Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

REPRODUKSI BETINA

SENIN, 8 NOVEMBER 2021

KELOMPOK 5:
HERU SETIAWAN 4401419005
LIA FEBRIANA 4401419021
ERA TUNGGAL P. 4401419049
JANNATUN NAIM 4401419056

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021
A. JUDUL PRAKTIKUM
Reproduksi Hewan Betina

B. TANGGAL PRAKTIKUM
Senin, 8 November 2021

C. TUJUAN PRAKTIKUM
Memperkirakan tahap siklus estrus hewan percobaan dengan membuat dan mengamati
apus vagina

D. DASAR TEORI
Reproduksi merupakan ciri aktivitas hidup yang bertujuan untuk melestarikan
jenisnya. Sistem reproduksi disebut juga sistem perkembangbiakan atau sistem genetalia.
Sistem ini berfungsi untuk menghasilkan sel kelamin (gamet), menyalurkan gamet jantan
mamalia. Secara umum sistem reproduksi vertebrata terdiri atas kelenjar kelamin
(gonad), yang merupakan organ utama, saluran reproduksi, dan kelenjar seks asesori
(Aseptianova,2016).
Reproduksi merupakan faktor penting dalam kehidupan. Reproduksi pada
mamalia erat kaitannya dengan siklus estrus. Hormon progesteron merupakan salah satu
hormon yang berperan penting dalam siklus estrus. Kadar progesteron dan estradiol
dalam tubuh dapat dijadikan parameter dalam penentuan fase pada siklus estrus (Slamet
dkk, 2016).
Siklus estrus merupakan jarak antara estrus yang satu sampai pada estrus yang
berikutnya. Setiap hewan mempunyai siklus estrus yang berbeda-beda, ada golongan
hewan monoestrus (estrus sekali dalam satu tahun), golongan hewan poliestrus (estrus
beberapa kali dalam satu tahun), dan golongan hewan poliestrus bermusim (estrus hanya
selama musim tertentu dalam setahun). Daur atau siklus estrus terdiri dari empat fase,
yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Fase estrus berbeda dengan siklus estrus.
Fase estrus merupakan fase dimana telur diovulasikan dari ovarium ke saluran telur. Fase
ini menandakan bahwa individu betina telah masak kelamin. Fase estrus setiap spesies
berbeda-beda dan dapat diamati dengan metode vaginal smear, tetapi tidak dapat diamati
jika hewan betina tersebut belum masak kelamin dan sedang hamil. (Slamet dkk, 2016).
Sepanjang siklus estrus, terdapat hormon-hormon reproduksi yang memiliki peran
penting dalam pengaturannya yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Salah satu
hormon yang berperan penting dalam pengaturan siklus estrus adalah hormon estrogen.
Jika terjadi penurunan hormon estrogen maka akan mengakibatkan gangguan pada siklus
estrus. (Simatauw, dkk, 2019)
Faktor yang mempengaruhi siklus estrus antara lain menyusui, produksi susu,
kondisi tubuh dan nutrisi. Siklus estrus merupakan proses yang dikendalikan oleh
berbagai hormon, baik hormon dari Hipotalamus-hipofisa maupun dari ovarium.
Perkembangan folikel dipicu oleh hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone) dari
kelenjar hipofisa bagian anterior (Adenohipofisa). Folikel yang sedang berkembang akan
mengeluarkan esterogen, Hormon estrogen adalah hormon yang berperan dalam
metabolisme tubuh. Estrogen dapat menambah sintesis dan ekskresi hormon
pertumbuhan sehingga dapat menstimulir pertumbuhan sel-sel dalam tubuh,
mempercepat pertambahan bobot badan, merangsang korteks kelenjar adrenal untuk lebih
banyak meningkatkan metabolisme protein karena retensi nitrogen meningkat. Estrogen
dapat menimbulkan respon terhadap aktivitas betina seperti: perkembangan sifat seksual
sekunder, perilaku persiapan kawin (estrus), mempersiapkan uterus untuk implantasi dan
menyiapkan perkembangan kelenjar susu. Disamping itu, estrogen juga mempunyai efek
anabolik pada tulang dan kartilago sehingga menambah pertumbuhan tulang. Pada fase
luteal sel epitel dari vagina akan dikombinasikan oleh sel parabasal, sedangkan memasuki
fase estrus sel epitel berubah menjadi sel superfisial dan sel tanduk yang menandakan
hewan dalam keadaan puncak estrus. (Wicaksono dkk, 2013)
Dalam satu siklus berahi terjadi perubahan-perubahan fisiologik dari alat kelamin
betina. Perubahan ini bersifat sambung menyambung satu sama lain, hingga akhirnya
bertemu kembali pada permulaanya. Pada umumnya yang disebut permulaan adalah
timbulnya gejala berahi itu sendiri. Untuk memperoleh dasar yang lebih baik dalam
menerangkan fisiologi kelamin, sering pula peristiwa ovulasi yang mengikuti kejadian
berahi digunakan sebagai titik permulaan dari siklus berahi, sedangkan untuk dapat
menerangkan siklus berahi berdasarkan gejala yang terlihat dari luar tubuh, satu siklus
berahi terbagi menjadi 4 fase, yaitu: proestrus, estrus, metetrus dan diestrus. (Huda, dkk,
2017)
Proestrus adalah fase persiapan. Fase ini biasanya pendek, gejala yang terlihat
berupa perubahan-perubahan tingkah laku dan perubahan alat kelamin bagian luar.
Tingkah laku betina agak lain dengan kebiasaannya, misalnya menjadi sedikit gelisah,
memperdengarkan suara yang tidak biasa terdengar atau malah diam saja. Alat kelamin
betina luar mulai memperlihatkan tanda-tanda bahwa terjadi peningkatan peredaran darah
di daerah itu. Meskipun telah ada perubahan yang menimbulkan gairah sex, namun
hewan betina ini masih menolak pejantan yang datang karena tertarik oleh perubahan
tingkah laku tersebut. (Huda, dkk, 2017). Pada fase proestrus pengaruh hormon
gonadotropin berupa Follicle Stimulating Hormone (FSH) mendominasi dalam
merangsang perkembangan folikel. (Simatauw, dkk, 2019)
Estrus adalah fase yang terpenting dalam siklus berahi, karena dalam fase ini
hewan betina memperlihatkan gejala yang khusus untuk tiap-tiap jenis hewan dan dalam
fase ini pula hewan betina mau menerima pejantan untuk kopulasi. Ciri khas dari estrus
adalah terjadinya kopulasi. (Huda, dkk, 2017). Fase estrus ditandai dengan sekresi
hormon estrogen yang semakin meningkat, oleh sebab itu sel epitel vagina berubah
menjadi sel kornifikasi. Peningkatan estrogen ini akan menyebabkan peningkatan
Luteinizing Hormone (LH) yang dapat menyebabkan terjadinya ovulasi, sesaat sebelum
ovulasi folikel membesar dan ovum yang ada di dalamnya mengalami pematangan.
Paparan konsentrasi estrogen yang tinggi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
terjadinya mekanisme umpan balik positif terhadap LH. (Simatauw, dkk, 2019)
Metestrus adalah fase dalam siklus berahi yang terjadi segera setelah estrus
selesai. Gejala yang dapat dilihat dari luar tidak terlihat nyata, namun pada umumnya
masih didapatkan sisa-sisa gejala estrus. Bedanya dengan estrus ialah bahwa meskipun
gejala estrus masih dapat dilihat tetapi hewan betina telah menolak pejantan untuk
aktivitas kopulasi. Serviks telah menutup, kelenjar-kelenjar serviks merubah sifat hasil
sekresinya dari cair menjadi kental. Lendir kental ini berfungsi sebagai sumbat lumen
serviks. (Huda, dkk, 2017). Pada fase metestrus, hormon estrogen mengalami penurunan
dan peningkatan progesteron yang dibentuk oleh ovarium. Terjadi pemanjangan lama
fase metestrus pada kontrol positif diduga akibat terjadinya gangguan pada fase estrus.
(Simatauw, dkk, 2019)
Diestrus adalah fase dalam siklus berahi yang ditandai dengan tidak adanya
kebuntingan, tidak adanya aktivitas kelamin dan hewan menjadi tenang. Dari periode
permulaan diestrus, endometrium masih mempelihatkan kegiatan, yaitu pertumbuhan
kelenjar-kelenjar endometrium dari panjang menjadi berkelok-kelok dan banyak
diantaranya yang berkelok hingga membentuk spiral. Tetapi pada pertengahan fase
diestrus
kegiatan-kegiatan endometrium ini berdegenerasi yang akhirnya hanya tinggal kelenjar-
kelenjar permukaan yang cetek. Dalam periode permulaan diestrus, corpus
hemorrhagicum mengkerut karena di bawah lapisan hemorhagik ini tumbuh sel-sel
kuning yang disebut luteum. Diestrus adalah fase yang terlama diantara fase-fase yang
terdapat dalam siklus berahi. (Huda, dkk, 2017)

Aseptianova. (2016). Perkembangan Hewan. Palembang: NoerFikri Offset


Huda, Nadayatul Khaira, dkk. (2017). Pengaruh Ekstrak Sambiloto (Andrographis
paniculata Nees.) Terhadap Siklus Estrus Mencit (Mus musculus L. Swiss
Webster). Jurnal Eksata, 18(2): 70-76
Simatauw, Anniestasya, dkk. (2019). Gambaran Siklus Estrus Tikus Rattus norvegicus
Terpapar Asap Rokok Setelah Diterapi Ekstrak Etanol Rumput Kebar (Biophytum
petersianum Klotzsch). Rumphius Pattimura Biological Journal, 1(1): 1-7
Slamet, Adi., Lucia Santoso dan Riyanto. (2016). Perkembangan Hewan. Palembang:
Universitas Muhammadiyah Palembang Press
Wicaksono, Aji Wahyu, dkk. (2013). Pemberian Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum
basilicum) Terhadap Lama Siklus Estrus Pada Mencit. Indonesia Medicus
Veterinus, 2(4) : 369 - 374

Anda mungkin juga menyukai