Anda di halaman 1dari 31

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) i

METODOLOGI PENELITIAN
i

Dosen Pengampu:
i

STRATEGI PEMOLISIAN DALAM PENCEGAHAN PELANGGARAN LALU


LINTAS PENYALAHGUNAAN SEPEDA LISTRIK DI JALAN RAYA

…………………………..
NIM………………..

PROGRAM PASCA SARJANA STIK-PTIK ANGKATAN 12


i i i i i

Jakarta, 29 Mei 2023


i
BAB iI
PENDAHULUAN

1.1 Latar iBelakang


Perkembangan teknologi saat ini sangat terasa dampaknya,
munculnya teknologi-teknologi baru baik software maupun hardware
memberikan peningkatan efisiensi yang sangat tinggi jika diterapkan pada
kegiatan sehari-hari. Disisi lain, perkembangan teknologi telah membantu
inovasi terciptanya sepeda listrik. Sepeda listrik adalah rangkaian sepeda
yang dikombinasikan dengan sebuah motor yang digerakkan dengan
sebuah baterai, sehingga mudah digunakan oleh siapapun bahkan para
manula. Penggunaan alat transportasi dengan menggunakan baterai yang
dapat di-recharge ini mulai berkembang di Indonesia. Meskipun kesadaran
masyarakat untuk menggunakan sepeda sebagai salah satu alat
transportasi makin meningkat, sepeda belum bisa dijadikan alat transportasi
utama seperti di negara maju pada umumnya. Hal ini wajar saja, mengingat
kondisi jalan-jalan di Indonesia, khususnya kota-kota besar yang dipenuhi
kendaraan bermotor.
Keberadaan sepeda listrik yang semakin menjamur tidak dapat
dipisahkan dengan pengaturan hukumnya. Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan
bahwa hukum di Indonesia menggolongkan kendaraan menjadi dua,
Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor. Seiring
perkembangan teknologi kedua golongan kendaraan tersebut mengalami
pembaharuan. Sepeda yang awalnya bergantung pada tenaga manusia,
kemudian menyertakan energi listrik sebagai sumber penggerak alternatif.
Pada penerapanya dikenal dengan sepeda listrik (e-bike/electric bike).
Terdapat tiga karakteristik utama yang membedakan sepeda listrik dan
sepeda pada umumnya. Pertama, sepeda listrik dilengkapi baterai yang
dapat diisi ulang dengan daya 250- 1000 watt dan motor listrik. Kedua,
baterai listrik dan motor listrik tersebut dapat digunakan sebagai tenaga
pembantu dalam mengayuh (electric pedal-assist) dan/atau sebagai
penggerak utama (throttle) untuk sementara waktu. Ketiga, kecepatan rata-
rata yang dapat ditempuh sepeda listrik adalah 25 km/jam, dan untuk
beberapa jenis dapat mencapai kecepatan puncak 80 km/jam. Berbeda
dengan sepeda listrik yang dikelompokkan sebagai kendaraan tidak
bermotor, sistem hukum Indonesia mengenal kendaraan bermotor dengan
motor penggerak listrik atau kendaraan bermotor listrik (KBL) melalui
kewajiban pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan atau pengujian tipe
yang ditandai oleh Sertifikat Uji Tipe (SUT). Tidak hanya itu, KBL juga
diwajibkan melakukan penambahan pengujian tipe fisik berupa pengujian
terhadap akumulator listrik, alat pengisian ulang energi listrik, perlindungan
sentuh listrik, keselamatan fungsional, dan emisi hidrogen. Demikian
sehingga KBL yang juga masuk dalam golongan kendaraan bermotor
terlekat kewajiban untuk diregistrasikan.
Ketentuan atas penggunaan sepeda listrik diatur dalam pasal 5 ayat
(1) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 45 Tahun 2020 tentang
Kendaraan Tertentu Dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik:
Kendaraan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) dapat dioperasikan pada:
a. lajur khusus; dan/atau
b. kawasan tertentu.
Dimana pasal 2 ayat (1) menerangkan lebih lanjut bahwa skuter
listrik, sepeda listrik, Hoverboard, sepeda roda satu (unicycle), dan otopet
sebagai kendaraan tertentu dengan menggunakan penggerak motor listrik.
Penggunaan atau jika menggunakan istilah PERMENHUB PM 45/2020,
pengoperasian sepeda listrik diperbolehkan melalui kata dapat pada acuan
tersebut di atas. Demikian sehingga pelarangan pengoperasian sepeda
listrik di jalan raya merupakan wewenang diskresi, yang memungkinkan
digunakan sejauh pelarangan tersebut dilakukan setelah terdapat lajur
khusus dan/atau kawasan tertentu di wilayah pemberlakuannya. Akan
tetapi, selain lajur khusus ketentuan pasal 5 ayat (1) juga mensyaratkan
kawasan tertentu sebagai prasyarat dapatnya sepeda listrik dioperasikan
lainnya. Ketentuan terkait kawasan tertentu tersebut diterangkan dalam
pasal 5 ayat (3) PERMENHUB PM 45/2020:
Kawasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. pemukiman;
b. jalan yang ditetapkan untuk hari bebas kendaraan bermotor
(car free day);
c. kawasan wisata.

Tidak tersedianya lajur khusus dalam konteksnya sebagai


perlengkapan jalan berupa fasilitas untuk sepeda sebagaimana
diamanahkan pasal 25 ayat (1) huruf g UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang kemudian ditegaskan melalui Surat
Edaran Direktorat Jenderal Bina Marga Nomor 05/SE/Db/2021 tentang
Pedoman Perancangan Fasilitas Pesepeda sebagai acuan teknis
pelaksanaan Perancangan Fasilitas Pesepeda mengindikasikan lemahnya
Peran Pemerintah dalam Penyediaan Fasilitas Pendukung Pengguna
Jalan, terutama dalam pengaturan penggunaan sepeda listrik. Bahkan,
kepolisian khususnya jajaran Satlantas mengeluarkan larangan
penggunaan sepeda listrik bertenaga baterai di jalan raya karena dinilai
membahayakan diri sendiri dan orang lain. Bahkan bukan cuma melarang,
sepeda listrik juga diimbau untuk tidak diperjualbelikan lagi ke publik.
Larangan ini berangkat dari keambiguan masyarakat yang menganggap
sepeda listrik sama dengan sepeda motor listrik. Padahal mengacu aturan
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) kedua jenis kendaraan ini memiliki
regulasi dan penggunaan yang berbeda. Selain itu, banyak pelanggar
memiliki sepeda listrik ke jalan raya. Rata-rata digunakan anak-anak
sekolah, tidak menggunakan helm, dan kecepatannya lebih dari 25
kilometer per jam. Namun demikian, perkembangan teknologi saat ini
sudah tidak dapat dielakkan, termasuk dalam penggunaan sepeda listrik
yang sudah merebak. Kepolisian, khususnya jajaran Satlantas dituntut
untuk dapat menyesuaikan pemolisiannya di era digital saat ini yang sudah
syarat dengan perkembangan teknologi.
Istilah pemolisian digunakan dengan berbagai makna; yang
terutama, istilah ini dirujuk sebagai proses “untuk menjamin ketaatan
kepada hukum dalam semua aspeknya. Seharusnya sudah jelas bahwa
menjamin ketaatan semacam itu tidak akan dapat dicapai hanya oleh polisi
sendiri. Pemolisian memang mencakup banyak badan dan kelompok,
bukan hanya kepolisian, dan terkadang dianggap sebagai proses sosial
yang melibatkan masyarakat sipil secara luas, alih-alih sebagai tugas
profesional yang dijalankan oleh sebuah badan negara.Polisi bekerja
melalui pemolisian dengan makna segala usaha dan upaya untuk
mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial (kamtibmas), pada tingkat
manajerial dan operasional, baik dengan atau tanpa upaya paksa.
Pemolisian dapat menjadi suatu karakter bagi institusi kepolisian yang
dapat dibangun menjadi model yang bervariasi antara satu tempat dengan
yang lainnya. Pemolisian adalah pengindonesiaan dari policing, ada juga
yang menerjemahkan menjadi perpolisian. Konsep pemolisian pada
dasarnya adalah gaya atau model yang melatarbelakangi sebagian atau
sejumlah, aktivitas kepolisian”…. dan lebih dari sekedar teknik atau taktik
kepolisian, dilakukan tatkala menginterogasi tersangka, mengawal tamu
penting, mengatur lalu lintas atau saat memberikan penyuluhan” (Meliala,
1999). Menurut Reksoduputro (1996) pemolisian adalah suatu initiasi dari
pencegahan atau pengendalian kejahatan serta peradilan pidana dari
hampir keseluruhan konteks sosio kultural. Gaya pemolisian sebagai model
yang melatarbelakangi dari kegiatan atau aktivitas kepolisian dalam
memberikan pelayanan keamanan baik kepada individu, masyarakat atau
negara dapat dipahami dan dijelaskan dengan memahami secara holistik
dari komuniti yang terwujud sebagai satuan kehidupan yang menempati
sebuah wilayah, dimana anggotanya terikat dalam suatu hubungan sosial.
Dalam masyarakat modern, tugas polisi adalah menjaga agar
keberlangsungan produksi yang menyejahterakan masyarakat tersebut
jangan sampai terganggu atau hancur karena tindak kejahatan dan
kerusuhan. Tercakup dalam pengertiannya menjaga proses produktivitas
dengan tujuan utama sebagai upaya menjamin keberadaan manusia dan
masyarakatnya yang beradab. Oleh karena itu dibutuhkan suatu bentuk
pemolisian yang dapat mencegah segala bentuk gangguan kamtibmas,
termasuk pelanggaran lalu lintas penyalahgunaan sepeda listrik di jalan
raya.
Atas dasar permasalahan masih maraknya pelanggaran lalu lintas
penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya, maka penulis tertarik untuk
lebih jauh membahas mengenai “Strategi Pemolisian Dalam Pencegahan
Pelanggaran Lalu Lintas Penyalahgunaan Sepeda Listrik di Jalan
Raya”.
1.2 Rumusan iMasalah dan Pertanyaan Penelitian
Rumusan ipermasalahan idalam ipenelitian iini iadalah i“Bagaimana
mencegah pelanggaran lalu lintas dalam penyalahgunaan sepeda listrik di
jalan raya?”. iBerdasarkan irumusan imasalah itersebut, ikemudian idilakukan
iperincian imenjadi i3 i(tiga) ipokok ipermasalahan sebagaiiiberikut:
1. Bagaimana regulasi atas penggunaan sepeda listrik di Indonesia?
2. Bagaimana strategi pemolisian dalam pencegahan pelanggaran lalu
lintas penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya?
3. Faktor-faktor iapa iyang iberkontribusi iterhadap pemolisian dalam
pencegahan pelanggaran lalu lintas penyalahgunaan sepeda listrik di
jalan raya?

1.3 Tujuan iPenelitian


Tujuaniipenelitian iini iuntuk imenjawab ipermasalahan iyang iada, iyaitu:
1. Untuk imendeskripsikan idan imenganalisis regulasi atas penggunaan
sepeda listrik di Indonesia.
2. Untuk imengidentifikasi idan imenganalisis strategi pemolisian dalam
pencegahan pelanggaran lalu lintas penyalahgunaan sepeda listrik di
jalan raya.
3. Untuk imengidentifikasi idan imenganalisis ifaktor-faktor iyang iberkontribusi
terhadap pemolisian
i dalam pencegahan pelanggaran lalu lintas
penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya. i

1.4 Manfaat iPenelitian


1.4.1 ManfaatiTeoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai bahan acuan pemikiran selanjutnya dalam pengembangan dan
penerapan ilmu Kepolisian oleh Program Pasca Sarjana STIK-PTIK,
khususnya pada bidang pemolisian dalam pencegahan pelanggaran lalu
lintas penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya.

1.4.2 ManfaatiiPraktis
Secara ipraktis, ipenelitian iini idiharapkan idapat idijadikan isuatu
kajian idan ievaluasi iterhadap ipelaksanaan pemolisian dalam pencegahan
i

pelanggaran lalu lintas penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya.


1.5 Novelty
Penelitian ini memiliki kebaruan dari segi fokus penelitian. Penelitian-
penelitian terdahulu lebih berfokus pada regulasi yang mengatur
keberadaan sepeda listrik, sedangkan penelitian ini lebih berfokus pada
pemolisian dalam pencegahan pelanggaran lalu lintas penyalahgunaan
sepeda listrik di jalan raya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu merupakan literatur yang menyajikan informasi
tentang hasil penelitian (terdahulu). Penggunaan kepustakaan penelitian dalam
sebuah penelitian memiliki tujuan sebagaiiipemberitahuan kepadaipembaca
tentangiihasil-hasil penelitianilain yangiberkaitan denganipenelitianiiyang
sedangidilaporkaniimenghubungkan suatuipenelitian denganidialog yangilebih
luasiidan berkesinambunganiitentang suatuiitopik dalamiipustaka,imengisi
kekurangan dan memperluas penelitian-penelitian sebelumnya, memberikan
kerangkaiiuntuk menentukanisignifikansi penelitianidan sebagaiiacuaniuntuk
membandingkanihasil suatuipenelitian denganitemuan-temuanilain, baikisemua
atauiisebagian dariialasan diiiatas dapatimenjadi landasaniipenulisaniliteratur
ilmiahiimenjadi suatuiipenelitian.
Adapun dalamipenelitian ini menggunakan kepustakaan penelitian yang
dijadikan acuan, sebagai berikut:
Tabeli2.1
Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Metode Temuan


1 Devina Tharifah Legalitas Penggunaan Studi literature Peraturan perundang-undangan di
Arsari (2022) Sepeda Listrik Sebagai Indonesia belum mampu
Alat Transportasi memberikan legalitas yang jelas
Menurut Perspektif bagi sepeda listrik sebagai salah
Hukum Pengangkutan di satu jenis alat transportasi. Untuk
Indonesia mendapatkan legitimasi hukumnya,
sementara ini sepeda listrik yang
hendak digunakan di jalan raya
harus diuji menggunakan standar uji
sepeda motor listrik. pemberlakuan
standar uji sepeda motor listrik
terhadap sepeda listrik merupakan
suatu hal yang keliru.
2. Umar Azmar MF Analisis Normatif Studi literature Sistem hukum Indonesia
(2022) Penggunaan Sepeda menggolongkan sepeda listrik ke
Listrik di Jalan Raya, di dalam kendaraan tidak bermotor.
Kabupaten Bone Lebih spesifik dikategorikan sebagai
kendaraan tertentu dengan
menggunakan penggerak motor
listrik. Hal ini kemudian
menempatkan hak dan kewajiban
pengguna sepeda listrik sejajar
dengan pengguna jalan lainnya di
Indonesia, khususnya pengguna
kendaraan tidak bermotor.
No Peneliti Judul Metode Temuan
3. Anggawira dan Analisa Yuridis Studi literature Tugas dan fungsi polisi lalu lintas
Wishnu Pemolisian Dalam adalahsebagai aparat penegak
Dewanto (2022) Rangka Tertib Berlalu hukum terutama dalam UU Lalu
Lintas Berdasarkan lintas dan peraturan
Undang-Undang No. 22 pelaksanaannya, aparat penyidik
Tahun 2009 (Studi Kasus Kecelakaan lau lintas, aparat yang
di Wilayah DKI Jakarta) mempunyai wewenang secara
umum serta melaksanakan
pendidikan lalu lintas kepada
masyarakat, dan menyelenggarakan
registrasi/ identifikasi pengemudi
dan kendaraan bermotorx serta
mengumpulkan, mengolah dan
menyajikan data tentang Lalu Lintas.
Serta hambatan yang dialami oleh
polisi lalu lintas lebih besar pada
factor manusia yang kurangnya
kesadaran hukum masyarakat
dalam mengikuti aturan berlalu
lintas, serta adanya perilaku para
oknum Penegak Hukum Lalu Lintas
yang moralnya tidak baik.
4. Mirnawati Strategi Kepolisian dalam Observasi, Strategi yang dilakukan oleh
(2019) Mengurangi Pelanggaran wawancara dan Kepolisian Polres Gowa yang terdiri
Lalu Lintas di Kabupaten dokumentasi dari dua macam yaitu: 1. (a) Strategi
Gowa preventif yaitu Sosialisasi, kepada
kalangan pelajar yang disertai
dengan pelatihan (sapaty riding) dan
sosialisasi kepada masayarakat
yang disertai dengan pembagian
brosur. (b) Srategi represif yaitu
melakukan kegiatan operasi dengan
menindaki pelanggar berupa tilang
serta penyitaan. 2. Faktor
penghambat dan pendukung
Kepolisian dalam mengurangi
pelanggaran lalu lintas. (a) faktor
penghambat yaitu: pengetahuan dan
tingkat kesadaran masyarakat masih
kurang serta kurangnya personel
kepolisian Satlantas. (b) faktor
pendukung yaitu: adanya kerjasama
Pihak Kepol
5. Gisella Gloria Implementasi Wawancara dan Pengawasan dari Pemerintah Kota
Miaines Samaray Penggunaan Sepeda Observasi Pontianak dinilai masih kurang. Hal
Patamuan (2023) Listrik Di Kota ini dikarenakan Pemerintah Kota
Pontianak Dalam Pontianak khususnya Dinas
Perspektif Hukum Perhubungan Kota Pontianak tidak
Transportasi memberikan tindakan yang tegas
tetapi hanya berupa teguran bagi
pengguna sepeda listrik yang tidak
sesuai ketentuan. Efektivitas
dari Peraturan Menteri Perhubungan
No. PM 45 Tahun 2020 tentang
Kendaraan Tertentu dengan
Menggunakan Penggerak Motor
Listrik di Kota Pontianak juga belum
efektif. Hal ini terjadi karena
Peraturan Menteri Perhubungan
No Peneliti Judul Metode Temuan
Nomor 45 Tahun 2020 tentang
Kendaraan Tertentu dengan
Menggunakan Penggerak Motor
Listrik tidak mengatur sanksi apabila
pengguna sepeda listrik tidak sesuai
dengan ketentuan.
Sumber: HasiliiReduksi DataiolehiPenulis, 2023

2.2 Kajian Teori


Kajian teori menyajikaniiteori,iprinsip, pendapatidaniatau gagasan dari
seseorang, yakni yang memilikiiikompetensi untuk disiplin ilmu atau
pengetahuan yangiiditekuninya berkaitaniidengan permasalahaniyang diteliti.
Informasi tersebut dapatiidiperoleh dalamiibuku, ijurnal, imateri perkuliahan
yang tertulisidalam bentukimodul, yangisudah memilikiiiISSN/ISBN, makalah
lepas, majalah, suratiikabar, daniitulisan dalamiimedia iteknologi informasiiiserta
pendapatiiseseorang yangiberkompeten dalamiisuatu iforum ilmiah, wawancara
dan/atau pidato umum juga bisa termasuk dalam kepustakaan konseptual.
Adapuniikepustakaan konseptualiyangidigunakan dalamiiskrispsi iniiantaraiilain,
sebagaiiiberikut:
2.2.1 Teori Manajemen Strategik (Whelen – Hunger)
Manajemen sangat penting bagi setiap aktivitas individu atau kelompok
dalam organisasi untuk emncapai tujuan yang diinginkan. Manajemen
berorientasi pada proses (process oriented) yang berarti bahwa manajemen
membutuhkan sumber daya manusia, pengetahuan, dan keterampilan agar
aktivitas lebih efektif atau dapat menghasilkan tindakan dalam mencapai
kesuksesan (Torang, 2013: 165). Manajemen strategis adalah serangkaian
keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan
dalam jangka panjang (J. David Hunger dan Thomas L. Wheelen, 1996: 4).
Proses manajemen strategis meliputi empat elemen dasar, yaitu:
a. Pengamatan lingkungan
Pengamatan lingkungan meliputi monitoring, evaluasi dan mengumpulkan
informasi dari lingkungan ekternal dan internal dengan tujuan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor strategis (strategic factors) yaitu elemen-
elemen eksternal dan internal yang akan menentukan masa depan
organisasi.
b. Perumusan strategi
Formulasi Strategi adalah mengembangkan rencana jangka panjang untuk
mengelola secara efektif peluang dan ancaman lingkungan ekternal,
dengan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan organisasi.
1) Misi.
Misi organisasi adalah tujuan atau alasan mengapa organisasi hidup.
Pernyataan misi yang disusun dengan baik mendefinisikan tujuan
mendasar dan unik yang membedakan suatu organisasi dengan
organisasi yang lain.
2) Tujuan.
Tujuan adalah hasil akhir aktivitas perencanaan. Tujuan merumuskan
apa yang akan diselesaikan dan kapan akan diselesaikan, dan
sebaiknya diukur jika memungkinkan. Pencapaian tujuan perusahaan
merupakan hasil dari penyelesaian misi.
3) Strategi.
Strategi perusahaan merupakan rumusan perencanaan komprehensif
tentang bagaimana organisasi akan mencapai misi dan tujuannya.
Strategi akan memaksimalkan keunggulan kompetitif dan
meminimalkan keterbatasan bersaing.
4) Kebijakan
Kebijakan menyediakan pedoman luas untuk pengambilan keputusan
organisasi secara keseluruhan. Kebijakan merupakan pedoman luas
yang menghubungkan perumusan strategi dan implementasi.
c. Implementasi strategi
Implementasi strategi merupakan proses dimana manajemen mewujudkan
strategi dan kebijakannya dalam tindakan melalui pengembangan program,
anggaran, dan prosedur.
1) Program.
Program merupakan pernyataan aktivitas-aktivitas atau langkah-langkah
yag diperlukan untuk menyelesaikan perencanaan sekali pakai. Program
melibatkan restrukturisasi perusahaan, perubahan budaya internal
perusahaan, atau awal dari suatu usaha penelitian baru.
2) Anggaran.
Anggaran yaitu program yang dinyatakan dalam bentuk satuan uang,
setiap program akan dinyatakan secara rinci dalam biaya, yang dapat
digunakan oleh manajemen untuk merencanakan dan mengendalikan.
3) Prosedur.
Prosedur adalah sistem langkah-langkah atau teknik yang berurutan
yang menggambarkan secara rinci bagaimana suatu tugas atau
pekerjaan diselesaikan.
d. Evaluasi dan pengendalian.
Evaluasi dan pengendalian merupakan proses yang dilalui dalam aktivitas-
aktivitas perusahaan, hasil kinerja dimonitor dan kinerja sesungguhnya
dibandingkan dengan kinerja yang diinginkan. Para manajer di semua level
menggunakan informasi hasil kinerja untuk melakukan tindakan perbaikan
dan memecahkan masalah. Elemen ini dapat menunjukkan secara tepat
kelemahan-kelemahan dalam implementasi strategi sebelumnya dan
mendorong proses keseluruhan untuk dimulai kembali.

2.2.2 Teori Analisis SWOT


Berdasarkan pemahaman yang disampaikan oleh Freddy Rangkuti
dalam bukunya, “Analisis SWOT Dalam Membedah Kasus Bisnis” (Nisak,
2014). Teori analisa SWOT merupakan sebuah konsepsi yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis guna merumuskan
strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan
kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) serta peluang (opportunity) dan
ancaman (threats) secara sistematis. Sehingga dapat memberikan masukan
terhadap sistem manajemen sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan
haluan dan mengelola berbagai faktor tersebut agar dapat mendukung sistem
manajemen yang tengah atau akan berjalan.
Tabel 2.2
Analisis SWOT: Klasifikasi Isu
INTERNAL EKSTERNAL
STRENGHTS OPPORTUNITIES
(KEKUATAN (PELUANG)
WEAKNESS THREATS
(KELEMAHAN) (ANCAMAN)
a. Kekuatan (Strength)
Dalam penulisan naskah ini, yang dimaksud dengan faktor kekuatan
(strength) adalah faktor-faktor yang bersifat menguntungkan atau dapat
mendukung upaya yang hendak dijabarkan yang berasal dari aspek
internal, dalam hal ini aspek internal organisasi Polri.
b. Kelemahan (Weakness)
Sedangkan yang dimaksud dengan kelemahan (weakness) dalam
penulisan ini adalah faktor-faktor yang bersifat negatif dan menghambat
yang berasal dari aspek internal organisasi. Faktor kelemahan ini adalah
faktor yang seyogyanya menjadi bahan masukan bagi upaya perbaikan
yang akan dilakukan dalam proses manajemen yang sedang maupun akan
berjalan.
c. Peluang (Opportunity)
Faktor peluang dalam penulisan ini adalah faktor-faktor yang bersifat
mendukung dan berasal dari aspek eksternal organisasi, serta dapat
dimanfaatkan guna mengoptimalkan sistem manajemen yang sedang
maupun akan berjalan.
d. Kendala (Threat)
Adalah faktor yang berasal dari aspek eksternal organisasi yang bersifat
menghambat atau merugikan terhadap sistem manajemen yang sedang
maupun akan berjalan. Faktor ini adalah hal-hal yang sepatutnya
ditanggulangi atau dihindari.

2.2.3 Konsep Ilmu Kepolisian


Rycko Amelza Dahniel, et.al (2015) menerangkan bahwa seperangkat
kegiatan operasional kepolisian dikelola dalam tiga strategi yang dilaksanakan
secara simultan dan dalam intensitas yang berbeda-beda sesuai dengan
tingkatan atau eskalasi masalah sosial yang dihadapi (simultaneous strategy to
social problem). Tingkatan atau eskalasi masalah sosial seringkali dan dapat
digambarkan sebagai sebuah gunung es yang tidak bergerak dalam satu garis
yang kontinum. Ketiga strategi ini merupakan rangkaian kegiatan fungsi
kepolisian yang proaktif dan akan ditinjau dari dua sisi Teori Gunung Es. Tidak
ada satu strategi yang paling tepat untuk menghadapi semua situasi, dan tidak
ada satu situasi yang hanya dapat dikelolanya secara efektif dengan satu
strategi saja. Bisa saja semua strategi dilaksanakan secara bersama-sama
untuk mengelola satu situasi sesuai dengan intensitas dan kadar masalah
sosial yang terjadi, masing-masing strategi memusatkan perhatiannya untuk
mengelola setiap kadar eskalasi situasi yang menjadi fokus perhatiannya,
masing-masing strategi saling memberi informasi dan saling mendukung. Tiga
strategi tersebut meliputi:
a. Strategi fungsi deteksi dini dan pre-emtif
Strategi fungsi deteksi dini merupakan serangkaian kegiatan untuk
mengumpulkan berbagai informasi dari seluruh aspek kehidupan
masyarakat, melakukan penilaian, identifikasi, pemahaman berbagai faktor
yang dapat menimbulkan masalah sosial. Fungsi deteksi dini bertujuan untuk
melakukan pemetaan berbagai masalah sosial dan potensi peringatan dini
(social problem mapping) dari seluruh aspek kehidupan masyarakat,
memberikan peringatan dini (early warning) dan rekomendasi kepada
pemangku kepentingan untuk mengambil keputusan, utamanya tindakan
pencegahan proaktif yang diperlukan pada tahapan trategi lain. Sedangkan
strategi pre-emtif atau pembinaan masyarakat (indirect prevention) berisi
berbagai upaya pembinaan masyarakat dalam meningkatkan kapasitas
warga dalam memelihara keamanan dan ketertiban, dengan tujuan
meningkatkan daya tangkal, daya cegah dan daya lawan warga terhadap
berbagai gangguan kamtibmas. Strategi pada fungsi pre-emtif disebut juga
indirect prevention atau paralel dengan public health dalam dunia kesehatan.
Penyelenggara fungsi pre-emtif memerlukan berbagai konsep dan teori
pengetahuan pre-emtif kepolisian, pemolisian masyarakat, komunikasi
kepolisian, hubungan antar suku bangsa yang menggunakan berbagai
konsep dan teori yang berasal dari ilmu komunikasi, sosiologi, psikologi,
antropologi, dan kriminologi.
b. Strategi fungsi preventif – pencegahan (direct prevention)
Upaya-upaya pencegahan merupakan pelaksanaan dari strategi pada fungsi
preventif merupakan segala usaha dan kegiatan untuk memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, memelihara keselamatan orang,
benda dan barang termasuk memberikan perlindungan dan pertolongan,
khususnya mencegah terjadinya pelanggaran hukum. Produk dari strategi
fungsi preventif – pencegahan (direct prevention) adalah terbangunnya
pemetaan tempat-tempat dan kegiatan-kegiatan masyarakat yang
memerlukan kehadiran petugas keamanan (police hazard), kebutuhan
infrastruktur perkotaan dalam bentuk berbagai fasilitas umum yang
diperlukan guna mereduksi terjadinya kejahatan dan pemetaan kebutuhan
kehadiran petugas keamanan pada tempat-tempat dan kegaitan-kegiatan
masyarakat yang memerlukan kehadiran petugas kemanan secara fisik.
Upaya-upaya pencegahan tidak hanya dilakukan oleh lembaga kepolisian
yang berwenang sesuai perundang-undangan yang berlaku, akan tetapi juga
oleh instansi terkait sesuai dengan kewenangannya, seperti Siskamling,
Satpam, Polisi Pamong Praja, dan Tramtib.
c. Strategi fungsi investigasi dan represif
Strategi fungsi investigasi dan represif dilakukan serangkaian upaya
penegakan hukum (represif), termasuk upaya-upaya penyelidikan dalam
rangka pengumpulan data dan informasi (investigatif).
Pada tataran proses puncak atau praktek atau implementasi
merupakan aksi nyata yang dilakukan bersama-sama secara sinergis dengan
senantiasa memperhatikan peluang dan ancaman (opportunities and threats)
serta kekuatan dan kelemahan (strenght and weakness) atas tindakan yang
akan dilakukan. Strategi simultan terhadap masalah sosial (simultaneous
strategy to social problem) dari teori gunung es fungsi kepolisian proaktif dapat
dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini.

Strategi
Represif &
Investigasi GH Tataran Praktis

AG Tataran Instrumental
Strategi
Preventif

PG Tataran Fundamental

Strategi
Deteksi Dini
& Pre-emtif ESKALASI GANGGUAN PROSES AKTUALISASI

Gambar 2.1
Teori Gunung Es
2.2.4 Konsep Pelanggaran Lalu Lintas
Pelanggaran adalah secara sengaja atau lalai melakukan perbuatan
atau tindakan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan peraturan
perundang-undangan lalu lintas. Pelaku pelanggaran biasa disebut human
error. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung normal tetapi dapat juga karena
pelanggaran hukum. Pelanggaran lalu lintas adalah perbuatan atau tindakan
manusia yang mengemudi kendaraan umum atau kendaraan bermotor juga
pejalan kaki, yang berjalan umum dengan tidak mematuhi peraturan
perundang-undangan lalu lintas yang berlaku (Puri, 2013: 3).
Lebih lanjut dijelaskan oleh Puri (2013: 3) bahwa pelanggaran lalu lintas
ditinjau dari bentuk pelanggaran dapat kelompokan menjadi dua bagian, yakni :
a. Pelanggaran lalu lintas tidak bergerak (standing violation) misalnya
pelanggaran tanda-tanda larangan parkir.
b. Pelanggaran lalu lintas bergerak (moving violation) misalnya melampaui
batas kecepatan, melebihi kapasitas muatan dan sebagainya.
Sedangkan pelanggaran lalu lintas ditinjau dari akibat yang ditimbulkan
pelanggaran tersebut menurut (Puri, 2013: 3), antara lain:
a. Pelanggaran yang menimbulkan kecelakaan lalu lintasmisalnya kelebihan
muatan orang atau barang, melebihikecepatan.
b. Pelanggaran yang tidak menimbulkan kecelakaan lalu lintasmisalnya tidak
membawa surat-surat kelengkapan saat berlalulintas, pelanggaran rambu
larangan parkir dan sebagainya.
Pelanggaran lalu lintas adalah masalah penyebab sebagian besar
kecelakaan lalu lintas. Terutama karena faktor manusia pengguna jalan
yang tidak patuh terhadap peraturan lalu lintas. Namun dapat juga
ditemukan penyebab di luar faktor manusia seperti ban pecah, rem blong, jalan
berlubang, dan lain-lain. Demikian juga masalah kemacetan lalu lintas,
data menunjukkan bahwa kemacetan itu diakibatkan oleh pelanggaran
yang dilakukan oleh pemakai atau pengguna jalan. Adapun faktor lain
yang menjadi penyebab kemacetan selain pelanggaran lalu lintas seperti
volume kendaraan yang tinggi melalui ruas jalan tertentu, kondisi jalan, dan
infrastruktur jalan yang kurang memadai. Perbedaan tingkat pengetahuan dan
pemahaman terhadap aturan yang berlaku mengakibatkan suatu kesenjangan
yang berpotensi memunculkan permasalahan dalam berlalu lintas, baik antar
pengguna jalan itu sendiri maupun antar pengguna jalan dengan aparat yang
bertugas untuk melaksanakan penegakan hukum di jalan raya. pemberlakuan
tilang terasa belum efektif sampai saat ini sebagai alat dalam
menegakkan peraturan perundang-undangan dan sarana dalam
meningkatkan disiplin masyarakat pemakai atau pengguna jalan, sehingga
angka pelanggaran lalu lintas belum dapat ditekan (Puri, 2013: 2).
Pelanggaran lalu lintas yang dilakukan dengan sengaja maupun
dengan kealpaan, diharuskan untuk mempertanggung jawabkan perbuatan
karena kesengajaan atau kealpaan merupakan unsur kesalahan, yang terdapat
dalam pasal 316 (1) UU Nomor 22 tahun 2009 tentang LLAJ. Dalam Pasal 316
ayat (1) UULLDAJ dapat kita ketahui pasal-pasal yang mengatur tentang
perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai pelanggaran lalu lintas adalah
pasal 274, pasal 275 ayat (1), pasal 276, pasal 278, pasal 279, pasal 280,
pasal 281, pasal 282, pasal 283, pasal 284, pasal 285, pasal 286, pasal
287, pasal 288, pasal 289, pasal 290, pasal 291, pasal 292, pasal 293,
pasal 294, pasal 295, pasal 296, pasal 297, pasal 298, pasal 299, pasal
300, pasal 301, pasal 302, pasal 303, pasal 304, pasal 305, pasal 306,
pasal 307, pasal 308, pasal 309 dan pasal 313.

2.2.5 Konsep Pemolisian Masyarakat (Polmas)


Mattew C. Scheder & Robert Chapman (dalam Soedarsono, 2015: 179)
menyatakan bahwa community policing pada hakikatnya merupakan upaya
bersama untuk mengidentifikasi, menentukan, dan mengantisipasi bermacam
masalah yang muncul dalam tata kehidupan masyarakatnya sehubungan
dengan proses pembangunan yang dilakukan secara berkelanjutan.
Selanjutnya dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 2 Perkap Nomor 3 Tahun 2015
tentang Pemolisian Masyarakat menyatakan bahwa:
Pemolisian masyarakat (community policing) yang selanjutnya
disingkat Polmas adalah suatu kegaitan untuk mengajak
masyarakat melalui kemitraan anggota Polri dan masyarakat,
sehingga mampu mendeteksi dan mengidentifikasi permasalahan
keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) di lingkungan
serta menemukan masalahnya.
Adapun beberapa fungsi Polmas sebagai berikut:
a. Mengajak masyarakat melalui kemitraan dalam rangka
pemeliharaan kemtibmas.
b. Membantu masyarakat mengatasi masalah sosial di
lingkungannya dalam rangka mencegah terjadinya gangguan
kamtibmas.
c. mendeteksi, mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan
prioritas masalah, dan merumuskan pemecahan masalah
kamtibmas.
d. Bersama masyarakat menerapkan hasil pemecahan masalah
kamtibmas.

Beberapa strategi Polmas dapat dijelaskan sebagai berikut:


a. Kemitraan dan kerja sama dengan masyarakat atau komunitas.
b. Pemecahan masalah.
c. Pembinaan keamanan swakarsa.
d. Penitipan eksistensi FKPM ke dalam pranata masyarakat
tradisional.
e. Pendekatan pelayanan Polri kepada masyarakat.
f. Bimbingan dan penyuluhan.
g. Patroli dialogis.
h. Intensifikasi hubungan Polri dengan komunitas.
i. Koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis kepolisian.
j. Kerja sama bidang kamtibmas.

Soedarsono (2015: 179-180) menambahkan bahwa kultur kerja


kepolisian yang bernuansa community policing pada hakikatnya mengandung
beberapa kekhasan dalam unjuk kerjanya, antara lain adalah :
a. Mengedepankan aspek interelationship policing, baik dengan
komponen masyarakat (civil support), para pelaku
pembangunan (private and public sector), maupun terhadap
unsur pemerintahan (state and local government) tanpa merasa
kehidulangan wibawa dan atau mengurangi pesan, kewajiban
maupun tanggung jawabnya.
b. Memberlakukan aspek democratic policing dengan cara
mengutamakan kebersamaan, memperhatikan keberagaman,
dan memfokuskan penyelesaian masalah dalam pelaksanaan
perannya dengan jujur, terbuka dan tuntas.
c. Menjaga dan membangun citra (image), kepercayaan (trust)
dan komitmen kerja dalam pelaksanaan peran, fungsi, dan
tanggung jawab sehari-hari.
d. Dalam Dharma Bhaktinya sebagai alat negara maupun aparat
pemerintah selalu beretika baik dan berperilaku bersih.
2.3 Kerangka Teori
Kerangkaiteori merupakan landasan berpikir digunakan idalam
pemecahan masalah daniipanduan dalamiimelakukaniipenelitian.iiKerangka
berpikiriiyang penulisigunakan merupakanikonsep yangiiada dalamilandasan
konseptualikemudian dikaitkaniidengan permasalahaniyang akaniditeliti.
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir

PERKEMBANGAN TIK DALAM


SEPEDA LISTRIK

ASPEK
 Konsep EKONOMI
pelanggaran lalu PENCEGAHAN
lintas ASPEK GARLANTAS SEPEDA
KEAMANAN LISTRIK

POLRI
 Konsep Ilmu
Kepolisian
 Konsep
Pemolisian PEMOLISIAN
Masyarakat
 Teori Analisis
SWOT
 Teori Manajemen
Strategic

Strategi Pemolisian dalam Pencegahan Pelanggaran


Lalu Lintas Penyalahgunaan Sepeda Listrik di Jalan
Raya yang Efektif
BAB III
METODE PENELITIAN

Dalam menjalankan penelitian, rancangan penelitian (research design)


yang tepat sangat penting bagi peneliti untuk mendapatkan data dan informasi
yang dibutuhkan dalam penelitian agar lebih terarah. Untuk mencapai tujuan
tersebut, penulis akan terlebih dulu menjelaskan tentang pendekatan dan
metode yang digunakan dalam mengumpulkan data, sumber data atau
informasi, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan jadwal penelitian
yang akan dilakukan dalam penelitian ini.
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif deskriptif. Justifikasi penulis dalam menentukan metode yang
digunakan dalam penelitian ini berdasar pada pertimbangan bahwa
permasalahan yang diangkat penulis lebih bersifat kajian terhadap kasus
apabila dilihat dari bentuknya yaitu strategi pemolisian dalam pencegahan
pelanggaran lalu lintas penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya. Pada bab
ini penulis akan memaparkan terlebih dulu mengenai pendekatan penelitian dan
metode yang penulis gunakan dalam penelitian.
3.1.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu salah satu
pendekatan dalam penelitian yang bertujuan memahami masalah sosial atau
humaniora berdasarkan penggambaran holistik yang dibentuk melalui
rangkaian kata, menyampaikan hasil pandangan narasumber secara terperinci
yang kemudian disusun dalam pemaparan penulisan ilmiah (Sugiyono, 2015).
Penelitian diangkat dari suatu masalah yang yang kemudian diteliti secara
khusus dan mendalam sebagai suatu masalah yang akan dijawab melalui
penelitian tanpa bertujuan mengeneralisasi suatu kasus dengan kasus-kasus
serupa lainnya. Dalam metode penelitian ini, setiap kasus menjadi masalah
yang unik.
Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum
yang mendasari satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan sosial
manusia. Sebuah penelitian dapat dinyatakan bersifat deskriptif karena data-
data yang terkumpul dari penelitian ini adalah berupa kata-kata dan gambar
bukan angka-angka (Danim, 2012: 51). Meskipun ditemukan adanya angka,
data angka ini hanya bersifat pendukung saja. Data penelitian dengan metode
ini dikumpulkan melalui transkrip interview, catatan lapangan, foto, dokumen
pribadi dan lain-lain. Selain Danim Suparman, Bogdan dan Biglen (1982) yang
dikutip oleh (Sugiyono, 2015: 9-10) menyampaikan beberapa karakteristik
penelitian, yaitu:
a. Dilakukan pada kondisi alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah
instrumen kunci.
b. Penelitian kualitatif lebih bersifat Deskriptif. Data yang terkumpul
berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan
pada angka.
c. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada
produk atau out come.
d. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif.
e. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang
teramati).

3.1.2 Metode Penelitian


Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode telaah
dokumen, observasi, dan wawancara. Dengan demikian, survei serta penelitian
kepustakaan menjadi hal yang harus penulis lakukan sebagai salah satu sarana
memperoleh data. Yin (1996) mengungkapkan sebagaimana diterjemahkan
Mudzakir (2002:18 dalam Abdul Rahim 2014:40) bahwa “studi kasus adalah
suatu inkuiri empiris yang menyelediki fenomena dalam konteks kehidupan
nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak nyata
dengan tegas dan dimana multi sumber bukti dimanfaatkan”. Senada dengan
yang diungkapkan oleh Yin, Iskandar mengungkapkan bahwa metode studi
kasus membantu peneliti dalam mengembangkan metode kerja yang paling
efisien, karena dalam penelitian ini, peneliti akan mengadakan telaahan secara
mendalam tentang suatu kasus tertentu saja (Iskandar, 2016: 54).
Keunikan yang mengharuskan peneliti untuk fokus terhadap setiap
kasus yang diteliti menggunakan metode ini juga mendapat dukungan dari
tokoh lain bernama Parsudi Suparlan. Parsudi Suparlan (2014: 7) bahkan
mengungkapkan bahwa metode studi kasus, khususnya penelitian etnografi
mengharuskan peneliti untuk melakukan observasi partisipan dimana peneliti
perlu untuk hidup diantara objek yang ditelitinya untuk jangka waktu tertentu
yang relatif cukup bagi peneliti untuk dapat turut hidup terintegrasi dengan
masyarakat yang ditelitinya dengan tujuan mengembangkan keselarasan dan
kemiripan atas pola pikir, merasakan dan menginterpretasikan hasil-hasil
pengamatannya, dengan menggunakan konsep-konsep yang ada dalam
pemikiran, perasaan-perasaan dan nilai sesuai dengan objek yang ditelitinya.
Hasil-hasil temuan yang diperoleh dalam penelitian lapangan kemudian harus
diinterpretasikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teori yang dimiliki peneliti.
Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah studi kasus
dengan cara terjun langsung ke obyek penelitian. Studi kasus (case study)
adalah suatu model yang menekankan pada eksplorasi dari suatu sistem yang
berbatas (bounded system) pada satu kasus atau beberapa kasus secara
mendetail, disertai dengan penggalian data secara mendalam yang melibatkan
beragam sumber informasi yang kaya akan konteks (Creswell, dalam
Herdiansyah, 2016: 76). Peneliti menggunakan metode ini karena peneliti
dalam melakukan pengumpulan data langsung terjun ke lapangan dan
mengumpulkan data dari anggota di lapangan dan pihak-pihak terlibat dalam
strategi pemolisian dalam pencegahan pelanggaran lalu lintas penyalahgunaan
sepeda listrik di jalan raya.

3.2 Sumber Informasi


Dalam memperoleh data/informasi, peneliti akan menggunakan teknik
in depth interview untuk mendapatkan gambaran mendalam mengenai
fenomena yang sedang penulis teliti. Teknik penelitian ini didasarkan pada garis
besar informasi yang akan penulis cari untuk mendapatkan gambaran
menyeluruh atas informasi yang sedang penulis cari. Ruang untuk
mengembangkan informasi terbuka lebar dalam metode penelitian ini karena
peneliti diberikan ruang untuk melakukan pengembangan informasi secara luas.
Oleh karena itu, penulis akan mencari informan yang tepat yang mampu
memberikan jawaban atas informasi yang penulis cari secara tepat.
Sumber data/informasi yang dilakukan oleh peneliti yang menggunakan
metode penelitian kualitatif dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu:
a. Sumber primer adalah sumber data yang memberikan data langsung
kepada pengumpul data (Sugiyono, 2015: 62) yang diperoleh melalui
proses wawancara dengan narasumber yaitu :
1. Kasatlantas.
2. Kanit Regident.
3. Anggota Satlantas.
4. Perwakilan Dishub
5. Masyarakat.
b. Sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data, hal ini terjadi jika data atau informasi disampaikan
melalui orang lain atau lewat dokumen (Sugiyono, 2015: 62). Dalam
penelitian ini, data dengan jenis ini diperoleh melalui telaah dokumen
terhadap semua dokumen yang dianggap berkaitan secara langsung
dengan perumusan permasalahan dan sub-sub permasalahan yang telah
diajukan sebelumnya. Dokumen yang akan penulis cari dalam penelitian ini

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini
menurut Afrizal adalah sebagai berikut (Afrizal, 2014: 20):
3.3.1 Wawancara
Wawancara adalah percakapan yang dilakukan dengan tujuan tertentu,
yang dalam hal ini dilakukan kepada pihak-pihak untuk mendapatkan informasi
yang berkaitan dengan penelitian. Percakapan dalam wawancara dilakukan
oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) atau pihak yang mengajukan
pertanyaan dan pihak yang diwawancarai, mengkategorikan tipe wawancara
menjadi tiga, yaitu wawancara terstruktur, wawancara semiterstruktur, dan
wawancara tidak terstruktur. Sebagai salah satu metode untuk mendapatkan
data primer, maka teknik ini akan dipergunakan untuk mendapatkan informasi
dari sumber data primer.

3.3.2 Observasi
Dalam melakukan penelitian kualitatif, observasi menjadi hal yang
penting bagi peneliti untuk benar-benar mendapatkan data/informasi yang
akurat. Observasi sendiri dapat dipahami sebagai pengamatan dan pencatatan
yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi atau
pengamatan tersusun dari proses biologis dan psikologis yang terjadi di sekitar
kasus yang dikaji. Oleh karena itu, cara ini merupakan proses yang cukup
rumit. Pengamatan dan ingatan peneliti menjadi faktor yang sangat
menentukan dalam menggunakan teknik observasi. Untuk mendukung
observasi, alat-alat bantu seperti catatan ketersediaan alat-alat pendukung
seperti kamera, tape recorder dan sebagainya sangat diperlukan untuk
merekam data yang diperoleh; lebih banyak melibatkan pengamat;
memusatkan perhatian pada data-data yang relevan; mengklasifikasikan gejala
pada kelompok yang tepat; menambah persepsi tentang obyek yang diamati
(Usman dan Akbar, 2004: 54). Dalam penelitian ini, Observasi dilakukan
adalah dengan mengamati obyek penelitian secara langsung, yaitu
pengamatan langsung terhadap pemolisian dalam pencegahan pelanggaran
lalu lintas penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya. Observasi juga dilakukan
terhadap lingkungan masyarakat guna mendapatkan gambaran mengenai
kehidupan masyarakat yang berpotensi pelanggaran lalu lintas penyalahgunaan
sepeda listrik di jalan raya.

3.3.3 Telaah Dokumen


Dokumen adalah catatan yang berisi data faktual, bukti, maupun
informasi (Usman dan Akbar, 2004: 73). Dokumen merupakan salah satu
sumber data yang dapat dipergunakan peneliti untuk memahami subjek
penelitian. Melalui dokumen ini peneliti akan mendapatkan gambaran
bagaimana pendefinisian, cara kerja, maupun berbagai norma yang berlaku di
lingkungan subjek penelitian.
Telaah dokumen yang dipergunakan dalam penelitian ini akan dapat
memperkuat maupun memverifikasi hasil data wawancara. Telaah dokumen
yang akan dipergunakan dalam penelitian ini akan banyak berkutat pada
dokumen-dokumen pelaksanaan pemolisian dalam pencegahan pelanggaran
lalu lintas penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya. Namun, dalam beberapa
kasus penelitian dapat dimulai dari studi dokumen untuk membangun
pemahaman awal peneliti atas subjek penelitian. Dokumen-dokumen yang akan
penulis teliti antara lain adalah:
1. Intel Dasar.
2. Kondisi Sumber Daya Manusia Satlantas.
3. Data sarana dan prasarana yang menunjang pemolisian dalam pencegahan
pelanggaran lalu lintas penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya.
4. Data dukungan anggaran pemolisian dalam pencegahan pelanggaran lalu
lintas penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya.

3.4 Teknik Analisis Data


Analisis data merupakan sebuah upaya untuk mendapatkan
pemaknaan terstruktur dari data yang sudah didapatkan. Selain itu, analisis
data juga berfungsi untuk mengolah data yang sebelumnya tidak terstruktur
menjadi terstruktur. Melalui analisis data inilah hasil penelitian akan sudah
dapat dibaca oleh orang lain dengan struktur yang lebih mudah dipahami.
Analisis data secara teknis dilakukan dengan mengkomparasikan
antara teori yang dipergunakan sebagai landasan pencarian data dengan data
yang sudah didapatkan. Data yang didapatkan melalui wawancara, studi
dokumen, dan pengamatan distrukturisasi sehingga dapat dikelompokkan data
mana saja yang masuk dalam sebuah teori. Lalu, dari itu akan didapatkan
bagaimana bentuk gambaran data untuk mencari pola data atas pertanyaan
yang sedang dicari jawabannya melalui penelitian.
Miles dan Huberman menjelaskan bahwa analisa data merupakan
suatu kegiatan yang mengacu pada penelaahan atau pengujian yang
sistematik, mengenai suatu hal dalam rangka menentukan bagian-bagian,
hubungan diantara bagian, dan hubungan bagian dalam keseluruhan, dimana
kegiatan ini dilakukan secara bersamaan dan saling menjalin diantara reduksi
data, sajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi, yang dimulai dari
pengumpulan data dan kembali memberikan umpan balik pada pengumpulan
data (Muhammad dan Djaali, 2010: 97).
Dalam melakukan analisis data, penulis akan menggunakan teknik
analisis yang merujuk pada pendapat Miles dan Huberman seperti yang dikutip
oleh Muhammad dan Djaali (2010: 110), yang terdiri dari 3 (tiga) unsur utama
yaitu :
3.4.1 Reduksi data
Reduksi data adalah bagian dari proses analisis yang bertujuan untuk
mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak
penting, dan mengatur data, sehingga dapat dibuat kesimpulan (Muhammad
dan Djaali, 2010: 97). Reduksi data merupakan langkah awal untuk
mendapatkan data yang sesuai dengan teori. Data yang tidak dibutuhkan untuk
dianalisis dipisah dan dikumpulkan dalam kerangka tersendiri. Hal ini penting
untuk mempermudah analisis dengan data tidak terstruktur dalam jumlah besar.

3.4.2 Sajian Data


Sajian data merupakan sebuah bentuk informasi yang terstruktur dengan
bentuk yang sudah memungkinkan untuk dianalisis. Sajian data sudah mulai
menggambarkan pola jawaban atas pertanyaan penelitian dengan
mengklasifikasi berdasarkan pada teori yang sudah dipergunakan sebagai
pedoman pengumpulan data. Sajian data ini sudah menggambarkan bagian
besar jawaban atas penelitian.

3.4.3 Trianggulasi
Trianggulasi digunakan untuk mengecek kebenaran informasi dari
sumber informasi yang dianggap memahami dan mengalami fenomena yang
sedang diteliti. Trianggulasi dilakukan dengan menghubungkan informasi yang
telah diperoleh dari satu sumber kemudian dilakukan pengecekan kembali
mengenai informasi tersebut ke sumber yang lain untuk melihat tingkat
kebenaran informasi yang disampaikan. Dalam penelitian ini trianggulasi data
dilakukan untuk melihat kebenaran informasi yang disampaikan oleh sumber
data primer mengenai pemolisian dalam pencegahan pelanggaran lalu lintas
penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya. Selain itu, peneliti juga akan
melakukan pengecekatan terhadap kebenaran informasi dengan sumber data
yang lain, seperti halnya dengan pemeriksaan dokumen.

3.4.4 Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi


Penarikan kesimpulan merupakan sebuah bentuk langkah akhir dalam
analisis data karena dalam langkah ini makna atas data akan ditarik. Berbagai
jarak antara teori dengan data akan didapatkan. Pada tahapan ini pemaknaan
atas data sudah didapatkan berikut dengan verifikasi tingkat reliabilitas maupun
kebenaran data.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Danim, S. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia.

Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif: Untuk Ilmu-Ilmu


Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Moleong, L. J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja


Rosdakarya.

Nisak, Z. 2014. Analisis SWOT untuk Menentukan Strategi Kompetitif. Jakarta:


Gramedia.

Reksodiputro, Mardjono. 1996. Sistem Peradilan Pidana di Indonesia. Bandung:


Bina Cipta.

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitaif Kualitatif dan R&B. Bandung:


Alfabeta.

Torang, S. 2013. Organisasi & Manajemen (Perilaku, Struktur, Budaya, &


Perubahan Organisasi. Bandung: Alfabeta.

Wheelen, T.L. dan Hunger.2012.Strategic Management and Business Policy:


Achieveing Sustainability,13th ed, Harlow: Pearson Prentice Hall.

JURNAL
Anggawira., dan Dewanto, Wishnu. 2022. Analisa Yuridis Pemolisian Dalam
Rangka Tertib Berlalu Lintas Berdasarkan Undang-Undang No. 22
Tahun 2009 (Studi Kasus di Wilayah DKI Jakarta). Jurnal
Kewarganegaraan. Vol. 6 No. 2.

Azmar, Umar MF. 2022. Analisis Normatif Penggunaan Sepeda Listrik di Jalan
Raya, di Kabupaten Bone. Legal Opinion.

Arsari, Devina Tharifah. 2022. Legalitas Penggunaan Sepeda Listrik Sebagai


Alat Transportasi Menurut Perspektif Hukum Pengangkutan di Indonesia.
Jurist-Diction, Vol. 3 (3).

Mirnawati. 2019. Strategi Kepolisian dalam Mengurangi Pelanggaran Lalu


Lintas di Kabupaten Gowa.
https://journal.unismuh.ac.id/index.php/kimap/article/view/3728.

Puri, iPrasasti iArtika. i(2013). iPenegakan iHukum iterhadap iPelaku


iPelanggaran iAturan iLalu iLintas idi iKabupaten iKlaten. iJurnal iSkripsi.
iYogyakarta: iFakultas iHukum iUniversitas iAtma iJaya iYogyakarta.
PERATURAN PERUNDANGAN
Undang-Undang iRepublik iIndonesia iNomor i2 iTahun i2002 itentang iKepolisian
iNegara iRepublik iIndonesia.

Undang-Undang iRepublik iIndonesia iNomor i22 iTahun i2009 itentang iLalu iLintas
idan iAngkutan iJalan.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 45 Tahun 2020 tentang Kendaraan


Tertentu Dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik
Case Study Protocol
Variabel Kode Pertanyaan
Untuk Kasatlantas, Kanit, dan Anggota
Satlantas
Pencegahan PPSL-1 Peraturan apa saja yang dijadikan acuan
Pelanggaran Lalu pengaturan sepeda listrik?
Lintas PPSL-2 Bagaimana upaya yang dilakukan dalam
Penyalahgunaan menertibkan keberadaan sepeda listrik di
Sepeda Listrik jalan raya?
PPSL-3 Bagaimana bentuk penindakan terhadap
Pelanggaran lalu lintas penyalahgunaan
sepeda listrik di jalan raya?
Strategi SP-1 Kebijakan dan strategi apa yang diambil
Pemolisian oleh Satlantas dalam strategi pemolisian
untuk mencegah pelanggaran lalu lintas
penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya?
SP-2 Taktik dan strategi apa yang diambil dalam
strategi pemolisian untuk mencegah
pelanggaran lalu lintas penyalahgunaan
sepeda listrik di jalan raya?
SP-3 Bagaimana pengawasan yang dilakukan
terhadap pemolisian untuk mencegah
pelanggaran lalu lintas penyalahgunaan
sepeda listrik di jalan raya?
SP-4 Bagaimana upaya yang dilakukan Satlantas
dalam pemolisian untuk mencegah
pelanggaran lalu lintas penyalahgunaan
sepeda listrik di jalan raya?
SP-5 Bagaimana praktek penegakan hukum yang
dilakukan Satlantas dalam pemolisian untuk
mencegah pelanggaran lalu lintas
penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya?
SP-6 Bagaimana koordinasi yang dilakukan
Satlantas dalam pemolisian untuk
mencegah pelanggaran lalu lintas
penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya?
SP-7 Bagaimana komunikasi yang dilakukan
personel Satlantas dalam pemolisian untuk
mencegah pelanggaran lalu lintas
penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya?
SP-8 Bagaimana kolaborasi yang dilakukan
Satlantas dalam pemolisian untuk
mencegah pelanggaran lalu lintas
penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya?
Variabel Kode Pertanyaan
Untuk Perwakilan Dishub
Pencegahan PPSL-1 Peraturan apa saja yang dijadikan acuan
Pelanggaran Lalu pengaturan sepeda listrik?
Lintas PPSL-2 Bagaimana upaya yang dilakukan dalam
Penyalahgunaan menertibkan keberadaan sepeda listrik di
Sepeda Listrik jalan raya?
PPSL-3 Bagaimana bentuk penindakan terhadap
Pelanggaran lalu lintas penyalahgunaan
sepeda listrik di jalan raya?
Strategi SP-1 Kebijakan dan strategi apa yang diambil
Pemolisian dalam mencegah pelanggaran lalu lintas
penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya?
SP-2 Taktik dan strategi apa yang diambil dalam
mencegah pelanggaran lalu lintas
penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya?
SP-3 Bagaimana pengawasan yang dilakukan
untuk mencegah pelanggaran lalu lintas
penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya?
SP-4 Bagaimana upaya yang dilakukan Dishub
dalam mencegah pelanggaran lalu lintas
penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya?
SP-5 Bagaimana koordinasi yang dilakukan
Satlantas dalam pemolisian untuk
mencegah pelanggaran lalu lintas
penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya?
SP-6 Bagaimana komunikasi yang dilakukan
personel Satlantas dalam pemolisian untuk
mencegah pelanggaran lalu lintas
penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya?
SP-7 Bagaimana kolaborasi yang dilakukan
Satlantas dalam pemolisian untuk
mencegah pelanggaran lalu lintas
penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya?
Variabel Kode Pertanyaan
Untuk Masyarakat
Pencegahan PPSL-1 Bagaimana upaya yang dilakukan kepolisian
Pelanggaran Lalu dalam menertibkan keberadaan sepeda
Lintas listrik di jalan raya?
Penyalahgunaan PPSL-2 Bagaimana bentuk penindakan terhadap
Sepeda Listrik Pelanggaran lalu lintas penyalahgunaan
sepeda listrik di jalan raya?
Strategi SP-1 Bagaimana upaya penegakan hukum oleh
Pemolisian kepolisian dalam mencegah pelanggaran
lalu lintas penyalahgunaan sepeda listrik di
jalan raya?
SP-2 Bagaimana koordinasi yang dilakukan
Satlantas dalam pemolisian untuk
mencegah pelanggaran lalu lintas
penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya?
SP-3 Bagaimana komunikasi yang dilakukan
personel Satlantas dalam pemolisian untuk
mencegah pelanggaran lalu lintas
penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya?
SP-4 Bagaimana kolaborasi yang dilakukan
Satlantas dalam pemolisian untuk
mencegah pelanggaran lalu lintas
penyalahgunaan sepeda listrik di jalan raya?

Anda mungkin juga menyukai