Abstrak
Kebudayaan Jawa, yang memiliki warisan kaya dan beragam, semakin mengkhawatirkan
dengan semakin minimnya minat dari kalangan remaja dan dewasa. Fenomena ini terjadi
karena kebudayaan tradisional, seperti pakaian tradisional, bahasa, tembang, dan guritan,
mengalami penurunan minat dan tergeser oleh arus budaya baru. Lagu dangdut berbahasa
Jawa, sebagai salah satu contoh, muncul dengan menggunakan campuran bahasa Indonesia,
Jawa, dan dialek, memperkenalkan kata-kata baru yang mungkin tidak dipahami oleh semua
orang.
Nembang macapat, dengan keunikan paugeran dan maknanya, juga terancam dilupakan,
bahkan di Ponorogo, sebuah kota dengan kekayaan budaya yang melimpah. Upaya mengatasi
permasalahan ini dilakukan melalui penerapan model pembelajaran Karaoke Tiktok (KTT)
yang secara langsung membimbing peserta didik dalam melagukan nembang macapat. Model
ini dirancang untuk memberikan latihan yang efektif dan evaluasi langsung, menciptakan
keterlibatan yang tinggi pada peserta didik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 95% peserta didik kelas 10 aktif terlibat dalam
pembelajaran nembang macapat melalui model KTT. Dalam konteks Ponorogo, model
pembelajaran ini dapat menjadi solusi inovatif untuk menghidupkan kembali minat terhadap
nembang macapat dan budaya lokal. Hasil penelitian ini tidak hanya memberikan wawasan
terhadap perubahan minat terhadap kebudayaan Jawa, tetapi juga menggambarkan potensi
model pembelajaran yang dapat diadopsi untuk memperkenalkan dan mempertahankan unsur-
unsur budaya lokal dalam konteks pembelajaran yang lebih menarik dan relevan bagi generasi
muda. Implikasi temuan ini dapat memberikan kontribusi pada upaya pelestarian dan
pemajuan kekayaan budaya Indonesia.
Abstract
Javanese culture, renowned for its rich and diverse heritage, is facing a concerning decline in
interest among adolescents and adults alike. This phenomenon is attributed to the diminishing
appeal of traditional elements such as traditional attire, language, tembang (traditional
Javanese songs), and guritan (narrative poetry), giving way to the influx of new cultural
trends. An exemplar is the emergence of Javanese-language dangdut songs, incorporating a
blend of Indonesian, Javanese, and local dialects, often introducing unfamiliar vocabulary to
the populace.
The unique and meaningful artistry of nembang macapat, with its intricate paugeran (rhyme
patterns) and profound meanings, is at risk of fading into obscurity. This trend is evident even
in Ponorogo, a city celebrated for its abundant cultural richness. To address this challenge, we
implemented the Karaoke Tiktok (KTT) learning model, a direct and interactive approach
guiding students in performing nembang macapat. This model is designed to provide
effective exercises and immediate evaluations, fostering high engagement among students.
Research findings reveal that 95% of 10th-grade students actively participated in nembang
macapat learning through the KTT model. In the context of Ponorogo, this innovative
learning model proves to be a potential solution for rekindling interest in nembang macapat
and local culture. This research not only sheds light on the shifting interest in Javanese culture
but also illustrates the potential of learning models that can be adopted to introduce and
preserve local cultural elements in a more captivating and relevant educational context for the
younger generation. The implications of these findings contribute to the preservation and
advancement of Indonesia's cultural richness.
Pendahuluan:
Pendidikan di era modern ini menuntut inovasi dan adaptasi terhadap perubahan zaman.
Begitu pula dalam pembelajaran Bahasa Jawa di SMA Negeri 1 Ponorogo, di mana peserta
didik kelas X hingga XII diperkenalkan dengan materi yang semakin kompleks, termasuk
dalam pembelajaran tembang macapat. Bahasa Jawa, sebagai muatan lokal wajib, memiliki
nilai historis dan kultural yang kaya, namun dinamika globalisasi menghadirkan tantangan
tersendiri, terutama dalam mempertahankan minat dan keaktifan peserta didik.
Dalam konteks ini, tembang macapat menjadi salah satu materi yang tidak hanya memerlukan
pemahaman bahasa Jawa, tetapi juga keterampilan melagukan dengan memperhatikan
paugeran yang khas. Ponorogo, sebagai kota beragam budaya, seharusnya menjadi latar yang
subur untuk memelihara dan mengembangkan kearifan lokal, termasuk dalam seni tembang
macapat.
Namun, realitasnya menunjukkan bahwa kecenderungan peserta didik lebih tertarik pada
budaya baru, seperti lagu dangdut berbahasa Jawa yang mencampurkan berbagai dialek dan
bahasa. Tembang macapat, dengan paugeran yang khas, mulai terlupakan. Perubahan budaya
ini membawa dampak pada minat dan kepercayaan diri siswa dalam melagukan tembang
macapat, terutama dalam menghadapi ketidakfamiliaran dengan titi laras.
Dalam menghadapi dinamika ini, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang inovatif
dan mendukung. Model pembelajaran langsung (Direct Learning) dan pemanfaatan media
audio visual, khususnya TikTok, dianggap sebagai solusi yang dapat meningkatkan minat,
keterlibatan, dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menggali
potensi model pembelajaran tersebut dalam meningkatkan kemampuan melagukan tembang
macapat, khususnya pada materi pangkur laras pelog pathet 6, di kelas X SMA Negeri 1
Ponorogo.
Metode Penelitian:
Desain Penelitian:
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan siklus yang
diulang sebanyak dua kali. Setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan
refleksi. Pendekatan ini dipilih untuk memberikan gambaran mendalam tentang efektivitas
model pembelajaran Direct Learning dan pemanfaatan media audio visual TikTok dalam
meningkatkan kemampuan melagukan tembang macapat.
Subjek Penelitian:
Subjek penelitian ini adalah 20 siswa kelas X.5 SMA Negeri 1 Ponorogo. Pemilihan subjek
didasarkan pada kelas yang dianggap mewakili karakteristik siswa pada tingkat tersebut.
Instrumen Penelitian:
Lembar observasi digunakan untuk mencatat tingkat keterlibatan siswa, aktivitas belajar, dan
respons terhadap pembelajaran.
Pretest dan postest menggunakan aplikasi Blooket untuk mengukur peningkatan pengetahuan
siswa.
Tes tulis dan demonstrasi digunakan untuk mengukur keterampilan melagukan tembang
macapat.
Angket digunakan untuk mengumpulkan pandangan dan persepsi siswa terhadap model
pembelajaran dan media yang digunakan.
PEMBAHASAN