namun hingga kini mutu pendidikan belum
menunjukkan peningkatan yang berarti baik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, maupun pada
jenjang pendidikan tinggi. Dalam penyelenggaraan pendidikan, perhatian terhadap makna belajar dan
pencapaiannya menjadi sangat penting dan berarti dalam pengembangan pendidikan di masa datang. Untuk
mengatasi masalah ini banyak hal yang harus dilakukan demi untuk peningkatan mutu pendidikan, hal yang
terpenting adalah terletak pada proses belajar mengajar di dalam kelas yang melibatkan pendidik dan peserta
didik karena proses belajar mengajar yang terjadi di sekolah merupakan suatu kegiatan yang dilakukan di
kelas yang tidak hanya berpatokan pada penguasaan prinsip-prinsip yang fundamental, melainkan juga
mengembangkan sikap yang positif terhadap belajar, penelitian, dan penemuan serta pemecahan masalah.
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi penelitian ini. Pertama, Mata pelajaran Seni Budaya dalam
kurikulum 2013 untuk Sekolah Dasar dan Menengah memiliki empat sub bidang studi atau sub materi ajar
yaitu materi seni rupa, seni tari, seni musik, dan seni drama atau teater. Masing-masing sub materi ini
memiliki keunikan berupa kecenderungan yang kuat dari setiap orang yang biasa di sebut dengan talenta atau
bakat. Meskipun ada orang yang memiliki multi talenta, namun sangat sedikit. Jika dilihat pada guru-guru
seni budaya yang ada di sekolah saat ini, kiranya sulit ditemukan guru yang memiliki multi talenta. Misalnya
guru yang memang memiliki talenta dan kompentensi akademik tari atau musik, tetapi tidak memiliki bakat
atau talenta di bidang seni rupa.
Kedua, masalah yang banyak terjadi di sekolah saat ini, baik di SMP maupun SMA hanya ada satu
orang guru mata pelajaran Seni Budaya yang kebetulan berasal dari salah satu lulusan pendidikan seni tertentu
misalkan akademik seni rupa. Dengan demikian, dua atau tiga sub bidang studi yang lain (tari, musik, dan
drama) tidak sanggup diajarkan dengan baik oleh guru seni rupa tersebut. Walaupun ada peraturan yang
menetapkan, jika kondisi seperti ini ada di sekolah, maka guru tersebut harus mengajarkan minimal dua sub
bidang studi yang diminati guru atau memiliki kemampuan di kedua sub bidang studi tersebut.
Ketiga, berkaitan dengan keunikan mata pelajaran Seni Budaya di Sekolah Dasar dan Menengah
memiliki sajian teoretik dan sajian praktik. Kedua hal ini juga memiliki sasaran yang berbeda pula, untuk
sajian teoretik sasarannya tentu membekali siswa dengan pengetahuan seni dan pengalaman estetik yang
banyak dan berujung pada kemampuan apresiatif. Sedangkan sajian praktik sasarannya tentu keterampilan
atau kecakapan motorik. Kedua bidang sajian ini memiliki perbedaan, jika diajarkan di sekolah umum lebih
diorientasikan pada materi apresiatif, materi praktek membantu untuk kemampuan apresiatif. Sementara
untuk sekolah kejuruan diorientasikan kepada sajian teoretis dan praktek secara seimbang, sehingga siswa
dibentuk menjadi professional di bidangnya.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka pembelajaran Seni Budaya di sekolah umum (SD/MI,
SMP/Mt.S, SMA/MA) lebih banyak memberikan sajian apresiatif dari pada sajian praktek. Dengan demikian
guru Seni Budaya harus mampu membelajarkan siswa untuk memiliki kemampuan apresiatif yang memadai.
Untuk memenuhi harapan tersebut, guru memerlukan model pembelajaran apresiasi yang tepat dan dapat
menghantarkan siswanya memiliki pengalaman estetis yang banyak.
Saat ini sudah banyak model pembelajaran apresiasi seni yang bersumber dari hasil penelitian,
seperti model Model SCAA (Student Centered Art Appreciation) oleh Max Darby di Victoria, Australia.
Model ini merupakan hasil sintesis pemikiran dari para peneliti pendidikan seni seperti Feldman (1970),
Mittler (1980). Eisner (1972, 1979), Larnier (1987), dan Chapman (1978). Seadangka di Indonesia di
kenal model ASuRA (Apresiasi Seni Rupa untuk Remaja) yang dikembangkan oleh Yayasan Seni Cameti
(YSC) di Yogyakarta, Model PAS (Program Apresiasi Seni). Model pembelajaran ini bertujuan untuk
menumbuhkan minat dan penghargaan siswa terhadap kesenian, merangsang kemampuan dan keterlibatan
siswa untuk berkesenian, serta mendorong siswa untuk memanfaatkan pengalaman seninya dalam kehidupan
sehari-hari.Pengembangan model pembelajaran Apresiasi seni yang diusulkan untuk penelitian ini lebih
ditekankan pada konsep keterpaduan materi keempat bidang sajian seni tersebut dan didasarkan kepada seni
nusantara yang kaya dengan beragam kesenian daerah yang harus di ketahui dan dipahami siswa, sehingga
siswa memiliki apresiasi yang mendalam terhadap kesenian nusantara dan pada akhirnya siswa memiliki
kecintaan terhadap budaya bangsanya sendiri.
Penelitian ini berusaha untuk menghasilkan sebuah pruduk inovasi dalam pembelajaran yaitu berupa
model pembelajaran apresiasi seni tari berbasis seni nusantara pada mata pelajaran Seni Budaya yang
diharapakan mampu mengatasi kelemahan pelaksanaan pembelajaran apresiasi seni oleh guru mata pelajaran
seni budaya di sekolah. Pada penelitian adalah pembelajaran apresiasi seni tari di Kelas VIII Sekolah
Menengah Pertama.

METODE
Penelitian ini termasuk dalam penelitian pengembangan, yang berupaya membuat suatu produk baru
dalam sistem pembelajaran. Penelitian ini berorientasi kepada definisi yang dikemukakan Seels & Richey
(Richey & Nelson, 1996), yakni penelitian pengembangan merupakan studi yang sistematis tentang
perancangan, pengembangan pengevaluasian, program pengajaran, proses dan produk yang harus memenuhi
kriterian konsistensi internal dan keefektifan. Penelitian pengembangan ini dilakukan pada mata pelajaran
Seni Budaya (Seni Tari) di tingkat Sekolah Menengah Pertama. Lokasi dan subjek penelitian ditetapkan
secara purposive, dengan mempertimbangkan tahap-tahap penelitian serta tujuan khusus penelitian yang
meliputi beberapa tahapan dimana didalamnya suatu produk dikembangkan, diujicobakan, dan direvisi sesuai
hasil tes lapangan.
Pengumpulan data menjadi tiga, yaitu studi pendahuluan, pengembangan, uji coba, dan uji validasi.
Dalam setiap tahap penelitian dipilih teknik pengumpulan data tertentu sesuai dengan tujuan masing-masing.
Pada studi pendahuluan, dipilih teknik kuesioner atau angket, observasi, dan dokumentasi, di samping kajian
literature (literature review). Pengumpulan data dilakukan melalui: angket atau kuesioner, observasi dan
wawancara, Uji coba model merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian dan pengembangan,
yang dilakukan setelah rancangan pengembangan model pembelajaran selesai. Uji coba model bertujuan
untuk mengetahui apakah model yang dikembangkan layak digunakan atau tidak. Uji coba model juga
melihat sejauh mana produk yang dibuat dapat mencapai sasaran dan tujuan.
Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model ADDIE yang diciptakan oleh
Reiser dan dan Mollenda pada tahun 1990. Menurut Branch (2009:11), menyatakan bahwa model ADDIE
merupakan salah satu cara untuk mengembangkan produk, yang filosofi penerapannya secara kependidikan
akan menghasilkan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, inovatif, autentik dan inspirasional.
ADDIE merupakan suatu model yang dapat digunakan untuk mendisain pembelajaran yang sifatnya lebih
generik. Penggunaan ADDIE dalam pengembangan produk pada pembelajaran perlu dilakukan secara
sistemik untuk menciptakan proses pembelajaran yang pefeksif, efisien, dan menarik. Selanjutnya Salma
(2009:21) menjelaskan, model ADDIE adalah salah satu model desain sistem pembelajaran yang
memperlihatkan tahapan-tahapan dasar sistem pembelajaran yang sederhana dan mudah dipelajari.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa ADDIE merupakan model yang digunakan
untuk mengembangkan suatu produk yang dilakukan secara sistemik dengan melalui langkah analysis,
design, development, implementation, dan evaluation. Penerapan model ADDIE dalam pengembangan model
pembelajaran seni tari berbasis seni nusantara diharapkan mampu menghasilkan bahan ajar yang efeksif,
efisien, dan menarik.
Langkah pertama pada model ADDIE adalah tahap analisis. Menurut Chuckcastagnolo (2011:1),
tahap analisis merupakan bagian yang sangat penting dalam tahap ADDIE. Tahap ini meliputi identifikasi
terhadap pengetahuan yang telah diketahui peserta didik, target, dan tujuan pembelajaran. Selama tahap
analisis dilakukan identifikasi terhadap masalah, menentukan tujuan, mempertimbangkan lingkungan dan
berbagai karakteristik yang ada pada peserta didik. Sedangkan menurut Forest (2014:1), fase analisis dapat
disebut juga dengan goal- setting stage. Fokus pada tahap ini adalah melakukan identifikasi terhadap peserta
didik meluputi pegetahuan awal yang dimiliki peserta didik dan kemampuan yang akan dikuasainya setelah
proses pembelajaran berakhir. Menurut Branch (2009:24), tujuan dari tahap analisis adalah untuk
mengidentifikasi masalah yang menyebabkan ketimpangan performa.
Pada tahap design dilakukan perancangan bahan ajar sesuai teknik pembelajaran yang digunakan.
Selanjutnya pada tahap development, bahan ajar yang dikembangkan distandarisasi melalui uji validitas
sehingga menghasilkan produk pengembangan yang valid serta dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa
Indonesia serta dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memahami secara cepat teks bacaan.
Pada tahap implementation merupakan tahap penyampaian materi kepada peserta didik, dan tahap evaluation
dilakukan tes untuk melihat tingkat keefektifan dari bahan ajar yang dikembangkan. Prosedur pengembangan
pada penelitian ini melalui beberapa tahap diantaranya tahap analisis, perancangan, pengembangan,
implementasi dan evaluasi.

Pada uji validasi, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah penilaian dampak penerapan model
yang dikembangkan terhadap peningkatan kompetensi siswa, melalui perbandingan hasil pengukuran dalam
penerapan model secara mandiri oleh kelompok kontrol dan eksperimen. Teknik analisis data ini
menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Semua data yang terkumpul dianalisis dengan teknik statistik
deskriptif yang secara kuantitatif dipisahkan menurut kategori untuk mempertajam penilaian dalam menarik
kesimpulan. Analisis data dalam penelitian pengembangan ini dijelaskan dalam tiga, yaitu tahap studi
pendahuluan, pengembangan dan validasi. Tahap pertama, studi pendahuluan, temuan atau fakta-fakta
tentang pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan saat ini, dideskripsikan dalam bentuk sajian data (mean,
median, modus), kemudian dianalisis (diinterpretasikan) secara kualitatif. Dengan pendekatan ini, analisis
yang digunakan dalam tahap ini disebut deskriptif kualitatif. Tahap pengembangan beberapa pendekatan
analisis yang digunakan yaitu: (1) pelaksanaan dan hasil pengembangan desain model, dideskripsikan dalam
bentuk sajian data, kemudian dianalisis secara kualitatif; (2) pada ujicoba terbatas, hasil ujicoba penerapan
desain model dianalisis dengan pendekatan kuantitaif; (3) pada ujicoba lebih luas, di samping menggunakan
pendekatan analisis deskriptif kualitatif, juga digunakan analisis statistik (kuantitatif), dengan formula statistik
uji-t (t-test) untuk mengukur hasil penerapan desain model. Tahap validasi, keberartian dan efektivitas hasil
penerapan model dianalisis menggunakan pendekatan kuantitatif (quasi exsperimental), dengan
membandingkan hasil pada kelompok (subjek penelitian) eksperimen dan kelompok kontrol, pada kondisi
sebelum dengan sesudah penerapan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, analisis kebutuhan, kajian teoretik, validasi isi dan model
pembelajaran, uji coba terbatas, yang telah dilakukan, dihasilkan produk pengembangan model pembelajaran
Seni Budaya (Seni Tari) berbasis Seni Nusantara untuk peningkatan pengalaman estetis siswa kelas VIII
Sekolah Menengah Pertama.
Berdasarkan hasil validitas dan pra ujicoba terbatas model pembelajaran Seni Budaya (Seni Tari)
secara keseluruhan dan berdasarkan deskripsi data hasil uji coba terbatas dengan model pembelajaran Seni
Budaya (Seni Tari ) diperoleh hasil yang baik, serta pengembangan model pembelajaran menunjukkan hasil
yang baik.
Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian statistik pada tahap uji coba lapangan dengan
mengetahui efektifitas model pembelajaran Seni Budaya (Seni Tari) menunjukkan bahwa penerapan dan
pelaksanaan model pembelajaran dapat meningkatkan kompetensi siswa dalam meningkatkan pengalaman
estetis siswa pada mata pelajaran Seni Budaya (Seni Tari) kelas VIII Sekolah Menengah Pertama.
Berdasarkan hasil analisis data pada semua aspek yang dinilai menunjukkan: (1) kemudahan dipahami dan
dimengerti dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Seni Budaya (Seni
Tari) yang dikembangkan bagi siswa; (2) menyenangkan, membuat bersemangat belajar dan berkeinginan
untuk berkembang, menjadi akrab, dan dapat melakukan kerjasama dengan baik bagi siswa; dan (3) dapat
meningkatkan pengalaman estetis siswa dalam belajar mata pelajaran Seni Budaya (Seni Tari) serta
meningkatkan kompetensi siswa. Artinya, model pembelajaran Seni Budaya (Seni Tari) yang dikembangkan
cocok dan tepat, karena sudah dapat meningkatkan pengalaman apresiasi siswa dalam mata pelajaran Seni
Tari berbasis Seni Budaya kelas VIII Sekolah Menengah Pertama.
Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Seni Budaya yang
dikembangkan ini berdasarkan uji coba yang dilakukan dengan beberapa tahapan yang dilaksanakan dan
memberikan kontribusi yang positif terhadap upaya peningkatan kompetensi siswa. Dengan adanya model
pembelajaran yang inovatif, praktis dan efektif dalam mata pelajaran Seni Budaya (Seni Tari) mampu
memotivasi siswa dalam meningkatkan pengalaman estetisnya sehingga dapat menyelesaikan tugas-tugas
secara kreatif.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam upaya meningkatkan pengalaman estetis siswa dalam mata
pelajaran Seni Budaya (Seni Tari) melalui pengembangan model pembelajaran Seni Budaya (Seni Tari) pada
tahapan pelaksanaan validasi dan uji coba sperti berikut. (1) Adanya sumber belajar baik berupa buku ajar dan
teks, modul, rujukan, hand-out, lembar kerja (work sheet) (2) Memotivasi siswa dengan memberi perhatian,
memberi masukkan, memberi umpan balik, memberi materi yang relevan dengan tingkat dan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai dalam hal ini yatu untuk meningkatkan pengalaman estetis siswa serta
memberi semangat
dan kepercayaan pada mahasiswa bahwa ia dapat mencapai kompetensi (pengalaman estetis) yang
diharapkan.. (3) Menunjukkan metode pembelajaran Seni Budaya (Seni Tari) yang dapat membantu siswa
menelusuri dan menemukan penyelesaian masalah atau tugas. (4) Memberikan umpan balik sebagai bentuk
monitoring dan mengkoreksi hasil kinerja siswa agar mencapai sasaran yang optimal sesuai kemampuannya.
Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran Seni tari berbasis Seni Nusantara. Hasil olah data ini menunjukan bahwa guru harus
mampu melakukan hal-hal seperti berikut. (1) Menciptakan iklim belajar dan pembelajaran yang
memposisikan siswa sebagai centre learning (subjek pembelajaran) dengan segala aktivitas yang
dilakukannya. (2) Mengembangkan materi pembelajaran yang berwawasan Seni tari berbasis Seni Nusantar,
yang bias memotivasi belajar mahasiswa melalui ide-ide yang konstruktif pada diri guru maupun siswa. (3)
Mendorong dan membangkitkan keberanian belajar yang didasari dari kemauan siswa sendiri.

PENUTUP
Model pembelajaran yang dikembangkan meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang
diterapkan hasilnya seperti berikut. (1) Sangat baik, sesuai, dan cocok digunakan dalam pembelajaran untuk
meningkatkan pengalaman estetis siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama. (2) Pengorganisasian,
penyampaian, dan pengelolaan pembelajaran adalah baik untuk selalu berkembang dan berkeinginan dan
mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan ipteks dan tuntutan zaman. (3) Mengalami peningkatan
hasil belajar siswa. (4) Peningkatkan kompetensi pada aspek pengalaman estetis siswa, yang melandasi
terhadap peningkatan proses pembelajaran siswa.
Berdasarkan temuan dan analisis sebagaimana telah dibahas pada Bab sebelumnya, maka hasil
penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
Sistem evaluasi yang digunakan oleh guru sains masih menggunakan system evaluasi sumatif yang
mengandalkan bentuk penilaian akhir semester, bukan berdasarkan penilaian pada proses pembelajaran.
Atas dasar kelemahan model pembelajaran yang diterapkan guru Seni Tari, perlu mencoba menerapkan
model modul (LKS eksperimen dan LKS non eksperimen berbasis problem solving method), dan sistem
evaluasi proses yang mengandalkan asesmen autentik sebagai alternative untuk meminilisasi kelemahan yang
ada pada guru Seni Tari Sekolah Menengah Pertama.
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Seni Tari berbasis Seni Nusantara dan sistem
evaluasi berdasarkan karakteristik siswa dalam pembelajaran Seni Tari berbasis Seni Nusantarsains dapat
dikembangkan lebih lanjut sebagai alternatif pemecahan masalah proses pembelajaran Seni Budaya (Seni
Tari) Sekolah Menengah Pertama

SARAN
Berdasarkan temuan-temuan yangdiperoleh, maka dalam rangka tindakan
lanjut dari hasil penelitian ini disarankan sebagai berikut.
Pada mata pelajaran Seni Budaya sebaiknya guru Seni Budaya selalu melakukan evaluasi diri sebagai
refleksi tentang strategi mengajar yang diterapkan, sehingga siswa sebagai subjek yang belajar benar-benar
dapat terjadi di dalam kelas
Model LKS eksperimen dan LKS non eksperimen perlu dikembangkan sebagai alternatif dalam
pengembangan model Seni Budaya (Seni Tari) yang dapat membantu guru dalam menjelaskan materi kepada
siswa.
Pembelajaran Seni Budaya (Seni Tari) yang ada di kurikulum sekolah perlu dikembangkan lebih lanjut
dalam berbagai model pembelajaran yang dapat mengembangkan pembelajaran yang demokratis dan
humanis.
Guru Seni Budaya (Seni Tari) perlu lebih banyak mengembangkan kegiatan pembelajaran karena respons
siswa akan lebih positif jika proses pembelajaran bervariasi (tidak hanya dilakukan di dalam kelas).

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2005. Undang-Undang Nomor 14


Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. 2003. Undang-Undang RI No. 20,


Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan NASIONAL.

Depdiknas 2003. Pola Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Program Studi pada
LPTK-PTK Jenjang S-1. Jakarta:Dirjendikti Dep. Pemb. PTK dan Ketenagaan PT.

Dick, Walter, Carey, Lou &. Carey, James O.


2005. The Systemactic Design of Instruction. Boston: Pearson.Gagne, Robert M. & Briggs,
Lasile J. 1992.
Principles of Instructional Design. Fort Worth Philadelphia: Harcourt Brace Jova-novich
College Publishers.

Gustafson, Kent L. & Branch, Robert M. 2002. Survey of Instrucyional Development Models.
Syracuse, New York: Eric IR Document.

Joyce, Bruce & Weil, Marsha. 1996. Model of Teaching. Boston: Allyn and Bacon Publisher.
Miller, John P. and Wyne, Seller, Curriculum, Perspective and Practice. New York & London:
Longman Inc., 1985.

Widanarko, Sulistyoeweni. 2007. Model Pembelajaran Bidang Ilmu Teknik Mesin dalam Upaya
Meningkatkan Efektifitas Dan
Efisiensi Pendidikan Tinggi: Suatu Model Pembelajaran untuk Memenuhi Kompetensi Dunia Kerja
yang Perlu Ditingkatkan Pada Perguruan Tinggi di Bidang Ilmu Teknik Mesin.,
(http://www.digilib. ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=76094).

Anda mungkin juga menyukai