Anda di halaman 1dari 58

i

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Transportasi mengacu pada perpindahan orang atau barang dari satu

lokasi ke lokasi lain dengan menggunakan kendaraan yang dioperasikan

oleh manusia atau mesin.1 Manusia menggunakan transportasi untuk

memudahkan mereka menjalani kehidupan sehari-hari. Darat, laut, dan

udara adalah tiga moda transportasi. Kendaraann bermotor dan mobil

merupakan salah satu jenis transportasi yang sering digunakan. Sebagian

masyarakat juga menggunakan kendaraan tidak bermotor seperti sepeda.

Bersepeda merupakan salah satu solusi efektif untuk menghindari

penggunaan transportasi umum yang padat, meningkatkan kebugaran

tubuh dan merupakan moda transportasi yang ramah lingkungan.2

Gaya hidup bersepeda harus dipertahankan agar tidak menjadi tren

yang semakin lama meredup. Perlu dibangun infrastruktur untuk

mendukung fasilitas yang dapat membuat pesepeda terasa aman dan

nyaman. Jalur sepeda adalah ruas jalan yang diperuntukkan hanya untuk

bersepeda dan alat transportasi tidak bermotor lainnya yang dipisahkan

dari lalu lintas kendaraan bermotor untuk meningkatkan keselamatan

pengendara sepeda dan sekaligus meningkatkan kecepatan berlalu lintas

bagi para pengguna sepeda. Selain itu, penggunaan sepeda perlu

1
Kamus Besar Bahasa Indonesia
2
Ibid.

1
didorong karena menghemat energi dan tidak mengeluarkan polusi udara

yang signifikan.3

Di Indonesia, fasilitas pesepeda merupakan bagian dari perlengkapan

jalan raya. Baik Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan maupun Peraturan Pemerintah Nomor 34

Tahun 2006 tentang Jalan memuat ketentuan yang berkaitan dengan

kewajiban menyediakan fasilitas berupa lajur atau jalur sepeda. Peraturan

Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan yang mengatur fasilitas sepeda memperkuat ketentuan

Undang-Undang ini.4

Masih ditemuinya pengguna sepeda yang melintas di jalan raya

membuat pemerintah menyediakan lajur khusus bagi pengguna sepeda

yang diatur dalam Pasal 45 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan:

“(1) Fasilitas pendukung penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan


Jalan meliputi:
a. trotoar;
b. lajur sepeda;
c. tempat penyeberangan Pejalan Kaki;
d. Halte; dan/atau
e. fasilitas khusus bagi penyandang cacat dan manusia usia
lanjut.
(2) Penyediaan fasilitas pendukung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan oleh:
a. Pemerintah untuk jalan nasional;
b. pemerintah provinsi untuk jalan provinsi;
c. pemerintah kabupaten untuk jalan kabupaten dan jalan desa;
d. pemerintah kota untuk jalan kota; dan
e. badan usaha jalan tol untuk jalan tol.”
3
Ibid.
4
Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013
tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

2
Lajur khusus bagi pengguna sepeda terletak di sebelah kiri bahu jalan.

Biasanya terdapat gambar sepeda. Ini berfungsi sebagai rute bagi

pengendara sepeda yang ingin memacu sepedanya di jalan raya.5

Pengguna sepeda juga mendapat perlindungan yang tercantum di

dalam Pasal 62 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu:

“(1) Pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi


pesepeda.
(2) Pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan;
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas.”
Jumlah pengendara sepeda di jalan raya tidak sebanyak pengguna

mobil atau motor. Meski demikian, pemerintah harus tetap memastikan

para pesepeda merasa aman dan nyaman selama berada di jalan raya.

Selain itu, telah diamanatkan dalam Pasal 106 Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan

bahwa:

“setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di Jalan


wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pengguna
sepeda.”
Peraturan ini diharapkan dapat melindungi hak pesepeda untuk

menggunakan fasilitas yang sama dengan pengguna jalan lainnya saat

berada di jalan raya.6

5
Ina Puji Hastuti, 2019, Pemenuhan Hak Pesepeda di Jalan Raya sebagai Upaya
Perlindungan Hak Atas Rasa Aman, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia, hlm.2.
6
Ibid, hlm.3.

3
Mengingat masih banyak kendaraan bermotor yang menggunakan

lajur khusus sepeda, maka sudah sepantasnya penertiban sanksi juga

diperketat. Pasal 284 ayat (1) Undanag-Undang Nomor 22 Tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur tentang hukuman bagi

pengemudi kendaraan bermotor:

“Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan


tidak mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki atau pesepeda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda
paling banyak Rp500.000,- (lima ratus ribu rupiah).”
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun

2020 tentang Kriteria Jalur Sepeda dan Keselamatan Pesepeda sebagai

respon atas meningkatnya pengguna sepeda. Peraturan ini dikeluarkan

dengan maksud untuk menjaga keselamatan pengguna sepeda dan

membina tertib lalu lintas.7

` Lebih lanjut, pemerintah Kota Makassar telah menyediakan lajur

khusus bagi pesepeda yang terletak di sebelah kiri jalan raya. Lajur

khusus tersebut telah didukung dengan jalan raya yang dicat berwarna

hijau bertuliskan sepeda. Namun, pesepeda di Kota Makassar terus

mengalami banyak kendala.

Jumlah fasilitas pendukung seperti lajur khusus masih sangat minim.

Fasilitas yang diberikan tersebut terkadang digunakan bukan oleh

pengguna sepeda itu sendiri melainkan oleh pengguna kendaraan

bermotor karena kondisi jalanan yang padat atau sebagai jalur alternatif

7
Ibid.

4
saat terjadi kemacetan. PKL yang berjualan, kendaraan yang parkir di

jalur sepeda, serta kurangnya rambu informasi seputar lajur sepeda.

Akibatnya, berkendara akan menjadi tidak nyaman dan lebih parah lagi

akan berujung pada peningkatan kecelakaan lalu lintas.

Selain itu juga kurangnya pembatas jalan yang tegas memisahkan

antara lajur khusus dengan lajur kendaraan bermotor. Lajur khusus yang

sudah dibangun di Kota Makassar ini jelas tidak akan efektif jika masih

banyak kendala dalam pelaksanannya.

Atas permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan

pengkajian dan penelitian yang mendalam dengan judul Efektivitas

Pelaksanaan Lajur Khusus Pada Penggunaan Sepeda di Kota

Makassar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas, maka rumusan masalah yang

menjadi fokus pembahasan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana efektivitas pelaksanaan lajur khusus pada penggunaan

sepeda di Kota Makassar ?

2. Apa faktor yang menghambat penerapan lajur khusus di Kota

Makassar ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan lajur khusus pada

penggunaan sepeda di Kota Makassar.

5
2. Untuk mengetahui faktor penghambat penerapan lajur khusus di Kota

Makassar.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan/manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini,

yaitu:

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat membantu

pertumbuhan Administrasi Negara dan menjadi sumber pembelajaran

dan pemahaman, khususnya yang berkaitan dengan lajur khusus di

Kota Makassar.

2. Kegunaan praktis penelitian ini sebagai pemenuhan syarat

penyelesaian studi pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Makassar.

E. Keaslian Penelitian

Pada dasarnya dalam melakukan penelitian hukum harus memuat

beberapa hal baru baik dari segi substansi maupun kajian penelitian

sebelumnya yang memiliki kesamaan atau relevansi dengan topik

penelitian yang akan dilakukan. Dengan demikian, calon peneliti dapat

menjelaskan dan menekankan perbedaan antara penelitian yang akan

dilakukan oleh calon peneliti dengan beberapa hasil penelitian

sebelumnya yang memiliki kesamaan dari segi topik pembahasan yang

akan dilakukan agar tidak terjadi duplikasi penelitian. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh:

6
1. Skripsi oleh Angel Monica Sharen, Mahasiswa S1 Program Studi

Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum, Universitas

Hasanuddin Makassar dengan judul “Implementasi Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan terhadap Penyediaan Jalur Sepeda di Kota Makassar” tahun

2021. Hasil penelitian yang didapatkan yaitu pelaksanaan dari

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentnag Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan terhadap Penyediaan Jalur Sepeda di Kota

Makassar belum terlaksana sebagaimana yang diamanahkan

dalam peraturan tersebut serta beberapa faktor yang menjadi

penghambat belum tersedianya jalur sepeda.

2. Skripsi oleh Radhite Haryasakti Aji, Mahasiswa S1 Program Studi

Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia,

Yogyakarta dengan judul “Implementasi Peraturan Walikota Nomor

25 Tahun 2010 terhadap Penerapan Jalur Khusus Sepeda di Kota

Yogyakarta” pada tahun 2018. Hasil penelitian yang didapatkan

yaitu Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta melakukan

pemasangan rambu lalu lintas dan marka jalur khusus sepeda serta

mengadakan sosialisasi sebagai bentuk implementasi dari

Peraturan Walikota.

7
Berdasarkan pemaparan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan

bahwa penelitian yang dilakukan oleh Angel Monica Sharen dan Radhite

Haryasakti Aji berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh

penulis. Penelitian yang akan dilakukan penulis terkait dengan efektivitas

pelaksanaan lajur khusus dan faktor penghambat penerapan lajur khusus

di Kota Makassar.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Efektivitas Hukum

1. Pengertian Efektivitas Hukum

Efektivitas berasal dari kata efektif, yang dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) berarti mempunyai pengaruh, akibat, membuahkan

hasil, atau efektif. Menurut Achmad Ali, untuk mengetahui sejauh mana

efektivitas hukum, terlebih dahulu kita harus dapat menilai sejauh mana

persyaratannya diikuti atau diabaikan. Achmad Ali menambahkan, secara

umum faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas suatu peraturan

perundang-undangan adalah pelaksanaan yang profesional dan peran,

wewenang, dan fungsi para penegak hukum baik dalam menjabarkan

tanggung jawab yang dibebankan kepadanya maupun dalam menegakkan

hukum tersebut,8 dengan kata lain efektivitas hukum adalah kesesuaian

antara apa yang diatur dalam undang-undang dengan pelaksanaannya.

Menurut Soerjono Soekanto, suatu undang-undang dikatakan efektif

jika memiliki akibat hukum yang menguntungkan dan mencapai tujuannya

untuk mengubah perilaku illegal menjadi perilaku legal. 9 Namun dalam

pelaksanannya ditemukan banyak pelanggaran atau pelaksanaannya

tidak mengikuti pedoman yang telah ditetapkan dalam suatu peraturan.

8
Achmad Ali, 2010, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan, Jakarta:Kencana,
hlm.375.
9
Nur Fitryani Siregar, 2018, Efektivitas Hukum, Al-Razi, Volume 18 Nomor 2,
Sekolah Tinggi Agama Islam Barumun Raya, hlm.6.

9
Dari fenomena tersebut kemudian mengakibatkan aturan-aturan tidak

berlaku efektif.

Jika suatu peraturan masih rancu atau tidak jelas penerapannya,

maka dikatakan tidak efektif.10 Cara penegakan hukum atau otoritas lain

yang tidak konsisten dalam menegakkan peraturan ini juga dapat menjadi

faktor penyebabnya. Kurangnya dukungan atau keterlibatan masyarakat

dalam menegakkan ketentuan peraturan juga dapat berkontribusi pada

faktor lain, menyebabkan implementasi peraturan menjadi tidak efektif.

Apabila penerapan aturan tersebut berjalan dengan lancar dan memenuhi

kebutuhan masyarakat, maka aturan tersebut dapat dikatakan efektif. Ada

teori efektivitas hukum yang menyelidiki masalah ini untuk mengukur

efektivitas peraturan tersebut.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Hukum

Terdapat 5 (lima) faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya

suatu undang-undang11

1. Faktor hukum itu sendiri (undang-undang);

Sebagai tujuan penciptaan hukum, tujuan hukum adalah untuk

memberikan kepastian, kemanfaatan, dan keadilan. Agar suatu

hukum dapat diterima dan diterapkan dengan baik, maka harus

diciptakan sesuai dengan nilai, cita-cita, atau tujuan yang ada dalam

10
Ibid, hlm.7.
11
Soerjono Soekanto, 2014, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum, Jakarta:Rajawali Pers, hlm.8.

10
masyarakat. Agar hukum dapat memberikan dampak positif, ia harus

mematuhi sejumlah prinsip. Nilai tersebut terdiri dari:

1. Peraturan perndang-undangan tidak berlaku surut. Dengan

kata lain, undang-undang hanya dapat digunakan untuk

mengatasi situasi yang disebutkan dalam peraturan dan

muncul setelah peraturan tersebut berlaku efektif.

2. Otoritas yang lebih tinggi memiliki kekuasaan untuk

membuat undang-undang yang lebih tinggi.

3. Hukum yang lebih khusus lebih diutamakan daripada

hukum yang lebih umum. Artinya, meskipun untuk peristiwa-

peristiwa hukum tersebut dapat diterapkan undang-undang

yang menyebutkan peristiwa yang lebih luas atau lebih

umum yang mencakup peristiwa khusus tersebut, tetapi

peristiwa khusus tersebut harus dilaksanakan sesuai

dengan undang-undang yang menyebutkan peristiwa

tersebut.

4. Undang-undang yang belakangan membatalkan yang

sebelumnya. Artinya, jika undang-undang baru berlaku,

undang-undang sebelumnya yang mengatur masalah

tertentu menjadi tidak berlaku. Namun maksud dan

maknanya berbeda atau bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan sebelumnya.

5. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat.

11
6. Melalui perbaikan atau pembaharuan, peraturan

perundang-undangan dapat membantu masyarakat dan

anggotanya mencapai kesejahteraan materil dan spiritual.

Yaitu, mencegah pembuat undang-undang bertindak

sewenang-wenang atau agar undang-undang tersebut tidak

menjadi benda mati.

2. Faktor penegak hukum,

Penegak hukum adalah orang yang membuat dan menegakkan

hukum. Peran penegak hukum dalam penegakan hukum menjadi

penting. Aparat penegak hukum harus memiliki keahlian khusus yang

sesuai dengan aspirasi masyarakat agar dapat menjadi panutan.

Selain mampu melakukan atau memainkan peran yang dapat diterima

oleh masyarakat, mereka juga harus mampu berkomunikasi dan

memahami sasarannya.12

3. Faktor sarana dan prasarana penegakan hukum;

Masalah teknis yang mendukung pelaksanaan undang-undang

menjadi krusial dalam implementasinya. Jika dalam penerapannya

tidak dapat difasilitasi dengan baik maka penerapan hukum tidak akan

dapat berjalan dengan baik.13

Agar efektif secara hukum, fasilitas dan kemudahan penegakan

hukum dirancang untuk mempermudah pekerjaan. Komponen

infrastruktur dan fasilitas tertentu harus memenuhi tolok ukur yang

12
Ibid, hlm.34.
13
Ibid, hlm.37.

12
ditetapkan oleh Soerjono Soekanto untuk mengukut efektivitasnya.

Komponen tersebut terdiri dari:

1. Yang tidak ada, lekas diadakan.

2. Yang rusak, segera diperbaiki.

3. Yang kurang, dilengkapi atau ditambah.

4. Yang macet, segera dilancarkan fungsinya.

5. Yang mundur, dimajukan atau ditingkatkan fungsinya.14

4. Faktor masyarakat;

Perdamaian dalam masyarakat adalah hal yang ingin dicapai oleh

penegakan hukum. Jadi, dari sudut pandang tertentu, masyarakat bisa

mempengaruhi penegakan hukum.15 Jika masyarakat sadar akan hak

dan tanggung jawabnya, maka mereka juga akan sadar akan tindakan

yang dapat dilakukan untuk melindungi, memenuhi, dan

mengembangkan kebutuhannya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

5. Faktor kebudayaan;

Budaya hukum pada hakikatnnya terdiri dari nilai-nilai yang

menjadi landasan hukum yang bersangkutan, nilai-nilai yang

merupakan konseptualisasi baik dan buruk yang bersifat abstrak.

Aspek-aspek penegakan hukum tersebut di atas saling berhubungan

karena mereka mendefinisikannya dan berfungsi sebagai standar

seberapa efektifnya. Suatu hukum atau perundang-undangan dikatakan

14
Ibid, hlm.44.
15
Ibid, hlm.45.

13
efektif jika faktor-faktor yang mempengaruhinya berfungsi sebagaiamana

dimaksud dan populasi sasarannya berperilaku seperti yang diharapakan.

Namun, pada kenyataannya penerapan peraturan perundang-undangan

atau penegakan hukum dalam masyarakat tergantung pada kesadaran

dan ketaatan hukum. Lebih jauh, Soerjono Soekanto menegaskan bahwa

beberapa faktor, antara lain sebagai berikut, memiliki pengaruh langsung

terhadap efektivitas suatu undang-undang.

1. Upaya menancapkan supremasi hukum dalam masyarakat melalui

organisasi atau lembaga, infrastruktur yang memadai berupa sumber

daya manusia, atau sarana pendukung lainnya.

2. Cara masyarakat menyikapi hukum tergantung pada nilai-nilai yang

dominan. Penerimaan hukum di masyarakat dapat dipengaruhi oleh

berbagai faktor, antara lain penghormatan masyarakat terhadap

otoritas aparat penegak hukum seperti polisi atau kesamaan antara

tujuan diundangkannya hukum dan nilai-nilai yang mereka anut.

3. Karena pengetahuan hukum tidak praktis dan dapat diperoleh dengan

segera, maka perlu waktu untuk menanamkannya di masyarakat.

Efektivitas penegakan hukum didasarkan pada berapa lama proses itu

berlangsung.16

Berbicara tentang keefektifan hukum juga memerlukan pembahasan

bagaimana hukum mempengaruhi masyarakat untuk menyesuaikan diri

dengan hukum untuk menapa tujuan hukum itu sendiri. Menurut Zainuddin

Ali, agar suatu undang-undang dapat berjalan dengan baik, maka


16
Op.cit. hlm.7.

14
ketentuan-ketentuannya harus tetap berada di bawah pengawasan

hukum, sosiologis dan filosofis.17 Tujuan hukum adalah untuk mewujudkan

keadilan dan perdamaian dalam masyarakat.18

B. Teori Akibat Hukum

Akibat hukum adalah hukuman yang dijatuhkan oleh undang-undang

atas suatu perbuatan yang dilakukan oleh subjek hukum. Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia, akibat adalah sesuatu yang berkembang

sebagai akibat dari peristiwa, keadaan, atau keadaan yang

mendahuluinya. Akibatnya, anggapan bahwa akibat hukum adalah satu-

satunya akibat dari suatu perbuatan adalah tidak benar, karena perbuatan

non hukum yang dilakukan oleh mahasiswa hukum sekalipun berpotensi

menimbulkan akibat hukum.19

Dengan kata lain, ada dua kemungkinan akibat hukum:

1. Tindakan hukum atau perbuatan hukum;

2. Delik, termasuk delik perdata (perbuatan melawan hukum) maupun

delik hukum pidana (tindak pidana).

Dalam kepustaskaan ilmu hukum dikenal tiga macam akibat hukum,

yaitu:

1. Akibat hukum berupa pembentukan, perubahan, atau penghapusan

suatu aturan hukum tertentu.

17
Zainuddin Ali, 2012, Sosiologi Hukum, Jakarta:Sinar Grafika, hlm.62.
18
Nur Fitryani Siregar, 2018, Efektivitas Hukum, Al-Razi, Volume 18 Nomor 2,
Sekolah Tinggi Agama Islam Barumun Raya, hlm.3.
19
Achmad Ali, 2015, Menguak Tabir Hukum, Jakarta:Kencana, hlm.275.

15
2. Timbulnya, perubahan, atau pembubaran suatu hubungan hukum

tertentu yang mempunyai akibat hukum.

3. Akibat hukum berupa sanksi, baik sanksi pidana maupun sanksi

perdata.

Jika membandingkan tujuan sanksi atau hukuman menurut hukum

perdata dan hukum pidana, kita dapat melihat adanya perbedaan.

Misalnya, dalam hukum perdata, sanksi atau hukuman dimaksudkan

untuk melindungi subjek hukum lain selain pelanggar. Dalam bidang

hukum pidana, sanksi atau hukuman dimaksudkan untuk sengaja

mendatangkan kesengsaraan atau penderitaan bagi pelakunya.

Adanya hubungan hukum, peristiwa hukum, dan objek hukum

merupakan prasyarat untuk membicarakan akibat hukum. Akibat hukum

timbul dari suatu hubungan hukum yang didalamnya terdapat hak dan

kewajiban, menurut Soedjono Dirdjosisworo.20 Peristiwa atau kejadian

yang dapat menimbulkan akibat hukum antara pihak-pihak yang memiliki

hubungan hukum ada dalam berbagai konteks hukum, baik hukum publik

maupun hukum privat.21

Menurut Satjipto Rahardjo, undang-undang didasarkan pada peristiwa

hukum, dan karena undang-undang menetapkan parameter untuk

hubungan tertentu, maka disebut sebagai hubungan hukum. 22 Misalnya

ada peraturan hukum dan ada yang mendorong terjadinya peristiwa

20
Soedjono Dirdjosisworo, 2010, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta:PT. Raja
Grafindo Tinggi, hlm.131.
21
Ibid, hlm.130.
22
Satjipto Rahardjo, 2014, Ilmu Hukum, Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, hlm.40.

16
hukum dan perrumusan perilaku yang tertuang dalam peraturan hukum

harus benar-benar terjadi agar berdampak pada hukum.23

Sebaiknya dibedakan antara landasan hukum dan landasan peraturan

yaitu dengan berpedoman pada peraturan hukum yang dijadikan sebagai

kerangka acuan, dan Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa ada dua tahap

munculnya suatu undang-undang yaitu adanya suatu kondisi berupa

terjadinya suatu peristiwa dalam kenyataan yang memenuhi rumusan

dalam peraturan hukum yang disebut sebagai dasar hukum.24

Philipus M. Hadjon, berpendapat bahwa kumulasi internal dan

kumulasi eksternal, dua proses hukum, dapat mengakibatkan penerapan

sanksi secara bersama-sama antara hukum administrasi dan hukum

lainnya. Penerapan sanksi administrasi di samping sanksi lainnya, seperti

sanksi pidana atau perdata, dikenal sebagai akumulasi internal.

Pemerintah dapat memanfaatkannya dalam kapasitasnya sebagai badan

hukum untuk mempertahankan hak-hak keperdataannya, khususnya

sanksi perdata. Asas “ne bis in idem” (artinya tidak mengetahui hal yang

sama dua kali, artinya perkara yang sama tidak dapat diadili untuk kedua

kali) tidak diterapkan karena sanksi pidana dan administrasi dapat

diterapkan secara bersamaan. Ada perbedaan sifat dan maksud dalam

hukum administrasi dengan sanksi pidana.25

23
Ibid, hlm.35.
24
Ibid, hlm.37.
25
Philipus M. Hadjon, 2008, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,
Yogyakarta:Gajah Mada University Press, hlm.247.

17
C. Tinjauan tentang Sanksi

1. Pengertian Sanksi Hukum

Sanksi adalah tindakan-tindakan (hukuman) untuk memaksa

seseorang menaati aturan atau menaati ketentuan undang-undang. 26

Hukuman atau sanksi adalah perlakuan tertentu yang sifatnya tidak

mengenakkan atau menimbulkan penderitaan, yang diberikan kepada

pihak pelaku perilaku menyimpang. Hukuman semestinya diberikan

sebanding dengan kualitas penyimpangan yang dilakukan. Pemberian

hukuman tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Biasanya

pemberian hukuman dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang.

2. Sanksi Administrasi

Belanda menetapkan pengertian sanksi administrasi adalah kewajiban

yang dijatuhkann atau kewenangan dari badan/pejabat pemerintahan

yang berwenang atas suatu pelanggaran. Van Wick mengklaim bahwa

sanksi administrasi adalah bentuk kekuatan hukum publik yang dapat

digunakan oleh badan/pejabat tata usaha negara untuk menghukum

pelanggar hukum tata usaha Negara.27 Pihak berwenang dapat

menggunakan sanksi administrasi sebagai alat kekuatan hukum publik

untuk membalas orang yang tidak mematuhi standar hukum

administrasi.28

26
Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan, Jakarta:Kencana
Pranada Media Grup, hlm.375.
27
A’an Efendi, dan Freddy Poernomo, 2019, Hukum Administrasi, Jakarta:Sinar
Grafika, hlm.303.
28
Ibid, hlm.303

18
Sanksi administrasi yang menganut pengertian di atas memiliki ciri-ciri

sebagai berikut.

1. Sarana atau instrumen kekuasaan hukum publik yang dipilih sesuai

dengan aturan perundang-undangan.

2. Penjatuhan dan pelaksanaannya oleh badan/pejabat pemerintahan

tanpa intervensi penuntut umum atau hakim.

3. Dikenakan kepada pelanggar norma-norma hukum administrasi.

Penegakan sanksi administrasi oleh penegak hukum memiliki dua

keuntungan dibandingkan dengan sanksi lainnya, menurut Carolyn Abbot,

karena diputuskan oleh badan/pejabat pemerintahan. Pertama,

dibandingkan dengan penegakan hukum pidana, proses penetapan dan

penjatuhan sanksi administrasi tidak memakan waktu yang lama. Sanksi

administrasi adalah cara yang hemat biaya untuk menegakkan hukum.

Kedua, sanksi administrasi tidak dijatuhkan oleh hakim melainkan oleh

pejabat khusus yang lebih memahami kerangka hukum, dan teori-teori

ilmiah yang berkaitan dengan pengaturan operasional yang dibuat oleh

entitas dan keadaan individu pelanggar.29

3. Macam-macam Sanksi Administrasi

Di sebagian besar bidang administrasi, undang-undang dan peraturan

secara eksplisit menyatakan dan menetapkan macam dan jenis sanksi.

29
Ibid, hlm.304.

19
Secara umum ada beberapa kategori sanksi yang berbeda dalam hukum

administrasi, antara lain:30

a. Paksaan Pemerintahan (bestuursdwang/politiedwang)

Kekuasaan memaksa (bestuursdwangbevoegheid) pemerintah dapat

didefinisikan sebagai kemampuan lembaga pemerintah untuk mengambil

tindakan tegas untuk mengakhiri keadaan yang bertentangan dengan

aturan Hukum Administrasi Negara, baik karena pemerintah menanggapi

pelanggaran hukum warga negara atau karena kewajiban pemerintah

yang timbul dari peraturan tersebut tidak terpenuhi. Paksaan pemerintah

dianggap sebagai bentuk hukuman yang nyata karena dilakukan tanpa

keterlibatan hakim dan orang yang melanggar hukum dapat dimintai

pertanggungjawaban langsung atas biaya yang terkait dengan

pelaksanaannya.

Pemerintah memiliki kebebasan untuk memutuskan apakah akan

menggunakan bestuursdwang atau bahkan menjatuhkan sanksi lain

sehingga kewenangan pemerintah untuk menggunakan bestuursdwang

menjadi kewenangan yang bebas. Kaidah umum tata pemerintahan yang

baik seperti kaidah kejujuran, keadilan, dan kepastian hukum, antara lain

membatasi kemampuan pemerintah untuk menggunakan paksaan.31

Selain itu, ketika dihadapkan pada kasus-kasus pelanggaran hukum

administrasi negara, pemerintah harus menerapkan prinsip ketelitian,

kepastian hukum, atau diskresi dengan menilai secara seksama apakah

30
Ridwan HR, 2011, Hukum Administrasi Negara, Jakarta:Rajawali Pers, hlm.303.
31
Ibid, hlm.307.

20
pelanggaran tersebut bersifat substansial atau tidak. Penerapan sanksi

terutama dalam bentuk paksaan pemerintah baik pelanggaran berat

maupun ringan harus memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku, baik

hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis, yaitu asas-asas umum

pemerintahan yang baik.32

Salah satu syarat hukum yang berlaku saat ini adalah teguran tertulis

yang dituangkan dalam bentuk keputusan tata usaha negara harus

diberikan sebelum pelaksanaan bestuursdwang atau paksaan pemerintah.

Informasi berikut harus disertakan dalam surat peringatan tertulis ini:

1) Peringatan harus jelas,

2) Organ yang berwenang harus disebut,

3) Peringatan harus ditujukan kepada orang yang tepat,

4) Ketentuan yang dilanggar jelas,

5) Deskripsi eksplisit tentang pelanggaran harus diberikan,

6) Batas waktu harus ditentukan dalam peringatan,

7) Pemberian beban jelas dan seimbang,

8) Pemberian beban tanpa syarat

9) Beban mengandung pemberian alasannya

10)Peringatan memuat berita tentang pembebanan lainnya.33

Jenis sanksi administrasi dapat dilihat dari segi sasarannya terbagi

atas tiga jenis.

32
Ibid, hlm.308.
33
Ibid, hlm.307.

21
a. Sanksi reparatoir artinya sanksi yang digunakan sebagai tanggapan

atas pelanggaran norma dalam upaya mengembalikan keadaan

seperti sebelum pelanggaran terjadi, misalnya bestuursdwang,

dwangsom.

b. Sanksi punitif artinya sanksi yang dimaksudkan agar seseorang

patuh pada hukum, seperti denda administratif.

c. Sanksi yang besifat regresif adalah sanksi yang dijatuhkan sebagai

tanggapan atas pelanggaran ketentuan keputusan ketidakpatuhan

terhadapnya.34

b. Penarikan KTUN yang menguntungkan

Pembatalan atau penghapusan KTUN yang menguntungkan

merupakan salah satu sanksi dalam HAN. Pencabutan ini dilakukan

dengan mengeluarkan keputusan baru dengan bahasa yang secara

khusus mencabut keputusan sebelumnya dan/atau menyatakan

ketidakberlakuannya. Hak-hak yang tersirat oleh keputusan yang

menguntungkan oleh organ pemerintah dibatalkan jika dicabut. Sanksi ini

termasuk sanksi yang berlaku mundur, atau ke negara sebelum putusan

dijatuhkan. Dengan kata lain, sanksi dilaksanakan sebagai tanggapan

atas perbuatan yang melawan hukum dan hak serta kewajiban yang

timbul setelah dikeluarkannya keputusan dihapuskan atau tidak ada

seperti sebelum dikeluarkannya keputusan. Dalam hal syarat atau

ketentuan tertulis dilanggar, diterapkan sanksi pencabutan KTUN yang

34
W. Riawan Tjandra, 2018, Hukum Administrasi Negara, Jakarta:Sinar Grafika,
hlm.220.

22
menguntungkan. Selain itu, undang-undang yang berkaitan dengan izin

yang digunakan pelanggar dapat dilanggar.

Keputusan itu sendiri dan sanksi pencabutan keputusan sangat erat

kaitannya. Keputusan yang mengikat hanya dapat dicabut oleh badan

pemerintah yang membuatnya dan hanya sepanjang peraturan

perundang-undangan yang mendasarinya mengizinkan. Dalam hal pilihan

bebas, undang-undang dan peraturan mungkin atau tidak mungkin tidak

menentukan penghapusannya sebagai sanksi.

Karena asas het vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea

causa yang mengatakan bahwa setiap keputusan yang diambil oleh

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada umumnya dianggap benar

menurut undang-undang sampai dibuktikan sebaliknya oleh hakim di

pengadilan, maka pencabutan keputusan ini menimbulkan kerugian

hukum. Oleh karena itu, KTUN yang telah diterbitkan pada dasarnya tidak

dapat dicabut sampai dibuktikan sebaliknya oleh hakim di pengadilan.35

c. Pengenaan uang paksa (dwangsom)

Uang paksa sebagai hukuman atau denda, jumlahnya berdasarkan

syarat dalam perjanjian, yang harus dibayar karena tidak membayar, tidak

melaksanakan dengan baik atau tidak memenuhi waktu yang ditentukan

(dalam hal ini berbeda dengan biaya ganti rugi, kerusakan dan

pembayaran bunga).

Dalam hukum administrasi negara, pengenaan uang paksa ini dapat

dikenakan kepada seseorang atau warga negara yang tidak menaati atau
35
Ibid, hlm.312.

23
melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sebagai

alternatif dari paksaan pemerintahan.

Permasalahan hukum yang dihadapi dalam pengenaan uang paksa

sama dengan pelaksanaan paksaan secara nyata. Berkaitan dengan

KTUN yang menguntungkan seperti perizinan, biasanya pemohon

perizinan diwajibkan untuk menyediakan uang jaminan. Jika pelanggaran

atau pelanggar (pemegang izin) tidak segera mengakhirinya, maka uang

jaminan itu dipotong sebagai dwangsom. Uang jaminan ini lebih banyak

digunakan saat penerapan bestuursdwwang sulit dilakukan.36

d. Pengenaan denda administratif (bestuurslijke boetes)

Berbeda dengan uang paksa administrasi yang bertujuan untuk

memperoleh keadaan konkret yang sesuai dengan norma, denda

administrasi tidak lebih dari reaksi terhadap pelanggaran norma yang

bertujuan untuk menambah hukuman yang pasti, apalagi dengan

administrasi yang tertuang dalam undang-undang perpajakan. Namun,

organ administrasi dapat menjatuhkan hukuman tanpa campur tangan

hakim. Pengenaan denda administratif tanpa mediasi hakim tidak berarti

pemerintah dapat menerapkannya secara sewenang-wenang. Pemerintah

harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip HAN baik tertulis maupun tidak

tertulis.37

Pembuat undang-undang dapat memberikan wewenang kepada

organ pemerintahan untuk menjatuhkan hukuman berupa denda terhadap

36
Ibid, hlm.316.
37
Ibid, hlm.317.

24
seseorang yang melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan.

Otorisasi langsung mengenai sanksi hukuman dapat ditemukan dalam

peraturan perundang-undangan.38

Secara umum, dalam berbagai peraturan perundang-undangan telah

ditemukan sanksi berupa denda mengenai besaran yang dapat dikenakan

kepada pihak yang melanggar ketentuan tersebut. Berkenaan dengan

denda administrasi tersebut, disimpulkan bahwa denda administrasi hanya

dapat diterapkan kewenangan yang diatur dalam undang-undang dalam

arti formal.39

D. Dasar Hukum Pelaksanaan Lajur Khusus

1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan

Pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan:

“Lalu Lintas dan Angkutan Jalan merupakan satu kesatuan sistem


yang terdiri dari Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.”
Pada Pasal 25 angka 1 dijelaskan pula bahwa:

“Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib


dilengkapi dengan perlengkapan Jalan berupa:
a. Rambu Lalu Lintas;
b. Marka Jalan;
c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
d. alat penerangan Jalan;
e. alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan;
f. alat pengawasan dan pengamanan Jalan;
g. fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat;
dan
h. fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
yang berada di Jalan dan di luar badan Jalan.”
38
Ibid, hlm.317.
39
Ibid, hlm.318.

25
Lebih lanjut, dalam Pasal 45 dijelaskan:

“Fasilitas pendukung penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan


Jalan meliputi:
a. trotoar;
b. lajur sepeda;
c. tempat penyeberangan Pejalan Kaki;
d. Halte; dan/atau
e. fasilitas khusus bagi penyandang cacat dan manusia usia
lanjut.”

Selanjutnya, dalam Pasal 62:

“(1) Pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi


pesepeda.
(2) Pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalamberlalu lintas.”

Serta pada Pasal 122 ayat (1)

“Pengendara Kendaraan Tidak Bermotor dilarang:


a.dengan sengaja membiarkan kendaraannya ditarik oleh
Kendaraan Bermotor dengan kecepatan yang dapat
membahayakan keselamatan;
b.Mengangkut atau menarik benda yang dapat merintangi atau
membahayakan Pengguna Jalan lain; dan/atau
c. menggunakan jalur jalan Kendaraan Bermotor jika telah
disediakan jalur jalan khusus bagi Kendaraan Tidak Bermotor.”

2. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan

3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penataan Ruang

4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan

5. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan

Pada Pasal 54 disebutkan bahwa:

“(1) Jalan dilengkapi dengan fasilitas untuk sepeda. Pejalan Kaki,


dan penyandang cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 huruf g.

26
(2) Fasilitas untuk sepeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa lajur dan/atau jalur sepeda yang disediakan secara
khusus untuk pesepeda dan/atau dapat digunakan bersama-
sama dengan Pejalan Kaki.”

Selain itu pada Pasal 116 juga disebutkan:

“(1) Lajur sepeda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat


(1) huruf b disediakan untuk pesepeda.
(2) Lajur sepeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa:
a. lajur yang terpisah dengan badan jalan; dan
b. lajur yang berada pada badan jalan.
(3) Lajur sepeda pada badan jalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b dipisahkan secara fisik dan/atau marka.
(4) Lajur sepeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi persyaratan:
a. keamanan;
b. keselamatan;
c. kenyamanan dan ruang bebas gerak individu; dan
d. kelancaran lalu lintas.”

6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59 Tahun 2020 tentang

Keselamatan Pesepeda di Jalan

7. Peraturan Walikota Makassar Nomor 96 Tahun 2016 tentang

Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja

Dinas Perhubungan

E. Lajur Khusus

Secara umum, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan mengatur tentang kelancaran, keamanan, dan

ketertiban lalu lintas. Pengguna jalan perlu mendapatkan bimbingan dan

penyuluhan sebanyak mungkin tentang mereka yang akan menggunakan

27
ketentuan ini. Begitu pula dengan petugas lalu lintas dan angkutan jalan

yang harus mendapatkan penyuluhan dan pembinaan.40

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59 Tahun 2020 tentang

Keselamatan Pesepeda di Jalan menyebutkan:

“Jalur adalah bagian Jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas


kendaraan”41

“Lajur Sepeda adalah bagian Jalur yang memanjang, dengan atau


tanpa marka Jalan, yang memiliki lebar cukup untuk dilewati satu
sepeda, selain sepeda motor”42

Fungsi lajur sepeda adalah:

a. Memisahkan sepeda dari kendaraan lain agar tidak ada lagi sepeda

yang masuk ke lajur kendaraan bermotor,

b. Mencegah kecelakaan yang mungkin terjadi jika sepeda disatukan

dengan kendaraan lain.

Berbeda dengan jalur sepeda di jalan umum tanpa separator, jalur

sepeda yang dibatasi oleh pemisah memberikan lebih banyak ruang bagi

pengendara sepeda untuk berkendara dengan aman. Di jalan umum

tanpa separator atau lajur, kendaraan bermotor dapat melewati atau

mengambil alih lajur yang telah disediakan untuk pesepeda. Jumlah

pengendara sepeda, kondisi lalu lintas, dan lebar jalan semuanya harus

dipertimbangkan saat memutuskan apakah akan menggunakan separator

atau tidak.43
40
Ismail Hasan Metareum, 2009, Inventarisasi dan Analisa terhadap Perundang-
Undangan Lalu Lintas, Jakarta:CV. Rajawali, hlm.64.
41
Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59 Tahun 2020 tentang
Keselamatan Pesepeda di Jalan
42
Ibid, Pasal 1 angka 6
43
Putu Aldi Wira Kusuma, dkk, 2021, Kewenangan Pemerintah Kota Denpasar
dalam Penerapan Jalur Khusus Sepeda, Jurnal Interpretasi Hukum, Volume 2 Nomor 3,

28
Letak jalur sepeda dapat mempengaruhi kenyamanan pengguna. Jika

jalur sepeda digunakan berdampingan dengan jalur lalu lintas lainnya,

seperti jalur pejalan kaki dan jalur bus, maka harus ada jalur yang sesuai

seperti menyediakan jalur khusus sepeda harus disediakan untuk

menjamin keamanan dan kenyamanan pesepeda. Jaringan rute jalur

sepeda perlu terhubung dengan tujuan utama perjalanan yang dapat

ditemukan berupa area publik. Rute dijelaskan dengan jelas, termasuk

jalan memutar dan pemberhentian yang tersedia.44

Kenyamanan dan keamanan pesepeda harus diutamakan dalam

infrastruktur jalur sepeda. Jalur sepeda harus memenuhi beberapa

persyaratan, seoerti tidak boleh dilalui kendaraan bermotor, aman dan

nyaman serta dilengkapi dengan marka dan rambu yang jelas.

Tanpa jalur sepeda, pengendara sepeda merasa tidak aman di jalan

raya karena harus berbagi jalan dengan kendaraan bermotor. Perbedaan

fisik sepeda dengan kendaraan bermotor memerlukan standar keamanan

yang berbeda dari pengemudi kendaraan bermotor. Terdapat diskriminasi

hak jalan bagi pengendara sepeda, terbukti dengan konflik ruang jalan

yang tampaknya dimenangkan oleh kendaraan bermotor. Karena sifat

jalan yang akomodatif sebagai ruang publik, maka hak jalan mengacu

pada keistimewaan ruang bersama yang dimiliki oleh semua pengguna

jalan. Pengguna sepeda dan pejalan kaki di jalan raya juga mendapat

jaminan perlindungan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 22

Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, Denpasar, hlm.475.


44
Ibid.

29
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa

pejalan kaki dan pengguna sepeda juga dilindungi haknya di jalan raya. 45

Oleh karena itu, jalur sepeda harus disediakan jika pengguna ingin

merasa nyaman dan aman saat melintasi jalan raya utama atau di lampu

lalu lintas.

Terkait dengan fasilitas pendukung tersebut, dapat dilihat pada

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59 Tahun 2020 tentang

Keselamatan Pesepeda di Jalan pada Pasal 11:

“(1) Sepeda yang dioperasikan di Jalan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 2 ayat (1) disediakan fasilitas pendukung.
(2) Fasilitas pendukung untuk Sepeda sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa Lajur Sepeda dan/atau Jalur yang
disediakan secara khusus untuk pesepeda dan/atau dapat
digunakan bersama-sama dengan pejalan kaki.
(3) Lajur Sepeda dan/atau Jalur sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat berupa:
a. berbagi Jalan dengan kendaraan bermotor;
b. menggunakan bahu Jalan;
c. lajur dan/atau Jalur khusus yang berada pada badan Jalan;
atau
d. lajur dan/atau Jalur khusus terpisah dengan badan Jalan.
(4) Lajur Sepeda dan/atau Jalur sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) harus memenuhi persyaratan:
a. keselamatan;
b. kenyamanan dan ruang bebas gerak individu; dan
c. kelancaran lalu lintas.
(5) Lajur Sepeda dan/atau Jalur yang dapat digunakan bersama-
sama dengan pejalan kaki dimaksud pada ayat (2) harus
memperhatikan keselamatan pejalan kaki dengan kapasitas
yang memadai.
(6) Kapasitas memadai sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
harus dapat menampung sejumlah pejalan kaki dan Sepeda.”

Penanggung jawab pengadaan jalur sepeda di Kota Makassar

dilakukan sesuai Pasal 15 ayat (3) Peraturan Walikota Makassar Nomor


45
Pasal 131 dan Pasal 132 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
LIntas dan Angkutan Jalan

30
96 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan

Fungsi serta Tata Kerja Dinas Perhubungan:

“(3) Berdasarkan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dan ayat (2), Seksi Transportasi Individu mempunyai
uraian tugas:
a. merencanakan, menyususn dan melaksanakan program
dan kegiatan di Seksi Transportasi Individu;
b. menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran
(RKA)/RKPA, Dokumen Pelaksanaan Anggaran
(DPA)/DPPA Seksi Transportasi Individu;
c. melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran
(DPA)/DPPA Seksi Transportasi Individu;
d. menyiapkan penyusunan pedoman, mekanisme dan tata
cara penyelenggaraan transportasi individu;
e. melakukan pengendalian operasional penyelenggaraan
kegiatan transportasi individu meliputi urusan motor,
sepeda, mobil pribadi, kendaraan tidak bermotor, bentor
pribadi, truk dan pick-up yang seluruhnya berada dalam
wilayah Kota Makassar;
f. menyusun jaringan lintasan transportasi individu dalam
wilayah Kota Makassar;
g. melakukan evaluasi kinerja transportasi individu dalam
wilayah Kota Makassar;
h. menyiapkan registrasi rekomendasi perizinan
penyelenggaraan transportasi individu berdasar
kewenangan sesuai Perundang-undangan yang berlaku;
i. menyiapkan registrasi izin dispensasi transportasi individu;
j. menyiapkan bahan bimbingan dan pengendalian teknis
dalam rangka pengumpulan, pengelolaan dan penyajian
informasi pada transportasi individu;
k. menyiapkan data/bahan perumusan kebijakan dalam
rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah
(Intensifikasi/Ekstensifikasi) melalui perubahan Peraturan
Daerah dan pembuatan Peraturan Daerah baru;
l. mengevaluasi pelaksanaan tugas dan menginventarisasi
permasalahan dilingkup tugasnya serta mencari alternative
pemecahannya;
m.mempelajari, memahami dan melaksanakan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan lingkup
tugasnya sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas;
n. memberikan saran dan pertimbangan teknis kepada
atasan;
o. membagi tugas, memberi petunjuk, menilai dan
mengevaluasi hasil kerja bawahan agar pelaksanaan tugas

31
dapat berjalan lancar sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
p. menyampaikan laporan pelaksanaan tugas dan/atau
kegiatan kepada atasan;
q. melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh
atasan.”

32
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian hukum

normatif-empiris, yaitu penelitian yang menggabungkan unsur hukum

normatif yang kemudian didukung dengan penambahan data atau unsur

empiris.46 Dalam metode penelitian normatif-empiris ini juga tentang

implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang) di setiap

peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat.47

B. Lokasi Penelitian

Penelitian yang diangkat tentang Efektivitas Pelaksanaan Lajur

Khusus Pada Penggunaan Sepeda di Kota Makassar mengambil lokasi

yang memiliki lajur khusus yaitu di Jl. Jenderal Sudirman, Jl. A. P.

Pettarani, Jl. Doktor Ratulangi serta Dinas Perhubungan Kota Makassar

dan Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan yang berkaitan

langsung dengan objek penelitian.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah keseluruhan atau sekumpulan objek

dengan karakteristik yang sama.48 Populasi dalam penelitian ini adalah

pegawai Dinas Perhubungan Kota Makassar, pegawai Dinas

46
http://irwaaan.blogspot.co.id/2013/11/metodologi-penelitian-hukum.html, diakses
pada tanggal 20 Juli 2023 pada pukul 21.13 WITA.
47
Ibid.
48
Muhaimin, 2020, Metode Penelitian Hukum, Mataram:Mataram University Press,
hlm.92.

33
Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan dan masyarakat yang

menggunakan sepeda.

2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah karakteristik dari populasi yang akan

menjadi objek peneliti.49 Metode penentuan sampel adalah bagian contoh

dari populasi. Metode yang digunakan adalah purposive sampling.

Purposive sampling adalah metode pengambilan sampel yang dipilih

berdasarkan pertimbangan atau penelitian subyektif dari peneliti. Jadi

dalam hal ini, menentukan sendiri responden mana yang dapat mewakili

populasi. Dalam penelitian ini penulis akan mengambil sampel sebagai

berikut:

a. Kepala Seksi Pemaduan Moda dan Teknologi Perhubungan

Perhubungan Kota Makassar.

b. Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Lalu Lintas Jalan Dinas

Perhubungan Sulawesi Selatan.

c. Staf Bidang Lalu Lintas Jalan, Seksi Sarana dan Prasarana Lalu

Lintas Jalan Dinas Perhubungan Sulawesi Selatan.

d. Pengguna sepeda di Kota Makassar sebanyak 5 orang.

D. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data dalam penulisan skripsi ini adalah bahan

hukum yang terdiri atas:

a) Data Primer

49
Ibid, hlm.93.

34
Dalam penelitian empiris digunakan istilah data, yang terdiri dari

data primer dan data sekunder. Data Primer adalah data yang

pertama kali dikumpulkan oleh peneliti. Sumber data dalam penelitian

ini terdiri dari data yang diperoleh secara langsung dari hasil observasi

di lapangan, dokumentasi dan wawancara dengan pihak dari Dinas

Perhubungan Kota Makassar, Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi

Selatan dan pihak-pihak yang juga berkaitan dengan penelitian

penulis.

b) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui kepustakaan

hukum yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder.

a. Bahan Hukum Primer

1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan

2) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan

3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang

4) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang

Jalan.

5) Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang

Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

35
6) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59 Tahun 2020

tentang Keselamatan Pesepeda di Jalan

7) Peraturan Walikota Makassar Nomor 96 Tahun 2016

tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan

Fungsi serta Tata Kerja Dinas Perhubungan

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan yang tidak memiliki

kekuatan hukum mengikat tapi membahas topik yang relevan

dengan penelitian yang dilakukan seperti, artikel, buku

kepustakaan, hasil penelitian terdahulu dan sebagainya.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Studi kepustakaan

Data yang diperoleh berupa peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan objek yang diteliti

seperti buku, publikasi dan hasil penelitian yang relevan serta teori dan

asas hukum yang berkaitan dengan bahan penelitian yang dapat

mendukung hasil penelitian.

2. Studi lapangan

Pengumpulan data secara langsung dari pihak terkait dengan hak

cipta yang didukung melalui informasi dan opini dari responden. Beberapa

macam teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

36
a. Observasi

Observasi adalah pengamatan indera manusia (penglihatan dan

pendengaran) untuk menangkap gejala yang diamati dan apa yang

perlu dicatat.50 Observasi bertujuan untuk menjawab permasalahan

penelitian.

b. Wawancara

Wawancara adalah penelitian yang berlangsung secara lisan

antara dua orang atau lebih, dengan mendengarkan secara langsung

mengenai informasi atau keterangan dari yang diteliti. 51 Dalam hal ini

yang penulis melakukan wawancara dengan pihak Dinas

Perhubungan Kota Makassar, Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi

Selatan dan pihak lain yang dapat membantu dalam penelitian ini

untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan objek yang diteliti.

F. Analisis Data

Data yang terkumpul baik yang diperoleh dari data primer maupun

data sekunder diolah dan dianalisis secara deskriptif untuk

menggambarkan keadaan dengan menguraikan kalimat berdasarkan

keterangan-keterangan dari beberapa pihak yang berhubungan langsung

dengan penelitian ini. Sehingga mampu memberikan gambaran yang jelas

terkait permasalahan yang terjadi.

50
Rianto Adi, 2021, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, Jakarta, hlm. 70.
51
Op.cit, hlm.95.

37
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Efektivitas Pelaksanaan Lajur Khusus pada Penggunaan Sepeda

di Kota Makassar

Seperti yang sudah diketahui, sepeda adalah kendaraan tidak

bermotor yang digerakkan oleh tenaga manusia, yang harus beroperasi

sesuai dengan semua persyaratan keselamatan yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan. Adapun dalam Pasal 62 ayat (1) disebutkan bahwa pemerintah

wajib memberikan kemudahan lalu lintas bagi pesepeda. Kenyamanan

yang menjadi hak pesepeda dijelaskan dalam Pasal 62 ayat (2), sebagai

prasarana penunjang keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran

lalu lintas. Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk menegakkan

kedua pasal tersebut, sebagaimana tercantum dalam Pasal 63 yang

menyatakan bahwa pemerintah daerah dapat memilih jenis dan tujuan

kendaraan tidak bermotor yang akan digunakan di suatu daerah

berdasarkan karakteristik dan kebutuhan dari daerah tersebut.

Pemerintah wajib menyediakan fasilitas penunjang sepeda bagi

pesepeda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dan (2).

Beberapa perlengkapan jalan diatur dalam undang-undang sebagaimana

dimaksud dalam pasal sebelumnya, yaitu Pasal 25 Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan:

“a. Rambu Lalu Lintas;


b. Marka Jalan;

38
c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
d. alat Penerangan Jalan;
e. alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan;
f. alat pengawasan dan pengamanan Jalan;
g. fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat;
dan
h. fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
yang berada di Jalan dan di luar badan Jalan.”
Fasilitas sepeda tercantum sebagai komponen perlengkapan jalan

dalam Pasal 25. Pasal 45 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan memberikan penjelasan lebih lengkap

tentang perlengkapan jalan, yang meliputi:

“a. trotoar;
b. jalur sepeda;
c. tempat penyeberangan Pejalan Kaki;
d. Halte; dan/atau
e. fasilitas khusus bagi penyandang cacat dan manusia usia
lanjut.”

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan juga ditetapkan larangan dan sanksi bagi pelanggar

jalur khusus sepeda. Dijelaskan dalam Pasal 28 ayat (1) dan (2):

“(1) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang


mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan.
(2) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang
mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan Jalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1).”

Larangan tersebut juga diikuti oleh ketentuan pidana Pasal 274

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan yang berbunyi:

“(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan


kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan sebagaiamana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp24.000.000,- (dua puluh empat juta rupiah).

39
(2) Ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berlaku pula bagi setiap orang yang melakukan perbuatan
yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan
jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2).”

Pasal 275 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan juga mengatur bahwa:

“(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan


gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat
Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat
pengaman Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,-
(dua ratus lima puluh ribu rupiah).
(2) Setiap orang yang merusak Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan,
Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan
alat pengaman Pengguna Jalan sehingga tidak berfungsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda
paling banyak Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).”
Selain kendaraan bermotor, pesepeda sendiri juga dikenai larangan

tersebut. Pasal 122 huruf c Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa pengendara

sepeda dilarang menggunakan lajur kendaraan bermotor setelah ada jalur

khusus sepeda.

“Pemerintah sudah melindungi para pengguna sepeda dengan


membuat lajur khusus sepeda. Bagi pengendara sepeda motor
yang menggunakan jalur tersebut bisa dikenakan sanksi hukum.
Aturan tersebut sudah tertulis dalam Pasal 287 Ayat (1) Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, dalam upaya menekan potensi kecelakaan. Kendaraan lain
tidak boleh melalui lajur sepeda itu. Kalau kendaraan lain masuk
lajur sepeda selama lajur tersebut ada markanya, maka akan
melanggar marka.”52

52
Wawancara dengan Raushan Ali Muhammad, Staf Bidang Lalu Lintas Jalan
Seksi Sarana dan Prasarana Lalu Lintas Jalan Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi
Selatan, Rabu, 9 Agustus 2023.

40
Pada Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa fasilitas sepeda

merupakan salah satu fasilitas jalan yang wajib dipasang pada setiap jalan

yang digunakan untuk lalu lintas umum.53

Pada aturan ini, yang menjelaskan terkait jalur sepeda tertera pada

bagian delapan tentang fasilitas untuk sepeda. Pada bagian ini

menjelaskan bahwa:

a. Jalan haruslah dilengkapi dengan fasilitas untuk pejalan kaki,

sepeda, serta penyandang disabilitas.

b. Fasilitas pesepeda adalah lajur maupun jalur sepeda yang tersedia

secara khusus diperuntukkan untuk pengguna sepeda serta dapat

digunakan secara bersamaan oleh pedestrian.

Fasilitas bagi pada pengguna sepeda, pedestrian, serta penyandang

disabilitas setidaknya harus dilengkapi dengan:

a. Rambu Lalu Lintas khusus bagi penyandang disabilitas;

b. Marka Jalan Khusus bagi penyandang disabilitas;

c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas khusus bagi penyandang

disabilitas; maupun

d. Alat penerang jalan.

Selain itu, terdapat Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59 Tahun

2020 tentang Keselamatan Pesepeda di Jalan yang dibuat Kementrian

53
Pasal 54 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.

41
Perhubungan sebagai sarana penegakan hak pesepeda. Ditegaskan

dalam Pasal 11 ayat (1) dan (2) bahwa:

e. “(1) Sepeda yang dioperasikan di Jalan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 2 ayat (1) disediakan fasilitas pendukung.
f. (2) Fasilitas pendukung untuk Sepeda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa Lajur Sepeda dan/atau Jalur
yang disediakan secara khusus untuk pesepeda dan/atau dapat
digunakan bersama-sama dengan pejalan kaki.”
Berdasarkan penjelasan pasal-pasal di atas dapat ditarik kesimpulan

bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan semua

pembinaan dan pelaksanaan lalu lintas dan angkutan jalan termasuk

Pemerintah Kota Makassar yang wajib menyediakan jalur sepeda.

Pemerintah Kota Makasssar menanggapi hal tersebut dengan

membuat lajur khusus di sejumlah lokasi.

“Peraturan bersepeda ini dikeluarkan untuk mewujudkan tertib


berlalu lintas dan menjamin keselamatan penggunaan sepeda di
jalan. Sesuatu yang positif dan perlu kita apresiasi, karena tidak
banyak peraturan atau undang-undang spesifik untuk sepeda,
tidak seperti kendaraan bermotor dan pejalan kaki.”54

Akan tetapi, tidak semua wilayah di Kota Makassar memiliki lajur

khusus. Lajur khusus telah dipasang di 3 (tiga) ruas jalan kelas provinsi

yang berbeda, antara lain:

“Jl.Jenderal Sudirman, Jl. A.P.Pettarani dan Jl. Doktor Ratulangi.


Persentase lajur khusus di Jl. Jenderal Sudirman dan Jl. A.P.
Pettarani sudah selesai seluruhnya, sedangkan Jl.Doktor
Ratulangi masih sekitar 80% karena belum dibuatkan gambar lajur
sepeda pada tahun anggaran pelaksanaannya.”55

54
Wawancara dengan Salman, Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Lalu Lintas
Jalan Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan, Senin, 31 Juli 2023.
55
Wawancara dengan Salman, Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Lalu Lintas
Jalan Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan, Senin, 31 Juli 2023.

42
Adapun lajur khusus yang telah disediakan dilaksanakan oleh Dinas

Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan dari Dinas

Perhubungan Kota Makassar sendiri belum merencanakan pengadaan

lajur khusus dikarenakan ruas jalan kelas kota yang kecil tidak seperti

ruas jalan kelas provinsi.

“Dari Dinas Perhubungan Kota sendiri belum ada perencanaan


mengenai lajur khusus dikarenakan jalan kelas kota yang kecil
sehingga akan mengakibatkan kendaraan dari dua arah susah
untuk lewat. Sedangkan lajur khusus biasanya diadakan di jalan
yang lebar.”56
Lebih lanjut, berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59

Tahun 2020 tentang Keselamatan Pesepeda di Jalan, lajur khusus

dan/atau jalur sepeda yang berada pada badan jalan paling sedikit harus

dilengkapi dengan:

“a. marka lajur sepeda berupa gambar sepeda berwarna putih


dan/atau warna hijau;
b. marka tempat penyebrangan pesepeda;
c. rambu peringatan banyak lalu lintas Sepeda;
d. rambu perintah dan larangan untuk Sepeda, dan
e. lampu penerangan Jalan.”57
Lajur sepeda dan/atau jalur sepeda berupa lajur dan/atau jalur khusus

yang berada pada badan jalan harus memenuhi ketentuan:

a. “untuk Jalan tanpa pembatas lalu lintas, lebar paling kecil Lajur
Sepeda adalah 1,2 (satu koma dua meter);
b. Jika terdapat Parkir kendaraan di badan Jalan dengan
menggunakan marka khusus Parkir, Lajur Sepeda harus
terletak diantara area Parkir dan lajur kendaraan dengan lebar
paling kecil Lajur Sepeda adalah 1,5 m (satu koma lima meter);
dan

56
Wawancara dengan Evi Yulia Suryani Siregar, Kepala Seksi Pemaduan Moda
dan Teknologi Dinas Perhubungan Kota Makassar, Senin, 24 Juli 2023.
57
Pasal 12 ayat (3) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59 Tahun 2020
tentang Keselamatan Pesepeda di Jalan.

43
c. Jika ada lajur khusus bus, Lajur Sepeda terletak diantara Jalan
kendaraan dan lajur khusus bus.”58
Sarana yang telah diberikan dalam pengadaan lajur khusus sudah

tergolong lengkap. Lajur khusus sudah dilengkapi dengan rambu-rambu

jalur sepeda beserta marka sebagai penunjuk jalur sepeda. Adapun

pengadaan lajur khusus yang berlokasi di Jl. Jenderal Sudirman sebagai

berikut.

1. Marka hijau tepi (thermo) dengan lebar 0.12 m dan panjang 550 m

sebanyak 1 (satu) unit.

2. Marka jalur (1,2 mx 3 m)/ cold agregat dengan lebar 1.2 m dan

Panjang 3 m sebanyak 55 (lima puluh lima) unit.

3. Marka tulisan “KHUSUS JALUR SEPEDA” dengan lebar 0.3 m dan

Panjang 2.55 m sebanyak 4 unit.

4. Marka gambar sepeda dengan lebar 0.9 m dan Panjang 1.5 m

sebanyak 55 unit.

Lajur khusus juga didesain dengan gambar sepeda yang dicat

berwarna hijau. Marka lambang sepeda pada lajur atau jalur sepeda

berfungsi untuk memperjelas bahwa lajur atau jalur tersebut

diperuntukkan khusus untuk sepeda dan diberi prioritas.

Akan tetapi, selama 2 (dua) tahun pengadaannya, Dinas

Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan belum melakukan pemeliharaan

terhadap lajur khusus.

58
Ibid, Pasal 13.

44
“Umur teknis rambu itu 5 (lima) tahun sesuai Peraturan
Pemerintah Nomor 13 Tahun 2014, jadi sebelum 5 (lima) tahun
rambu itu masih dikatakan baru dan tidak memerlukan
pemeliharaan. Namun, umur teknis dapat berkurang karena
beberapa faktor seperti kotor, miring, rusak atau tertutup objek
lain”.59
Padahal jika kita lihat sendiri, gambar sepeda yang dicat berwarna

hijau sudah banyak yang pudar. Akibatnya, pengguna kendaraan

bermotor seringkali tidak menyadari jalur tersebut. Di samping itu, jalur

penghubung dari kelas jalan kota ke kelas jalan provinsi, kelas jalan

provinsi ke kelas jalan nasional kurang nyambung, sehingga pesepeda

banyak yang memotong jalan yang mengakibatkan terganggunya

pengguna kendaraan lain.

Selain itu, tempat parkir khusus sepeda juga harus diperhatikan

sebagai salah satu fasilitas pengguna sepeda. Pada Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor 59 Tahun 2020 tentang Keselamatan Pesepeda di

Jalan, fasilitas parkir umum untuk sepeda harus berupa:

a. Lokasi yang mudah diakses, aman, dan tidak mengganggu arus

pejalan kaki; dan

b. Terdapat rak, tiang, atau sandaran yang memungkinkan bagi

sepeda untuk dikunci atau digembok.

Namun sampai saat ini, penyediaan fasilitas parkir sepeda di lajur

khusus di Kota Makassar belum tersedia.

59
Wawancara dengan Raushan Ali Muhammad, Staf Bidang Lalu Lintas Jalan
Seksi Sarana dan Prasarana Lalu Lintas Jalan Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi
Selatan, Rabu, 9 Agustus 2023.

45
Lajur khusus dipasang untuk keselamatan dan ketertiban lalu lintas,

khususnya bagi pengendara sepeda. Pesepeda diberikan hak

menggunakan lajur tersebut meskipun hak tersebut tidak penuh. Meskipun

lajur khusus telah disediakan, namun penyediaan lajur tersebut masih

kurang karena hanya berada di tiga ruas jalan. Sedangkan jumlah

pesepeda di Kota Makassar hingga saat ini terus meningkat dan

pesepeda tidak hanya melewati ketiga ruas jalan tersebut. Pengguna

sepeda harus berbagi jalan dengan pengguna kendaraan bermotor

sehingga tidak ada jaminan terhadap keamanan dan keselamatan bagi

pengendara sepeda.60

“Saya menggunakan lajur khusus saat bersepeda karena merasa


aman. Saya juga pernah merasa terganggu saat berada di lajur
khusus dikarenakan pengendara sepeda motor yang turut
menggunakan lajur khusus.”61

Semakin banyaknya masyarakat Makassar yang menggunakan

sepeda, pembangunan jalur sepeda pun semakin meningkat. Selain itu,

pada awal tahun 2020, pandemi covid melanda dunia. Sepeda kini

menjadi alternatif moda transportasi yang layak digunakan seiring dengan

menurunnya aktivitas sosial di ruang publik dan menjadi tren tersendiri di

kalangan warga Makassar.62

60
Angel Monica Sharen 2021, Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap Penyediaan Jalur Sepeda di Kota
Makassar, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, hlm. 50.
61
Wawancara dengan Lisna, Masyarakat, Selasa, 5 September 2023.
62
https://klikhijau.com/mengintip-penerapan-jalur-hijau-sepeda-di-makassar/
diakses pada tanggal 6 September 2023 pukul 11.43 WITA..

46
Sebagai upaya memperkenalkan lajur khusus setelah diberlakukan,

pemerintah dalam hal ini Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan

menjalankan program gowes perdana di lajur khusus pada tahun 2021.

“Setelah pelaksanaan lajur khusus sepeda tahun anggaran 2021,


pemerintah mengundang pegiat sepeda maupun komunitas terkait
untuk bersama-sama melakukan gowes perdana di lajur khusus
sepeda tersebut”63

Meskipun lajur khusus telah diadakan, tidak dapat dipungkiri jika lajur
khusus masih sering diabaikan, ungkap Ibu Evi dalam sebuah
wawancara.64

“Kalau saya lihat tingkat kesadaran masyarakat yang kurang,


kemudian fasilitas yang belum memadai untuk lajur khusus
sehingga masyarakat yang menggunakan sepeda cenderung
memakai jalur jalan kendaraan roda dua atau roda empat. Kalau
minat bersepeda sangat banyak, tetapi jalurnya atau fasilitasnya
yang tidak memadai, baik penghubung dari kota ke provinsi, kelas
jalan provinsi ke kelas jalan nasional, jalur tersebut kurang
nyambung sehingga pengguna sepeda sering memotong jalan
dan itu sangat menganggu kendaraan yang lewat, tingkat
kesadaran pengguna sepeda juga dirasa kurang dikarenakan
mereka merasa bahwa mereka rombongan sehingga merasa
punya hak tapi sebenarnya tidak, mereka punya jalurnya
sendiri.”65
Pelanggaran penggunaan lajur khusus paling banyak disebabkan oleh

masyarakat itu sendiri.

“Saya tahu lajur khusus ada di Pettarani dan Sudirman. Saya pun
menggunakan lajur tersebut agar merasa aman saat bersepeda.
Akan tetapi, saya kadang terganggu saat pengendara motor turut
menggunakan lajur khusus.”66

63
Wawancara dengan Raushan Ali Muhammad, Staf Bidang Lalu Lintas Jalan
Seksi Sarana dan Prasarana Lalu Lintas Jalan Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi
Selatan, Rabu, 9 Agustus 2023.
64
Wawancara dengan Evi Yulia Suryani Siregar, Kepala Seksi Pemaduan Moda
dan Teknologi Dinas Perhubungan Kota Makassar, Senin, 24 Juli 2023.
65
Wawancara dengan Evi Yulia Suryani Siregar, Kepala Seksi Pemaduan Moda
dan Teknologi Dinas Perhubungan Kota Makassar, Senin, 24 Juli 2023.
66
Wawancara dengan Oka, Masyarakat, Selasa, 5 September 2023.

47
Pengguna sepeda juga seringkali merasa terganggu dikarenakan

kendaraan bermotor yang masih melintas di area jalur sepeda, salah

satunya diutarakan oleh Zul saat wawancara.

“Terkadang saya terganggu karena kendaraan bermotor masih


saja melintas di area jalur sepeda.”67
Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan 5 (lima) pengguna

sepeda yang melintasi lajur khusus, diketahui bahwa kebanyakan

pesepeda mengetahui dan menggunakan lajur khusus saat bersepeda.

Namun, pengguna sepeda tersebut masih sering merasa terganggu

karena beberapa faktor seperti kendaraan bermotor yang masih sering

melintas, pedagang kaki lima serta parkir liar. Pesepeda juga masih sering

menggunakan jalan utama dikarenakan lajur khusus hanya berada di tiga

ruas jalan dan tidak saling terhubung.

“Saya tahu lajur khusus ada di Jl. A.P. Pettarani. Saya kadang
melihat anak muda menggunakan lajur tersebut untuk bermain
skateboard dan itu mengganggu pengendara lain yang sedang
lewat.”68

Data ini menunjukkan bahwa pengendara sepeda merasa terganggu

jika pengguna kendaraan lain menggunakan lajur khusus. Akibatnya,

bersepeda menjadi tidak aman padahal lajur khusus ini dibuat untuk

menciptakan keselamatan dan rasa aman bagi pengendara sepeda.

Beberapa pegiat sepeda juga mengkritik jalur sepeda yang dibangun

tidak disertai kesadaran pemerintah yang menganggap pentingnya

sepeda sebagai moda transportasi alternatif ramah lingkungan.


67
Wawancara dengan Zul, Masyarakat, Selasa, 5 September 2023.
68
Wawancara dengan Fadly, Masyarakat, Selasa, 5 September 2023.

48
Pernyataan tersebut diutarakan Anwar Kartodiningrat, pesepeda yang

sudah bersepeda sejak duduk di bangku sekolah. Anwar, dosen

Antropologi di Universitas Hasanuddin dan juga pegiat sepeda,

berpendapat bahwa jalur sepeda tidak dibangun karena pemerintah

memandang sepeda sebagai alternatif moda transportasi ramah

lingkungan. Namun karena minat bersepeda bagi yang berminat.69

Meski begitu, Anwar tetap mengapresiasi upaya pemerintah Kota

Makassar dalam membangun fasilitas untuk memenuhi kebutuhan

pesepeda. Namun, jika sosialisasi kepada masyarakat luas mengenai

hak-hak pesepeda tidak dilakukan, maka pembangunan fasilitas tersebut

tidak akan terasa optimal.70

Hal ini terlihat dari banyaknya kendaraan non-sepeda yang parkir di

jalur sepeda sehingga menyulitkan pengendara sepeda untuk melintas di

jalur tersebut. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh kurangnya inisiatif

pemerintah untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat di Kota

Makassar.71

Faktor lain yang mengakibatkan tidak efektifnya lajur khusus adalah

parkir liar. Kendaraan pengunjung diparkir sedemikian rupa sehingga

sesekali menempati ruang lajur yang telah ditentukan karena kurangnya

tempat parkir yang disediakan oleh pemilik usaha yang berjualan. Hal ini

69
https://klikhijau.com/mengintip-penerapan-jalur-hijau-sepeda-di-makassar/
diakses pada tanggal 6 September 2023 pukul 11.43 WITA..
70
https://klikhijau.com/mengintip-penerapan-jalur-hijau-sepeda-di-makassar/
diakses pada tanggal 6 September 2023 pukul 11.43 WITA.
71
https://klikhijau.com/mengintip-penerapan-jalur-hijau-sepeda-di-makassar/
diakses pada tanggal 6 September 2023 pukul 11.43 WITA.

49
terjadi dikarenakan belum adanya peraturan daerah yang secara tegas

mengatur tentang lajur khusus.

“Ini fenomena yang sering kita jumpai di jalan yang dipadati


kendaraan khususnya di Kota Makassar. Mengenai kewenangan,
Dinas Perhubungan tidak memiliki wewenang untuk menindak,
Dinas Perhubungan hanya menghimbau agar tidak memarkir
kendaraannya di lajur tersebut.”72

Menurut Pasal 43 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pemilik usaha bertanggung

jawab menyediakan fasilitas parkir untuk mengatasi masalah parkir liar:

“(1) Penyediaan fasilitas Parkir untuk umum hanya dapat


diselenggarakan di luar Ruang Milik Jalan sesuai dengan izin
yang diberikan.
(2) penyelenggaraan fasilitas Parkir di luar Ruang Milik Jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh
perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum
Indonesia berupa:
a. usaha khusus perparkiran; atau
b. penunjang usaha pokok.”
Menurut pasal di atas, pemilik usaha berkewajiban untuk

menyediakan fasilitas parkir sesuai izin yang diberikan dan ditempatkan di

luar ruang milik jalan atau dengan kata lain tidak boleh memakan ruang

jalan. Selain kelalaian dari pemilik usaha, kesalahan juga terkadang oleh

kendaraan yang parkir tidak tertib. Kelalaian ini terkadang banyak

dilakukan oleh penyedia jasa transportasi seperti taksi, becak, maupun

ojek.

72
Wawancara dengan Raushan Ali Muhammad, Staf Bidang Lalu Lintas Jalan
Seksi Sarana dan Prasarana Lalu Lintas Jalan Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi
Selatan, Rabu, 9 Agustus 2023.

50
“Semestinya tidak boleh ada yang parkir, karena ini area
pesepeda. Kita akan segera tertibkan. Jangan sampai jalur
sepeda yang sudah kami buat tak termanfaatkan dengan baik.”73

Berdasarkan hal tersebut, jalur yang seharusnya dilalui oleh

pengendara sepeda untuk berkeliling menjadi tidak efektif karena

kurangnya fasilitas parkir.

B. Faktor Penghambat Penerapan Lajur Khusus di Kota Makassar

Di Kota Makassar, lajur khusus diadakan untuk memberikan tempat

bagi pesepeda untuk berkendara sendiri di tengah kemacetan. Kendati

demikian, penerapan lajur khusus masih mengalami banyak hambatan.

Adapun faktor penghambat penerapan lajur khusus sepeda di Kota

Makassar adalah sebagai berikut:

1. Faktor Hukum

Lajur khusus di Kota Makassar dipayungi oleh Peraturan Menteri

Perhubungan PM 59 Tahun 2020 tentang Keselamatan Pesepeda di

Jalan. Peraturan tersebut dibuat untuk mewujudkan tertib berlalu lintas

dan menjamin keselamatan penggunaan sepeda di jalan raya. Ketentuan

yang mengatur pengadaan lajur sepeda ada pada Pasal 11 sampai

dengan Pasal 17. Peraturan ini mengatur mengenai apa saja yang harus

dilakukan ketika akan bersepeda maupun ketika sedang bersepeda di

jalan. Namun masih banyak pengendara sepeda yang belum mengetahui

adanya peraturan tersebut, atau ada pula yang mengetahui namun

memilih untuk tetap mengabaikannya. Selain itu, ada beberapa faktor lain

73
https://beritakotamakassar.com/berita/2020/12/11/jalur-sepeda-mubasir-jadi-
tempat-parkir/amp/, diakses pada tanggal 12 Agustus 2023 pukul 14.25 WITA

51
seperti tidak adanya sanksi bagi pelanggaran tersebut yang menyebabkan

tidak efektifnya peraturan tersebut. Sehingga penentuan sanksi terhadap

pelanggar lajur khusus diambil dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Disamping itu, Kota Makassar sendiri belum memiliki peraturan daerah

atau regulasi hukum yang mengatur secara khusus tentang lajur khusus.

Hal tersebut membuat Dinas Perhubungan tidak bisa menindak lebih

tegas kepada pengguna yang menyalahgunakan lajur khusus.

2. Kondisi Geografis

Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan menyatakan bahwa

kondisi geometrik jalan juga menjadi salah satu faktor sebelum

mengadakan lajur khusus. Selain itu, tingkat kepadatan dan tingkat

rawannya potensi kecelakaan lalu lintas juga harus diperhatikan. Hingga

saat ini, Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan masih melihat

perkembangan titik jalur yang aman bagi pesepeda untuk diberikan lajur

khusus sesuai dengan kajian dan pemantauan lapangan serta masih

mencari tahu dimana saja pesepeda sering melintas.

Selanjutnya, lajur khusus yang telah ada di Kota Makassar merupakan

lajur yang dibuat oleh Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan,

Dinas Perhubungan Kota Makassar sendiri belum merencanakan

mengenai pembuatan lajur khusus dikarenakan kelas jalan kota yang

memiliki lebar jalan yang kecil. Meskipun jalan kelas kota ada yang besar,

52
akan tetapi kendaraan dua arah menjadi faktor utama tidak dibuatnya lajur

khusus.

3. Masyarakat

Kurangnya kesadaran dari masyarakat merupakan faktor utama

penghambat penerapan lajur khusus. Minat pengguna sepeda sangat

banyak akan tetapi tingkat kesadarannya cukup kurang.

“Peminat masyarakat untuk memakai sepeda banyak tetapi jalur


atau fasilitasnya yang tidak memadai, baik penghubung dari kelas
jalan kota ke kelas jalan provinsi, maupun kelas jalan provinsi ke
kelas jalan nasional yang tidak nyambung. Sehingga pengguna
sepeda banyak yang memotong jalan dan itu sangat mengganggu
kendaraan yang lewat. Tingkat kesadarannya juga kurang karena
mereka merasa bahwa mereka rombongan jadi mereka merasa
punya hak tapi sebenarnya tidak, jalur mereka ada sendiri.”74

Anwar, pegiat sepeda juga berpendapat bahwa beberapa pengendara

sepeda belum memahami teknik bersepeda atau pembagian jalan yang

benar, karena sepeda merupakan kelas paling bawah, maka mereka

harus berjalan di sebelah kiri dan tidak boleh berjalan di sebelah kanan.

Meski demikian, masih ada sebagian pengendara sepeda yang

melenceng ke jalur kanan.75

Selain itu, masih banyaknya masyarakat yang belum memahami

bahwa lajur khusus sepeda diperuntukkan khusus untuk sepeda.

“Saya menggunakan jalur sepeda agar tidak mengganggu lalu


lintas juga demi menjaga keselamatan diri sendiri dan pengguna
jalan lainnya. Akan tetapi, banyak pengguna jalan yang masih
belum memahami bahwa lajur khusus sepeda hanya
diperuntukkan untuk sepeda bukan untuk kendaraan lainnya. Hal

74
Wawancara dengan Evi Yulia Suryani Siregar, Kepala Seksi Pemaduan Moda
dan Teknologi Dinas Perhubungan Kota Makassar, Senin, 24 Juli 2023.
75
https://klikhijau.com/mengintip-penerapan-jalur-hijau-sepeda-di-makassar/
diakses pada tanggal 6 September 2023 pukul 11.43 WITA.

53
tersebut mengakibatkan pengguna sepeda tidak bisa
menggunakan jalurnya sehingga dapat menimbulkan kecelakaan
lalu lintas.”76

Kurangnya sosialisasi mengenai lajur khusus dan marka jalan juga

menjadi salah satu faktor penyebab penyalahgunaan lajur khusus.

“Sebelum mengadakan lajur khusus, pemerintah dalam hal ini


Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan telah melakukan
sosialisasi terlebih dahulu kepada semua elemen. Mulai dari polisi,
pegiat sepeda dan masyarakat yang mulai menekuni alat
transportasi alternatif ini, survey lapangan pun selalu dilakukan
bersama stakeholder guna memberikan kenyaman bagi pengguna
sepeda. Setelah pelaksanaan lajur khusus, pemerintah
mengundang pegiat sepeda maupun komunitas terkait untuk
melaksanakan gowes bersama.“77

Hal tersebut menjadi kurang efektif karena tidak disertai dengan

sosialisasi mengenai pengenalan lajur khusus, marka jalan serta rambu-

rambu fasilitas sepeda. Kurangnya sosialisasi membuat banyak

masyarakat masih tidak mengetahui fungsi dan kegunaan lajur khusus

sehingga pelanggaran masih banyak ditemukan.

76
Wawancan dengan Alda, Masyarakt, Senin, 4 September 2023.
77
Wawancara dengan Raushan Ali Muhammad, Staf Bidang Lalu Lintas Jalan
Seksi Sarana dan Prasarana Lalu Lintas Jalan Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi
Selatan, Rabu, 9 Agustus 2023.

54
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan

adalah sebagai berikut:

1. Efektivitas pelaksanaan lajur khusus pada penggunaan sepeda di

Kota Makassar menjadi tidak efektif dikarenakan hanya berada di

tiga ruas jalan, antara lain Jl. Jenderal Sudirman, Jl. A.P. Pettarani

dan Jl. Doktor Ratulangi. Sementara itu, jumlah pesepeda di Kota

Makassar kini lebih banyak dibandingkan sebelumnya dan mereka

tidak hanya melewati ketiga ruas jalan tersebut.

Selanjutnya, faktor lain yang membuat lajur khusus tersebut

tidak efektif yaitu kendaraan bermotor yang masih sering melintas

di lajur tersebut, masih banyaknya pedagang kaki lima hingga

parkir liar di sana. Selain itu, jalur yang ditetapkan tersebut juga

tidak saling berhubungan sehingga pengendara sepeda harus

tetap menggunakan jalan utama.

Lajur khusus juga sudah dilengkapi dengan rambu-rambu

jalur sepeda beserta marka gambar sepeda yang dicat berwarna

hijau. Namun, selama 2 (tahun) tahun pengadaannya, Dinas

Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan belum melakukan

pemeliharaan terhadap lajur khusus.

55
2. Faktor-faktor penghambat Efektivitas Pelaksanaan Lajur Khusus

pada Penggunaan Sepeda di Kota Makassar yakni, yang pertama

adalah faktor hukum. Pemerintah Kota Makassar kurang tegas

dalam menyediakan lajur khusus maupun memberikan sanksi bagi

yang melanggar lajur khusus karena belum adanya peraturan

daerah yang secara khusus mengatur lajur khusus di Kota

Makassar.

Kedua, kondisi geometrik jalan juga harus diperhatikan

sebelum mengadakan lajur khusus dengan mencari tahu dimana

saja pesepeda sering melintas.

Terakhir, faktor masyarakat itu sendiri. Akibat kurangnya

sosialisasi mengenai lajur khusus dan marka jalan, banyak

masyarakat yang masih belum memahami bahwa tujuan dan

kegunaan lajur khusus sehingga mengakibatkan seringnya terjadi

pelanggaran.

B. Saran

1. Memelihara dan menambah rambu-rambu yang menyatakan

hanya sepeda yang boleh melewati lajur khusus yang telah

ditentukan.

2. Diharapkan pemerintah menetapkan peraturan daerah mengenai

lajur khusus untuk memberikan kepastian hukum serta

mengadakan sosialisasi sebagai salah satu cara untuk

56
mengedukasi masyarakat yang masih minim pengetahuan

mengenai lajur khusus.

57

Anda mungkin juga menyukai