PASAR ISLAM Kelompok 4 : Anggota : 1. I Komang Agitya Agus W. (A0D019054) 2. Ihsaniati Rahmany (A0D019057)
3. I Dewa Gede Eka Cipta D. (A0D019052)
4. Nia Sofiani ( A0D019093)
5. Muhamad Rijal Ramadhani (A0D019086)
6. Intan Wahyu (A0D019059)
7. Mahendra Ananta Adi S. (A0D019073)
8. Ida Ayu Made Widianti (A0D019055)
9. Dewa Made Werdicaytika (A0D017030) MEKANISME PASAR ISLAM Pengertian Pasar dalam Islam Pasar adalah tempat bertemunya antara penjual dan pembeli dan melakukan transaksi barang atau jasa. Pasar merupakan sebuah mekanisme pertukaran barang dan jasa yang alamiah dan telah berlangsung sejak awal peradaban manusia. Dalam Islampasar sangatlah penting dalam perekonomian. Pasar telah terjadi pada masa Rasulullahdan Khulafaur Rasyidin dan menjadi sunatullah yang telah di jalani selama berabad- abad(P3EI, 2011). Mekanisme Pasar Masa Rasulullah SAW Pasar memegang peranan penting dalam perekonomian masyarakat Muslim pada masa Rasulullah Saw. dan Khulafaurrasyidin. Bahkan, Muhammad Saw. sendiri pada awalnya adalah seorang pebisnis dan kebanyakan sahabat. Pada usia 7 tahun, Muhammad diajak oleh pamannya Abu Thalib berdagang ke negeri Syam. Kemudian sejalan dengan usianya yang semakin dewasa, Muhammad semakin giat berdagang, baik dengan modal sendiri ataupun bermitra dengan orang lain. Pandangan Ekonomi Islam Pasar telah mendapatkan perhatian memadai dari para ulama klasik seperti Abu Yusuf, AI-Ghazali, Ibn Khaldun, Ibn Taimiyah. Pemikiran-pemikiran mcrcka tentang pasar tidak saja mampu memberikan analisis’ yang tajam tentang apa yang terjadi pada masa itu, tetapi tergolong ‘futuristik’. Banyak dari pemikiran mereka baru dibahas oleh ilmuwan- ilmuwan Barat beratus-ratus tahun kemudian.
Berikut akan disajikan sebagian dari pemikiran mereka yang
tentu saja yang tentu saja merupakan khasanah intelektual yang sangat berguna pada masa kini dan masa depan. 1. Mekanisme Pasar Menurut Abu Yusuf (731-798 M) Pemikiran Abu Yusuf tentang pasar dapat dijumpai dalam bukunya Al-Kharaj. Selain membahas prinsip-prinsip perpajakan dan anggaran negara yang menjadi pedoman KekhaIifahan Harun Al-Rasyid di Baghdad, buku ini juga membicarakan beberapa prinsip dasar mekanisme pasar. la telah menyimpulkan bekerjanya hukum permintaan dan penawaran pasar dalam menentukan tingkat harga, meskipun kata permintaan dan penawaran ini tidak ia katakan secara eksplisit. Masyarakat Iuas pada masa itu memahami bahwa harga suatu barang hanya ditentukan oleh jumlah penawarannya saja. Dengan kata lain, bila hanya tersedia sedikit barang, maka harga akan mahal, sebaliknya jika tersedia banyak barang, maka harga akan murah. Mengenai hal ini Abu Yusuf dalam Kitab Al- Kharaj (I997) mengatakan, “Tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang mengaturnya. 2. Evolusi Pasar Menurut AL-Ghazali (1058-1111 M) Al-Ihya ‘Ulumuddin karya Al-Ghazali juga banyak membahas topik-topik ekonomi termasuk pasar. Dalam magnum opusnya itu ia telah membicarakan barter dan permasalahannya, pentingnya aktivitas perdagangan dan evolusi terjadinya pasar, termasuk bekerjanya kekuatan permintaan dan penawaran dalam memengaruhi harga. Dalam penjelasannya tentang proses terbentuknya suatu pasar ia menyatakan, “ Dapat saja petani hidup di mana alat-alat pertanian tidak tersedia. Sebaliknya, pandai besi dan tukang kayu hidup di mana lahan pertanian tidak ada. Namun, secara alami mereka akan saling memenuhi kebutuhan masing-masing. Dapat saja terjadi tukang kayu membutuhkan makanan, tetapi petani tidak membutuhkan alat-alat tersebut. Keadaan ini menimbulkan masalah. Oleh karena itu, secara alami pula orang akan terdorong untuk menyediakan tempat penyimpanan alat-alat di satu pihak, dan penyimpanan hasil pertanian di pihak lain. Tempat inilah yang kemudian didatangi pembeli sesuai kebutuhannya masing-masing sehingga terbentuklah pasar. Petani, tukang kayu, dan pandai besi yang tidak dapat langsung melakukan barter juga terdorong pergi ke pasar ini. Bila di pasar juga tidak ditemukan orang yang mau melakukan barter, maka ia akan menjual kepada pedagang dengan harga yang relatif murah, untuk kemudian disimpan sebagai persediaan. Pedagang kemudian menjualnya dengan suatu tingkat keuntungan. Hal ini berlaku untuk setiap jenis barang. 3. Pemikiran Ibnu Taimiyah (1263-1330 M) Pemikiran Ibn Taimiyah mengenai mekanisme pasar banyak dicurahkan melalui bukunya bukunya yang sangat terkenal, yaitu Al- Hisbah fi’l Al-Islam dan Majmu’ Fatawa. Pandangan Ibn Taimiyah mengenai hal ini sebenarnya terfokus pada masalah pergerakan harga yang terjadi pada waktu itu, tetapi ia letakkan dalam kerangka mekanisme pasar. Secara umum, beliau telah menunjukkan the beauty of market (keindahan mekanisme pasar sebagai mekanisme ekonomi), di samping segala kelemahannya. Dalam kitab Fatawa-nya Ibn Taimiyah juga memberikan penjelasan yang lebih rinci tentang beberapa faktor yang memengaruhi permintaan, dan kemudian tingkat harga. Beberapa faktor ini yaitu: a. Keinginan orang (al-raghabah) terhadap barang-barang sering kali berbeda-beda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh berlimpah atau langkanya barang yang diminta tersebut (al- matlub). Suatu barang akan lebih disukai apabila ia langka daripada tersedia dalam jumlah yang berlebihan. b. Jumlah orang yang meminta (demander/tullab) juga memengaruhi harga. Jika jumlah orang yang meminta suatu barang besar, maka harga akan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan yang jumlahnya sedikit. c. Harga juga akan dipengaruhi oleh kuat atau lemahnnya kebutuhan terhadap barang-barang itu, selain juga besar dan kecilnya permintaan. Jika kebutuhan terhadap suatu barang kuat dan berjumlah besar, maka harga akan naik lebih tinggi dibandingkan kebutuhannya lemah dan sedikit. d. Harga juga akan bervariasi menurut kualitas pembeli barang tersebut(al- mu’awid). Jika pembeli ini merupakan orang kaya dan terpercaya (kredibel) dalam membayar kewajibannya, maka kemungkinan harga akan lebih rendah dibandingkan dengan orang yang tidak kredibel (suka menunda kewajiban atau mengingkarinya). e. Tingkat harga juga dipengaruhi oleh jenis (uang) pembayaran yang digunakan dalam transaksi jual beli. Jika uang yang digunakan adalah uang yang diterima luas (naqd ra’ij), kemungkinan harga akan lebih rendah jika uang yang kurang diterima luas. f. Hal di atas dapat terjadi karena tujuan dari suatu transaksi harus menguntungkan penjual dan pembeli. Jika pembeli memiliki kemampuan untuk membayar dan dapat memenuhi semua janjinya, maka transaksi akan lebih mudah/lancar dibandingkan dengan pembeli yang tidak memiliki kemampuan membayar dan mengingkari janjinya. Tingkat kemampuan dan kredibilitas pembeli berbeda- beda hal ini berlaku baik bagi pembeli maupun penjualnya, penyewa dan yang menyewakan, dan siapa saja. Objek dari suatu transaksi terkadang (secara fisik) nyata atau juga tidak. Tingkat harga barang yang lebih nyata (secara fisik) akan lebih rendah dengan yang tidak nyata. Hal yang sama dapat diterapkan untuk pembeli yang kadang-kadang dapat membayar karena memiliki uang, tetapi kadang-kadang mereka tidak memiliki (uang cash) dan ingin meminjam. Harga pada kasus yang pertama kemungkinan lebih rendah daripada yang kedua. g. Kasus yang sama dapat diterapkan pada orang yang menyewakan suatu barang. Kemungkinan ia berada pada posisi sedemikian rupa sehingga penyewa dapat memperoleh manfaat dengan tanpa (tambahan) biaya apapun. Namun, kadang- kadang penyewa tidak memperoleh manfaat ini jika tanpa tambahan biaya, misalnya seperti yang terjadi di desa-desa yang dikuasai penindas atau oleh perampok, atau di suatu tempat diganggu oleh binatang-binatang pemangsa. Sebenarnya, harga (sewa) tanah seperti itu tidaklah sama dengan tanah yang tidak membutuhkan biaya-biaya tambahan ini. 4. Mekanisme Pasar Menurut Ibnu Khaldun (13332-1383 M) Pemikiran Ibn Khaldun tentang pasar termuat dalam buku yang monumental, Al-Muqadimah, terutama dalam bab “Harga-harga di Kota- kota” (Prices in Towns). Ia membagi barang-barang menjadi dua kategori, yaitu barang pokok dan barang mewah. Menurutnya, jika suatu kota berkembang dan jumlah penduduknya semakin banyak, maka harga barang-barang pokok akan menurun sementara harga barang mewah akan menaik. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penawaran bahan pangan dan barang pokok lainnya sebab barang ini sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap orang sehingga pengadaannya akan diprioritaskan. Sementara itu, harga barang mewah akan naik sejalan dengan meningkatnya gaya hidup yang mengakibatkan peningkatan permintaan barang mewah ini. Di sini, Ibn Khaldun sebenarnya menjelaskan pengaruh permintaan dan penawaran terhadap tingkat harga. Secara lebih rinci ia juga menjelaskan pengaruh persaingan diantara para konsumen dan meningkatnya biaya-biaya akibat perpajakan dan pungutan-pungutan lain terhadap tingkat harga. 5. Peranan Pemerintah dalam Mengawasi Pasar Untuk lebih menjamin berjalannya mekanisme pasar secara sempurna peranan pemerintah sangat penting. Rasulullah Saw. sendiri telah menjalankan fungsi sebagai market supervisor atau Al-Hisbah, yang kemudian banyak dijadikan acuan untuk peran negara terhadap pasar. Menurut AI_Mawardi, eksistensi dan peranan Al-Hisbah berangkat dari firman Allah, “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan umat menyeru kepada kebaikan. menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” dalam bukunya Al-Hisbah fi’l Islam, Ibn Taimiyah banyak mengungkap tentang peranan Al-Hisbah pada masa Rasulullah Saw. Rasulullah Saw. sering melakukan inspeksi ke pasar untuk mengecek harga dan mekanisme pasar. Sering kali dalam inspeksinya beliau menemukan praktik bisnis yang tidak jujur sehingga beliau menegurnya. Rasulullah Saw. juga telah memberikan banyak pendapat, perintah maupun larangan demi sebuah pasar yang Islami (te1ah dijelaskan sebelumnya). Semua ini mengindikasikan secara jelas bahwa Al-Hisbah telah ada sejak masa Rasulullah Saw. meskipun nama Al-Hisbah baru datang di masa kemudian. Al-Mawardi mendefinisikan Al-Hisbah sebagai lembaga yang berfungsi untuk memerintahkan kebaikan sehingga menjadi kebiasaan dan melarang hal yang buruk ketika hal itu telah menjadi kebiasaan umurn. Sementara tujuan dari Al-Hisbah menurut Ibn Taimiyah adalah untuk memerintahkan apa yang disebut sebagai kebaikan (al-ma’ruf) dan mencegah apa yang secara umum disebut sebagai keburukan (al- munkar) di dalam wilayah yang menjadi kewenangan pemerintah untuk mengaturnya, mengadili dalam wilayah umum-khusus lainnya, yang tak bisa dijangkau oleh institusi biasa. Sementara itu, dengan bahasa yang berbeda tetapi bermakna sama. Muhammad Al-Mubarak (1973) menyatakan bahwa Al-Hisbah merupakan fungsi kontrol dari pemerintah melalui kegiatan perorangan yang khususnya memiliki garapan bidang moral, agama dan ekonomi, dan secara umum berkaitan dengan kegiatan kolektif atau publik untuk mencapai keadilan dan kebenaran menurut prinsip Islam dan dikembangkan menjadi kebiasaan umum pada satu waktu dan tempat. Ziadeh mendefinisikan Al-Hisbah sebagai sebuah lembaga yang berfungsi untuk mengontrol pasar dan moral secara umum (adab).