Anda di halaman 1dari 32

TUGAS PROJECT BASED LEARNING

FARMAKOGNOSI

Potensi Tumbuhan Kumis Kucing Sebagai Bahan Obat Alami : Simplisia,


Ekstrak dan Pemanfaatan dalam Pengobatan Tradisional

Dosen Pengampu :
Apt. M. Iqbal, S. Farm., M. Sc
Apt. Ramadhan Triyandi, S. Farm., M.Si

Oleh :
Nama : Ariza Anggun Maharani
NPM : 2218031019

PROGRAM STUDI FARMASI


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur senantiasa saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas kehadirat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul Potensi
Tumbuhan Kumis Kucing Sebagai Bahan Obat Alami : Simplisia, Ekstrak dan
Pemanfaatan dalam Pengobatan Tradisional untuk memenuhi tugas Project Based
Learning mata kuliah Farmakognosi ini dengan baik dan tepat waktu.

Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada bapak Apt. M. Iqbal, S. Farm.,
M. Sc dan Apt. Ramadhan Triyandi, S. Farm., M.Si selaku dosen pengampu di mata
kuliah Farmakognosi.Saya juga berterima kasih kepada para pihak yang terlibat
dalam pembuatan makalah ini juga dengan diri saya sendiri.Saya menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena masih terbatasnya kemampuan
dan pengetahuan yang saya miliki. Maka dari itu saya mengharapkan segala bentuk
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak.Saya berharap dengan
adanya makalah ini dapat memberikan manfaat tersendiri bagi siapapun
yang membacanya.

Bandar Lampung,20 November 2023

Ariza Anggun Maharani


(2218031019)

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
BAB I............................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 3
BAB II ................................................................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 4
2.1 Simplisia Ekstrak dan Senyawa Murni Kumis Kucing ................................ 4
2.1.1 Tumbuhan Kumis Kucing..................................................................... 4
2.1.2 Simplisia Kumis Kucing ...................................................................... 5
2.1.3 Ekstrak Kumis Kucing ......................................................................... 6
2.1.4 Senyawa Murni Kumis Kucing............................................................. 8
2.2 Penyiapan Simplisia dan Ekstrak .............................................................. 10
2.2.1 Penyiapan Simplisia ........................................................................... 10
2.2.2 Penyiapan Ekstrak .............................................................................. 15
2.3 Standarisasi Simplisia dan Ekstrak............................................................ 16
2.4 Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik ............................................ 19
2.5 Metode Penentuan Aktivitas Biologis Tanaman Kumis Kucing ................. 21
2.6 Aktivitas Biologis Tanaman Kumis Kucing ............................................... 22
2.7 Pemanfaatan Tumbuhan Kumis Kucing dalam Pengobatan Alternatif dan
Komplemen .................................................................................................... 24
BAB III.............................................................................................................. 26
PENUTUP ......................................................................................................... 26
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 26
3.2 Saran ........................................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 28

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat tradisional merupakan salah satu warisan nenek moyang atau leluhur
yang secara turun temurun dipergunakan dalam proses mencegah,
mengurangi, menghilangkan atau menyembuhkan penyakit, luka dan
mental pada manusia atau hewan.Obat tradisional adalah bahan atau ramuan
bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan
sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai
dengan norma yang berlaku di masyarakat (BPOM, 2014). Berdasarkan cara
pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat,
Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi: (1) jamu, (2) obat
herbal terstandar, dan (3) fitofarmaka (BPOM, 2004). Perbedaan antara
ketiga kategori ini didasarkan pada persyaratan mereka.

Dalam beberapa tahun terakhir, minat masyarakat terhadap penggunaan


obat tradisional sebagai terapi terdapat peningkatan, baik pada negara
berkembang maupun negara maju. Faktor yang mendorong masyarakat
untuk menggunakan obat bahan alam antara lain mahalnya harga obat
modern/sintetis dan juga banyaknya efek samping.Perkembangan obat
tradisional dan pengobatan tradisional saat ini berkembang pesat sekali
khususnya obat tradisional yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Hal ini bisa
kita lihat semakin banyaknya bentuk-bentuk sediaan obat tradisional dalam
bentuk kemasan yang sangat menarik konsumen.

Salah satu tanaman yang dapat dikembangkan sebagai obat tradisional


adalah kumis kucing. Kumis kucing sangat populer di Asia Tenggara dalam
pemanfaatannya sebagai obat.Kemapuan kumis kucing sebagai obat adalah
karena adanya senyawa bioaktif yang terdapat pada daun. Secara empirik,
kumis kucing banyak digunakan dalam pengobatan tradisional sebagai

1
antihipertensi, diuretik, hipolipidemik, hipoglikemik rematik, antiinflamasi,
antibakteri, antijamur, radang amandel, epilepsi, gangguan menstruasi,
ginjal, batu empedu, edema, influenza, dan hepatitis (Ameer et al., 2012;
Adnyana et al., 2013).Tanaman kumis kucing (Orthosiphon aristatus) telah
lama dikenal sebagai salah satu sumber potensial bahan obat alami.Dalam
Makalah ini akan dibahas mengenai aspek penting dari kumis kucing
sebagai bahan obat alami mulai dari simplisia (bagian tanaman yang
digunakan), ekstrak, hingga pemanfaatannya dalam pengobatan tradisional.
Analisis mendalam terhadap kandungan kimia dan potensi terapeutik
tanaman ini menjadi kunci untuk memahami kontribusinya dalam alternatif
pengobatan yang ramah lingkungan dan efektif.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :

1. Bagaimana simplisia, ekstrak, dan senyawa murni dari tumbuhan kumis


kucing?
2. Bagaimana produksi bahan obat alami dari tanaman kumis kucing
dilakukan dan bagaimana kualitasnya dapat dijaga?
3. Apa metode penyiapan simpulisia dan ekstrak tumbuhan kumis kucing
yang efektif untuk mempertahankan kandungan bioaktifnya?
4. Bagaimana proses standardisasi simpulisia dan ekstrak tanaman kumis
kucing dapat dilakukan untuk memastikan konsistensi dan
efektivitasnya?
5. Apa prinsip-prinsip yang harus diterapkan dalam Cara Pembuatan Obat
Tradisional Yang Baik (CPOBTB) ?
6. Metode apa yang dapat digunakan untuk menentukan aktivitas biologis
dari tumbuhan, khususnya kumis kucing, sebagai agen antioksidan?
7. Bagaimana pemanfaatan tanaman kumis kucing dalam pengobatan
alternatif dan komplemen dapat diintegrasikan dalam praktik
kesehatan masyarakat?

2
1.3 Tujuan

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :

1. Mengetahui dan mengerti simplisia, ekstrak, dan senyawa murni dari


Tanamna kumis kucing
2. Mengetahui dan mengerti produksi bahan obat alami dari tanaman
kumis kucing dilakukan dan bagaimana kualitasnya dapat dijaga
3. Mengetahui dan mengerti metode penyiapan simpulisia dan ekstrak
tanaman kumis kucing
4. Mengetahui dan mengerti proses standardisasi simpulisia dan ekstrak
kumis kucing dapat dilakukan untuk memastikan konsistensi dan
efektivitasnya
5. Mengetahui dan mengerti prinsip-prinsip yang harus diterapkan dalam
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOBTB)
6. Mengetahui dan mengerti Metode apa yang dapat digunakan untuk
menentukan aktivitas biologis dari tumbuhan kumis kucing
7. Mengetahui dan mengerti pemanfaatan tumbuhan kumis kucing dalam
pengobatan alternatif dan komplemen dapat diintegrasikan dalam
praktik kesehatan masyarakat

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Simplisia Ekstrak dan Senyawa Murni Kumis Kucing

2.1.1 Tumbuhan Kumis Kucing

Menurut Herbarium Bogoriense (2015), taksonomi daun kumis


kucing adalah sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae
Genus : Orthosiphon
Spesies : Orthosiphon aristatus

Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) mudah tumbuh dan


dikembangbiakkan di seluruh indonesia. Daun kumis kucing
merupakan tumbuhan kosmopolit atau memiliki daerah penyebaran
sangat luas, terutama di daerah tropis dan subtropis. Daun kumis
kucing menyebar liar dan dapat tumbuh subur diatas tanah dengan
ketinggian 500 – 1.200 meter dari permukaan laut (dpl). Tumbuhan
ini berasal dari asia tropis dan sering ditemui tumbuh melimpah di

4
tempat-tempat terbuka, seperti lahan pertanian dan tempat yang agak
terllindungi. Tumbuhan ini sangat mudah tumbuh pada iklim yang
memiliki intensitas hujan yang ideal serta terpapar dengan cahaya
matahari penuh (Rukmana, 2014).
Ada dua jenis kumis kucing yang dikenal: Orthosiphon stamineus
yang berbunga ungu dan Orthosiphon aristatus yang berbunga putih
(Victoria Cyntia Yogya Astuti, 2012)

2.1.2 Simplisia Kumis Kucing


Simplisia atau herbal adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang
digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan.
Simplisia dapat juga didefinisikan sebagai bahan alamiah yang
dipakai sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga
atau yang baru mengalami proses setengah jadi, seperti pengeringan.
Kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari
60°. Simplisia segar adalah bahan alam segar yang belum
dikeringkan.Simplisia dapat berupa simplisia nabati, hewani dan
pelikan atau mineral (Depkes RI, 2008).

Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku proses pembuatan


ekstrak,baik sebagai bahan obat ataupun produk. Variasi genetik
(bibit), lingkungan (tempat tumbuh, dan iklim), rekayasa agronomi
(fertilizer, perlakuan selama masa tumbuh), dan panen (waktu dan
pasca panen) dapat mempengaruhi variasi senyawa kandungan dalam
produk hasil (Depkes RI, 2000).

Teknik budidaya yang tepat dapat menghasilkan produksi simplisia


yang tinggi.Produksi simplisia berkaitan dengan kondisi pertumbuhan
dan pengaturanpanen.Produksi simplisia berkaitan dengan kondisi
pertumbuhan dan pengaturan panen.Simplisia dapat berupa simplisia
nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.

a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh,


bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat adalah ialah isi sel

5
yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara
tertentu dikeluarkan dari selnya,
b. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh,
bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan
dan belum berupa zat kimia murni.
c. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan
pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan
cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

Penggunaan kumis kucing sebagai obat tradisional sudah dikenal luas


hingga ke mancanegara karena mampu mengobati berbagai macam
penyakit (Ameer et al., 2012). Hal ini menjadikan kumis kucing,
terutama simplisia (daun yang sudah dikeringkan) sebagai komoditas
yang bernilai ekonomi. Simplisia daun kumis kucing digunakan
sebagai bahan untuk membuat ekstrak daun kumis kucing (Delyani
Rista et al,2017)

2.1.3 Ekstrak Kumis Kucing


Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstrasi zat
aktif dari simplisia menggunakan pelarut yang sesuai.Ekstrasi juga
merupakan proses atau pemisahan atau isolasi dua atau lebih
komponen dengaan menambahkan suatu pelarut yang hanya dapat
melarutkan salah satu komponennya saja. Cara ini berguna untuk
memisahkan penyusun yang dimulai dari suatu campuran lewat
pelarut selektif. Ekstrasi lebih efisien bila jumlah pelarutnya banyak
tapi ekstraksinya hanya sekali.Pada proses ekstraksi pelarut yang ideal
adalah yang mempunyai sifat tidak toksi, tidak bersifat ekplosif,
mempunyai interval titik didih yang sempit, daya melarutkan, murah
dan mudah. Pada umumnya pelarut yang sering digunakan adalah
etanol.Metode dasar ekstraksi adalah maserasi, perkolasi dan
sokhletasi dan destilasi uap. Pemilihan terhadap ketiga metode

6
tersebut diatas disesuaikan dengan kepentingan dan kandungan
senyawa yang diinginkan (Amanda, Windi Zulmi.2020)

Sediaan ekstrak dapat dibuat pada simplisia yang mempunyai :


1. Senyawa aktif belum diketahui secara pasti.
2. Senyawa aktif sudah dikenal, tetapi dengan isolasi, harganya
menjadi lebih mahal.
3. Senyawa aktif sudah diketahui tetapi dalam bentuk murni tidak
stabil.
4. Efektivitas tumbuhan hanya dalam bentuk segar saja, bila telah
melalui proses pengeringan menjadi tidak berefek.
5. Efek yang timbul merupakan hasil sinergisme.
6. Efek samping berkurang bila dibanding dengan bentuk murni
(Parwata,Adi.O.M.I,2016)

Macam metode ekstraksi antara lain:

a. Maserasi
Merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa
hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.
b. Soxhletasi
Merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan
penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari
terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik
dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya
masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa
sifon.
c. Perkolasi
Adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui
serbuk simplisia yang telah dibasahi.
d. Destilasi uap
Adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyak-minyak
menguap (esensial) dari sampel tanaman.Metode destilasi uap air

7
diperuntukkan untuk menyari simplisia yang mengandung minyak
menguap atau mengandung komponen kimia yang mempunyai
titik didih tinggi pada tekanan udara normal (Victoria Cyntia
Yogya Astuti, 2012)

Metode dasar dari ekstraksi obat adalah maserasi dan perkolasi, tetapi
kebanyakan ekstraksi obat dikerjakan dengan cara perkolasi. Dalam
pabrik ekstrak umumnya, perkolasi digunakan untuk melepaskan zat
aktif dari obat (Mycek M. J., Harvey R. A.,Champe P. C,2001)

Ekstrak kumis kucing adalah ekstrak yang terbuat dari tanaman


Orthosiphon stamineus atau dikenal juga dengan teh jawa atau kumis
kucing. Tanaman ini biasa digunakan dalam pengobatan tradisional
untuk mengobati berbagai penyakit, termasuk diabetes. Tedapat efek
penghambatan ekstrak kumis kucing terhadap enzim seperti alfa-
amilase dan alfa-glukosidase, yang terlibat dalam metabolisme
karbohidrat. Selain itu, terdapat penelitian tentang keamanan dan
kemanjuran kombinasi ekstrak kumis kucing dengan obat lain untuk
pengobatan fungsi ginjal dan hati pada tikus (Widyawati,R.2014)

2.1.4 Senyawa Murni Kumis Kucing


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tanaman kumis kucing
memiliki khasiat menurunkan tekanan darah, mampu meningkatkan
pengeluaran air seni, penurun asam urat, pelindung ginjal,
antioksidan, antidiabetes, antibakteri, dan antikanker (Laras Dewi,
Nanang Fakhrudin, Arief Nurrochmad, 2018). Daun kumis kucing
memiliki kandungan mineral hingga 12% yang komponen utamanya
adalah kalium (Budiman, 2013). Selain itu, daun kumis kucing
mengandung saponin, polifenol, flavonoid, alkaloid, myoinositol,
orthosipon glikosida, dan minyak atsiri (Astuti, 2012).

8
Daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) mengandung senyawa
kimia yang mempunyai daya hambat antibakteri yaitu, alkaloid,
saponin, tannin, flavonoid. Hal ini dibuktikan dengan muncul
diameter zona hambat pada bakteri Gram Positif seperti
Staphylococcus aureus dan Streptococcus agalactiae (Amanda,
Windi Zulmi.2020)

Daun kumis kucing juga mengandung orthosiphon glukosa, minyak


atsiri, polifenol, sapofonin, garam kalium dan myonositol. Beberapa
zat ini di dalam tanaman lain memiliki kemampuan dalam
menurunkan kadar glukosa darah.Senyawa flavonoid yang
terkandung dalam kumis kucing memiliki potensi manfaat bagi
kesehatan, termasuk sifat antidiabetik, diuretik, antivirus,
imunomodulator, dan antihiperurisemia (Victoria Cyntia Yogya
Astuti, 2012).

Tabel 1. Zat senyawa murni dan kegunaan zat yang terkandung di


dalam kumis kucing
Zat Kegunaan
Minyak Atsiri  Anti nyeri
 Anti infeksi
 Pembunuh bakteri
Flavonoid  Melindungi struktur sel
 Antiinflamasi
 Mencegah tulang keropos
 Antibiotik
 Antivirus
 Menghambat penyerapan glukosa
diusus
Orthosipon glikosida  Diuretik
 Antiinflamasi
Saponin  Antiseptik

9
 Menghambat Na+ / D-glucose
cotransport system (SGLUT) di
membran brush border intestinal
Garam Kalium  Metabolisme energi
 Katalisator sintesis glikogen dan
protein
Myoinosittol  Aktivitas lipotropik
 Mengatur respon sel terhadap
rangsang dari luar
 Transmisi saraf
 Pengaturan aktivitas enzim

2.2 Penyiapan Simplisia dan Ekstrak


2.2.1 Penyiapan Simplisia
Sumber simplisia tanaman obat dapat berupa bahan tumbuhan liar
atau tumbuhan hasil budidaya (kultivasi). Tumbuhan liar adalah
tumbuhan yang tumbuh sendiri di hutan, pekarangan, pagar-pagar atau
ditempat lain. Tanaman budidaya adalah tanaman yang sengaja
ditanam untuk menghasilkan / memproduksi simplisia. tumbuhan liar
umumnya kurang baik dijadikan sumber simplisia dibandingkan
dengan tanaman budidaya (kultivasi) karena simplisia yang berasal
dari tanaman liar mutunya tidak tetap / bervariasi (Agoes, 2009).
Ada beberapa cara pembuatan simplisia,diantaranya: pembuatan
simplisia dengan cara pengeringan, proses fermentasi, proses
pembuatan simplisia yang memerlukan air, simplisia yang dibuat
melalui proses khusus (penyulingan, pengentalan, eksudat nabati,
pengeringan sari dan proses khusus lainnya.

Bentuk simplisia dapat berupa bahan segar, serbuk kering atau


diformulasi. Kualitas atau mutu simplisia dalam bentuk serbuk kering
dipengaruhi oleh beberapa hal seperti misalnya saat pemanenan,

10
tempat tumbuh, kehalusan serbuk dan tahapan-tahapan pembuatan
serbuk. Karena hal ini akan mempengaruhi kandungan kimia aktif dari
simplisia tersebut. Kandungan kimia bahan baku yang berupa
glikosida, alkaloid, minyak atsiri, karbohidrat, flavonoid, steroid,
saponin dan tanin, mudah terurai karena berbagai hal seperti
suhu,keasaman, sinar matahari, kelembaban, kandungan anorganik
tempat tumbuh dan mikroorganisme pengganggu
(Parwata,Adi.O.M.I,2016)

Bentuk atau bagian bahan baku yang dipergunakan akan


mempengaruhi proses atau tahap-tahap pembuatan serbuk kering
(kehalusan) dari simplisia yang nantinya akan mempengaruhi proses
ekstraksi. Bentuk kayu dan akar umumnya keras, cara pengerjannya
lain dengan bentuk bunga, daun, rimpang, dan daun buah yang lunak.
Umumnya bahan tersebut dipotong tipis-tipis atau diserbuk kasar,
tergantung cara masing-masing industri.Cara penyiapan atau
pembuatan simplisia terdiri dari beberapa tahapan meliputi
pemanenan, sortasi basah, perajangan, pengeringan, sortasi kering,
pengemasan dan penyimpanan serta pemeriksaan mutu.

a) Pengumpulan Bahan baku (Pemanenan)


Pada saat panen atau pada proses pemanenan dan pengumpulan
bahan baku obat perlu kiranya memperhatikan aturan-aturan atau
pedoman pemanenan bahan baku. Aturan yang ditetapkan dalam
pemanenan dan pengumpulan tanaman obat, bertujuan untuk
mendapatkan kadar zat aktif yang maksimal.Pemanenan
dilakukan pada dasarnya saat kadar zat aktif paling tinggi
diproduksi paling banyak pada tanaman. Metode pengambilan
atau pengumpulan saat pemanenan disesuaikan dengan sifat zat
aktif tanaman karena ada yang bisa dipanen dengan mesin dan ada
yang harus menggunakan tangan. Sifat-sifat kandungan senyawa
aktif tanaman obat dipengaruhi oleh faktor luar maupun dalam diri

11
dari tanaman atau tumbuhan tersebut. Faktor luar antara lain
tempat tumbuh, iklim, ketinggian tanah, pupuk, pestisida, dll.
Faktor dalam meliputi genetik yang terdapat dalam tumbuhan
tersebut. Hal ini mengakibatkan variasi kandungan kimia yang
cukup tinggi.

Adapun aturan-aturan atau garis-garis besar yang dipakai sebagi


pedoman dalam panen untuk bahan baku (simplisia) tanaman obat
adalah
1. Biji, saat buah belum pecah (misal Ricinus communis,
kedawung). Caranya :buah dikeringkan, diambil bijinya. Biji
dikumpulkan dan dicuci, selanjutnya dikeringkan lagi.
2. Buah, dipanen saat masak. Tingkat masak suatu buah dapat
dengan parameter yang berbeda-beda, misal: perubahan
tingkat kekerasan (misal Cucurbita moschata), perubahan
warna (misal melinjo, asam, dll), perubahan bentuk (misal
pare, mentimun), perubahan kadar air (misal belimbing
wuluh, jeruk nipis).
3. Pucuk daun, dipanen pada saat perubahan pertumbuhan dari
vegetatif ke generatif terjadi penumpukan metabolit sekunder,
yaitu pada saat berbunga.
4. Daun tua, diambil pada saat daun sudah membuka sempurna
dan di bagian cabang yang menerima sinar matahari langsung
sehingga asimilasi sempurna.
5. Umbi, dipanen jika besarnya maksimal dan tumbuhnya di atas
tanah berhenti.
6. Rimpang, diambil pada musim kering dan saat bagian
tanaman di atas tanah mengering.
7. Kulit batang dipanen menjelang kemarau
(Parwata,Adi.O.M.I,2016)

12
Bagian yang dipanen dari kumis kucing adalah bagian vegetatif.
Pemanenan kumis kucing umumnya dilakukan petani dengan
cara dipangkas pada ketinggian tertentu dari permukaan tanah.
Bagian hasil pangkasan tersebut menjadi biomassa yang
kemudian menjadi simplisia. Pengaturan ketinggian panen
penting agar tanaman dapat mempertahankan kondisinya
sehingga produksi pada panen-panen berikutnya tidak
terganggu. Hermansyah et al. (2009) menyatakan bahwa
pemangkasan pada nilam yang menyisakan sisa cabang satu dan
dua pada panen kedua akan menghasilkan jumlah daun yang
lebih banyak pada pertumbuhan berikutnya dibandingkan
dengan pemangkasan yang tidak menyisakan cabang (Delyani,R
et al.2017)

a. Ciri dan Umur Panen


Tanaman berumur 1 bulan setelah tanam, tangkai bunga
belum muncul dan tinggi tanaman sekitar 50 cm. Panen
pertama jangan sampai terlambat karena akan
mempengaruhi produksi.
b. Cara Panen
Daun dipanen dengan cara memetik pucuk bedaun 3-5 helai
kemudian merempal daun-daun tua di bawahnya sampai
helai ke 10.
c. Periode Panen
Panen dilaksanakan dalam periode 2-3 minggu sekali yaitu
pada pertumbuhan optimum dari daun. Saat panen yang
tepat adalah pada saat awalpertumbuhan bunga tetapi belum
tumbuh bunga. Karena yang dimanfaatkan adalah daunnya
maka bunga yang tumbuh sebaiknya dirompes untuk dapat
memaksimalkan pertumbuhan daun pada panen berikutnya.
d. Perkiraan Hasil Panen

13
Tanaman yang sehat dan terpelihara menghasilkan rimpang
segar sebanyak dengan pemeliharaan yang intensif, akan
dihasilkan daun basah 6-9 ton/ha yang setara dengan 1-2
ton/ha daun kering.

b) Penyortiran Basah
Sortasi basah dilakukan pada bahan segar dengan cara
memisahkan daun dari kotoran atau bahan asing lainnya. Setelah
selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan
dalam wadah plastik untuk pencucian.Pencucian dilakukan
dengan air bersih, jika air bilasannya masih terlihat kotor lakukan
pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang
terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung
didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus
dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak
mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan
dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa
air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan
dalam wadah plastik/ember.
c) Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar
matahari atau alat pemanas/oven. Pengeringan daun dilakukan
selama kira-kira 1 - 2 hari atau setelah kadar airnya dibawah 5%.
Pengeringan dengan sinar matahari dilakukan diatas tikar atau
rangka pengering, pastikan daun tidak saling menumpuk. Selama
pengeringan daun harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali
agar pengeringan merata. Lindungi daun tersebut dari air,udara
yang lembab dan dari bahan-bahan yang bisa
mengkontaminasi.Pengeringan didalam oven dilakukan pada suhu
50oC - 60oC. Daun yang akan dikeringkan ditaruh diatas tray oven
dan alasi dengan kertas Koran danpastikan bahwa daun tidak

14
saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbangjumlah daun
yang dihasilkan.
d) Penyortiran Kering
Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah
mengalami pengeringan dengan memisahkan bahan-bahan dari
benda-benda asing atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah
bahan hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).
e) Pengemasan
Setelah bersih, daun yang kering dikumpulkan dalam wadah yang
bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya), dapat
berupa kantong plastik atau karung. Berikan label yang jelas pada
wadah tersebut, yang menjelaskan nama bahan, bagian dari
tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil,
berat bersih dan metode penyimpanannya.
f) Penyimpanan
Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak
melebihi 30oC, dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan
lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang
menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan, memiliki
penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung),
serta bersih dan terbebas dari hama gudang (Rukmana R. 2014)

2.2.2 Penyiapan Ekstrak


Ukuran bahan baku atau kehalusan serbuk simplisia akan
mempengaruhi proses pembuatan ekstrak, karena semakin halus
serbuk akan memperluas permukaan dan semakin banyak bahan aktif
tanaman tertarik pada pelarut pengekstraksi. Serbuk dibuat dengan
alat yang sesuai dan derajat kehalusan tertentu karena alat yang
dipergunakan dalam pembuatan serbuk juga dapat mempengaruhi
mutu ekstrak atau mutu kandungan kimia aktif. Selama penggunaan
peralatan pembuatan serbuk akan ada gerakan dan interaksi dengan
benda keras (logam) yang dapat menimbulkan panas (kalori) yang

15
dapat mempengaruhi kandungan senyawa aktifnya, sebagai akibat
proses hidrolisis akibat panas tersebut. Ukuran partikel atau kehalusan
serbuk harus disesuaikan dengan bahannya, proses ekstraksi,cairan
penyari, dan lain-lain. Ukuran bahan baku (mesh) sudah tercantum
dalam Farmakope (Parwata,Adi.O.M.I,2016).

Prosedur pembuatan ekstrak yaitu: daun Kumis Kucing yang masih


segar dan hijau dibersihkan dan ditimbang sebanyak 3 kg, kemudian
dikeringkan selama 3x24 jam.Daun kumis kucing yang sudah kering
ditimbang sebanyak 1350 gram kemudian diblender hingga mejadi
serbuk sebanyak 756 gram. Simplisia daun kumis kucing yang
digunakan sebanyak 200 gr kedalam toples kaca besar untuk
dilakukan maserasi menggunakan pelarut etanol 96% sampai
tiga kali. Sebelum dilakukan ekstraksi terlebih dahulu dilakukan
maserasi, yaitu dengan cara simplisia daun kumis kucing direndam
dengan etanol 96%, perbandingan pertama serbuk daun kumis kucing
: etanol adalah 1:3, perendaman kedua dan ketiga 1:2 masing selama
24 jam. Hasil maserasi disaring dengan kain hingga dihasilkan filtrate
etanol daun kumis kucing, kemudian filtrat daun kumis kucing
diuapkan secara rotary vacuum epaporator (Ningsih et al,2016).

2.3 Standarisasi Simplisia dan Ekstrak


Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) adalah suatu
persyaratan yang dapat diwujudkannya reprodusibilitas terhadap kualitas
farmasetik maupun terapetik. Dalam upaya standardisasi tersebut perlu
ditentukan persyaratan standard yang diharuskan Peraturan dan Perundang-
undangan yang berlaku. Pada pelaksanaan standardisasi perlu juga
dilakukan dengan berbagai macam metode (pengujian multifaktorial).
Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) tidaklah sulit bila
senyawa aktif yang berperan telah diketahui dengan pasti. Pada prinsipnya
standardisasi dapat didasarkan atas senyawa aktif, kelompok senyawa aktif
maupun atas dasar senyawa karakter (bila senyawa aktif belum diketahui

16
dengan pasti). Bila digunakan senyawa karakter pada upaya standardisasi,
maka dalam hal ini hanyalah bertujuan untuk dapat membantu menentukan
kualitas bahan obat tersebut. Senyawa karakter yang dipakai haruslah
spesifik dan digunakan selama senyawa aktif belum diketahui dengan pasti.
Standardisasi dapat dilakukan seara fisika, kimia, maupun biologik
(Parwata,Adi.O.M.I,2016).

Standardisasi merupakan serangkaian parameter, prosedur dan cara


pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu
kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi standar (kimia, biologi, dan
farmasi), termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk
kefarmasian umumnya. Pengertian standardisasi juga berarti proses
menjamin bahwa produk akhir (obat, ekstrak, atau produk ekstrak)
mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan terlebih
dahulu (Depkes RI, 2000).

Oleh karena itu, dalam rangka mengembangkan daun kumis kucing menjadi
sediaan obat bahan alam untuk terapi antidiabetes maka dilakukan
standardisasi yaitu Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia)
adalah suatu persyaratan yang dapat diwujudkannya reprodusibilitas
terhadap kualitas farmasetik maupun terapetik. untuk menjamin keajegan
efek terapetik daun kumis kucing berdasarkan metode yang telah ditetapkan
oleh Farmakope Herbal Indonesia.

Standardisasi pada bahan baku tanaman perlu dilakukan untuk menjaga


konsistensi kualitas produk obat tradisional yang dihasilkan. Adapun
parameter- parameter tersebut dikelompokkan menjadi dua yaitu :

1. Parameter non spesifik : berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi, dan


fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas,
meliputi : susut pengeringan dan bobot jenis, kadar air, dan kadar abu
total, kadar abu tidak larut asam.
2. Parameter spesifik : berfokus pada senyawa atau golongan senyawa
yang bertanggungjawab terhadap aktivitas farmakologis meliputi :

17
organoleptik, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, dan pola
kromatografi.

a. Penetapan Susut Pengeringan


Botol timbang disiapkan, dipanaskan pada suhu 105°C selama 30
menit, lalu ditimbang.Hal tersebut dilakukan sampai memperoleh
bobot botol timbang yang konstan atau perbedaan hasil antara 2
penimbangan tidak melebihi 0,005 g. Sebanyak 1 g bahan uji
ditimbang, dimasukkan ke dalam botol timbang. Bahan uji
kemudian dikeringkan pada suhu 105°C selama 5 jam dan ditimbang
kembali. Proses pengeringan dilanjutkan dan timbang kembali
selama 1 jam hingga perbedaan antara penimbangan berturut-turut
tidak lebih dari 0,25% (Depkes RI, 2000).
b. Penetapan Kadar Abu Total
Bahan uji ditimbang dan dimasukkan dalam krus porselin yang telah
dipijar dan ditara. Krus porselin dipijar pada suhu 600°C kemudian
didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes
RI, 2000).
c. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Abu yang diperoleh dari hasil penetapan kadar abu total dididihkan
dalam 25 mL asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak
larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring,
dipijar sampai bobot tetap, kemudiaan didinginkan dan
ditimbang.Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap
bahan yang dikeringkan di udara (Depkes RI,2000).
d. Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air
Bahan uji dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL air-kloroform
(2,5 mL kloroform dalam akuades sampai 100 mL) dalam labu
bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian
dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Filtrat sebanyak 20 mL
diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata

18
yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C
sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes
RI, 2000).
e. Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol
Bahan uji dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL etanol 95%
dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam
pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam,kemudian disaring.
Filtrat diuapkan sebanyak 20 mL sampai kering dalam cawan
penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa
dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam
persen sari larut dalam etanol 95% dihitung terhadap bahan yang
telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000).

Untuk tanaman kumis kucing standarisasi meliputi :

1. Daun kumis kucing memiliki kadar sinensetin tidak kurang dari 0,10%
2. Susut Pengeringan: Tidak lebih dari 12%
3. Kadar abu total: Tidak lebih dari 10,2% (Depkes RI 2008); tidak lebih
dari 12% (Depkes RI 1978).
4. Kadar abu yang tidak larut dalam asam: Tidak lebih dari 3,4 (Depkes RI
2008);tidak lebih dari 2% (Depkes RI 1978).
5. Kadar sari yang larut dalam air: tidak kurang dari 10,2% (Depkes RI
2008); tidak kurang dari 1%(Depkes RI 1978).
6. Kadar sari yang larut dalam etanol: Tidak kurang dari 3,2% (Depkes RI
2008); tidak kurang dari 4%(Depkes RI 1978).

2.4 Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik

CPOTB di maksudkan untuk melindungi masyarakat pengguna obat herbal


dari kekhawatiran akan rendahnya kualitas obat herbal.Juga merupakan
persyaratan sehingga obat herbal Indonesia di akui di dunia internasional.
CPOTB merupakan semua tindakan yang meliputi aspek yang menyangkut

19
pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk
yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah
ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantung
dari bahan awal,proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan,
peralatan dan personalia yang menangani (BPOM 2005& BPOM 2013).

CPOTB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu, serta aspek


Pengembangan Produk dan MRM. Prinsip dasar CPOTB adalah semua
proses pembuatan obat tradisional ditetapkan secara jelas, dikaji secara
sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu menghasilkan obat
tradisional yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang
ditetapkan secara konsisten.

Tujuan diterapkannya CPOTB adalah: (BPOM, 2005)


1. Tujuan umum
a. Melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikandari
penggunaan obat tradisional yang tidak memenuhipersyaratan mutu.
b. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk obattradisional
Indonesia dalam era pasar bebas
2. Tujuan Khusus
a. Dipahaminya penerapan CPOTB oleh para pelaku usahaindustri di
bidang obat tradisional sehingga bermanfaat bagiperkembangan
industri di bidang obat tradisional.
b. Diterapkannya CPOTB secara konsisten oleh industri bidang obat
tradisional.

Aspek dasar CPOTB sesuai peraturan badan PeraturanKepala Badan


Pengawas Obat dan Makanan RI. Nomor Nomor:HK.03.1.23.06.11.5629,
tentang Persyaratan teknis cara pembuatan obat tradisional yang baik salah
satunya yaitutersedia semua sarana yang diperlukan untuk CPOTB sebagai
berikut:

20
1. Personil yang terkualifikasi dan terlatih
2. Bangunan dan sarana dengan luas yang memadaiPeralatan dan sarana
penunjang yang sesuai
3. Bahan, wadah dan label yang benar
4. Prosedur dan instruksi yang disetujui, dan
5. 6.Tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.

2.5 Metode Penentuan Aktivitas Biologis Tanaman Kumis Kucing

Senyawa fenol memiliki aktivitas farmakologis yang luas dibandingkan


dengan senyawa metabolit sekunder lainnya. Yang termasuk dari senyawa
fenol antara lain tannin, flavonoid, glikosida dan sterol (Saxena,M et
al,2013).
Tanaman kumis kucing merupakan tanaman obat yang memiliki kandungan
diantaranya yaitu flavonoid.Flavonoid berfungsi sebagai
antimikroba,sitoksisitas, anti-inflamasi dan anti alergi. Senyawa flavonoid
pada tanaman obat memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Antioksidan
ini melindungi tubuh untuk melawan kanker dan penyakit degeneratif
(Surahmaida,Umarudin.2019).

a. Analisis kualitatif Senyawa Flavonoid


ekstrak Kumis kucing (1g)ditambahkan pelarut campuran
kloroform/akuades(1/1). Campuran dikocok dalam tabung reaksi
dandibiarkan sejenak hingga terbentuk dualapisan. Lapisan air yang
berada di atasdigunakan untuk pemeriksaan flavonoiddan fenolat
(Mojab dkk., 2003).
b. Pemeriksaan Keberadaan Senyawa Flavonoid
Lapisan air diambil sedikit kemudian dimasukkan ke dalam tabung
reaksi dan ditambahkan sedikit bubuklogam Mg serta beberapa tetes
asamklorida (HC1) pekat. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya
warna kuning-orange.
c. Penentuan Aktivitas Antioksidan menggunakan Metode DPPH

21
Pemeriksaan ini dilakukan terhadap data positif dari pemeriksaan
keberadaan senyawa flavonoid (Pratiwi,Putri et al,2010).

Metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). dapat dilakukan untuk


menentukan aktivitas biologis yaitu untuk uji aktivitas antioksidan. DPPH
adalah radikal bebas stabil berwarna ungu yang digunakan secara luas untuk
pengujian kemampuan penangkapan radikal bebas dari beberapa komponen
alam seperti komponen fenolik, antosianin atau ekstrak kasar. Metode
DPPH berfungsi untuk mengukur elektron tunggal seperti transfer hidrogen
sekaligus juga untuk mengukur aktivitas penghambatan radikal bebas.
Senyawa yang aktif sebagai antioksidan mereduksi radikal bebas DPPH
menjadi difenil pikril hidrazin.

2.6 Aktivitas Biologis Tanaman Kumis Kucing


Senyawa-senyawa fitokimia/metabolit sekunder yang terkandung dalam
tanaman kumis kucing antara lain alkaloid, tannin, flavonoid, saponin,
terpenoid, steroid dan minyak atsiri. Keberadaan senyawa fitokimia tersebut
kemudian dikaji secara teoritis aktivitas biologisnya.

Alkaloid adalah senyawa fitokimia yang paling banyak dijumpai pada


semua bagiantumbuhan dan memiliki cincin heterosiklik.Alkaloid
berfungsi sebagai zat antispasmodic (meredakan kejang otot yaitu
menurunkan tegangan tinggi jaringan otot polos pada saluran pencernaan),
anti-inflamasi (pereda nyeri) dan sebagai antimikroba. Senyawa alkaloid
memiliki fungsi sebagai pelindung tanaman dari serangga dan herbivora
(feeding deterrens).Aktivitas farmakologis alkaloid diantaranya anti-
hipertensi, anti malaria, anti kanker dan analgesik (E.B. Minarno, 2015) .

Senyawa fenol memiliki aktivitas farmakologis yang luas dibandingkan


dengan senyawa metabolit sekunder lainnya. Yang termasuk dari senyawa
fenol antara lain tannin, flavonoid, glikosida dan sterol (M. Saxena, J et al,
2013).Flavonoid berfungsi sebagai antimikroba,sitoksisitas, anti-inflamasi
dan anti alergi.Kumis kucing merupakan tanaman obat, dan keduanya

22
mengandung flavonoid. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan di mana
senyawa flavonoid pada tanaman obat memiliki aktivitas antioksidan yang
tinggi. Antioksidan ini melindungi tubuh untuk melawan kanker dan
penyakit degeneratif (S. Sankhalkar,2014).

Tannin termasuk senyawa fenol yang berfungsi sebagai antioksidan untuk


melawan radikal bebas, antiseptik dan hemostatik (menghentikan
pendarahan). Aktivitas farmakologis lainnya yaitu sebagai astringent,
antidiare dan antimikroba.

Senyawa saponin memiliki sifat sebagai anti-inflamasi [30], mampu


mengikat kolesterol, melawan kanker dan meningkatkan imunitas tubuh
Aktivitas biologi saponin yang lain yaitu mampu menghambat pertumbuhan
bakteri dan jamur(antimikroba) dan sebagai benteng
pertahanan tanaman yaitu mencegah tanaman dari serangan serangga.
Saponin mampu membunuh protozoa dan moluska dan juga sebagai
antivirus.

Terpenoid merupakan senyawa fitokimia yang berfungsi sebagai


phytooalexins, yang secara langsung dan tidak langsung berperan sebagai
benteng pertahanan tanaman dari serangan hewan herbivora atau musuh
alami lainnya,karena memiliki rasa yang pahit sehingga merusak nafsu
makan serangga (antifeedant). Namun, terpenoid juga memiliki aktivitas
farmakologis yang penting yaitu antikanker, antimalaria dan antimikroba.

Steroid berperan penting dalam fisiologi dan biokimia makhluk hidup.


Aktivitas farmakologis steroid antara lain merangsang pertumbuhan otot
dan mengurangi massa lemak, obat kontrasepsi, antikanker, obat
penenang, dan anti-inflamasi (A. Sultan, A.R. Raza,2015).

23
Minyak atsiri digunakan sebagai bahan wewangian /parfum, produk make
up, bahan pengawet dan aditif pada makanan ataupun sebagai obat alami,
aromatherapy, antioksidan dan antimikroba.

2.7 Pemanfaatan Tumbuhan Kumis Kucing dalam Pengobatan Alternatif


dan Komplemen

Tanaman kumis kucing sudah banyak digunakan oleh masyarakat sebagai


pengobatan tradisonal,biasanya digunakan sebagai teh herbal untuk
diuretik, untuk mengobati rematik, diabetes, gangguan saluran kemih,
edema, demam, influenza,hepatitis, penyakit kuning, batu empedu, dan
Hipetensi.
a. Antidiabetes
Beberapa penelitian awal menunjukkan bahwa ekstrak kumis kucing
dapat membantu mengurangi kadar gula darah dan meningkatkan
sensitivitas insulin, yang berpotensi bermanfaat bagi orang dengan
diabetes.
Sub fraksi kloroform dari daun kumis kucing pada dosis 150 mg/kg
BB menunjukkan efek penurunan glukosa darah pada tikus puasa.
Pada tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin akut, tidak
menunjukkan efek hipoglikemik pada kadar glukosa darah hingga 7
jam setelah perawatan (Mohamed EAH, et al,2013).

b. Diuretik
Kumis kucing diyakini memiliki sifat diuretik, yang berarti dapat
meningkatkan produksi urin dan membantu dalam pengeluaran zat-
zat sisa dari tubuh. Hal ini bisa membantu dalam mengatasi masalah
kesehatan seperti edema (pembengkakan akibat penumpukan
cairan) dan masalah ginjal atau saluran kemih.Ekstrak air kumis
kucing pada dosis 5 dan 10 mg / kg menunjukkan aktivitas diuretik
(dose-dependent), namun ekskresi Na+ dan Cl−tidak meningkat
secara signifikan, tetapi ekskresi K+ meningkat secara signifikan
(Fahrauk ,Faramayuda,2021).

24
c. Antihipertensi
50 % ekstrak methanol dan ekstrak air dari kumis kucing pada dosis
1000 mg/kg dapat menurunkan tekanan darah secara spontan pada
tikus (Manshor NM, Dewa A, et al,2013).

d. Antiinflamasi
Kumis kucing telah digunakan secara tradisional untuk membantu
mengurangi peradangan dalam tubuh.Ekstrak etanol 50 % daun
kumis kucing dengan dosis 50, 100, 200 dan 400 mg / kg BB secara
signifikan menekan peradangan akut dan kronis pada tikus (Tabana
YM, et al,2016).

e. Antioksidan
Ekstrak kumis kucing mengandung senyawa antioksidan, seperti
flavonoid, yang membantu melawan kerusakan akibat radikal bebas
dan mengurangi risiko penyakit degeneratif.Berbagai fraksi daun
kumis kucing menggunakan model in-vitro dari penangkap radikal
bebas 1,1-difenil-2-pikrillhidrazil memiliki potensi antioksidan
yang sebanding dengan beberapa antioksidan standar, termasuk
kuersetin dan butylated hydroxylanisole (BHA) (Fahrauk
,Faramayuda,2021).

25
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan. Salah satu tanaman yang dapat dikembangkan sebagai
obat tradisional adalah kumis kucing. Kemapuan kumis kucing sebagai obat
adalah karena adanya senyawa bioaktif yang terkandung didalamnya.
Simplisia atau herbal adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang
digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan. Simplisia
dapat berupa simplisia nabati, hewani dan pelikan atau mineral.
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstrasi zat aktif
dari simplisia menggunakan pelarut yang sesuai. Pada umumnya pelarut
yang sering digunakan adalah etanol.Metode dasar ekstraksi adalah
maserasi, perkolasi dan sokhletasi dan destilasi uap. Pemilihan terhadap
ketiga metode tersebut diatas disesuaikan dengan kepentingan dan
kandungan senyawa yang diinginkan. Ekstrak kumis kucing adalah ekstrak
yang terbuat dari tanaman Orthosiphon stamineus atau dikenal juga dengan
teh jawa atau kumis kucing.
Kandungan Senyawa murni kumis kucing diantaranya memiliki kandungan
mineral hingga 12% yang komponen utamanya adalah kalium. Selain itu,
daun kumis kucing mengandung saponin, polifenol, flavonoid, alkaloid,
myoinositol, orthosipon glikosida, dan minyak atsiri.
Pada Proses penyiapan atau pembuatan simplisia terdiri dari beberapa
tahapan meliputi pemanenan, sortasi basah, perajangan, pengeringan,
sortasi kering, pengemasan dan penyimpanan serta pemeriksaan mutu.

Pada proses penyiapan ekstrak ukuran bahan baku atau kehalusan serbuk
simplisia akan mempengaruhi proses pembuatan ekstrak, karena semakin
halus serbuk akan memperluas permukaan dan semakin banyak bahan aktif
tanaman tertarik pada pelarut pengekstraksi.

26
Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) adalah suatu
persyaratan yang dapat diwujudkannya reprodusibilitas terhadap kualitas
farmasetik maupun terapetik.Dalam standarisasi digunakan parameter
spesifik dan non-spesifik.

CPOTB merupakan semua tindakan yang meliputi aspek yang menyangkut


pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk
yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah
ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Salah satu kandungan senyawa murni dari tanaman kumis kucing adalah
flavonoid yang emmeiliki aktivitas antioksidan yang tinggi.Dalam
penentuan senyawa murni digunakan metode DPPH. Metode DPPH (2,2-
difenil-1-pikrilhidrazil). dapat dilakukan untuk menentukan aktivitas
biologis yaitu untuk uji aktivitas antioksidan. Metode DPPH berfungsi
untuk mengukur elektron tunggal seperti transfer hidrogen sekaligus juga
untuk mengukur aktivitas penghambatan radikal bebas.Selain itu aktivitas
biologis lain yang dihasilkan dari senyawa murni yang terkandung dalam
tanaman kumis kucing yaitu dapat digunakan untuk diuretik, untuk
mengobati rematik, diabetes, gangguan saluran kemih, edema, demam,
influenza,hepatitis, penyakit kuning, batu empedu, dan Hipetensi.

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis berharap dapat menyelesaikannya
dengan baik namun tanpa dipungkiri dalam kenyataannya makalah ini
masih memiliki banyak kekurangan dan perlu diperbaiki dikarenakan
kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh penulis.
Oleh sebab itu adanya kritik maupun saran yang membangun sangat
diharapkan oleh penulis dari pembaca untuk mengevaluasi pembuatan
makalah ke depannya. Bagi pembaca, hasil penulisan makalh ini diharapkan
dapat menambah wawasan pengetahuan terkait potensi dan manfaat kulit
manggis dalam pengobatan tradisional dan modern.

27
DAFTAR PUSTAKA

Amanda,Windi Zulmi.2020.Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Kumis Kucing


(Orthosiphon aristatus) Pada Bakteri (Pseudomonas aeruginosa).Karya
tulis ilmiah.

Asmawi MZ. 2013.Antidiabetic properties and mechanism of action of


Orthosiphon stamineus Benth bioactive sub-fraction in streptozotocin-
induced diabetic rats. J Acupunct Meridian Stud 6(1):31-40.

Cyntia, Victoria, and Aryoko Widodo.2012. "Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun


Kumis Kucing (Orthosiphon Aristatus) Terhadap Penurunan Kadar
Glukosa Darah Tikus Wistar Yang Diinduksi Aloksan." Jurnal Kedokteran
Diponegoro, Vol. 1, No. 1.

Delyani,Rista, Ani Kurniawati, Maya Melati, dan Didah Nur Faridah. 2017.
Produksi Simplisia Kumis Kucing dengan Perbedaan Cara Pemupukan
dan Ketinggian Pangkas pada Rotasi Panen Tiga Minggu.J. Hort.
Indonesia 8(3): 209-217.

E.B. Minarno.2015.“Skrining Fitokimia Dan Kandungan Total Flavonoid Pada


Buah Carica pubescens & K. Koch Di Kawasan Bromo, Cangar, Dan
Dataran Tinggi Dieng,” El-Hayah., 3(2), 73-82.

Fahrauk Faramayuda, Silvy Julian,Ari Sr Windyaswari, Totik Sri Mariani,


Elfahmi, Sukrasno.2021.Review: Flavonoid Compounds in Orthosiphon
stamineus.Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences

Hermansyah, Y. Sasmita, E. Inoriah. 2009.Penggunaan pupuk daun dan


manipulasi jumlah cabang yang ditinggalkan pada panen kedua tanaman
nilam. Akta Agrosia. 12(2): 194-203.

Kepala BPOM. (2021).Peraturan BPOM Nomor 32 Tahun 2019 Tentang


Persyaratan Keamanan dan Mutu Obat Tradisional yang Baik’.BPOM RI,
PP. 1–16.

Kepala BPOM. (2021).Peraturan BPOM Nomor 14 Tahun 2021 Tentang


Sertifikasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. BPOM RI,
PP.1–16.

Manshor NM, Dewa A, Asmawi MZ, Ismail Z, Razali N, Hassan Z.2013.


Vascular reactivity concerning Orthosiphon stamineus benth-mediated
antihypertensive in aortic rings of spontaneously hypertensive rats. Int J
Vasc Med.

28
Mohamed EAH, Yam MF, Ang LF, Mohamed AJ, S. Sankhalkar. 2014.
”Antioxidant enzyme activity, phenolics and flavonoid content in
vegetative and reproductive parts of Moringa oleifera,” Am J Pharmatechs
Res, Vol. 4, 255-270.

M. Saxena, J. Saxena, R. Nema, D. Singh, A. Gupta.2013. “Phytochemistry of


Medicinal Plants,”Journal of Pharmacognocy and Phytochemistry., 1(6),
168-182.

Mycek M. J., Harvey R. A.,Champe P. C. 2001.Insulin dan obat-obat


Hipoglikemik Oral. Edisi 2. Penerjemah: Azwar Agoes. Jakarta: Widya
Medika.

Ningsih, N. F., Ratnasari, E., dan Faizah, U.2016. Pengaruh Ekstrak Daun Kumis
Kucing (Orthisiphon aristatus) terhadap Mortalitas Hama Wereng Coklat
(Nilaparvata lugens). LenteraBio Vol. 5 No. 1, 14-19.

Parwata, I Made Oka Adi.2016.Obat Tradisional.Jurusan Kimia Laboratorium


Kimia Organik FMIPA Universitas Udayana.Bali.

Putri Pratiwi, Meiny Suzery, Bambang Cahyono.2010.Total Fenolat dan


Flavonoid dari Ekstrak dan Fraksi Daun Kumis Kucing (Orthosiphon
stamineus B.) Jawa Tengah Serta Aktivitas Antioksidannya.Jurnal Sains &
Matematika (JSM)Volume 18 Nomor 4.

Rukmana R. 2014. Pembudidayaan Daun Kumis Kucing. Sistem Informasi


Manajemen Pembangunan di Pedesaan. Kanisius; Yogyakarta. Hal; 43-45.

Sultan, A.R. Raza.2015.”Steroids: A Diverse Class of Secondary Metabolites,”


Medicinal Chemistry, 5(7), 310-317.

Surahmaida,Umarudin.2019.Studi Fitokimia Ekstrak Daun Kemangi dan Daun


Kumis Kucing Menggunakan Pelarut Metanol. Indonesian Chemistry and
Application Journal (ICAJ) ISSN : 2549-2314; Volume : 3; Number 1.

Tabana YM, Al-Suede FSR, Ahamed MBK, et al.2016. Cat’s whiskers


(Orthosiphon stamineus) tea modulates arthritis pathogenesis via the
angiogenesis and inflammatory cascade. BMC Complement Altern
Med.16(1):480.

Widyawati,R.2014.Identifikasi Kemampuan Ekstrak Kumis kucing dari berbagai


daerah di pulau Jawa sebagai inhibitor aktivitas enzim Alfa amilase dan
enzim Alfa glukosidase.Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan.Institut
Pertanian Bogor.Bogor.

29

Anda mungkin juga menyukai