Anda di halaman 1dari 8

Hubungan Kadar Hormon Estradiol 17 - β

Agung Janika Sitasiwi, 38 – 45

Hubungan Kadar Hormon Estradiol 17-β


dan Tebal Endometrium Uterus Mencit (Mus musculus l.)
selama Satu Siklus Estrus

Agung Janika Sitasiwi*

*Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Hewan Jurusan Biologi FMIPA UNDIP

Abstract

Research about animal reproduction can be observed from many aspects, i.e. oestrous cycle. The oestrous
cycle is the manifestation of reproduction hormones changes, especially oestradiol 17-β. The oestradiol 17-
β hormones causes changes of tissues structures of reproductive tracts. This research have been done to
analyze the correlation between changes of oestradiol 17-β hormones and uterine endometrial thickness
along the oestrous cycles. The adult female Swiss Webster mice were used as laboratory animal. The phase
of oestrous cycle determined by vaginal smears. Blood and uterine samples collected in each oestrous
phases. Hormones concentration counted with RIA, the thickness of endometrial determined on uterine
histological slides with paraffin methods and stained with HE. This search showed that a positive
correlation between oestradiol 17-β hormones and uterine endometrial thickness along the oestrous cycle.
It also showed that oestradiol 17-β hormones have a proliferative effects on reproductive tissues.

Key words : oestrous cycle, oestradiol 17- β hormones, uterine endometrial

Abstrak

Pengamatan atau penelitian mengenai reproduksi hewan dapat dikaji dari berbagai aspek, satu diantaranya
siklus estrus. Siklus estrus merupakan manifestasi dari perubahan kandungan hormon reproduksi, terutama
estradiol 17-β. Hormon estradiol 17-β menyebabkan perubahan stuktur jaringan penyusun saluran
reproduksi, termasuk lapisan endometrium uterus. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis hubungan
antara perubahan kandungan hormon estradiol 17-β dan tebal endometrium uterus mencit selama satu
siklus estrus. Mencit Swiss Webster betina dewasa digunakan sebagai hewan uji. Penentuan siklus estrus
dilakukan dengan mengamati hasil apusan vagina. Sampel darah dan uterus diambil pada setiap fase
penyusun siklus estrus. Pengukuran kadar hormon dilakukan dengan metoda RIA, sedangkan tebal
endometrium ditentukan pada sayatan melintang sediaan histologis uterus dengan metoda parafin dan
pewarnaan HE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan terdapat hubungan positif antara kadar
hormon estradiol 17β dengan ketebalan endometrium uterus selama satu siklus estrus. Hasil penelitian ini
juga menunjukkan bahwa estradiol 17-β memiliki efek proliferasi pada jaringan penyusun saluran
reproduksi.

Kata kunci : siklus estrus, estradiol 17- β, endometrium

PENDAHULUAN hama atau bahkan punah oleh tekanan


Pengetahuan mengenai reproduksi populasi hewan yang lain. Pengamatan atau
secara menyeluruh dan mendalam penelitian mengenai reproduksi hewan dapat
merupakan modal untuk pengaturan dikaji dari berbagai aspek, satu diantaranya
fertilitas. Hal tersebut disebabkan karena adalah dari keteraturan hewan betina untuk
secara alami hewan berpotensi menjadi mengalami periode reseptif terhadap hewan
38
Hubungan Kadar Hormon Estradiol 17 - β
Agung Janika Sitasiwi, 38 – 45

jantan. Periode tersebut dikenal sebagai keberadaan leukosit. Hasil apus vagina fase
periode estrus. diestrus menunjukkan sel epitel berinti,
Periode estrus pada hewan terjadi leukosit serta adanya lendir (Taylor, 1994).
secara berulang dan membentuk suatu siklus Perubahan struktur epitel penyusun dinding
yang disebut siklus estrus. Siklus estrus vagina merupakan hasil regulasi hormon
merupakan salah satu aspek reproduksi yang reproduksi yang terjadi selama satu siklus
menggambarkan perubahan kandungan estrus, terutama hormon estrogen (Johnson
hormon reproduksi yang disebabkan oleh and Everitt, 1988).
aktivitas ovarium dibawah pengaruh hormon Estrogen merupakan salah satu
gonadotrophin. Perubahan kandungan hormon reproduksi pada hewan betina.
hormon reproduksi selanjutnya Hormon ini terutama disekresi oleh sel-sel
menyebabkan perubahan struktur pada granulosa penyusun folikel ovarium.
jaringan penyusun saluran reproduksi. Struktur hormon estrogen tersusun atas 18
Siklus estrus pada mencit terdiri dari atom C, gugus –OH fenolik pada C-3, sifat
4 fase utama, yaitu proestrus, estrus, aromatik cincin A dan tidak mempunyai
metestrus dan diestrus (Taylor, 1994). Siklus gugus metil pada C-10 (Dellman dan
ini dapat dengan mudah diamati dengan Brown, 1992). Bentuk hormon estrogen
melihat perubahan sel-sel penyusun lapisan dalam tubuh hewan betina berupa estradiol
epitel vagina yang dapat dideteksi dengan 17-β, estron dan estriol, namun yang paling
metode apus vagina pewarnaan Giemsa poten dan dijumpai dengan jumlah yang
(Brancroft and Steven,1996). Hasil apus cukup tinggi dan paling poten dalam tubuh
vagina menunjukkan hasil yang bervariasi adalah estradiol 17-β (Johnson and Everitt,
sepanjang siklus estrus, terdiri dari sel epitel 1988; Hiller, 1995; Ganong, 2003).
berinti, sel epitel yang mengalami Estrogen dibentuk oleh sel-sel
kornifikasi, leukosit serta adanya lendir granulosa dalam folikel ovarium melalui
(Johnson and Everitt, 1988; Taylor, 1994). serangkaian konversi melalui reaksi
Fase proestrus ditandai dengan sel enzimatis. Substrat utama pembentuk
epitel yang berbentuk oval, berwarna biru estrogen adalah kolesterol. Kolesterol secara
dengan inti sel berwarna merah muda pada berurutan mengalami perubahan menjadi
hasil apus vagina. Hasil apus vagina pada pregnenolon, progesteron, 17α-hidroksi
fase estrus ditandai dengan sel-sel epitel progesteron, androstenedion dan testoteron.
yang mengalami penandukan (kornifikasi), Androstenedion kemudian diubah menjadi
tanpa inti dan terwarna pucat. Fase estron, sedangkan testoteron diubah menjadi
metestrus ditandai dengan hasil apus vagina estradiol 17-β, baik di sel teka maupun sel
berupa sel epitel terkornifikasi dan granulosa pada folikel ovarium. Sintesis

39
Hubungan Kadar Hormon Estradiol 17 - β
Agung Janika Sitasiwi, 38 – 45

hormon estrogen akan meningkat seiring DNA menginduksi sintesis dan ekspresi
dengan perkembangan folikel dalam mRNA berupa sintesis protein sehingga
ovarium (Johnson and Everitt, 1988; Hiller, meningkatkan aktivitas sel target, yang
1995; Ganong, 2003). ditunjukkan dengan terjadinya proliferasi sel
Fluktuasi hormon estradiol 17-β (Johnson and Everitt, 1988; Hiller, 1995;
selama satu siklus estrus sejalan dengan Ganong, 2003; Campbell et al., 2004).
perkembangan folikel dalam ovarium. Saat Uterus merupakan salah satu organ
perkembangan folikel (fase folikular) reproduksi betina yang berfungsi sebagai
hormon ini mengalami kenaikan secara penerima dan tempat perkembangan ovum
bertahap, seiring perkembangan folikel yang telah dibuahi. Uterus pada mencit
primer menjadi folikel tersier. Puncak berupa tabung ganda, disebut tipe dupleks
sekresi hormon estradiol terjadi sebelum (Partodihardjo, 1988). Dinding uterus terdiri
terjadi ovulasi. Setelah terjadi ovulasi dan dari tiga lapisan utama, yaitu lapisan
terbentuk korpus luteum pada ovarium (fase endometrium, miometrium dan perimetrium
luteal), hormon ini mengalami penurunan (Burkitt et al., 1993). Lapisan endometrium
secara bertahap sampai akhir fase luteal merupakan lapisan yang responsif terhadap
(Johnson and Everitt, 1988; Chateu and perubahan hormon reproduksi, sehingga
Boehm, 1995). perubahan lapisan ini bervariasi sepanjang
Estrogen merupakan hormon seks siklus estrus dan dapat dijadikan indikator
steroid yang berperan penting dalam terjadinya fluktuasi hormon yang sedang
pertumbuhan dan perkembangan seksual terjadi pada hewan tersebut (Johnson and
sekunder betina, seperti kelenjar mammae Everitt, 1988; Dellman and Brown, 1992).
dan organ reproduksi yang lain. Pengaruh Penelitian ini bertujuan untuk
estrogen dalam jaringan reproduksi, menganalisis hubungan antara perubahan
terutama memacu proliferasi sel. Aksi hormon estradiol 17-β dan tebal
estrogen dalam jaringan atau sel target, endometrium uterus mencit (Mus musculus
membutuhkan reseptor estrogen yang L.) selama satu siklus estrus. Hasil
dikendalikan oleh gen pada kromosom penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
(Johnson and Everitt, 1988; Ganong, 2003). dasar untuk pengaturan reproduksi pada
Aktivitas estrogen di dalam sel rodentia umumnya.
dimulai setelah terjadi ikatan estrogen
dengan reseptor di dalam sitosol. Kompleks METODOLOGI
estrogen dan reseptor selanjutnya berdifusi Hewan Uji
ke dalam inti sel dan melekat pada DNA. Hewan uji yang digunakan dalam
Ikatan kompleks estrogen-reseptor dengan penelitian ini adalah mencit betina dewasa

40
Hubungan Kadar Hormon Estradiol 17 - β
Agung Janika Sitasiwi, 38 – 45

strain Swiss Webster, sebanyak 16 ekor, Pengukuran kandungan hormon


berumur 35 hari, dengan berat 25 – 30 gram. menggunakan Kit Coat A Count untuk
Hewan uji dipelihara dalam kandang Estrogen produksi DPC.
individul terbuat dari plastik dengan atap
berupa ram kawat. Pakan dan minum hewan Penentuan Tebal Endometrium Uterus
uji diberikan secara ad libitum. Pakan hewan Sampel uterus diambil pada setiap
uji berupa pellet BR2 sedangkan air minum fase penyusun siklus estrus, menggunakan
berupa air PAM. Pemeliharaan hewan uji hewan yang diambil sampel darahnya untuk
dilakukan pada laboratorium dengan kondisi pengukuran hormon. Uterus dibuat sediaan
yang terkontrol dan konstan. histologis dengan pewarnaan HE dengan
ketebalan 6 µ. Penentuan tebal endometrium
Pengamatan Siklus Estrus dilakukan dengan menghitung rerata dari
Siklus estrus ditentukan dengan endometrium dengan ukuran tebal tertinggi
melihat hasil apus vagina dan pewarnaan dan terendah pada setiap sayatan uterus
GIEMSA, sesuai metoda Brancroft and sampel. Pangamatan dan pengukuran
Steven (1996). Sampel apus vagina diambil dilakukan pada setiap 5 sayatan uterus pada
setiap hari sekitar jam 10 pagi. Penentuan setiap fase penyusun siklus estrus.
fase penyusun siklus estrus dilakukan
dengan melihat perbandingan sel epitel Analisa Data
berinti, sel epitel menanduk (kornifikasi), Data yang diperoleh ditabulasikan
leukosit dan lendir, pada hasil apus vagina. dan dilakukan uji homogenitas serta
normalitas. Selanjutnya dilakukan analisa
Pengambilan dan Pengukuran Sampel dengan uji korelasi menggunakan SPSS
Hormon versi 12.0.
Sampel darah untuk pengukuran
hormon estradiol 17-β diambil pada setiap HASIL DAN PEMBAHASAN
fase penyusun siklus estrus. Masing-masing Hasil pengukuran kandungan
dengan 4 kali ulangan. Sampel darah hormon dan ukuran tebal endometrium
diambil langsung dari jantung, sesuai uterus mencit selama satu siklus estrus
metoda Oduma et al. (1995). Pengukuran disajikan pada tabel 01.
kandungan hormon dilakukan dengan
metode RIA (Radio Immuno Assay).

41
Hubungan Kadar Hormon Estradiol 17 - β
Agung Janika Sitasiwi, 38 – 45

Tabel 01. Hubungan antara kadar estradiol 17-β dan tebal endometrium uterus mencit
selama satu siklu sestrus

Fase Siklus Estrus


DE PE E ME
Kadar Hormon Estradiol 8,2 ± 0,25 38,4 ± 6,16 26,5 ± 1,89 8,43 ± 1,89
17-β (pg/mL)
Tebal Endometrium (µ) 177,16 ± 5,62 351,28 ± 12,7 307,13 ± 295,61 ± 3,57
15,02
Nilai Hubungan (r) 0,694 0,947 0,472 0,343

Kandungan hormon Estradiol 17-β estrus pada fase folikular berlangsung


sepanjang siklus estrus menunjukkan singkat (Taylor, 1994) sehingga perbedaan
perubahan yang berjalan seiring dengan waktu pengamatan yang relatif kecil
dicapainya perubahan fase dalam siklus memungkinkan hasil pengukuran yang
estrus. Fase folikular yaitu fase diestrus berbeda.
sampai fase proestrus ditandai dengan Hasil penelitian Chateu dan Boehm
kenaikan hormon estradiol. Kandungan (1995) pada fase metestrus dan diestrus
hormon saat fase diestrus mencapai 8,2 relatif sama dengan hasil penelitian ini, yaitu
pg/mL sedangkan pada fase proestrus berkisar 6 – 8 pg/mL. Hal ini dapat terjadi
mencapai 38,4 pg/mL. Fase luteal, yaitu fase karena fase metestrus dan diestrus
estrus dan metestrus ditandai dengan berlangsung relatif lama, dari beberapa jam
kandungan hormon yang menunjukkan sampai beberapa hari, sehingga perbedaan
penurunan, yaitu 26,5 pg/mL dan 8,43 titik pengamatan relatif tidak menunjukkan
pg/mL. perbedaan hasil yang nyata.
Hasil penelitian ini menunjukkan Hasil pengukuran kandungan
pola fluktuasi yang relatif sama dengan hasil hormon pada penelitian ini dalam fase estrus
penelitian Chateu dan Boehm (1995) yang kandungan hormon menunjukkan hasil yang
dilakukan pada tikus. Kandungan hormon lebih rendah dari fase proestrus. Secara teori
estradiol pada tikus selama fase proestrus fase estrus awal merupakan fase yang
dan estrus masing-masing 45 pg/mL dan 15 memiliki kandungan hormon Estradiol 17-β
pg/mL. Perbedaan angka hasil pengukuran paling tinggi. Hal ini dapat terjadi karena
ini kemungkinan disebabkan karena penentuan fase penyusun siklus estrus
perbedaan titik pengamatan. Hal tersebut dilakukan dengan melihat hasil apus vagina.
dapat terjadi karena fase penyusun siklus Perubahan hasil apus vagina merupakan

42
Hubungan Kadar Hormon Estradiol 17 - β
Agung Janika Sitasiwi, 38 – 45

hasil regulasi hormon, sehingga perubahan endometrium, termasuk kelenjar


terjadi setelah terjadi perubahan kandungan endometrial (Johnson dan Everitt, 1988;
hormon (Johnson dan Everitt, 1988; Cooke Chateu and Boehm, 1995; Cooke et al.,
et al., 1995; Hillisch, 2004). Pengambilan 1995).
sampel hormon pada penelitian ini Nilai hubungan antara estradiol dan
dilakukan setelah mengamati hasil apusan tebal endometrium uterus ditunjukkan
vagina, pada saat tersebut hewan sudah dengan adanya nilai yang positif. Nilai
memasuki fase estrus akhir sehingga hubungan yang positif menggambarkan
menyebabkan hormon yang terukur bahwa perubahan ukuran tebal endometrium
dipastikan telah mengalami penurunan. merupakan hasil regulasi perubahan hormon
Uterus merupakan organ reproduksi Estradiol 17-β.
yang memiliki reseptor estrogen (Johnson Nilai r, yang menyatakan hubungan
dan Everitt, 1988; Cooke et al., 1995; kandungan hormon dengan ukuran tebal
Haibin, 2005) sehingga perubahan yang endometrium uterus, pada fase diestrus
terjadi pada lapisan penyusun dinding uterus menunjukkan nilai sebesar 0,694. Hal
merupakan hasil regulasi hormon, terutama tersebut menggambarkan bahwa sintesis dan
hormon estradiol. Hasil penelitian ini sekresi hormon Estradiol 17-β mulai terjadi
menunjukkan bahwa ukuran tebal pada fase ini, meskipun terjadi dengan laju
endometrium uterus saat fase folikular yang relatif kecil. Kenaikan hormon
berjalan seiring dengan kenaikan hormon Estradiol 17-β mengakibatkan kenaikan
estradiol, semakin tebal pada fase proestrus. ukuran tebal endometrium uterus.
Namun, saat fase estrus dan metestrus Nilai r pada fase proestrus
ukuran endometrium tetap tebal walaupun menunjukkan nilai yang besar yaitu 0,947.
kandungan hormon estrogen telah turun. Hal ini menunjukkan bahwa sintesis dan
Penyusun lapisan endometrium sekresi hormon Estradiol 17-β sudah
uterus adalah selapis epitel kolumnar dan berlangsung dengan laju yang cukup tinggi.
lamina propia yang terdiri dari jaringan ikat Kenaikan hormon Estradiol 17-β
dan kelenjar (Johnson dan Everitt, 1988; menyebabkan ukuran tebal endometrium
Burkitt et al., 1999). Kelenjar uterus di uterus mencapai maksimal, dibandingkan
dalam endometrium merupakan kelenjar dengan fase siklus estrus yang lain.
tubular sederhana yang mengalami Fase estrus dan metestrus
perubahan sepanjang siklus estrus. Aksi menunjukkan nilai r yang relatif rendah
hormon estradiol sepanjang fase folikular dibandingkan fase siklus estrus yang lain,
menyebabkan proliferasi lapisan yaitu 0,472 dan 0,343. Nilai yang relatif

43
Hubungan Kadar Hormon Estradiol 17 - β
Agung Janika Sitasiwi, 38 – 45

sama pada kedua fase tersebut menunjukkan Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pada kedua fase tersebut sudah tidak adanya hubungan yang posisif antara
terjadi lagi kenaikan sintesis dan sekresi kandungan hormon Estradiol 17-β dengan
hormon Estradiol 17-β. ukuran tebal endometrium uterus sehingga
Kandungan hormon Estradiol 17-β dapat disimpulkan bahwa hormon Estradiol
pada fase estrus ke metestrus pada penelitian 17-β menyebabkan proliferasi jaringan
ini menunjukkan penurunan, tetapi tebal penyusun lapisan endometrium uterus.
endometrium uterus tidak lagi mengalami
perubahan ukuran. Hal tersebut dapat terjadi DAFTAR PUSTAKA
karena estrogen menyebabkan proliferasi Brancroft, J.D. dan A. Stevens. 1999.
Theory and Practise of
sel, sehingga jika hormon Estradiol 17-β
Histological Techniques. Fourth
tidak mengalami kenaikan maka tidak Ed. Churchill Livingstone.
Edinburg.
terjadi kenaikan ukuran tebal endometrium
uterus. Burkitt, H.G., B. Young dan J.W. Heath.
1999. Wheaters Functional
Ukuran tebal endometrium uterus
Histology. A Text and Colour
pada fase estrus dan metestrus menunjukkan Atlas. Third Ed. Churchill
Livingstone. Edinburg.
penurunan yang relatif kecil dan berbeda
tidak bermakna dibandingkan fase proestrus. Campbell, N.A., J.B. Reece, L.G. Mitchell
and M.R. Taylor, 2003. Biology.
Hal tersebut dapat terjadi karena pada kedua
Concept and Connections. Forth
fase tersebut merupakan penyusun dari fase Edition. Benjamin Cummings.
San Francisco.
luteal. Saat memasuki fase luteal (akhir fase
folikular), kelenjar pada endometrium uterus Chateu, D and E.M. Brwon. 1995.
Regulation of Differentiation and
diregulasi oleh hormon progesteron. Aksi
Keratin 10 Expression by All-
hormon progesteron pada jaringan trans Retinoic Acid during
Estrous Cycle in the Rat Vaginal
menyebabkan aktivitas sekresi sel, sehingga
Epithelium. Cell and Tissue
pada fase luteal kelenjar endometrial Research 284 : 373 – 381.
Cooke, P.L., D.L. Buchanan, D.B. Lubchan
mengalami peningkatan aktifitas sekresi
dan G.R. Cunha. 1995.
(Johnson dan Everitt, 1988; Chateu and Mechanism of estrogen action :
lessons from the estrogen
Boehm, 1995; Cooke et al., 1995; Haibin,
receptor-α knockout Mouse. Biol.
2005). Kelenjar endometrial yang aktif Reprod. 59 : 470 – 475.
sekresi menyebabkan endometrium uterus
Dellmann, H.D. and E.M. Brown, 1992.
tetap tebal walaupun kadar hormon estrogen Buku Teks Histologi Veteriner II.
Third Edition. Alih bahasa : R.
telah menurun, seperti tampak pada hasil
Hartono. Penerbit UI. Jakarta
penelitian ini.

44
Hubungan Kadar Hormon Estradiol 17 - β
Agung Janika Sitasiwi, 38 – 45

Ganong, W.F. 2003. Review of Medical


Physiology. International Edition.
Mc Graw Hill Book. San
Francisco.

Haibin, W., T. Sussane, X. Huirong, H.


Gregory, K.D. Sanjoy and K.D.
Sudhansu, 2005. Variation in
Commercial Rodent Diets Induces
Disparate Molecular and
Physiological Changes in The
Mouse Uterus. PNAS 28 (102) :
9960 – 9965.

Hiller, S.G., 1991. Ovarian Endocrinology.


Blackwell Sci. Publ. London

Hillisch, A. O. Peter, D. Kosemund, G.


Muller, A. Waller, B. Schneider,
G. Reddersen, W. Eiger dan K.H.
Fritzemeier. 2004. Dissecting
Physiological Roles on Estrogen α
and β Potent Selective Ligands
from Structure-Based Design.
http://www.ehpoline.org/realfiles/
2004/6848/6848.html. 26 Maret
2007.

Johnson, M.H. dan B.J. Everitt, 1988.


Essential Reproduction. Third
Edition. Blackwell Sci. publ.
London.

Oduma, J.A., E.O. Wango, D.O. Okulo,


D.W. Mawakitri, W. Odongo,
1995. In vivo and in vitro effect of
graded doses of the pesticide
heptachlor on female sex steroid
hormone production in rats.
Comp. Biochem. Physiol. 111 (2)
: 191 – 196.

Partodihardjo, S. 1980. Ilmu Reproduksi


Hewan. Mutiara. Jakarta.

Taylor, Pamela. 1994. Practical Teratology.


WB Saunders Co. London.

45

Anda mungkin juga menyukai