Anda di halaman 1dari 6

KONSEP PASAR MENURUT TOKOH MUSLIM

A. Abu Yusuf
Konsep pasar menurut Abu Yusuf memiliki pandangan bahwa tidak ada batasan
tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan, Prinsip tidak bisa diketahui
murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal, tidak disebabkan
kelangkaan makanan tetapi ada variabel lain yang menentukan pembentukan harga
Kadang-kadang makanan berlimpah tapi tetap mahal dan terkadang makanan sedikit
tetapi tetap murah. Abu yusuf juga menentang pemerintah/penguasa untuk ikut campur
menentukan harga, karena menurut Abu Yusuf pasar yang sehat adalah yang tidak ada
campur tangan pemerintah di dalamnya. Jadi, penentuan harga pada pasar terjadi secara
rela sama rela, tidak ada pihak yang merasa terpaksa untuk melakukan transaksi pada
tingkat harga tersebut.

Pada kurva permintaan di atas, apabila harga komoditi turun maka konsumen akan
menaikkan jumlah komoditi yang dibeli. Bila barang tersedia sedikit (Q1) maka harga
akan naik (P1) sehingga terjadi kombinasi titik A, sebaliknya bila barang tersedia
banyak (Q2) harga akan turun pada P2 sehingga terjadi kombinasi titik B. Abu Yusuf
menolak pemahaman seperti itu, karena persediaan barang yang sedikit tidak selalu
diikuti dengan kenaikan harga. Sebaliknya, persediaan barang yang banyak belum tentu
membuat harga jadi murah.

Selain itu, Abu Yusuf dalam kitab Al-Kharaj menyatakan mahal atau murahnya suatu
komoditas tidak dapat ditentukan secara pasti, dimana murah bukan karena barangnya
sedang banyak dan mahal bukan karena terjadi kelangkaan. Hal ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
Menurut Abu Yusuf, bisa saja harga-harga tetap mahal (P3) ketika persediaan barang
melimpah (Q3), sementara harga akan murah walaupun persediaan barang berkurang
(Q4). Dari pernyataan tersebut, Abu Yusuf membantah pernyataan mengenai hubungan
terbalik antara persedian barang (supply) dan harga karena pada kenyataannya harga
tidak bergantung pada permintaan saja, tetapi juga bergantung pada kekuatan
penawaran. Maka, kenaikkan atau penurunan harga tidak selalu berhubungan dengan
kenaikkan atau penurunan dari permintaan. Titik C menggambarkan persediaan barang
ketika melimpah (Q3) dan harganya tinggi (P3). Pada titik D terjadi sebaliknya dimana
keadaan persediaan barang relatif sedikit (Q4) sementara harganya rendah (P4). Dari
penjelasan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa hukum penawaran mengatakan bila
harga komoditi naik maka akan direspon oleh penambahan jumlah komoditi yang
ditawarkan. Dan sebaliknya.

Abu Yusuf menekankan bahwa kenaikkan atau penurunan harga tidak selalu
berhubungan dengan penurunan dan kenaikkan produksi, bisa jadi karena adanya
kekeliruan pada distribusi yang disengaja untuk mengacaukan daya beli masyarakat
pada kondisi pasar normal dan terbuka.

B. Ibn Taimiyah
Pasar bekerja sama dengan berbagai elemen masyarakat agar memujudkan
kesejahteraan untuk kehidupan di dunia maupun akhirat.

Menurut Ibn Taimiyah, yang berkaitan dengan harga, beliau menggunakan dua istilah,
yakni kompensasi yang setara (‘iwadh al-mitsl) dan harga yang setara (tsaman al-mitsl).
Perbedaan antara kompensasi yang setara dengan harga yang adil bahwa kompensasi
yang setara yaitu sebuah fenomena yang dapat bertahan lama akibat terbentuknya
kebiasaan. Sedangkan harga yang setara itu ditentukan oleh kekuatan permintaan dan
penawaran yang dipengaruhi oleh faktor kebutuhan dan keinginan masyarakat.

Ibn Taimiyah membedakan dua jenis dalam penetapan harga, yakni penetapan harga
yang adil dan cacat hukum serta penetapan harga yang adil menurut hukum. Penetapan
harga tersebut adalah penetapan yang dilakukan pada saat mengalami kenaikan harga-
harga terjadi akibat persaingan pasar bebas (Kelangkaan supply atau kenaikan demand).
Pernyataan tersebut mengatakan bahwa setiap hak masyarakat memiliki kebebasan
untuk keluar masuk pasar. Untuk unsur-unsur seperti monopolistik dari berbagai bentuk
kecurangan, kolusi dan pemalsuan produk harus dihilangkan dari pasar. Tetapi ketika
terjadi keadaan darurat, seperti bencana, maka pemerintah harus menetapkan harga
serta mengimbau kepada para pedagang untuk menjual barang-barang kebutuhan dasar
yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Tentang kebijakan penetapan harga, Ibn Taimiyah menjelaskan bahwa terlebih dahulu
pemerintah harus melakukan musyawarah dengan masyarakat yang terkait. Bersifat
persuasif karena pemerintah memberikan penawaran kepada peserta musyawarah
mengenai penetapan harga, sehingga hasil keputusannya bisa disetujui oleh semua
pihak.
Terkait dengan upah yang adil, merupakan tingkat upah yang wajib diberikan kepada
para pekerja untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup secara layak. Ibn Taimiyah
mengacu pada tingkat harga yang berlaku di pasar tenaga kerja dengan istilah upah
yang setara (ujrah al-mitsl). Sama halnya seperti kasus jual atau sewa, harga yang telah
diketahui (tsaman musamma) akan diperlakukan sebagai harga yang setara. Prinsip
tersebut diberlakukan bagi pemerintah ataupun individu. Apabila pemerintah ingin
menetapkan upah atau apabila kedua pihak tidak mempunyai acuan tentang tingkat
upah, mereka harus menyetujui atau menentukan tingkat upah yang dapat diterima
sebagai upah jenis pekerjaan tertentu tersebut.

Mengenai laba yang adil, Ibn Taimiyah menyatakan bahwa laba yang adil sebagai laba
normal yang secara umum diperoleh dari jenis perdagangan tertentu, tanpa merugikan
orang lain. Ibn Taimiyah menentang tingkat keuntungan yang bersifat eksploitatif
(ghaban fahisy) dengan memanfaatkan ketidakpedulian masyarakat terhadap keadaan
pasar (mustarsil).

Ibn Taimiyah menentang penjualan kepada orang miskin dengan cara memanfaatkan
keadaan. Penjual harus tetap menjual dengan harga yang dapat diterima secara umum
apabila pembelinya adalah seorang sangat membutuhkan barang-barang kebutuhan
dasar. Dengan itu, orang miskin dapat membeli barang dengan harga yang secara umum
ditetapkan dan tidak membayar lebih besar dari pada harga tersebut. Maksudnya adalah
setiap orang dapat meminta regulasi harga dari pemerintah dan pemerintah harus
menggunakan kekuasaannya. Ibn Taimiyah memandang laba sebagai penciptaan
tenaga kerja dan modal secara bersamaan. Cara pembagian keuntungan dibagi secara
umumnya dan dapat diterima kedua belah pihak.
REFERENSI

Kamilah Halal, E. (2018). MEKANISME PASAR MENURUT ABU YUSUF DAN


RELEVANSINYA DI INDONESIA, 92.

Sifa’ Agus, M. (2020). MEKANISME PASAR DALAM PERSPEKTIF ISLAM (KAJIAN


PEMIKIRAN ABU YUSUF). Journal of Sharia Economics, Volume 2, Nomor 1, 40-
44.

Ulhaq Zia, M. & Achiria, S. (2018). Pemikiran Ibnu Taymiyyah tentang Mekanisme Pasar.
Vol. 3, No. 1, 64–69.

PENGECEKAN TINGKAT PLAGIARISME


Berikut Saya lampirkan bukti pengecekan plagiarisme untuk tugas mencari konsep
pasar menurut tokoh Islam:

Anda mungkin juga menyukai