Anda di halaman 1dari 16

 

(KASUS 1) 
1) 
Fakta-fakta
1. Pemohon Kasasi dahulu sebagai pemohon adalah Mr. Ju Young Ki, warga Negara Korea
Selatan pemegang Paspor CK No.2262215, bertempat tinggal di Apartemen CBD Pluit
Akasia Tower 21 C, Jalan Pluit Selatan Raya, Jakarta Utara
2. Termohon Kasasi dahulu sebagai termohon adalah HENDRA GUNAWAN, Direktur PT.
Mari Maju Bersama, berkedudukan di Gedung CBD Pluit Blok C Nomor 9, Jalan Pluit
Selatan Raya, Jakarta Utara
3. Pemohon dan Termohon secara sukarela mengikatkan diri pada perjanjia n “Joint Operation”
 pengelolaan pertambangan
per tambangan batu bar
baraa milik PT. Mari Maju Bersama qq. CV Talenta Utama
yang ber lokasi di Desa Pendingin, Kecamatan Sanga-sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara
dengan total eksplorasi tambang batubara tahap 1 seluas 56,58 Ha dengan cadangan ter
tambang (mined coal reserve) sebanyak 604.835 MT dar i Area seluas 20 Ha ( vide Pasal 2
 Joint Operation) dengan nomor surat Nomor 001/MOU/MBM.TU- JYK/ IX/2008 tanggal
02 September 2008
4. Termohon tidak memenuhi kewajibannya berdasarkan kontrak, dan telah diupayakan usaha
musyawarah tetapi tidak ada kesepakatan para pihak. Sehingga sesuai klausa arbitrase para
 pihak membawa masalah ke arbitrase.
arbit rase.
5. Bahwa Pasal 10 ayat (1) dan (2) dari Joint Operation menentukan:
1) Setiap perbedaan pendapat atau sengketa yang mungkin muncul berkaitan dengan
substansi ataupun pasal-pasal yang terkandung dalam  joint operation ini akan diselesaikan
secara musyawarah;
2) Jika kedua belah pihak tidak dapat menyelesaikan sengketa yang timbul maka akan
diselesaikan melalui jalur Arbitrase yang tunduk pada aturan Arbitrase Internasional
6.  Pemohon telah mengajak termohon untuk berunding mengenai masalah penunjukkan
lembaga arbitrase mana yang berwenang dan bagaimana cara penunjukkan arbitrase.
 Namun setelah tiga kali mengirimkan surat panggilan, tidak ada jawaban dari termohon
terkait masalah ini.
7. Kemudian demi terselesaikannya masalah antara pemohon dan termohon, maka pemohon
memohon hal-hal sebagai berikut ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara:
  Pemohon mohon agar yang terhormat Bapak Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara
menetapkan Badan Arbitrase Indonesia (BANI ) untuk menyelesaikan semua sengketa
antara Pemohon dengan Termohon sehubungan  Joint Operation  Nomor
001/MoU/MBM.TU- JYK/ IX/2008 tanggal 02 September 2008 dan menunjuk
 

Prof.Dr.H. Priyatna Abdurrasyid. S.H., PHD sebagai Arbiter dalam rangka penyelesaian
sengketa antara permohonan dan Termohon;
  Apabila Termohon tidak menyetujui usulan Permohonan tersebut di atas maka Pemohon
mohon kepada yang terhormat Bapak Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar
menunjuk 3 (tiga) orang Arbiter dari Badan Arbitrase Nasional Indonesia
Indonesi a sebagai Majelis
Arbitrase,yaitu:
1. Prof. Dr. H. Priyatna Abdurrasyid , S.H., PHD;
2. Humphrey R. Djemat ;
3. Mariam Darus;
8. Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah m
mengambil
engambil putusan, yaitu putusan Nomor 639/Pdt
.P/2010 /PN.Jkt .Ut . tanggal 07 Februari 2011 yang amarnya sebagai berikut :
  Menyatakan permohonan Pemohon di tolak seluruhnya ;
  Menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp 391.000,00 (tiga
ratus Sembilan puluh satu ribu Rupiah);
9. Kemudian, pemohon mengajukan permohonan kasasi secara lisan pada tanggal 10 Februari
2011 sebagaimana ternyata dari akte permohonan kasasi Nomor 639/Pdt.P/2010/PN.Jkt.Ut.
yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara, permohonan tersebut disertai
dengan/diikuti oleh memori kasasi yang di terima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
tersebut pada tanggal 18 Februari 2011

Pendapat Para Pihak


Adapun sebagai dalil - dalil keberatan pertama Pemohon kasasi adalah didasarkan pada fakta-
fakta sebagai berikut :
1.  Bahwa dasar hukum Pemohon Kasasi dalam mengajukan Permohonan Penetapan dan
Penghunjukan Arbiter dan/atau Majelis Arbiter dari Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI) kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakar ta Utara adalah didasarkan
 pada Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa (Arbitrase dan APS) yang menegaskan: “dalam hal para pihak
tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai pemilihan arbiter atau tidak ada ketentuan
yang dibuat mengenai pengangkatan arbiter, ketua Pengadilan Negeri menunjuk
Arbiter atau Majelis Arbiter ” ;  
2.  Bahwa dari fakta - fakta hukum yang terbukti dan terungkap di persidangan, maka
Pemohon Kasasi sangat keberatan tentang pertimbangan hukum  Judex Facti halaman
12 alinea ke- 3 dan 4 yang pada pokoknya menyatakan dikutip :
 

"Menimbang bahwa sebagaimana diuraikan dalam fakta-fakta tersebut di atas bahwa perjanjian
yang disepakati oleh Pemohon dan Termohon dalam  Joint Operation  Nomor
001/MOU/MBM/TU.JYK/ IX/2008 tanggal 02 September 2008 telah sepakat memilih jalur
 penyelesaian sengketa mereka melalui arbitrase yang tunduk pada aturan arbitrase
internasional atau bukan badan arbitrase nasional Indonesia yang dipilih oleh Pemohon dengan
Termohon untuk menyelesaikan sengketa mereka"
"Menimbang bahwa oleh karena Pemohon dengan Termohon telah memilih arbitrase
internasional untuk menyelesaikan sengketa mereka maka dalam hal ini hakim Pengadilan
 Negeri Jakarta Utara tidak berwenang menunjuk Badan Arbitrase Nasional Indonesia untuk
menyelesaikan sengketa antara Pemohon dan Termohon" ;
3.  Bahwa tidak ada fakta hukum yang terungkap di persidangan antara Pemohon Kasasi
dan Termohon Kasasi telah sepakat memilih arbitrase internasional atau bukan Badan
Arbitrase Nasional Indonesia untuk menyelesaikan sengketa antara Pemohon Kasasi
dengan Termohon Kasasi berkaitan Joint Operation :
001/MoU/MBM.TUJYK/IX/2008 tanggal 02- 09- 2008;
4.  Bahwa dalam Pasal 10 ayat 2  Joint Operation  Nomor 001/MoU/MBM. TU-JYK/
IX/2008 tanggal 02-09- 2008 (diajukan sebagai bukti oleh Pemohon Kasasi dan
Termohon Kasasi) tidak ada klausula tegas yang menyatakan Pemohon Kasasi dan
Termohon Kasasi memilih arbitrase internasional dan/atau Arbitrase Internasional
tertentu misalnya American Arbitration Association (AAA) dalam menyelesaikan
sengketa berkaitan joint operation ;
5.  Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi secara tegas, cermat dan komprehensif terutama
tentang siapa yang diangkat menjadi Arbiter atau Majelis Arbiter dari Badan Arbitrase
 Nasional Indonesia dan atau dari Lembaga Arbitrase Internasional tertentu , oleh
karenanya sesuai Pasal 13 jo .Penjelasan Pasal 13 Undang- Undang Nomor 30 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pemohon Kasasi memohon kepada
ketua Pengadilan Negeri menunjuk dan menetapkan Arbiter dan/atau Majelis Arbiter
dari Badan Arbitrase Nasional Indones ia sebagaimana di rumuskan dalam surat
 permohonan;
6.  Bahwa andaikata diikuti pendapat dan pertimbangan hukum  Judex Facti yang dikutip
diatas yang menyatakan antara Pemohon Kasasi dengan Termohon
Termoho n Kasasi telah sepakat
memilih arbitrase internasional untuk menyelesaikan sengketa berkaitan  Joint
Operation maka pertimbangan hukum  Judex Facti ini sangat membingungkan dan
ambiguity sebab Arbitrase Internasional banyak dan arbitrase internasional mana yang
 

dimaksud  Judex Facti maupun Termohon Kasasi semakin tidak jelas dan
 pertanyaannya apakah Badan Arbitrase Nasional Indonesia bukan bersifat arbitrase
internasional bagi Pemohon Kasasi ;
7.  Bahwa pertimbangan hukum  Judex Facti yang tidak jelas, tidak tegas ambiguity
tersebut terkesan melindungi Termohon Kasasi yang berlindung dibalik ketidak-
tegasan rumusan klausu la arbitrase yang dibuat tidak secara cermat dan komprehensif
dalam perjanjian  Joint Operaton (musuh paling buruk dari klausula arbitrase adalah
susunan kata-kata dan kalimatnya tidak dibuat secara cermat dan komprehensif) dan
 perlu ditegaskan pada saat
s aat pembuatan joint operation tanggal 02- 09- 2008
8.  Pemohon Kasasi tidak tahu berbahasa Indonesia dan kuat dugaan Pemohon Kasasi
korban janji-janji ;
9.  Bahwa sebenarnya tidak ada alasan bagi  Judex Facti dalam memeriksa, mengadili dan
memutus permohonan Pemohon Kasasi ini selain menerapkan Pasal 13  jo .Penjelasan
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa sebab dari fakta-fakta dan hubungan hukum yang terjadi antara
Pemohon Kasasi dengan Termohon Kasasi telah memenuhi unsur-unsur yang terdapat
dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yakni para pihak (Pemohon
Kasasi dan Termohon Kasasi) tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai pemilihan
arbiter, dan dalam  Joint Operation tidak ada ketentuan yang dibuat Pemohon Kasasi
dan Termohon Kasasi mengenai pengangkatan arbiter;
10. Bahwa akan tetapi Judex Facti dengan pertimbangan hukum yang tidak didasari bukti-
 bukti akurat dengan lai
lainn perkataan
perk ataan  Judex Facti tidak menerapkan hukum pembuktian
sebagaimana mestinya yakni produk bukti P.1, 2,3 dan P.4 tidak mendapat
 pertimbangan hukum yang cukup secara langsung dan serta-merta  Judex Facti
menyatakan Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi telah sepakat memilih arbitrase
internasional dalam menyelesaikan sengketa berkaitan  joint operation oleh karenanya
 pertimbangan hukum dalam membuat penetapan terhadap permohonan Pemohon
Kasasi wajar dan beralasan hukum untuk dibatalkan dalam tingkat Mahkamah Agung
ini;
11. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas jelas pertimbangan hukum  Judex Facti telah salah
dalam menerapkan dan melanggar ketentuan hukum yang berlaku yakni tidak
menerapkan dan melanggar Pasal 13  jo .Penjelasan Pasal 13 Undang- Undang Nomor
30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan tidak
 

menerapkan hukum pembuktian sebagaimana mestinya yakni bukti P.1, 2, 3 dan P.4
tidak mendapat pertimbangan hukum yang cukup;
12. Pertimbangan Judex Facti lalai dalam menerapkan syarat-syarat yang diwajibkan
 peraturan perundang-undangan dan pertimbangan hukumnya sangat dangkal karenanya
dalam tingkat kasasi ini beralasan hukum penetapan Judex Facti untuk dibatalkan
Hal yang diajukan dalam persidangan ini adalah penetapan lembaga arbitrase dan caranya,
sedangkan pihak Termohon tidak memberikan jawaban dan sanggahan terhadap masalah ini.
Hal ini terbukti dari tidak ada jawaban atas surat yang dilayangkan oleh Pemohon. Sehingga,
tidak ada argument dari pihak termohon.

Putusan Pengadilan 
  Bahwa alasan Kasasi tidak dapat dibenarkan,  Judex Facti tidak salah menerapkan
hukum;
  Bahwa  Judex Facti sudah tepat dan benar, lagi pula hal ini mengenai penilaian hasil
 pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal tersebut tidak dapat
dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam
tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan penerapan hukum, adanya
 pelanggaran hukum yang berlaku , adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-s
syarat-syarat
yarat
yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu
dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila Pengadilan tidak berwenang atau
melampaui batas wewenangnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 Undang-
Undang No.14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang
 No. 5 Tahun 2004 dan perubahan
perubah an kedua dengan Undan
Undang-Undang
g-Undang No. 3 Tahun 2009;
  Bahwa dalam Pasal 10 ayat (2)  Joint Operation (Bukti P1) para pihak sepakat
menyelesaikan sengketa yang timbul melalui jalan  Arbitrase yang tunduk pada aturan
 Arbitrase Internasional ;
  Bahwa berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata para Pihak Pemohon dan Termohon
terikat pada isi perjanjian tersebut, dimana seharusnya Pemohon menunjuk  Arbiter
Internasional untuk penyelesaian sengketa antara Pemohon dan Termohon;
  Bahwa walaupun dalam Pasal 10 ayat (2) tidak dengan tegas ditentukan  Arbiter
Internasional tertentu tetapi Pemohon dengan mengacu pada Pasal 10 ayat (2)
 perjanjian tersebut dapat
da pat menunjuk  Arbiter Internasional tertentu dalam perkaranya
 

Analisis
Kontrak Internasional yang dilakukan pemohon dan termohon adalah kontrak yang
cacat dalam segi bahasa. Hal ini terbukti pada permasalahan klausula arbitrase dalam kontrak.
Klausula arbitrase yang dicantumkan pada pasal 10 tidak menjelaskan secara tegas tentang
arbitrase itu sendiri. Untuk membuat klasula ini jelas dan bermakna diperlukan perundingan
dan perbuatan perjanjian antara pemohon dan termohon secara lebih lanjut.
Putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung yang menyetujui putusan dari
Pengadilan Negeri Jakarta Utara adalah tepat. Alasan utama adalah tidak jelasnya klausula
arbitrase yang dicantumkan para pihak dalam perjanjian. Pasal 13 memang mengatur tentang
kekosongan pada pemilihan arbitrer bila arbitrase telah disetujui oleh para pihak. Jelas
tercantum bahwa pemohon telah menunjuk BANI sebagai lembaga arbitrase yang berwenang.
 Namun, syarat penunjukan lembaga arbitrase adalah kesepakatan para pihak. Dalam hal ini,
tidak ada kesepakatan tentang definisi arbitrase internasional dalam kontrak. Pemohon yang
 berkewarganegaraan Korea Selatan dapat dengan tegas menyatakan BANI sebagai arbitrase
internasional. Namun, hal ini tidak berlaku bagi termohon yang berwarganegaraan Indonesia.
Kemudian yang harus ditinjau dari kontrak ini adalah hukum yang berlaku dalam kontrak.
Pengertian arbitrase internasional dapat merujuk pada aturan hukum tersebut. Sebagai contoh,
 bila hukum yang mendasari adalah hukum Indonesia, maka lembaga arbitrase diluar Indonesia
adalah arbitrase internasional sehingga jelas salah pemilihan BANI dalam kasus ini.
 

(KASUS 2) 
Contoh kasus Hukum Kontrak Internasional.
Kasus Gianni Versace S.p.A melawan Sutardjo Jono.
1. Para Pihak
Para pihak yang bersengketa dalam kasus ini adalah Gianni Versace S.p.A, selaku
 penggugat yang merupak
merupakan
an badan hukum yang didirikan
didir ikan menurut Undang-Undan
Undang-Undangg Italia dan
 berkedudukan di Italia. Perusahaan Gianni Versace S.p.A didirikan pada tahun 1978 oleh
seornag desainer terkemuka bernama Gianni Versace. Gianni Versace S.p.A adalah salah satu
 perusahaan fesyen ternama di dunia. Perusahaan ini mendesain, memproduksi dan
mendistribusikan produknya yang berupa busana, perhiasana, kosmetik, parfum dan produk
fesyen sejenis.
Pada bulan September 2000, Gianni Versace S.p.A bekerjasama dengan Sunland
Sunla nd Group
Ltd, sebuah perusahaan terkemuka Australia membuka “Pallazo Versace”, yaitu sebuah hotel
 berbintang enam yang terletak di Gold Coast Australia. Saat iini
ni kepemilikan Versace Group
dipegang oleh keluarga Versace yang terdiri dari Allegra Beck Versace yang memiliki saham
50%, Donatella Versace yang memiliki saham 20% dan Santo Versace yang memiliki saham
sebanyak 30%.
Saat ini Santo Versace menjabat sebagai Presiden perusahaan dan Donatella Versace
merangkap sebgaai Wakil presiden dan direksi Kreasi. Giannni Versace S.p.A selaku
 penggugat ini menjual produksinya ke Indonesia dan merek yang melekat pada produk-produk
milik penggugat telah dilindungi oleh hukum Indonesia. Kemudian, pihak tergugat adalah
Sutardjo Jono, seorang Warga Negara Indonesia yang berkedudukan di Medan.
2. Kasus Posisi
Uraian posisi kasus Gianni Versace S.p.A melawan Sutardjo Jono adalah sebagai berikut:
a)  Penggugat adalah pemilik yang berhak atas Merek “VERSUS”, “VERSACE”,
“VERSACE CLASSIS V2” dan “VERSUS VERSACE’, yang mana Merek -Merek
-Merek
tersebut telah dipakai, dipromosikan serta terdaftar di negara asalnya Italia sejak tahun
1989 dna terdaftar pula di 30 negara lebih, sehingga Merek penggugat berdasarkan
Pasal 6 ayat 1 Butir b Undang-undnag No.15 Tahun 2001 tentang Merek
dikualifikasikan sebagai Merek Terkenal, di mana Merek yang disengketakan adalah
Merek penggugat yang telah terdaftar pada kelas 9,18 dan 25.
 b)  Tergugat tanpa seizin penggugat telah mendaft ar Merek “V2 VERSI VERSUS” yang
mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek-merek penggugat dan Merek
 

milik tergugat tersebut terdaftar dalam kelas yang sama dengan Merek-Merek milik
 penggugat.
c)  Bahwa tindakan tergugat tersebut merupakan itikad buruk yang hendak membonceng
keterkenalan Merek-Merek milik penggugat sehingga tergugat dapat menikmati
keuntungan ekonomi dengan mudah atas penjualan produksinya yang membonceng
Merek milik penggugat, atas hal ini seharusnya permohonan pendaftaran Merek milik
tergugat ditolak berdasarkan Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No.15 Tahun 2001
tentang Merek.
Uraian posisi kasus di atas menunjukkan bahwa kasus ini merupakan pemboncengan atas
Merek Terkenal yang dilakukan oleh warga negara nasional.
3. Putusan
Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada kasus Gianni Versace S.p.A melawan Sutardjo
Jono mengambil penafsiran persaingan curang berdasarkan ketentuan Penjelasan Pasal 4
Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek tanpa merujuk pada Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI No.426 pk/pdt/1994. Pernyataan Majelis Hakim Pengadilan Niaga
mengenai persaingan curang adalah :
“Menimbang bahwa dari Penjelasan Pasal 4 tersebut berdasarkan penafsiran a contario ,
terdapat 2 elemen penting untuk menentukan adanya itikad baik yaitu :
- Adanya niat untuk menguntungkan usaha pendaftar sekaligus merugikan pihak lain;
- Melalui cara penyesatan konsumen atau perbuatan persaingan curang, atau menjiplak atau
menumpang ketenaran merek orang lain “ 
Selain pernyataan mengenai permasalahan persaingan curang, lebih jauhnya Majelis
Hakim memberikan pertimbangan mengenai tindakan penyesatan konsumen sebagai berikut:
“a) Penyesatan tentang asal -usul suatu produk. Hal ini dapat terjadi karena Merek dari suatu
 produk menggunaka Merek luar negeri atau ciri khas suatu daerah yang sebenarnya Merek
tersebut bukan berasal dari daerah luar negeri atau dari suatu daerah yang mempunyai ciri
khusus tersebut;
 b) Penyesatan karena produsen.
pro dusen. Penyesata
Penyesatann dalam bentuk ini
in i dapat terjadi karena masyarakat
konsumen yang telah mengetahui dengan baik mutu suatu produk, kemudian di pasaran
ditemukan suatu produk dengan Merek yang mirip atau menyerupai yang ia sudah kenal
sebelumnya;
c) Penyesatan melalui penglihatan. Penyesatan ini dapat terjadi karena kesamaan atau
kemiripan dari Merek yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai