Anda di halaman 1dari 12

Sisten

EXECUTIVE SUMMARY
DRAFT NASKAH AKADEMIK

KAJIAN REGULASI PENYELENGGARAAN


AUTONOMOUS-RAIL RAPID TRANSIT /ART
DI INDONESIA

Kerja Sama

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
JALAN DAN PERKERETAAPIAN

Dengan
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2021
EXECUTIVE SUMMARY

A. Latar Belakang dan Deskripsi Trem Otonom


Saat ini tren transportasi darat di dunia sedang mengarah kepada elektrifikasi dan otomatisasi
dari kendaraan. Tren tersebut muncul untuk menjawab tantangan yang ada pada dunia
transportasi, yaitu tantangan terkait polusi udara, emisi gas rumah kaca serta isu keselamatan.
Teknologi elektrik dan otomatisasi tersebut dapat diterapkan, baik untuk transportasi pribadi
maupun transportasi masal.
Definisi Trem Otonom (TO) adalah moda transportasi massal berbasis listrik dengan roda karet yang
bergerak pada rel virtual dalam batas tertentu, serta menggunakan sistem otomatis, kontrol keselamatan
dan persinyalan yang aktif. Di beberapa negara lain, istilah TO menggunakan istilah lain seperti
Trackless Tram (di Eropa) dan Autonomous-rail Rapid Transit / ART (di China).

Indonesia saat ini sudah mengambil langkah untuk mempersiapkan diri, dalam menyambut
tren elektrifikasi kendaraan. Hal ini ditandai dengan diluncurkannya Peraturan Presiden
Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis
Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Hal ini tentunya merupakan
langkah awal yang baik dan perlu dilanjutkan, dalam hal perumusan regulasi turunan serta
pengimplementasian di lapangannya.

Selain dari elektrifikasi kendaraan, regulasi terkait otomatisasi kendaraan tentunya juga perlu
dirumuskan. Hal ini untuk menjamin bahwa Indonesia siap dalam menyambut otomatisasi
kendaraan ketika teknologi tersebut sudah masuk ke dalam negeri.

Salah satu jenis kendaraan otonom yang berpotensi untuk diterapkan di Indonesia adalah Trem
Otonom. Trem Otonom merupakan salah satu inovasi untuk Moda Transportasi Publik yang
menggabungkan karakteristik kereta (light rapid transit/LRT) dan bis (bus rapid transit/BRT).
Trem Otonom merupakan moda yang berbentuk seperti kereta LRT, namun tidak beroperasi
diatas rel. Trem tersebut beroperasi di atas jalan dengan menggunakan ban yang dipandu oleh
lintasan yang disebut sebagai Virtual Track. Virtual Track sendiri berbentuk seperti garis
marka jalan yang kemudian diidentifikasi oleh Trem Otonom dengan menggunakan teknologi
otomatisasi. Teknologi tersebut mencakup Sensor Light Detection and Ranging (LiDAR) dan
Global Positioning System (GPS), dsb. Hal ini membuat Trem Otonom:

1. Dapat beroperasi tanpa masinis (meskipun tetap diperlukan kru di dalam trem untuk
mengantisipasi situasi darurat)
2. Tidak memerlukan biaya yang besar untuk pembangunan rel

Kedua hal tesebut tentunya menguntungkan dari sisi capital expenditure (CAPEX) dan
operational expenditure (OPEX).

2
Trem Otonom sendiri dapat beroperasi dengan menggunakan 5 kereta dalam satu rangkaian,
dengan masing-masing kereta memiliki kapasitas sekitar 100 penumpang. Sumber daya dari
Trem Otonom sendiri adalah listrik, baik dengan menggunakan teknologi baterai maupun
pantograph. Hal ini membuat teknologi ini ramah lingkungan dan dapat berperan dalam
menurunkan polusi udara dan emisi gas rumah kaca. Selain itu, Trem Otonom merupakan
moda transportasi publik, yang juga dapat berperan dalam pengurangan kemacetan.
Negara yang telah menerapkan teknologi Trem Otonom adalah China. Ilustrasi dari teknologi
Trem Otonom yang diterapkan pada negara tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 1 Ilustrasi Trem Otonom di negara China

Penerapan Trem Otonom di Indonesia tentunya akan memberikan kemajuan untuk sektor
transportasi di Indonesia dan berkontribusi dalam penurunan kemacetan serta polusi udara. Hal
ini yang membuat diperlukannya regulasi untuk pengoperasian Trem Otonom di Indonesia.
Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan berkolaborasi dengan Institut Teknologi
Bandung dan Universitas Gadjah Mada bermaksud untuk berkontribusi dalam persiapan
regulasi tersebut melalui pembuatan naskah akademik.

B. Tujuan dan Kegunaan Kajian

Tujuan
Tujuan penyusunan “Naskah Akademik” ini adalah dalam rangka pembentukan Peraturan
Presiden dan Peraturan Menteri Perhubungan yang mengatur penyelenggaran Trem Otonom
sebagai jawaban atas kebutuhan hukum terhadap pengaturan dan penyelenggaraan Trem
Otonom di Indonesia. Naskah Akademik juga bertujuan menjawab kerangka teori dan praktik
empirik mengenai kebutuhan hukum untuk membentuk peraturan a quo.

3
Kegunaan
Penyusunan Naskah Akademik merupakan struktur dasar dalam membangun kerangka
pembentukan sebuah peraturan, oleh karenanya penyusunan Naskah Akademik ini memiliki
arti penting dalam proses pembentukan suatu peraturan. Arti penting dalam proses penyusunan
Naskah Akademik adalah mengetahui dan memahami benar kondisi yang sebenarnya terjadi
dalam masyarakat baik yang terkait dengan permasalahan yang sedang terjadi di masyarakat,
pengaturan yang dibutuhkannya, dan potensi perbenturan dengan peraturan perundang-
undangan yang lain.

Naskah Akademik ini dirancang sebagai dasar dan pijakan dalam pembentukan Peraturan
Presiden dan Peraturan Menteri Perhubungan yang mengatur terkait Trem Otonom. Naskah
Akademik ini merupakan sebuah dokumen hukum yang tertulis dengan segala pemenuhan
ketentuan yang tercantum dalam Lampiran I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).
Lebih lanjut, penyusunan Naskah Akademik ini akan menjadi pedoman pembentukan
peraturan pelaksanaan yang setara maupun di bawah Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri
Perhubungan yang mengatur terkait Trem Otonom. Dengan demikian, perjuangan semangat
(spirit) dan nilai (value) yang dibangun dalam Naskah Akademik ini dapat terus menjadi arah
pelaksanaan peraturan a quo, sehingga segala aspek dalam penyelenggaraan Trem Otonom di
Indonesia akan terarah dengan adanya Naskah Akademik ini.

C. Metodologi
Penyusunan naskah akademik yang dilaksanakan pada kajian ini dilakukan dengan
menggunakan metode kajian hukum untuk mengumpulkan dan menganalisis data sebagaimana
diatur dalam Lampiran I UU P3. Secara garis besar, kajian hukum dibagi menjadi kajian
hukum normatif dan kajian hukum empiris. Adapun dalam penyusunan Naskah Akademik ini,
kedua sifat kajian tersebut digunakan dan dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahapan tersebut
meliputi mengidentifikasi permasalahan dan menetapkan permasalahan yang relevan dengan
isu yang diangkat, mengumpulkan bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, sekunder,
dan tersier, serta melakukan kajian dan analisis terhadap isu hukum yang diajukan sebagai
permasalahan dalam kajian berdasarkan bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan. Kedua
sifat kajian, baik yuridis normatif maupun yuridis empiris diterapkan agar penyusunan Naskah
Akademik ini tidak hanya berlandaskan teori saja, tetapi juga berdasarkan kajian empiris yang
terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, Naskah Akademik ini nantinya dapat menjadi
pertanggungjawaban akademik dan landasan penyusunan rancangan peraturan mengenai
penyelenggaraan Trem Otonom.

Terkait dengan pengumpulan bahan-bahan hukum, kajian ini dilaksanakan dengan peninjauan
peraturan eksisting terkait, serta dengan benchmarking peraturan Trem Otonom di berbagai
belahan dunia. Dari proses tersebut, diidentifikasi hal-hal sebagai berikut:

4
1. Peraturan eksisting yang dapat diadopsi langsung untuk regulasi Trem Otonom.
2. Peraturan eksisting yang dapat diadopsi untuk regulasi Trem Otonom setelah melalui
proses modifikasi
3. Peraturan baru yang menjawab kebutuhan pengoperasian Trem Otonom yang belum
diakomodir oleh regulasi eksisiting.
Dalam proses analisis, peraturan-peraturan diatas diklasifikasikan menjadi empat kelompok,
yaitu:
1. Sistem Operasi
2. Standar Teknis
3. Sistem Keselamatan
4. Bisnis, Pembiayaan dan Manajemen Risiko
Untuk memodifikasi peraturan eksisting dan meruuskan peraturan baru, diadakan juga focus
group discussion yang melibatkan pihak-pihak terkait di berbagai institusi
pemerintah/kementerian. Hal ini dikarenakan pengoperasian Trem Otonom akan memerlukan
koordinasi dan sinkronisasi antar kementerian/Lembaga pemerintahan. Referensi-referensi
lainnya seperti data teknis, expert judgement, dan kajian terdahulu juga digunakan. Usulan
peraturan yang kemudian diajukan untuk pengoperasian Trem Otonom di Indonesia kemudian
dimasukan ke dalam Naskah Akademik. Proses ini diilustrasikan pada gambar dibawah ini.

Gambar 2 Proses penyusunan naskah akademik

Selain itu, pada kajian ini juga dilakukan pemetaan aktor yang terlibat di dalam
penyelenggaraan Trem Otonom. Pemetaan aktor ini dilakukan dengan mengindentifikasi
aspek-aspek operasional dari Trem Otonom, yang mencakup i) manajemen dan rekayasa lalu
lintas, ii) manajemen SDM, iii) sarana trem, iv) rancang bangun dan industri Trem Otonom
dalam negeri, dan v) prasarana trem, dan mengindentifikasi aktor yang berperan untuk setiap
aspek tersebut. Hasil dari pemetaan aktor ini akan digunakan untuk menentukan jenis produk

5
hukum (perpres, PM, atau produk jenis lainnya) yang mengatur penerapan Trem Otonom di
Indonesia.
D. Analisis
Regulasi eksisting yang ditinjau untuk kajian ini, baik yang berasal dari dalam maupun luar
negeri ditunjukan oleh dua tabel dibawah ini. Regulasi tersebut kemudian dikelompokan ke
dalam empat topik. Setiap topik tersebut kemudian memiliki “aspek kritis” yang menjadi bahan
bahasan utama pada kajian ini.
Tabel 1 Referensi regulasi dari negara lain

No Topik Aspek Kritis Referensi


1 Sistem 1. Manajemen rekayasa lalu • DB 43T-1835 (China)
operasi lintas • Local railway & Tramway Act
2. Limitasi kecepatan (Belanda)
3. Alur penumpang dalam
kendaraan TO
2 Standar 1. Spesifikasi teknis teknologi • DB 43T-1835 (China)
teknis 2. Standar teknis rangka • German Road Traffic Act
kendaraan/sarana (German)
3. Sistem persinyalan dan • BOStrab (German)
komunikasi • UN ECE/Trans/WP.29/2020/81
4. Standar teknis jalur virtual (UN)
5. Ketentuan prasarana jalan • SAE J2399_201409 (SAE
International)
• UK Tramways Principles &
Guidance (UK)
• UK Design Requirements for
Street Track – Tram (UK)
3 Sistem Standar uji dan inspeksi untuk • DB 43T-1837 (China)
keselamatan peralatan dan mesin kendaraan • Safety tram and road crossing
TO (Belanda)
4 Bisnis, 1. Pengembangan SDM • DB 43T-1835 (China)
Pembiayaan 2. Penyediaan fasilitas
dan pendidikan teknis
Manajemen
Risiko

6
Tabel 2 Referensi regulasi dari dalam negeri

No Topik Aspek Kritis Referensi


1 Sistem 1. Stakeholders terkait • UU 23 thn 2007
operasi penyelenggaraan • UU 22 thn 2009
2. Posisi perencanaan TO • PM 20/PRT/M/2010 thn 2010
3. Manajemen rekayasa lalu • PM 175 thn 2015
lintas
4. Prasarana dan fasilitas
pendukung
2 Standar 1. Pembebanan jalan • UU 22 thn 2009
teknis 2. Spesifikasi teknis kereta • Perpres 55 thn 2019
(rangka, sistem monitoring, • PP 55 thn 2012
kabin, dll.) • PP 6 thn 2017
3. Persyaratan sistem informasi • PM 175 thn 2015
dan komunikasi
3 Sistem Standar uji peralatan dan • PM 13 thn 2011
keselamatan kendaraan
4 Bisnis, 1. Manajemen pengusahaan • UU 23 thn 2007
Pembiayaan angkutan umum • PM 31 thn 2012
dan 2. Penyelenggaraan tarif dan • PM 20 thn 2011
Manajemen subsidi
Risiko

Berkaitan dengan pemetaan aktor, pihak-pihak yang terlibat di dalam penyelenggaraan Trem
Otonom diilustrasikan pada gambar di bawah ini:

Gambar 3 Pemetaan aktor dalam penyelenggaraan Trem Otonom

7
Dari hasil peninjauan regulasi dan pemetaan aktor diatas, kemudian dirumuskan usulan
regulasi dari Trem Otonom beserta jenis produk hukum yang sesuai untuk usulan regulasi
tersebut.
E. Kesimpulan dan Rekomendasi
1. Pilihan Jenis Produk Hukum
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, sistem transportasi umumnya akan
berisi mengenai komponen-komponen transportasi yang terintegrasi, baik dalam hal moda
transportasi maupun dengan jaringan transportasi. Dalam hal ini produk hukum yang
menjadi pilihan untuk menjadi wadah pengaturan penyelenggaraan TO adalah
Peraturan Presiden.
Setidaknya terdapat 3 (tiga) argumen yang mendasari dipilihnya jenis produk hukum a quo,
yaitu:
Pertama, bahwa penyelenggaraan TO akan melibatkan lebih dari 1 (satu) kementerian
dan/atau lembaga. Berdasarkan pemetaan aktor di atas, maka dapat dilihat bahwa
penyelenggaraan TO di Indonesia setidaknya akan terdapat 6 (enam) kementerian/lembaga
yang terlibat secara langsung (Kemenhub, KemenPUPR, Kementerian ATR/Pertanahan,
Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, Kementerian Kominfo) plus Pemerintah
Daerah dan Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu, desain pengaturan yang dinilai
paling relevan adalah dengan membentuk Peraturan Presiden, karena Peraturan Presiden
adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan
perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan
kekuasaan pemerintahan.1

Kedua, dengan menggunakan pendekatan argumentum per analogiam, maka berdasarkan


penalaran yang wajar tidak mungkin melakukan pengaturan TO yang lintas kementerian
dan/atau lembaga tersebut pada level Peraturan Menteri.

Ketiga, tidak dipilihnya Peraturan Pemerintah sebagai wadah pengaturan karena Peraturan
Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk
menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. 2 Mengingat TO merupakan moda
transportasi jenis baru yang notabene belum diatur dalam Undang-Undang, maka pilihan
untuk membuat Peraturan Pemerintah bukanlah pilihan yang prioritas untuk dipilih,
walaupun dimungkinkan karena Presiden memiliki kuasa tafsir untuk melaksanakan
Undang-Undang sebagaimana mestinya melalui pembentukan Peraturan Pemerintah.

1
Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.
2
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.

8
Berdasarkan kedua alasan tersebut, pengaturan mengenai penyelenggaraan TO dalam
bentuk Peraturan Presiden menjadi pilihan yang masuk akal, mengingat levelnya yang
berada di atas Peraturan Menteri, sehingga mampu menjadi payung dan mengoordinasikan
penyelenggaraan TO di Indonesia. Adapun judul Peraturan Presiden yang diusulkan
untuk dibentuk adalah Peraturan Presiden tentang Penyelenggaraan Trem Otonom
yang materi muatannya akan meliputi pemetaan aktor penyelenggaraan TO berikut
kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing aktor, sarana dan prasarana TO,
manajemen dan rekayasa lalu lintas TO, manajemen sumber daya manusia, dan badan
pengelola TO.

Peraturan lain yang menjadi prioritas untuk dibentuk adalah Peraturan Menteri
Perhubungan tentang Standar Spesifikasi Teknis Trem Otonom sebagai bentuk dari
pelaksanaan amanat Pasal 34 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian. Materi muatan yang kemudian akan diatur dalam
Peraturan Menteri Perhubungan a quo meliputi persyaratan umum, persyaratan teknis, dan
persetujuan spesifikasi teknis TO dengan kemudian mengacu pada ketentuan dalam
Peraturan Presiden tentang Penyelenggaraan Trem Otonom, spesifik berkenaan dengan
sarana Trem Otonom.

Adapun pembentukan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Standar, Tata Cara


Pengujian dan Sertifikasi Kelaikan Trem Otonom merupakan pelaksanaan dari ketentuan
Pasal 208, Pasal 220, dan Pasal 228 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian yang materi muatannya meliputi pengujian TO yang
meliputi jenis pengujian, uji rancang bangun dan rekayasa, uji statis, dan uji dinamis dan
pelaksanaan pengujian Trem Otonom dengan mengacu pada ketentuan mengenai sarana
TO dalam Peraturan Presiden tentang Penyelenggaraan Trem Otonom.

2. Jangkauan, Arah Pengaturan dan Materi Muatan dari Produk Hukum


Berkaitan dengan isi dari Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri Perhubungan dalam
hal penyelenggaraan Trem Otonom, berikut ini adalah gambaran terkait jangkauan, arah
pengaturan dan materi muatan dari peraturan peraturan tersebut

a. Peraturan Presiden tentang Penyelenggaraan Trem Otonom (TO)


1) Jangkauan
Jangkauan dari Peraturan Presiden tentang Penyelenggaraan Trem Otonom ini
adalah Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perindustrian,
Kementerian ATR, Kementerian ESDM, Pemerintah Daerah dan Kepolisian
Republik Indonesia sebagai aktor dalam penyelenggaraan TO di Indonesia.

9
2) Arah Pengaturan
Peraturan Presiden tentang Penyelenggaraan Trem Otonom diarahkan untuk dapat
memberikan landasan hukum bagi penyelenggaraan TO di Indonesia. Keberadaan
Peraturan Presiden a quo dimaksudkan untuk menjadi peraturan payung serta
mengkoordinasikan penyelenggara TO dalam penyelenggaraan TO. Adapun arah
pengaturan penyelenggaraan TO terdiri dari pemetaan aktor berikut
kewenangannya dalam penyelenggaraan TO, sarana dan prasarana TO, manajemen
dan rekayasa lalu lintas TO, manajemen sumber daya manusia, dan badan pengelola
TO.

3) Ruang Lingkup Materi Muatan


(a) Ketentuan umum
(b) Materi tentang penyelenggara Trem Otonom
(c) Materi tentang sarana dan prasarana Trem Otonom
(d) Materi tentang manajemen dan rekayasa lalu lintas
(e) Materi tentang manajemen dan sumber daya manusia
(f) Materi tentang badan pengelola Trem Otonom
(g) Materi tentang aspek bisnis dan skema pembiayaan

b. Peraturan Menteri Perhubungan tentang Standar Spesifikasi Teknis Trem


Otonom (TO)

1) Jangkauan
Jangkauan dari Peraturan Menteri Perhubungan ini adalah Kementerian
Perhubungan sebagai penyelenggara sarana perkeretaapian serta standar
spesifikasi teknis dari TO.

2) Arah Pengaturan
Peraturan Menteri Perhubungan ini diarahkan untuk dapat memberikan pedoman
atau standar spesifikasi teknis dari TO yang meliputi persyaratan umum dan
khusus berikut juga dengan pedoman mengenai pemberian persetujuan spesifikasi
teknis oleh Direktur Jenderal Perkeretaapian.

3) Ruang Lingkup Materi Muatan


(a) Ketentuan umum Materi tentang persyaratan umum
(b) Materi tentang peryaratan teknis
(c) Materi tentang persetujuan spesifikasi teknis

10
c. Peraturan Menteri Perhubungan tentang Standar, Tata Cara Pengujian dan
Sertifikasi Kelaikan Trem Otonom (TO)

1. Jangkauan
Jangkauan dari Peraturan Menteri Perhubungan ini adalah Kementerian
Perhubungan, badan hukum atau lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari
Menteri Perhubungan untuk melakukan pengujian dan badan usaha sebagai
penyelenggara sarana perkeretaapian serta standar spesifikasi teknis dari TO.

2. Arah Pengaturan
Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan ini diarahkan untuk dapat
memberikan pedoman mengenai standar, tata cara pengujian berikut sertifikasi
kelaikan dari TO, baik yang baru atau mengalami perubahan spesifikasi teknis dan
yang telah dioperasikan.

3. Ruang Lingkup Materi Muatan


a. Ketentuan umum
b. Materi tentang pengujian Trem Otonom
c. Materi tentang pelaksanaan pengujian Trem Otonom
d. Materi tentang sertifikasi dan lisensi operator

d. Peraturan Menteri Perhubungan tentang Sistem Operasi Trem Otonom (TO)

1. Jangkauan
Jangkauan dari Peraturan Menteri Perhubungan ini adalah Kementerian
Perhubungan, badan hukum atau lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari
Menteri Perhubungan untuk melakukan pengujian dan badan usaha sebagai
penyelenggara sarana perkeretaapian serta sistem operasi dari TO.

2. Arah Pengaturan
Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan ini diarahkan untuk dapat
memberikan pedoman mengenai standar, tata cara pengujian berikut sertifikasi
kelaikan dari TO, baik yang baru atau mengalami perubahan spesifikasi teknis dan
yang telah dioperasikan.

3. Ruang Lingkup Materi Muatan


a. Ketentuan umum
b. Materi tentang sistem pengoperasian Trem Otonom
c. Materi tentang standar pelayanan dan fasilitas Trem Otonom
d. Materi tentang pengusahaan dan pelayanan Trem Otonom
e. Materi tentang biaya pengoperasian Trem Otonom
f. Materi tentang perizinan badan usaha Trem Otonom

11
12

Anda mungkin juga menyukai