Makalah Investasi-Mikro
Makalah Investasi-Mikro
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Dalam makalah ini, terdapat beberapa hal yang akan menjadi pembahasan
Penulis, yaitu :
1. ketentuan apa saja yang mendasari pengadilan untuk dapat membatalkan putusan
arbitrase ?
2. Apakah pengadilan Indonesia memiliki kewenangan untuk membatalkan Putusan
Arbitrase Internasional ?
3. Dampak dari pembatalan Putusan Arbitrase Jenewa terhadap KBC sebagai investor
asing yang telah menanamkan modalnya di Indonesia.
III. Jenis Data dan Upaya Memperoleh Data
a. jenis data
Data yang akan dipergunakan Penulis dalam penelitian adalah data kualitatif
yang diperoleh dari sumber data sekunder, antara lain diperoleh dari berbagai aturan di
bidang arbitrase, buku-buku, serta dari berbagai makalah maupun artikel di media massa.
V. Lokasi Penelitian
Analisa data akan Penulis lakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif,
dimana berdasarkan data-data yang telah terhimpun tersebut, Penulis akan berupaya
untuk menemukan kebenaran dengan cara berpikir deduktif dan menggunakan kriteria
kebenaran koheren, dimana kebenaran atas penelitian sudah dinyatakan reliable tanpa
harus melalui proses pengujian atau verifikasi terlebih dahulu terhadap fakta.
BAB II
PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE JENEWA OLEH PENGADILAN
INDONESIA
Sengketa yang terjadi antara Pertamina dengan Karaha Bodas Company (KBC),
berawal dari perjanjian Joint Operation Contract (JOC) yang dilakukan pada tanggal 28
November 1994. KBC yang dikontrol oleh FPL Group Florida dan Caithness Energy
New York setuju untuk membangun pembangkit listrik tenaga panas bumi di Karaha
bodas, Jawa Barat.
Dalam perjalanannya, ketika kondisi proyek masih berada pada tahap
pengembangan dan belum memulai konstruksi, terjadi krisis keuangan Asia 1997 yang
mengakibatkan terbebaninya ekonomi dan anggaran Pemerintah Indonesia, hingga
akhirnya pada tahun 1998, Pemerintah Indonesia menunda proyek tersebut dan proyek-
proyek lainnya sebagai bagian dari rencana mengatasi krisis ekonomi bersama-sama
International Monetary Fund (IMF).
Menanggapi hal ini, KBC berupaya meyakinkan Kongres AS untuk
mengintervensi IMF. Namun ketika upaya tersebut tidak berhasil, KBC mengajukan
tuntutan ke arbitrase Internasional di Jenewa, Swiss, dan pada tahun 2000 arbitrase di
Jenewa, Swiss memenangkan tuntutan KBC sebesar US$ 261 juta dari Pertamina atas
biaya-biaya yang telah dikeluarkan dan potensi kehilangan keuntungan dimasa depan.
1. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan,
diakui palsu atau dinyatakan palsu.
2. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan yang
disembunyikan oleh pihak lawan.
3. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukaan oleh salah satu pihak
dalam pemeriksaan sengketa.”
“Permohonan pembatalan hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang sudah
didaftarkan di pengadilan. Alasan-alasan permohonan pembatalan yang disebut dalam
pasal ini harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. Apabila pengadilan menyatakan
bahwa alasan-alasan tersebut terbukti atau tidak terbukti maka putusan pengadilan ini
dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan bagi hakim untuk mengabulkan atau
menolak permohonan.”
Dari Pasal 70 di atas, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya UU Arbitrase membuka
kemungkinan bagi para pihak untuk meminta pembatalan atas suatu putusan arbitrse,
namun tindakan pembatalan putusan arbitrase oleh pengadilan tidaklah mudah,
melainkan harus didasarkan kepada adanya unsur-unsur pidana dalam putusan arbitrase
tersebut, seperti antara lain adanya dokumen-dokumen palsu atau adanya unsur tipu
muslihat, yang mana unsur pidana tersebut juga mesti dibuktikan terlebih dahulu dalam
sebuah putusan pengadilan.
Dikaitkan dengan perkara yang terjadi antara Pertamina dengan KBC, ketentuan
mengenai pembatalan Putusan Arbitrase dalam UU Arbitrase di atas, tidak dapat
diterapkan begitu saja, melainkan harus memperhatikan kepada kaidah-kaidah dalam
hukum Internasional, mengingat bahwa di dalam perkara antara KBC dan Pertamina
mengandung unsur asing/internasional.
Kedua adalah hukum acara (procedural law) yang mengikat bagi arbiter dan para
pihak dalam proses pemeriksaan hingga adanya putusan.
1
Hikmahanto Juwana,“Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional oleh Pengadilan Nasional”, Jurnal
Hukum Bisnis, Volume21, Tahun 2001
Ketiga, yaitu hukum dari suatu negara yang mendasari penyelesaian sengketa
melalui arbitrase, yang dikenal dengan istilah Lex Arbitri. Umumnya Lex Arbitri
dianggap sebagai kaidah yang memaksa dari negara dimana proses arbitrase tersebut
dilangsungkan, dan dalam hal terjadi suatu pembatalan atas Putusan Arbitrase, maka hal
ini akan sangat tergantung kepada kaidah memaksa dari negara dimana arbitrase tersebut
dilangsungkan.
Penafsiran Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas ketentuan dalam
pembatalan putusan arbitrase yang diatur UU Arbitrase, di dalam menentukan
kewenangannya, patut dipertanyakan.
2
Op. cit 1
Menurut pendapat Penulis, pembatalan putusan arbitrase sebagaimana diatur
dalam UU Arbitrase hanyalah dapat dilakukan terhadap putusan arbitrase yang dibuat di
Indonesia.
Jika kita melihat kepada substansi dari UU Arbitrase, tidak terdapat ketentuan
dalam UU Arbitrase yang memberikan peluang bagi pengadilan Indonesia untuk
membatalkan putusan arbitrase internasional. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan istilah
di dalam UU Arbitrase, yang mana dalam Pasal 70 s/d 72 hanya menyebutkan ‘Putusan
Arbitrase” dan bukan “Putusan Arbitrase Internasional”.
Mengingat bahwa pembatalan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat secara teori
tidak dapat dilakukan, maka adalah wajar bila pengadilan negara lain dapat saja
menyatakan pihaknya tidak mengakui dan tidak merasa terikat dengan putusan
pembatalan oleh pengadilan di Indonesia tersebut.
Padahal faktor penting yang patut diperhatikan adalah sistem hukum yang solid
dan kepastian hukum merupakan faktor penentu bagi para pengusaha asing dalam
mempertimbangkan dan memutuskan tindakannya untuk menanamkan modalnya di
Indonesia.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3
Kompas, 17 September 2002.
Tindakan pembatalan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut menunjukkan
bahwa pengadilan indonesia telah bertindak sendiri tanpa memperhatikan dan
mempertimbangkan hal-hal lain, apalagi, jika melihat kepada UU Arbitrase yang pada
dasarnya tidak memberikan peluang bagi pengadilan Indonesia untuk membatalkan suatu
putusan arbitrase internasional, melainkan hanya dapat membatalkan suatu putusan
arbitrase yang dibuat di Indonesia, itupun hanya dapat dilakukan, jika terdapat unsur-
unsur sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 70 UU Arbitrase, yang pada hakikatnya lebih
mengarah kepada unsur-unsur pidana.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-Undangan :
1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa Umum;
Buku-buku :
1. Ilmar, Aminuddin, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Cetakan Pertama,
Kencana, Jakarta, 2004;
2. Mahkamah Agung RI, Kapita Selekta Arbitrase dan Permasalahannya, 2003;
3. Rajagukguk, Erman, Arbitrase Dalam Putusan Pengadilan, Cetakan Pertama,
Chandra Pratama, 2000;
Makalah / artikel :
1. Faizal, Elly Burhaini, “Menyoal Gugatan Cemex CA de CV (1), Soal Arbitrase, Laks
Pesimis”;
2. Juwana, Hikmahanto, “Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional oleh Pengadilan
Nasional”; Jurnal Hukum Bisnis, Volume 21, Tahun 2001;
3. Memi, Cut, “Pilihan Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional”,
Jurnal Era Hukum, No. 2, Tahun 1, Oktober 1994;
4. Panggabean, H.P.,”Efektifitas Eksekusi Putusan Arbitrase Dalam Sistem Hukum
Indonesia”; Jurnal Hukum Bisnis, Volume 21, Tahun 2001;