Anda di halaman 1dari 23

Pengelolaan DAS – Modul -5

MATA KULIAH
PENGELOLAAN AIRTANAH
Kode : TKP 4130
Sks : 2 sks (Wajib)

MODUL 5 : Empat pokok Bahasan (empat Kali Tatap Muka)

1. Pola Rehabilitasi dan Konservasi Tanah


(Pertemuan ke-9)
2. Arahan Penggunaan Lahan
(Pertemuan ke-10)
3. Badan Sungai
(Pertemuan ke-11)
4. Kawasan Sempadan Sungai
(Pertemuan ke-12)

Pengampu : Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS.


Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng.
Jurusan Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

1. PENDAHULUAN
MODUL - 5
-Pengantar
-Tujuan

2. Pola Rehabilitasi dan Konservasi Tanah


 Usaha Konservasi Tanah
 Metode Vegetatif
 Metode Mekanik
 Metode Kimia

3. Arahan Penggunaan Lahan


 Ruang Terbuka Hijau (Hutan Kota)
 Bentuk dan Struktur Hutan Kota
 Fungsi Hutan Kota
 Waduk

4. Badan Sungai
 Perencanaan Bangunan Sungai
 Perencanaan Alur Sungai
 Perencanaan Kualitas Air

5.Kawasan Sempadan Sungai


 Peraturan Sempadan Sungai
 Pemanfaatan Daerah Sempadan

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 1
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -5

1. PENDAHULUAN

1.1. Pengantar

Kegiatan konservasi tanah merupakan bagian dari program nasional yaitu


program penyelamatan hutan, tanah dan air yang mempunyai sasaran, antara
lain memperbaiki fungsi hidrologi DAS, meningkatkan produktivitas sumber daya
alam, meningkatkan kesadaran masyarakat pemakai lahan terhadap prinsip-
prinsip konservasi tanah dan air, serta meningkatkan kualitas lingkungan hidup.

Arahan rehabilitasi lahan ini memuat arahan umum tentang :

1. Penggunaan/pemanfaatan lahan sesuai kemampuannya.


2. Metode atau teknik yang digunakan untuk setiap kawasan penggunaan lahan.
3. Urutan prioritas penanganan DAS atau Sub DAS sesuai dengan tingkat
kekritisannya.
Sesuai dengan namanya ‘arahan umum’, maka arahan ini masih bersifat
umum dan merupakan hasil analisis atau perumusan yang didasarkan sebagian
besar, pada faktor-faktor biofisik. Faktor-faktor sosial ekonomi-budaya belum
banyak dijadikan masukan atau pertimbangan dalam perencanaan rehabilitasi
dan konservasi ini. Arahan pengaturan lahan lebih ditekankan pada fungsi
masing-masing kawasan, yaitu kawasan lindung, kawasan penyangga dan
kawasan budidaya.

1.2 Tujuan

 Mengetahui Pola konservasi dan rehabilitasi tanah


 Mengetahui Arahan penggunaan lahan
 Memehami mengenai badan sungai dan bagaimana mengatasi
masalah-masalahnya
 Dapat menyebutkan peraturan dan kebijakan mengenai kawasan
sempadan sungai

2. Pola Rehabilitasi dan Konservasi Tanah


Usaha Konservasi Tanah
Konservasi tanah adalah usaha yang dilakukan untuk meningkatkan
produktivitas tanah. Pada umumnya konservasi tanah dimaksudkan untuk
(Hardjowigeno, 1995:163) :

a. Melindungi tanah dari curahan langsung air hujan.


b. Meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah.
c. Mengurangi limpasan permukaan.
d. Meningkatkan stabilitas agregat tanah.

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 2
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -5

Metode Vegetatif

Metode vegetatif memanfaatkan bagian-bagian dari tanaman untuk


menahan air hujan agar tidak langsung mengenai tanah misalnya daun, batang
dan ranting. Selain itu akar tanaman juga berfungsi untuk memperbesar
kapasitas infiltrasi tanah. Metode vegetatif dalam pelaksanaannya meliputi
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1. Reboisasi dan penghijauan


Reboisasi adalah penghutanan kembali tanah-tanah hutan milik negara yang
gundul dengan tanaman–tanaman keras, misalnya pohon pinus, jati,
mahoni. Sedangkan penghijauan adalah penanaman kembali tanah-tanah
selain tanah hutan negara antara lain tanah rakyat dan tanah desa.
Tanaman-tanaman yang digunakan antara lain cengkeh, jambu, durian,
nangka.

2. Penanaman secara kontur


Penanaman secara kontur adalah penanaman tanaman yang searah garis
kontur atau tegak lurus lereng. Semua tindakan pengolahan tanah juga
harus searah kontur. Metode ini sangat cocok untuk tanah yang memiliki
lereng dengan kemiringan 3 – 8%.

3. Penanaman tanaman dalam Larikan (Strip Cropping System)


Metode ini menggunakan beberapa tanaman yang ditanam dalam strip yang
berselang-seling dan searah garis kontur. Cara yang efektif adalah dengan
membuat larikan-larikan secukupnya. Larikan pertama ditanami tanaman
penutup tanah, misalnya rumput-rumputan, sedangkan larikan kedua
ditanami palawija, begitu seterusnya. Hal ini dimaksudkan untuk
memperlambat lajunya aliran permukaan. Biasanya terdiri dari tanaman
pangan atau tanaman semusim, dan digunakan untuk lereng dengan
kemiringan antara 6 – 15% dengan lebar strip 20 – 50 m.

4. Pergiliran tanaman (Crop Rotation)


Pergiliran tanaman adalah suatu sistem bercocok tanam pada sebidang
tanah, terdiri dari beberapa macam tanaman yang ditanam secara berturut-
turut pada waktu tertentu kemudian setelah masa panennya kembali lagi
pada tanaman semula. Hal ini bertujuan untuk mencegah erosi,
meningkatkan produksi pertanian, memberantas tumbuhan pengganggu,
serta memperbaiki sifat-sifat fisik tanah dan kesuburan tanah.

5. Tumpang Gilir (Relay Cropping)


Tumpang gilir adalah sistem bercocok tanam dengan menggunakan dua atau
lebih jenis tanaman di sebidang tanah, dimana tanaman kedua, ditanam
setelah tanaman pertama berbunga. Selain untuk mencegah erosi, tumpang
gilir juga bermanfaat untuk mempertinggi intensitas penggunaan tanah.

6. Tanaman Lorong (Alley Cropping)


Tanaman lorong adalah sistem bercocok tanam dengan menggunakan dua
atau lebih jenis tanaman dalam satu bidang tanah, dimana, salah satu jenis
tanaman yang ditanam adalah tanaman legume non pangan.

7. Pemulsaan.

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 3
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -5

Pemulsaan adalah menutupi permukaan tanah dengan sisa-sisa tanaman.


Pemulsaan berfungsi untuk melindungi tanah permukaan dari daya pukul
butir-butir hujan dari daya kikis aliran permukaan.
Metode Mekanik

Usaha konservasi dengan mekanik bertujuan untuk memperkecil laju


limpasan permukaan, sehingga daya rusaknya berkurang untuk menampung
limpasan permukaan kemudian mengalirkannya melalui bangunan atau saluran
yang telah dipersiapkan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan (Utomo,
1994:85):

1. Pembuatan Saluran Pemisah. Saluran ini berfungsi agar limpasan permukaan


dari lahan atas tidak masuk ke lahan, kemudian limpasan tersebut dialirkan
melalui jalan air (Utomo,1989:85).
2. Saluran Pembuang Air (SPA). Saluran pembuang air adalah saluran
pembuang untuk menampung dan mengalirkan limpasan permukaan.
Saluran ini dibangun searah lereng. Agar dasar saluran tidak terkikis, maka
dasar saluran dilengkapi dengan pasangan batu-batuan atau dengan
vegetatif linning (Utomo, 1989: 89).
3. Pembuatan Teras. Pembuatan teras dimaksudkan untuk mengurangi panjang
dan kemiringan lereng, sehingga dapat memperkecil limpasan permukaan.
Berdasarkan bentuk dan fungsinya ada beberapa macam teras, yaitu (Utomo,
1989: 86):
(1) Teras Saluran (channel terrace).
Teras saluran dibangun untuk mengumpulkan air aliran permukaan pada
saluran yang telah dipersiapkan, kemudian dialirkan ke jalan air. Teras
ini dibuat searah lereng dengan membuat tanggul dengan saluran
diatasnya. Tanah untuk tanggul diambil dari sisi atas atau dari kedua sisi
tanggul. Ada tiga macam teras saluran :
(a) Teras Datar . Teras datar digunakan untuk tanah dengan kemiringan
kurang dari 3% dan untuk tanah dengan permeabilitas tinggi dan
jenis tanah yang kering.
(b) Teras Kredit. Teras ini digunakan untuk tanah dengan kemiringan 3-
10 % dengan jarak antar guludan bervariasi 5-12 m.
(c) Teras Gulud. Teras gulud digunakan untuk tanah dengan kemiringan
10-40%.
(2) Teras Bangku atau Tangga (Bench Terrace)
Teras bangku dimaksudkan untuk mengurangi panjang lereng, dengan
jalan memotong lereng dan meratakan tanah di bawahnya, sehingga
terbentuk deretan bangku atau tangga. Teras bangku dibangun pada
tanah dengan kemiringan antara 20-30% dan mempunyai solum tanah
yang cukup dalam. Ada berbagai macam teras bangku yang dapat
ditemukan di lapangan:
(a) Teras Bangku Datar (Level Terrace)
(b) Teras Bangku Miring (Slope Terrace)
(c) Teras Bangku Berlawanan Lereng atau Teras Tajam (Steep Terrace)
(d) Teras Pengairan (Irrigation Terrace). Dibangun dengan cara
membuat tanggul di ujung teras agar air dapat tersimpan di teras
tersebut.

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 4
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -5

Metode Kimia

Cara kimia yang digunakan adalah dengan polimer pemantap tanah untuk
memperbaiki struktur tanah sehingga tanah tahan terhadap erosi, antara lain
larutan PVA (Poly Vind Alkohol), PAM (Polacryamide). Beberapa cara pemakaian
bahan-bahan pemantap tanah adalah:
1. Pemakaian di permukaan tanah.
Larutan bahan pemantap tanah disemprot langsung ke atas permukaan
tanah dengan alat sprayer.
2. Pemakaian secara dicampur. Emulsi zat kimia disemprotkan ke dalam tanah,
kemudian tanah tersebut dicampur dengan bahan kimia sampai merata,
biasanya sampai kedalaman 0 – 25 cm.
Pemakaian lubang. Disemprotkan secara lokal di tanah–tanah atau di
lubang–lubang tanaman saja.

3. Arahan Penggunaan Lahan


Arahan penggunaan lahan ditetapkan berdasarkan kriteria dan tata cara
penetapan hutan lindung dan hutan produksi yang mana berkaitan dengan
karakteristik fisik DAS yaitu kemiringan lereng, jenis tanah dan kepekaannya
terhadap erosi, dan curah hujan harian rata-rata. Kemiringan lereng dapat
ditentukan dengan melihat garis-garis kontur pada peta topogrfi. Hasil
interpretasi kemiringan ini kemudian dipetakan (peta kemiringan lereng). Jenis
tanah diperoleh dari interpretasi peta tanah ditinjau dari DAS atau Sub DAS
yang menjadi kajian. Besarnya curah hujan ditentukan dari data hujan dari
stasiun penakar hujan yang terdekat.

Untuk karakteristik DAS yang terdiri dari dari kemiringan, jenis tanah dan
curah hujan harian rata-rata pada setiap satuan lahan perlu diklasifikasi dan
diberi bobot (skor) sebagai berikut:

 Kemiringan Lereng Nilai


Kelas 1 : 0 – 8% (datar) Skor

Kelas 2 : 8 – 15% (landai) 20

Kelas 3 : 15 – 25% (agak curam) 40

Kelas 4 : 25 – 45% (curam ) 60

Kelas 5 : > 45% (sangat curam) 80

100

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 5
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -5

 Tanah menurut kepekaannya terhadap erosi Nilai


Kelas 1: Aluvial, Planosol, Hidromorf kelabu, Laterik Skor

(tidak peka)

Kelas 2: Latosol (agak peka) 15

Kelas 3: Tanah hutan coklat, tanah medeteran 30


(kepekaan sedang)
45
Kelas 4 : Andosol, Laterik, Grumosol, Podsol, Podsoil,
Podsolic (peka)

Kelas 5 : Regosol, Litosol, Organosol, Renzira (sangat 60


peka)
75

 Intensitas hujan harian rata-rata : Nilai


Kelas 1 : < 13.6 mm/hari (sangat rendah) Skor

Kelas 2 : 13.6 – 20.7 mm/hari (rendah) 10

Kelas 3 : 20.7 – 27.7 mm/hari (sedang) 20

Kelas 4 : 27.7 – 34.8 mm/hari (tinggi) 30

Kelas 5 : > 34.8 mm/hari (sangat tinggi) 40

50

Penetapan penggunaan lahan setiap satuan lahan kedalam suatu kawasan


fungsional dilakukan dengan menjumlahkan nilai skor ketiga faktor di atas
dengan mempertimbangkan keadaan setempat. Berikut ini adalah kriteria
yang digunakan oleh BRLKT (Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah,
Departemen Kehutanan) untuk menentukan status kawasan berdasarkan
fungsinya :

 Kawasan lindung
Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga faktor fisiknya > 175 dan
memenuhi salah satu atau beberapa syarat di bawah ini:

a. Mempunyai kemiringan lereng > 45%.


b. Tanah dengan klasifikasi sangat peka terhadap erosi
dan mempunyai kemiringan lereng >15%.
c. Merupakan jalur pengaman aliran sungai, sekurang-
kurangnya 100 m di kiri-kanan alur sungai
d. Merupakan pelindung mata air, yaitu 200 m dari pusat
mata air.
e. Berada pada ketinggian > 2000 m dpl.
f. Guna kepentingan khusus dan ditetapkan oleh Pemerintah.
 Kawasan Penyangga
Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga faktor fisik antara 125 – 174 serta
memenuhi kriteria umum sebagai berikut:

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 6
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -5

a. Keadaan fisik areal memungkinkan untuk dilakukan budidaya pertanian


secara ekonomis.
b. Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan
penyangga.
c. Tidak merugikan dari segi ekologi/lingkungan hidup.
 Kawasan budidaya tanaman tahunan
Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga faktor fisik < 124 serta serta
sesuai untuk dikembangkan usaha tani tanaman tahunan (tanaman
perkebunan, tanaman industri). Selain itu areal tersebut harus memenuhi
kriteria umum untuk kawasan penyangga.

 Kawasan budidaya tanaman semusim


Satuan lahan dengan kriteria seperti dalam penetapan kawasan budidaya
tanaman tahunan serta terletak di tanah milik, tanah adat, dan tanah
negara yang seharusnya dikembangkan tanaman semusim.

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 7
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -5

Ga
mb
ar

Gambar 1. Conoth Peta Kelas Kemampuan Lahan

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 8
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -5

Di dalam perencanaan kawasan DAS atau tata ruang wilayah selama ini
utilitas yang banyak digunakan adalah utilitas non SDA seperti jalan, bangunan,
kawasan industri, kawasan perdagangan dan sebagainya. Oleh karena itu,
utilitas SDA haruslah menjadi perhatian utama di dalam perencanaan tata ruang
wilayah disebabkan Indonesia adalah negara air.
Beberapa utilitas SDA yang dapat digunakan dalam perencanaan tata ruang
adalah ruang terbuka hijau (hutan kota), waduk (di dalam dan luar perkotaan),
saluran drainasi dan sebagainya.

Ruang Terbuka Hijau (Hutan Kota)

Penghijauan perkotaan adalah menanam tumbuh-tumbuhan sebanyak-


banyaknya di halaman rumah atau dilingkungan sekitar rumah maupun dipinggir
jalan, apakah itu berbentuk pohon, semak, perdu, rumput atau penutup tanah
lainnya, atau di setiap jengkal tanah yang kosong yang ada dalam kota dan
sekitarnya, sering disebut sebagai ruang terbuka hijau (RTH). RTH sangat
penting, mengingat tumbuh-tumbuhan mempunyai peranan sangat penting
dalam alam, yaitu dapat dikategorikan menjadi fungsi lansekap (sosial dan fisik),
fungsi lingkungan (ekologi) dan fungsi estetika (keindahan).

Fungsi utama RTH dapat dibagi menjadi:

1. Pertanian perkotaan, fungsi utamanya adalah untuk mendapatkan hasil untuk


konsumsi, seperti hortikultura.

2. Taman kota, mempunyai fungsi utama untuk keindahan dan interaksi sosial.

3. Hutan kota, mempunyai fungsi utama untuk peningkatan kualitas lingkungan.

Hutan Kota dapat memberikan kota yang nyaman sehat dan indah
(estetis).Kita sangat membutuhkan hutan kota, untuk perlindungan dari
berbagai masalah lingkungan perkotaan. Hutan kota mempunyai banyak fungsi.
Hal ini tidak terlepas dari peranan tumbuh-tumbuhan di alam. Tumbuh-
tumbuhan sebagai produsen pertama dalam ekosistem, mempunyai berbagai
macam kegiatan metabolisme untuk ia hidup, tumbuh dan berkembang.
Kegiatan metabolisme tumbuh-tumbuhan memberikan keuntungan dalam
kehidupan. Tidak ada satu makhlukpun yang dapat hidup tanpa tumbuh-
tumbuhan. Oleh karena itu penebangan pohon merupakan kegiatan yang sangat
merugikan bagi kehidupan makhluk hidup, karena menanam pohon
membutuhkan waktu untuk tumbuh dan berkembang yang sangat lama, bahkan
puluhan atau ratusan tahun.

Bentuk dan Struktur Hutan Kota


Hutan kota meupakan suatu ekosistem dan tidak sama dengan pengertian
hutan selama ini. Hutan kota adalah komunitas tumbuh-tumbuhan berupa pohon
dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur,
menyebar atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur meniru (menyerupai)
hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa.

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 9
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -5

Banyak kendala dalam membangun hutan kota. Kendala tersebut antara


lain berkisar kepada persediaan lahan untuk hutan kota, lahan semakin hari
semakin sedikit untuk hutan kota dan harga lahan di kota semakin hari semakin
mahal. Selain itu, peresepsi dari para perancang dan pelaksana pembangunan,
maupun dari lapisan masyarakat lainnya terhadap hutan kota belum sama dan
belum terbangun. Melihat fungsinya, maka membangun dan mengembangkan
hutan kota merupakan suatu keharusan. Dari hasil penelitian yang pernah
dilakukan menunjukkan, bahwa membangun dan mengembangkan bentuk
hutan kota serta membangun dan mengembangkan struktur hutan kota kendala
lahan dapat di modifikasi. Disamping secara bertahap harus selalu berusaha
membangun dan mengembangkan persepsi tentang hutan kota. Bentuk
tergantung kepada bentuk lahan yang tersedia untuk hutan kota.

Bentuk hutan kota dapat dibagi menjadi:

a. Berbentuk bergerombol atau menumpuk, komunitas tumbuh-tumbuhannya


terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah tumbuh-tumbuhan minimal
100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan.

b. Berbentuk menyebar yaitu hutan kota yang tidak mempunyai pola tertentu,
dengan komunitas tumbuh-tumbuhannya tumbuh menyebar terpencar-pencar
dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil.

c. Berbentuk jalur yaitu komunitas tumbuh-tumbuhannya tumbuh pada lahan


yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai,
jalan, pantai, saluran dan lainnya.

Struktur hutan kota adalah komposisi dari tumbuh-tumbuhan, jumlah dan


keanekaragaman dari komunitas tumbuh-tumbuhan yang menyusun hutan kota,
dapat dibagi menjadi:

a. berstrata dua yaitu komunitas tumbuh-tumbuhan hutan kota hanya terdiri


dari pepohonan dan rumput atau penutup tanah lainnya.

b. berstrata banyak yaitu komunitas tumbuh-tumbuhan hutan kota selain terdiri


dari pepohonan dan rumput juga terdapat semak, ternak, liana, epifit,
ditumbuhi banyak anakan dan penutup tanah, jarak tanam rapat tidak
beraturan, dengan strata dan komposisi mengarah meniru komunitas
tumbuh-tumbuhan hutan alam.
Fungsi Hutan Kota
Fungsi hutan kota sangat tergantung kepada bentuk dan struktur hutan
kota serta tujuan perancangannya. Secara garis besar fungsi hutan kota yang
sangat banyak itu dapat dikelompokkan menjadi:
1. Fungsi lansekap. Fungsi lansekap meliputi fungsi fisik dan fungsi sosial.

a. Fungsi fisik, berfungsi antara lain untuk perlindungan terhadap angin, sinar
matahari, pemandangan yang kurang bagus dan terhadap bau, sebagai
pemersatu, penegas, pengenal, pelembut, dan pembingkai.

b. Fungsi sosial. Penataan tumbuh-tumbuhan dalam hutan kota dengan baik


akan memberikan tempat interaksi sosial yang sangat menyenangkan.
Hutan kota dengan aneka ragam tumbuh-tumbuhan mengandung nilai-nilai
Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 10
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -5

ilmiah, sehingga hutan kota dapat menjadi laboratorium hidup untuk sarana
pendidikan dan penelitian. Fungsi kesehatan, misalnya untuk terapi mata
dan mental serta fungsi rekreasi, olah raga, dan tempat interaksi sosial
lainnya. Fungsi sosial politik ekonomi misalnya untuk persahabatan antar
negara. Hutan kota dapat memberikan hasil tambahan secara ekonomi
untuk kesejahteraan penduduk seperti buah-buahan, kayu, obat-obatan
sebagai warung hidup dan apotik hidup.

2. Fungsi Pelestarian Lingkungan (ekologi).


Fungsi lingkungan ini antara lain adalah:

a. Menyegarkan udara atau sebagai "paru-paru kota". Fungsi menyegarkan


udara dengan mengambil CO2 dalam proses fotosintesis dan menghasilkan
O2 yang sangat diperlukan bagi makhluk hidup untuk bernafas.

b. Menurunkan suhu kota dan meningkatkan kelembaban. Suhu disekitar


tanaman menjadi lebih sejuk. Uap air di atmosfir bertindak sebagai
pengatur panas (suhu udara), karena sifatnya dapat menyerap energi
radiasi matahari gelombang pendek maupun gelombang panjang. Hutan
kota mempunyai pengaruh besar pada daerah-daerah yang suhunya tinggi,
dan sangat bermanfaat khususnya untuk daerah tropis.

c. Sebagai ruang hidup satwa. Tumbuh-tumbuhan selain sebagai produsen


pertama dalam ekosistem juga dapat menciptakan ruang hidup (habitat)
bagi makhluk hidup lainnya, seperti burung, kupu-kupu, serangga. Burung
sebagai komponen ekosistem mempunyai peranan penting, diantaranya
untuk mengontrol populasi serangga, membantu penyerbukan bunga dan
pemencaran biji.

d. Penyangga dan perlindungan permukaan tanah dari erosi.

Hutan kota dapat menyangga dan melindungi permukaan tanah dari air
hujan dan angin (mencegah erosi), serta dapat membantu menyediakan
airtanah.

e. Pengendalian dan mengurangi polusi udara dan limbah.

Debu atau partikulat terdiri dari beberapa komponen zat pencemar. Dalam
sebutir debu terdapat unsur-unsur seperti garam sulfat, sulfuroksida, timah
hitam, asbestos, oksida besi, silika, jelaga dan unsur kimia lainnya.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan, bahwa tumbuh-tumbuhan dapat
menyerap berbagai jenis polutan (pencemar), seperti pohon johar, asam
landi, angsana dan mahoni dapat mengakumulasi Pb (timah hitam) yaitu
hasil pencemaran oleh kendaraan bermotor, pada daun dan kulit batang.

f. Peredaman Kebisingan.

Kebisingan adalah suara yang berlebihan, tidak diinginkan dan sering


disebut "polusi tak terlihat" yang menyebabkan efek fisik dan psikologis.
Efek fisik berhubungan dengan transmisi gelombang suara melalui udara,
efek psikologis berhubungan dengan respon manusia terhadap suara.

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 11
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -5

g. Tempat pelestarian plasma nutfah dan bioindikator, yaitu sebagai tempat


pelestarian plasma nutfah dan bioindikator dari timbulnya masalah
lingkungan. Plasma nutfah sangat diperlukan dan mempunyai nilai yang
sangat tinggi untuk kehidupan.

h. Menyuburkan tanah.

Sisa-sisa tumbuhan akan dibusukkan oleh mikroorganisme dan akhirnya


terurai menjadi humus atau materi yang merupakan sumber hara mineral
bagi tumbuhan.

Waduk
Waduk merupakan suatu bangunan air yang berfungsi untuk menampung
air hujan. Waduk mempunyai sepadan kata yang cukup banyak. Waduk atau
reservoar atau disebut juga situ, urung-urung (bahasa jawa), tampungan
sementara (retardasi basin), polder, boezem (bahasa belanda), tandon air dan
embung. Dikawasan DAS yang berada diluar perkotaan waduk menempel pada
bangunan kontruksi bendungan. Waduk ini mempunyai dua fungsi yaitu, waduk
eka guna misalnya waduk yang khusus digunakan untuk irigasi atau pembangkit
listrik atau pengendalian banjir, dan waduk serba guna (multi purpose) yang
merupakan gabungan eka guna, menyeluruh dalam satu waduk (Sudjarwadi,
1989). Di perkotaan waduk lebih banyak difungsikan sebagai penampung air
banjir sementara yang kemudian dialirkan ke saluran drainasi.

Di negara Indonesia, khususnya diperkotaan, waduk atau situ atau boezem


sangat diperlukan sekali sebagai utilitas SDA. Pada zaman penjajahan Belanda,
waduk kota atau situ atau boezem di seluruh perkotaan di Indonesia pasti
direncanakan dan keberadaannya selalu dipelihara dan dirawat dengan baik.
Mengingat fungsinya yang sangat penting dalam penanggulangan banjir atau
genangan dan sebagai benteng untuk mengamankan kota dari serbuan air
hujan. Namun pada masa sekarang keberadaan waduk kota sangat
memprihatinkan, bahkan sudah banyak yang beralih fungsi menjadi pertokoan,
kantor bahkan tempat tinggal.

4. Badan Sungai
Badan sungai adalah bagian-bagian sungai yang meliputi alur sungai,
bantaran sungai dan tanggul sungai jika ada. Secara rinci, badan sungai
merupakan daerah penguasaan sungai seperti gambar berikut.

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 12
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -5

Tepi sungai

Sempadan Sempadan
sungai sungai

Daerah penguasaan sungai

Gambar 2. Daerah Penguasaan Sungai

Hal-hal yang termasuk dalam perencanaan badan sungai adalah:


1. Perencanaan Bangunan Sungai
Perencanaan bangunan-bangunan sungai dilakukan dengan tujuan
mengelola debit yang mengalir di sungai. Bangunan-bangunan sungai
tersebut memiliki berbagai macam fungsi. Dimana letak badan sungai
terhadap Daerah Aliran Sungai berpengaruh terhadap fungsi dari bangunan-
bangunan tersebut.
Bangunan-bangunan yang ada di badan sungai direncanakan sesuai dengan
fungsi dan syarat-syarat teknis bangunan sungai tersebut. Bangunan-
bangunan sungai sangat beragam jenis dan fungsinya: bendungan dengan
waduknya berfungsi sebagai penampung air dari DAS maupun debit sungai
dengan syarat jumlah air yang akan dimanfaatkan kurang (debit air kecil) dan
ketinggian air rendah, sehingga dibutuhkan tampungan (waduk). Bangunan
bendung dibangun jika debit airnya cukup, tetapi ketinggian airnya kurang.
Bangunan intake dibangun jika debit air cukup dan ketinggian air juga cukup.
Bangunan penangkap sedimen, bisa berupa bangunan sabodam, chekdam,
konsolidasidam, kantong pasir (lumpur), hollowdam dan bangunan
sejenisnya. Bangunan penyeimbang atau pengatur badan sungai, diantaranya
adalah perkuatan lereng dan tebing sungai menggunakan rumput, bronjong,
pasangan batu serta pasangan blok beton.
Pada daerah hulu biasanya berupa waduk dengan fungsi pengendalian
banjir dan penyimpanan air serta guna membangkitkan tenaga listrik. Bagian
tengah berupa bendung. Bendung yang dibangun pada bagian tengah ini
berfungsi untuk menyalurkan air bagi berbagai keperluan, diantaranya
kebutuhan air domestik, kebutuhan industri, pertanian dan sebagainya.
Sementara pada bagian hilir dapat berupa bendung, tetapi fungsinya lebih
kepada pencegahan intrusi air laut.

2. Perencanaan Alur Sungai

Perencanaan alur sungai bertujuan untuk menjaga agar alur sungai tetap
dapat mengalirkan air dengan lancar. Selain itu juga bertujuan menjaga

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 13
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -5

bentuk alur sungai agar tidak berubah. Dengan demikian potensi kerusakan
dapat diminimalisir.
Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam perencanaan alur sungai
adalah:

1. Perencanaan tanggul
Beberapa jenis tanggul sesuai fungsi dan dimensi tempat serta bahan yang
dipakai adalah:
Tanggul utama, bangunan tanggul sepanjang kanan-kiri sungai guna
menampung debit banjir rencana.
Tanggul sekunder, tanggul yang dibangun sejajar tanggul utama baik di
atas bantaran di depan tanggul utama maupun di sebelah belakang tanggul
utama yang berfungsi untuk pertahanan kedua.
Tanggul terbuka, tanggul yang dibangun secara terputus-putus pada sungai
yang arusnya deras yang berfungsi memperpendek waktu terjadinya
puncak banjir yang tinggi, karena banjir dapat mengalir melalui celah-celah
antar tanggul tersebut.
Tanggul pemisah, tanggul yang dibangun diantara dua buah sungai yang
berdekatan, agar arus sungai pada muara kedua sungai tersebut tidak
saling menggangu.
Tanggul sirip (tanggul melintang), tanggul yang ditempatkan lebih kurang
tegak lurus terhadap tanggul utama dan melintang arah alur sungai.
Tanggul ini biasanya dibangun pada sungai-sungai yang besar dengan
bantaran yang lebar, dimana tanah pada bantaran ini biasanya digunakan
untuk pertanian. Selain berfungsi untuk melindungi areal pertanian
tersebut, tanggul ini juga dapat berfungsi sebagai penghambat kecepatan
arus sungai.
Tanggul pengarah, tanggul semacam ini berfungsi sebagai pengarah arus di
muara-muara sungai untuk menjaga agar muara sungai tidak mudah
berpindah-pindah dan sebagai pemandu arus sungai.
Tanggul penyadap banjir, berfungsi sebagai penyadap sebagian aliran
banjir, pada saat muka air banjir di dalam sungai telah melampaui tinggi
yang diperkirakan.

2. Pengaturan alur sungai


Selain pembuatan tanggul, pengaturan alur sungai dapat dilakukan dengan
pembuatan krib. Krib adalah bangunan yang dibuat mulai dari tebing
sungai kearah tengah guna mengatur arus air sungai.
3. Pembuatan saluran banjir dan atau sudetan
Saluran banjir adalah saluran baru yang dibuat untuk mengalirkan air
secara terpisah dari sungai utamanya. Saluran banjir dapat mengalirkan
sebagian atau bahkan seluruh debit banjir.
Sementara sudetan merupaka alur sungai buatan yang biasanya dibuat
pada sungai-sungai dengan kelokan banyak (meander) sehingga alur
tersebut mendekati garis lurus.

4. Penanganan pertemuan sungai dan titik pemisah


Ada dua hal yang dapat dilakukan dalam menangani permasalahn pada
pertemuan dua buah sungai, yaitu :
1) Pada pertemuan dua buah sungai yang berlainan, maka pada kedua
sungai tersebut diadakan perbaikan sedemikian, agar hampir sama.

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 14
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -5

Adapun perbaikannya adalah dengan pembuatan tanggul pemisah


diantara kedua sungai tersebut dan pertemuannya agak digeser ke hilir.
Apabila sebuah anak sungai yang kemiringannya curam bertemu dengan
sungai utamanya, maka dekat pertemuannya dapat dibuatkan ambang
bertangga.
2) Pada lokasi pertemuan dua buah sungai diusahakan supaya formasi
pertemuannya membentuk garis singgung.

5. Perbaikan muara sungai


Pada muara sungai, perbaikan atau pengaturan dapat dilakukan dengan
pembuatan tanggul. Dimana tinggi tanggul ditetapkan berdasarkan elevasi
muka air rencana ditambah dengan tinggi jagaan.

3. Perencanaan Kualitas Air

Dalam perencanaan kualitas air, kegiatan yang dilakukan adalah


pengawasan terhadap unsur-unsur kimia yang terkandung dalam air. Dalam
menentukan kualitas air, dilakukan penilaian terhadap beberapa parameter
kualitas air, baik secara fisika, kimia, maupun biologi. Penilaian ini pada
dasarnya dilakukan dengan membandingkan nilai parameter kualitas air dari
hasil pengukuran di lapangan dengan baku mutu perairan sesuai
peruntukannya yang berlaku di Indonesia.
Beberapa parameter dalam menilai kualitas air:

Suhu
Suhu air mempunyai peranan dalam mengatur kehidupan biota perairan,
terutama dalam proses metabolisme. Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya
peningkatan konsumsi oksigen, namun di lain pihak juga mengakibatkan
turunnya kelarutan oksigen dalam air.

Total Padatan Tersuspensi, Kecerahan, dan Kekeruhan

Padatan tersuspensi terdiri dari komponen terendapkan, bahan melayang dan


komponen tersuspensi koloid. Padatan tersuspensi mengandung bahan
anorganik dan bahan organik. Bahan anorganik antara lain berupa liat dan
butiran pasir, sedangkan bahan organik berupa sisa-sisa tumbuhan dan
padatan biologi lainnya seperti sel alga, bakteri dan sebagainya (Peavy et al.,
1986).
Total Padatan Terlarut

Baku mutu kualitas air kelas 1 berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 untuk total
padatan terlarut maksimum 1000 mg/l.
Warna Perairan

Berdasarkan WHO (1992), mensyaratkan nilai warna untuk air minum


maksimal 15 unit PtCo.
Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman atau pH merupakan nilai yang menunjukkan aktivitas ion


hidrogen dalam air.
Karbondioksida (CO2) Bebas

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 15
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -5

Kadar karbondioksida bebas di perairan berkaitan erat dengan bahan organik


dan kadar oksigen terlarut (Sastrawijaya, 1991). Peningkatan kadar CO2
diikuti oleh penurunan kadar oksigen terlarut.
Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen merupakan salah satu gas terlarut di perairan alami dengan kadar
bervariasi yang dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan
atmosfir. Selain diperlukan untuk kelangsungan hidup organisme di perairan,
oksigen juga diperlukan dalam proses dekomposisi senyawa-senyawa organik
menjadi senyawa anorganik.
Biochemical Oxygen Demand (BOD)

BOD merupakan parameter yang dapat digunakan untuk menggambarkan


keberadaan bahan organik di perairan. Hal ini disebabkan BOD dapat
menggambarkan jumlah bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis,
yaitu jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk
memecahkan atau mengoksidasi bahan-bahan organik menjadi
karbondioksida dan air.

Chemical Oxygen Demand (BOD)

Nilai COD menggambarkan total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi


bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi
(biodegradable) maupun yang sukar didegradasi (non biodegradable) menjadi
CO2 dan H2O.

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 16
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -5

Bagian Hulu

Bagian Tengah

Bagian Hilir

Gambar 3. Perencanaan Bangunan-bangunan Sungai

n Sungai di Kali Brantas

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 17
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
4. Contoh Penerapan Perencanaan Ban
Pengelolaan DAS – Modul -5

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 18
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -5

Gambar 5. Contoh Perencanaan Alur Sungai Sebelum Dibangun Tanggul


(atas) dan Setelah Dibangun Tanggul (bawah)

5. Kawasan Sempadan Sungai


Sempadan sungai adalah garis batas kawasan sepanjang kiri dan kanan
sungai, termasuk sungai buatan atau kanal atau saluran irigasi primer yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
Tujuan perencanaan kawasan sempadan sungai adalah agar bagian yang
seharusnya menjadi daerah sempadan sungai dapat berfungsi kembali
sebagaimana mestinya. Untuk itu, perencanaan dalam menetapkan lebar
sempadan sungai dilakukan mengacu pada peraturan-peraturan yang ada.

Peraturan Sempadan Sungai


Berikut dipaparkan kriteria penetapan lebar garis sempadan sungai berdasarkan
Peraturan Pemerintah No.63 Tahun 2003:
 Garis sempadan untuk sungai bertanggul di tetapkan sebagai berikut:
a. Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan, ditetapkan
sekurang-kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki
tanggul.

b. Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan,


ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang
kaki tanggul.

Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya, tanggul sebagaimana


dimaksud di atas dapat diperkuat, diperlebar, dan ditinggikan yang dapat
berakibat bergesernya letak garis sempadan sungai.

Kegiatan lahan yang berstatus milik Negara, maka lahan yang diperlukan
untuk tapak tanggul baru sebagai akibat dilaksanakannya ketentuan
sebagaimana dimaksud di atas harus dibebaskan.

 Garis sempadan untuk sungai tidak bertanggul di tetapkan sebagai berikut:


Untuk sungai yang terletak dikawasan perkotaan:

a. Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai


seluas 500 (lima ratus) Km2 atau lebih;
Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 19
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -5

b. Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai


seluas kurang dari 500 (lima ratus) Km2.

Penetapan garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan


perkotaan pada sungai besar dilakukan ruas per ruas dengan
mempertimbangkan luas daerah pengaliran sungai pada ruas yang
bersangkutan.

Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan pada


sungai besar ditetapkan sekurang-kurangnya 100 m, sedangkan pada sungai
kecil sekurang-kurangnya 50 m dihitung dari tepi sungai pada waktu
ditetapkan.

Untuk sungai yang terletak di dalam kawasan perkotaan:

a. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 meter, garis


sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 meter dihitung dari tepi
sungai pada waktu ditetapkan.

b. Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 meter sampai dengan 20


meter, garis sempadan ditetapkan sekurang kurangnya 15 meter dihitung
dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

c. Sungai yang mempunyai kedalaman maksimum lebih dari 20 meter, garis


sempadan sungai sekurang-kurangnya 30 meter dihitung dari tepi sungai
pada waktu ditetapkan.

Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan


adalah tepi bahu jalan yang bersangkutan, dengan ketentuan konstruksi dan
penggunaan jalan harus menjamin bagi kelestarian dan keamanan sungai sertai
bangunan sungai.

Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud tidak terpenuhi, maka segala


perbaikan atas kerusakan yang timbul pada sungai dan bangunan sungai
menjadi tanggung jawab pengelola jalan.

Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, garis sempadan
ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter dari tepi sungai, dan
berfungsi sebagai jalur hijau.

Erosi

Untuk kawasan sempadan terdapat pula salah satu faktor indikator


penting dalam penentuan layak atau tidaknya kondisi kawasan sempadan
tersebut, yaitu erosi.

Pada dasarnya erosi merupakan proses perataan kulit bumi. Secara


sederhana seharusnya Erosi yang diperbolehkan (Edp) tidak boleh melebihi
proses pembentukan tanah. Dengan adanya aktivitas manusia, Bennet (1939)
memperkirakan bahwa untuk membentuk lapisan tanah sedalam 25 mm
diperlukan waktu lebih kurang 300 tahun. Dengan dasar perhitungan ini maka
batas laju erosi dapat diterima adalah 12,5 ton/ha/tahun. Di Amerika Edp 10
ton/ha/tahun untuk tanah sawah dan 12,5 ton/ha/tahun untuk tanah tegalan.

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 20
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -5

Dengan kecepatan kehilangan tanah lebih kecil dari laju pembentukan


tanah, maka diharapkan produktivitas tanah tidak menurun. Sehubungan
dengan ini Mc Comack,dkk (1979) memberi batasan erosi yang diperbolehkan
(Mc Cormack menggunakan istilah Soil Loss Tolerance) adalah kecepatan
maksimum kehilangan tanah pertahun yang diperbolehkan agar produktivitas
tanah dapat mencapai tingkat optimum dalam waktu yang lama. Weishmeier
dan Smith (1978) mengemukakan bahwa dalam penentuan nilai Edp harus
mempertimbangkan:

(1) Ketebalan lapisan tanah atas.

(2) Sifat fisik tanah.

(3) Pencegahan terjadinya selokan (gully).

(4) Penurunan bahan organik.

(5) Kehilangan zat hara tanaman.

Dengan batasan tersebut, maka tanah yang mempunyai solum tebal, nilai Edp-
nya lebih tinggi daripada tanah yang solumnya tipis.

Di Indonesia, Hammer (1981) seorang ahli konservasi tanah dari Australia yang
bekerja di Pusat Penelitian Tanah Bogor, mengusulkan agar menghitung nilai
erosi yang diperbolehkan berdasarkan kedalaman ekuivalen tanah dan
kelestarian sumber daya tanah (umur) yang diharapkan, dengan persamaan:

Sebagai contoh soal:

Tanah jenis inceptisol dengan penggunaan lahan tegal yang memiliki kedalaman
3,39 meter, kelestarian tanahnya 400 tahun, maka nilai:

3390 mm
Edp =
400 th
Edp = 8 , 475 mm/th
mm
Edp = 8 , 475 x BI (g . cm−3 )
th Berat Isi tanah inceptisol = 1,1 g/cm3

cm
Edp = 0 , 8475 x 1 . 1 ( g. cm−3 )
th
Edp = 0,93225 g cm2
Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 21
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -5

10−6 ton x 10 4
Edp = 0 , 93225
10− 4 m2 x 104
10−2 ton
Edp = 0 , 93225 x /th
ha
ton
Edp = 93 , 225 x /th
ha
Hal ini berarti erosi yang diperbolehkan pada tanah inceptisol dengan
penggunaan lahan tegal adalah sebesar 93,225 ton/ha/th, namun jika mengacu
pada referensi di Amerika, maka erosi yang terjadi melebihi toleransi yang
diperbolehkan yaitu sebesar 12,50 ton/ha/th.

Pemanfaatan Daerah Sempadan


Pemanfaatan lahan di daerah sempadan dapat dilakukan oleh masyarakat
untuk kegiatan-kegiatan tertentu sebagai berikut:
a. Untuk budidaya pertanian, dengan jenis tanaman yang diizinkan;
b. Untuk kegiatan niaga, penggalian, dan penimbunan;
c. Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan ,
serta rambu-rambu pekerjaan;
d. Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon dan pipa air
minum;
e. Untuk pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan baik
umum maupun kereta api;
f. Untuk penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial dan
kemasyarakatan yang tidak menimbulkan dampak merugikan bagi
kelestarian dan keamanan fungsi serta fisik sungai;
g. Untuk pembangunan prasarana lalu lintas air dan bangunan pengambilan
dan pembuangan air.

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 22
| Email: mohammadbisri@yahoo.com
Pengelolaan DAS – Modul -5

Gambar 6. Ilustrasi Sempadan Sungai

Quick Think

- Mengapa perlu adanya konservasi tanah ?


- Apa hubungan konservasi tanah dengan pengelolaan DAS ?
- Bagaimana arahan penggunaan lahan ?
- Sebutkan peraturan penting mengenai pembangunan di daerah
sempadan sungai ?

Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. & Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. 23
| Email: mohammadbisri@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai